Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 4

POLITIK HUKUM PENGELOLAAN


KEANEKARAGAMAN HAYATI DALAM PERSPEKTIF
HUKUM BERDASARKAN PASAL 33 UUD NRI 1945

Arsal Wira Ghifari B012202072

Moch. Fauzan Zarkasi B012202074

Nofisari Rahayuningtyas B012202075

Muh Agung Praja B012202076

Andi Muhammad Dwihar Setia P B012202077

Sri Wahyuni B012202082

Tia Haryanti B012202087


Latar Belakang

Kekayaan keanekaragaman
hayati yang dimiliki oleh Negara
Indonesia adalah aset bagi
pembangunan dan kemakmuran
bangsa karena sebagian besar
pembangunan nasional
mengandalkan keanekaragaman
hayati

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan sumber daya


strategis karena menyangkut ketahanan nasional, dikuasai oleh
negara yang diatur pengelolaannya secara optimal dan berkelanjutan
agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi Negara
Republik Indonesia
Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945

“bumi dan air dan kekayaan alam yang


terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”

Namun faktanya, pemanfaatan yang dilakukan selama ini


cenderung tidak memperhatikan prinsip kelestarian
Berdasarkan World Wide Fund for
Nature (WWF) hutan di Kalimantan
dan Sumatera termasuk dalam 11
wilayah di dunia yang
berkontribusi terhadap lebih dari
80% deforestasi secara global
hingga tahun 2030

Berbagai tekanan dan gangguan


terhadap kawasan konservasi yang
dapat berupa perusakan terhadap
keutuhan kawasan, perburuan
satwa, pengambilan tumbuhan
dalam kawasan, hingga
penebangan dan pembakaran hutan
turut memperparah keberadaan
keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis angka
deforestasi Indonesia periode 2016-2017 mencapai 496.370 hektar.
Dalam angka tersebut terdapat 64,3% atau 308.000 hektar merupakan
kawasan hutan

Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)


pada Tahun 2003 bahwa Indonesia merupakan daerah tropik sehingga
berbagai macam flora dan fauna bisa hidup di hutan Indonesia.
Tercatat lebih dari 38.000 spesies tumbuhan dan 55% di antaranya
ialah tumbuhan endemik. Spesies palem juga paling banyak di
Indonesia yaitu 477 spesies

Seharusnya, dengan keanekaragaman hayati yang begitu


banyak, Negara Indonesia mampu memanfaatkannya untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Secara normatif, politik hukum pengelolaan sumber daya alam di
Indonesia sudah ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945
Ketentuan pasal tersebut mengandung konstruksi yuridis, sumber daya
alam yang ada di wilayah kedaulatan Indonesia adalah milik bangsa
Indonesia serta pengelolaan sumber daya alam yang ada diserahkan
kepada negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari segi regulasi, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang


Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya, yang merupakan undang-undang pertama
dihasilkan pasca kemerdekaan yang mencakup konservasi
ekosistem (kawasan) dan konservasi jenis
Di dalam Undang-Undang ini belum diatur secara menyeluruh dan
spesifik terkait hal-hal yang dilarang dalam melakukan kegiatan
pemanfaatan sumber daya yang ada

Belum adanya aturan yang secara spesifik mengatur terkait


pemanfaatan jenis dan sanksi yang akan diberikan terhadap
pelanggaran yang terjadi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam hayati, hal ini justru menjadi salah satu faktor tidak efektifnya
implementasi kebijakan dan penegakan hukum

Selain itu, peran pemerintah dalam penegakan hukum juga sangat


dibutuhkan untuk mengatur tingkah laku manusia dalam pemanfaatan
sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan secara terus-menerus
untuk generasi yang akan datang.

Realitasnya, masih banyak yang belum dapat diakomodir oleh undang-undang ini
LANDASAN FILOSOFIS

Negara Penjaga Malam ke Negara


Kesejahteraan

Peralihan konsep negara hukum formil-ortodoks ke arah konsep negara


hukum materiil-responsif meniscayakan bahwa peran negara tidak
sekadar menjadi “penjaga malam” (nachtwachterstaat) melainkan
sebagai pengemban amanah untuk mewujudkan kesejahteraan atau
yang dikenal dengan konsep (welvare state)

Konsep yang diusung oleh negara hukum modern ini


memiliki tanggung jawab utama untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi

Soekarno dan Hatta menegaskan


bahwa sila kelima merupakan variabel
yang melengkapi identitas demokrasi
dari sila keempat

Keterkaitan antara keduanya


dibahasakan oleh Soekarno dengan
prinsip “sosio-demokrasi”

Adler menyatakan bahwa “Demokrasi


yang kita kejar janganlah hanya
demokrasi politik saja, tetapi kita pun
harus mengejar demokrasi ekonomi”

Pertautan antara kedua konteks demokrasi inilah yang menjadi pilar dalam
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran di Republik Indonesia
Pembangunan Berkelanjutan (Suistanable Development)
Konsep pembangunan yang muncul pada awal 1970-an dalam
rangka mengatasi bahaya laten pembangunan industri

Fungsi Konservasi Negara dari Mac Iver


Konsep pembangunan berkelanjutan juga selaras dengan salah
satu fungsi negara yang diusung oleh Mac Iver dalam karyanya
The Modern State (1926) dan The Web of Government (1974)
yakni fungsi konservasi

Gotong Royong (Sari Pati Pancasila)


Implementasi dari fungsi terkait ialah memanfaatkan seluruh alat
kelengkapan yang dimiliki oleh negara dengan tujuan agar hasil
dari pelaksanaan fungsi dimaksud dapat dinikmati oleh generasi
yang akan datang
ASPEK SOSIOLOGIS

Politik hukum pengelolaan keanekaragaman hayati

Politik hukum pengelolaan keanekaragaman hayati di


Indonesia sudah ditentukan dalam Pasal 33 UUD NRI
1945. Yaitu, pengelolaan sumber daya alam
keanekaragaman hayati, negara berwenang
mengeluarkan kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber
daya alam, aturan-aturan hukum termasuk perizinan-
perizinan untuk menjaga dan melindungai
keanekaragaman tersebut. Pengelolaan sumber daya
alam keanekaragaman hayati oleh negara tidak terlepas
dari kepentingan perekonomian nasional dan
keselarasannya dengan perlindungan lingkungan hidup
Dalam penyelenggaraan pengelolaan
keanekaragaman hayati saat ini dirasa masih kurang
efektif karena lebih mengedepankan paradigma
perlindungan tanpa memajukan aspek pemanfaatan
secara berkelanjutan dan kelestarian

Pemerintah dalam memedomani pasal 33


UUD tahun 1945 hanya semata-mata
menjalankan fungsi perlindungan terhadap
keanekaragaman tersebut tanpa
mempertimbangkan bagaimana
keberlanjutan ekosistem keanekaragaman
hayati itu sendiri
kebijakan pemerintah dalam pengelolaan kekayaan alam
hayati juga harusnya mempertimbangkan beberapa hal
yang dapat mengancam keberadaan kekayaan hayati yang
ada di Indonesia yaitu:

Konsumsi yang
Pertumbuhan Polusi udara dan
berlebihan akan
populasi manusia air
sumber daya alam
Esensi dari pasal 33 UUD 1945 sendiri adalah
pemanfaatan sumber daya alam yang sebesar-besarnya
untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dalam penerapan pasal tersebut, masyarakat sebagai
salah satu organ yang berperan penting dalam
pelestarian keanekaragaman hayati terkadang terabaikan
dan bahkan tidak dilibatkan sama sekali
Faktor yang mendasari kurangnya kesadaran
masyarakat akan imbas kerusakan lingkungan
terhadap pengelolaan keanekaragaman hayati

Masyarakat fokus dalam upaya pemenuhan


kebutuhan hidup semata

Pengetahuan masyarakat terkait efektifitas


pengelolaan sumber daya alam masih rendah
dalam upaya menjaga dan melestarikan
keanekaragaman hayati

Pola perilaku yang hidup dalam masyarakat


yang telah berlangsung sejak dari dari dulu

Peran Pemerintah
Landasan Yuridis

Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR RI/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004 Bab IV Arah Kebijakan Huruf H Sumber daya Alam dan
Lingkungan Hidup angka 4
“Mendaya gunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup,
pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat
lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang”

Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan


Pengelolaan Sumber daya Alam, Pasal 6
“Menugaskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden
Republik Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan
pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta
mencabut,mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan dengan Ketetapan
ini.”
Ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 mengandung
konstruksi yuridis bahwa sumber daya alam yang ada di
wilayah kedaulatan Indonesia adalah milik bangsa
Indonesia. Selanjutnya pengelolaan sumber daya alam
yang ada diserahkan kepada negara untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat . Dalam pengelolaan sumber
daya alam ini, negara dapat bertindak sebagai badan
publik (iure emperii) maupaun bertindak sebagai badan
privat (iure gestiones)
Kesimpulan

Sumber daya alam hayati merupakan sumber daya strategis karena


menyangkut ketahanan nasional, dikuasai oleh negara yang diatur
pengelolaannya secara optimal dan berkelanjutan agar dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi Negara Republik
Indonesia, yang termaktub dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-
Undang UUD NRI 1945. Namun faktanya, pemanfaatan yang
dilakukan selama ini cenderung tidak memperhatikan prinsip
kelestarian

Variabel keunggulan potensi suatu negara ke dalam tiga faktor


utama yaitu keberadaan sumber daya alam, kualitas sumber daya
manusia dan tingkat kemajuan teknologi. Sehingga potensi dari
sumber daya alam menjadi indikator menguntungkan bangsa
Indonesia dengan mengedepankan prinsip demokrasi ekonomi
serta semangat pembangunan (suistanable development) yang
dapat dinikmati oleh generasi mendatang
Penyelenggaraan pengelolaan keanekaragaman hayati dirasa kurang efektif
dikarenakan pemerintah dalam memedomani pasal 33 UUD NRI 1945 hanya
semata-mata menjalankan fungsi tanpa mengedepankan paradigma perlindungan
pada aspek pemanfaatan secara berkelanjutan dan kelestarian, di mana hal ini
dapat mengancam keberadaan kekayaan hayati yang ada di Indonesia antara
lain: pertumbuhan populasi manusia, konsumsi yang berlebihan akan sumber
daya alam, serta polusi udara dan air. Selain itu, kurangnya kesadaran
masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap pengelolaan keanekaragaman
hayati ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya: kemiskinan, pendidikan
rendah, budaya, dan peran pemerintah.

Berdasarkan fakta yuridis, ke depan harus dibangun politik hukum


berbasis nilai-nilai Pancasila, di mana pengelolaan sumber daya
alamnya memuat cita hukum dengan karakter: pro-ketertiban, pro-
keadilan sosial, pro-kesejahteraan, pro-kemiskinan, pro-kearifan lokal
dan pro-lingkungan
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai