Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 1.1 ILMU DASAR KEDOKTERAN DAN PROFESI


MODUL 3

Modul : Aspek Etika, Disiplin dan Hukum dalam Profesi


Kedokteran
Nama : Dea Anjelia Nisa Br Ginting

Nim : 210610029

Kelompok : 3 (Tiga)

Tutor : dr.Zubir, M.Biomed, Sp.PK

PRODI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
TA. 2021/2022
MODUL 3
Aspek Etika, Disiplin dan Hukum dalam Profesi Kedokteran
Skenario 3 . : Dilema dr.Ferdy

dr.Hari sedang menangani pasien laki-laki berusia 60 tahun dengan keluhan sesak napas
berat. Diketahui pasien memiliki hipertensi dan pernah sampai kedua kaki membengkak. dr.
Hari kemudian memberikan penanganan dengan kondisi yang serba terbatas. Ia teringat pada
saat pengambilan sumpah dokter dahulu, bahwa sebagai dokter ia harus mengutamakan
pelayanan dan keselamatan pasien. Oleh karena keterbatasan obat-obatan dan pemeriksaan
penunjang, dr.Hari berencana merujuk pasien. Pasien menolak dirujuk. dr. Hari menghargai
prinsip autonomy pasien. Ia meminta pasien untuk menandatangani informed consent sebagai
bukti atas keputusan tersebut. Hal ini ia lakukan karena ia masih mengingat materi seminar
yang disampaikan oleh pembicara dari MKEK dan MKDKI tentang hak dan kewajiban
dokter- pasien, Undang-Undang yang terkait dengan praktik kedokteran serta sejarah profesi
dan etika kedokteran.
Pasien selanjutnya datang meminta visum pada dr Hari, ia mengaku telah mengalami
KDRT, pasien tampak ada lebam di pipi kanan dan luka robek di bibir. Dokter Hari
menjelaskan bahwa ia tidak bisa mengeluarkan visum atas permintaan pasien, permintaan
visum hanya boleh dilakukan oleh pihak berwajib. Pasien lalu meminta dibuatkan surat sakit
selama 1 bulan karena ia malu masuk kerja dengan kondisi wajah seperti itu, dr Hari bingung
apakah boleh ia mengeluarkan surat sakit selama 1 bulan?
Bagaimana Saudara menjelaskan kondisi dr Hari? Apa saja hak dan kewajiban dokter-
pasien?
JUMP 1 : Terminologi

1. Hipertensi
Tekanan darah tinggi, kondisi yg menunjukkan laju darah naik secara terus menerus .
2. Autonomy
Keadaan yang berfungsi secara independen tanpa pengaruh dari luar .
3. KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disingkat KDRT adalah tindak kekerasan yang
tidak memandang jenis kelamin, dan bisa menimpa suami, istri, atau anak-anak. KDRT juga
tidak melulu kekerasan fisik, tetapi bisa juga berbentuk kekerasan psikologis .
4. Pemeriksaan Penunjang
Bagian dari pemeriksaan medis yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit
tertentu.
5. MKDKI
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) merupakan salah satu lembaga
yang dibentuk dengan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dibentuk berdasarkan mandat yang terdapat pada UU PRADOK dengan tujuan untuk
menegakkan disiplin profesional dokter dan dokter gigi di Indonesia .
6. Informed Concent
Menurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989. Persetujuan Tindakan medik adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
Tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut .
7. Visum
Visum et repertum adalah apa-apa yang dilihat dan ditemukan pada korban .
8. MKEK
(Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) adalah salah satu unsur pimpinan dalam struktur
kepengurusan IDI di setiap tingkatan, bersifat otonom dan berperan serta bertanggung jawab
dalam pembinaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etika
kedokteran termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur
kedokteran.
9. Lebam
perubahan warna yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah kecil .
JUMP 1 & 3 : Rumusan Masalah dan Hipotesa

1. Siapa saja yang berhak meminta dan menerima visum ?


= Indikasi visum et repertum adalah ketika dokter diminta oleh penyidik untuk memberikan
keterangan ahli tentang pemeriksaan medis terhadap seorang manusia, baik hidup maupun
mati, atau bagian tubuh manusia. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan,
penganiayaan dan pemerkosaan merupakan contoh kasus di mana penyidik membutuhkan
bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan
keterangan medis tentang kondisi korban yang dapat membantu penyidik untuk
mengungkapkan suatu kasus. (sc:alomedika.com)

2. Apa yang harus dilakukan oleh seorang dokter jika pasien tidak mau dirujuk ?
 Memberi pengertian secara merinci alasan seorang pasien mengapa dirujuk .
 Meminta pasien untuk menandatangani surat pernyataan “Informed Concent” atau
“Persetujuan Tindakan Medik”. Persetujuan penting bagi dokter maupun suatu institusi
kesehatan untuk membuktikan bahwa tindakan medik yang diambil telah diketahui,
dimengerti oleh pasien ataupun keluarganya dengan baik mengenai segala
keuntungan/kerugian dan resiko dari tindakan tersebut serta disetujui oleh diri pasien sendiri
ataupun keluarga
3. Bagaimana prinsip autonomy pasien?
= Menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya, melindungi informasi yang bersifat rahasia,
dan melindungi orang lain yang bersifat penting.

4. Mengapa pasien harus menandatangani Informed Concent atas keputusan pasien ?


= Penandatanganan formulir informed consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan
atas apa yang telah disepakati sebelumnya. keharusan adanya informed consent secara tertulis
yang ditanda tangani oleh pasien sebelum dilakukannya tindakan medis, karena erat kaitannya
dengan pendokumentasiannya ke dalam catatan medik (Medical Record).

5. Hal apa sajakah yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
membuat visum?
 = Ada 8 (delapan) hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter
untuk membuat visum ,
yakni sebagai berikut:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban
atau keluarganya, serta tidak boleh melalui jasa pos
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter
5. Ada identitas korban
6. Ada identitas pemintanya
7. Mencantumkan tanggal permintaannya
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa

6. Mengapa visum hanya boleh dilakukan oleh pihak berwajib?


= Karena Visum et Repertum (VeR) sangat penting bagi pihak penyidik kepolisian dalam
melakukan pembuktian suatu tindak pidana. Pemintaan visum et repertum antara lain,
bertujuan untuk membuat terang peristiwa pidana yang terjadi. Dengan begitu visum et
repertum tidak dibuat atau diterbitkan untuk kepentingan lain. Maka dari itu setiap pembuatan
visum et repertum selalu didahului dengan perkataan pro yusticia .

7. Apa saja dasar yang mengatur praktik kedokteran?


 Sumpah dokter
 Kode etik kedokteran Indonesia
 Undang-undang Kesehatan
 KUHP
.

8. Apa saja tugas dan fungsi MKEK dan MKDKI?


= MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran).
 Tugas
Meneliti, Menyidang pengaduan dan menjatuhkan sanksi etik bagi dokter yang diadukan
sesuai dengan lokasi/tempat terjadinya kasus /wilayah terdekat terjadinya kasus
 Fungsi
mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pembinaan
pelaksanaan, dan pengawasan penerapan etika kedokteran

MKDI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia


 Tugas
 Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggara. Disiplin dokter
dan dokter gigi yang diajukan
 Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter/dokter gigi.
 Fungsi
 Untuk penegakan disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran.
 Penegakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah penegakan aturan-aturan
/penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter
gigi. (sc : Konsil Kedokteran Indonesia)

9. Jika pasien memaksakan visum padahal tidak memenuhi syarat-syaratnya, apa saja Tindakan
yang di ambil oleh dokter?
= Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan permintaan dari pihak berwajib dalam
melakukan visum. jika masih terus dilakukan maka pemeriksaan itu menjadi pemeriksaan
biasa tidak dikatakan visum lagi.

10. Apa saja prosedur yang harus diperhatikan oleh dokter untuk mengeluarkan surat sakit?
= Surat keterangan medis adalah keterangan tertulis yg dibuat oleh dokter untuk tertujuan
tertentu tentag Kesehatan atau penyakit pasien atas permintaan pasien atau atas permintaan
pihak ketiga dgn persetujuan pasien. Dokter harus memberikan pendapat yg objektif dan logis
serta dapat diuji kebenarannya. Surat ini dibuat untuk tidak menyebutkan diagnosisnya tetapi
menyebutkan bahwa pasien sedang sakit dan membutuhkan istirahat selama jumlah hari
tertentu. Dokter harus dapat membuktikan kebenarannya apabila diminta dan harus
berwaspada terhadap sandiwara atau melebih lebihkan pada saat pasien meberikan
keterangannya mengenai sakit atau kecelakaan kerja. Adakala dimana surat tersebut disalah
gunakan untuk tujuan lain.
JUMP 4 : SKEMA
JUMP 5 : Learning Objective
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memaparkan mengenai :
1. Informed Concent
2. Etika kedokteran dan sumpah dokter
3. Hak dan kewajiban dokter dan Pasien
4. Prinsip autonomy pasien
5. Displin dokter

JUMP 6 : Search Informatin


Jump 7 : Sharing Information
LO 1 : Informed Concent
 DEVINISI
Informed Consent teridiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti informasi atau
keterangan dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. jadi pengertian
Informed Consent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.
Dengan demikian Informed Consent dapat di definisikan sebagai pernyataan pasien atau yang
sah mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran yang
diajukan oleh dokter setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat
persetujuan atau penolakan. Persetujuan tindakan yang akan dilakukan oleh Dokter harus
dilakukan tanpa adanya unsur pemaksaan.
Istilah Bahasa Indonesia Informed Consent diterjemahkan sebagai persetujuan tindakan
medik yang terdiri dari dua suku kata Bahasa Inggris yaitu Inform yang bermakna Informasi
dan consent berarti persetujuan. Sehingga secara umum Informed Consent dapat diartikan
sebagai persetujuan yang diberikan oleh seorang pasien kepada dokter atas suatu tindakan
medik yang akan dilakukan, setelah mendapatkan informasi yang jelas akan tindakan
tersebut.

Informed Consent menurut Permenkes No.585 / Menkes / Per / IX / 1989, Persetujuan


Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut

 Dasar hukum informed consent


Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam Pasal 45
Undang – undang no. 29 tahun 2004 tentang praktek Kedokteran. Sebagaimana
dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana
dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap, sekurang-kurangnya
mencakup : diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
alternatif tindakan lain dan risikonya,risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.20 Persetujuan tersebut dapat diberikan baik
secara tertulis maupun lisan. Disebutkan didalamnya bahwa setiap tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis
yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Peraturan Informed Consent apabila dijalankan dengan baik antara Dokter dan pasien
akan sama-sama terlindungi secara Hukum. Tetapi apabila terdapat perbuatan diluar
peraturan yang sudah dibuat tentu dianggap melanggar Hukum. Dalam pelanggaran Informed
Consent telah diatur dalam pasal 19 Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran, dinyatakan terhadap dokter yang melakukan tindakan tanpa Informed
Consent dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan
pencabutan Surat Ijin Praktik.
Informed Consent di Indonesia juga di atur dalam peraturan berikut:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005
tentang Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
6. Surat Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88.
Fungsi dan Tujuan Informed Consent Fungsi dari Informed Consent adalah:
1. Promosi dari hak otonomi perorangan;
2. Proteksi dari pasien dan subyek;
3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;
4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan
introspeksi terhadap diri sendiri;
5. Promosi dari keputusan-keputusan rasional;
6. Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai
suatu nilai social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik
Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu:
a. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian).
b. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis. Yang bertujuan untuk terapi.
c. Yang bertujuan untuk terapi.
Tujuan dari Informed Consent menurut J. Guwandi adalah :
a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien;
b. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan
bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun
dokter sudah mengusahakan semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan
teliti.
Bentuk Persetujuan Informed Consent
Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :
1. Implied Consent (dianggap diberikan)
Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat menangkap
persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula
pada kasus emergency sedangkan dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien dalam
keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter
dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter.
2. Expressed Consent (dinyatakan)
Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat invasive
dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan secara tertulis, atau yang
secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi.
(sumber : http://eprints.undip.ac.id )
LO 2 : Etika Kedokteran dan Sumpah Dokter

 DEVINISI

Etika adalah Sekumpulan nilai-nilai dan moralitas profesi kedokteran yang tercantum
dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), fatwa-fatwa etik, pedoman dan
kesepakatan etik lainnya dari IDI sebagai organisasi profesi.
Perumusan norma etika berdasarkan ajaran filsafat tentang universalitas kewajiban dalam
relasi sosial partikular dokter-pasien yang mengedepankan nilai-nilai tanggung jawab
profesional, kesejawatan dan proporsionalitas tugas dan jasa dokter dalam rangka
keberlangsungan profesi di era global. Ajakan orientasi panggilan nurani demi tujuan umum
kepentingan terbaik dan keselamatan pasien sebagai bahagian dari komunitas atau
masyarakat setempat dan diterapkannya secara legeartis ilmu pengetahuan dan teknonolgi
kedokteran mutakhir yang senantiasa dinamis dan berkembang, disatukan dalam norma
profesi. Norma etika praktik kedokteran yang dibakukan berfungsi sebagai ciri dan cara
pedoman dokter dalam bersikap, bertindak dan berperilaku profesional sehingga mudah
dipahami, diikuti dan dijadikan tolok ukur tanggung jawab pelayanan profesi yang seringkali
mendahului kebebasan profesi itu sendiri. Norma profesi, selain pelayanan kesehatan
termasuk juga dalam lapangan pendidikan dan penelitian dan kegiatan sosial atau
kesejawatan lainnya.
Khusus di Indonesia, perumusan norma dan penerapan nyata etika kedokteran kepada
perseorangan pasien/klien atau kepada komunitas/ masyarakat di segala bentuk fasilitas
pelayanan kesehatan/kedokteran juga didasarkan atas azas-azas ideologi bangsa dan negara
yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945. Menyadari bahwa pada akhirnya semua
pedoman etik dimanapun diharapkan akan menjadi penuntun perilaku sehari-hari setiap
dokter sebagai pembawa nilai-nilai luhur profesi, pengamalan etika kedokteran yang
dilandaskan pada moralitas kemanusiaan
akanmenjaditempatkebenaran“serbabaik”darimanusia penyandangnya. Para dokter Indonesia
selayaknya menjadi model panutan bagi masyarakatnya. Dokter Indonesia seyogyanya
memiliki keseluruhan kualitas dasariah manusia baik dan bijaksana, yaitu sifat Ketuhanan,
kemurnian niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan dan ketuntasan kerja,
integritas ilmiah dan sosial, serta kesejawatan dan cinta Indonesia. Dari pancaran kualitas
dasariah tersebut pengamalan nilai- nilai etik oleh siapapun dokternya, akan menjadi cahaya
penerang peradaban budaya profesi di tanah air tercinta Indonesia, pada situasi dan kondisi
apapun, dimanapun berada dan sampai kapan pun nanti.
Keluruhan dan kemuliaan ini ditunjukkan oleh 6 sifat dasar yang harus ditunjukkan oeh
setiap dokter yaitu :
1. Sifat ketuhanan
2. Kemurniaan niat
3. Keluhuran budi
4. Kerendahan hati
5. Kesungguhan kerja
6. Integritas ilmiah dan social
Dalam mengamalkan profesi nya setiap dokter akan berhubungan dengan manusia yang
sedang mengharapkan pertolongan dalam suatu hubungan kesepakatan terapeutik
Agar dalam hubungan tersebut keenam sifat dasar diatas dapat tetap terjaga, maka disusun
kode etik kedokteran yang merupakan kesepakatan dokter Indonesia bagi pedoman
pelaksanaan profesi.
Kode etik kedokteran Indonesia didasarkan pada asas-asas hidup bermasyarakat, yaitu
Pancasila yang telah sama-sama diakui oleh bangsa Indonesia sebagai falsafah hidup bangsa.

Sumpah dokter
Sumpah dokter adalah Ikrar dalam pengamalan profesinya dengan mendasari atas
kesanggupan
yang telah diucapkan sebagai sumpah.Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati
dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.
Isi sumpah yang harus dilafalkan seorang dokter yang telah menyelasiakn studi profesi
dokternya.
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan
2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai
dengan martabat pekerjaan saya.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan
kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan dan keilmuan
saya sebagai dokter.
5. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.
6. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian, atau Kedudukan
Sosial, dalam menunaikan kewajiban saya terhadap penderita.
7. Saya akan memberikan kepada Guru-Guru saya, Penghormatan dan Pernyataan Terima
Kasih yang selayaknya.
8. Saya akan memperlakukan Teman Sejawat saya sebagai saudara kandung.
9. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
10. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan Hukum Perikemanusiaan, sekalipun saya diancam.
11. Saya ikrarkan Sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.
Lafal sumpah dokter dalam esensi yang sama telah mengalami penyempurnaan urutan
lafal dan redaksional berulang kali, bahkan sejak versi pertama yaitu Declaration of Geneva
1948, kemudian versi kedua: PP No, 26 Tahun 1960. Munas Etik II, 14-16 Desember 1981
memunculkan Lafal Sumpah dokter versi ketiga, dan diikuti dengan Lafal Sumpah dokter
versi ke-empat yaitu SK Menkes No, 434 Tahun 1983. Penyempurnaan versi ke-lima
dilakukan sebagai hasil Rakernas MKEK 1993 dan sejak itu tidak pernah berubah lagi
malahan dikuatkan pada Mukernas Etika Kedokteran III di Jakarta 21-22 April Tahun 2001,
serta otomatis pada Muktamar IDI ke -28 tanggal 20 - 24 Nopember 2012 di Makassar,
sebagai tersebut di atas.
Untuk yang beragama Islam di bagian awal mengucapkan: “Demi Allah saya
bersumpah”. Untuk penganut agama selain Islam mengucapkannya sesuai yang ditentukan
oleh agama masing-masing. Sesudah itu lafal sumpah diucapkan oleh setiap dokter secara
sendiri- sendiri ataupun bersama-sama sesuai bunyi lafal.

Sumpah dokter yang dilafalkan pertama kali dan satu-satunya seumur hidup di
fakultas/sekolah kedokteran setelah memperoleh ijazah merupakan sumpah promisoris karena
berisi janji publik dokter untuk mengawali praktik kedokteran sebagai pengabdian
profesinya. (sumber : http://www.mkekpbidi.org/wp-content/uploads/2019/03/KODEKI-
Tahun-2012.pdf )
LO 3 : Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien
 DEVINISI.
hak adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia sejak lahir dan harus didapatkan atau
terpenuhi untuk setiap orang yang memiliki hak tersebut.

Pada dasarnya yang termasuk dalam hak dokter terdiri dari:


 Hak untuk menolak melaksanakan tindakan medik karena secara professional tidak
dapat mempertanggung jawabkannya.
 Hak untuk menolak suatu tindakan medik yang menurut suara hatinya tidak baik.
 Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika seorang dokter menilai
bahwa kerja sama dengan pasien tidak adalagi gunanya. Misalnya dokter
menganjurkan pengobatan yang perludan wajib dilaksanakan oleh pasien, tetapi
pasien berkali kali tidak mengikutinya Sebagian maupun keseluruhannya tanpa
memperhatikan suatu penyesalan. Terhadap kejadian ini maka dokter yang
bersangkutan memberikan rujukan kepada dokter yang lain
 Hak atas privacy. Pasien harus menghargai menghormati hal yang menyangkut
privacy dokter, misalnya jangan memperluas hal yang sangat pribadi dari dokter yang
diketahui sewaktu mendapatkan pengobatan.
 Hak atas informasi/pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak
puas terhadapnya.
 Hak atas balas jasa. Hak ini sesuai dengan persetujuan terapeutik dimana dari pihak
pasien disamping memiliki hak pasien, memiliki kewajiban juga untuk memberikan
suatu honor kepada dokter.
 Hak atas pemberian penjelasan lengkap oleh pasien tentang penyakit yang
dideritanya.
 Hak untuk membela diri
 Hak memilih pasien. Hak ini sama sekali bukan merupakan hak mutlak.
 Hak untuk memberikan keterangan tentang pasien dipengadilan
kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan untuk
dilaksanakan oleh individu sebagai anggota warga negara guna mendapatkan hak yang pantas
untuk didapat.

Sementara yang termasuk dalam kewajiban seorang dokter dibedakan dalam tiga
kelompok yakni sebagai berikut :
 Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi social pemeliharaan Kesehatan. Terhadap
kewajiban ini, dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat yang menonjol
dan bukan kepentingan pasien saja.
 Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien. Termasuk kewajiban profesi seorang
dokter untuk selalu memperhatikan dan menghormati semua hak pasien.
 Kewajiban yang berhubungan dengan standar profesi kedokteran dan kewajiban yang
timbul dari standar profesi kedokteran. (sumber : tanggung-jawab-dan-etika-profesi-
dokter-dalam-bidang-hukum.pdf)
 Pasien adalah subyek hukum mandiri yang dianggap dapat mengambil keputusan
untuk kepentingan dirinya. Adalah keliru untuk menganggap bahwa seorang pasien
selalu tidak dapat mengambil keputusan karena sakit. Dalam pergaulan hidup normal,
pengungkapan keinginan atau kehendak dianggap sebagai titik tolak untuk mengambil
keputusan, walaupun seorang pasien da- lam keadaan sakit, namun kedudukan
hukumnya tetap sarna seperti orang sehat. Dengan demikian seorang pasien juga
mempunyai hak untuk mengambil keputusan, kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa
keadaan mentalnya ti- dak mendukung hal itu.
Berdasarkan penjelasan itu, maka beberapa hak pasien dapat dirinci, sebagai berikut:
1. hak pasien atas perawatan dan pengurusan.
2. hak untuk menolak cara perawatan tertentu.
3. Hak untuk memiJih tenaga kesehatan dan rumah sakit yang akan merawat pasien.
4. Hak atas informasi. Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
keadaan dirinya, tenaga kesehatan yang akan merawatnya, aturan rumah sakit dan
seterusnya.
5. Hak untuk menolak perawatan tanpa izin. Artinya, pasien mempunyai hak untuk
memberikan izin agar tenaga kesehatan boleh merawatnya. Secara prinsipiel pasien
sendiri yang memberikan izin tersebut.
6. Hak atas rasa aman dan tidak diganggu atau kesendirian ("privacy"). Hak ini mencakup
wewenang pasien untuk mengendalikan kemungkinan bahwa pihak lain menghubungi
dirinya untuk memperoleh informasi mengenai dirinya.
7. Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan.
8. Hak untuk mengakhiri perjanjian perwatan.
9. 9.Hak atas "twenty-four-hour-a-day visitor rights"
10. Hak pasien menggugat atau menuntut.
11. Hak pasien ganti rugi terhadap pihak lain.
12. Hak pasien mengenai bantuan hukum.
13. Hak pasien. untuk menasehatkan m~ngenai percobaan oleh tenaga ke- sehatan atau
ahlinya.
Selain mempunyai hak yang merupakan kewenangan, maka pasien juga mempunyai
kewajiban yang merupakan tugas yang dibebankan padanya. Sua- tu kewajiban moral dari
pasien adalah untuk memeliharl! kesehatannya. Ke- cuali itu, maka ada kewajiban pasien
terhadap kesehatan dan masyarakat- nya, yang bertujuan untuk kebenaran kesehatan
tersebut (H.J.J. Leenen 1978 : 125).
Kewajiban-kewajiban pasien menurut hukum adalah, sebagai berikut :
1. Kewajiban memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, sehingga tena- ga
kesehatan dan ahli mempunyai bahan yang cukup untuk mengambil keputusan. Hal
ini juga sangat penting, agar tenaga kesehatan tidak me- lakukan kesalahan.
Landasannya adalah bahwa hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien
merupakan hubungan hukum yang didasarkan pada kepercayaan, sehingga sampai
batas-batas tertentu dituntut adanya suatu keterbukaan.
2. Kewajiban untuk melaksanakan nasehat-nasehat yang diberikan tenaga ke- sehatan
dalam rangka perawatan. Kalau pasien meragukan manfaat nase- hat itu, yang
bersangkutan mempunyai hak untuk meminta penjelasan yang lebih mendalam.
3. Kewajiban menghormati kerahasiaan diri dan kewajiban tenaga kesehatan untuk
menyimpan rahasia kedokteran, serta kesendiriannya.
4. Kewajiban untuk memberikan imbalan terhadap jasa-jasa profesional yang telah
diberikan oleh tenaga kesehatan.
5. Kewajiban untuk memberi ganti-rugi, apabila tindakan-tindakan pasien merugikakn
tenaga kesehatan.
Kewajiban umuk berterus terang apabila timbul masalah (dalam hubungan dengan tenaga
kesehatan dan rumah sakit, baik yang langsung maupun tidak langsung). (sumber :
http://jhp.ui.ac.id )
LO 4 : Prinsip Autonomy Pasien
 DEVINISI

Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang berarti sendiri dan
”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan atau hukum. Awalnya otonomi dikaitkan
dengan suatu wilayah dengan peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri atau hukum sendiri.
Namun kemudian, otonomi juga digunakan pada suatu kondisi individu yang maknanya
bermacam-macam seperti memerintah sendiri, hak untuk bebas, pilihan pribadi, kebebasan
berkeinginan dan menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi individu adalah aturan pribadi
atau perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari campur tangan orang lain
maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang benar, seperti karena
pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya adalah seseorang yang
dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu bertindak sesuai dengan
hasrat dan rencananya .
Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi. Meskipun demikian,
secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip otonomi, khususnya dalam praktek
kedokteran. Cara-cara tersebut antara lain:
1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)
2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)
3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential information)
4. Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien (obtain consent
for interventions with patients)
5. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask, help others make
important decision)
Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi pasien. Para
pakar meyakini belum ada satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima semua pihak,
sehingga begitu banyak defnisi tentang kompetensi pasien. Salah satu definisi kompetensi
pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan untuk melaksanakan atau perform suatu
tugas atau perintah”.
Nilai otonomi merupakan kaedah dari hak pasien yang mutlak. Artinya, otonomi pasien
tidak hanya sebagai konsep semata, namun demi menjamin kepastiannya nilai atau kaedah
otonomi mesati dituangkan secara tersurat maupun tersirat dalam satu Undang-undang.
Undang-undang bidang kesehatan di Indonesia ada lima dan beberapa peraturan dibawahnya
yang sifatnya dinamis.
Nilai otonomi telah tertuang dalam Undang-undang Kesehatan dan Undang-undang
Tenaga Kesehatan samaada di Undang-undang Praktik Kedokteran. Pengaturan secara umum
mengenai hak dan kewajiban dokter, atau tenaga kesehatan dan dilain sisi pengaturan
mengenai hak dan kewajiban
pasiendalamtindakanmedisdandalampelayananmedistelahtersuratdalamUndang-
undangbidang kesehatan dan bidang kedokteran.
Jadi, Undang-undang bidang kesehatan pada dasarnya secara prinsip telah mengadung
dan mencantumkan nilai-nilai dari otonomi pasien. Adapun manifestasi dari nilai otonomi
tersebut adalah adanya peraturan secara khusus mengenai Informed Consent atau persetujuan
tindakan medis. (sumber : https://rp2u.unsyiah.ac.id )
LO 5 : Disiplin Dokter
 DEVINISI
Disiplin adalah kepatuhan menerapkan aturan-aturan/ketentuan penerapan keilmuan
dalam pelaksanaan pelayanan. Lebih khusus Disiplin Kedokteran adalah kepatuhan
menerapkan kaidah-kaidah penatalaksanaan klinis (Asuhan Medis) yang mencakup :
 Penegakan Diagnosis
 Tindakan Pengobatan (Treatment)
 Menetapkan Prognosis
Dengan standar/indicator
- Standar kompetensi, STD perilaku etis, std asuhan medis, dan std klinis.
Disiplin kedokteran merupakan kepatuhan memenuhi
- Standard of care
- Clinical standard
- Standard of competence
- Standard of professional attitude
- Dan aturan/ketentuan terkait dalam asuhan medis
Dalam menjalankan tugas profesi kedokteran - seorang dokter dapat sebagai dokter di
fasilitas layanan kesehatan dan atau sebagai dosen pendidik klinis di fakultas kedokteran
dan rumah sakit pendidikan dan atau sebagai dokter peneliti di institusi penelitian dan
atau sebagai ahli medis di industri farmasi, asuransi kesehatan dan atau kombinasi
diantaranya. Selain terikat oleh norma etika dan hukum, profesi kedokteran juga terikat
oleh Disiplin Profesi Kedokteran yakni ketaatan terhadap aturan aturan dan/atau
ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran yang bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan, serta menjaga kehormatan profesi.
 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
MKDKI adalah lembaga yang berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang
dilakukan dokter dalam penerapan ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi. MKDKI
tersebut dibentuk untuk menegakkan disiplin profesi dokter dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran.
Adapun tugas, wewenang dan batas kewenangannya sebagaimana diatur dalam
peraturan dan perundangan, yang berlaku yakni menerima, memeriksa dan memutuskan
pengaduan disiplin profesi serta menyusun pedoman dan tata cara penanganan
pelanggaran profesi, tidak menerima pengaduan mengenai masalah etika dan masalah
hukum (perdata maupun pidana). dan Putusan MKDKI tidak merupakan alat bukti di
bidang hukum serta tidak melakukan mediasi atau rekonsiliasi atau negosiasi antara
pengadu, teradu, pasien maupun kuasanya.
MKDKI untuk masa periode 2016 – 2021 sebagai satu lembaga yang melaksanakan
kegiatan organisasinya sesuai peraturan yang berlaku dengan Rencana Strategis yang
telah disusun dengan targetnya, Rencana Aksi Program dan Rencana Aksi Kegiatan serta
melakukan evaluasi kinerja secara promotif dan sumatif. Anggota MKDKI terpilih
dengan persyaratan tertentu terdiri dari 3 orang dokter dan 3 orang dokter gigi dari
organisasi profesi masing masing, 1 orang dokter dan dokter gigi mewakili asosiasi
rumah sakit dan 3 orang sarjana hukum. Secara invividu maupun tim, baik sebagai
anggota MKDKI maupun anggota Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD) dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya senantiasa menjaga Kode Etik MKDKI.
Adapun yang dimaksud dengan pelanggaran disiplin profesi dalam Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan
Dokter Gigi tersebut dapat dikelompokkan dalam 3 hal yakni:
1. melaksanakan praktik dengan tidak kompeten
2. tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik
dan
3. berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran
(sumber : http://kki.go.id/assets/data/arsip/DF-
Materi_Workshop_JSLG_Disiplin_Profesi_Kedokteran.pdf )

Anda mungkin juga menyukai