Anda di halaman 1dari 2

Gayatri hanya bisa terdiam dan penuuh kebingungan.

Bukan ia tak mau menerima perasaan


dari Azzam. Bukan ia tak senang. Bukan pula ia tak suka pada Azzam atau perlakuan Azzam
pada Gayatri.

Dalam pikiran Gayatri belum sepenuhnya tenang. Setelah beberapa hari kebelakang ia
mengalami hal-hal buruk pada dirinya. Mulai dari penipuan, dan penculikan oleh orang yang
dikenalnya sendiri. Atau seperti rasa bersalah yang masih membekas dalam ingatan atas
dendam Langit padanya. Atau masalah-masalah yang lainnya, yang selalu memenuhi
pikirannya itu.

Linglung, bingung, heran, haru, dan semua perasaan yang ada bercampur menjadi satu
dalam benak Gayatri. Gayatri mencoba memalingkan wajahnya dari tatapan Azzam. Ia
menundukkan kepalanya, barangkali karena tersipu malu.

“Ada apa Gayatri? Apa ada yang salah dengan ucapanku? Atau apakah engkau enggan
menerima cintaku?” tanya Azzam seraya harap-harap cemas.

“Bukan Kak, bukan begitu. Gayatri hanya perlu waktu untuk memikirkannya,” jawab Gayatri.

Azzam turut membisu. Ia termenung. Azzam merasa kalau yang dilakukanya tak sesuai
dengan waktu dan kondisinya Gayatri.

“Terus sekarang kamu mau kemana? atau mau seperti apa?” tanya Azzam pada Gayatri.

“Bisa antarkan Gayatri pulang saja. Bolehkan?” tawar Gayatri.

“Baiklah kalau begitu. Ayo mari pulang Gayatri,” ujar Azzam.

Sedikit kecewa masih membayangi Azzam. Meskipun Azzam tidak bisa menyalahkan siapaun
atau apapun atas diamnya Gayatri. Keheningan dari Gayatri membuat Azzam cemas dan
sedikit kecewa. Namun Azzam tak sepenuhnya menyesal atas usaha yang sudah ia kerahkan
untuk pengungkapan perasaannya.

Gayatri langsung saja diantarkan pulang oleh Azzam. Selema diperjalanan Gayatri masih
belum mau untuk mengatakan sepatah katapun. Ia selalu menundukkan kepalanya dengan
pikiran, dan perasaan yang bercampur aduk. Azzam merasa tidak enak hati, karena secara
tidak langsung menjadikan Gayatri murung seperti itu.

Sesampainya di rumah, Gayatri langsung masuk dan menuju kamarnya. Kebetulan memang
di rumah tiada seorang pun. Jadi tidak ada yang tahu kondisi Gayatri pada saat itu. Azzam
yang tidak bisa berbuat apa-apa, ia memilih untuk memberikan waktu pada Gayatri seperti
yang Gayatri minta sebelumnya. Membiarkan Gayatri sendiri adalah langkah terbaik yang
bisa dilakukan oleh Azzam.
Azzam menyalakan motornya kembali, dan ia memilih untuk berjalan pulang menuju
rumahnya. Semetara itu, Gayatri kembali mejalani rutinitasnya yang selalu mengurung
dirinya didalam kamar.

Kali ini Gayatri tak banyak protes pada keputusan kakaknya pada waktu itu. Bukan karena ia
sepakat atas keputusan Bagas, namun karena ia ingin menyendiri untuk beberapa waktu
mendatang.

Hari berjalan seperti biasanya. Gayatri menjalankan pekerjaan akademinya. Ia berangkat ke


kampus seperti pada hari-hari sebelumnya. Namun untuk kali ini ia selalu menghindar dikala
ada Azzam atau dikala ia mau berpapasan dengan Azzam. Azzam yang mengetahui gerak-
gerik dari Gayatri, ia hanya memilih untuk diam. Agar semuanya berjalan apa adanya. Agar
semuanya berjalan seperti biasanya.

Azzam hanya bisa bersabar dan menunggu jawaban dari Gayatri. Dua sampai tiga hari
dengan perputaran masanya sudah terlewat. Namun sikap Gayatri masihlah sama. Tiada
perubahan, bahkan sebuah jawaban.

Anda mungkin juga menyukai