Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA ASKEP ANAK JALANAN

Disusun Oleh :

RESTI PERDANA SARI 1914201034


SILFIRA ROSELLA 1914201040
WIWIN PUTRI H 1914201044
VELLA FEBRINA N 1914201043
RENIK SRI UTAMA 1914201033
REZVIGEL AMANDA 1914201034
RISKA SOFIA DELMI 1914201035
RIZKY YOLA NOVITA 1914201036
SARI INTA 1914201038
SESRA MED MADURISA 1914201039
TIARA 1914201041
WINDY YUNENGZAH 1914201043
WULAN PURNAMA SARI 1914201045
YULI MARNIS 1914201046

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Welly ,M.Kep

PROGRAM PENDIDIKAN S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKes ALIFAH PADANG
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunianya
sehingga makalah ini dapat terwujud. Paparan materi yang saya sajikan dalam makalah ini
mengacu pada “ Askep Anak Jalanan ”.

Makalah ini saya buat dengan sebaik-baiknya agar dapat dimengerti oleh seluruh
pembacanya. Namun saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
saran pembaca sangat saya harapkan untuk pembuatan makalah berikutnya.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Harapan saya kiranya
makalah ini bermanfaat serta meningkatkan mutu dan daya saing pendidikan kesehatan.

Padang, 13 Juni 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang spesialisasi praktek
keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya (ANA). Semuanya didasarkan pada diagnosis dan
intervensi dari adanya respons individu akan masalah kesehatan mental yang actual maupun
potensial. Pelayanan yang menyeluruh difokuskan pada pencegahan penyakit mental, menjaga
kesehatan, pengelolaan atau merujuk dari masalah kesehatan fisik dan mental, diagnosis dan
intervensi dari gangguan mental dan akibatnya, dan rehabilitasi. Keperawatan jiwa / mental
diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif, menggunakan ketrampilan memecahkan
masalah secara efektif dengan pengambilan keputusan klinik yang komplek (advokasi),
melakukan kolaborasi dengan profesi lain, peka terhadap issue yang mencakup dilema etik,
pekerjaan yang menyenangkan, tanggung jawab fiskal. Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat
dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Keperawatan jiwa bukan hanya berfokus pada individu dengan gangguan jiwa melainkan
juga terhadap individu dengan masalah psikososial dan kejiwaan. Salah satu individu dengan
masalah psikososial adalah anak jalanan dan gelandangan.

B. Tujuan
Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Keperawatan Jiwa serta
mengetahui bagaimana bentuk keperawatan kesehatan jiwa di masyarakat.

2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan jiwa di masyarakat khususnya pada


anak jalanan dan gelandangan
C. Manfaat

Manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut :

- Untuk masyarakat

Sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan

- Untuk Mahasiswa

Sebagai bahan pembanding tugas serupa

- Untuk tenaga kesehatan

Makalah ini bisa di jadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan
keperawatan pada kasus keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Jalanan


Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan
mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus,
mobilitasnya tinggi. Selain itu, Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia,
Departemen Sosial (2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat
umum lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun.
Adapun waktu yang dihabiskan di jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. Pada dasarnya anak
jalanan menghabiskan waktunya di jalan demi mencari nafkah, baik dengan kerelaan hati
maupun dengan paksaan orang tuanya. Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
anak jalanan adalah anak-anak yang sebagian waktunya mereka gunakan di jalan atau tempat-
tempat umum lainnya baik untuk mencari nafkah maupun berkeliaran. Dalam mencari nafkah,
ada beberapa anak yang rela melakukan kegiatan mencari nafkah di jalanan dengan kesadaran
sendiri, namun banyak pula anak-anak yang dipaksa untuk bekerja di jalan (mengemis,
mengamen, menjadi penyemir sepatu, dan lain-lain) oleh orang-orang di sekitar mereka, entah
itu orang tua atau pihak keluarga lain, dengan alasan ekonomi keluarga yang rendah. Ciri-ciri
anak jalanan adalah anak yang berusia 6 – 18 tahun, berada di jalanan lebih dari 4 jam dalam
satu hari, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan
pakaian tidak terurus, dan mobilitasnya tinggi.

B. Karakteristik Anak Jalanan

1. Berdasarkan Usia Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia,


Departemen Sosial (2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak yang
sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di
jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun
sampain 18 tahun. Selain itu dijelaskan oleh Departemen Sosial RI (2001: 23–24),
indikator anak jalanan menurut usianya adalah anak yang berusia berkisar antara 6
sampai 18 tahun Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dapat
dikategorikan sebagai anak jalanan adalah yang memiliki usia berkisar antara 6
sampai 18 tahun.

2. Berdasarkan Pengelompokan Menurut Surbakti dkk. (1997: 59), berdasarkan hasil


kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok
yaitu: Pertama, Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan
ekonomi – sebagai pekerja anak- di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang
kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada
kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya
karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

Kedua, Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan,
baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai
hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.
Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi
dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini
sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun
seksual.

Ketiga, Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari
keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan
kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu
tempat ke tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori
ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak
anak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah dapat
ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan
pinggiran sungai, walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.

Menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP di Jakarta dan Surabaya


(BKSN, 2000: 2-4), anak jalanan dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu:
a. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan kriteria:

- Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya

- 8 – 10 jam berada di jalanan untuk bekerja (mengamen, mengemis, memulung) dan


sisinya menggelandang/tidur

- Tidak lagi sekolah

- Rata-rata berusia di bawah 14 tahun

b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan, dengan kriteria:

- Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya

- 8 – 16 jam berada di jalanan

- Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua atau saudara, umumnya di
daerah kumuh

- Tidak lagi sekolah

- Pekerjaan: penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung, penyemir, dll.

- Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.

c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria:

- Bertemu teratur setiap hari/tinggal dan tidur dengan keluarganya

- 4 – 5 jam bekerja di jalanan

- Masih bersekolah

A. Asuhan Keperawatan Pada Anak Jalanan Dan Gelandangan

1. Pengkajian

a) Faktor predisposisi
 Genetik

 Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter.

 Teori virus dan infeksi

b) Faktor presipitasi

 Biologis

 Sosial kutural

 Psikologis

c) Penilaian terhadap stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan pemikiran

- Persepsi akurat - Terdistorsi - Waham/halusinasi

- Emosi konsisten - Ilusi - Kesulitan pengolahan


dengan pengalaman
- Reaksi emosi - Emosi
berlebih Dan tidak
- Perilaku kacau dan
- Perilaku sesuai
bereaksi
isolasi social
- Berhubungan sosial - Perilaku aneh

- Penarikan tidak bisa


berhubungan sosial

d) Sumber koping

 Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )


 Pencapaian wawasan

 Kognitif yang konstan

 Bergerak menuju prestasi kerja

e) Mekanisme koping

 Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran


sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
 Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
 Menarik diri

 Pengingkaran

2. Diagnosa Keperawatan

1. Harga Diri Rendah

2. Isolasi Sosial

3. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

4. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan

5. Gangguan Proses Pikir: Waham

6. Resiko Bunuh Diri

7. Defisit Perawatan Diri

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa : 1Harga Diri Rendah


Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan
dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
- Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,Jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang,
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)’
- Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya ,Sediakan waktu untuk
mendengarkan klien,
- Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan :
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,

- Utamakan memberi pujian yang realistis

- Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan Tindakan :


- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

- Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan :

- Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

- Beri pujian atas keberhasilan klien

- Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan :


- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
- Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

- Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2: Menarik diri

Tujuan Umum :Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Tindakan:


Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab


menarik diri atau mau bergaul
Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain

c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan


tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain

a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang


lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain

c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan


tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Tindakan:


Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :

▪ K–P

▪ K – P – P lain

▪ K – P – P lain – K lain

▪ K – Kel/Klp/Masy

Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.


Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu

Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Tindakan:
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain.
Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga Tindakan:


Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

▪ Salam, perkenalan diri

▪ Jelaskan tujuan

▪ Buat kontrak

▪ Eksplorasi perasaan klien

Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

▪ Perilaku menarik diri

▪ Penyebab perilaku menarik diri

▪ Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

▪ Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk


berkomunikasi dengan orang lain.
Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
Diagnosa 3: Perilaku kekerasan

TujuanUmum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan:


- Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
- Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

- Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Tindakan:


- Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

- Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

- Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan


sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Tindakan :


- Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.

- Observasi tanda perilaku kekerasan.

- Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Tindakan:


- Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

- Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

- Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Tindakan:


- Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

- Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.


- Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


kemarahan. Tindakan :
- Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

- Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
- Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung

- Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk


diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan. Tindakan:


- Bantu memilih cara yang paling tepat.

- Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

- Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

- Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.

- Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga. Tindakan :


- Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga.

- Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program). Tindakan:


- Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).
- Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
- Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Diagnosa 5 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kebersihan


diri, berdandan, makan, BAB/BAK.
Tujuan Khusus :

 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

 Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik

 Pasien mampu melakukan makan dengan baik

 Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

Intervensi

1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri

Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri

Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2) Melatih pasien berdandan/berhias

Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:

a. Berpakaian

b. Menyisir rambut

c. Bercukur

Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :

a. Berpakaian

b. Menyisir rambut

c. Berhias

3) Melatih pasien makan secara mandiri

 Menjelaskan cara mempersiapkan makan

 Menjelaskan cara makan yang tertib


 Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan

 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PSIKOSOSIAL ANAK JALANAN AN. R

DI JALAN PASIR KALIKI SUKAJADI KOTA BANDUNG

I. HASIL PENGKAJIAN
Identitas Klien 
Nama : An. R
Umur : 12 tahun 
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat & tanggal lahir : Bandung, 23 Januari 2003
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : manusia silver dan pengamen
Status perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Citepus, Bandung
Tanggal Pengkajian : 6-7 September 2015
Alasan menjadi anak jalanan :
Kegiatan di jalanan baru ditekuni klien R semenjak satu tahun terakhir.Klien yang masih
duduk di bangku kelas 6 SD ini pada awalnya tidak menjadi anak jalanan.Ayah yang bekerja
serabutan dan ibu sebagai tukang cuci terkadang tidak cukup untuk membiayai sekolah klien
serta saudaranya.Klien merupakan anak ke emapat dari 5 bersaudara.Ia mengaku sering tidak ada
bekal untuk ke sekolah sehingga anak R memutuskan untuk mengamen dari angkot ke angkot.
Awalnya ibu melarang dengan alasan masih kecil, namun karena kondisi akhirnya anak R
diperbolehkan mengamen.Setelah muncul komunitas manusia silver, anak R ikut bergabung dan
membalur tubunya dengan cat silver. Kegiatan tersebut ia lakukan sepulang sekolah.

Komponen Psikososial
1. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
- Persepsi klien terhadap tubuhnya:
Klien merasa tidak puas atas kondisi tubuhnya, karena bagian tubuhnya banyak yang
terkena luka akibat memakai cat terutama luka pada bagian kaki klien ada luka yang sampai
membuat sebagian kulit kakinya mengelupas.Selain itu, klien juga merasa bahwa dirinya
tidak ganteng dan tidak ada yang bisa dibanggakan dari bagian tubuhnya tersebut.
- Persepsi klien terhadap bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai :
Bagian tubuh yang tidak disukai klien adalah bagian wajah terutama mulut dan gigi,
karena menurut klien bagian mulutnya agak tonggos sehingga suka diejek oleh teman-
temannya.
b. Identitas Diri
- Status dan posisi klien dalam keluarga :
Status klien dalam keluarga adalah sebagai anak, klien merupakan anak ke 4 dari 6
bersaudara.
- Status dan posisi klien di lingkungan :
Anak R merupakan anak jalanan dan juga anggota dikomunitas silverman
- Kepuasan klien terhadap status dan posisinya :
Klien merasa tidak puas sebagai statusnya sebagai anak karena selama menjadi anak
klien belum bisa berbakti kepada kedua orangtuanya.Kondisi ekonomi yang kurang baik
membuatnya harus turun ke jalanan untuk mencari uang sebagai pengamen dan manusia
silver.Klien mengaku banyak memiliki kakak namun kondisi perekonomian kakak juga
tidak baik sehingga tidak ingin merepotkan kakaknya.
Selain itu klien juga tidak merasa cukup puas sebagai anak jalanan, karena klien ingin
seperti anak-anak yang lain yang dapat bermain dengan bebas, berada di rumah untuk
belajar. Namun, klien R harus ke jalanan sepulang sekolah untuk mencari tambahan bekal
sekolah.Kegiatan ini sudah dilakukannya selama satu tahun. Awalnya ibu klien melarang
untuk menjadi manusia silver karena masih kecil. Namun karena keadaan akhirnya sang ibu
yang hanya sebagai tukang cuci di rumah tetangga dengan terpaksa membiarkan anaknya
untuk menjadi manusia silver dan pengamen.
c. Peran diri
- Tugas yang diemban didalam keluarga/kelompok/masyarakat :
Tugas klien adalah mencari uang untuk membantu keluarga dan juga komunitasnya
(manusia silver).
- Kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran tersebut :

Klien merasa mampu untuk melakukan tersebut, asalkan tidak tertangkap oleh dinas
sosial. Ketika razia biasanya anak R sering lari karena jika itu tidak dilakukan ia akan ditangkap
dan tidak bisa mencari uang.

Perasaan klien terhadap perannya :

Klien merasa baik-baik saja terhadap tugas dan perannya, karena klien menganggap
mencari uang sebagai anak jalanan itu adalah hal yang baik asalkan tidak mencuri.Namun
terkadang klien juga merasa malu sebagai anak jalanan jika bertemu dengan teman-temannya
yang bukan anak jalanan. Selain itu, ada sedikit kekhawatiran dalam diri klien karena sebenarnya
dalam melaksanakan tugasnya mencari uang dijalanan ini masih kejar-kejaran dengan petugas
dari dinas sosial. Beberapa kali klien R pernah tertangkap razia sehingga ia tidak bisa mencari
uang. Pengasilannya menurut klien sudah lumayan untuk sekolah dan jajan hanya saja ketika
sedang sedikit mendapat uang terkadang klien sering sedih karena pengahasilan Rp 40.000
hingga Rp 60.000 harus ia bagi dengan komunitas manusia silver. Klien juga sering khawatir
serta cemas terhadap masa depannya, ia ingin sekali menjadi polisi dan membanggakan kedua
orang tuanya namun apakah dengan kondisi ekomoni seperti ini ia dapat terus bersekolah
sedangkan biaya sekolah tidaklah murah.

Klien bercerita terkadang sedih karena ia berbeda dengan teman-temannya. Ketika


sepulang sekolah ia harus pergi ke jalanan untuk mengamen dan menjadi manusia silver,
kegiatan ini ia lakukan di beberapa tempat tidak hanya di lampu merah pasteur tetapi juga di
BIP, Dago, dan daerah Ciwalk.Ia mengaku jika tidak mencari uang ia mungkin harus keluar dari
sekolah. Beberapa tahun lalu pernah berhenti sekolah karena terkendala biaya.
d. Ideal Diri
Harapan Klien terhadap Tubuh, status, tugas/peran
Harapannya klien terhadap tubuhnya adalah klien ingin luka-luka yang ada ditubuhnya cepat
sembuh.Harapan klien terhadap statusnya sebagai anak klien berharap bisa menjadi anak yang
baik dan berbakti kepada orang tua, selain itu klien dapat menjadi anak jalanan yang baik dan
bisa mengangkat derajat anak jalanan sehingga anak jalanan tidak selalu diberi stigma negatif
oleh masyarakat.Untuk kedepannya anak R ingin terus bersekolah hingga bisa bekerja di tempat
yang layak tidak sebagai anak jalanan

.
e. Harga Diri

Hubungan klien dengan teman-temannya di jalanan cukup baik, jika ada masalah klien bisa
membicarakan masalahnya itu kepada teman-temannya atau kepada ibu klien, namun hubungan
klien dengan orang-orang disekitar rumahnya tidak begitu dekat karena klien dan kakaknya
memang jarang dirumah.

Klien merasa bahwa selain teman-temannya yang dijalanan, klien sering dipandang sebelah
mata, diremehkan oleh orang lain atau teman-teman sekolahnya, hal ini membuat klien merasa
tidak nyaman dan malu. Klien juga malu jika bertemu dengan teman-teman sekolahnya.
2. Hubungan Sosial

Orang yang berarti dalam kehidupan klien adalah ibu dan teman-teman anak jalanan.Jika ada
masalah ataupun klien butuh bantuan, klien biasanya bercerita kepada temannya ataupun ibu.
Kelompok masyarakat yang diikuti klien hanya kelompok anak jalanan saja, di lingkungan
rumah klien tidak mengikuti kegiatan atau kelompok apapun. Menurut klien kelompok anak
jalanan ini sudah seperti keluarga baginya, klien merasa bisa saling berbagi suka dan duka
dengan kelompok anak jalanan ini.

3. Pendidikan dan Pekerjaan

Klien masih bersekolah kelas 5 SD dan disamping sebagai siswa, klienpun sebagai
pengamen dan manusia silver di jalanan.
- Gaya Hidup

Klien mengatakan bahwa iatidak memiliki kebiasaan ngelem. Namun, sekitar lingkungan
anak jalanan saudaranya memiliki kebiasaan ngelem.Ia juga khawatir akan terbawa kebiasaan
tersebut karena banyak sekali anak jalanan yang lebih tua darinya memiliki kebiasaan ngelem.
- Budaya

Klien bersuku sunda, dan dalam kesehariannya klien menggunakan bahasa sunda

4. Spiritual
Nilai, keyakinan dan kegiatan ibadah
Klien beragama Islam, kegiatan ibadah yang bisa dilakukan oleh klien adalah sholat
dan mengaji.Menurut penuturan klien, jika klien tidak capek sepulang mengamen ia pergi
mengaji ke mushola dekat rumahnya.

II. Rumusan Diagnosa Keperawatan

Data Masalah Keperawatan


Ds: Harga diri rendah situasional
- Klien merasa malu sebagai anak jalanan
jika bertemu dengan teman-temannya
yang bukan anak jalanan.
- Klien merasa bahwa selain teman-
temannya yang di jalanan, klien sering
dipandang sebelah mata, diremehkan oleh
orang lain atau teman-teman sekolahnya,
hal ini membuat klien merasa tidak
nyaman dan malu.
- Klien mengatakan terkadang sedih karena
ia berbeda dengan teman-temannya.
Do:
- Perasaan negatif terhadap diri sendiri
- Keluhan fisik
- Klien tampak sedih ketika menceritakan
mengenai keluarganya

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan
kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan
tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai
dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan
kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi. Selain itu, Direktorat Kesejahteran Anak,
Keluarga dan Lanjut Usia, Departemen Sosial (2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan
adalah anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau berkeliaran
di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun sampain 18
tahun. Adapun waktu yang dihabiskan di jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. Pada dasarnya
anak jalanan menghabiskan waktunya di jalan demi mencari nafkah, baik dengan kerelaan hati
maupun dengan paksaan orang tuanya

DAFTAR ISI
Pardede, Yudit O. K. Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Jurnal Penelitian Psikologi. 2007: (12):
2:138-146Permadie G dan Ardhiane N.
Selinting Ganja di Tangan. Yogyakarta: Yayasan Duta Awan dan Terre De Hommes Netherlands. 1999
Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Volume 1.Edisi 4.
Jakarta: EGC. 2005
Pramuchtia, Yunda dan Nurmala K. Pandjaitan. Konsep Diri Anak Jalanan. Jurnal Transdisiplin
Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi. 2010: (4):02: 255-272

Anda mungkin juga menyukai