Anda di halaman 1dari 12

Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...

; Haedar Nashir

Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri


di Minangkabau
Haedar Nashir
Pengurus Pusat Muhammadiyah
haedarnashir@yahoo.co.id

The Padri Movement, also known as the White Group Movement, grown up in Minangkabau
in 1821 – 1837, on one side, had been a strong and militant struggle against Dutch coloni-
zation in Sumatra. On the other side, this movement also raised as a power of reform,
bringing together a strong and militant mission of Islamic Purification. This movement had
raised a violence controversy, both when it conflicted with traditional power and when it
expanded its areas of movement to the Batak Land. In the perspective of Sociology, both
the Padri Movement and its militant and violence actions brought in every expanded social
or religious movement cannot be separated one and each other. This is caused by the fact
that such a movement is closely related to a strict religious ideology and faith, and at once
it also closely related to a complicated sociological condition at that time. Therefore, a
multi-perspective is necessary to understand complicated socio-religious movements.
Keywords: Padri Movement, Religious Movement, Islamic Purification.

Pandahuluan penuh kontroversi. Penulis melukiskan


“Gerakan Islam Kaum Putih Di
G erakan Padri yang terjadi di
Minangkabau (1821-1837) masih
menyisakan persoalan seputar implikasi
Minangkabau” yang dipelopori Tuanku Nan
Rentjeh, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao,
dan lain-lain dalam “gerakan Wahhabi” dan
atau efek gerakan ini terutama dalam
“gerakan Paderi” terutama ketika pengiriman
melakukan tindakan-tindakan kekerasan,
pasukan Padri ke Tanah Batak (Tapanuli)
khususnya ketika terjadi perluasan gerakan
dan Negeri Sembilan (Malaya) sebagai
ini ke wilayah Tanah Batak pada tahun
“agression” (agresi) dan “teror”
1816. Gugatan dialamatkan pada tindakan
(Parlindungan, 2007). Buku tersebut pada
kekerasan yang dilakukan tentara Padri
bab 10 membahas Gerakan Islam Kaum
terhadap penduduk setempat. Tindakan
Putih di Minangkabau, bab 11 tentang
kekerasan tersebut sering dikaitkan dengan
Tentara Padri Mengislamkan Tanah Batak
paham kaum Padri yang juga sering disebut
Selatan 1816, dan bab 12 tentang Tentara
sebagai Kaum Putih yang bermadzhab
Padri Menduduki Toba dan Silindung, 1818-
Hambali atau Wahhabi, sehingga
1820. Karya yang oleh penulisnya disebut
dipertautkan dengan paham Islam untuk
Buku Sejarah tersebut banyak menyoroti sisi
pemurnian beragama yang bersifat keras.
negatif dari gerakan Padri.
Mangaradja Onggang Parlindungan
Belakangan, pada tahun 2007, Basyral
menulis buku Tuanku Rao yang terbit tahun
Hamidy Harahap menulis buku Greget
1964 dan dicetak ulang tahun 2007 dengan
Tuanku Rao. Menurut penulisnya buku itu

219
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

dimaksudkan untuk mengoreksi yang salah kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten


dan hal-hal yang luput serta tidak diketahui Pasaman dan Majalah/Penerbit Suara
oleh Mangaradja Onggang Parlindungan. Muhammadiyah menjelang Seminar tentang
Barsyal dalam pengantarnya ketika Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Rao pada
membahas bab tentang Datu Bange, bulan Desember tahun 2008 ini. Buya
mengungkapkan rasa greget-nya (berdebar Hamka setelah mempelajari buku
jantung) karena harus menulis dalam Parlindungan tersebut menyatakan secara
bukunya tentang apa yang dialami lugas, bahwa, “setelah saya pelajari buku
leluhurnya di Tanah Batak akibat serangan itu berbulan-bulan dengan sangat seksama,
Padri. Basyral Hamidy Harahap secara maka saya sampai pada kesimpulan: +
terus terang menulis sebagai berikut: 80% dari isi buku itu adalah tidak benar, dan
“Sebagai penulis, ada debar-debum secara agak kasar boleh disebut dusta”
jantung saya ketika menulis bab Datu (Hamka, 2007: 1).
Bange di dalam buku ini. Bukan hanya Persoalan yang selama ini masih
bercerita tentang kebiadaban, geno- menjadi kontroversi mengenai gerakan Padri
cide, dan dendam yang membara. dalam hubungannya dengan ekspansi ke
Tetapi karena ia juga bercerita tentang Tanah Batak tampaknya akan terus
leluhur saya yang terus menerus menggelayut menjadi wacana kesejarahan.
melakukan perlawanan, sekalipun Lebih-lebih dengan sudut pandang dan
mereka sudah dalam posisi yang tidak subjektivitas yang satu sama lain berbeda
menguntungkan. Sementara itu dalam mengkajinya. Para ahli sejarah atau
pasukan berbaju Putih yang ilmu sosial tentu dapat mengkajinya secara
mendengung-dengungkan agama, lebih menyeluruh dengan menggunakan
sambil menebas kepala manusia,
perspektivisme, yakni dari berbagai sudut
membakari kampung, memperkosa,
pandang secara interkoneksitas sehingga
dan melakukan segala macam
diperoleh gambaran yang lebih objektif, luas,
kebiadaban,terus mengejar musuhnya.
dan lengkap. Namun betapapun luas,
Inilah yang membuat pihak Belanda jadi
meleleh, dan terusik rasa kemanusia- lengkap, dan objektifnya kajian ilmu sosial
annya. Datu Bange dan rombongannya tentang sejarah yang telah terjadi di masa
terus melakukan perlawanan. Secara lampau tentu selalu terdapat keterbatasan
spontan pasukan Belanda kemudian dan relativitas sebagaimana pada umumnya
melindungi rombongan Datu Bange. watak ilmu. Hal yang tidak kalah pentingnya,
Karena jika tidak demikian, sebuah bagaimana semua anak bangsa dapat
tragedi kemanusiaan yang jauh lebih belajar dari sejarah dengan cerdas, arif, dan
kejam pasti terjadi, yang bagaimanapun sambil menatap masa depan dengan penuh
tidak akan bisa diterima manusia kedewasaan demi perjalanan hidup yang
beradab!!!.” (Harahap, 2007). harus lebih baik.
Buya Hamka, ketika dipenjara (27 Kajian ini ingin melihat aspek
Januari 1964 sampai 23 Januari 1966) purifikasinya yang dikaitkan dengan paham
mengkaji buku Parlindungan yang Wahhabi yang mewarnai gerakan Padri di
kontroversial itu dengan seksama dan tahun Ranah Minangkabau. Bagaimana
1971 lahirlah buku sanggahan berjudul memahami dalam arti menjelaskan gejala
Antara Fakta Dan Khayal Tuanku Rao. Buku paham keagamaan dalam Islam itu,
tersebut kemudian diterbitkan ulang atas sehingga sering menimbulkan konflik dan

220
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir

kadang kekerasan, terutama dalam situasi bentuk-bentuk gerakan yang tidak


krisis terjadi. Kekerasan yang dipertautkan melembaga, juga merupakan gerakan yang
dengan perilaku keagamaan memang terorganisasi, berkelanjutan, dan tantangan
merupakan persoalan klasik, yang sering kesadaran-diri yang menunjukan bagian
terjadi hingga zaman kontemporer saat ini. identitas dari para pelakunya (Diani., hal.
Pada umumnya kekerasan dalam bentuk 158). Gerakan sosial dimana pun sering
apapun seringkali tidak merupakan tindakan tampil dalam berbagai macam kecen-
tunggal, sering kali berkaitan dengan derungan, bahkan tidak jarang bersifat
berbagai aspek sosiologis yang kompleks. antagonis dan di belakang hari menimbulkan
banyak penafsiran dan kontroversi.
Kajian Pustaka Demikian pula dengan gerakan
keagamaan sebagai salah satu bentuk
1. Gerakan Keagamaan gerakan sosial tumbuh dalam kompleksitas
sosiologis yang tidak mudah untuk
Mengkaji suatu gerakan sebagaimana
digambarkan secara sederhana. Gerakan
studi tentang gerakan Padri termasuk di
keagamaan (religious movements) sebagai
dalamnya ketokohan Tuanku Imam Bonjol,
salah satu fenomena keagamaan tentu tidak
Tuanku Rao, dan tokoh-tokoh sejarah yang
lepas dari dimensi agama itu sendiri yaitu
menyertai gerakan yang begitu menonjol di
keyakinan, simbol, praktek, dan organisasi
Minangkabau dengan berbagai wajahnya
(Hadden, 1992). Aspek gerakannya meliputi
yang beragam memang harus ditelaah
keyakinan (beliefs), nilai-nilai (values),
secara menyeluruh dan tidak parsial. Hal
bentuk organisasi (forms of organization),
demikian karena setiap gerakan sosial,
cara-cara aktivitas (kinds of activity), tipe-
lebih-lebih gerakan keagamaan yang bersifat
tipe keterlibatan (types of participation),
meluas tidaklah hadir di ruang vakum atau
reaksi-reaksi sosial (societal reactions), dan
kosong. Setiap gerakan sosial termasuk di
hubungan-hubungan agen pelaku atau re-
dalamnya gerakan keagamaan selalu
lations with agencies (Beckford, 2003).
memiliki banyak sisi atau dimensi, kadang
Mengingat agama dan gerakan keagamaan
terorganisasi dan berada dalam regulasi para
itu hadir di tengah-tengah pergumulan
elitenya, tetapi tidak jarang meluas ke
masyarakat dalam menghadapi persoalan
segala arah dan tidak sepenuhnya terkendali
yang dipandang memerlukan respons, maka
sesuai dengan relasi para tokohnya, situasi
gerakan keagamaan di mana pun tidak
yang dihadapi, dan kondisi-kondisi yang
hanya bersentuhan dengan aspek-aspek
begitu kompleks.
ajaran agama belaka tetapi juga berpautan
Gerakan sosial (social movements) dengan aspek-aspek yang bersifat
menurut Turner dan Killian sebagaimana kemasyarakatan secara umum seperti
dikutip Mario Diani (2000) ialah : “a collec- politik, ekonomi, sehingga menjadi suatu
tivity acting with some continuity to promote fenomena yang kompleks.
or resist a change in the society or
Gerakan keagamaan (religious move-
organisation of which it is part”, yakni suatu
ments) atau disebut pula gerakan sosial-
tindakan kolektif berkelanjutan untuk
keagamaan (socio-religious movements)
mendorong atau menghambat perubahan
pada umumnya muncul dalam bentuk
dalam masyarakat atau organisasi yang
gerakan revitalisasi dan gerakan millenari.
menjadi bagian dari masyarakat itu.
Gerakan revitalisasi (revitalization move-
Manifestasi gerakan sosial, selain memiliki

221
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

ments), ialah gerakan keagamaan yang dan “revitalization movements” atau


berupaya untuk menciptakan eksistensi gerakan revitalisasi (Hadden, 1992). Kondisi
yang baru atau yang “direvitalisasi”, yang struktural dan kultural yang dianggap krisis
dipandang tepat untuk kondisi saat ini. bagi para pemeluk agama atau kelompok-
Sedangkan gerakan millenari (millenary kelompok sektarian lainnya dapat
movements), yaitu suatu gerakan membentuk pola politik kehidupan (life poli-
keagamaan untuk mengantisipasi tibanya tics) dan peneguhan identitas diri (self-iden-
suatu masa seribu tahun (millennium), suatu tity) yang hingga batas tertentu melahirkan
masa yang diyakini akan penuh kedamaian, kecenderungan sikap radikal dan fundamen-
harmoni, dan makmur, dengan hadirnya tal sebagaimana tercermin dalam gerakan
pemimpin kharismatik yang dipandang tandingan dan perlawanan (Giddens, 1994).
sebagai messias (ratu adil). Gerakan keagamaan, sebagaimana
Gerakan revitalisasi atau millenari pada umumnya gerakan sosial yang radikal,
tumbuh dalam kondisi-kondisi ketegangan tumbuh sebagai reaksi keras terhadap
atau krisis sosial yang ekstrim. Sebutlah struktur yang dipandang tidak adil dan
kondisi disorientasi sosial dalam kehidupan mengancam eksistensi. Menurut perspektif
masyarakat tradisional akibat perubahan ketegangan struktural sebagaimana
sosial yang cepat, perubahan kehidupan dikembangkan TR Gurr (1970), bahwa suatu
penduduk pribumi akibat penjajahan, perang, gerakan sosial terjadi ditandai dengan
dan invasi kebudayaan asing ; kondisi adanya kemarahan dan keputusasaan yang
ketertindasan dan eksploitasi yang melahirkan gerak emosional yang
melampaui batas-batas yang tidak dapat sedemikian rupa yang disebabkan oleh
ditoleransi. Dalam kondisi-kondisi semacam adanya ketegangan sosial pada level makro
itu manusia atau masyarakat mengalami dalam masyarakat (Mirsel, 2004).
kebingungan untuk bertindak, sementara Ketegangan dan perlawanan dapat
cara-cara atau jalan sekuler yang selama dilakukan dalam hubungannya dengan antar
ini ada tidak mampu menangani berbagai kekuatan atau kelompok dalam masyarakat
ketegangan sosial yang terjadi secara yang dianggap menyimpang atau menjadi
ekstrim tersebut. Dalam kondisi yang ancaman. Di pihak lain dapat lebih luas
demikian itulah muncul gerakan-gerakan seperti gerakan sosial untuk melawan
keagamaan baik yang murni keagamaan negara, termasuk melawan penjajah asing
maupun berkombinasi dengan politik, yang yang mengancam eksistensi bangsa atau
bergerak secara radikal dan militan masyarakat setempat. Dalam menghadapi
(Sanderson, 1995). kondisi struktur yang mengancam itu, maka
Gerakan keagamaan hadir dalam corak pada skala yang lebih luas suatu gerakan
eksogenesis (exogenous religius) yang sosial termasuk gerakan keagamaan dapat
berusaha untuk mengubah keadaan berkembang menjadi gerakan revolusi atau
lingkungan sosial-kultural tempat umat gerakan yang bersifat chaos, yang keluar
beragama yang bersangkutan berada, juga dari norma-norma kelaziman yang berlaku
bercorak generatif (generative religious) dalam keadaan normal.
sebagaimana yang bersifat “cargo cult”
(pemujaan barang),“messianic movements” 2. Gerakan Purifikasi
(gerakan mesianis), “nativistic movements” Gerakan Paderi (1821-1838) maupun
(gerakan navitistik, kembali ke agama asal), gerakan “kaum putih” (gerakan Islam

222
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir

mazhab Hambali atau gerakan Wahhabi) di saat mereka menunaikan ibadah haji.
Minangkabau yang berkembang Target mereka tuju ialah puritanisme
sebelumnya (1803-1807) di bawah agama Islam secara menyeluruh,
kepemimpinan Tuantu Nan Rentjeh, dan yakni ketaatan mutlak terhadap
kemudian tokoh-tokoh lainnya seperti Haji agama, shalat lima waktu, tidak
Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik, Tuanku merokok, dan berjudi serta menyabung
Imam Bonjol (Petro Syarif), Tuantu Rao, dan ayam.” (Marajo, 2008: 48).
lain-lain dalam konteks gerakan keagamaan Puritanisme agama baik di Sumatra
maupun gerakan rakyat memang memiliki Barat maupun di sejumlah wilayah di Indo-
watak yang puritan. Puritanisme dalam Is- nesia pada umumnya berhadapan dengan
lam maupun agama pada umumnya selalu tradisi atau adat istiadat khususnya yang
dikaitkan dengan paham dan praktik dilakukan oleh kalangan Islam tradisional
keagamaan yang ingin kembali pada agama atau lokal yang dianggap bertentangan
yang dipandang atau diyakini murni sesuai dengan ajaran Islam. Kecenderungan puri-
sumbernya yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi tan sebenarnya tidaklah tunggal tetapi
tanpa tercampur-baur dengan apapun terentang dari yang keras atau radikal hingga
seperti syrik, bid’ah, dan khurafat. lunak atau moderat. Sebagai contoh,
lahirnya gerakan modernisme/reformisme
Kelompok puritan sering dideskripsikan
Islam awal abad ke-20 yang sering disebut
atau dikaitkan dengan istilah fundamentalis,
pula sebagai gerakam “pemurnian Islam”
militan, ekstrimis, radikal, fanatik, jihadis,
atau Revivalisme Islam sebagaimana
dan bahkan Islamis. Pandangan puritan
ditunjukkan oleh Muhammadiyah dan
dalam Islam ditandai oleh ciri yang menonjol
Persatuan Islam, menurut Deliar Noer
kelompok ini yang dalam keyakinannya
kendati keduanya sama-sama mengajak
menganut paham absolutisme dan tak kenal
“Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah”
kompromi dalam beragama. Dalam banyak
dalam bentuk gerakan pembaruan Islam
hal kelompok puritan cenderung menjadi
atau Islam modern, tetapi Muhammadiyah
puris, yakni seseorang atau sekelompok
tampak lebih moderat atau lunak sedangkan
orang yang tidak toleran terhadap berbagai
Persatuan Islam lebih keras (Noer, 1996:
sudut pandang yang berkompetisi dan
320). Dalam kelompok yang sama seperti
memandang realitas pluralis sebagai satu
dalam Muhammadiyah misalnya, bahkan
bentuk kontaminasi atas kebenaran sejati
antara satu wilayah atau daerah juga
(El Fadl, 2005: 29).
memiliki kecenderungan puritanisme yang
Dalam gerakan Padri dengan semangat tidak persis sama, meskipun seluruhnya
pembaruan kembali kepada Islam yang berpedoman pada Keputusan Tarjih dalam
murni atau aseli sebagaimana ciri kaum menjalankan pokok-pokok ajaran Islam. Di
Wahhabi atau Salafi, memang sangat sinilah rentang sikap puritanisme Islam pun
kentara. Sjafnir Aboe Naim mempertegas memang tidaklah tunggal tetapi plural atau
watak puritanisme gerakan Padri yang beragam.
berwatak Wahhabi itu sebagai berikut:
Secara sosiologis sikap keagamaan
“Misi mereka adalah membersihkan yang puritan tersebut tidak sekadar intrinsik
berbagai pengaruh adat yang atau tumbuh di dalam dirinya sebagai suatu
berlawanan dengan ajaran Islam. Ide sistem keyakinan (belief syistem), yang
ini timbul ketika mereka berkenalan biasanya melahirkan sikap keagamaan yang
dengan ajaran kaum Wahabi di Makah

223
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

true-believers, yakni kelompok yang dengan Setelah Kamang dan Agam jatuh ke
keyakinan agamanya cenderung menjurus pihak Padri, menyusul Luhak Limapuluh
ke sikap fanatik-buta. Tetapi juga bertemali Koto. Namun di Luhak Tanah Datar, yang
dengan realitas sosial yang tumbuh atau merupakan pusat kerajaan Minangkabau di
dihadapi di tengah-tengah kehidupan Pagarruyung, terjadi perlawanan sengit dari
masyarakat. Dalam kaitan ini, maka golongan adat yang dipimpin para penghulu
gerakan Islam sebagaimana pada umumnya terhadap Padri. Dengan berpakaian serba
gerakan keagamaan kemudian berkembang putih, rambut kepala dicukur dan jenggot
menjadi bentuk sectarian respons (respon dibiarkan panjang, pasukan Padri
aliran) yang saling berhadapan dengan mengobarkan semangat perang melawan
kelompok sosial lain dalam kehidupan kaum adat, sehingga terjadi pertempuran
masyarakat. Artinya kelahiran suatu gerakan sengit dan akhirnya berujung dengan
keagamaan dengan beragam perundingan di Koto Tengah pada tahun
kecenderungannya, termasuk yang 1809. Dalam perundingan itulah, di luar
menunjukkan puritanisme yang keras, sering kontrol Tuanku Lintau (Saidi Muning) selaku
terkait atau terbentuk dalam dinamika Panglima Padri di Tanah Datar, terjadi
dengan kelompok Islam atau kelompok tindakan pembunuhan oleh seorang perwira
sosial lainnya yang saling berlawanan, Padri terhadap anggota keluarga Raja
sehingga melahirkan konflik yang keras. Minangkabau, kendati Yang Dipertuan Raja
Dalam kaitan dengan kelahiran gerakan Minangkabau dapat meloloskan diri ke
Padri misalnya, terdapat gambaran respons Kuantan (Kutoyo). Dari peristiwa tersebut,
sektarian yang digambarkan oleh Kutoyo jika kesahihannya dapat dipertanggung-
sebagai berikut: jawabkan, maka betapa gerakan
“Pada tahun 1803, golongan ulama keagamaan ketika mulai masuk ke kancah
merasa sudah cukup kuat. Mereka pergolakan tidak jarang atau kadang terjebak
menamakan dirinya golongan Padri. pada berbagai bentuk kekerasan yang di luar
Tuanku Nan Renceh diangkat sebagai kendali pemimpin gerakan atau misi
pemimpin, bersama dengan haji gerakan yang bersangkutan. Peristiwa
Piobang dan kawan-kawannya. Mereka seperti itu tentu saja sebagai bentuk dari
mulai melancarkan gerakan melarang fungsi manifes gerakan sosial-keagamaan
tindakan yang tidak cocok dengan yang tidak diharapkan, yang tidak dapat
ajaran agama. Sebaliknya, golongan dibenarkan tetapi tidak jarang terjadi dalam
adat tidak mau menurut begitu saja. sejarah pergolakan sosial.
Mulailah timbul bentrokan di sana-sini. Dalam kasus Padri yang lain,
Peperangan besar tidak dapat perbedaan antara Tuanku Nan Tuo yang
dihindarkan. Pasukan Tuanku Nan
menghendaki nir-kekerasan dengan Tuanku
Renceh bergerak cepat. Nagari
Nan Rentjeh yang membolehkan kekerasan
Kamang yang subur dan merupakan
sebagai jihad dalam hal menempuh purifikasi
gudang beras dapat dikuasainya.
Islam terhadap sesama muslim merupakan
Daerah Kamang dijadikan pangkalan
dan dalam waktu pendek seluruh Luhak contoh lain dari keragaman model gerakan.
Agam jatuh ke tangan Tuanku Nan Karena perbedaan yang tajam itulah sampai
Renceh pada tahun 1804. Di daerah harus ditempuh musyawarah dengan
Padri itu, pemerintahan dipegang oleh bantuan mediasi Tuanku Pamansiangan
para ulama.” (Kutoyo, 2004). Nan Mudo sebagai penasihat (Marajo, 2008).

224
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir

Gerakan purifikasi Islam sebagaimana identifikasikan pemikiran mereka dengan


ditampilkan Padri dengan para tokohnya pemikiran para Salaf. Gerakan ini ingin
yang beragam, menunjukkan betapa tidak mengembalikan agama Islam kepada
sederhananya suatu gerakan ketika mulai sumbernya yang murni yaitu Kitab Suci
merambah dalam pergolakan yang bersifat Qur’an dan Sunnah Nabi, dengan
fisik, sehingga melahirkan berbagai bentuk meninggalkan pertengkaran mazhab dan
antagonis dan konflik yang di kemudian hari segala bid’ah yang disisipkan orang ke
menyisakan wajah yang kompleks dari yang dalamnya (Abu Zahrah, 1996).
terang benderang hingga buram dalam Salafiyah sebagai aliran paham
sejarah suatu masyarakat atau bangsa. (mazhab) atau gerakan, muncul pada abad
Pada titik inilah sejarah yang sudah terjadi ke-7 Hijriyah, yang dikembangkan oleh para
tidak mudah untuk dihakimi atau divonis ulama atau pengikut mazhab Hanbali
begitu saja, lebih-lebih setelah kurun waktu (Ahmad Ibn Hanbal), yang menghidupkan
yang panjang dan dalam konteks ruang aqidah ulama Salaf dan berusaha
yang berbeda atau berubah seperti sekarang memerangi paham lainnya. Aliran ini
ini. dihidupkan dan dikembangkan dengan
Gerakan purifikasi yang melekat dengan pemikiran pembaruan oleh Syaikh al-Islam,
perjuangan Padri dan Islamisasi di Ibn Taimiyyah. Pada abad ke-12 pemikiran
Minangkabau memiliki keterkaitan dengan Salafiyah itu muncul dan dihidupkan kembali
paham Wahabi (Wahhabi, Wahhabiyyah) di jazirah Arab oleh Muhammad Ibn Abdul
yang memang cukup kuat di wilayah ini. Wahhab dengan pengikutnya kaum
Hamka mencatat bahwa Haji Miskin, Haji Wahabbi, yang menyebarluaskan paham ini
Piobang, dan Haji Sumanik adalah “pelopor dengan berkerjasama dalam kekuasaan Ibn
paham Wahabi menjadi gerakan Padri atau Saud di jazirah Arab yang menampilkan
Pidari di Minangkabau, yang pulang dari gerakan yang sangat keras dan
Makkah sekitar tahun 1803 atau setahun membangkitkan amarah sebagian ulama
sebelumnya” (Hamka, 2008). Gerakan (Abu Zahrah, 1996).
Wahabi yang mengikuti paham Muhammad Salafiyah memiliki karakter pemikiran
bin Abdul Wahhab (1703-1792) pelopor antara lain, pertama, bahwa argumentasi
pembaruan (pemurnian) Islam di Arab Saudi pemikiran Islam harus jelas diambil dari Al-
adalah “gerakan dakwah dengan menyeru Quran dan Al-Hadits. Kedua, penggunaan
umat mengakui dan melaksanakan ajaran rasio atau akal pikiran harus sesuai dengan
keesaan Allah (tauhid), dalam zat, sifat dan nash-nash yang shahih. Ketiga, seperti
perbuatan-Nya” (Marajo, 2008). dikemukakan Ibnu Taymiyyah bahwa dalam
Gerakan Wahabi yang dikaitkan konteks aqidah harus berdasarkan pada
dengan praktik keagamaan Muhammad bin nash-nash saja. Nash atau teks ajaran Is-
Abd Al-Wahhab memiliki watak dan orientasi lam itu bersumber dari Allah, sedangkan
keagaman yang puritan-konservatif dan rasio hanya berfungsi sebagai pembenar,
cenderung keras dalam memberantas apa yakni sebagai saksi (syahid) dan bukan
yang disebut dengan praktik keagamaan sebagai penentu (hakimi), sehingga akal
yaitu syirk, tahayul, bid’ah, dan khurafat. harus di bawah nash ajaran serta tidak boleh
Gerakan ini secara umum sering pula berdiri sendiri sebagai dalil, yakni akal
dikaitkan dengan Salafiyah (Salafiyyah), sekadar untuk mendekatkan dengan
yakni paham orang-orang yang meng- kehendak nash ajaran. Pemikiran Salafiyah

225
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

selain mengajak kembali pada Islam Wahabiyah maupun Padri sebagaimana


generasi awal yang dipandang murni, juga terjadi di Minangkabau selalu terkait dengan
berusaha membangkitkan kembali dunia relasi sosial-politik dan keagamaan yang
Islam dengan mengadakan pembaruan tumbuh dan berkembang ketika gerakan ini
keagamaan dan reformasi moral lahir. Termasuk di dalamnya konflik paham
sebagaimana dipelopori oleh Jamaluddin Al- dengan kalangan adat, yang menunjukkan
Afghani, Muhammad Abduh, dan orientasi baru dalam tatanan kemasyara-
Muhammad Rasyid Ridha, yang dikenal katan setempat di mana “ke-Islaman” jauh
pula sebagai gerakan pembaruan. Gerakan melampau “ke-Minangkabauan” yang
Salafiyah juga memiliki orientasi keagamaan menyertai paham baru melawan paham lama
lainnya, yaitu mengecam praktik tarekat atau di wilayah ini (Koentjaraningrat,1976).
tasawuf karena dianggap melanggengkan Artinya, kecenderungan keras dalam
keterbalakangan dan mengajarkan fatalisme keagamaan bertemali pula dengan realitas
atau kepasrahan hidup, serta praktik-praktik kemasyarakatan sekaligus paham yang
keagamaan yang mengajarkan pemujaan dianut, sehingga bersifat kompleks. Hal
berlebihan terhadap wali, kuburan, dan or- yang lebih penting lagi, gerakan Padri
ang-orang yang diangap suci (Panggabean, dengan paham keagamaan yang puritan
t.t.). atau Wahabiyah itu, tidak dapat dilepaskan
Dengan demikian, gerakan Wahabi di dari penghadapannya dan perlawanannya
mana pun memang memiliki karakter yang terhadap penjajahan Belanda kala itu.
puritan dan cenderung keras. Di Perlawanan Padri yang demikian gigih dan
Minangkabau gerakan Padri dengan luar biasa terhadap penjajah bahkan harus
orientasi paham Wahabi-nya boleh jadi memperoleh apresiasi yang tinggi dan tidak
memiliki akar kesejarahan dengan gerakan dapat diabaikan, lebih dari sekadar
kembali pada syariat Islam pada kurun persoalan gerakan purifikasi keagama-
1784-1790 sebagaimana dipelopori oleh annya.
Tuanku Nan Tuo dari Ampek Angkek dengan
orientasi pada ortodoksi fikih dalam Pembahasan
rangkaian corak Islamisasi abad ke-18 di
wilayah ini (Marajo, 1998). Namun perlu Melawan Penjajah
dicatat, sebenarnya dalam temuan William
Gerakan Padri sebagaimana gerakan-
Marsden, ketika mengupas tentang
gerakan lokal di berbagai belahan bumi
Kerajaan Minangkabau khususnya tentang
Nusantara pada periode perang
agama di Ranah Minang, peneliti dan dokter
kemerdekaan melawan penjajahan Belanda
Inggris yang tinggal selama delapan tahun
di samping penjajahan Portugis dan Inggris
di Bengkulu (sekitar tahun 1700-1708) ini
yang masuk ke kepulauan Nusantara,
menyatakan, “sejauh observasi saya, orang-
merupakan tonggak yang penting dalam
orang Melayu tidak nampak ekstrim
sejarah Indonesia. Gerakan Padri menurut
terhadap agamanya seperti orang Islam di
Sartono Kartodirdjo, selain berhasil dalam
Barat.” (Marsden, 2008).
membersihkan agama Islam dari pengaruh-
Watak keras keagamaan dalam pengaruh kebudayaan setempat yang
gerakan Padri yang dikaitkan dengan dianggap menyalahi ajaran agama Islam
purifikasi ala Wahabi tentu tidak merupakan yang ortodoks, juga merupakan kekuatan
faktor tunggal. Dalam konteks gerakan baik

226
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir

mobilisasi yang besar dari berbagai wilayah Politik Belanda mengikuti pola lama, yakni
kekuasaannya di ranah kerajaan cenderung memihak yang lebih “lunak” dan
Minangkabau untuk menggabungkan diri mau bekerjasama dengan Belanda,
melawan penjajah. Lebih-lebih setelah sebaliknya keras dan tidak memberi ruang
gerakan Padri di bawah kepemimpinan dan bahkan menggunakan segala macam
Imam Bonjol dengan basis benteng Bonjol- cara untuk menumpas gerakan-gerakan
nya di Alam Panjang, karena itu Belanda, yang keras seperti Padri. Dalam posisi yang
setelah kembali ke Minangkabau tahun 1816 demikian, pihak Padri kadang berjuang
yang sebelumnya dikuasai Inggris, segitiga yaitu, internal melawan kaum adat
mengerahkan segala kekuatannya untuk dan sekaligus melawan penjajah Belanda
melumpuhkan Padri. Sartono mencatat yang memiliki strategi canggih dalam
sebagai berikut: memecah-belah dan memanfaatkan situasi,
“... Dalam menghadapi perjuangan sambil tidak segan-segan melakukan tipu
kaum Padri, Belanda lama kelamaan muslihat. Perlawanan Padri di bawah
sadar bahwa pada hakikatnya gerakan Tuanku Imam Bonjol yang tidak mengenal
itu tidak hanya mempertahankan menyerah dalam usianya ke-92 tahun,
kepentingan agama akan tetapi juga berakhir setelah Benteng Bonjol jatuh
melakukan perlawanan terhadap tanggal 16 Agustus 1837, dan dengan tipu
penetrasi kolonial, sebagai ancaman muslihat dengan mengatasnamakan ajakan
terhadap kemerdekaan mereka. Proses berunding maka Imam Bonjol pun ditangkap
pasifikasi berjalan lambat, bahkan di Palupuh secara tidak kesatria
sering kali Belanda terpaksa bersikap (Kutoyo,2003).
defensif karena kaum Padri Tuanku Imam Bonjol karena demikian
mengadakan serangan-serangan ke kuat ancaman pengaruhnya, bahkan
daerah pantai. Belanda memandang
setelah dipenjara pun harus dipindah-pindah
pemerintahan kaum Padri
dari Bukittinggi ke Padang, terus ke Cianjur,
menimbulkan suatu anarki, maka ada
Ambon, dan akhirnya ke Manado hingga
alasan untuk menjalankan
wafat pada 8 November 1839 dalam
“pasifikasinya”; yang jelas ialah bahwa
gerakan menjalankan ekspansi ke kesendirian jauh dari kampung halaman
jurusan Mandailing, tanah Batak, dan ranah tempat dia dan seluruh kekuatan
Riau sehingga “perang dalam” (internal gerakan Padri berjuang melawan penjajah.
war) berkobar; maka timbul situasi Atas jasa dan perjuangannya, Tuanku Imam
yang banyak mengakibatkan Bonjol oleh Pemerintah Republik Indonesia
penderitaan. Bagi penguasa kolonial kemudian diangkat menjadi Pahlawan
konflik dan perpecahan memberi dalih Nasional.
untuk menjalankan intervensinya dan
menanam pengaruhnya.” (Kartodirdjo, Penutup
1993).
Sejarah Minangkabau dengan gerakan
Kendati sejak ditandatangani perjanjian Padri dan para tokohnya yang menonjol
Bonjol pada awal tahun 1824 dan dengan seperti Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan
berbagai tipu muslihat Belanda terhadap Rentjeh, Tuangku Imam Bonjol, Tuanku Rao,
Padri, tetapi perlawanan gerakan ini Haji Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik,
terhadap penjajah terus berlangsung dan dan lain-lain merupakan diorama yang penuh
tidak mudah dipadamkan (Kartodirdjo,1993).

227
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

warna dan tidak dapat dilukiskan secara gerakan pemurnian agama sebagaimana
parsial atau linier. Gerakan Padri dengan ditunjukkan Padri maka karakter dan
kontroversinya yang terlibat dalam konflik gerakan yang cenderung keras itu
internal dengan kekuatan adat, ekspansi ke memperoleh ruang sosial-politik yang
Tanah Batak, dan purifikasi Islamnya yang semakin absah.
dihadirkan secara keras tumbuh dan Sejarah dengan warna diakroniknya
berkembang dalam ragam situasi sosiologis yang penuh rentangan termasuk yang
yang kompleks. Pertama, orientasi paham ditampilkan gerakan Padri dan para
Wahabi yang memang berkarakter puritan tokohnya di Minangkabau, sebagaimana
dan lebih keras. Kedua, kondisi sosiologis pada umumnya di belahan dunia, selalu
masyarakat Minangkabau yang dipandang memberikan inspirasi, evalusasi, sekaligus
tidak sejalan dengan paham keagamaan menjadi ibrah atau pelajaran berharga bagi
yang tidak menghendaki praktik syirk, generasi berikutnya. Pelajaran terpenting
khurafat, bid’ah, dan hal-hal yang bagi generasi saat ini dan ke depan ialah
bertentangan dengan ajaran Islam. Ketiga, bagaimana perjuangan untuk membela
watak hegemoni kekuasaan dan gerakan di Tanah Air dilakukan dengan sepenuh
mana pun yang bersifat ekspansionistik, pengorbanan, bahkan dengan jiwa
lebih-lebih yang bersenyawa dengan misi sekalipun. Generasi saat ini perlu belajar
keagamaan yang bersifat puritan. Keempat, tentang membela bangsa dan negara
yang sifatnya lebih luas dan struktural, yakni dengan penuh karakter dan idealisme,
perlawanan terhadap penjajah yang sifatnya bukan hanya menikmati hasil para pahlawan
hidup-mati dan memerlukan mobilisasi dan pejuang di masa lampau yang telah
sosial-politik yang besar-besaran. berkorban hidup-mati. Lebih-lebih ketika
Khusus yang berkaitan dengan bangsa Indonesia saat ini tengah bergumul
purifikasi Islam yang bercorak Wahabiyah dengan berbagai persoalan domestik yang
atau Wahabi yang menyertai gerakan Padri berat di tengah hegemoni neo-kolonialisme
dan para tokohnya, secara niscaya dan neo-imperialisme global yang
merupakan bagian dari matarantai sejarah mencengkeram. Sungguh diperlukan
Islam abad ke-18 dan ke-19 ketika gerakan generasi bangsa yang memiliki idealisme
pembaruan Islam dari Timur Tengah yang dan karakter yang kuat sebagaimana
dipelopori oleh Ibn Taimiyyah, Muhammad dicontohkan oleh para pahlawan dan
bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, pejuang kemerdekaan di masa lampau.
Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Khusus yang berkaitan dengan gerakan
Ridha, dan lain-lain meluas ke negeri-negeri pemurnian atau purifikasi keagamaan maka
Islam atau berpenduduk Muslim. Ditambah dalam menghadapi berbagai persoalan
dengan kondisi sosiologis yang bersifat keutaman, kebangsaan, dan dunia
domestik seperti konflik dengan kaum kemanusiaan saat ini yang begitu
tradisional atau golongan adat, gerakan kompleks; maka diperlukan pandangan ke
purifikasi Islam tersebut mengalami depan yang lebih transformasional. Islam
masifikasi yang luas dan kadang berwatak dengan pesan kerisalahannya sebagai
keras. Lebih-lebih ketika harus berhadapan agama pembawa misi rahmatan lil-‘alamin
dan melawan penjajahan baik di negeri- (QS Al-Anbiya: 107), baik dengan watak
negeri Islam maupun di kepulauan pemurnian maupun pembaruan, perlu hadir
Nusantara termasuk di Minangkabau, maka lebih dinamis dan pro-kehidupan agar tampil

228
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir

menjadi agama dan peradaban alternatif di Pustaka


dunia pos-modern saat ini. Islam harus
Zahrah,Abu, Imam Muhammad. 1996. Aliran
tampil bukan sekadar dalam gerakan yang
Politik Dan ‘Aqidah Dalam Islam,
mengembangkan sikap “al-jihad li al-
terjemahan Abd. Rahman Dahlan dan
muaradhah” (perjuangan melawan)
Ahmad Qarib, Jakarta, Logos.
sebagaimana ditunjukkan oleh para pejuang
di masa lampau atau ketika menghadapi
Atjeh, Aboebakar. 1970. Salaf: Muhji Atsaris
musuh, tetapi yang lebih proaktif harus
Salaf, Gerakan Salafijah di Indone-
menampilkan “al-jihad li al-muwajahah”
sia, Jakarta: Permata.
(perjuangan untuk menghadapi kehidupan)
yang menampilkan alternatif baru yang
Beckford, James A. 2003. Social Theory &
bangunan fundamentalnya menjulang kokoh
Religion, New York: Cambridge Uni-
ke langit, sekaligus mampu menjadi agama
versity Press.
bagi kehidupan di bumi yang nyata.
Model pemahaman puritanisme dengan Datuk Marajo, Sjafnir Aboe Naim. 2008. 200
berbagai variannya yang konservatisme Tahun Tuanku Imam Bonjol: Sejarah
tanpa penafsiran ulang atau transformasi Intelektual Islami di Minangkabau
baru atas teks dan realitas yang dihadapi 1784-1832, Yogyakarta: Penerbit
dalam menghadapi dunia saat ini dan ke Suara Muhammadiyah.
depan yang multikompleks hanya
melahirkan sikap anti-kemajuan dan El Fadl, Khaled Abou. 2005. Selamatkan
memusuhi setiap pemikiran yang Islam dari Muslim Puritan, Jakarta:
berkembang tanpa alternatif. Absolutisme Serambi.
paham keagamaan tanpa sikap cerdas, arif,
dan transformatif bahkan dapat mendorong Giddens, Anthony. 1994. Beyond Left And
kecenderungan memutlakan kebenaran Right: The Future Of Radical Politics,
sendiri dan tidak tertutup kemungkinan Cambridge: Polity Press.
mendorong kekerasan atasnama agama.
Sementara dunia kemanusiaan dengan Hadden, Jeffrey K.. 1992. “Reeligious
berbagai problematikanya berkembang Movements” dalam Edgar F.
sedemikian rupa yang memerlukan Borgatta and Marie L. Borgatta, En-
pandangan Islam yang serba melampaui dan cyclopedia Of Sociology, Volume 3,
tidak terjebak pada ekstrimitas. Islam harus New York: Macmillan Publishing
hadir sebagai Agama Langit sekaligus Company.
sebagai Agama Bumi, sehingga mampu
menampilkan peradaban yang terbaik Hamka. 2008. Antara Fakta Dan Khayal
sekaligus menjadi rahmat bagi semesta Tuanku Ra, Yogyakarta: Suara
kehidupan. Dengan gerakan Islam yang Muhammadiyah.
kokoh orientasi “habl min Allah” dan “habl
min al-nas” yang dimilikinya (QS Ali Imran: Harahap, Basyral Hamidy. 2007. Greget
112), maka umat Islam di mana pun akan Tuanku Rao, Jakarta: Komunitas
hadir sebagai alternatif peradaban dan Bambu.
peradaban alternatif yang unggul dan
mencerahkan.l

229
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar Mirsel, Robert, 2004. Teori Pergerakan


Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Kemasyarakatan, Yogyakarta, Insist.
Dari Imperium Sampai Imperium, Jilid
1, Jakarta: Gramedia. Noer, Deliar, 1996. Gerakan Moderen Is-
lam di Indonesia 1990-1942, Jakarta,
Koentjaraningrat. 1976. Manusia dan LP3ES.
Kebudayaan di Indonesia.Jakarta:
Jambatan. Panggabean, Samsu Rizal, t.t., “Organisasi
dan Gerakan Islam”, dalam Taufik
Kutoyo, Sutrisno dan Mardanas Safwan. Abdullah dkk., Ensiklopedi Tematis
2003. Seri Pahlawan Tuanku Imam Dunia Islam, Jilid 6 .Jakarta: Ichtiar
Bonjol, Jakarta: Mutiara Sumber Baru Van Hoeve.
Widya.
Parlindungan, Mangaradja Onggang, 2007,
Mario Diani, 2000, “The Concept of Social Tuanku Rao, Yogyakarta: LKiS.
Movement”, dalam Kate Nash, edi-
tor, Readings in Contemporary Politi- Sanderson, Stephen K., 1995. Sosiologi
cal Sociology, Malden-Massachutes: Makro: Sebuah Pendekatan
Blackwell Publishers. Terhadap Realitas Sosial, Jakarta:
Rajawali Press.
Marsden, William. 2008. Sejarah Sumatra,
terjemahan, Jakarta: Komunitas
Bambu.

rrr

230

Anda mungkin juga menyukai