; Haedar Nashir
The Padri Movement, also known as the White Group Movement, grown up in Minangkabau
in 1821 – 1837, on one side, had been a strong and militant struggle against Dutch coloni-
zation in Sumatra. On the other side, this movement also raised as a power of reform,
bringing together a strong and militant mission of Islamic Purification. This movement had
raised a violence controversy, both when it conflicted with traditional power and when it
expanded its areas of movement to the Batak Land. In the perspective of Sociology, both
the Padri Movement and its militant and violence actions brought in every expanded social
or religious movement cannot be separated one and each other. This is caused by the fact
that such a movement is closely related to a strict religious ideology and faith, and at once
it also closely related to a complicated sociological condition at that time. Therefore, a
multi-perspective is necessary to understand complicated socio-religious movements.
Keywords: Padri Movement, Religious Movement, Islamic Purification.
219
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008
220
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir
221
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008
222
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir
mazhab Hambali atau gerakan Wahhabi) di saat mereka menunaikan ibadah haji.
Minangkabau yang berkembang Target mereka tuju ialah puritanisme
sebelumnya (1803-1807) di bawah agama Islam secara menyeluruh,
kepemimpinan Tuantu Nan Rentjeh, dan yakni ketaatan mutlak terhadap
kemudian tokoh-tokoh lainnya seperti Haji agama, shalat lima waktu, tidak
Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik, Tuanku merokok, dan berjudi serta menyabung
Imam Bonjol (Petro Syarif), Tuantu Rao, dan ayam.” (Marajo, 2008: 48).
lain-lain dalam konteks gerakan keagamaan Puritanisme agama baik di Sumatra
maupun gerakan rakyat memang memiliki Barat maupun di sejumlah wilayah di Indo-
watak yang puritan. Puritanisme dalam Is- nesia pada umumnya berhadapan dengan
lam maupun agama pada umumnya selalu tradisi atau adat istiadat khususnya yang
dikaitkan dengan paham dan praktik dilakukan oleh kalangan Islam tradisional
keagamaan yang ingin kembali pada agama atau lokal yang dianggap bertentangan
yang dipandang atau diyakini murni sesuai dengan ajaran Islam. Kecenderungan puri-
sumbernya yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi tan sebenarnya tidaklah tunggal tetapi
tanpa tercampur-baur dengan apapun terentang dari yang keras atau radikal hingga
seperti syrik, bid’ah, dan khurafat. lunak atau moderat. Sebagai contoh,
lahirnya gerakan modernisme/reformisme
Kelompok puritan sering dideskripsikan
Islam awal abad ke-20 yang sering disebut
atau dikaitkan dengan istilah fundamentalis,
pula sebagai gerakam “pemurnian Islam”
militan, ekstrimis, radikal, fanatik, jihadis,
atau Revivalisme Islam sebagaimana
dan bahkan Islamis. Pandangan puritan
ditunjukkan oleh Muhammadiyah dan
dalam Islam ditandai oleh ciri yang menonjol
Persatuan Islam, menurut Deliar Noer
kelompok ini yang dalam keyakinannya
kendati keduanya sama-sama mengajak
menganut paham absolutisme dan tak kenal
“Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah”
kompromi dalam beragama. Dalam banyak
dalam bentuk gerakan pembaruan Islam
hal kelompok puritan cenderung menjadi
atau Islam modern, tetapi Muhammadiyah
puris, yakni seseorang atau sekelompok
tampak lebih moderat atau lunak sedangkan
orang yang tidak toleran terhadap berbagai
Persatuan Islam lebih keras (Noer, 1996:
sudut pandang yang berkompetisi dan
320). Dalam kelompok yang sama seperti
memandang realitas pluralis sebagai satu
dalam Muhammadiyah misalnya, bahkan
bentuk kontaminasi atas kebenaran sejati
antara satu wilayah atau daerah juga
(El Fadl, 2005: 29).
memiliki kecenderungan puritanisme yang
Dalam gerakan Padri dengan semangat tidak persis sama, meskipun seluruhnya
pembaruan kembali kepada Islam yang berpedoman pada Keputusan Tarjih dalam
murni atau aseli sebagaimana ciri kaum menjalankan pokok-pokok ajaran Islam. Di
Wahhabi atau Salafi, memang sangat sinilah rentang sikap puritanisme Islam pun
kentara. Sjafnir Aboe Naim mempertegas memang tidaklah tunggal tetapi plural atau
watak puritanisme gerakan Padri yang beragam.
berwatak Wahhabi itu sebagai berikut:
Secara sosiologis sikap keagamaan
“Misi mereka adalah membersihkan yang puritan tersebut tidak sekadar intrinsik
berbagai pengaruh adat yang atau tumbuh di dalam dirinya sebagai suatu
berlawanan dengan ajaran Islam. Ide sistem keyakinan (belief syistem), yang
ini timbul ketika mereka berkenalan biasanya melahirkan sikap keagamaan yang
dengan ajaran kaum Wahabi di Makah
223
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008
true-believers, yakni kelompok yang dengan Setelah Kamang dan Agam jatuh ke
keyakinan agamanya cenderung menjurus pihak Padri, menyusul Luhak Limapuluh
ke sikap fanatik-buta. Tetapi juga bertemali Koto. Namun di Luhak Tanah Datar, yang
dengan realitas sosial yang tumbuh atau merupakan pusat kerajaan Minangkabau di
dihadapi di tengah-tengah kehidupan Pagarruyung, terjadi perlawanan sengit dari
masyarakat. Dalam kaitan ini, maka golongan adat yang dipimpin para penghulu
gerakan Islam sebagaimana pada umumnya terhadap Padri. Dengan berpakaian serba
gerakan keagamaan kemudian berkembang putih, rambut kepala dicukur dan jenggot
menjadi bentuk sectarian respons (respon dibiarkan panjang, pasukan Padri
aliran) yang saling berhadapan dengan mengobarkan semangat perang melawan
kelompok sosial lain dalam kehidupan kaum adat, sehingga terjadi pertempuran
masyarakat. Artinya kelahiran suatu gerakan sengit dan akhirnya berujung dengan
keagamaan dengan beragam perundingan di Koto Tengah pada tahun
kecenderungannya, termasuk yang 1809. Dalam perundingan itulah, di luar
menunjukkan puritanisme yang keras, sering kontrol Tuanku Lintau (Saidi Muning) selaku
terkait atau terbentuk dalam dinamika Panglima Padri di Tanah Datar, terjadi
dengan kelompok Islam atau kelompok tindakan pembunuhan oleh seorang perwira
sosial lainnya yang saling berlawanan, Padri terhadap anggota keluarga Raja
sehingga melahirkan konflik yang keras. Minangkabau, kendati Yang Dipertuan Raja
Dalam kaitan dengan kelahiran gerakan Minangkabau dapat meloloskan diri ke
Padri misalnya, terdapat gambaran respons Kuantan (Kutoyo). Dari peristiwa tersebut,
sektarian yang digambarkan oleh Kutoyo jika kesahihannya dapat dipertanggung-
sebagai berikut: jawabkan, maka betapa gerakan
“Pada tahun 1803, golongan ulama keagamaan ketika mulai masuk ke kancah
merasa sudah cukup kuat. Mereka pergolakan tidak jarang atau kadang terjebak
menamakan dirinya golongan Padri. pada berbagai bentuk kekerasan yang di luar
Tuanku Nan Renceh diangkat sebagai kendali pemimpin gerakan atau misi
pemimpin, bersama dengan haji gerakan yang bersangkutan. Peristiwa
Piobang dan kawan-kawannya. Mereka seperti itu tentu saja sebagai bentuk dari
mulai melancarkan gerakan melarang fungsi manifes gerakan sosial-keagamaan
tindakan yang tidak cocok dengan yang tidak diharapkan, yang tidak dapat
ajaran agama. Sebaliknya, golongan dibenarkan tetapi tidak jarang terjadi dalam
adat tidak mau menurut begitu saja. sejarah pergolakan sosial.
Mulailah timbul bentrokan di sana-sini. Dalam kasus Padri yang lain,
Peperangan besar tidak dapat perbedaan antara Tuanku Nan Tuo yang
dihindarkan. Pasukan Tuanku Nan
menghendaki nir-kekerasan dengan Tuanku
Renceh bergerak cepat. Nagari
Nan Rentjeh yang membolehkan kekerasan
Kamang yang subur dan merupakan
sebagai jihad dalam hal menempuh purifikasi
gudang beras dapat dikuasainya.
Islam terhadap sesama muslim merupakan
Daerah Kamang dijadikan pangkalan
dan dalam waktu pendek seluruh Luhak contoh lain dari keragaman model gerakan.
Agam jatuh ke tangan Tuanku Nan Karena perbedaan yang tajam itulah sampai
Renceh pada tahun 1804. Di daerah harus ditempuh musyawarah dengan
Padri itu, pemerintahan dipegang oleh bantuan mediasi Tuanku Pamansiangan
para ulama.” (Kutoyo, 2004). Nan Mudo sebagai penasihat (Marajo, 2008).
224
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir
225
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008
226
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir
mobilisasi yang besar dari berbagai wilayah Politik Belanda mengikuti pola lama, yakni
kekuasaannya di ranah kerajaan cenderung memihak yang lebih “lunak” dan
Minangkabau untuk menggabungkan diri mau bekerjasama dengan Belanda,
melawan penjajah. Lebih-lebih setelah sebaliknya keras dan tidak memberi ruang
gerakan Padri di bawah kepemimpinan dan bahkan menggunakan segala macam
Imam Bonjol dengan basis benteng Bonjol- cara untuk menumpas gerakan-gerakan
nya di Alam Panjang, karena itu Belanda, yang keras seperti Padri. Dalam posisi yang
setelah kembali ke Minangkabau tahun 1816 demikian, pihak Padri kadang berjuang
yang sebelumnya dikuasai Inggris, segitiga yaitu, internal melawan kaum adat
mengerahkan segala kekuatannya untuk dan sekaligus melawan penjajah Belanda
melumpuhkan Padri. Sartono mencatat yang memiliki strategi canggih dalam
sebagai berikut: memecah-belah dan memanfaatkan situasi,
“... Dalam menghadapi perjuangan sambil tidak segan-segan melakukan tipu
kaum Padri, Belanda lama kelamaan muslihat. Perlawanan Padri di bawah
sadar bahwa pada hakikatnya gerakan Tuanku Imam Bonjol yang tidak mengenal
itu tidak hanya mempertahankan menyerah dalam usianya ke-92 tahun,
kepentingan agama akan tetapi juga berakhir setelah Benteng Bonjol jatuh
melakukan perlawanan terhadap tanggal 16 Agustus 1837, dan dengan tipu
penetrasi kolonial, sebagai ancaman muslihat dengan mengatasnamakan ajakan
terhadap kemerdekaan mereka. Proses berunding maka Imam Bonjol pun ditangkap
pasifikasi berjalan lambat, bahkan di Palupuh secara tidak kesatria
sering kali Belanda terpaksa bersikap (Kutoyo,2003).
defensif karena kaum Padri Tuanku Imam Bonjol karena demikian
mengadakan serangan-serangan ke kuat ancaman pengaruhnya, bahkan
daerah pantai. Belanda memandang
setelah dipenjara pun harus dipindah-pindah
pemerintahan kaum Padri
dari Bukittinggi ke Padang, terus ke Cianjur,
menimbulkan suatu anarki, maka ada
Ambon, dan akhirnya ke Manado hingga
alasan untuk menjalankan
wafat pada 8 November 1839 dalam
“pasifikasinya”; yang jelas ialah bahwa
gerakan menjalankan ekspansi ke kesendirian jauh dari kampung halaman
jurusan Mandailing, tanah Batak, dan ranah tempat dia dan seluruh kekuatan
Riau sehingga “perang dalam” (internal gerakan Padri berjuang melawan penjajah.
war) berkobar; maka timbul situasi Atas jasa dan perjuangannya, Tuanku Imam
yang banyak mengakibatkan Bonjol oleh Pemerintah Republik Indonesia
penderitaan. Bagi penguasa kolonial kemudian diangkat menjadi Pahlawan
konflik dan perpecahan memberi dalih Nasional.
untuk menjalankan intervensinya dan
menanam pengaruhnya.” (Kartodirdjo, Penutup
1993).
Sejarah Minangkabau dengan gerakan
Kendati sejak ditandatangani perjanjian Padri dan para tokohnya yang menonjol
Bonjol pada awal tahun 1824 dan dengan seperti Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan
berbagai tipu muslihat Belanda terhadap Rentjeh, Tuangku Imam Bonjol, Tuanku Rao,
Padri, tetapi perlawanan gerakan ini Haji Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik,
terhadap penjajah terus berlangsung dan dan lain-lain merupakan diorama yang penuh
tidak mudah dipadamkan (Kartodirdjo,1993).
227
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008
warna dan tidak dapat dilukiskan secara gerakan pemurnian agama sebagaimana
parsial atau linier. Gerakan Padri dengan ditunjukkan Padri maka karakter dan
kontroversinya yang terlibat dalam konflik gerakan yang cenderung keras itu
internal dengan kekuatan adat, ekspansi ke memperoleh ruang sosial-politik yang
Tanah Batak, dan purifikasi Islamnya yang semakin absah.
dihadirkan secara keras tumbuh dan Sejarah dengan warna diakroniknya
berkembang dalam ragam situasi sosiologis yang penuh rentangan termasuk yang
yang kompleks. Pertama, orientasi paham ditampilkan gerakan Padri dan para
Wahabi yang memang berkarakter puritan tokohnya di Minangkabau, sebagaimana
dan lebih keras. Kedua, kondisi sosiologis pada umumnya di belahan dunia, selalu
masyarakat Minangkabau yang dipandang memberikan inspirasi, evalusasi, sekaligus
tidak sejalan dengan paham keagamaan menjadi ibrah atau pelajaran berharga bagi
yang tidak menghendaki praktik syirk, generasi berikutnya. Pelajaran terpenting
khurafat, bid’ah, dan hal-hal yang bagi generasi saat ini dan ke depan ialah
bertentangan dengan ajaran Islam. Ketiga, bagaimana perjuangan untuk membela
watak hegemoni kekuasaan dan gerakan di Tanah Air dilakukan dengan sepenuh
mana pun yang bersifat ekspansionistik, pengorbanan, bahkan dengan jiwa
lebih-lebih yang bersenyawa dengan misi sekalipun. Generasi saat ini perlu belajar
keagamaan yang bersifat puritan. Keempat, tentang membela bangsa dan negara
yang sifatnya lebih luas dan struktural, yakni dengan penuh karakter dan idealisme,
perlawanan terhadap penjajah yang sifatnya bukan hanya menikmati hasil para pahlawan
hidup-mati dan memerlukan mobilisasi dan pejuang di masa lampau yang telah
sosial-politik yang besar-besaran. berkorban hidup-mati. Lebih-lebih ketika
Khusus yang berkaitan dengan bangsa Indonesia saat ini tengah bergumul
purifikasi Islam yang bercorak Wahabiyah dengan berbagai persoalan domestik yang
atau Wahabi yang menyertai gerakan Padri berat di tengah hegemoni neo-kolonialisme
dan para tokohnya, secara niscaya dan neo-imperialisme global yang
merupakan bagian dari matarantai sejarah mencengkeram. Sungguh diperlukan
Islam abad ke-18 dan ke-19 ketika gerakan generasi bangsa yang memiliki idealisme
pembaruan Islam dari Timur Tengah yang dan karakter yang kuat sebagaimana
dipelopori oleh Ibn Taimiyyah, Muhammad dicontohkan oleh para pahlawan dan
bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, pejuang kemerdekaan di masa lampau.
Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Khusus yang berkaitan dengan gerakan
Ridha, dan lain-lain meluas ke negeri-negeri pemurnian atau purifikasi keagamaan maka
Islam atau berpenduduk Muslim. Ditambah dalam menghadapi berbagai persoalan
dengan kondisi sosiologis yang bersifat keutaman, kebangsaan, dan dunia
domestik seperti konflik dengan kaum kemanusiaan saat ini yang begitu
tradisional atau golongan adat, gerakan kompleks; maka diperlukan pandangan ke
purifikasi Islam tersebut mengalami depan yang lebih transformasional. Islam
masifikasi yang luas dan kadang berwatak dengan pesan kerisalahannya sebagai
keras. Lebih-lebih ketika harus berhadapan agama pembawa misi rahmatan lil-‘alamin
dan melawan penjajahan baik di negeri- (QS Al-Anbiya: 107), baik dengan watak
negeri Islam maupun di kepulauan pemurnian maupun pembaruan, perlu hadir
Nusantara termasuk di Minangkabau, maka lebih dinamis dan pro-kehidupan agar tampil
228
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir
229
UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008
rrr
230