Anda di halaman 1dari 9

MARXISME

Marxisme adalah sebuah paham yang berdasar pada pandangan-pandangan Karl


Marx. Marx menyusun sebuah teori besar yang berkaitan dengan sistem ekonomi,
sistem sosial, dan sistem politik. Pengikut teori ini disebut
sebagai Marxis. Marxisme mencakup materialisme dialektis dan materialisme
historis serta penerapannya pada kehidupan sosial.
Latar Belakang
Marxisme merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini tertuang
dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich Engels.
Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia
menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan
kaum proletar. Kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja
berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya
dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup di daerah
pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena adanya
"kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan yang didominasi orang-orang
kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa paham
kapitalisme diganti dengan paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan,
menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan. Inilah
dasar dari marxisme.
Pengaruh Marxisme
Salah satu alasan mengapa Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat
kaya adalah bahwa Marxisme memadukan tiga tradisi intelektual yang masi telah
sangat berkembang saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Perancis, dan
ilmu ekonomi Inggris. Marxisme tidak bisa begitu saja dikategorikan sebagai
"filsafat" seperti filsafat lainnya, sebab marxisme mengandung
suatu dimensifilosofis yang utama dan bahkan memberikan pengaruh yang luar
biasa terhadap banyak pemikiran filsafat setelahnya. Itulah
sebabnya, sejarahfilsafat zaman modern tidak mungkin mengabaikannya.
Tradisi Hegel
Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi oleh Hegel. Bahkan
sampai saat ini pun kalangan Marxis masih menggunakan terminologi Hegel. Ada
baiknya jika di sini disebutkan satu persatu ide Hegelianisme yang juga menjadi
isi penting dari Marxisme:
 Pertama, realitas bukanlah suatu keadaan tertentu, melainkan sebuah
proses sejarah yang terus berlangsung.[5]
 Kedua, karena realitas merupakan suatu proses sejarah yang terus
berlangsung, kunci untuk memahami realitas adalah memahami hakikat
perubahan sejarah.[5]
 Ketiga, perubahan sejarah tidak bersifat acak, melainkan mengikuti suatu
hukum yang dapat ditemukan.[5]
 Keempat, hukum perubahan itu adalah dialektika, yakni pola gerakan triadik
yang terus berulang antara tesis, antitesis, dan sintesis.[3][5]
 Kelima, yang membuat hukum ini terus bekerja adalah alienasi-yang
menjamin bahwa urutan keadaan itu pada akhirnya akan dibawa menuju
sebuah akhir akibat kontradiksi-kontradiksi dalam dirinya.[5]
 Keenam, proses itu berjalan di luar kendali manusia, bergerak karena hukum-
hukum internalnya sendiri, sementara manusia hanya terbawa arus bersama
dengannya.[5]
 Ketujuh, proses itu akan terus berlangsung sampai tercapai suatu situasi, di
mana semua kontradiksi internal sudah terselesaikan.[5]
 Kedelapan, ketika situasi tanpa konflik ini tercapai, manusia tidak lagi terbawa
arus oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja di luar kendali mereka.[5] Akan
tetapi, untuk pertama kalinya manusia akan mampu menentukan jalan hidup
mereka sendiri dan tentunya mereka sendiri akan menjadi penentu perubahan.
[5]

 Kesembilan, pada saat inilah untuk pertama kalinya manusia dimungkinkan


untuk memperolah kebebasannya dan pemenuhan diri.[5]
 Kesepuluh, bentuk masyarakat yang memungkinkan kebebasan dan
pemenuhan diri itu bukanlah masyarakat yang terpecah-pecah atas individu-
individu yang berdiri sendiri seperti dibayangkan oleh orang liberal.[5] Akan
tetapi, merupakan sebuah masayrakat organik, di mana individu-individu
terserap ke dalam suatu totalitas yang lebih besar, sehingga lebih mungkin
memberi pemenuhan daripada kehidupan mereka yang terpisah-pisah.[5]
Dari kesepuluh kesamaan tersebut, kuantitas materiil yang semakin kompleks bisa
berubah menjadi suatu kualitas baru.[3]
Ilmu ekonomi sebagai dasar
Menurut Karl Marx, hal paling mendasar yang harus dilakukan manusia agar
dapat terus hidup adalah mendapatkan sarana untuk tetap bertahan hidup.
[5]
 Apapun yang bisa menghasilkan pangan, sandang, dan papan bagi mereka, serta
untuk memenuhi kebutuhan dasar.[5] Tidak ada yang bisa menghindar dari tugas
memproduksi hal-hal itu.[5]Namun, ketika cara-cara produksi berkembang dari
tahap primitif, segera muncul kebutuhan agar tiap individu dapat melakukan
spesialisasi, karena menemukan bahwa mereka akan lebih makmur dengan cara
itu.[5] Lalu, orang menjadi bergantung satu dengan yang lain.[5] Produksi sarana
hidup kini menjadi aktivitas sosial, bukan lagi aktivitas individu.[5]
Dalam saling ketergantungan ini (masyarakat), setiap orang ditentukan
hubungannya dengan sarana produksi.[5]"Apa yang kulakukan seorang diri untuk
penghidupanku menentukan sebagian besar hal pokok dalam cara hidupku, dan
sekaligus merupakan kontribusiku terhadap masyarakat secara
keseluruhan."[5] Hubungan ini juga menentukan siapa saja yang punya
kepentingan sama denganku dalam pembagian produk sosial itu dan siapa saja
yang bertentangan dengan kepentinganku.[5]
Dengan cara pandang seperti itu, terbentuklah kelas-kelas sosial ekonomi, yang
juga mengakibatkan timbulnya konflik di antara kelas-kelas itu.[5]
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Marxisme
STRUKTURALISME

Dalam sosiologi, antropologi dan linguistik, strukturalisme adalah metodologi


yang unsur budaya manusia harus dipahami dalam hal hubungan mereka dengan
yang lebih besar, sistem secara menyeluruh atau umum disebut struktur. Ia bekerja
untuk mengungkap struktur yang mendasari semua hal yang manusia lakukan,
pikirkan, rasakan, dan merasa. Atau, seperti yang dirangkum oleh filsuf Simon
Blackburn, strukturalisme adalah "keyakinan bahwa fenomena kehidupan manusia
yang tidak dimengerti kecuali melalui keterkaitan mereka. Hubungan ini
merupakan struktur, dan belakang variasi lokal dalam fenomena yang muncul di
permukaan ada hukum konstan dari budaya abstrak".[
Strukturalisme di Eropa dikembangkan di awal tahun 1900-an, di bidang
linguistik struktural dari Ferdinand de Saussure berikutnya Praha,[2]sekolah
Moskow[2] dan Copenhagen linguistik. Pada akhir 1950-an dan awal 60-an, ketika
linguistik struktural menghadapi tantangan serius dari orang-orang seperti Noam
Chomsky dan dengan demikian memudar di pentingnya, array sarjana di
humaniora meminjam konsep Saussure untuk digunakan dalam bidang masing-
masing studi. Antropolog Prancis Claude Levi-Strauss dikatakan sebagai ilmuwan
pertama, memicu minat yang luas dalam hal Strukturalisme.[1]
Model strukturalis penalaran telah diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk
antropologi, sosiologi, psikologi, kritik sastra, ekonomi dan arsitektur. Pemikir
yang paling menonjol terkait dengan strukturalisme termasuk Levi-Strauss, ahli
linguistik Roman Jakobson, dan psikoanalis Jacques Lacan. Sebagai gerakan
intelektual, strukturalisme awalnya dianggap menjadi pewaris eksistensialisme.
Namun, pada 1960-an, banyak dari prinsip dasar strukturalisme diserang dari
gelombang baru intelektual terutama dari Perancis seperti filsuf dan
sejarawan Michel Foucault, filsuf dan komentator sosial Jacques Derrida, filsuf
Marxis Louis Althusser, dan kritikus sastra Roland Barthes.[2] Meskipun unsur
pekerjaan mereka selalu berhubungan dengan strukturalisme dan diinformasikan
oleh itu, teori ini umumnya disebut sebagai post-strukturalis. Pada 1970-an,
strukturalisme dikritik karena kekakuan dan ahistorisme. Meskipun demikian,
banyak pendukung strukturalisme, seperti Lacan, terus menegaskan pengaruh
pada filsafat kontinental dan banyak asumsi dasar dari beberapa kritikus
strukturalis bahwa pasca-strukturalis adalah kelanjutan dari strukturalisme.[3]
Tujuan
Tujuan Strukturalisme adalah mencari struktur terdalam dari realitas yang tampak
kacau dan beraneka ragam di permukaan secara ilmiah (obyektif, ketat dan
berjarak).[4] Ciri-ciri itu dapat dilihat strukturnya:
 Bahwa yang tidak beraturan hanya dipermukaan, namun sesungguhnya di
balik itu terdapat sebuah mekanisme generatif yang kurang lebih konstan.[4]
 Mekanisme itu selain bersifat konstan, juga terpola dan terpola dan
terorganisasi, terdapat blok-blok unsur yang dikombinasikan dan dipakai
untuk menjelaskan yang dipermukaan.[4]
 Para peneliti menganggap obyektif, yaitu bisa menjaga jarak terhadap yang
sebenarnya dalam penelitian mereka.[4]
 Pendekatan dengan memakai sifat bahasa, yaitu mengidentifikasi unsur-unsur
yang bersesuaian untuk menyampaikan pesan.[4] Seperti bahasa yang selalu
terdapat unsur-unsur mikro untuk menandainya, salah satunya adalah bunyi
atau cara pengucapan.[4][5]
 Strukturalisme dianggap melampaui humanisme, karena cenderung
mengurangi, mengabaikan bahkan menegasi peran subjek.[4]
Masa Strukturalisme
Tahun 1966 digambarkan oleh Francois Dosse dalam bukunya Histoire du
Structuralisme sebagai tahun memancarnya strukturalisme di Eropa, khususnya
di Prancis.[5][6] Perkembangan strukturalisme pada tahun 1967-1978 digambarkan
sebagai masa penyebaran gagasan strukturalisme dan penerangan tentang konsep
strukturalisme serta perannya dalam ilmu pengetahuan.[6]
Ciri-ciri Strukturalisme
Ciri-ciri strukturalisme adalah pemusatan pada deskripsi keadaan
aktual objekmelalui penyelidikan, penyingkapan tabiat, sifat-sifat yang terkait
dengan suatu hal melalui pendidikan.[7] Ciri-ciri itu bisa dilihat dari beberapa
hal; hierarki, komponenatau unsur-unsur, terdapat metode, model teoritis yang
jelas dan distingsi yang jelas.[7]
Para ahli strukturalisme menentang eksistensialisme dan fenomenologi yang
mereka anggap terlalu individualistis dan kurang ilmiah.[4] Salah satu yang
terkenal adalah pandangan Maurice Merleau-Ponty yang menentang
fenomenologi dan eksistensialisme tubuh manusia.[5] Merleau-Ponty menekankan
bahwa hal yang fundamental dalam identitas manusia adalah bahwa kita adalah
objek-objek fisik yang masing-masing memiliki kedudukan yang berbeda-beda
dan unik dalam ruang dan waktu.[5]
Tokoh-tokoh dan sumbangan bidang strukturalisme
 Ferdinand De Saussure dalam linguistik.[7]
Sebagai penemu stuktur bahasa, Saussure berargumen dengan melawan para
sejarawan yang menang dalam pendekatan filologi.[8] Dia mengajukan
pendekatan ilmiah, yang didekati dari sistem terdiri dari elemen dan peraturannya
dalam pembuatannya yang bertujuan menolong komnunikasi dalam masyarakat.
[8]
 Dipengaruhi oleh Emile Durkheim dalam sebuah social fact, yang berdasar
pada objektivitas di mana psikologi dan tatanan sosial dipertimbangkan.
[8]
 Saussure memandang bahasa sebagai gudang (lumbung) dari tanda
tanda diskusif yand dibagikan oleh sebuah komunitas.[8] Bahasa bagi Saussure
adalah modal interpretasi utama dunia, dan menuntut suatu ilmu yang
disebut semiologi.[7]
 Levi-Strauss dalam masyarakat.[7]
Metode Strauss adalah anthropologi dan linguistik secara serempak.[7] Unsur-
unsur yang digelutinya adalah mengenai mitos, adat-istiadat, dan masyarakatnya
sendiri.[7] Dalam proses analisisnya, manusia kemudian dipandang sebagai suatu
porsi dari struktur, yang tidak dikonstitusikan oleh analisis itu, melainkan
dilarutkan dengan analisis.[7]Perubahan penekanan dari manusia ke struktur
merupakan ciri umum pemikiran strukturalis.[7]
 Lev Vygotsky, Jacques Lacan dan Jean Piaget dalam psikologi.[7]
Jacques Lacan (Freudian) dalam psikologi menggambarkan pekerjaan Saussure
dan Levi-Strauss untuk menekankan pendapat Sigmund Freud dengan bahasa dan
argumen yang, sebagai sebuah tatanan kode, bahasa dapat mengungkapkan
ketidaksadaran orang itu.[8] Hal ini masalah, bahwa bahasa selalu bergerak dan
dinamis, termasuk metafora, metonomi, kondensasi serta pergeserannya.[8] Jean
Piaget sendiri menggambarkan strukturalismenya sebagai sebuah struktur yang
terpadu, yaitu yang unsur-unsurnya adalah anggota dari sistem di luar struktur itu
sendiri.[6] Sistem itu ditangkap melalui kognisi anggota masyarakat sebagai
kesadaran kolektif.[6]
 Frege, Hillbert dalam meta-logika meta-matematika.[7]
 Roland Berthes menerapkan analis strukturalis pada kritik sastra dengan
menganggap berbagai macam ekspresiatau analisis bahasa sebagai bahasa
yang berbeda-beda.[7] Tugas kritik sastra adalah terjemahan, yaitu
mengekspresikan sistem formal yang telah dibentangkan penulisnya
dengan suatu bahasa.[7] Hal ini terkait dengan kondisi zamannya.[7]
 Michel Foucault dalam filsafat.
Strukturalisme modern atau poststrukturalisme dalam bidang filsafat adalah
dengan mendekati subjektivitas dari generasi dalam berbagai wacana epistemik
dari tiruan maupun pengungkapannya.[8] Sebagaimana peran isntitusional dari
pengetahuan dan kekausaan dalam produksi dan pelestarian disiplin tertentu
dalam lingkungan dan ranah sosial juga berlaku pendekatan itu.[8] Dalam disiplin
ini, Focault menyarankan, di dalam perubahan teori dan praktik dari
kegilaan, kriminalitas, hukuman, seksualitas, kumpulan catatan itu dapat
menormalisasi setiap individu dalam pengertian mereka.[8]
 Guenther Schiwy dalam kekristenan
Strukturalisme terkait kekristenan dalam atemporal sturkturalisme sebenarnya
cocok dengan penekanan eternalistik kekristenan.[7]
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Strukturalisme

Anda mungkin juga menyukai