PENDAHULUAN
1. Definisi
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang progresif yang ditandai dengan
adanya fibrosis yang disebabkan oleh kerusakan hati kronis. Fibrosis hati dapat merusak
fungsi hati dan menyebabkan perubahan secara sruktural sehingga terjadi hipertensi
portal. Selama terjadinya penyakit hati kronis, kematian sel hepatosit menyebabkan
peradangan yang mengarah ke fibrosis. Selain itu, hilangnya fungsi dari hepatosit
mengakibatkan kemampuan fungsi hati seperti memetabolisme bilirubin dan mensitesis
protein berkurang (Black, 2015).
Sirosisi hepatis adalah penyakit kronis hepar yang irreversibel yang ditandai oleh
fibrosis, disorganisasi struktur lobus dan vaskuler, serta nodul degeneratif dari hepatosit
(Budhiarta, 2017).Sirosisi hepatis merupakan penyakit hati kronik dengan distensi
struktur hepar dan hilangnya fungsi hepar yang menyebabkan fibrosis hepar dimana
jaringan yang normal digantikan jaringan parut yang terbentuk melalui proses bertahap,
yang dapat mempengaruhi regenerasi sel-sel dan struktur normal hati dan dapat
merusaknya sehingga secara bertahap dapat menghilangkan fungsinya (Putri, 2016).
2. Etiologi
Penyebab sirosis belum teridentifikasi dengan jelas. Etiologi sirosis hati bervariasi
secara geografis yaitu infeksi hepatitis C kronis, hepatitis B kronis dan penyakit hati
karena mengonsumsi alkohol. Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati
alkoholik dan non alkoholik steatohepatitis yang telah menjadi penyebab utamana
penyakit hati kronis di negara-negara barat seperti Amerika Serikat sedangkan hepatitis
B dan hepatitis C adalah penyebab utama sirosis hati di wilayah Asia Pasifik (Zhou et
al., 2015).
Faktor resiko utama dari sirosis hepatis adalah mengkonsumsil alkohol, khususnya
pada ketiadaan mutrisi yang tepat. Kilen dengan riwayat keluarag alkoholik seharusnya
menghindari alkohol karena peningkatan resiko.dengan demikian berhenti
mengkonsumsi alkohol dapat menjadi upaya untuk menurunkan terjadinya sirosis
hepatis. Jika pada klien dengan status nutrisi yang buruk kemungkinan kerusakan lebih
besar dan kerusakan lebih parah. Hepatitis virus adalah faktor resiko primer untuk sirosis
postnekroti, yang mana pencegahan hepatitis melalui vaksin dan menjaga kebersihan
dengan baik menjadi kegiatan promosi yang penting (Black, 2015).
Faktor resiko yang lain adalah sirosis billier dengan kolestasis atau obstruksi duktus
empedu, pemakaian obat-obatan (seperti asetaminofen, methotreaxt/isoniazid) , kongesti
hepatik dari gagal jantung sisi kanan berat, kekurang alfa-antitripsin, penyakit
infiltratif(seperti, amyloidosis, penyakit simpanan glikogen/hemokromatosis), penyakit
wilson dan defisit nutrisi terkait jalan pintas jejenum. Kelebihan dosisi asetamiopen
ditentukan sebagai penyebab paling sering gagal hati akut (Black, 2015).
3. Klasifikasi
Empat tipe sirosis hepatis menurut Black, 2015.
1) Radiologis
a. Foto polos abdomen. Tujuannya : untuk dapat memperlihatkan densitas
klasifikasi pada hati , kandung empedu, cabang saluran-saluran empedu dan
pancreas juga dapat memperlihatkan adanya hepatomegalimegali atau asites
nyata.Ultrasonografi (USG) Metode yang disukai untuk mendeteksi
hepatomegalimegali atau kistik didalam hati.
2) CT scan Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu, pancreas, dan
limpa; menunjukan adanya batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur:
sering dipaki dengan bahan kontras.
1. Pengkajian
Identifikasi klien
Meliputi nama, tempt tanggal lahir, jenis kelamin, status kawinn, agama pendidikan,
pekerjaan, alamat, No RM, dan diagnose medis.
5. Pemeriksaan fisik
1). Wajah
Terdapat bintik-bintik merah, ukuran 5-20 mm, ditengahnya tampak pembuluh darah,
suatu arteri kecil yang kadang-kadang dapat teraba berdenyut disebut spider nevy
(angio laba-laba).
2). Mata
Konjungtiva tampak pucat, sklera ikterik.
3). Mulut
Bau napas khas disebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat
pintasan porto sistemik yang berat. Membran mukosa kering dan ikterus. Bibir
tampak pucat.
4). Hidunng
Terdapat pernapasan cuping hidung
5). Thorax
Jantung
Inspeksi : biasanya pergerakan apeks kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya apeks kordis tidak teraba
Pelkusi : biasanya tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara ketiga
6). Paru-paru
Inspeksi : biasanya pasien menggunakan otot bantu pernapasan
Palpasi : biasanya vremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyinya redup
Auskultasi : biasanya vesikuler
7). Abdomen
Inspeksi : umbilicus menonjol, asites.
Palpasi : sebagian besar penderita hati mudah teraba dan terasa keras. Nyeri
tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas.
Perkusi : dulnes.
Auskultasi : biasanya bising usus cepat
8).Ekstremitas
Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema palmare). Pada
ekstremitas bawah ditemukan edema. cavilari revil lebih dari 2 detik.
9). Kulit
Karena fungsi hati terganggu mengakibat bilirubin tidak terkonjugasi sehingga Kulit
tampak ikterus. Turgor kulit jelek .
6. Pemeriksaan penunjang.
1). Uji faal hepar
Bilirubin menningkat (N: 0,2-1,4 gr%).
SGOT meningkat (N: 10-40 u/c).
SGPT meningkat (N: 5-35 u/c).
Protein total menurun (N: 6,6-8 gr/dl).
Albumin menurun.
2).USG
Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada
tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi
hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan
sebagian lagi dalam batas nomal.
3). CT (chomputed tomography)
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksi aliran tersebut.
4). MRI
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksi aliran tersebut.
5). Analisa gas darah
Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan
ventilasi-pervusi dan hipooksia pada sirosis hepatis.
7. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap
masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah:
(D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
(D.0022) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(D.0005) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0033) Resiko perfusi gastrointestinal tidak efektif dibuktikan dengan disfungsi
hati (sirosis hepatis).
Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, hipnosis, terapi
musik, aromaterapi).
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan
tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik
4. nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. (D.0022) Setelah dilakukan Manajemen hipervolemia
Hipervolemia b/d tindakan keperawatan (1.03114)
gangguan mekanisme selama 1x24 jam Observasi:
regulasi. “Keseimbangan cairan” 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia (dispnea,
(L.03020) meningkat
edema, JVP meningkat,
dengan kriteria hasil: suara napas tambahan).
2. Identifikasi penyebab
1. Edema menurun.
hipervolemia.
2. Asites menurun.
3. Monitor intake dan
3. Berat badan
output cairan.
membaik.
4. Monitor efek diuretik.
4. Denyut nadi
radial membaik.
Terapeutik:
5. Turgor kulit
membaik. 1. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama.
2. Batasi asupan cairan dan
garam.
3. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-400.
Edukasi:
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam.
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam
sehari.
3. Ajarkan cara membatasi
cairan.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
diuretik.
Edukasi:
1. Anjurkan asupan
cairan2000ml/hari, jika
tidakkontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk
efektif.
Kolaborasi:
1. Pembeianbronkodilator,e
kspekto ran, mukolitik,
jika perlu.
Edukasi:
1. Jelaskan tanda-tanda
perdarahan
2. Anjurkan melapor jika ada
perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi:
1. Permberian cairan jika perlu.
2. Pemberian transfusi darah.
3. Pemberian obat pengontrol
perdarah.
9. Implementasi Keperawatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membatu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang di
harapkan. Ukuran implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian
hari. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA