Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang progresif yang ditandai dengan
adanya fibrosis yang disebabkan oleh kerusakan hati kronis. Fibrosis hati dapat merusak
fungsi hati dan menyebabkan perubahan secara sruktural sehingga terjadi hipertensi
portal. Selama terjadinya penyakit hati kronis, kematian sel hepatosit menyebabkan
peradangan yang mengarah ke fibrosis. Selain itu, hilangnya fungsi dari hepatosit
mengakibatkan kemampuan fungsi hati seperti memetabolisme bilirubin dan mensitesis
protein berkurang (Black, 2015).
Sirosisi hepatis adalah penyakit kronis hepar yang irreversibel yang ditandai oleh
fibrosis, disorganisasi struktur lobus dan vaskuler, serta nodul degeneratif dari hepatosit
(Budhiarta, 2017).Sirosisi hepatis merupakan penyakit hati kronik dengan distensi
struktur hepar dan hilangnya fungsi hepar yang menyebabkan fibrosis hepar dimana
jaringan yang normal digantikan jaringan parut yang terbentuk melalui proses bertahap,
yang dapat mempengaruhi regenerasi sel-sel dan struktur normal hati dan dapat
merusaknya sehingga secara bertahap dapat menghilangkan fungsinya (Putri, 2016).

2. Etiologi
Penyebab sirosis belum teridentifikasi dengan jelas. Etiologi sirosis hati bervariasi
secara geografis yaitu infeksi hepatitis C kronis, hepatitis B kronis dan penyakit hati
karena mengonsumsi alkohol. Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati
alkoholik dan non alkoholik steatohepatitis yang telah menjadi penyebab utamana
penyakit hati kronis di negara-negara barat seperti Amerika Serikat sedangkan hepatitis
B dan hepatitis C adalah penyebab utama sirosis hati di wilayah Asia Pasifik (Zhou et
al., 2015).
Faktor resiko utama dari sirosis hepatis adalah mengkonsumsil alkohol, khususnya
pada ketiadaan mutrisi yang tepat. Kilen dengan riwayat keluarag alkoholik seharusnya
menghindari alkohol karena peningkatan resiko.dengan demikian berhenti
mengkonsumsi alkohol dapat menjadi upaya untuk menurunkan terjadinya sirosis
hepatis. Jika pada klien dengan status nutrisi yang buruk kemungkinan kerusakan lebih
besar dan kerusakan lebih parah. Hepatitis virus adalah faktor resiko primer untuk sirosis
postnekroti, yang mana pencegahan hepatitis melalui vaksin dan menjaga kebersihan
dengan baik menjadi kegiatan promosi yang penting (Black, 2015).
Faktor resiko yang lain adalah sirosis billier dengan kolestasis atau obstruksi duktus
empedu, pemakaian obat-obatan (seperti asetaminofen, methotreaxt/isoniazid) , kongesti
hepatik dari gagal jantung sisi kanan berat, kekurang alfa-antitripsin, penyakit
infiltratif(seperti, amyloidosis, penyakit simpanan glikogen/hemokromatosis), penyakit
wilson dan defisit nutrisi terkait jalan pintas jejenum. Kelebihan dosisi asetamiopen
ditentukan sebagai penyebab paling sering gagal hati akut (Black, 2015).

3. Klasifikasi
Empat tipe sirosis hepatis menurut Black, 2015.

Definisi Etiologi Patologi Pengkajian Diagnosis dan intervensi


data prognosis
Sirosis Pasca-akut Hatik kecil Hampir sama Biopsi jarum Pengobatan
postnekrotik hepatitis dan nodular dengan sirosis hati komplikasi sesuai
/ makronudul virus(tipe B dan alkoholik menetapkan dengan yang di
ar. C), Pasca kecuali peroses butuhkan
Kehilangan intoksikasi sedikitnya patologis,
masif sel hati dengan kimia kehilangan dalam 5 tahun
dan pola industri, massa otot 75% kematian
regenerasi beberapa dan lebih dengan
sel tidak infeksi dengan jaundis komplikasi,
teratur. gangguan peningkatan
metabolik. serum
aminotranferase
, peningkatan
gama globulin.
Sirosis Primer: Stasis Stadium awal Letih, gatal Kadar serum Ursodiol,
biilier. kronis empedu biopsi menyeluru h, bilirubin naik. pengobatan
Aliran pada duktus didapatkab urine gelap, Awal : 3- simtomatik ( diet
empedu interahepatik, proses fases pucat, 10mg/100ml tinggi kalori,
turun implikasi inflamasi jaundis, aliran Akhir: asupan rendah
bersamaan proses dengan empdu >50mg/100ml lemak dengan 30-
dengan autoimun nekrosis sel terganggu Kenaikan tinggi 40 g/ hari jika
kerusakan dan duktus. alkalin masalsh
sel hepotosit Hepatosit fosfatase, berkembang,
sekitar dan hilang dan peningkatan sholestyrami ne
duktus menyisaka n gama globulin, untuk gatal,
empedu jaringan parut peningkatan suplemen vitamin
lemak darah. larut lemak
Sekunder: Stadium akhir Staetorhea, Adanya Pengobatan untuk
Obstruksi menyerup ai penurunan lipoprotein X, mengurangi
duktus diluar sirosis absorpsi peningkatan obstruksi mekanik
hati postnekrot ik vitamin larut garam serum
lemak, serum empedu,
lipit naik, hipoprotomine
peningkata n mia
penyimpan an , peningkatan
kolestrol pada antibodi
jaringan antimitokondria
subkutran, pada kasus
tanda primer,
hipertensi peningkatan
porta serum tembaga
pada kasus
primer

Sirosis kardiak. Penyakit katup Awal


Jaundis ringan, Pengingkatan Penyebab
Penyakit hati atrioventrikul Pembesaran
pembesara n hati serum bilirubin gagal
kronis terkait er, perikarditis hati
dan asites pada terkonjugasi, jantung
dengan gagal konstriktif berwaran
orang dengan peningkatan kronis jika
jantung sisi lama gelap oleh
gangguan jantung sulfobroomofthale mungkin
kanan dan darah dan
berat >10 tahun in, penurunan
jangka panjang cairan
Nyeri perut kanan serum albumin,
edema
atas selama peningkatan serum
kongesti akut aminotransferase,
Dekompensas i Akhir Kakeksia, retensi oeningkatan alkali
karpulmonal Penebalan cairan, masalh fosfatase, biopsi
kapsul hati sirkulasi hati.
dengan Prognosis:
terjadinya bergantung pada
jaringan perjalanan
parut penyakit jantung
Sirosis Terkait dengan Tumpukan Mungkin tidak Biopsi hati: Dukungan
alkoholik/ penyalahguna jaringan ada gejala untuk riwayat primer:
Mikronodula r an alkohol kolagen dan peride lama, penyalahgunaan Koreksi
Bentuk nodul parut, onset gejala alkohol: AST kekurangan
kecil akibat regenerasi mungkin tersamar tinggi, bilirubin mineral
beberapa agen nodul atau mendadak. tinggi, anemia dan
yang melukai Sangat Awal; lemah letih Prognosis: Adanya vitamin
terus menerus kecil, kehilangan BB, komplikasi dan jika
struktur Akhir : anoreksia, terus-menerus ada(misal
normal mual muntah, penyalahgunaan fosfat,
lobulus nyeri perut, thiamin,
rusak asites, menstruasi pyridoxine,
tidak teratur, vitamin K
impotensi, dan
pembesara n mineral
payudara pada (magnesiu
laki- laki, m dan
hematemes is, fosfat),
spider angioma pengobatan
komplikasi
sesuai
kebutuhan
(misal
feerrous
sulfate
untuk
anemia,
vasopresin
IV untuk
varises
esofagus,
mengurang
i/ menahan
protein
untuk
ensefalapat
i
hepatikum
atau
vitamin K
untuk

4. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis menurut (Nurarif & Kusuma, 2016) adalah:
1). Keluhan pasien
- Pruritus
- Urin berwarna gelap
- Ukuran lingkar pinggang meningkat
- Turunnya selera makan dan turunnya berat badan
- Ikterus (kuning pada kulit dan mata) muncul belakangan
2). Tanda klasik
- Hematemesis dan atau melena
- Varises esofagus
- Peningkatan waktu protombin adalah tanda yang lebih khas
- Enselopati hepatitis dengan hepatitis fulminan akut dapat terjadi dalam waktu singkat
dan pasien akan merasa mengantuk, delirium, kejang dan koma
- Onset enselopati hepatitis dengan gagal hati kronik lebih lambat dan lemah
- Ansiet
5. Patofisologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis yaitu sirosis laennec, sirosisi pascanekrotik
dan sirosisi biliaris. Sirosisi laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis, alkohol
menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang
akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkab asetaldehid yang akan merangsang
fibrosisi hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi.
Sirosisi pascanekrotik disebabkan oleh virus hepapatitis B, C, infeksi dan intoksifikasi zat
kimia pada sirosisi ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati
yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosisi biliaris
disebabkan disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus inthrahepatikum, autoimun
dan obstruksi duktus empeddu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosisi tersebut
mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati (Agustin, 2016).
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam hepar karena
darah sukar masuk ke dalam hati. Sehingga meningkatkan aliran darah bali vena portal dan
tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk
pembuluh darah kolateral portal (esofagus lambung rektum umbilikus). Hipertensi portal
meningkatkan tekanan hidristatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan
berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke
hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosterin dan ADH meningkat
di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air dapat menyebabkan edema
(Agustin, 2016).
Keruskan fungsi hati terjadi penurunan metabolisme bilirubin (hiperbilirubin)
menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik, penurunan
metabolisme lemah pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan,
penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan
resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga ureum dalam darah meningkat
yang akan mengakibatkan enselopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang
akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu
sehingga lemak tidak dapat ditemukan dan tidak dapat dicerna usus halus yang akan
meningkatkan peristaltik. Defisisensi vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12
dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah merah (Agustin, 2016).
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Price & Wilson, 2016) :

1) Radiologis
a. Foto polos abdomen. Tujuannya : untuk dapat memperlihatkan densitas
klasifikasi pada hati , kandung empedu, cabang saluran-saluran empedu dan
pancreas juga dapat memperlihatkan adanya hepatomegalimegali atau asites
nyata.Ultrasonografi (USG) Metode yang disukai untuk mendeteksi
hepatomegalimegali atau kistik didalam hati.

2) CT scan Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, kandung empedu, pancreas, dan
limpa; menunjukan adanya batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur:
sering dipaki dengan bahan kontras.

3) Magnetik Resonance Imaging (MRI) (Pengambilan gambar organ)


Pemakaian sama dengan CT scan tetapi memiliki kepekaan lebih tinggi, juga dapat
mendeteksi aliran darah dan sumbatan pembuluh darah; non invasive. 12 2.
4). Laboratorium.
Ekskresi hati dan empedu : Mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan
mengekskresi pigmen empedu, antara lain
Bilirubin serum direk (Terkonjugasi) Meningkat apabila terjadi gangguan ekskresi
bilirubin terkonjugasi (Nilai normalnya 0,1-0,3 mg/dl).
Bilirubin serum indirek (Tidak terkonjugasi) Meningkat pada keadaan hemolitik dan
sindrom Gilbert (Nilai normalnya 0,2-0,7 mg/dl).
Bilirubin serum total Bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit
hepatoseluler (Nilai normalnya 0,3-1,0 mg/dl).
5). Metabolisme Protein.
Protein serum total : sebagian besar protein serum dan protein pembekuan disintesis
oleh hati sehingga kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati. (Nilai
normalnya 6-8 gr/dl) Albumin serum (Nilai normalnya : 3,2-5,5 gr/dl) Globulin
serum (Nilai normalnya : 2,0-3,5 gr/dl)
Massa Protrombin (Nilai normalnya : 11-15 detik) Meningkat pada penurunan
sintesis protrombin akibat kerusakan sel hati atau berkurangnya absorpsi vitamin K
pada obstruksi empedu. Vitamin K penting untuk sintesis protrombin Prothrombin
time (PT) memanjang (akibat kerusakan sintesis protombin dan faktor
pembekuan)Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Hematemesis dan atau Melena Pasien dengan
hematemesis dan atau melena dapat diberikan asam traneksamat dan vitamin K. Asan
traneksamat digunakan untuk pengobatan perdarahan saluran cerna bagian atas. Asam
traneksamat mengikat plasminogen selama trombogebesis, mengganggu pengikatan
plasminogen dan fibrin, menghambat fibrinolisis sehingga dapat memberikan efek
antifibrinolitik dan mendorong pembentukan trombus dan hemostasis (Ko et al., 2017).
Asam traneksamat digunakan secara peroral dan intravena lambat atau infus secara
terus menerus. Dosis parenteral biasanya diubah menjadi oral setelah beberapa hari dan
injeksi intravena awal dapat diikuti dengan infus secara terus menerus. Penggunaan
perdarahan jangka pendek, dosis oral yang digunakan 1 sampai 1,5 g (atau 15 sampai 25
mg/kg) 2 sampai 4 kali sehari. Dosis injeksi intravena lambat yaitu 0,5 sampai 1 g (atau 10
mg/kg) 3 kali sehari. Asam traneksamat diberikan melalui infus secara terus menerus
dengan kecepatan 25 sampai 50 mg/kg setiap hari (Sweetman, 2009). Vitamin K
merupakan kofaktor penting dalam proses sintesis hati protrombin (faktor II) dan faktor
pembekuan darah (faktor VII, IX, X, protein C dan S). Dosis vitamin K yang diberikan
yaitu 0,5 mg sampai 5 mg secara injeksi intravena lambat atau sampai dengan 5 mg secara
oral (Sweetman, 2009).
Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Varises Esofagus
Pasien dengan varises esofagus dapat menggunakan profilaksis utama yaitu nonselektif β-
bloker. Terapi obat vasoaktif untuk menghentikan atau memperlambat perdarahan adalah
okreotid, digunakan secara rutin pada awal penatalaksanaan pasien. Okreotid diberikan
secara iv bolus 50 mcg diikuti dengan pemberian infus 50mcg/jam, diberikan selama 5 hari
setelah terjadi perdarahan varises akut dan dilakukan pemantauan terhadap hipoglikemia
dan hiperglikemia. Penggunaan vasopresin atau kombinasi vasopresin dengan nitrogliserin
tidak direkomendasikan untuk pasien perdarahan varises karena dapat menyebabkan
vasokonstriksi non selektif, iskemia atau infark miokard, aritmia, iskemia mesenterika, atau
kecelakaan serebrovaskular. Pada pasien dengan tanda infeksi 23 atau asites terapi
antibiotik harus digunakan lebih awal untuk mencegah sepsis pada pasien. Diberikan
norfloxacin peroral 400 mg dua kali sehari dan ciprofloxacin secara iv (Wells et al., 2015).
Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Asites Perawatan asites sekunder untuk hipertensi
portal memiliki pantangan mengonsumsi alkohol, pembatasan natrium dan diuretik.
Batasan natrium klorida hingga 2 g/hari. Terapi diuretik dimulai dengan dosis tunggal
spironolakton 100 mg dan furosemid 40 mg dangan target penurunan berat badan tiap
harinya maksimum 0,5 kg. Dosis masing-masing dapat ditingkatkan secara bersamaan
dengan cara tetap mempertahankan rasio 100:40 mg hingga mencapai dosis tiap harinya
maksimum furosemid 160 mg dan spironolakton 400 mg (Wells et al., 2015).
Penatalaksanaan Sirosis Hati dengan Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Terapi Albumin SBP didiagnosa dengan adanya sejumlah neutrofil, yaitu 250/mm3 dalam
cairan asites. Angka kematian di rumah sakit sekitar 20%. Angka kematian dapat dikaitkan
dengan dampak sitokin proinflamasi pada sistem kardiovaskular yang akhirnya mengarah
pada gagal ginjal dan kadang- kadang pada multiorgan. Oleh karena itu, diagnosis dan
pengobatan dini sangat penting untuk mencegah kerusakan hemodinamik. Albumin harus
diberikan dengan dosis 1,5 g/kgBB pada hari pertama dan kemudian 1 g/kgBB pada hari
ketiga. Dari data yang tersedia menunjukkan bahwa efek yang paling mencolok diperoleh
pada pasien dengan gagal hati berat, yaitu memiliki serum bilirubin diatas 4 mg/dl dan
serum kreatinin diatas 1 mg/dl (Bernardi et al., 2015).
Terapi Atibiotik Empiris Pasien dengan SBP dapat dilakukan pencegahan dengan
menerima terapi antibiotik spektrum luas sebagai perlindungan terhadap bakteri
Escherichia coli, Klabsiella pneumoniae, dan Streptococcuc pneumoniae. Pemberian obat
sefotaksim 2 g setiap 8 jam, atau sefalosporin generasi ketiga selama 5 hari 24 merupakan
pilihan untuk pengobatan. Ofloxacin 400 mg peroral setiap 12 jam setara dengan pemberian
secara IV cefotaxim. Pasien yang selamat dari SBP harus menerima profilaksis antibiotik
dalam jangka waktu yang panjang dengan norfloxacin 400 mg atau trimetoprim-
sulfametoksazol berkekuatan ganda (Wells et al., 2015).
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Identifikasi klien
Meliputi nama, tempt tanggal lahir, jenis kelamin, status kawinn, agama pendidikan,
pekerjaan, alamat, No RM, dan diagnose medis.

2. Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien datang dengan keluhan lemah atau letih,otot lemah, anoreksia,
kembung, perut terasa tidak enak, keluhan perut terasa semakin membesar, berat badan
menurun, gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, sesak napas.

3. Riwayat kesehatan dahulu


Klien dengan sirosis hepais memiliki riwayat penyalahgunaan alcohol dalam jangka
waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis, riwayat gagal jantung,
riwayat pemakaian obat-obatan, merokok.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis.

5. Pemeriksaan fisik
1). Wajah
Terdapat bintik-bintik merah, ukuran 5-20 mm, ditengahnya tampak pembuluh darah,
suatu arteri kecil yang kadang-kadang dapat teraba berdenyut disebut spider nevy
(angio laba-laba).
2). Mata
Konjungtiva tampak pucat, sklera ikterik.
3). Mulut
Bau napas khas disebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat
pintasan porto sistemik yang berat. Membran mukosa kering dan ikterus. Bibir
tampak pucat.
4). Hidunng
Terdapat pernapasan cuping hidung
5). Thorax
Jantung
Inspeksi : biasanya pergerakan apeks kordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya apeks kordis tidak teraba
Pelkusi : biasanya tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara ketiga
6). Paru-paru
Inspeksi : biasanya pasien menggunakan otot bantu pernapasan
Palpasi : biasanya vremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyinya redup
Auskultasi : biasanya vesikuler
7). Abdomen
Inspeksi : umbilicus menonjol, asites.
Palpasi : sebagian besar penderita hati mudah teraba dan terasa keras. Nyeri
tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas.
Perkusi : dulnes.
Auskultasi : biasanya bising usus cepat
8).Ekstremitas
Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema palmare). Pada
ekstremitas bawah ditemukan edema. cavilari revil lebih dari 2 detik.
9). Kulit
Karena fungsi hati terganggu mengakibat bilirubin tidak terkonjugasi sehingga Kulit
tampak ikterus. Turgor kulit jelek .

6. Pemeriksaan penunjang.
1). Uji faal hepar
Bilirubin menningkat (N: 0,2-1,4 gr%).
SGOT meningkat (N: 10-40 u/c).
SGPT meningkat (N: 5-35 u/c).
Protein total menurun (N: 6,6-8 gr/dl).
Albumin menurun.
2).USG
Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada
tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi
hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan
sebagian lagi dalam batas nomal.
3). CT (chomputed tomography)
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksi aliran tersebut.

4). MRI
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksi aliran tersebut.
5). Analisa gas darah
Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan
ventilasi-pervusi dan hipooksia pada sirosis hepatis.

7. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap
masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah:
(D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
(D.0022) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
(D.0005) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0033) Resiko perfusi gastrointestinal tidak efektif dibuktikan dengan disfungsi
hati (sirosis hepatis).

8. Rencana Asuhan Keperawatan


Perencanaan asuhan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau
untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2015).

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Rencana keperawatan


Keperawatan
1. (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1.08238)
Nyeri akut b/d agen keperawatan selama 1x24 jam
pencedera fisiologis “tingkat nyeri” (L.08066) Observasi:
(sirosis hepatis) menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun.
intensitas nyeri
2. Meringis menurun. 2. Identifikasi skala nyeri.
3. Identifikasi respins nyeri
3. Gelisah menurun.
non verbal.
4. Kesulitan tidur menurun.
5. Frekuensi nadi 4. Identifikasi faktor yang
membaik. memperberat dan
6. Pola tidur membaik. memperingan nyeri.
5. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan.
6. Monitor efek samping
penggunaan analgesik.

Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis, hipnosis, terapi
musik, aromaterapi).
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan
tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik
4. nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2. (D.0022) Setelah dilakukan Manajemen hipervolemia
Hipervolemia b/d tindakan keperawatan (1.03114)
gangguan mekanisme selama 1x24 jam Observasi:
regulasi. “Keseimbangan cairan” 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia (dispnea,
(L.03020) meningkat
edema, JVP meningkat,
dengan kriteria hasil: suara napas tambahan).
2. Identifikasi penyebab
1. Edema menurun.
hipervolemia.
2. Asites menurun.
3. Monitor intake dan
3. Berat badan
output cairan.
membaik.
4. Monitor efek diuretik.
4. Denyut nadi
radial membaik.
Terapeutik:
5. Turgor kulit
membaik. 1. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama.
2. Batasi asupan cairan dan
garam.
3. Tinggikan kepala tempat
tidur 30-400.

Edukasi:
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam.
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam
sehari.
3. Ajarkan cara membatasi
cairan.

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
diuretik.

3. (D.0005) Setelah dilakuakan Manajeme Jalan Napas (I.01011)


Pola napas tidak tindakan keperawata 1x1 Observasi:
efektif
jam di harapakan ”pola 1. Monitor pola napas
berhubungan (frekuensi,kedalaman,
dengan hambatan napas membaik” dengan
usaha napas).
upaya napas keriteral hasil: 2. Monitor bunyi napas
tambahn .Gurgling,
mengi, wheezing,
ronkhikering).
3. Monitor sputum
(jumlah, warna,aroma).
Terapeutik:
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head.till dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
traumaservikal).
2. Posisikan semi-fowler
atau fowler.
3. Berikan minum hangat.
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu.
5. Lakukan penghisapan
lendirkurang dari 15detik.
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal.
7. Keluarkan sumbatan
benda pada dengan
forsep.
8. Berikan oksigen, jika
perlu.

Edukasi:
1. Anjurkan asupan
cairan2000ml/hari, jika
tidakkontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk
efektif.

Kolaborasi:
1. Pembeianbronkodilator,e
kspekto ran, mukolitik,
jika perlu.

4. (D.0033) Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan


Resiko perdarahan tindakan keperawatan
Observasi:
dibuktikan dengan selama 1x24 jam 1. Identifikasi penyebab
perdarahan.
gangguan hati “Tingkat Perdarahan”
2. Periksa adanya dara pada
(L.02017) membaik muntah, feses, sputum, dll.
3. Periksa ukuran dan karakter
dengan kriteria hasil:
hematoma.
1. Hematemisis 4. Monitor terjadinya perdarahan
menurun 5. Monitor nilai HB dan Ht.
2. Prdaraahan anus 6. Monitor tekanan darah.
menurun 7. Monitor intake dan output
cairan.
3. Distensi
8. Monitor koagulasi darah.
abdomen
menurun
4. Hemoglobin
Terapeutik:
membaik
1. Istirahatkan daerah yang
5. Tekanan darah mengalami perdarahan.
membaik 2. Pertahankan akses IV line.
6. Nadi apikal 3. Berikan kompres dingin, jika
membaik perlu.

Edukasi:
1. Jelaskan tanda-tanda
perdarahan
2. Anjurkan melapor jika ada
perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktivitas

Kolaborasi:
1. Permberian cairan jika perlu.
2. Pemberian transfusi darah.
3. Pemberian obat pengontrol
perdarah.

9. Implementasi Keperawatan

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membatu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang di
harapkan. Ukuran implementasi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian
hari. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Budhiarta, D. M. F. (2017). Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan


Varises
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Kperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi
1.Jakarta: DPP PPNI.
Putri, A. N. (2016). Upaya Penanganan Pola Napas Tidak Efektif Pada Sirosis
Hepatitis Di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

Anda mungkin juga menyukai