Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Epistemologi, Aksiologi dan Ontologi Kebudayaan Islam

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Fahrurrozi, MA

DISUSUN OLEH:

Nama: Wiranto Muhamad Hidayat


NIM: 180301116
Kelas/ Semester: KPI D/ 4

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita memuji, meminta

pertolongan dan memohon ampunan kepada-Nya. Tiada ilah yang berhak

diibadahi dengan benar kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Nabi

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya.

Kami berharap makalah yang berjudul “Epistemologi, aksiologi, dan ontologi

kebudayaan Islam” ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi para

pembaca, dan kedepannya kami harap dapat memperbaiki makalah kami menjadi

lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih

banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami

menerima saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 24 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan dan Manfaat...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Pengertian Kebudayaan..........................................................................................3
B. Epistemologi, Aksiologi dan Ontologi Kebudayaan Islam.....................................4
1. Epistemologi kebudayaan Islam.........................................................................4
2. Aksiologi Kebudayaan Islam..............................................................................6
3. Ontologi Kebudayaan Islam...............................................................................7
BAB III PENUTUP...........................................................................................................9
A. Kesimpulan............................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman umat Islam terhadap ajarannya masih bersifat variatif. Ini terjadi

sejak kedatangan Islam pada abad ke-13 sampai saat ini. Kondisi semacam ini

bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi juga di negara-negara Muslim

lainnya. Kita tidak tahu persis apakah kondisi itu merupakan sesuatu yang alami

yang harus diterima sebagai suatu kenyataan untuk diambil hikmahnya, ataukah

memerlukan adanya standar umum yang perlu diterapkan dan diberlakukan

kepada berbagai paham keagamaan yang variatif itu. Dengan demikian, walaupun

keadaannya amat bervariasi, pemahaman tersebut tidak keluar dari ajaran yang

terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah.1

Berdasarkan ajaran agama Islam, tujuan hidup manusia bukan hanya mencari

keselamatan hidup di dunia saja, tetapi juga keselamatan hidup di akhirat. Konsep

sejarah peradaban Islam diartikan sebagai perkembangan atau kemajuan

kebudayaan Islam dalam perspektif sejarah.2 Oleh karena itu, pada kesempatan

kali ini penyusun akan sedikit membahas tentang kebudayaan Islam dalam

perspektif epistemologi, aksiologi dan ontologi.

B. Rumusan Masalah

1
Rosihun Anwar, Pengantar Studi Islam, [Bandung: Pustaka Setia, 2009], hlm. 66.
2
Ahmad Zodi, Sejarah Peradaban Islam, [Mataram: CV Sanabil, 2015], hlm. 9-10.

1
Untuk memahami lebih dalam materi mengenai epistemologi, aksiologi, dan

ontologi kebudayaan Islam, penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dan apa hubugannya dengan Islam?

2. Apa yang dimaksud dengan epistemologi, aksiologi, dan ontologi dan

kaitannya dengan kebudayaan Islam?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

Islam dan Budaya Lokal tahun akademik 2019/2020 dan menjawab pertanyaan

dari rumusan masalah di atas. Adapun manfaata dari penyusunan makalah ini

adalah untuk memberikan pemahaman kepada para pembaca mengenai materi

epistemologi, aksiologi, dan ontologi kebudayaan Islam dan hal-hal yang

berkaitan dengannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan

Dalam bahasa Indonesia, kata peradaban seringkali diberi arti yang sama

dengan kebudayaan. Akan tetapi, dalam bahasa Inggris terdapat perbedaan

pengertian antara kedua istilah tersebut, yakni istilah civilization untuk peradaban

dan culture untuk kebudayaan. Istilah kebudayaan (culture) pada dasarnya

diartikan sebagai cara mengerjakan tanah, memelihara tumbuh-tumbuhan, dan

diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. 3 Para sarjana sosiologi mengartikan

istilah culture lebih luas lagi. Tylor misalnya, mendefinisikan culture sebagai

berikut: “culture... is that complex whole which includes knowledge, belief, art,

moral, law, custom, and any capabiliies and habits acquired by man as a member

of society”.4 Definisi ini memberikan pemahaman bahwa kebudayaan dapat

dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri atas ide-ide atau gagasan, kelakuan

sosial dan benda-benda kebudayaan.5

Kebudayaan Islam menurut pendapat Sidi Gazalba adalah “cara

berfikir dan cara merasa taqwa yang menyatakan diri dalam seluruh segi

kehidupan sekumpulan manusia yang membentuk masyarakat”, atau dapat

disarikan sebagai “cara hidup taqwa”. Cara hidup taqwa yaitu menempuh

jalan syariat, menjalankan suruhan serta menghentikan larangan. Syariat

mengikatkan/ mempertalikan muslim kepada prinsip-prinsip tertentu yang

3
Ibid., hlm. 6-7.
4
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, [Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994], hlm. 113.
5
Ahmad Zodi, Sejarah Peradaban Islam.., hlm. 7.

3
digariskan oleh Al-Quran dan Sunnah/hadits (naqal). Karena itu akal

dalam kegiatnnya mengatur kehidupan merujuk kepada naqal, dengan kata

lain gerak atau kegiatan kebudayaan itu memang dari akal, tetapi asas

gerak itu atau prinsip yang dipegangi akal dalam kegiatannya adalah dari

naqal.6

Di Indonesia, agama pada kenyataannya merupakan eksistensi yang tidak

dapat dipisahkan dengan kecenderungan politik para pemeluk agama itu. Dengan

demikian, secara makro, eksistensi dakwah (Islam) selalu bersentuhan dengan

realitas sosial yang mengitarinya. Adapun secara historis, pergumulan dakwah

dengan realitas sosio-kultural pada umumnya menjumpai dua peluang. Pertama,

dakwah mampu memberikan pengaruh terhadap lingkungan, dalam pengertian,

memberikan arah, dorongan dan pedoman perubahan masyarakat sampai

terbentuknya realitas sosial baru yang sesuai dengan tujuan dakwah. Kedua

sebaliknya, eksistensi, corak, dan arah dakwah selalu dipengaruhi oleh perubahan

masyarakat.7 Oleh karena itu, umat Islam sebenarnya tidak membatasi diri

terhadap kebudayaan yang ada, selama kebudayaan itu sesuai dengan petunjuk

dari Al-Quran dan Hadits dan tidak menyelisihi apa yang ada di dalam sumber

ajaran Islam tersebut.

B. Epistemologi, Aksiologi dan Ontologi Kebudayaan Islam

Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai epistemologi, aksiologi dan

ontologi kebudayaan Islam:

6
Mustopa, “Kebudayaan Dalam Islam: Mencari Makna dan Hakekat Kebudayaan Islam”,
Tamaddun, [Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2017], hlm. 30.
7
Badri Khaeruman, Islam dan Pemberdayaan Umat, [Bandung: CV Pustaka Setia, 2004], hlm. 68.

4
1. Epistemologi kebudayaan Islam

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani dari kata “epistem” yang berari

pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Sedangkan “logos” yang juga berarti

pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas mengenai ilmu

pengetahuan yang meliputi berbagai ruang lingkup meliputi sumber-sumber,

watak dan kebenaran manusia. Pembahasan berikutnya mengenai pengetahuan

manusia, sebagai mana dijelaskan di awal bahwasanya masalah epistemologi

harus diletakkan dalam kerangka bangunan filsafat manusia. Hal ini lebih

mengarah kepada hakikat manusia yang terdiri dari beberapa unsur, di antaranya

adalah mengenai ilmu pengetahuan. Maka berbicara tentang hakikat manusia

dalam kerangka ini maka mau tidak mau harus berbicara tentang upaya manusia

memperoleh ilmu pengetahuan.8

Terkait dengan perkembangan kebudayaan Islam, jauh sebelum Islam

masuk, budaya-budaya lokal disekitar semenanjung Arab telah lebih dulu

berkembang, sehingga budaya Islam sendiri banyak beralkulturasi dengan budaya-

budaya lokal tersebut. Salah satu kebudayaan yang cukup berpengaruh terhadap

masyarakat Hijaz adalah kebudayaan Abissinia. Populasi rumpun Semit yang

menghuni pesisir daya Laut Merah masuk kesana secara bertahap dari arah Barat

daya Arab dan kebudayaan Persia turut mewarnai keadaan penduduk Hijaz dan

perkembangannya pada masa-masa berikutnya. Budaya ini mulai memasuki tanah

Arab pada abad kemunculan Islam. Sedikit demi sedikit orang-orang Arab

berasimilasi dengan milliu Persia. Orang Arab bercakap dengan menggunakan

8
Mahfud, “Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Pendidikan Islam”, Cendekia:
Jurnal Studi Keislaman, [Vol. 4, No. 1, Juni 2018], hlm. 88.

5
bahasa Persia, merayakan hari- hari besar bangsa Persia dan menikahi perempuan-

perempuan Persia.9

Setelah kurun Nabi, dengan perubahan sosial budaya, di negeri-negeri luar

Jazirah Arab, yang sosial-budayanya berbeda, sunnah yang merupakan pola laku

Nabi menjadi pola cita utama. Nabi memberikan teladan bagaimana mewujudkan

pola cita al-Quran dalam kehidupan yang riil. Dalam ruang dan waktu beliau.

Dengan mengasaskan unsurunsur kebudayaan Arab kepada prinsip-prinsip al-

Quran disamping menumbuhkan unsur-unsur baru, terbentuklah kebudayaan

Islam yang pertama. Selanjutnya setelah masa Rasul, kelompok-kelompok

Muslim mengijtihadkan pola cita (dengan tetap berpegang pada alQur’an dan

hadis), bagi negeri dan masanya masing-masing, yang bermakna membentuk

kebudayaannya masing-masing. Perubahan sosial budaya dan ijtihad yang

berbeda-beda, berdampak pada perbedaan kebudayaan, walaupun predikatnya

sama yaitu Islam. Pembentukan kebudayaan Islam dalam ruang dan waktu

tertentu, mengambil unsur-unsur kebudayaan yang telah ada ketika Islam datang,

menjadi bahan-bahan kebudayaan Islam dengan mengalihkan atau mengubah

unsur-unsur itu sesuai dengan pola cita Islam.10

2. Aksiologi Kebudayaan Islam

Aksiologi berasal dari istilah Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau

wajar. Sedangkan logos berari ilmu, akan tetapi aksiologi juga dapat disebut juga

dengan teori nilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan

tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia menggunakan

ilmu tersebut. Dalam hal ini yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan

9
Fitriyani, “Islam dan Kebudayaan”, Jurnal Al-Ulum, [Vol. 12, No. 1, Juni 2012], hlm. 136-137.
10
Ibid., hlm. 137.

6
manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Jadi, aksiologi di sini adalah

menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.11 Persoalan tentang tujuan ilmu dalam

kajian filosofis merupakan lahan aksiologi. Aksiologi sebagai cabang filsafat yang

membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah.12

Hasil buah pikir dan pengolahannya adalah dimaksudkan untuk

meningkatkan kesejahteraan dan membahagiakan umat manusia. Sebab

Islam diturunkan dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam

diutus adalah untuk membawa rahmat bagi semesta alam. Di samping itu,

manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi dengan dibebani tugas

untuk menjaga keindahan ciptaan Allah ini. Karena itulah produk budaya

yang membawa kepada malapetaka dan kehancuran, jelas tidak termasuk

kebudayaan yang bercirikan Islam.13

3. Ontologi Kebudayaan Islam

Secara etimologi kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, dalam konteks

ini dapat kita pahami bahwa ontologi berasal dari kata ontos dan logos. Ontos

memiliki makna suatu wujud sedangkan makna logos berarti ilmu. Sedangkan

secara terminologi ontologi adalah “cabang ilmu filsafat yang berhubungan

dengan hakikat hidup.”14

Ontologi adalah penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang

mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang

11
Mahfud, “Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Pendidikan Islam”..., hlm. 93.
12
Rahmat, “Pendidikan Islam Sebagai Ilmu: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi”, Sulesana, [Vol.
6, No. 2, 2011], hlm. 142.
13
Mustopa, “Kebudayaan Dalam Islam”..., hlm. 32-33.
14
Mahfud, “Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Pendidikan Islam”..., hlm. 84.

7
disebut dengan ilmu pengetahuan itu). Jadi, dalam ontologi yang dipermasalahkan

adalah akar-akarnya hingga sampai menjadi ilmu.15

Dalam Islam sendiri dikenal zona-zona kebudayaan, dan masing-

masing zona mempunyai ciri sendiri-sendiri. Di antaranya Afrika Utara,

Afrika Tengah, Timur Tengah, Turki, Iran, India, Timur Jauh, dan zona

Asia Tenggara misalnya, kita memiliki kebudayaan Islam Aceh, Jawa,

Malaysia, Filipina, dan sebagainya.16

Namun hal yang disepakati oleh para ahli terkait kebudayaan Islam

(Muslim) yaitu bahwa berkembangnya kebudayaan menurut Islam

bukanlah value free (bebas nilai), tetapi justru value bound (terikat nilai).

Keterikatan terhadap nilai tersebut bukan hanya terbatas pada wilayah nilai

insani, tetapi menembus pada nilai Ilahi sebagai pusat nilai, yakni

keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan iman mewarnai semua

aspek kehidupan atau memengaruhi nilai-nilai Islam.17

15
Rahmat, “Pendidikan Islam Sebagai Ilmu”..., hlm. 138.
16
Fitriyani, “Islam dan Kebudayaan”..., hlm. 138.
17
Ibid., hlm. 138.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan, yaitu

pertama, agama Islam bersumberkan wahyu dan memiliki norma-norma sendiri.

Karena bersifat normatif, maka cenderung menjadi permanen. Sedangkan budaya

adalah buatan manusia. Oleh sebab itu ia berkembang sesuai dengan

perkembangan zaman dan cenderung untuk selalu berubah. Sehingga budaya

Islam adalah budaya yang berdasar pada nilai-nilai Islam yaitu Al-Quran dan

Hadits. Kedua, dalam perkembangannya, Kebudayaan Islam banyak dipengaruhi

oleh kebudayaan lokal disekitar semenanjung Arab yang telah lebih dulu

berkembang, sehingga budaya Islam sendiri banyak beralkulturasi dengan budaya-

budaya lokal tersebut. Namun perkembangan kebudayaan menurut Islam

bukanlah value free (bebas nilai), tetapi justru value bound (terikat nilai).

B. Saran

Patut kiranya untuk diketahui oleh kaum Muslim di mana saja mereka berada

bahwa agama Islam yang sebenarnya ialah apa yang dibawa oleh Rasulullah dan

para sahabatnya. Karena, mereka adalah orang yang pertama kali menyaksikan

berbagai peristiwa pada awal turunnya syari’at Islam. Oleh karena itu, dalam

kehidupan saat ini, terutama dalam hal kebudayaan kita harus bijak dalam

menyikapinya. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak melenceng dari jalan agama

Islam yang telah ditentukan sebelumnya. Wallahu a’lam.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihun, Pengantar Studi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Fitriyani, “Islam dan Kebudayaan”, Jurnal Al-Ulum, [Vol. 12, No. 1, Juni 2012].

Khaeruman, Badri, Islam dan Pemberdayaan Umat, Bandung: CV Pustaka Setia,


2004.

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.


Mahfud, “Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Pendidikan Islam”,
Cendekia: Jurnal Studi Keislaman, [Vol. 4, No. 1, Juni 2018].

Mustopa, “Kebudayaan Dalam Islam: Mencari Makna dan Hakekat Kebudayaan


Islam”, Tamaddun, [Vol. 5, No. 2, Juli-Desember 2017].

Rahmat, “Pendidikan Islam Sebagai Ilmu: Ontologi, Epistemologi dan


Aksiologi”, Sulesana, [Vol. 6, No. 2, 2011].

Zodi, Ahmad, Sejarah Peradaban Islam, Mataram: CV Sanabil, 2015.

10

Anda mungkin juga menyukai