Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

RUANG CEMPAKA RS DRAJAT PRAWIRANEGARA

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun Oleh:

BELLA ANDRIYANI

1016031023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG BANTEN
2019
Chronic Kidney Disease (CKD)

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011).

B. Klasifikasi

Gagal ginjal kronik menurut Muttaqin (2011) selalu berkaitan dengan


penurunan progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan
pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut :
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari
normal.

2. Insufisinensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin
banyak nefron yang mati.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Sedangkan dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu
Penyakit Dalam (2008), gagal ginjal kronik diklasifikasikan menjadi 5
stadium berdasarkan kemapuan GFR pada ginjal :
Tabel 2.1 : Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Category Terms GFR
1 Normal or high >90

2 Mildy decreased 60 – 89

3a Mildy to moderately decreased 45 – 59

3b Moderately to severely decreased 30 – 44

4 Severely decreased 15 – 29

5 Kidney failure < 15


Sumber : Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu Penyakit Dalam
(2008)

C. Etiologi

Menurut Muttaqin (2011), banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan


terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi, apapun sebabnya, respons yang
terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal dan
diluar ginjal :
1. Penyakit dari ginjal

1) Kista di ginjal: polcystis kidney

2) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis

3) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis

4) Batu ginjal: nefrolitiasis

5) Trauma langsung pada ginjal

6) Keganasan pada ginjal

7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.

2. Penyakit umum di luar ginjal

1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia
3) SLE

4) Infeksi: TBC, paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeklampsia

6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)


7) Obat-obatan

D. Patofisiologi

Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai
fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal
kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa menigkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin
banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas
yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya
mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabdorpsi protein. Pada
saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut
dan aliran darah ginjal akan berkurang yang menyebabkan penurunan fungsi
renal (Muttaqin, 2011).
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolism protein tertimbun
dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi
seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka
gejala semaklin berat. Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus
dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urin tamping 24 jam yang
menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin
serum (Nursalam, 2009).
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitive dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi seacra konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid (Smeltzer,
2008).
Menurut Muttaqin (2011), terdapat beberapa respons gangguan pada GGK :

1. Ketidakseimbangan cairan

Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu


memekatkan urin (hipothenuria) dan kehilangan airan yang berlebihan
(polioria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan
penuruna jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron.
Hal terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan
kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama.
Terjadi osmotic diuretic, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak
mampu menyaring urin (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi
kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka
akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidakseimbangan natrium

Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius di mana


ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq setiap hari atau dapat
meningkat sampai 200 mEq per hari. Variasi kehilangan natrium
berhubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi
kerusakan nefron, maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron
menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan
dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan
gastrointestinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk
hiponatremia dan dehidrasi. Pada GGK yang berat keseimbangan natrium
dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel pada nilai
natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila
GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka eksresi natrium kurang dari
25 mEq/hari, maksimal eksresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini
natrium dalam diet dibatasi yaitu sekitar 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan kalium

Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka


hyperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium
berhubungan dengan sekresi aldosterone. Selama urin output
dipertahankan, kadar kalium biadanya terpelihara. Hyperkalemia terjadi
karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan,
hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hyperkalemia juga merupakan
karakteristik dari tahap uremia.
Hypokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit
tubuler ginjal, dan penyakit nefron ginjal, di mana kondisi ini akan
menyebabkan ekskresi kalium meningkat. Jika hypokalemia persisten,
kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat; HCO3
menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidakseimbangan asam basa

Asidosis metabolic terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan


ion hydrogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler
mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada umumnya
penurunan ekskresi H+ sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang
secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh dan tidak
difiltrasi secara efektif, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi.
Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan.
Sebagian kelebihan hydrogen dibuffer oleh mineral tulang.
Akibatnya asidosis metabolic memungkinkan terjadinya osteodistrofi.

5. Ketidakseimbangan magnesium

Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara
progresif dalam ekskresi urin sehingga menyebabkan akumulasi.
Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada
hipermagnesiema dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfor
Secara noirmal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone
yang menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, mobilisasi kalsium dari
tulang, dan depresi reabsorpsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal
menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi
sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolism vitamin D
terganggu dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama
dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7. Anemia

Penurunan Hb disebabkan oleh hal-


hal berikut : a. Keruskan produksi
eritropoetin
b. Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma

c. Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi


gastrointestinal, dialysis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium.
d. Intake nutrisi tidak adekuat

e. Defisiensi folat

f. Defisiensi iron/zat besi

Peningkatan hormone paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteoitis


fibrosis, menyebabkan produksi sel darah di sumsum menurun

8. Ureum kreatinin

Urea yang merupakan hasil metabolic protein meningkat (terakumulsai) .


kadar BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal sebab
peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan
intake protein. Penilaian kreatinin serum adalah indicator yang lebih pada
gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang
diproduksi tubuh.
E. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer (2008) manifestasi klinis gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut:

1. Sistem pernapasan (B1/ Breathing)

1) Krekels

2) Sputum kental dan liat

3) Napas dangkal

4) Pernapasan kusmaul

2. Sistem Kardiovaskuler (B2/ Blood)

1) Hipertensi

2) Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)

3) Edema periorbital

4) Friction rub perikardial

5) Pembesaran vena leher

3. Sistem neurologi (B3/Brain)

1) Kelemahan dan keletihan

2) Konfusi

3) Disorientasi

4) Kejang

5) Kelemahan pada tungkai

6) Rasa panas pada telapak kaki

7) Perubahan perilaku

4. Sistem Perkemihan

Ditemukan oliguria sampai anuria.


5. Sistem pencernaan

1) Napas berbau amonia

2) Ulserasi dan perdarahan pada mulut

3) Anoreksia, mual dan muntah

4) Konstipasi dan diare

5) Perdarahan dari saluran GI

6. Sistem integument (B6 /Integumen)

1) Warna kulit abu-abu, mengkilat

2) Kulit kering, bersisik

3) Pruritus

4) Ekimosis

5) Kuku tipis dan rapuh

6) Rambut tipis dan kasar

7. Sistem muskuloskeletal (B6 /Bone)

1) Kram otot

2) Kekuatan otot hilang

3) Fraktur tulang

4) Foot drop

8. Sistem resproduksi

1) Amenore

2) Atrofi testikuler

F. Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal kronis yang perlu menjadi perhatian perawat dan
memerlukan pendekatan kolaboratif untuk perawatan meliputi :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, metabolisme asidosis,
katabolisme, dan asupan yang berlebihan (diet, obat-obatan, cairan).
2. Perikarditis pada PD, efusi perikardial, dan tamponade perikardial
karena retensi produk limbah uremic dan dialisis tidak memadai.
3. Hipertensi akibat retensi natrium dan air dan kerusakan sistem
renin-angiotensinaldosteron system.
4. Anemia akibat penurunan produksi erythropoietin, penurunan RBC
umur, perdarahan di saluran pencernaan dari racun menjengkelkan dan
pembentukan ulkus, dan kehilangan darah selama hemodialysis.
5. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular karena retensi
fosfor, kalsium serum rendah tingkat, metabolisme vitamin D abnormal,
dan tinggi tingkat aluminium

G. Pemeriksaan Penunjang

Dalam Mutaqin (2011) disebutkan ada pengkajian diagnostik pada pasien


dengan GGK yaitu :
1. Laboratorium

a. Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah
retikulosit yang rendah.
b. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 30 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah protein,
dan tes klirens kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

d. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama


dengan menurunnya diuresis.
e. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D pada GGK.
f. Phosphate alkalin meninggi akibat gangguan metabolisme tulang ,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
h. Peningkatan gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
i. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peningkatan hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
j. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph
yang menurun, BE yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.
2. Radiologi

a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu misalnya usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.

c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal , anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG untuk melihat kemungkinan : hipertrofi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

H. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan


homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal
tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis. Obstruksi) diidentifikasi
dan ditangani (Smeltzer, 2008).
1. Terapi Pengganti Ginjal (TPG)/ Replacement Renal Teraphy (RRT)

a. Dialysis

Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan


cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanankan proses tersebut (Smeltzer, 2008). Menurut Muttaqin
(2008) dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yand serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis
memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan
perdarahan; dan membantu penyembuhan luka. Menurut Pedoman
Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu Penyakit Dalam (2008) bahwa
dialysis dapat diberikan pada pasien gagal ginjal dengan stadium 5 yaitu
GFR < 15 dan jika ada uremia.
Pemberian dialysis juga diklasifikasikan oleh Smeltzer (2008) menurut
waktu pemberiannya yaitu dialysis akut dan dialysis kronik.
1) Dialysis akut

Dialysis akut diperlukan bila kadar kalium yang tinggi atau yang
meningkat (kalium serum > 6 mEq/L), klebihan muatan cairan atau
edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang meningkat,
perikarditis atau konfusi berat. Tindakan ini juga digunakan untuk
menghilangkan obat-obat tertentu atau toksin lain (keracunan atau
dosis obat yang berlebihan).

2) Dialysis Kronik

Sedangkan dialysis kronik dibutuhkan pada GGK (penyakit ginjal


stadium terminal) dalam keadaan sebagai berikut : terjadinya tanda-
tanda dan gejala uremia (ureum darah > 200 mg/L) yang mengenai
seluruh sistem tubuh (mual, serta muntah, anoreksia berat, peningkatan
letargi, konfusi mental), kadar kalium serum meningkat (> 6 mEq/L),
muatan cairan berlebih yang tidak responsif terhadap terapi diuretik
serta pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan yang umum.
Disamping itu terdengarnya pericardial friction rub mealalui
auskultasi merupakan indikasi yang mendesak untuk dilakukan
dialisis.
Berdasarkan metode, dialisis dibagi menjadi 2 yaitu (smeltzer, 2008) :

1) Hemodialysis (HD)

Hemodialisis adalah sebuah terapi yang menghilangkan sampah dan


cairan berlebih dari darah. Selama hemodialisis, darah dipompa
melalui selang lembut ke mesin dialisis yang akan menuju fliter
khusus yang disebut dialyzer (juga disebut ginjal buatan). Saat darah
difiltrasi, darah akan dikembalikan ke aliran darah. Untuk dapat
disambungkan dengan mesin dialisis, pasien harus mempunyai akses
atau pintu masuk ke aliran darah. Terapi ini biasanya dilakukan 3 kali
seminggu. Tiap terapi berlangsung selama 3-5 jam. Hemiodialisis
dapat dilakukan di rumah atau di pusat HD. Pusat HD berlokasi di
dalam rumah sakir atau layanan kesehatan. Syarat melakukan HD di
rumah antara lain pasien harus memiliki cukup ruangan untuk
peralatan dan cukup air dan listrik untuk mengoperasikan mesin
dialisis dan mesin purifikasi. Pasien juga membutuhkan pendamping
saat dialisis.
2) Peritoneal Dialisis (PD)

Dalam Updates Clinical Practice Guidelines for Hemodialysis


Adequacy (2006) pada peritoneal dialisis (PD), darah dibersihkan di
daam tubuh bukan di luar tubuh pasien. Peritoneum bekerja sebagai
filter alami. Cairan pembersih yang disebut dialisat, dialirkan ke dalam
abdomen melalui selang lembut yang dinamakan kateter PD. Kateter
dipasang melalui pembedahan minor. Sampah dan kelebihan cairan
keluar dari darah ke dalam cairan dialisar. Setelah bebera jam, pasien
mengalirkan cairan dialisat yang sudah digunakan dari abdomen dan
mengisi ulang dengan cairan pembersih yang baru untuk memulai
proses kembali. Mengeluarkan cairan yang telah digunakan dan
mengisi cairan baru membutuhkan waktu setengah jam dan hal ini
disebut “exchange”. Peritoneal dialisis dapat dilakukan di rumah, saat
bekerja, di sekolah atau selama perjalanan. Peritoneal dialisis
merupakan terapi rumahan. Banyak pasien yang memilih terapi ini
merasa diberi fleksibilitas.
b. Transplantasi Ginjal
Dijelaskan dalam Smeltzer (2008) bahwa transplantasi ginjal telah
menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan penyakit renal
tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai
alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk
memperbaiki perasaan sejahtera dan harapan hidup untuk hidup secara
normal. Selain itu, biaya transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan
dialisis adalah sepertiganya. Transplantasi ginjal melibatkan
menanamkan ginjal dari donor hidup yang sesuai dan cocok bagi
pasien (mereka dengan antigen ABO dan HLA yang cocok) akan lebih
baik daripada transplan yang berasal dari donor kadaver. Nefrektomi
terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi. Ginjal
transplan diletakkan di fosa iliaka anterior sampai krista iliaka pasien.
Ureter dari ginjal transplan ditanamkan ke kandung kemih atau
dianastomosikan ke ureter resipien.

I. Pengkajian Fokus Keperawatan

Pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan GGK dalam Muttaqin
(2011) meliputi :
a. Keluhan utama

Keluhan utama yang didapat bisanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas berbau ureum dan gatal pada kulit.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau
amonia, da perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan apa.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit GGA, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, BPH, dan prostatekstomi. Kaji adanya
riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit DM, penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan.

d. Psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawwatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
e. Pemeriksaan Fisik

1) B1 (Breathing)

Klien bernapas dengan bau urine (fetor amonia) sering didapatkan pada
fase ini. Respon uremia didapatkan adanya adanya pernapasan
Kusmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbondioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)

Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan


menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT >3detik, palpitasi, nyeri dada atau angina
dan sesak nafas , gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi
perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemia dan
gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada sistem hematologi
sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eroteopoetin, lesi GI uremik, penurunan usia sel
darah merah dan kehilangan darah biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
3) B3 (Brain)

Didapatkan penuruunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti


proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
aadanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg
syndrome, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)

Penurunan urine output <400ml/hr sampai anuria, terjadi penurunan


libido berat.
5) B5 (Bowel)

Didapatkan adnya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
bau mulut amonia, peradangan mukoa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)

Didapatkan adnaya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malm hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,
pruritus, demam(sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit , jaringan lunak dan
keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari
hipertensi.

J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).
K. Rencana Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan


O
1. Kelebihan volume cairan Tujuan: 4130 Fluid Management :
b.d penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Kaji status cairan ; timbang berat
dan retensi cairan dan selama 3x24 jam volume cairan badan,keseimbangan masukan dan haluaran,
natrium. seimbang. turgor kulit dan adanya edema
Kriteria Hasil: 2. Batasi masukan cairan
NOC : Fluid Balance 3. Identifikasi sumber potensial cairan
 Terbebas dari edema, efusi, 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
anasarka pembatasan cairan
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
dipsnea 2100
 Memilihara tekanan vena sentral, Hemodialysis therapy
tekanan kapiler paru, output 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
jantung dan vital sign normal. (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium,
tingkat phospor) sebelum perawatan untuk
mengevaluasi respon thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh
klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk
mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara
pengobatan
2 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3350 Respiratory Monitoring
berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
hiperventilasi paru Kriteria Hasil: respirasi
NOC : Respiratory Status 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
 Peningkatan ventilasi dan
supraclavicular dan intercostal
oksigenasi yang adekuat
3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
 Bebas dari tanda tanda distress
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes
pernafasan
4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
 Suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu 3320 adanya ventilasi dan suara tambahan
mengeluarkan sputum, mampu Oxygen Therapy
bernafas dengan mudah, tidak ada 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
pursed lips) 2. Ajarkan pasien nafas dalam
 Tanda tanda vital dalam rentang 3. Atur posisi senyaman mungkin
normal 4. Batasi untuk beraktivitas
5. Kolaborasi pemberian oksigen
3 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1100 Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
anoreksia mual muntah. adekuat. 2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan
Kriteria Hasil: perubahan status nutrisi.
NOC : Nutritional Status 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
 Nafsu makan meningkat hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi
 Tidak terjadi penurunan BB dan untuk perencanaan treatment selanjutnya.

 Masukan nutrisi adekuat 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.

 Menghabiskan porsi makan 5. Berikan makanan sedikit tapi sering


6. Berikan perawatan mulut sering
 Hasil lab normal (albumin, kalium)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet
sesuai terapi
3 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 4066 Circulatory Care
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi
penurunan suplai O2 dan adekuat. sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: refil, temperatur ekstremitas).
NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
 Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
 Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah

 Akral hangat untuk memperbaiki sirkulasi.

 TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
 Tidak ada edema
7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Loho, Iredem K. A., Rambert,Glady I.,Wowor, Mater F. 2016. Gambaran Kadar


Ureum Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 non Dialisis. Jurnal
e-Biomedik (eBm) Volume 4 Nomor 2. http://ejournal.unsrat.ac.id

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai


Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html
diakses pada tanggal 9 Juli 2019

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. 1999

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing


Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.

Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.


2008.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.


Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai