Disusun Oleh:
BELLA ANDRIYANI
1016031023
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011).
B. Klasifikasi
2. Insufisinensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin
banyak nefron yang mati.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
Sedangkan dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu
Penyakit Dalam (2008), gagal ginjal kronik diklasifikasikan menjadi 5
stadium berdasarkan kemapuan GFR pada ginjal :
Tabel 2.1 : Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Category Terms GFR
1 Normal or high >90
2 Mildy decreased 60 – 89
4 Severely decreased 15 – 29
C. Etiologi
2) Dyslipidemia
3) SLE
5) Preeklampsia
D. Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai
fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal
kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih
fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa menigkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin
banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas
yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya
mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabdorpsi protein. Pada
saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut
dan aliran darah ginjal akan berkurang yang menyebabkan penurunan fungsi
renal (Muttaqin, 2011).
Fungsi renal menurun karena produk akhir metabolism protein tertimbun
dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan memengaruhi
seluruh system tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka
gejala semaklin berat. Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus
dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urin tamping 24 jam yang
menunjukkan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin
serum (Nursalam, 2009).
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitive dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi seacra konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid (Smeltzer,
2008).
Menurut Muttaqin (2011), terdapat beberapa respons gangguan pada GGK :
1. Ketidakseimbangan cairan
5. Ketidakseimbangan magnesium
Magnesium pada tahap awal GGK adalah normal, tetapi menurun secara
progresif dalam ekskresi urin sehingga menyebabkan akumulasi.
Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada
hipermagnesiema dapat mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfor
Secara noirmal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone
yang menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, mobilisasi kalsium dari
tulang, dan depresi reabsorpsi tubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal
menurun 20-25% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi
sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolism vitamin D
terganggu dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama
dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7. Anemia
e. Defisiensi folat
8. Ureum kreatinin
Menurut Smeltzer (2008) manifestasi klinis gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut:
1) Krekels
3) Napas dangkal
4) Pernapasan kusmaul
1) Hipertensi
3) Edema periorbital
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
7) Perubahan perilaku
4. Sistem Perkemihan
3) Pruritus
4) Ekimosis
1) Kram otot
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
8. Sistem resproduksi
1) Amenore
2) Atrofi testikuler
F. Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal kronis yang perlu menjadi perhatian perawat dan
memerlukan pendekatan kolaboratif untuk perawatan meliputi :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, metabolisme asidosis,
katabolisme, dan asupan yang berlebihan (diet, obat-obatan, cairan).
2. Perikarditis pada PD, efusi perikardial, dan tamponade perikardial
karena retensi produk limbah uremic dan dialisis tidak memadai.
3. Hipertensi akibat retensi natrium dan air dan kerusakan sistem
renin-angiotensinaldosteron system.
4. Anemia akibat penurunan produksi erythropoietin, penurunan RBC
umur, perdarahan di saluran pencernaan dari racun menjengkelkan dan
pembentukan ulkus, dan kehilangan darah selama hemodialysis.
5. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular karena retensi
fosfor, kalsium serum rendah tingkat, metabolisme vitamin D abnormal,
dan tinggi tingkat aluminium
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah
retikulosit yang rendah.
b. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 30 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah protein,
dan tes klirens kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk
keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu misalnya usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal , anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG untuk melihat kemungkinan : hipertrofi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
H. Penatalaksanaan Medis
a. Dialysis
Dialysis akut diperlukan bila kadar kalium yang tinggi atau yang
meningkat (kalium serum > 6 mEq/L), klebihan muatan cairan atau
edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang meningkat,
perikarditis atau konfusi berat. Tindakan ini juga digunakan untuk
menghilangkan obat-obat tertentu atau toksin lain (keracunan atau
dosis obat yang berlebihan).
2) Dialysis Kronik
1) Hemodialysis (HD)
Pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan GGK dalam Muttaqin
(2011) meliputi :
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat bisanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas berbau ureum dan gatal pada kulit.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau
amonia, da perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien
meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat
pengobatan apa.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit GGA, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, BPH, dan prostatekstomi. Kaji adanya
riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit DM, penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan.
d. Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawwatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
e. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fetor amonia) sering didapatkan pada
fase ini. Respon uremia didapatkan adanya adanya pernapasan
Kusmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbondioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Didapatkan adnya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari
bau mulut amonia, peradangan mukoa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adnaya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malm hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi,
pruritus, demam(sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit , jaringan lunak dan
keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari
hipertensi.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak
seimbangan elektrolit).
K. Rencana Asuhan Keperawatan
TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
6. Evaluasi nadi, oedema
Tidak ada edema
7. Berikan therapi antikoagulan.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006