Anda di halaman 1dari 12

MODEL – MODEL PEMBELAJARAN

MODEL PERKEMBANGAN MORAL


Dosen Pengampu : Dr. Christina Ismaniati, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 7 :


Muhammad Ali Darmawan 20105241004
Mahkirta Dwi Arymeita 20105241032
Nathan Al Fattah Zen 20105244035
Ni’matul Fadilah 20105241050
Azizah Nina Amalia 20105241010

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I

1
BAB II

A. Landasan Teori
1. Teori Moral Kognitif
Teori perkembangan moral (moral development), pada awalnya
dikemukakan oleh Pieget (1932) dalam bukunya, The Moral Judgement of a
Child yang menjelaskan perkembangan moral dan keputusan anak.
Perkembangan kognitif Pieget merupakan salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan pada objek dan kejadian
yang ada di sekitar lingkungannya.
Salah satu teori perkembagan moral yang banyak digunakan dalam
penelitian etika adalah model Kohlberg. Pada tahun 1969, Kohlberg meneliti
bagaimana cara berpikir anak-anak berdasarkan pada pengalaman yang
meliputi pemahaman konsep moral, seperti justice, rights, equality, dan human
welfare. Penelitian ini memfokuskan pada pengembangan moral kognitif anak
muda (young males). Konsep kunci atau utama dalam memahami
perkembangan moral adalah proses internalisasi yaitu perubahan yang terjadi
dalam perkembangan di mana awalnya perilaku itu dikendalikan oleh
kekuatan di luar diri individu menjadi dikendalikan oleh standar dan prinsip-
prinsip internal.
Dalam perkembangannya menurut Kohlberg (1969) mengungkapkan
bahwa untuk mengukur tinggi rendanya moral sesorang adalah perkembangan
penalaran moralnya. Berdasarkan pada penalaran tentang dilema moral,
Kohlberg percaya bahwa tingkat perkembangan moral memiliki tiga tingkatan,
dimana setiap tingkatannya ditandai oleh dua tahap. Penalaran yang diberikan
pada individu di setiap tahapan perkembangan moral akan berpengaruh
dengan adanya pengetahuan yang dimiliki. Kohlberg (1969) juga
mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon dari tindakan-tindakan tersebut
ke dalam tiga tahap yang berbeda.
Tahapan yang paling rendah (pre-conventional), individu akan
melakukan suatu tindakan karena takut kepada hukum/peraturan yang telah
ditetapkan. Pada level moral suatu individu akan memandang kepentingan

2
pribadinya sebagai hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan. Pada
tahap kedua (conventional), individu akan melakukan tindakannya
berdasarkan persetujuan teman-teman dan keluarga serta pada norma-norma
yang ada dalam masyarakat. Pada tahap tertinggi (post-conventional), individu
akan melakukan tindakannya berdasar dengan memperhatikan kepentingan
orang lain dan tindakannya berdasarkan pada hukum-hukum yang universal.
B. Konsep Model Pembelajaran Perkembangan Kognitif Moral
Model merupakan “a way of thinking about the processes of caring, judging,
and acting in an educational setting” (Hersh, 1980: 7). Model mengandung teori
atau sudut pandang, cara berpikir tentang suatu proses dari perhatian,
pertimbangan dan tindakan dalam tatanan pendidikan. Model akan membantu
dalam memahami dan menerapkan suatu teori dalam suasana pendidikan,
termasuk di dalamnya pendidikan moral. Model pembelajaran berbasis
perkembangan kognitif moral adalah model pembelajaran yang merujuk pada
proses “judging” (pertimbangan, penalaran, kognitif). Model yang berlandaskan
pada proses “judging” dikenal dengan nama model pertimbangan moral (moral
jugement model). Model pembelajaran perkembangan kognitif oral adalah model
yang berupaya mengembangkan penalaran dan pertimbangan moral melalui
tingkatan dan tahapan moral (moral stage). Basis utama dari model pembelajaran
perkembangan kognitif moral adalah kemampuan penalaran (kognitif) terhadap
berbagai isu-isu moral.
Model pembelajaran perkembangan kognitif moral adalah salah satu dari
beberapa model pembelajaran karakter moral warga negara (civics virtue). Model
pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan kognitif ini didasari oleh
asumsi-asumsi yang menjadi tiang pancang pelaksanaan kegiatannya dalam
pembelajaran,yaitu:
1. Pendidikan moral (moral kewarganegaraan, etika hidup bernegara, karakter
bernegara) adalah juga pendidikan intelektual yang didasarkan pada stimulasi
berpikir aktif dari peserta didik terhadap isu-isu dan keputusan moral,
termasuk kaitannya dengan moral bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Perkembangan adalah upaya mengembangkan penalaran dan pertimbangan
moral melalui tingkatan dan tahapan moral (moral stage), yang terdiri dari:

3
a. Tingkat premoral (prekonvensional); perilaku yang didorong oleh impuls-
impuls biologis dan sosial dengan hasil moral, dengan orientasi kepada
kepatuhan dan hukuman.
b. Tingkat konvensional; perilaku yang menerima dengan sedikit kritis
terhadap standar kelompok
c. Tingkat postkonvensional (autonomous); tindakan dibimbing oleh
penilaian dan penalaran individual. 3. Setiap orang harus bergerak
melampaui setiap tahapan secara runtut, tidak dapat melangkahi tahap di
atasnya.
4. Proses pertimbangan moral dapat dipelajari.
5. Standar moralitas didasarkan pada konsep filosofis universal dari
“keadilan”
6. Demokrasi membutuhkan warganegara yang memiliki penilaian moral
yang baik dan keterampilan moral yang berkembang dengan baik pula.
7. Penilaian moral merupakan pemecahan dari konflik-konflik di antara nilai-
nilai (moral dilema); sebagai hasil suatu pertimbangan moral, di mana nilai
ditempatkan secara rasional sebagai prioritas.
8. Penilaian moral dibuat dari hal-hal keseharian dan merujuk langsung
perilaku kita.
Setiap model pembelajaran moral, termasuk model pembelajaran berbasis
perkembangan kognitif moral tentu memiliki tujuan. Pelaksanaan kegiatan
pembelajaran berdasarkan strategi model perkembangan kognitif moral berupaya
untuk mencapai suatu tujuan. Adapun tujuan dari model pembelajaran
perkembangan kognitif moral adalah membantu peserta didik secara bertahap
(dari satu tahap pada suatu waktu) berkembang hierarki moralnya, dan berarti
mengembangkan penalaran moral untuk menghasilkan moral yang “lebih baik”
dan warga negara yang juga lebih baik.

2. Sintakmatik Model Pengembangan Moral


Tahap-tahap perkembangan moral terdiri dari 3 tingkat, yang masing-masing
tingkat terdapat 2 tahap, yaitu:
I. Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-Konvensional) yaitu perilaku
anak tunduk pada kendali eksternal:

4
 Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman maksudnya
anak melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah (reward) dan
tidak mendapat hukuman (punishment)
 Tahap 2: Relativistik Hedonism maksudnya anak tidak lagi
secara mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka mulai
menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative, dan anak
lebih berorientasi pada prinsip kesenangan. Menurut Mussen,
dkk. Orientasi moral anak masih bersifat individualistis,
egosentris dan konkrit
II. Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional) adalah fokusnya
terletak pada kebutuhan social (konformitas). Ada proses internalisasi,
hanya masih sebagian atau sedang. Penilaian individu sebagian
didasarkan oleh standar pribadi (internal) tapi ada juga yang
berdasarkan standar orang lain (orangtua)
 Tahap 3: Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas
atau orientasi mengenai anak yang baik maksudnya anak
memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain.
 Tahap 4: Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial atau
mempertahankan norma2 sosial dan otoritas maksunya anak
menyadari kewajiban untuk melaksanakan norma-norma yang
ada dan mempertahankan pentingnya keberadaan norma,
artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial
harus menerima peraturan yang telah disepakati bersama dan
melaksanakannya.
III. Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional)
Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional)
adalah individu mendasarkan penilaian moral pada prinsip yang benar
secara inheren. Proses internalisasi sudah terjadi secara utuh dan
penilaian moral tidak lagi menggunakan standar orang lain. Mengenali
adanya alternatif dalam memberikan penilaian, mengeksplorasi setiap
alternatif dan akhirnya memutuskan mana yang paling pas sesuai
dengan nilai pribadi yang diyakininya.

5
 Tahap 5: Orienasi kontrak sosial atau Orientasi pada perjanjian
antara individu dengan lingkungan sosialnya maksudnya pada
tahap ini ada hubungan timbal balik antara individu dengan
lingk sosialnya, artinya bila seseorang melaksanakan kewajiban
yang sesuai dengan tuntutan norma social, maka ia berharap
akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat.
 Tahap 6: Prinsip Universal maksudnya pada tahap ini ada
norma etik dan norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya:
dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada
unsur2 subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan/perilaku
itu baik/tidak baik; bermoral/tidak bermoral. Disini dibutuhkan
unsur etik/norma etik yang sifatnya universal sbg sumber utk
menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan moralitas

Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model pembelajaran moral ini mengedepankan kemampuan siswa
dalam melakukan moral reasoning, maka dari itu siswa didorong untuk menjunjung tinggi si
kap keadilan dan kesetaraan. Didalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa, guru berper
an sebagai model moral yang harus memberikan contoh-contoh bermoral positif dan menana
mkan perlakuan-perlakuan moral baik kepada diri siswa. Guru juga berperan sebagai fasilitat
or yang harus bisa menciptakan lingkungan belajar yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral s
eperti rasa hormat, berpikir kritis, dan pengendalian diri. Tidak hanya guru, sekolah juga haru
s bisa menciptakan budaya moral positif agar tujuan dari perkembangan moral dapat dicapai
dalam segala dimensi sekolah.

Prinsip Reaksi
Di dalam model pembelajaran moral reaksi guru terhadap berbagai hal yang dilakukan siswa
disesuaikan dengan penilaian guru tersebut terhadap moralitas perilaku siswa tersebut, jika sis
wa melakukan berbagai macam hal yang menjunjung tinggi perilaku bermoral positif, guru h
arus memberikan apresiasi terhadap siswa yang melakukan hal bermoral baik tersebut. Sebali
knya, jika siswa melakukan sesuatu hal yang dinilai bermoral negatif, guru harus memberikan
hukuman yang sepadan dan memberitahu siswa tersebut mengenai perilaku bermoral negatif
yang harus dihindari dan perilaku bermoral positif yang harus dilakukan.

6
Sistem Pendukung
Agar kegiatan pembelajaran berjalan efektif dan efisien maka diperlukan sistem yang
mendukung. Sistem pendukung dari model pembelajaran pengembangan moral adalah
sarana, bahan, dan alat untuk mendukung model pembelajaran tersebut. Sarana, bahan, dan
alat tersebut meliputi rancangan pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS), serta media
pembelajaran. Kemudian sarana seperti buku, alat tulis kantor (ATK), meja, kursi, papan tulis
dan alat tulis siswa. Dan prasarana pendidikan secara tidak langsung digunakan dalam proses
belajar adalah ruang perpustakaan, ruang kelas, ruang laboratorium dll. Dalam model
pengembangan moral kita menggunakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteri
stiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini m
endorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat kep
utusan-keputusan moral. Pendekatan ini mengandaikan bahwa perkembangan moral seseoran
g berkembang dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

Implementasi

1. Menanamkan pembiasaan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai agama dan moral sehi
ngga anak dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh Masyarakat.

2. Membantu anak agar tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri

3. Melatih anak untuk dapat membedakan sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak baik s
ehingga dengan sadar berusaha menghindarkan diri dari perbuatan tercela Sebagai wahana un
tuk terciptanya situasi belajar anak yang berlangsung tertib, aktif, dan penuh perhatian

4. Menghadapkan peserta didik pada suatu situasi yang mengandung dilema moral atau perte
ntangan nilai.

5. Siwa diminta untuk mendiskusikan atau menganalisis kebaikan dan kejelekannya.

6. Peserta didik didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik.

7
BAB III

8
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, S. (2017). Karakteristik Peserta Didik , Strategi dan Metode Pembelajaran. 1–19.
Ananda, R. (2017). Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini. Jurnal
Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 19. https://doi.org/10.31004/obsesi.v1i
1.28
Rahayu, A. D., & Haq, M. S. (2020). Sarana Dan Prasarana Dalam Mendukung Pembelajaran
Daring Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan, 9(1), 18
6–199.
Rahman, A. A. (2010). Teori Perkembangan Moral dan Model Pendidikan Moral. Psympathi
c: Jurnal Ilmiah Psikologi, 3(1), 37-44.
Rohaeti, E. (2019). Komponen Model Pembelajaran.
Sugiono, S., Sudarti, S., & Sutarto, S. (2016). Validitas Logis Model Pembelajaran Eskalasi u
ntuk Pembelajaran Fisika di SMA. Jurnal Pembelajaran dan Pendidikan Sains, 1(1), 23-
30.

Anda mungkin juga menyukai