Anda di halaman 1dari 14

ANATOMI KONSEP DASAR

BELAJAR MANDIRI

PENDAHULUAN

Belajar sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Untuk itu
Proses belajar merupakan long-life process yang terjadi sepanjang hayat manusia
karena belajar dibutuhkan oleh semua manusia tanpa memandang umur maupun
keadaan. Proses belajar bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa
saja. Kognitif, afektif, dan psikomotorik merupakan tiga aspek yang
dikembangkan dalam proses belajar sehingga belajar menjadi aspek yang
komprehensif.
Teori dan praktek pembelajaran terus dikembangkan agar tujuan belajar
dapat tercapai. Salah satu teori dan praktek yang dikembangkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran adalah konsep belajar mandiri yang juga disebut self-directed
learning. Seperti apa anatomi konsep belajar mandiri yang sebenarnya? Untuk itu
kami membuat makalah ini agar pembaca tahu lebih memahami tentang anatomi
konsep belajar mandiri.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan mengenai masalah
bagaimana anatomi konsep dasar belajar mandiri untuk dikembangkan supaya
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca lebih mengerti
tentang anatomi konsep belajar mandiri dan cara mencapai tujuan belajar mandiri.

BELAJAR MANDIRI
Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif
untuk menguasai sesuatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan
atau kompetensi yang telah dimiliki (Haris Mujiman, 2009:1).
Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa
bantuan orang lain, dalam belajar. Belajar mandiri adalah suatu pendekatan
belajar yang berpusat pada peserta didik (student-centred approach) di mana
proses dan pengalaman belajar diatur dan dikontrol oleh peserta didik sendiri.
Para peserta didik memutuskan sendiri tentang “bagaimana, di mana, dan kapan
belajar tentang suatu hal yang mereka anggap merupakan hal yang penting”.
Belajar mandiri merupakan inovasi dalam pembelajaran guna memperoleh
efisiensi yang tinggi dan keefektivan yang lebih bermakna sehingga peserta didik
bukan hanya mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan di dalam kurikulum
melainkan juga mendapatkan tujuan belajar yang lebih maju, lebih banyak, dan
lebih bermanfaat baginya. Di dalam konteks belajar mandiri, batas ruang dan
waktu menjadi tidak jelas karena batas tadi telah diterobos oleh peserta didik.

ANATOMI KONSEP BELAJAR MANDIRI

Anatomi konsep belajar mandiri –bila disederhanakan– terdiri atas


kepemilikan kompetensi tertentu sebagai tujuan belajar; belajar aktif sebagai
strategi belajar; keberadaan motivasi belajar sebagai prasyarat berlangsungnya
kegiatan belajar; dan paradigma konstruktivisme sebagai landasan konsep.

gambar: anatomi konsep belajar mandiri

Tujuan Pembelajaran
KOMPETENSI

Strategi Pembelajaran BELAJAR AKTIF


MOTIVASI BELAJAR

Prekondisi

Paradigma Pembelajaran KONSTRUKTIVISME


1. Tujuan

Tujuan belajar mandiri adalah mencari kompetensi baru, baik yang


berbentuk pengetahuan maupun ketrampilan untuk mengatasi suatu masalah.
Kemajuan yang dicapai seorang pebelajar mandiri banyak tergantung kepada
bagaimana ia menetapkan tujuan belajarnya. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap penetapan tujuan belajar adalah juga faktor-faktor yang membentuk
motivasi belajar. Tujuan Untuk mendapatkan kompetensi baru itu, secara aktif
pembelajar mencari informasi dari berbagai sumber, dan mengolahnya
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Cara mencapai tujuan itu pun ditetapkan
sendiri oleh pebelajar. Akan, tetapi dalam konteks pendidikan formal-tradisional,
tujuan belajar dapat ditetapkan oleh pembelajar atau pihak lain yang menugasinya
untuk melakukan suatu kegiatan.
Dalam konteks pendidikan formal, dengan dilandasi motif atau semangat
untuk menguasai kompetensi, pebelajar dapat menetapkan tujuan-tujuan-antara
belajar. Tujuan-tujuan ini perlu dicapai agar dapat menguasai tujuan belajar akhir.
Ketepatan dalam menetapkan tujuan-tujuan-antara dan cara mencapainya
merupakan salah satu bentuk belajar mandiri.

2. Strategi

Guna mencapai tujuan belajar mandiri, strategi pembelajaran yang dapat


digunakan adalah strategi Belajar Aktif. Kegiatan Belajar Aktif pada dasarnya
merupakan kegiatan belajar yang mencirikan keaktifan pebelajar, untuk
mendapatkan serangkaian kompetensi, yang secara akumulatif menjadi
kompetensi lebih besar yang hendak dicapai melalui kegiatan belajar mandiri.
Belajar aktif merupakan strategi yang tepat untuk mencapai tujuan belajar
mandiri, sebab bentuk belajar itu merupakan bentuk kegiatan belajar alamiah,
yang dapat menimbulkan kegembiraan, dapat membentuk suasana belajar tanpa
stress, dan memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang telah ditetapkan.
Bentuk-bentuk keaktifan belajar antara lain : penetapan tujuan-antara
belajar, evaluasi-diri, refleksi dan review pengalaman yang lalu,berdiskusi dengan
kawan dan lain sebagainya. Instruktur atau pembelajar harus membuka jalan agar
pembelajaran menjadi aktif. Ia harus menetapkan metode yang dapat merangsang
belajar aktif, misalnya memberi penugasan individual/kelompok, mengajukan
pertanyaan, memberi jawaban yang kurang meyakinkan dll.

3. Prasyarat

Untuk melakukan Belajar Aktif, motivasi belajar merupakan prasyarat


yang harus dikembangkan terlebih dahuu. Tanpa motivasi belajar yang cukup kuat
untuk menguasai sesutu kompetensi, strategi belajar Aktif tak mungkin
dijalankan. Tetapi sebaliknya, keberhasilan Belajar Aktif diperkirakan akan dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
Upaya pengembangan motivasi belajar menyangkut berbagai aspek dalam
sistem pembelajaran. Di antaranya adalah :
a. Keuntungan yang akan didapat
b. Beban yang harus ditanggungnya
c. Kesesuaian antara kompetensi yang didapat dengan kebutuhannya
d. Apakah pebelajar memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menguasai
kompetensi itu
e. Apakah kegiatan belajar akan memberikan rasa senang atau tidak.
Semua informasi diatas dibutuhkan untuk membangun motivasi pebelajar.
Bila kekuatan motivasinya lemah, ia akan memtuskan untuk tidak belajar guna
mencapai kompetensi itu, atau sebaliknya.
4. Paradigma Pembelajaran

Konsep baru hasil olahan siswa:


Kompetensi siswa

Proses konstruksi konsep baru


menurut siswa : aktifitas fisik dan Belajar mandiri:
mentall, mengolah, Pembelajaran
mengorganisasi dan sebagai proses
merekstrukturisasi seluruh personal dan sosial
konsep

Konsep-konsep yang Konsep baru yang


telah dimiliki siswa diajarkan pembelajar

Motif: mencari kompetensi baru

Gambar : Proses pembentukan kompetensi baru berbasis paradigma konstruktivisme


dengan belajar mandiri

Proses belajar bagi konstruktivisme adalah proses menggali makna oleh


pebelajar melalui pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang
bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya. Peranan si belajar dalam
pembelajaran konstruktivisme, ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir,
menyusun konsep dan memberi makna tantang hal-hal yang dipelajari. Hakikat
belajar sepenuhnya ada pada pebelajar. Paradigma konstruktivisme memandang
pebelajar sebagai pribadi yang sudah mempunyai kemampuan awal sebelum
mempelajari sesuatu, dan kemampuan awal itu menjadi dasar dalam
mengkontruksi pengetahuan yang baru.
Peranan pembelajar dalam pembelajaran konstruktivisme meliputi:
1. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan tempat untuk
mengambil keputusan bertindak.
2. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pebelajar.
3. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar
pebelajar mempunyai peluang optimal untuk berlatih.
Ciri-ciri belajar konstruktivisme :
1. Orientasi, mengembangkan ide dengan observasi
2. Elisitasi, mengungkapkan ide
3. Restrukturisasi ide, menggabungkan ide dengan ide orang lain
4. Review, merevisi pengatahuan

A. Self Regulated, Self Motivated, dan Self Determined

Self directed learning atau biasa disebut dengan belajar mandiri. Knowles
(1975) mendefinisikan belajar mandiri (self directed learning) sebagai suatu
proses di mana seseorang mempunyai inisiatif (baik dengan atau tanpa bantuan
orang lain) dalam mendiagnosis kebutuhan-kebutuhan belajarnya, merumuskan
tujuan belajar, mengidentifikasi sumber belajar, memilih dan melaksanakan
strategi belajar yang sesuai, dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri.

Penelitian Guglielmino dan Guglielmino (1991) menunjukkan bahwa


pebelajar yang mempunyai kemampuan belajar mandiri dicirikan oleh beberapa
faktor, yaitu:

1. Mempunyai inisiatif, kemandirian dan persistensi dalam belajar;


2. Bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri, dan memandang
masalah sebagai tantangan, bukan hambatan;
3. Berdisiplin dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar;
4. Memiliki keinginan yang kuat untuk belajar atau melakukan perubahan
serta memiliki rasa percaya dirinya tinggi;
5. Mampu mengatur waktu, mengatur kecepatan belajar, dan rencana
penyelesaian tugas; dan
6. Senang belajar dan berkecenderungan untuk memenuhi target yang telah
direncanakan.
1. Self Regulated Learning
Zimmerman mengatakan bahwa self-regulation merupakan sebuah
proses dimana seseorang peserta didik mengaktifkan dan menopang
kognisi, perilaku, dan perasaannya yang secara sistematis berorientasi
pada pencapaian suatu tujuan. Self-regulated learning dapat berlangsung
apabila peserta didik secara sistematis mengarahkan perilakunya dan
kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-
tugas, melakukan proses dan menginterpretasikan pengetahuan,
mengulang-ulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan
dan memelihara keyakinannya positif tentang kemampuan belajar dan
mampu mengantisipasi hasil belajarnya (Zimmerman dalam Schunk &
Zimmerman, 1989). Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
self-regulated learning adalah proses bagaimana seorang peserta didik
mengatur pembelajarannya sendiri dengan mengaktifkan kognitif, afektif
dan perilakunya sehingga tercapai tujuan belajar.
Schunk dan Zimmerman mengemukakan model perkembangan
self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self-regulated
learning dimulai dari beberapa faktor yaitu:
a) Pengaruh sumber sosial
b) Pengaruh lingkungan
c) Pengaruh personal atau diri sendiri.
Di dalam faktor-faktor ini terdapat beberapa level berkembangnya
self regulated learning, yaitu :
a. Level Pengamatan (Observasional). Pada level pengamatan ini,
sebagian peserta didik dapat menyerap ciri-ciri utama strategi
belajar dengan mengamati model, walaupun hampir seluruh
peserta didik membutuhkan latihan untuk menguasai
kemampuan self-regulated learning.
b. Level Persamaan (Emultive). Pada level ini peserta didik
menunjukkan performansi yang hampir sama dengan kondisi
umum dari model. Peserta didik tidak secara langsung meniru
model, namun mereka berusaha menyamai gaya atau pola-pola
umum saja.
c. Level Kontrol Diri (Self-Controlled). Peserta didik sudah
menggunakan dengan sendiri strategi-strategi belajar ketika
mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah
terinternalisasi, namun masih dipengaruhi oleh gambaran
standar performansi yang ditujukan oleh model dan sudah
menggunakan proses self-reward.
d. Level Pengaturan Diri. Level ini merupakan level terakhir
dimana peserta didik mulai menggunakan strategi-strategi yang
disesuaikan dengan situasi dan termotivasi oleh tujuan serta
self-efficacy untuk berprestasi. Peserta didik memilih kapan
menggunakan strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya
untuk kondisi yang berbeda, dengan sedikit petunjuk dari
model atau tidak ada.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman
ditemukan empat belas strategi self-regulated learning sebagai berikut:
1. Evaluasi terhadap diri (self-evaluating)
2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and
transforming).
3. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)
4. Mencari informasi (seeking information)
5. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)
6. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)
7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating).
8. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing)
9. Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance)
10. Meminta bantuan pembelajar/pengajar (seek teacher
assistance)
11. Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance).
12. Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work).
13. Mengulang catatan (review notes)
14. Mengulang buku pelajaran (review texts book)

2. Self Motivated Learning


Self-motivated learning adalah studi tentang bagaimana cara
memotivasi diri dan orang lain untuk belajar. Untuk menumbuhkan
motivasi khususnya dalam belajar, pebelajar harus mengetahui
sebelumnya faktor-faktor yang memotivasi dirinya untuk belajar. Motivasi
belajar dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah dorongan dari dalam diri untuk menguasai sesuatu
kompetensi guna mengatasi masalah. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan
dari luar diri untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi
masalah.
Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan
dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan;
(4) adanya perhargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik
dlam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif.

3. Self Determined Learning


Heutagogi didefinisikan oleh Hase dan Kenyon pada tahun 2000
sebagai self-determined learning. Heutagogi menerapkan pendekatan
holistik untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, dengan belajar
sebagai proses aktif dan proaktif, dan peserta didik yang berfungsi sebagai
“agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri, yang terjadi sebagai dari
pengalaman pribadi”. Seperti dalam pendekatan andragogical, di heutagogi
instruktur juga memfasilitasi proses pembelajaran dengan memberikan
bimbingan dan sumber daya, tetapi sepenuhnya kepemilikan alur
pembelajaran dan proses untuk belajar, yang melakukan negosiasi belajar
dan menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana hal itu akan
dipelajari adalah pebelajar.
Sebuah konsep kunci dalam heutagogy adalah double-loop
learning dan refleksi diri. Dalam double-loop learning, peserta didik
mempertimbangkan masalah dan tindakan yang dihasilkan, selain
merefleksikan proses pemecahan masalah dan bagaimana hal itu
mempengaruhi keyakinan dan tindakan pelajar itu sendiri. Double-loop
learning terjadi ketika peserta didik bertanya dan menguji nilai-nilai diri
dan asumsi sebagai pusat untuk meningkatkan proses belajar dan
bagaimana cara belajar.

4. Perbedaan Self-Regulated, Self-Motivated dan Self-Determined Learning


Self-regulated learning berpusat pada bagaimana cara mengatur
dirinya agar bisa mengatur pembelajaran. Self-motivated learning berpusat
pada faktor yang menyebabkan kita melakukan kegiatan belajar
(motif/dorongan). Self-determined learning berpusat pada cara kita
menentukan kegiatan pembelajaran mulai dari tujuan belajar, cara dan
strategi belajar, dll. Ketiganya mempunyai keterkaitan antara yang satu
dengan yang lain dimana ketiganya jika digabungkan akan menunjang kita
untuk melaksanakan pembelajaran mandiri (self-directed learning).

B. MOTIVASI SEBAGAI TITIK SENTRAL BELAJAR MANDIRI DAN


PENGEMBANGAN MOTIVASI
Peranan penting motivasi dalam belajar khususnya belajar mandiri
antara lain adalam (a) Menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat
belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c)
menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan
ketekunan belajar. Karena motivasi merupakan alasan seseorang
melakukan suatu hal, maka jika tidak ada motivasi untuk melakukan suatu
hal (misal : belajar), maka orang itu tidak akan melakukan kegiatan
belajar.
Beberapa model perkembangan motivasi belajar mengidentifikasi
faktor-faktor non fisik, karena dikaitkan dengan domain kognitif, afektif,
dan kinestetik yang bersangkutan dengan proses pembentukan motivasi
belajar. Model pengembangan motivasi belajar, diantaranya yaitu :
1. Model Time Continuum (Wlodkowski, 1991)
Menurut model ini ada 6 faktor yang berpengaruh terhadap motivasi
belajar, yaitu :
a. Sikap (Attitude) d. Emosi (Affect)
b. Kebutuhan (Need) e. Kompetensi (Competence)
c. Rangsangan (Stimulus) f. Penguatan (Reinforcement)
Menurut model ini, setiap kegiatan belajar selalu terdiri dari tiga
tahap, dan dalam setiap tahap ada dua strategi yang dapat dijalankan.
 Tahap Awal, akan masuk proses belajar
a. Menumbuhkan sikap positif terhadap kegiatan belajar.
b. Menyelenggarakan pembelajaran yang sedapat mungkin selalu
berorientasi pada kebutuhan pebelajar.
 Tahap Tengah, terlibat dalam kegiatan pembelajaran
a. Menyelenggarakan proses pembelajarn yang variatif sehingga
memberikan rangsangan pebelajar untuk terus belajar.
b. Menyelenggarakan pembelajaran yang dapat menimbulkan rasa
senang pebelajar pada apa yang dipelajari.
 Tahap Akhir, proses pembelajaran selesai
a. Memberikan umpan balik kepada pebelajar sehingga mereka
tahu sejauh mana telah mencapai kompetensi ynag dicarinya.
b. Memberikan penguatan atas semua hasil belajar yang
dicapainya.
2. Model Triparte (Tuckman, 2001)
Menurut model Triparte ada 3 faktor pembentuk motivasi belajar,
yaitu sebagai berikut :
1. Sikap, atau keparcayaan diri untuk dapat berhasil mencapai hasil.
2. Drive, atau semangat untuk mencapai hasil.
3. Strategi untuk mencapai hasil.

Menurut model ini pembelajar harus meningkatkan keadaan ketiga


faktor itu melalui pelatihan dan pembiasaan, agar motivasi belajar
pebelajar cukup tinggi untuk dapat menjalankan belajar mandiri..
3. Model Pengembangan Motivasi Belajar (Haris Mudjiman, 1981)
Faktor-faktor yang berpengaruh pada belajar menurut Haris
Mudjiman sekurang-kurangnya ada 8, yaitu :
1. Faktor pengetahuan tentang kegunaan belajar
2. Faktor kebutuhan untuk belajar
3. Faktor kemampuan melakukan kegiatan belajar
4. Faktor kesenangan terhadap ide melakukan belajar
5. Faktor pelaksanaan kegiatan belajar
6. Faktor hasil belajar
7. Faktor kepuasan terhadap hasil belajar
8. Faktor karakteristik pribadi dan lingkungan terhadap proses
pembuatan keputusan
Guru perlu membantu agar siswa membuat keputusan yang benar.
Untuk itu guru harus membuat sehingga siswa akan merasa ‘Ya, aku akan
belajar’. setelah siswa memutuskan untuk melakukan kegiatan belajar guru
juga harus berusaha agar siswa secara benar akan mengambil keputusan
‘Ya, aku akan terus belajar.’
Gambar model pengembangan motivasi belajar

K
B

T S Mb Pb Hb

P
Keterangan :
T : PengetahuanPb : Pelaksanaan kegiatan belajar
B : KebutuhanHb : Hasil Belajar
M : KemampuanP : Kepuasan
S : KesenanganK : Karakteristik pribadi dan lingkungan
BAB III

Belajar mandiri (self-directed learning ) adalah kegiatan belajar, yang


didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu kompetensi, dan dibangun dengan
bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Dalam kegiatan belajar
mandiri dikenal istilah self regulated, self-motivated, dan self-determined learning
yang ketiganya saling berhubungan dan merupakan kompetensi ynag harus
dibangun dalam kegiatan belajar mandiri.
Peran motivasi dalam belajar mandiri sangarlah penting karena tingginya
motivasilah yang mendorong seseorang untuk melakukan belajar mandiri.
Pengembangan motivasi harus dilakukan oleh pembelajar/guru agar
pebelajar/siswa termotivasi untuk melakukan belajr mandiri baik dalam konteks
pendidikan formal dan non formal.
DAFTAR PUSTAKA

 Mudjiman, Haris. 2008. Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press.


 Mudjiman, Haris. 2009. Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 C. Budiningsih, Asri. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
 B. Uno, Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
 Blaschke, Lisa Marie (2012). Heutagogy and lifelong learning: A review of
heutagogical practice and self-determined learning. The international review
of research in open and distance learning. Vol 13, No 1 (2012). Diakses dari
http://www.irrodl.org/index.php/irrodl/article/view/1076
 Harsono (2007). Pembelajaran Mandiri. Pusat Pengembangan Pendidikan
Universitas Gajah Mada Diakses dari : ppp.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/pembelajaran_mandiri.doc
 Bab II Penelitian Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan self-regulated
learning pada Mahasiswa USU (2012). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34214/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai