Anda di halaman 1dari 23

DISKUSI TOPIK - 7

ABSES HEPAR

Pembimbing:
dr. Mario Steffanus, Sp.PD

Penyusun:
Danniel Loogman Prayogo (201906010163)
Clarence Marks Alief (201906010172)
Rivan Yo (201906010188)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE 11 - 23 MEI 2020

DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................................................................. 1
Isi.......................................................................................................................................... 2
A. Pendahuluan.............................................................................................................. 2
B. Epidemiologi............................................................................................................. 2
C. Definisi dan Klasifikasi............................................................................................. 3
D. Etiologi dan Faktor Risiko........................................................................................ 4
E. Patogenesis................................................................................................................ 6
F. Manifestasi Klinis..................................................................................................... 8
G. Kriteria Diagnosis..................................................................................................... 10
H. Algoritma Tatalaksana.............................................................................................
14
I. Tatalaksana……….....................................................................................................
14
J. Pencegahan/ edukasi……………………………………………………………….. 19
K. Ringkasan................................................................................................................. 20
Daftar Pustaka.................................................................................................................... 22

ISI

1
A. Pendahuluan
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada jaringan parenkim hati yang disebabkan
oleh mikroorganisme yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya pembentukan pus.1 Abses hepar merupakan salah satu bentuk dari abses viseral.
Hati merupakan organ intra abdominal yang paling sering mengalami abses. 1 Abses hati
secara mayor terbagi dalam 2 bentuk yaitu abses hati amuba (AHA) dan abses hati
piogenik (AHP).1 Abses hati piogenik dapat berupa abses tunggal maupun abses
multipel.1 Abses hati telah dikenal sejak zaman Hippocrates. Namun hingga saat ini AHP
masih merupakan permasalahan kesehatan sehubungan dengan angka kesakitan dan
kematian yang masih cukup tinggi bila terlambat didiagnosis. 1 Adanya peningkatan
pengetahuan dan teknologi di bidang bakteriologi, antibiotika, dan teknik drainase secara
signifikan memberikan perbaikan penanganan terhadap AHP. AHP sering disebabkan
oleh infeksi bakteri.1
Abses hati amuba adalah manifestasi ekstraintestinal paling umum dari amebiasis. 3
Orang yang mengalami abses hati amuba setelah perjalanan ke daerah endemik dan lebih
cenderung berusia tua dan laki - laki. 1 Abses hati amuba ditandai dengan hepatomegali,
dengan abses besar atau abses multipel. 2 Terjadinya suatu abses hati amuba pada orang
yang belum bepergian atau tinggal di daerah endemik harus meningkatkan kecurigaan
keadaan imunosupresi, khususnya AIDS.1 Insidensi keseluruhan abses hati di Amerika
Serikat diperkirakan 3,6 kasus per 100.000 populasi per tahun.4
Oleh karena itu, penting bagi dokter umum untuk mengetahui dan meningkatkan
pengetahuannya mengenai abses hepar guna mampu menegakkan diagnosis, memberikan
tatalaksana awal dan melakukan rujukan, serta memberikan edukasi yang tepat kepada
pasien.

B. Epidemiologi
Insidensi keseluruhan abses hati di Amerika Serikat diperkirakan 3,6 kasus per
100.000 populasi per tahun.4
Sekitar 48% kasus abses visceral adalah abses hati piogenik (AHP) dan merupakan
13% dari keseluruhan abses intra-abdominal.1 Sering ditemukan pada orang - orang di
dekade keempat dan kelima kehidupan mereka.2 Median umurnya adalah 44 tahun, tidak
terdapat perbedaan pada laki - laki dan perempuan. Data menunjukkan Taiwan memiliki
insidensi tertinggi yaitu 17,6 kasus per 100.000 penduduk.1 Setiap tahun 7 - 20 kasus per

2
100.000 kasus AHP dirawat di rumah sakit. 1 Studi mengatakan bahwa angka ini angka
yang kecil namun signifikan dalam peningkatan frekuensi dari abses hepar. Hampir 50%
kasus merupakan abses multipel. Pada abses tunggal, 75% terletak di lobus kanan, 20%
di lobus kiri, dan 5% pada kauda.1
Amubiasis terjadi pada 10% dari populasi dunia dan paling umum terjadi di daerah
tropis dan subtropis.1 Prevalensi tertinggi di daerah tropis dan negara berkembang
dengan keadaan sanitasi yang buruk, status sosial ekonomi yang rendah dan status gizi
yang kurang baik.1 Daerah endemisnya meliputi Afrika, India, Asia Tenggara, Kolombia,
Meksiko, dan Venezuela.2 Semua ras dapat terkena abses hepar amuba, dengan faktor
risiko yaitu infeksi dan mempunyai riwayat bepergian ke daerah endemisnya. 2 Sering
terjadi pada laki - laki, dengan angka insidensinya 7 - 12x lipat sering pada pria
dibandingkan dengan perempuan.2 Kejadian puncak dari abses hati amuba terjadi pada
orang - orang di dekade ketiga, keempat, dan kelima kehidupan mereka, meskipun dapat
terjadi pada kelompok umur apapun.2 Insiden abses hepar amuba di Amerika Serikat
mencapai 0,05% sedangkan di India dan Mesir mencapai 10% - 30% per tahun. 1
Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10-
18%.1 Abses hati amebik adalah manifestasi ekstraintestinal paling sering dari infeksi
Entamoeba histolytica dengan angka kejadian yaitu 3 - 9% dari kasus amubiasis.2

C. Definisi dan Klasifikasi


Abses hepar merupakan salah satu bentuk paling sering dari abses viseral.1 Abses
hepar adalah bentuk infeksi pada jaringan parenkim hati yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya pembentukan pus sebagai proses supurasi dari invasi dan multiplikasi yang
masuk melalui sistem vena porta, sistem duktus biliaris atau infeksi langsung dari fokus
infeksi yang berdekatan.1,2 Massa berisi nanah di jaringan hati yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme yaitu bisa berupa bakteri, parasit dan jamur yang bersumber dari
sistem gastrointestinal.1,2 Nanah adalah cairan yang terdiri atas jaringan hati nekrotik, sel
inflamasi dan sel darah yang terbentuk ketika tubuh melawan infeksi.1
Abses hepar dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu menjadi 4
penyebab:
1. Abses hepar piogenik (AHP): Meliputi 80% kasus abses hepar. Diakibatkan
oleh infeksi bakteri Enterobacteriaceae, Escherichia coli, streptokokus

3
mikroaerofilik, streptokokus anaerobik, klebsiella pneumoniae, salmonella
typhi2
2. Abses hepar amuba (AHA): disebabkan oleh Entamoeba histolytica (10%
kasus)2
3. Abses hepar fungal: paling sering disebabkan oleh Candida albicans2
4. Abses hepar Hydatid Cyst: disebabkan oleh Echinococcus granulosus4

D. Etiologi dan Faktor Risiko


● Abses Hepar Piogenik (AHP)
Kebanyakan AHP merupakan akibat infeksi dari tempat lain, dimana
sumber infeksi umumnya berasal dari infeksi organ intraabdomen lain. 1 Kolangitis
yang disebabkan oleh batu maupun striktur merupakan penyebab tersering.1
Terdapat 15% kasus AHP yang sumber infeksinya tidak diketahui (abses
kriptogenik).1 Bacteroides dan Fusobacterium merupakan bakteri anaerob
penyebab AHP terbanyak.1 lnfeksi polimikrobial umumnya disebabkan oleh
bakteri anaerobik.1 Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae merupakan kuman
yang paling banyak diisolasi pada kelompok bakteri aerob gram negatif.1 Klebsiella
terutama ditemukan pada pasien AHP dengan DM dan intoleransi glukosa. 1 Pada
kelompok bakteri gram positif, staphylococcus merupakan bakteri yang paling
sering ditemukan pada infeksi monomikrobial, streptococcus dan enterococcus
paling sering ditemukan pada infeksi polimikrobial.1 Pada suatu studi besar,
ditemukan S. aureus dan Streptococcus β-hemolyticus merupakan bakteri penyebab
AHP pada trauma.1 Streptococcus grup D, K. pneumonia dan Clostridium sp.
berhubungan dengan infeksi sistem bilier, serta Bacteroides sp. dan Clostridium
sp. berhubungan dengan penyakit kolon.1

4
Tabel 1. Sumber Infeksi dan penyebab AHP

(Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.VI. Jakarta:
InternaPublishing; 2014:1132-53)

Tabel 2. Mikroba Patogen pada Abses Hati Piogenik

(Peralta, R., 2020. Liver Abscess: Background, Pathophysiology, Etiology. [online] Emedicine.medscape.com.
Available at: <https://emedicine.medscape.com/article/188802-overview>)

● Abses Hepar Amuba (AHA)


Parasit amuba yang tersering yaitu Entamoeba histolytica.1,2 Dalam daur
hidupnya, E. histolytica mempunyai 2 stadium, yaitu trofozoit dan kista. Dalam
satu kista yang mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit. 2 Stadium

5
trofozoit berukuran 10 - 60 mikron, mempunyai inti yang terdapat dalam
endoplasma.2 Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel.2

E. Patogenesis
● Abses Hepar Piogenik
Infeksi menyebar ke hati melalui aliran vena porta, arteri, saluran empedu,
ataupun infeksi secara langsung melalui penetrasi jaringan dari fokus infeksi yang
berdekatan. Sebelum era antibiotika, penyebab tersering adalah apendisitis dan
pileflebitis (trombosis supuratif pada vena porta). Namun, diagnosis dan tatalaksana
dengan penggunaan antibiotik yang baik telah menurunkan penyebabnya menjadi
hanya 10%. Saat ini, penyakit saluran empedu menjadi penyebab tersering dari
AHP, diikuti dengan tumor obstruktif, striktur dan kelainan kongenital dari cabang
bilier. Adanya obstruksi memicu proliferasi bakteri. Tekanan dan distensi kanalikuli
akan melibatkan cabang vena portal dan limfatik yang mengalami formasi abses.
Pada umumnya abses bersifat multipel. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar
secara hematogen dan menyebabkan bakteremia. Di Asia Timur dan Asia Tenggara,
AHP dapat merupakan komplikasi dari kolangitis piogenik rekuren yang ditandai
dengan adanya episode kolangitis yang berulang, pembentukan batu intrahepatik,
ataupun adanya infeksi parasit dari sistem bilier.2
Penetrasi langsung pada trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi langsung
bakteri pada parenkim hati dan dapat mencetuskan AHP.2 Sedangkan pada trauma
tumpul, akan terjadi nekrosis hati, perdarahan intrahepatik, dan kebocoran saluran
empedu sehingga terjadi kerusakan kanalikuli.2 Kerusakan tersebut menjadi tempat
tumbuhnya bakteri dan proses supurasi sehingga terbentuk pus berlanjut.2

6
● Abses Hepar Amuba

Gambar 1. Siklus hidup Entamoeba histolytica

Siklus hidup dari Entamoeba histolytica3:


1. Kista dan trofozoit dapat ditemukan di feses, kista biasanya dapat ditemukan
pada feses yang berbentuk, sedangkan trofozoit ditemukan pada feses diare
atau cair. (Tahap diagnostik)3
2. Infeksi Entamoeba histolytica terjadi melalui konsumsi kista dewasa dari
makanan, air, atau tangan yang terkontaminasi. Paparan kista dan trofozoit
infeksius dalam feses selama kontak seksual juga dapat terjadi.3
3. Pada usus halus, terjadi Excystation yaitu transformasi dari kista dewasa
menjadi trofozoit.3
4. Trofozoit dilepaskan dan trofozoit dapat bermigrasi ke usus besar, dan
trofozoit juga dapat bertahan di usus (A: infeksi noninvasif) dengan individu
yang terus mengeluarkan dalam feses. Trofozoit dapat menyerang mukosa
usus (B: penyakit intestinal) atau pembuluh darah dan mencapai situs

7
ekstraintestinal seperti hati, otak, dan paru - paru (C: penyakit extraintestinal).
Trofozoit dapat berkembang biak dengan binary fission.3
5. Menghasilkan kista dan kedua tahap dapat ditemukan pada feses.3

Setelah menginfeksi, kista amuba melewati saluran pencernaan dan menjadi


trofozoit di usus.2 Trofozoit kemudian melekat ke sel epitel dan mukosa kolon,
dengan Lektin E. histolytica galactose / N-acetyl-D-galactosamine (Gal / GalNAc)
adalah kompleks protein adhesi yang menopang invasi jaringan. 2 Lesi awalnya berupa
mikroulserasi mukosa caecum, kolon sigmoid dan rektum yang mengeluarkan
eritrosit, sel inflamasi, dan sel epitel. 1 Ulserasi yang meluas ke submukosa
menghasilkan ulser khas berbentuk termos (flask-shaped) yang berisi trofozoit dibatas
jaringan mati dan sehat.1 Keterlibatan hati terjadi setelah invasi oleh Entamoeba
histolytica ke dalam venula mesenterika. Amuba kemudian memasuki sirkulasi portal
dan melakukan perjalanan ke hati dimana mereka biasanya membentuk satu atau lebih
abses.1 Di dalam hati, E. histolytica mengeluarkan enzim proteolitik yang berfungsi
melisiskan jaringan pejamu.1 Lesi pada hati berupa "well demarcated abscess"
mengandung jaringan nekrotik dan biasanya mengenai lobus kanan hati.1 Respon awal
pejamu adalah migrasi sel-sel PMN. Amuba juga memiliki kemampuan melisiskan
PMN dengan enzim proteolitiknya, sehingga terjadilah destruksi jaringan.1 Abses hati
mengandung debris aselular, dan tropozoit hanya dapat ditemukan pada tepi lesi.1
Lobus kanan hati lebih sering terkena daripada lobus kiri. Ini telah dikaitkan
dengan fakta bahwa aliran darah laminar portal lobus kanan dipasok terutama oleh
vena mesenterika superior, sedangkan aliran darah portal lobus kiri dipasok oleh vena
lienalis.2

F. Manifestasi Klinis
Pada abses hepar terdapat beberapa manifestasi klinis yang biasa ditemukan.
Manifestasi klinis yang muncul pada abses hepar berdasarkan penyebab dari abses
tersebut dan juga daerah yang terdampak.
Beberapa manifestasi klinis yang paling sering bermanifestasi pada abses hepar
adalah:
- Demam
- Hepatomegaly (dengan atau tanpa jaundice)
- Menggigil

8
- Nyeri pada kuadran atas kanan
- Berkurangnya nafsu makan
Tabel 3. Tanda dan gejala dari abses hepar

Tabel 3 menunjukan gejala dan tanda yang paling sering ditemukan pada 715
pasien dengan abses hepar.2 Bisa dilihat bahwa tanda yang paling sering ditemukan ada
nyeri kuadran kanan atas dan gejala yang paling sering ditemukan adalah demam.4
Demam, nyeri kuadran atas, serta beberapa gejala lain pada tabel merupakan sebuah
manifestasi yang tidak spesifik pada abses hepar. Sehingga diagnosis abses hepar biasa
ditegakkan setelah pemeriksaan dengan radiography ultrasound abdomen atau CT
abdomen.,5
Pasien dengan abses hepar juga dapat ditemukan dengan gejala prodromal yang
mendahului gejala yang lebih spesifik. Beberapa contoh gejala prodromal adalah demam,
perasaan lemas, berkurangnya nafsu makan, dan berat badan yang berkurang drastis.
Gejala prodromal dapat muncul beberapa hari sebelum manifestasi seperti nyeri kuadran
kanan atas. Pasien juga dapat datang dengan gejala lain seperti sakit kuning bila abses
berasal atau berdampak terhadap kantung empedu atau juga dapat bermanifestasi sebagai
dispnea atau batuk bila abses mengenai diafragma.

G. Kriteria Diagnosis

9
1. Anamnesis
Pasien umumnya pasien akan datang dengan keluhan yang tidak spesifik.
Pasien dengan abses hepar biasa ditemukan memiliki keluhan nyeri perut kanan atas
dan demam (80-90%) yang disertai rasa lemas dan menggigil. 5 Selain itu gejala lain
yang sering ditemukan nafsu makan yang berkurang dan pengurangan berat badan
yang sub akut atau kronis. Beberapa gejala lainnya adalah jaundice (penyakit
kuning), batuk, sesak, berturunnya status mental, dan gejala peritoneal dapat terjadi
bila terjadi ruptur dari abses namun ini adalah sebuah kasus yang jarang terjadi.
Beberapa hal yang penting diperhatikan pada saat anamnesis adalah riwayat sejarah
bepergian ke daerah tropis, keganasan hepatobilier, trauma hepar, infeksi pada
saluran cerna. Selain itu penting juga memperhatikan faktor resiko seperti diabetes,
cirrhosis hepatis, immunocompromised, jenis kelamin laki-laki, usia lanjut, dan
penggunaan obat proton-pump inhibitor.4 Abses hepar juga dapat berasal dari
apendisitis dan divertikulitis jadi sejarah dari penyakit tersebut juga dapat
ditanyakan. Karena sebagian besar gejala dari abses hepar tidak spesifik, maka
dibutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk menegakan diagnosis.5
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan pada abses hepar
adalah demam, nyeri tekan pada hepar yang dapat disertai hepatomegali. Demam
ditemukan pada sebagian besar walau tidak semua kasus dari abses hepar. Demam
yang ditemukan pada kasus ini biasa continous atau remitent. Pada pemeriksaan
observasi juga dapat ditemukan ikterus bila terdapat abses yang didasari oleh
masalah pada saluran empedu atau abses multipel. pada palpasi sering ditemukan
nyeri tekan pada abdomen pada kuadran kanan atas yang dapat disertai juga dengan
perabaan massa. Pada perkusi bisa ditemukan hepatomegali pada beberapa kasus.
Pada auskultasi kadang dapat terdengar suara nafas yang berkurang pada basis paru,
atau suara pleural atau hepatic rub bila abses mengenai diafragma.2

3. Pemeriksaan Penunjang
● Pemeriksaan Laboratorium
○ Leukositosis
○ Anemia
○ Tes fungsi hati

10
○ Hiperbilirubinemia
○ Hipoalbuminemia
○ Pemeriksaan tinja
○ Kultur darah atau nanah
○ Tes Serologi untuk anti-body Echinococcus Granulosus dan Entamoeba
histolytica pada kasus abses hepar amebik memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi (85-95%) dan dapat membedakan abses hepar
amebik dengan penyebab abses lainya.5
● Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan penunjang dengan CT, ultrasound, atau MRI adalah
pemeriksaan yang dianjurkan pada saat dicurigai kasus abses hepar atau
terdapat demam dengan sebab yang tidak diketahui (Fever of unknown
origin).4
○ CT-Scan
CT-scan merupakan pemeriksaan yang memiliki sensitivitas
tertinggi (95-100%) pada kasus abses hepar. CT scan juga memberikan
pemetaan anatomis yang lebih baik untuk prosedur seperti percutaneous
aspiration, drainase atau biopsi. Pada pemeriksaan CT abses hepar terlihat
sebagai lesi hipodens bila dibandingkan jaringan parenkimal sekitar. Batas
perifer dari abses dapat diperjelas dengan kontras IV. CT merupakan
preferensi dalam pemeriksaan imaging karena dapat mendeteksi lesi yang
berukuran kurang dari 1 cm.2,6

Gambar 2. Hasil CT-scan pada abses hepar menunjukan lesi hipodens


pada lobus kanan hepar2

11
○ USG
USG dapat digunakan untuk mendeteksi abses hepar dengan
sensitivitas yang baik (80-90%). USG juga dapat mendeteksi batu empedu
dan juga pembesaran dari saluran empedu. Pada USG abses hepar tampak
sebagai massa hipoekoik dengan batas yang berbentuk irregular.
keuntungan dari alat ini adalah USG dapat digunakan tanpa banyak
menggerakan pasien dan juga pada tidak membutuhkan waktu yang lama
seperti pemeriksaan radiologis lainya.2

Gambar 3. Hasil USG pada abses hepar yang ruptur menunjukan pada
lobus kiri6

○ MRI
MRI juga dapat digunakan untuk diagnosis dalam kasus abses
hepar karena memberikan gambaran cross-sectional. Namun, MRI tidak
sebagus CT dalam mendiagnosis abses hepar.5

Gambar 4. Pemeriksaan MRI dengan DWI dan ADC6

○ Foto Polos

12
Tidak begitu spesifik dan hanya menunjukan tanda tidak
langsung seperti efusi pleural atau gas pada abses.6

Gambar 5. Perbedaan Gambaran Abses Hati Piogenik dan Amuba 1

H. Algoritma tatalaksana

13
m
Gambar 6. Algoritma penatalaksanaan abses hepar 5

I. Tatalaksana
● Abses Hepar Piogenik
○ Antibiotik: Dimulai dengan parenteral antibiotik spektrum luas
(polimikroba infeksi umum), dengan penyesuaian per laporan bakteri
tersering. Biasanya antibiotik terapi diperlukan selama 14-42 hari
tetapi durasi antibiotik harus disesuaikan secara individual berdasarkan
respon klinis, etiologi, dan jumlah / tingkat abses.4 Jika terdapat
perbaikan klinis yang signifikan setelah pemberian intravena, pasien

14
dapat ditransmisikan untuk menggunakan antibiotik oral setelah 2–3
minggu dengan antibiotik intravena yang memberikan hasil setara.5
Pemberian antibiotik dengan durasi yang lebih lama (beberapa bulan)
disebabkan karena drainase yang tidak adekuat atau diobati tanpa
drainase. Antibiotik empirik yang digunakan dipastikan harus bisa
mencangkup enterobacteriaceae, enterococci, anaerobes, dan beberapa
kondisi tertentu seperti streptococcus dan staphylococcus. Pada pasien
dengan kondisi stabil pemberian antibiotik ditunda hingga post-
drainage / aspiration untuk meningkatkan keefektifitasan kultur. Perlu
dipertimbangkan untuk pasien dengan imunosupresi untuk diberikan
anti-fungal empirik karena mempunyai risiko hepatosplenic candidiasis
yang sering disebabkan oleh C. albicans. Pada pasien dengan piogenik
abses tidak diindikasikan untuk menghentikan pengobatan yang ada
efek untuk bakteri anaerob, karena mengingat kultur dari bakteri
anaerob terbilang susah. 4
- Regimen empirik :
- First line :
- Cefotaxime 2.0 g IV q8h / ceftriaxone 2.0 g IV
q24h ditambahkan metronidazole 0.5 g IV q8h
- Piperacillin/tazobactam 3.375 g IV q6h ; perlu
dipertimbangkan untuk memberikan
metronidazole jika ada kemungkinan infeksi
amoeba.

- Alternatif
- carbapenems : digunakan untuk monoterapi terutama
pada pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
GNRs atau pernah mengalami beberapa multi drugs-
resistance organism.
- Ertapenem
- Imipenem
- Meropenem
- Doripenem
- fluoroquinolones

15
- ciprofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin di
tambah dengan metronidazole 4

○ Drainase (percutaneous / internal ) : Drainase sangat penting untuk


mengendalikan sepsis dan diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Setelah melakukan aspirasi, hasil aspirasi dikirim untuk kultur
aerob/anaerob dan pewarnaan gram.4 Biasanya penggunaan
Percutaneous Needle Aspiration (PNA) bisa digunakan untuk ukuran
abses <5 cm. Percutaneous Catheter Drainage (PCD) dilakukan untuk
abses > 5 cm atau yang gagal setelah drainase menggunakan PNA.
PCD umumnya lebih efektif dari PNA untuk abses yang besar (>5cm) ,
dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dan mengurangi waktu
untuk mencapai perbaikan klinis. Pada penatalaksanaan menggunakan
PNA bisa terjadi komplikasi yaitu perforasi organ yang berdekatan
dengan hepar, pneumothorax, haemorrhage, dan adanya konten abses
di peritoneum.6 CT scan dan USG digunakan untuk mengetahui
dimana lokasi abses pada saat melakukan drainase. Keberhasilan dari
terapi drainase ini yaitu mencapai angka 90%, jika drainase tidak
adekuat maka drainase bedah diperlukan. 4
- Indikasi dari drainase bedah :
- Abses kompleks atau ruptur
- Multiple abses (bisa dilakukan drainase percutaneous
hanya dengan melakukan drainase pada abses yang
paling besar dengan antibiotik terapi untuk abses kecil
yang lain)
- Jika ingin di tatalaksana menggunakan percutaneous
tetapi lesi tidak dapat dijangkau
- abses >5 cm
- jika berhubungan dengan terapi bedah lainya
(peritonitis)
- drainase bedah bisa dilakukan dengan laparoskopi4

○ Kontrol sumber utama: Pengobatan penyebab utama (mis.,


apendisitis, divertikulitis, obstruksi bilier, dll) sangat penting.6

16
● Abses Hepar amuba 4,5,6
○ Medikasi :
■ Metronidazole PO 3 kali sehari (7-10 hari) sebagai agen
jaringan dan diikuti dengan pemberian agen luminal untuk
mengeliminasi residual colonic colonization biasanya
menggunakan paromomycin 500 mg 3 kali sehari PO (7 hari )
○ Alternatif berdasarkan guideline john hopkins :
■ pemberian tinidazole 800 mg 3 kali sehari 3-5 hari sebagai agen
jaringan
■ agen luminal :
● Iodoquinol 650 mg 3 kali sehari selama 20 hari
● Diloxanide furoate 500 mg 3 kali sehari selama 10
hari4,7
○ Alternatif berdasarkan Clinical algorithm in General Surgery :
■ Chloroquine 600 mg per hari selama 2 hari, diikuti dengan
pemberian chloroquine 300 mg 300 mg selama 3 minggu
dengan atau tanpa pemberian dehydroemetine5

○ Drainase
■ Aspirasi percutaneous belum diketahui dengan jelas efek terapi
pada pasien dengan abses hepar amoeba, tetapi di consider
sebagai diagnosis
■ Indikasi drainase
● Usia >55 tahun, abses >5 cm,abses multipel, kedua
lobus liver terdampak, kegagalan terapi obat selama 7
hari.
● PNA diindikasikan, PCD harus dihindari 4,6
● Hydatid (echinococcal) cyst
○ Standar intervensi nya adalah pembedahan
■ Uncomplicated cyst: PAIR (Percutaneous puncture dengan
bantuan CT atau USG, diikuti dengan aspirasi, Injeksi agen
protosolisidal seperti salin hipertonik atau etanol, dan re
aspirasi setelah 15 menit) -> rasio kesuksesan yang tinggi
dengan rasio morbiditas yang rendah

17
■ Complicated: open surgery
■ Open surgery atau PAIR harus dikombinasi dengan pemberian
albendazol4
● Follow up
○ Jika pasien pyogenic abses tidak diobati, rasio mortalitas mencapai
100%
○ Dengan pengobatan mortalitas menjadi kurang dari 15% ; mortalitas
tergantung dengan penyakit penyebabnya
○ Terdapat rekurensi yang lebih tinggi pada pasien dengan simple
percutaneous aspiration tanpa pemasakan drain temporer. 4

● Terapi spesifik patogen4

18
Gambar 7. Terapi spesifik patogen

J. Pencegahan dan Edukasi


a. Abses Hepar Piogenik (AHP)
Pencegahan terbaik untuk mencegah terjadinya abses pada hepar adalah
mengetahui sedini mungkin sumber-sumber infeksi yang dapat menyebabkan
AHP, diikuti dengan penanganan yang tepat terutama pemberian obat obatan
dan drainase.1
b. Abses Hepar Amuba (AHA)

19
Infeksi amoeba disebarkan melalui konsumsi makanan atau air yang tercemar
dengan kista. Pada daerah dengan risiko yang tinggi untuk terinfeksi kista,
infeksi dapat diminimalkan dengan pengurangan konsumsi buah dan sayuran
yang tidak dikupas dan penggunaan air kemasan. Kista tahan terhadap klor,
sehingga untuk desinfeksi menggunakan iodin direkomendasikan. Sampai saat
ini belum ditemukan profilaksis yang efektif 1
c. Hydatid Cyst
Menghindari kontak dengan air liur hewan dan feses hewan terutama yang
disebabkan karena spesies Echinococcus 8

K. Ringkasan
Abses hepar merupakan sebuah kondisi yang terjadi karena akumulasi dari
nanah pada hepar. Nanah adalah cairan berwarna putih-kekuningan yang merupakan
kombinasi dari jaringan yang mati,sel darah putih yang mati dan bakteri, atau benda
asing lainya. Abses terjadi saat nanah terkumpul menjadi sebuah massa yang nyeri.
Insidensi keseluruhan abses hati di Amerika Serikat diperkirakan 3,6 kasus per
100.000 populasi per tahun. Sekitar 48% kasus abses visceral adalah abses hati
piogenik (AHP) dan merupakan 13% dari keseluruhan abses intra-abdominal. Abses
hati amuba adalah manifestasi ekstraintestinal paling sering dari infeksi Entamoeba
histolytica dengan angka kejadian yaitu 3 - 9% dari kasus amubiasis.
Abses hepar terjadi karena infeksi bakteri, parasit, fungi, atau hydatid yang
berasal dari sistem pencernaan dan infeksi pada daerah lain (apendisitis, divertikulitis,
cholecystitis, dan lain-lain). Faktor resiko dari abses hepar adalah riwayat diabetes,
cirrhosis hepatis, immunocompromised, jenis kelamin laki-laki, usia lanjut, sejarah
bepergian ke daerah tropis, dan penggunaan obat proton-pump inhibitor. Pada pasien
dengan abses hepar keluhan yang paling sering ditemukan adalah demam, dan nyeri
pada kuadran kanan atas. Manifestasi klinis dari abses hepar tidaklah spesifik maka
dari itu sering kali pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menegakan diagnosis.
Pemeriksaan yang paling dianjurkan adalah CT dan USG untuk diagnosis dan terapi,
sedangkan pemeriksaan lab dapat digunakan untuk menemukan etiologi dan
membantu memberikan terapi yang tepat.
Prinsip tatalaksana dari abses hepar adalah pemberian antibiotik yang adekuat,
drainase, dan atasi penyebab. Antibiotik yang diberikan untuk tatalaksana drainase

20
bisa menggunakan Percutaneous Needle Aspiration (PNA) bisa digunakan untuk
ukuran abses <5 cm. Percutaneous Catheter Drainage (PCD) dilakukan untuk abses
> 5 cm atau yang gagal setelah drainase menggunakan PNA. PCD umumnya lebih
efektif dari PNA untuk abses yang besar (>5cm). Indikasi untuk dilakukan
pembedahan adalah multiple abses, terdapat komplikasi lainya yang memerlukan
operasi, dan absesnya kompleks atau ruptur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid II. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.
2. Peralta, R., 2020. Liver Abscess: Background, Pathophysiology, Etiology. [online]
Emedicine.medscape.com. Available at:

21
<https://emedicine.medscape.com/article/188802-overview> [Accessed 19 May
2020].
3. CDC - DPDx - Amebiasis [Internet]. Cdc.gov. 2020 [cited 19 May 2020]. Available
from: https://www.cdc.gov/dpdx/amebiasis/index.html
4. Christopher, F., 2020. Hepatic Abscess | Johns Hopkins ABX Guide. [online]
Hopkinsguides.com. Available at:
<https://www.hopkinsguides.com/hopkins/view/Johns_Hopkins_ABX_Guide/540259
/all/Hepatic_Abscess#2> [Accessed 19 May 2020].
5. Singh J., Gusani N.J. (2019) Hepatic Abscess. In: Docimo Jr. S., Pauli E. (eds)
Clinical Algorithms in General Surgery. Springer, Cham
6. Gaillard, F., 2020. Hepatic Abscess | Radiology Reference Article | Radiopaedia.Org.
[online] Radiopaedia.org. Available at: <https://radiopaedia.org/articles/hepatic-
abscess-1> [Accessed 19 May 2020].
7. Mark Feldman, Lawrence S. Friedman, Marvin H. Sleisenger.(2010) Sleisenger &
Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease : Pathophysiology, Diagnosis,
Management. Philadelphia :Saunders.
8. Akhondi H, Sabih DE. Liver Abscess. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020

22

Anda mungkin juga menyukai