Anda di halaman 1dari 7

R. Honggo P. S.

Secodiningrat
201906010042

Osteoporosis
Definisi
Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya
massa tulang oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan
mikro arsitektur dari jaringan tulang. Akibatnya terjadi penurunan kekuatan tulang sehingga
tulang mudah patah.

Klasifikasi

 Osteoporosis Primer
o Osteoporosis tipe I (Post Menopausal)
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun). Ditandai oleh
fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’fracture, dan berkurangnya gigi
geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut,
dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen.
o Osteoporosis tipe II (Senil)
Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul
dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar
terjadi pada usia tersebut.
 Osteoporosis Sekunder
Dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan
tertentu, atau dapat pula akibat pemberian obat yang mempercepat pengeroposan
tulang. Contoh penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis,
hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme (kelebihan
horman gondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks), multiple mieloma,
malnutrisi, faktor genetik, dan obat-obatan.
R. Honggo P. S. Secodiningrat
201906010042

Epidemiologi

 Global :
o Rasio fraktur osteoporotik pada wanita di atas 50 tahun yaitu 1 dari 2 orang,
sementara pada pria yaitu 1 dari 5 orang.
o Fraktur osteoporotic terseing berturut-turur adalah tulang pinggul, pergelangan
tangan, vertebra, dan humerus.
 Indonesia :
o 2005  prevalensi osteopenia adalah 41,7% sedangkan osteoporosis 10,3%.
o Pada populasi >55 tahun, wanita lebih banyak, sedangkan pada populasi <55
tahun, pria lebih banyak.
o Tingginya prevalensi osteoporosis dipengaruhi oleh asupan kalsium yang
sangat rendah, rerata konsumsi kalsium masyarakat Indonesia hanya
seperempat dari standar nasional.
R. Honggo P. S. Secodiningrat
201906010042

Etiopatogenesis

 Osteoporosis tipe I

 Osteoporosis tipe II
R. Honggo P. S. Secodiningrat
201906010042

Faktor Resiko

 Faktor genetik dan konstitusional


o Umur
o Perempuan
o Riwayat pribadi osteoporotic fracture setelah 45 tahun
o Kaukasia atau Asia
o Riwayat keluarga osteoporosis atau patah tulang pinggul
 Gaya hidup dan nutrisi
o Sering jatuh
o Kekurangan vitamin D.
o BMI rendah (<19 kg / m2)
o Penyalahgunaan alkohol
o Merokok (>1 bungkus rokok/hari atau >15 pack/tahun)
o Sendetary lifestyle atau imobilisasi yang berkepanjangan
o Gizi tidak seimbang: garam tinggi, vitamin A berlebih, kalsium rendah
 Keadaan hipogonadal
o Menarke terlambat dan menopause dini
o Anoreksia nervosa
o Sindrom Kleinfelter dan Turner
o Ketidaksensitifan androgen
o Hipopituitarisme
o Hipogonadisme pria
 Pengobatan farmakologis kronis
o Glukokortikoid (> 7,5 mg prednison atau setara / hari oral> 3 bulan)
o Antikonvulsan
o Penghambat aromatase
o Litium
o Heparin
o Antiandrogen
o Kemoterapi
o Antasida dengan fosfat atau aluminium
o Tamoxifen (premenopause)
 Penyakit endokrin
o Diabetes melitus (terutama tipe 1 atau sudah berlangsung lama)
o Hipertiroidisme
o Hiperkalsiuria
o Hipogonadisme
o Hiperparatiroidisme
o Sindrom Cushing
o Penyakit Addison
R. Honggo P. S. Secodiningrat
201906010042

o Akromegali
o Prolaktinoma

Diagnosis

 Pemeriksaan Klinis
o Anamnesis yang dilakukan meliputi keluhan utama dan masalah kesehatan,
riwayat keluarga, aktivitas fisik dan latihan, riwayat merokok dan minum
alkohol, penggunaan obatobatan, asupan makanan, penyakit-penyakit lain
yang berhubungan dengan osteoporosis seperti penyakit ginjal, saluran cerna,
hati, endokrin dan insufisiensi pankreas. Anamnesis pada wanita perlu
ditambahkan riwayat haid, umur menarke dan menopause, penggunaan obat
kontrasepsi.
o Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan, gaya
berjalan penderita, deformitas tulang vertebrae, tanda-tanda fraktur, nyeri
spinal, dan gejala-gejala pada penyakit yang ditemukan pada anamnesis.
Penderita osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus
o Osteoporosis dapat didiagnosis secara klinis bila ada trauma patah tulang
minor (akibat jatuh dari ketinggian yang rendah) di tulang belakang, pinggul,
panggul, humerus, atau tulang rusuk.
 Pemeriksaan Penunjang
o Pengukuran Bone Mineral Density  diagnostik, prediksi resiko fraktur, dan
pemantauan terapi.
o Gold standard pengukuran BMD yaitu menggunakan DXA (Dual Energy X-
ray Absorptiometry).
o Indikasi pemeriksaan BMD :
R. Honggo P. S. Secodiningrat
201906010042

o Hasil  Bisa dalam satuan gr/cm2 , Z-score, dan T-score.


o T-score adalah perbandingan nilai BMD pasien dengan BMD rata-rata pada
orang muda normal, dinyatakan dalam skor deviasi standard. T-score paling
umum digunakan dalam diagnosis osteoporosis.
o Berdasarkan WHO  klasifikasi diagnostik osteoporosis ada 4 yaitu normal
dengan Tscore >-1, osteopenia dengan T-score antara -1 dan -2,5, osteoporosis
dengan Tscore <-2,5, osteoporosis berat dengan T-score <-2,5 disertai dengan
fraktur fragilitas
Tatalaksana
o Exercise dan paparan sinar matahari
o Pemberian supplemen kalsium dan vitamin D
o Biphosphonates
Bifosfonat oral  pengobatan lini pertama untuk mengurangi risiko patah tulang
pada wanita pascamenopause. Biphosphonates intravena juga tersedia, misalnya,
zoledronate bisa diberikan setahun sekali secara intravena. Cara kerja  mengurangi
resorpsi tulang (aktivitas osteoklas) dan laju perombakan tulang secara umum.
Mereka telah terbukti mencegah keropos tulang dan mengurangi risiko patah tulang
belakang dan pinggul. Efeksamping  gastrointestinal, fraktur fermur atipikal dan
osteonecrosis of the jaw (ONJ).
o Denosumab
Antibodi terhadap RANKL (berguna untuk osteoklastogenesis). Diberikan secara
subkutan tiap 6 bulan dan telah terbukti mengurangi risiko patah tulang pinggul dan
R. Honggo P. S. Secodiningrat
201906010042

tulang belakang. Uniknya, obat ini memiliki ‘off-set' yang cukup cepat saat
pengobatan dihentikan  perombakan tulang menjadi lebih cepat. Efek samping
potensial juga termasuk fraktur femur atipikal dan osteonecrosis of the jaw (ONJ).
o Hormon Paratiroid
Preotact dan Teriparatide (hormon paratiroid manusia rekombinan 1-34) adalah agen
anabolik, diberikan secara intermiten pada dosis rendah yang merangsang
pembentukan tulang. Obat ini mencegah patah tulang dan mencegah osteoporosis
yang diinduksi kortikosteroid..
o Selective oestrogen receptor modulators (SERMs)
Raloxifene dilisensikan untuk pengurangan risiko patah tulang pada wanita dan telah
terbukti mengurangi risiko patah tulang belakang. Efek samping utama adalah hot
flush, dan meningkatkan risiko tromboemboli vena.
Komplikasi
o Fraktur, menyebabkan :
o Penurunan kualitas hidup
o Rasa nyeri
o Penurunan mobilitas  ulkus decubitus dan tromboemboli vena
o Efek samping obat seperti bisphosphonate yang menyebabkan fraktur femur atipikal.

Sumber :
1. Blom, Ashley, David Warwick, Michael Whitehouse, and Louis Solomon, eds. Apley &
Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma. Tenth edition. Boca Raton: CRC Press,
2017.
2. Salter, Robert Bruce. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System:
An Introduction to Orthopaedics, Fractures, and Joint Injuries, Rheumatology, Metabolic
Bone Disease, and Rehabilitation. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1999.
3. Hawkins, Federico, Vishnu Garla, Gonzalo Allo, David Males, Laura Mola, and Emiliano Corpas.
“Senile and Postmenopausal Osteoporosis: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment.” In
Endocrinology of Aging, 131–69. Elsevier, 2021. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-819667-
0.00005-6.

Anda mungkin juga menyukai