Anda di halaman 1dari 9

 

Pengobatan

Terapi pasien dengan gangguan mood  seperti ini harus ditujukan dengan  beberapa tujuan.

Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, ecaluasi diagnostik lengkap pada pasien harus

dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan

pasien di masa mendatang juga harus di mulai. Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah

kebutuhan prosedur diagnosis, resiko bunuh diri atau membunuh, dan kemampuan pasien yang

menurun drastis untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang

cepat serta rusakya sistem dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat inap.1

Pasien dengan mania akut dapat mengalami agitasi , agresif dan melakukan tindakan kekerasan.

Selain itu, pasien sering tidak patuh terhadap  pengobatan karena tilikannya yang buruk

terhadap penyakit. Sebagian besar  pasien menolak penggunaan preparat oral karena mereka merasa

dirinya tidak sakit. Untuk pasien yang tidak bersedia memakan obat, preparat injeksi harus diberikan

meskipun pasien menolak.di bawah ini adalah obat injeksi yang direkomendasikan:2

Rekomendasi obat injeksi untuk agitasi akut pada Gangguan Bipolar

1
ol efektif untuk pengobatan agitasi pada
Lini I
ode mania atau campuran akut. Dosis adalah 9,75 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari (tiga kali injek per hari dengan interval 2 jam) beresp
ine efektif untuk agitasi pada pasien

a atau campuran akut. Dosis 10mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari.


–  30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama.
m 2 mg/injeksi. Dosis maksimum lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM aripiprazol atau olanzapin. Jangna dicam

Lini II   Injeksi IM haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat


2
diulang setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.\
  Injeksi IM Diazepam yaitu 10mg/kali injeksi. Dapat

diberikan bersamaan dengna injeksi haloperidol IM. Jangna dicampur dalam 1 jarum suntik.

Episode mania ditandai oleh mood  iritabel, elasi, dan ekspansif. Pasien sering tidak bisa

tidur, hiperaktif motorik, agitasi dan sering melakukan  perbuatan yang merugikan

dirinya. Pada keadaan mania berat, pasien sering  berhalusinasi dan berwaham. Biasanya

pasien mengalami mania akut, selalu membutuhkan perawatan. Di bawah ini adalah terapi

yang direkomendasikan untuk mania akut:2

Rekomendasi Terapi pada Mania Akut Gangguan Bipolar

Lini I
Litium, divalproat, olanzapin, risperidon,
quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau divalpr
divalrpoat + aripiprazol

Lini II Carbamazepin, TKL, litium + divalproat,


 paliperidon

Lini III Haloperidol, Chlorpromazin, Litium atau


divalproat + haloperidol, atau litium + karbamazepin, Klozapin

Tidak direkomendasikan Gabapentin, topimarat, lamotrigin,


risperidon
+ karbamazepin,
olanzapin+karbamazepin

Antidepresan monoterapi merupakan pengobatan lini pertama,  penambahan dengan stabilisator

mood  bila terlihat gejala mania. Onset kerja obat lebih cepat pada kombinasi antidepresan dengan

stabilisator mood  dari  pada hanya stabilisator mood , karena frekuensi episode tidak penting

dalam  pemilihan terpai. Antidepresan, baik monoterapi maupun dalam bentuk kombinasi dengna litium

dapat menginduksi mania atau siklus cepat. Selain itu.


antidepresan juga memperburuk perjalanan penyakit. Beberapa tuntunan tatalaksana depresi bipolar

merekomendasikan untuk tidak menggunakan antidepresan monoterapi. Dibawah ini adalah

rekomendasi untuk depresi akut gangguan bipolar I: 2

Rekomendasi Terapibiologik pada Episode Depresi Akut

Gangguan Bipolar I

Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin


XR, litium atau divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI

Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau


divalproat + lamotrigin

Lini III Karbamazepin,olanzapin,litium+

karbamazepin, litium atau divalproat _


venlafaksin, litium + MAOI, TKL, litium atau divalproat atau AA + TCA, litium atau divalproat atau karbamazepin + SSRI, S
topimarat.

Tidak direkomendasikan Gabapentinmonoterapi,atipiprazol,


atipiprazol monoterapi.
Obat yang digunakan untuk terapi jangka panjang hendaklah obat yang

tolerabilitasnya baik dan efek sampingnya minimal. Obat tersebut hendaklah efektif untuk

pasien yang sulit diterapi misalnya pasien dengan siklus cepat. Riwayat adanya siklus

cepat dikaitkan dengan tingginya resiko kekambuhan. Selain itu, menjadikan gejala

residual sebagai target terapi rumatan dapat pula mengurangi resiko kekambuhan.

Dibawah ini adalah obat  –  obat yang direkomendasikasn untuk terapi rumatan pada

gangguan bipolar: 2 

Rekomendasi Terapi Rumatan pada Gangguan Bipolar

Lini I Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat,


olanzapin, quetiapin, litium atau
divalproat + quetiapin, risperidon
injeksi jangka panjang, penambahan
risperidon injeksi jangkapanjang,
aripiprazol

Lini II Karbamazepin, litium +divalproat, litium

+ karbamazepin, litium atau divalproat + olanzapin, litium + risperidon, litium +


lamotrigin, olanzapin + fluoksetin.

Lini III Penambahan fenitoin, penambahan


olanzapin, penambahan ECT,
 penambahantopimarat,penambahan
asam lemak omega  –  3. Penambahan okskarbazepin

Tidak direkomendasikan Gabapentin, topimarat atau antidepresan


monoterapi.

Rekomendasi Terapi Depresi Akut pada Gangguan Bipolar II2

Lini I Quentiapin

Lini II Litium , lamotrigin, divalproat, litium atau

divalproat + antidepresan, litium +

divalproat, antipsikotika atipik +

antidepresan

Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk

pasien yang jarang mengalami

hipomania)

Rekomendasi Terapi Rumatan Gangguan Bipolar II2

Lini I Litium, lamotrigin

Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau

antipsikotika atipik + antidepresan,

kombinasi dari litium, lamotrigin,


divalproat, atau antipsikotika atipik

Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT

Tidak direkomendasikan Gabapentin

Intervensi psikososial sangat penting pada gangguan bipolar. Beberapa pendekatan yang

sering dilakukan yaitu cognitive behavioral therapy, terapi keluarga, terapi interpersonal,

psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologik lainnya. Intervensi psikososial

bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.2

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek  –  terapi kognitif, terapi interpersonal, dan terapi

perilaku. Tujuan terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah

kekambuhan dengan membantu pasien menfidentifikasi dan menguji kognisi negatif;

mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan positif; seta melatih respon perilaku

dan kognitif yang  baru.1

Program terapi interpersonal biasanya terdiri atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan

pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik, seperti mekanisme defensi dan

konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas, keterampilan sosial terganggu, dan pikiran

distorsi dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya terhadap atau

pengaruhnya terhadap hubungan interpersonal.

Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan

seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sekaligus penolakan dari

masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada perilaku maladaptif di dalam terapi, pasien

belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan

positif.1

Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan memberi pengaruh pada perubahan struktur atau

karakter kepribadian seseorang, bukan hanya untuk meredakan gejala. Perbaikan kepercayaan

interpersonal, keintiman, mekanisme koping, kapasitas berduka, serta kemampuan mengalami

kisaran luas emosi adalah sejumlah tujuan terapi psikoanalitik. Terapi ini mengharuskan

pasien mengalami periode ansietas yang semakin berat.1 

Terapi keluarga membantu mengurangi dan menghadapi stress dapat mengurangi

kemungkinan kambuh. Terapi keluarga diindikasikan jika


gangguan merusak perkawinan pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood bertambah atau

dipertahankan oleh situasi keluarga.1

 Prognosis 

Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien

dengna gangguan depresif berat. Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki

gejala kronis dan bukti-bukti penurunan sosial yang bermakna. penyakit ini memiliki

perjalanan yang panjang dan  pasien cenderung mengalami kekambuhan

Prognosa baik apabila:

  Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik

  Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali perawatan

  Selama masa remaja memuliki riwayat persahabatan yang erat dan baik

  Pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh

  Fungsi keluarga yang stabil dan baik

  Tidak ada gangguan psikiatri komorbid

  Tidak ada gangguan kepribadian.

Prognosa buruk apabila:

  Adanya penyerta gangguan distimik

  Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya

  Gejala gangguan kecemasan

  Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.

  Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan

perempuan.
BAB 3 KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh

gejala-gejala mania, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur

hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Gangguan mood  ini disebabkan

oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, biologik, dan psikososial. Dalam

perjalanan penyakitnya, gangguan  bipolar ini berbeda-beda, tergantung pada tipe dan

waktunya. Onsetnya biasanya  pada usia 30 tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan

yang sama. Semakin muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya

untuk mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Dalam

pemilihan lini pertama terapi pada gangguan bipolar dapat menggunakan lithium atau

valproat yang sudah jelas efektif. Namun pemilihannya dalam penggunaan lithium

ataupun valproat harus diperhatikan keadaan pasien, kelebihan, dan kekurangannya. 


DAFTAR PUSTAKA

1.   Sadock B.J dan Sadock V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta : EGC ;2010.

2.   Elvira S.D dan Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed.2. Jakarta : FKUI

;2013.

3.   Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan

DSM – 5. Jakarta : PT NPUH ; 2013

4.   Soreff,S. Bipolar Affective Disorders. Medscape [Online] Agustus 18, 2014. [Cited:

Oktober 10, 2014] http://emedicine.medscape.com

5.

Anda mungkin juga menyukai