KELAS : 2A
TANGGAL : 29 September 2020
MATA KULIAH : KMB
2. Etiologi
a. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal )
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan
hernia.
c. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui
kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai
petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama
masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi
usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat
terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
h. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi,
atau trauma operasi.
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
j. Benda asing, seperti bezoar.
k. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
l. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium
3. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik.
Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan
pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar
cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga
terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat
terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat
meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah.
Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi
distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan
oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian
nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforasi akan
menyebabkan bakteri masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan
peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan
menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit.
Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga darah yang
dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi
jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya
metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.
Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi
pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan
pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi
peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)
5. pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan
hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar
serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
( Brunner and Suddarth, 2002 ) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari http://www.Files-of-
DrsMed.tk )
6. Penatalaksanaan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis
dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal.
1. Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas
kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi
memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab
paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah
herniotomi.
2. Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan
dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat
dilakukan pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan
pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk
mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.
Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan
terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan pasien.
b..Pemeriksan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
c. Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
d. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
f. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam
usus.
2) Pemeriksaan simtologi
3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia)
8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)
3. Perencanaan
1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
a. Tujuan : pola nafas pasien menjadi efektif
iteria Hasil: pasien memiliki pola pernafasan: irama reguler, frekuensi: 18-20x/menit, PCH(-)
b. Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji status pernafasan: pola, frekuensi, 1. sebagai data dasar mengenai status
kedalaman pernafasan pasien
2. atur posisi pasien fowler atau semi 2. mengatur posisi pasien bertujuan
fowlerTinggikan kepala tempat tidur 40-60 untukMengurangi penekanan pada paru akibat
derajat distensi abdomen.
3. lakukan teknik latihan nafas dalam 3. nafas dalam dapat membuka ekspansi paru
sehingga paru-paru bisa lebih mengembang
lagi
4. kolaborasi dengan tim medis mengenai 4. hal ini bertujuan untuk memenuhi
pemberian nasal kanul sesuai dengan therapy kebutuhan oksigenasi pasien
2. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat
dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya mual, muntah,
demam dan diaforesis.
a. Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan
bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-tanda vital
stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.
Kriteria Hasil : :
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
2.Intake dan output cairan seimbang
3.Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
b. Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. sebagai data dasar untuk mengetahui
kebutuhan cairan pasien
2. 2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, S 2. untuk mengetahui keadaan umum pasien
3. Monitor intake dan output secara ketat 3. untuk Menilai keseimbangan cairan apakah
sudah tepat atau masih kekurangan cairan
4. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian 4. terapi intra vena diberikan untuk memenuhi
terapi intravena kebutuhan cairan dan elektrolit pasien
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi, mual,dan
anoreksia
a. Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil: 1.Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah
b. Intervensi
Intervensi Rasional
1. kaji faktor-faktor individual yang 1. untuk menddapatkan data dasar mengenai
mempengaruhi kemampuan untuk mencerna ststus nitrisi pasien
makanan, mis: status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang dilepas.
2. Auskultasi bising usus; palpasi 2. untuk menentukan kembalinya peristaltik
abdomen; catat pasase flatus. ( biasanya dalam 2-4 hari ).
3. ciptakan lingkungan yang nyaman saat 3. lingkungan yang nyaman dapat
pasien makan meningkatka selera makan pasien
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam 4. therapy yang tepat dapat mencegah
pemberian obat-obatan sesuai indikasi: muntah. Menetralkan atau menurunkan
Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). pembentukan asam untuk mencegah erosi
Antasida dan inhibitor histamin, mis: mukosa dan kemungkinan ulserasi.
simetidin (tagamet).
5. anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi 5. makan sedikit tapi sering dapat mengurangi
sering mual pasien. Dan asupan nutrisi bisa lebih
adekuat.
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus
a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali
normal.
Kriteria Hasil: Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35
x/menit, tidak ada distensi abdomen.
b. Intervensi
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. untuk mengetahui ada atau tidaknya
konsistensi feces kelainan yang terjadi pada eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
3. Kolaborasi dalam pemberian terapi 3. kolaborasi yang tepat dapat ditentukan
pencahar (Laxatif) Therapy yangtepat dalam Membantu
pemenuhan kebutuhan eliminasi pasien
2. Berikan penjelasan kepada pasien dan 2. Dengan mengetahui tindakan yang akan
keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan akan mengurangi tingkat
dilakukan sehubungan dengan keadaan kecemasan pasien dan meningkatkan
penyakit pasien kerjasama
3. Pertahankan lingkungan yang tenang dan 3. Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat
tanpa stres. mengurangi stress pasien berhadapan dengan
penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER WEB:
ERGHY. 2011. ASKEP ILEUS OBSTRUKSI :
http://erghy-asuhankeperawatan.blogspot.com/
Arief, Fatratul Wahyi . 2012. Askep Ileus Obstruktif :
http://zahrah02fatrahajar.blogspot.com/2012/02/askep-ileus-obstruktif.html
SUMBER BUKU: