Anda di halaman 1dari 12

PERTEMUAN 4

DEMOKRASI DI INDONESIA

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa dapat memahami pengertian demokrasi


dan hakikatnya termasuk aplikasi di Indonesia dari periode satu ke periode berikutnya.

Uraian Materi

Konsep Dasar Demokrasi

Demokrasi adalah suatu terminologi yang sarat dengan makna hal ini
disebabkan oleh pengertiannya yang berkaitan erat dengan sistem sosial.
Hampir semua negara menyatakan bahwa sistem pemerintahannya adalah
demokratis sebagaimana yang dinyatakan oleh Sri Soemantri bahwa sekarang
ini tidak ada satupun negara di dunia yang tidak berlandaskan demokrasi.
Meskipun pengertian dari demokrasi tidak sama, namun setiap negara
pastinya berkata bahwa negaranya berasaskan demokrasi (Sri Soemantri
1992)
Merujuk pada konsep kehidupan bernegara dan bermasyarakat, negara
dengan demokratis pemerintahannya mengikutsertakan warganya untuk
mewakili melalui DPR yang dipilih melalui Pemilu (Pemilihan Umum). Dengan
begitu negara akan menjamin keadilan, Hak Asasi Manusia dan Penegakkan
Hukum.
Istilah demokrasi (demokrasi) berasal dari penggalan kata Yunani demos dan
kratos / cratein. Demos artinya orang dan cratein artinya pemerintah. Jadi
demokrasi berarti pemerintahan kerakyatan. Salah satu pendapat terkenal
Abraham Lincoln pada tahun 1863 yang mengatakan bahwa demokrasi adalah
pemerintahan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (pemerintah rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat).

Jadi apakah demokrasi itu? Demokrasi sebagai sebuah konsep sebenarnya


memiliki banyak arti dari berbagai sudut pandang atau perspektif. Berbagai
pendapat banyak dikemukakan para ahli tentang demokrasi. Contoh Abraham
Lincoln di atas hanyalah salah satu contoh dari definisi demokrasi. Robert Dahl
sampai pada pernyataan bahwa “ there is no democratic theory, there are only
democratic theories”. Bahkan Harold Laski menyatakan bahwa demokrasi
tidak dapat didefinisikan, karena lintasan sejarahnya yang panjang dan telah
berkembang sebagai konsep yang mendefinisikan (Hendra Nurtjahjo, 2006:
71).
Berdasarkan sekumpulan besar literatur yang ada, demokrasi diyakini berasal
dari pengalaman orang Yunani kuno, tepatnya di negara-kota (polis) Athena
sekitar 500 SM. Yunani sendiri pada waktu itu terdiri dari berbagai negara kota
(polis) seperti Athena, Makedonia, dan Sparta. Pada tahun 508 SM, seorang
warga negara Athena, Cleistenes, melakukan berbagai reformasi negara-kota
Athena (Magnis Suseno, 1997: 100). Cleistenes membagi warga negara
Yunani yang pada waktu itu berjumlah sekitar 300.000 menjadi berbagai
"suku", yang masing-masing terdiri dari beberapa demes, dan demes
mengirimkan perwakilan ke Majelis yang terdiri dari 500 perwakilan.
Keanggotaan Council 500 dibatasi hingga satu tahun dan seseorang dibatasi
dua kali selama masa hidupnya untuk menjadi anggota. Majelis 500 membuat
keputusan tentang semua hal yang berkaitan dengan kehidupan kota Athena.
Bentuk pemerintahan baru ini disebut Demokrat. Istilah demokrasi sendiri
dikemukakan oleh sejarawan Herodotus (490-420 SM) untuk merujuk pada
sistem negara sebagai hasil reformasi Cleistenes. Sistem demokrasi Athena
akhirnya diambil alih oleh banyak polis lain di Yunani. Demokrasi di Athena ini
bertahan hingga dihancurkan oleh Alexander Agung dari Roma pada 322 SM.
Sejak saat itu, demokrasi Yunani dianggap menghilang dari muka bumi.
Selanjutnya Eropa memasuki Zaman Kegelapan (dark age).
Ide demokrasi mulai berkembang kembali di Eropa, terutama setelah
munculnya konsep negara-bangsa pada abad ketujuh belas. Ide ini ditaburkan
oleh para pemikir seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-
1704), Montesqiueu (1689-1755) dan JJ. Rousseau (1712-1778), yang
mempromosikan perkembangan demokrasi dan konstitusionalisme di Eropa
dan Amerika Utara (Aidul Fitriciada Azhari, (2005:2). Selama waktu itu,
gagasan sekularisasi dan kedaulatan rakyat berkembang. Berdasarkan
sejarah singkat ini kita dapat mengetahui bahwa ada demokrasi yang
berkembang di Yunani yang disebut demokrasi kuno dan demokrasi yang
kemudian berkembang di Eropa Barat yang kemudian dikenal dengan
demokrasi modern.
Jadi apa sebenarnya demokrasi itu? Sebenarnya tidak ada makna yang cukup
untuk merepresentasikan konsep demokrasi. Istilah tersebut tumbuh seiring
dengan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat. Semakin besar
kompleksitas kehidupan dalam masyarakat, semakin sulit dan tidak sederhana
demokrasi didefinisikan (Eep Saefulloh Fatah, 1994: 5). Berdasarkan berbagai
definisi yang berkembang dalam sejarah pemikiran tentang demokrasi, maka
dapat dikategorikan bahwa ada 3 (tiga) pengertian demokrasi, yaitu demokrasi
sebagai bentuk pemerintahan, demokrasi sebagai sistem politik, dan
demokrasi sebagai sikap hidup.

1. Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan


Makna demokrasi sebagai wujud pemerintahan merupakan pemahaman
awal yang dikemukakan oleh para sarjana dan tokoh sejarah, misalnya Plato
dan Aristoteles. Plato, dalam republiknya, menegaskan bahwa ada tiga bentuk
pemerintahan yang baik, yaitu monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Jadi
demokrasi adalah salah satu dari tiga bentuk pemerintahan.
Ukuran yang digunakan untuk membedakan adalah jumlah dalam hal
jumlah orang yang berkuasa dan kualitas signifikan untuk siapa kekuasaan itu
dijalankan. Menurutnya, demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan
yang pemerintahannya ada di tangan rakyat dan bekerja untuk kemaslahatan
rakyat pada umumnya. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang ada di
tangan seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk
kepentingan rakyat luas. Aristokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang
didukung oleh sekelompok orang yang memimpin dan menjalankan untuk
kemaslahatan rakyat pada umumnya. Ketiganya bisa menjadi bentuk
pemerintahan yang buruk, yaitu tirani, oligarki, dan mobokrasi atau oklokrasi.
Tirani adalah bentuk pemerintahan yang dipertahankan oleh seseorang
sebagai pemimpin tertinggi dan diarahkan untuk keuntungan pribadi. Oligarki
adalah bentuk pemerintahan yang didukung oleh kelompok dan dipimpin oleh
kelompok itu sendiri. Sedangkan mobocracy / oclocracy adalah bentuk
pemerintahan yang didukung oleh rakyat, tetapi rakyat tidak tahu apa-apa,
rakyat tidak berpendidikan dan rakyat tidak memahami pemerintah. Pada
akhirnya, pemerintahan yang ia jalankan tidak berjalan untuk kepentingan
rakyat pada umumnya. Penyelenggaraan pemerintahan ini justru menimbulkan
kekacauan, huru-hara, kebebasan, dan kerusakan serius yang dapat berujung
pada anarki. Mobokrasi adalah bentuk pemerintahan yang kacau.
Sementara itu, Aristoteles dalam bukunya Politik menulis bahwa ada tiga
jenis pemerintahan yang baik yang disebutnya konstitusi yang baik, di
antaranya: monarki, aristokrasi, dan politik. Sedangkan pemerintahan yang
buruk atau konstitusi yang buruk termasuk tirani, oligarki dan demokrasi. Jadi,
berbeda dengan Plato, demokrasi menurut Aristoteles merupakan bentuk
pemerintahan yang buruk, sedangkan yang baik disebut politik atau politeia.
2. Demokrasi Sebagai Sistem Politik
Bentuk pemerintahan adalah republik atau monarki, sehingga demokrasi
berkembang sebagai sistem politik di negara bagian. Para akademisi yang
mengartikan demokrasi sebagai suatu sistem, misalnya Henry B. Mayo
(Mirriam Budiardjo, 2008: 117) yang menegaskan bahwa sistem politik
demokrasi adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan publik
ditentukan berdasarkan mayoritas oleh wakil-wakil yang ada. diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan umum. yang didasarkan pada prinsip
kesetaraan politik dan berlangsung dalam lingkungan kebebasan politik yang
terjamin.
Menurut Samuel Huntington (2001), sistem politik terbagi dua yaitu:
a. Sistem politik demokrasi,
Dimana pada sistem ini pemerintahan menjalankan prinsip demokrasi.
b. Sistem politik nondemokrasi
Sistem pemerintahan ini tidak menjalankan prinsip demokrasi. Namun
sistem yang digunakan adalah rezim, diktatror, komunis, monarki
absolut.
Prinsip-prinsip sistem politik demokrasi yang utama adalah:
a. Pembagian kekuasaan; kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif
berada di bagian berbeda.
b. Pemerintahan konstitusional; berdasarkan undang-undang dasar.
c. Pemerintahan berdasarkan hukum; Ruleof Law
d. Pemerintahan mayoritas.
e. Pemerintahan dengan diskusi.
f. Pemilihan Umum.
g. Partai politik > dari 1dan bisa melaksanakan fungsinya.
h. Management yang terbuka.
i. Pers yang tidak terikat.
j. Pengakuan akan hak Minoritas.
k. Perlindungan Hak Asasi Manusia.
l. Peradilan yang bebas dan tidak memihal.
m. Pengawasan terhadap administrasi negara.
n. Mekanisme politik berubah antara kehidupan politik masyarakat
dengan politik pemerintah.
o. Kebijakan pemerintah dibuat oleh badan perwakilan politik tanpa
paksaan dari pihak atau lembaga manapun.
p. Penempatan pejabat pemerintahan dengan merit system bukan poll
system.
q. Penyelesaian secara damai bukan kompromi.
r. Jaminan terhadap kebebasan individu dengan batasan tertentu.
s. Konstitusi atau Undang-undang Dasar yang demokratis.
t. Konsensus (Prinsip kesepakatan).
Bersebrangan dengan prinsip demokrasi adalah kediktatoran yang
memberlakukan sistem otoriter atau totalier. Prinsip ini disebut juga non
demokrasi, antara lain:
a. Pemusatan kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif bersatu,
dimana ketiganya dijalankan satu badan saja.
b. Pemerintahan dijalankan dengan kekuasaan tidak dengan
konstitusional.
c. Rule of power bukan Rule of Law.
d. Pemerintahan dibentuk dengan dekrit bukan dengan musyawarah.
e. Pemilihan umum dijalankan tidak demoktratis.
f. Hanya ada satu partai.
g. Kepemimpinan serta manajemen bersifat tertutup dan tidak
bertanggung jawab.
h. Tidak mengakui hak warga negara Minoritas.
i. Tidak adanya kebebasan berbicara, berpendapat dan tidak adanya
kebebasan pers karena dibatasi.
j. Sering terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia, tidak lagi terlindungi.
k. Badan peradilan yang bisa diintervensi oleh penguasa.
l. Tidak adanya pengendalian terhadap birokrasi dan administrasi.
m. Mekanisme kehidupan politik dan sosial sama dan tidak dapat diubah.
n. Penyelesaian perbedaan dengan cara kekerasan dan paksaan.
o. Tidak adanya jaminan kebebasan terhadap hak-hak individu.
p. Prinsip dogmatisme dan sering adanya doktrin.

3. Demokrasi Sebagai Sikap Hidup


Demokrasi tentunya bukan hanya sekedar bentuk pemerintahan namun
yang utama yaitu bentuk kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Bentuk demokrasi akan menjadi kokoh jika semua masyarakat
senantiasa bersikap demokratis. Jika setiap masyarakat senantiasa hidup
dengan nilia-nilai demokrasi yang notabennya kita hidup di negara Indonesia
yang berlandaskan Pancasila.
Perilaku yang demokrasi tentunya akan menumbuhkan kultur demokrasi
dan akan membuatnya senantiasa tegak dan kokoh, maka dari itu sangatlah
penting diterapkannya nilai demokrasi untuk terciptanya perilaku dan
membentuk budaya serta kultur demokrasi.

1. Perjalanan Demokrasi di Indonesia

Penting untuk dipahami bahwa berfungsinya demokrasi di Indonesia telah


menghasilkan sejumlah kemajuan prosedural yang signifikan. Pemilihan
Legislatif, Pilpres dan Pilkada dapat berlangsung dengan bebas, transparan,
demokratis dan yang terpenting dalam suasana damai. Kontrol dan
keseimbangan antara lembaga eksekutif dan legislatif juga sangat dinamis.
Kebebasan berpendapat dan berserikat jauh lebih baik dibandingkan pada
masa Orde Baru. Hal yang paling mendasar adalah membenahi beberapa
kelemahan pada tubuh UUD 1945 yang kemudian membuat tampilan
konstitusi kita tampak berbeda dari tubuh asli UUD 1945 (As'ad Said Ali, 2009:
99).
Perubahan penting dan fundamental tersebut memunculkan dan
memunculkan sejumlah harapan, seperti yang dipaparkan As'ad Said Ali dalam
bukunya 95 Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa (2009). Rakyat
mengharapkan peningkatan kualitas demokrasi sejalan dengan kemajuan
prosedur demokrasi. Masyarakat juga mengharapkan bahwa pemerintahan
yang dihasilkan melalui prosedur demokrasi akan mampu menjaring dan
mengartikulasikan kepentingan publik jauh lebih baik dari pada periode
sebelumnya dan menjauhkan diri dari kepentingan sempit kelompok atau
kelompok tertentu. Namun kenyataannya, harapan tersebut belum terwujud
secara maksimal. Ada keluhan bahwa sistem demokrasi saat ini tidak
menghasilkan kesejahteraan ekonomi dan sosial yang lebih baik. Partisipasi
rakyat dalam setiap proses pengambilan keputusan hampir seperti pada masa
Orde Baru, sedangkan sirkulasi elit nasional belum banyak mengalami
perubahan perilaku yang mendasar.
Bersamaan dengan itu, timbul rasa kepedulian terhadap berbagai persoalan
yang cenderung mengguncang sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Gerakan separatis telah muncul. Beberapa daerah telah menuntut
sangat keras kepada pemerintah pusat dan Jakarta sering mengabaikan
kepentingan pemerintah daerah. Topik sensitif atas nama agama kembali
menyebar. Hal lain yang cukup menggemparkan adalah maraknya korupsi di
era reformasi.
Rangkaian masalah masih bisa diperpanjang. Semua diakumulasikan menjadi
kekecewaan. Sebuah pertanyaan yang meresahkan: Benarkah langkah kita
dalam proses demokratisasi saat ini? Cara terbaik agar tidak terjebak dalam
persoalan yang tak kunjung usai ini adalah dengan meninjau kembali pesan-
pesan penting para pendiri negara dan konstitusi agar tertuang dalam visi
membangun kehidupan demokrasi.
Saat ini gagasan demokrasi dituangkan dalam sila keempat Pancasila, yaitu
demokrasi berpedoman pada kearifan dalam musyawarah perwakilan dan
pasal 1 ayat 2 UUD 1945, yaitu bahwa kedaulatan ada di tangan. rakyat dan
dilaksanakan sesuai dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 merupakan
turunan dari Pancasila sebagai landasan falsafah negara, maka secara
normatif demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai
Pancasila, khususnya sila keempat. Oleh karena itu, demokrasi Indonesia
disebut Demokrasi Pancasila, yang di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip
demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Demokrasi Pancasila dapat diartikan secara luas maupun sempit, sebagai
berikut.

a. Secara luas demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang didasarkan


pada nilai-nilai Pancasila baik sebagai pedoman penyelenggaraan maupun
sebagai cita-cita.

b. Secara sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yang


dilaksanakan menurut hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.

Demokrasi Pancasila dalam arti luas merupakan kedaulatan atau kekuasaan


yang sebesar-besarnya pada masyarakat yang dalam pelaksanaannya dijiwai
oleh nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yaitu nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan nilai keadilan sangat mendukung
demokrasi. Nilai-nilai Pancasila bertentangan dengan sistem otoriter atau
kediktatoran.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila agar tegak dan berkembang dipusatkan
pada 10 (sepuluh) pilar demokrasi (Achmad Sanusi, 2006: 193-205), yaitu:

a. Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa


Aktor politik dan pemimpin negara serta seluruh warga negara dalam
penyelenggaraan demokrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Anda diminta untuk mempertanggungjawabkan semua tindakan Anda di
hadapan Tuhan Yang Mahakuasa.

b. Demokrasi yang Menjunjung Hak Asasi manusia.

Demokrasi menuntut penghormatan terhadap martabat manusia dalam bentuk


jaminan dan perlindungan hak asasi manusia demi terwujudnya keadilan
dalam masyarakat.

c. Demokrasi yang mengutamakan Kedaulatan Rakyat

Rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi.

Pelaksanaan kedaulatan melalui sistem perwakilan. Untuk mengisi lembaga


perwakilan perlu dilaksanakan pemilu secara periodik.

d. Demokrasi yang didukung kecerdasan

Warga negara yang cerdas dan terdidik secara politik merupakan syarat mutlak
untuk mewujudkan demokrasi. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan
atau pendidikan politik amat penting dalam negara demokrasi untuk membekali
warga negara kesadaran hak dan kewajibannya.

e. Demokrasi yang menetapkan pembagian kekuasaan

Suatu negara yang demokratis harus ada pembagian kekuasaan. Hal ini untuk
menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan kepada satu orang. Dan
memberikan kesempatan kepada lembaga lain untuk melakukan pengawasan
dan meminta pertanggungjawaban jalannya pemerintahan.
f. Demokrasi yang menerapkan konsep Negara Hukum
Hukum melandasi pelaksanaan demokrasi. Untuk mengembangkan
kebebasan yang demokratis tidak bisa dengan meninggalkan hukum. Tanpa
hukum kebebasan akan mengarah perbuatan yang anarkis. Pada akhirnya
perbuatan itu meninggalkan nilai-nilai demokrasi. Untuk mewujudkan
demokrasi yang berdasarkan hukum tidak dapat lepas dari perlidungan
konstitusinal, badan peradilan yang bebas, kebebasan berpendapat,
berserikat, dan kesadaran kewarganegaraan.
g. Demokrasi yang menjamin otonomi daerah
Pelaksanaan demokrasi harus tetap menjamin tegaknya persatuan dan
kesatuan bangsa. Dengan dilaksanakan otonomi daerah yang semakin nyata
dan bertanggung jawab mengindakasikan paham demokrasi juga semakin
berkembang. Sebagai wujud prinsip demokrasi kekuasaan negara tidak
dipusatkan pemerintah pusat saja namun sebagian diserahkan kepada daerah
menjadi urusan rumah tangga daerah itu sendiri.
h. Demokrasi yang berkeadilan sosial
Penyelenggaraan demokrasi bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi bukan hanya demokrasi politik, tetapi
juga sosial dan ekonomi. Sosial demokrasi berarti demokrasi yang ditemukan
dalam hubungan antara warga negara dan / atau warga negara. Itu juga harus
didasarkan pada penghormatan terhadap kebebasan, kesetaraan dan
solidaritas antar manusia.
i. Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat
Demokrasi juga termasuk bidang ekonomi. Demokrasi ekonomi adalah suatu
sistem pengelolaan perekonomian negara berdasarkan prinsip-prinsip
ekonomi. Ekonomi harus dilindungi dari persaingan bebas tanpa batas melalui
hukum dan peraturan. Negara juga memainkan peran yang tepat dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan rakyat.
j. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
Sistem peradilan yang independen memberikan kesempatan sebesar mungkin
bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum
yang seadil mungkin. Pengadilan yang independen dan otonom tidak boleh
dipengaruhi oleh siapa pun, tetapi hakim wajib memperhatikan keadilan yang
berkembang di masyarakat.

Demokrasi pancasila dalam arti tegas didasarkan pada sila keempat


Pancasila, yaitu demokrasi yang berpedoman pada kearifan kearifan dalam
musyawarah perwakilan. Oleh karena itu, demokrasi Pancasila dalam arti yang
sempit adalah masalah pengambilan keputusan, yaitu pengambilan keputusan
yang diarahkan oleh para pemimpin politik. Cara pengambilan keputusan yang
dipandu oleh kebijaksanaan adalah musyawarah dan mufakat.

2. Pendidikan Demokrasi

Dewasa ini, dalam demokrasi harus ada kesadaran bahwa demokrasi hanya
akan diperkuat jika didukung oleh warga negara yang demokratis, yaitu warga
negara yang memiliki dan menjalankan sikap hidup demokratis. Artinya, warga
negara yang memiliki sikap dan budaya demokratis merupakan prasyarat bagi
berfungsinya negara demokrasi. Seperti yang dikatakan Bahmueller dalam
Udin Winataputra (2001: 72), perkembangan demokrasi di suatu negara
bergantung pada serangkaian faktor penentu, yaitu: tingkat perkembangan
ekonomi, rasa jati diri bangsa, pengalaman sejarah, dan budaya
kemasyarakatan. . Budaya warga mencerminkan tradisi demokrasi yang ada
di masyarakat. Budaya demokrasi yang tumbuh di masyarakat akan sangat
mendukung perkembangan demokrasi di negara yang bersangkutan. Oleh
karena itu, tradisi atau budaya demokrasi perlu dikembangkan di masyarakat.
Budaya demokrasi ini dapat dibina melalui pendidikan demokrasi. Pada
hakikatnya pendidikan demokrasi adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar
dapat diterima dan dilaksanakan oleh warga negara. Pendidikan untuk
demokrasi secara substansial mengacu pada sosialisasi, diseminasi,
pemutakhiran dan implementasi sistem, nilai, konsep dan praktik demokrasi
melalui pendidikan.
Pendidikan demokrasi bertujuan untuk mempersiapkan warga negara
berperilaku dan bertindak demokratis, melalui kegiatan menanamkan
pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi pada generasi muda.
Pendidikan demokrasi pada dasarnya membangun budaya demokrasi yang
bersama-sama dengan struktur demokrasi akan menjadi dasar negara
demokrasi. Menurut Zamroni, (2001: 17) pengetahuan dan kesadaran akan
nilai demokrasi mencakup tiga hal. Pertama, kesadaran bahwa demokrasi
adalah pola hidup yang paling menjamin hak-hak warga negara itu sendiri,
demokrasi adalah pilihan terbaik di antara yang buruk mengenai pola hidup
bernegara. Kedua, demokrasi merupakan proses pembelajaran yang panjang
dan tidak terbatas pada meniru masyarakat lain. Ketiga, keberlangsungan
demokrasi bergantung pada keberhasilan transformasi nilai-nilai demokrasi di
masyarakat. Lebih lanjut dikatakannya, pendidikan harus mampu melahirkan
manusia yang demokratis. Tanpa manusia yang mempertahankan nilai-nilai
demokrasi, masyarakat yang demokratis hanya akan menjadi impian (Zamroni,
2011: 39).
Pendidikan demokrasi dalam arti luas dapat dilakukan secara informal, formal
dan nonformal. Secara informal, pendidikan demokrasi dapat diselenggarakan
dalam lingkungan keluarga yang menumbuhkan nilai-nilai demokrasi. Secara
formal, pendidikan demokrasi berlangsung di sekolah baik dalam bentuk
intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Sedangkan pendidikan demokrasi
nonformal berlangsung pada kelompok masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, partai politik, pers, dan lain-lain.
Penting untuk memperhatikan pendidikan formal demokratis, yaitu di sekolah
atau lembaga pendidikan lainnya, termasuk pendidikan tinggi. Hal ini
dimungkinkan karena sekolah merupakan lembaga pendidikan yang telah
terprogram, terencana, terorganisir dan berkelanjutan untuk mencerdaskan
warga negara termasuk terwujudnya pendidikan yang demokratis. Yang
sangat penting dalam pendidikan kerakyatan di sekolah adalah kurikulum
pendidikan kerakyatan yang menyangkut dua hal yaitu struktur dan isi materi
(Winarno, 2007: 113).
Pengaturan tersebut mengacu pada beban pendidikan demokrasi dalam suatu
kegiatan kurikuler, baik secara eksplisit dimasukkan ke dalam mata pelajaran
atau mata kuliah atau tertanam dalam mata pelajaran umum. Saat ini mata
pelajaran dan mata kuliah PKn memiliki misi sebagai pendidikan demokrasi.
Mata kuliah lain, Ilmu Sosial (IPS), juga bertujuan untuk melatih warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab (Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006). Isi materi berkaitan dengan kajian atau materi apa yang sesuai untuk
pendidikan demokrasi. Untuk benar-benar berfungsi sebagai pendidikan
demokrasi, materi harus ditekankan pada empat hal, yaitu: sejarah asal muasal
demokrasi dan perkembangan demokrasi, sejarah demokrasi di Indonesia,
semangat demokrasi Indonesia berdasarkan Pancasila, dan UUD 1945, dan
masa depan demokrasi. The Origins of Democracy akan mengajarkan kepada
anak-anak tentang perkembangan konsep demokrasi dari konsep awal hingga
sekarang hingga konsep global saat ini. Materi demokrasi Indonesia
mengajarkan kepada anak-anak tentang kekuatan, kelemahan dan bentuk
demokrasi ideal yang sesuai untuk Indonesia. Materi demokrasi masa depan
akan meningkatkan kesadaran anak-anak akan pentingnya demokrasi dan
memahami tantangan demokrasi yang akan muncul di masa depan.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pandangan anda tentang demokrasi di Indonesia?


2. Coba anda sebutkan perbedaan antara demokrasi orde lama dengan demokrasi orde
baru!
3. Jelaskan yang dimaksud dengan hak veto Presiden?
4. Bagaimana pelaksanaan demokrasi Pancasila agar tegak dan berkembang?
5. Bagaimana bentuk pemerintahan dalam sistem demokrasi politik dan sistem
demokrasi sebagai sikap hidup?
UMPAN BALIK/TINDAK LANJUT

1. Mahasiswa bertanya tentang materi yang tidak dipahami atau mendiskusikan


pembelajaran secara berkelompok.
2. Dosen menjawab pertanyaan dari mahasiswa dan menjelaskan secara detail, bila
tidak selesai akan dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Lemhanas, Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Tim Dosen UGM, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, 2002.

Tim Penyusun PUSLIT IAIN Syarif Hidayatullah, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic


Education), Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, IAIN Jakarta Press, 2000.

Sobirin dan Suparman (Penyunting), Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi


Manusia, UII Press, 2003.

Dwi Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, PT. Bumi Aksara, 2006.

Musthafa Kamal, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Citra Karsa Mandiri,


2002.

R. Rahaditya, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Pustaka Mandiri, 2014

Anda mungkin juga menyukai