Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS PEDIS PADA NY. K DI RUANG ALI IBNU ABI


THOLIB RSI SUNAN KUDUS

Nama Kelompok 3

1. Aditya Eka Prasetya


2. Desi Ratnaningsih
3. Eva Nur Hadiyanti
4. Fifi Alafinda Yahya Utama
5. Indah Setyawati
6. Rahayu Lestari
7. Siti Khofifatud Daimah
8. Vera Zulfi Nofita Sari
9. Vicky Riyan Pranata

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh

ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin. Diabetes

melitus adalah penyakit kronik serius yang terjadi ketika pankreas tidak

mampu menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak bisa

menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif (World Health

Organization, 2016)

Peningkatan jumlah pasien DM memiliki dampak terhadap

peningkatan komplikasi ulkus diabetik pedis. Sepertiga dari pasien DM

akan mengalami masalah ulkus dibetik pedis (Zhang, 2016). Menurut hasil

penelitian, 95% pasien yang dirawat di rumah sakit dengan ulkus diabetik

menunjukkan adanya infeksi (ADA 2010). Prevalensi ulkus diabetik di

Indonesia sebanyak 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan

ulkus diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit terbanyak sebesar

80% (Riyanto, 2014).

Ulkus diabetik merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus

sebagai penyebab utama dari morbiditas, kadar LDL yang tinggi

merupakan peranan terjadinya ulkus diabetik terbentuk melalui

pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah

(Andyagreeni, 2013)

Penderita DM yang terus mengalami peningkatan akan diikuti

dengan peningkatan kejadian komplikasi DM. Komplikasi DM merupakan

penyebab utama kecacatan, penurunan kualitas hidup, dan kematian dini.


Hiperglikemia akibat DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

komplikasi berupa gangguan pada mata, penyakit jantung, penyakit ginjal,

kerusakan saraf, komplikasi pada kehamilan, dan ulkus diabetikum

(International Diabetes Federation, 2015).

Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi serius dari DM. Di

Indonesia prevalensi ulkus diabetikum adalah 15% dari seluruh penderita

Diabetes Mellitus. Terjadinya masalah ulkus kaki diabetik diawali adanya

hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan

neuropati dan pembuluh darah disertai dengan kelainan pada profil

hematologinya (Fahmi, 2016)

B. Tujuan

1) Tujuan Umum

Untuk mengetahui ulkus pedis yang merupakan komplikasi akibat

diabates mellitus

2) Tujuan Khusus

Untuk mengetahui terjadinya ulkus pedis dan pembentukan plak

atheroklerosis pada dinding pembuluh darah


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Diabaetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai

dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah, disertai dengan

atau tidak adanya gejala klinik akut maupun kronik, sebagai kurangnya

insulin didalam tubuhm gangguan primer terletak pada metabolisme lemak

serta protein (Muttaqin, 2014)

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput

lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif

kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus

berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan

perjalanan penyakit Diabetes Mellitus dengan neuropati perifer

(Andyagreeni, 2012).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes

Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta

kecacatan penderit Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan

penting untukterjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik

melalui pembentukan plakatherosklerosis pada dinding pembuluh darah,

(Zaidah 2014).

B. Etiologi

Penyebab ulkus diabetikum adalah gabungan dari neuropati,

penyakit arteri, adanya tekanan (trauma) dan deformatis kaki. Penyebab


terbesar dari ulkus diabetikum adalah diabetik neuropati; yang dapat

ditemukan pada 80-90% pasien dengan ulkuspedis.

Menurut (Suddarth, 2014), faktor – faktor yang berpengaruh atas

terjadinya kerusakan integritas jaringan dibagi menjadi faktor eksogen dan

endogen.

1. Fakor Endogen : genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati

diabetik.

2. Faktor Eksogen : trauma, infeksi, obat. Faktor yang berperan dalam

timbulnya ulkus diabetikum angiopati, neuropati, dan infeksi.

Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau

menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami taruma

tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan

motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada kaki sehingga

merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Apabila

subatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka

penderita akan mersa sakit pada tungkai sesudah ia berjalan pada jarak

tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan penurunan asupan

nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka

yang sukar sembuh (Suddarth, 2014)

Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus

diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga

faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus

diabetikum
C. Patofisiologi

Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia

pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan

pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan

autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot

yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan

pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.

Adanya kerentanan terhadap infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang

berkurang akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik

(Wijaya, 2013 )

Ulkus diabetikum terdri dari kavitas sentral biasanya lebih besar

dibanding pintu masuknyadikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya

proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hyperglikemia yang

bersfek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.

Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki

yang mengalami beban terbesar . neuropati sensori perifer memungkinkan

terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan area

kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya rupture

sampai pada permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka yang abnormal menghalangi resolusi mikroorganisme

yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Dainase yang in adekuat

menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistim

imun yang abnormal bakteri sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke

jaringan sekitarnya.
Penyakit neuropati dan vaskuler adalah faktor utama yang

mengkontribusi terjadinya luka. Masalah luka yang terjadi pada pasien

dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada saraf yang terdapat

di kakiyang biasanya disebut neuropati perifer. Pada pasien dengan diabtik

seringkali mengalami gangguan pada sirkulasi. Ganguan sirkulasi inlah

yang menyebabkan kerusakan pada pada saraf.

Hal ini terkait dengan diabetik neuropatik yang berdampak pada

sitim saraf autonom yang mengontrol fungsi otot – otot halus, kelenjar dan

organ visceral. Dengan adanya gangguan pada saraf perifer autonom

pengaruhnya adalah terjadinyaperubahan tonus otot yang menyebabkan

abnormalnya aliran darah dengan demikian kebutuhan nutrisi dan oksigen

maupun pemberian antibotic tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai

jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi

tersebut. Efek pada autonom pengaruhnya adalah terjadinya perubahan

tonus otot yang menyebabkan abnormalnya lairan darah.

Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen mauoun

pemberian antibotic tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan

perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut.

Efek autonom neuropati ini akan menyebakan kulit menjadi kering

(antihidrotis) yang memudahkan kulit menjadi rusak yang akan

mengkontribusi terjadinya gangren. Dampak lain adalah adanya neuropati

yang mempengaruhi pada saraf sensori dan sistem motor yang

menyebakan hilangnya sensasi nyeri, tekanan dan perubahan temperatur

(Wijaya, 2013)
D. Pathways
E. Gambaran Klinik

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas

walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh

peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara

akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan).

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola

dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).


F. Komplikasi

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai

akut dan kronik :

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka

pendek dari glukosa darah.

a. Hipoglikemia.

b. Ketoasidosis diabetic (DKA)

c. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).

2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai

sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.

b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata

(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah

untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi

mikrovaskular maupun makrovaskular.

c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi

serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

d. Ulkus/gangren

G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosa


Menurut Rina (2015), diagnosis kaki diabetes harus dilakukan

secara bertahap dan teliti, diagnosis kaki diabetes sendiri ditegakkan

melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium. Diagnosis kaki diabetes dapat ditegakkan melalui beberapa

tahap pemeriksaan yaitu:

1. Anamnesis

Pada pasien kaki diabetes sebelum pemeriksaan fisik terlebih

dahulu kita menanyakan pasien bagaimana dengan riwayat kesehatan

pasien meliputi:

a. Lama mengalami diabetes

b. Pengelolaan diabetes dan pengaturan terhadap diet

c. Olahraga dan riwayat obat-obatan

d. Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata

e. Riwayat alergi

f. Pengaturan pola hidup sehari-hari

g. Pengaturan jadwal pengobatan terakhir

h. Kebiasaan merokok

i. Minum alkohol

Selain pertanyaan tersebut, yang perlu ditanyakan yaitu tentang

pemakaian alas kaki, pernah terpapar dengan zat kimia atau tidak,

adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi,

riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus

meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus,

temperatur serta bau.


2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi meliputi kulit dan otot inspeksi pada kulit yaitu status

kulit seperti warna, turgor kulit, kulit pecah-pecah, berkeringat,

adanya infeksi dan ulserasi, adanya kalus atau bula, bentuk kuku,

adanya rambut pada kaki.

b. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki,

deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint,

keterbatasan gerak sendi, tendon, cara berjalan, dan kekuatan kaki.

Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilamen

ditambah dengan tunning fork 128-Hz, reflek kaki untuk mengukur

getaran, tekanan dan juga sensasi.

c. Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut

nadi pada arteri kaki, capillary refiling time, perubahan warna,

atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle brachial index

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis

pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa

atau sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count

(CBC), urinalisis, X-ray, EMG (Electromyographi) dan lain-lain.

H. Penatalaksanaan Medik

Menurut Waspadji et al. (2014), penatalaksanaan kaki diabetes

dapat dibagi menjadi 2, diantaranya sebagai berikut:

1. Pencegahan Primer
Cara-cara pencegahan terjadinya kaki diabetes yaitu dengan

penyuluhan mengenai bagaimana terjadinya kaki diabetes.

Penyuluhan tentang kaki diabetes kepada masyarakat merupakan

hal yang sangat penting untuk pencegahan kaki diabetes.

Pencegahan harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan

dengan penderita diabetes melitus, pentingnya kita harus selalu

saling mengingatkan agar tidak menjadi komplikasi penyakit lain.

2. Pencegahan Sekunder

Dalam pencegahan sekunder pengelolaan kaki diabetes, kerja sama

sangat diperlukan antara dokter dan pasien. Pengelolaan harus

ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang

maksimal dan semuanya harus dikelola bersama seperti kontrol

metabolik, kontrol pembuluh darah, kontrol luka, kontrol

mikrobiologi, kontrol tekanan, kontrol pendidikan.

a. Kontrol metabolik

Pada keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki.

Kontrol glukosa darah diuasahakan agar selalu senormal

mungkin agar dapat memperbaiki faktor terkait hiperglikemia

yang dapat menghambat penyembuhan luka. Nutrisi yang baik

jelas dapat membantu kesembuhan luka. Hal yang lain juga

harus diperhatikan dan diperbaiki seperti konsentrasi albumin

serum, konsentrasi Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta

fungsi ginjal.

b. Kontrol pembuluh darah


Kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali dengan

berbagai cara sederhana seperti warna kulit, suhu kulit,

perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta

ditambah pengukuran tekanan darah. Fasilitas mutakhir untuk

mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non invasif

maupun invasif dan semiinvasif, pemeriksaan ABI, ankle

pressure, toe pressure, TcP O2, pemeriksaan ekhodopler dan

pemeriksaan arteriografi. Setelah dilakukan diagnosis vaskular

dapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah

perifer dari sudut vaskular yaitu berupa berhenti merokok,

memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis seperti

hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia dan melakukan program

latihan kaki. Revaskularisasi dapat dianjurkan akan tetapi

sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan

arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah

yang lebih jelas. Dengan teknik bedah, vaskularisasi daerah

distal dapat diperbaiki, sehingga pengelolaan ulkus diharapkan

lebih baik. Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk

memperbaiki vaskularisasi dan oksigenisasi jaringan luka pada

kaki diabetes sebagai terapi tambahan.

c. Kontrol luka

Perawatan luka pada saat awal pasien datang merupakan hal

yang harus dilakukan dengan baik dan teliti, klasifikasi ulkus

kaki dilakukan setelah debridemen yang adekuat. Debridemen


yang baik serta adekuat tentu akan sangat membantu

mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh,

dengan ini tentu akan sangat mengurangi produksi cairan dari

ulkus. Terapi topikal lain dapat dipergunakan untuk

mengurangi mikroba pada luka, atau iodine encer, senyawa

silver sebagai bagian dari dressing. Debridemen non surgikal

dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan

nekrotik luka, seperti preparat enzim. Selama proses inflamasi

masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada

proses selanjutnya yaitu granulasi dan kemudian epitealisasi.

Untuk menjaga suasana kesembuhan luka dapat dipakai kasa

yang dibasahi dengan salin. Cara ini banyak dipakai di tempat

perawatan kaki diabetes.

d. Kontrol tekanan

Luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat

menyembuh, apalagi luka tersebut terletak di bagian plantar

seperti luka pada kaki charcot. Peran rehabilitasin medis pada

usahan tekanan control juga sangat mencolok. Banyak cara

untuk mencapai keadaan non weight-bearing dapat dilakukan

antara lain yaitu removable cast walker, total contact casting,

temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric

carts, craddled insoles. Berbagai cara surgikal dipakai untuk

mengurangi tekanan pada luka seperti dekompresi ulkus dengan

insisi abses, prosedur koreksi bedah seperti operasi hammer toe,


metatarsal head resection, achilles tendon lengthening, partial

calcanectomy. f. Kontrol edukasi Edukasi merupakan hal yang

sangat penting untuk tahap pengelolaan bagi penderita kaki

diabetes. Dengan penyuluhan yang baik, penderita diabetes

melitus dengan ulkus/gangren. Keluarganya diharapkan akan

dapat membantu serta mendukung berbagai tindakan yang

diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal

I. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut (Suddarth, 2014) pengkajian mengenai nama, umur dan

jenis kelamin, perlu dikaji pada penyakit status diabetes melitus,

umunya diabetes mellitus karena faktor genetik dan bisa menyerang

pada usia kurang lebih 45 tahun. Alamat menggambarkan kondisi

lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui faktor pencetus

diabete mellitus. Status perkawinan gangguan emosional yang timbul

dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus diabetes

mellitus, pekerjaan serta bangsa perlu dikaji untuk mengetahui adanya

pemaparan bahan elergen hal ini yang perlu dikaji tentang : tanggal

MRS, No RM, dan diagnosis Medis.

a. Keluhan utama

Menurut (Suddarth, 2014), keluhan utama meliputi, antara lain

:
1) Nutrisi : peningkatan nafsu makan, mual, muntah,

penurunan atau peningkatan berat badan, banyak minum

dan perasaan haus.

2) Eliminasi : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia,

kesulitan berkemih, diare.

3) Neurosensori : nyeri kepala, parathesia, kesemutan pada

ekstremitas, penglihatan kabir, gangguan penglihatan.

4) Integumen : gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan

vagina, dan luka ganggren.

5) Musculoskeletal : kelemahan dan keletihan.

6) Fungsi seksual : ketidakmampuan ereksi (impoten),

regiditas, penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita.

2. Riwayat penyakit sekarang

Adanya gatal pada kulit disertai luka tidak sembuh-sembuh, terjadinya

kesemutan pada ekstremitas, menurunnya berat badan, meningkatnya

nafsu makan, sering haus, banyak kencing, dan menurunnya ketajaman

penglihatan.

3. Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya pernah mengalami penyakit diabetes mellitus dan pernah

mengalami luka pada kaki.

4. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat keluarga diabetes mellitus atau penyakit keturunan yang

menyebabkan terjadinya defesiensi insulin misal, hipertensi, jantung.

5. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sambungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakit penderita.

6. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi

Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap penyakitnya

tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita diabetes

mellitus dengan ganggren kaki.

b. Pola nutrisi

Penderita diabetes melitus mengeluh ingin selalu makan tetapi

berat badanya justru turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke

dalam sel dan terjadi penurunan massa sel.

c. Pola emiliasi

Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien daibetes

mellitus tidak ada perubahan yang mencolok. Sedangakan pada

eliminasi buang air kecil (BAK) akan dijumpai jumlah urin yang

banyak baik secara frekuensi maupun volumenya.

d. Pola tidur dan istirahat

Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang

berdampak pada gangguan tidur (insomnia).

e. Pola aktivitas

f. Pola pasien dengan diabetes mellitus gejala yang ditimbulkan

antara lain keletihan kelelahan, malaise, dan seringnya mengantuk

pada pagi hari.


g. Nilai dan keyakinan

Gambaran pasien diabetes melitus tentang penyakit yang

dideritanya menurut agama dan kepercayaanya, kecemasan akan

kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya.

7. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,

berat badan dan tanda-tanda vital.

b. Pemeriksaan head to toe

Menurut (Suddarth, 2014), pemeriksaan fisik pada pasien dengan

ulkus, antara lain :

➢ Kepala : wajah dan kulit kepala bentuk muka, ekspresi wajah

gelisah dan pucat, rambut, bersih/tidak dan rontok/tidak, ada/tidak

nyeri tekan.

➢ Mata : mata kanan dan kiri simetris/tidak, mata cekung/tidak,

konjungtiva anemis/tidak, selera ikterit/tidak, ada/tidak sekret,

gerakan bola mata normal/tidak, ada benjolan/tidak, ada/tidak nyeri

tekan/ fungsi pengelihatan menurun/tidak.

➢ Hidung : ada/tidak polip, ada/tidak sekret, ada/ tidak radang,

ada/ tidak benjolan, fungsi penghidu baik/buruk,

➢ Telinga : canalis bersih/kotor, pendengaran baik/menurun,

ada/tidak benjolan pada daun telinga, ada/tidak memakai alat bantu

pendengaran,
➢ Mulut : gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada /tidak

memakai gigi palsu, gusi ada/ tidak peradangan, lidah bersih/kotor,

bibir kering/lembab.

➢ Leher : ada/tidak pembesaran thyroid, ada/tidak nyeri tekan ,

ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran

kelenjar limfe.

➢ Paru : bentuk dada normal chesr simetris/tidak, kanan dan kiri.

Inspeksi : pada paru-paru didapatkan data tulang iga simetris /tidak

kanan, payudara normal/tidak, RR normal atau tidak, pola nafas

regular/tidak, bunyi vesikuler/tidak, ada/tidak sesak napas. Palpasi

: vocal fremitus anteria kanan dan kiri simetris/tidak, ada/tidak

nyeri tekan. Auskultasi : suara napas vesikuler/tidak, ada/ tidak

ronchi maupun wheezing, ada/tidak. Perkusi : suara paru-paru

sonor/tidak pada paru kanan da kiri.

➢ Abdomen : abdomen simetris/tidak, datar dan ada/tidak luka

auskultasi: peristaltik 25x/menit. Palpasi ada/tidak nyeri, dan

kuadran kiri atas. Perkusi : suar hypertimpani.

➢ Genitalia data tidak terkaji, terpasang kateter/tidak.

➢ Musculoskeletal : ekstremitas atas : simetris /tidak, ada/tidak

odema atau lesi, ada/tidak nyeri tekan, ekstremitas bawah : kaki

kanan dan kaki kiri simetris ada/ tidak kelainan. Ada atau tidak

luka ➢ Integumentum : warna kulit, turgor kulit baik/jelek/kering

ada lesi/tidak, ada/tidak pengurasan kulit, ada/tidak nyeri tekanan


c. Pemeriksaan fisik pada ulkus duabetikum antara lain:

➢Inspeksi

Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun,

sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari (-), kalus, claw

toe. Ulkus tergantung saat ditemukan (0-5)

➢ Palpasi

a. Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal

b. Klusi arteri dingin, pulsasi

c. Ulkus : kalus tebal dan keras

➢ Pemeriksaan vaskuler

Tes vaskuler nominvasive : pengukuran oksigen transkutaneus,

ankie brachial index (ABI), absolute toe systolic betis dengan

tekanan sistolik lengan.

➢ Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing,

oateomietitis

8. Diagnosa Keperawatan

Menurut diagnosa keperawatan Nanda (2015), diagnosa keperawatan

yang dapat diambil pada pasien dengan Ulkus Diabetikum adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis, agens

cedera kimiawi, agens cedera fisik.

b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan agens cedera

kimiawi, gangguan metabolisme.


c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis

osmotik,kehilangangastrik berlebihan masukan yang terbatas.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral

:anoreksia,abnominal pain,

gangguankesadaran/hipermetabolikakibat pelepasa hormone stress,

epinefrin, cortisol, GH ataukarena proses luka.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi

leukosit/gangguan sirkulasi

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka

g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi,

kurang sumber pengetahuan.

9. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri Akut berhubungan setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri:

dengan agen cidera biologis keperawatan pasien akan 1) Ajarkan penggunaan

bebas dari nyeri. 1605: teknik non farmakologi

tindakan pribadi untuk (kompres hangat),

mengontrol nyeri jarang 2) Ajarkan metode

menunjukkan (2) menjadi farmakologi untuk

sering menunjukkan (4) menurunkan nyeri

dengan indikator : (pemberian analgesik),

menggunakan tindakan 3) Lakukan pengkajian nyeri

pengurangan nyeri tanpa komprehensif yang


analgesik, menggunakan meliputi lokasi,

analgesik yang karakteristik, durasi,

direkomendasikan, frekuensi, kualitas,

menggunakan sumber daya beratnya nyeri, dan faktor

yang tersedia. pencetus,

4) Modifikasi tindakan

pengontrol nyeri

berdasarkan respon pasien

(mengalihkan fokus

pasien dengan bercerita).

2. Kerusakan Integritas setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka :

Jaringan berhubungan keperawatan pasien akan 1) Posisikan untuk

dengan Ulkus Diabetes meningkatkan integritas menghindari menempatkan

Mellitus jaringan yang baik. 1101: ketegangan pada luka,

keutuhan struktur dan fungsi 2) Berikan perawatan ulkus

fisiologis kulit dan selaput pada kulit,

lendir secara normal cukup 3) Bersihkan dengan normal

berat (2) menjadi ringan (4) saline atau pembersih yang

dengan indikator : lesi pada tidak beracun,

kulit, nekrosis. 4) Anjurkan pasien dan

keluarga untuk mengenal

tanda dan gejala infeksi.

3. Kekurangan volume setelah dilakukan tindakan 1) Monitor adanya mual,


cairan berhubungan keperawatan pasien akan muntah dan diare,

dengan diuresis mempertahankan volume 2) Ajarkan pasien cara

osmotik,kehilangangastrik cairan yang adekuat. 0601: mencegah atau

berlebihan masukan yang keseimbangan cairan di dalam meminimalisasi

terbatas ruang intraselular dan ketidakseimbangan

ekstraselular tubuh cukup elektrolit,

berat (2) menjadi ringan (4) 3) Identifikasi tindakan yang

dengan indikator : kehausan, berakibat pada status

asites, pusing elektrolit,

4) Kenali dan laporkan adanya

ketidakseimbangan

elektrolit.

4. Ketidakseimbangan setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi :

nutrisi kurang dari keperawatan pasien akan 1) Bantu pasien dalam

kebutuhan tubuh meningkatkan nutrisi yang menentukan pedoman atau

berhubungan dengan adekuat. 1004: sejauh mana piramida makanan,

defisiensi nutrisi dicerna dan diserap 2) Tentukan jumlah kalori dan

insulin/penurunan intake untuk memenuhi kebutuhan jenis nutrisi yang

oral metabolik banyak dibutuhkan untuk

mneyimpang dari rentang memenuhi persyaratan gizi,

normal (2) menjadi sedikit 3) Atur diet yang

menyimpang dari rentang diperlukan,

normal (4) dengan indikator : 4) Beri obat-obat sebelum


asupan nutrisi, asupan makan, jika diperlukan.

makanan.

5. Resiko infeksi setelah dilakukan tindakan 1) Batasi pengunjung,

berhubungan dengan keperawatan pasien akan 2) Pakai sarung tangan steril

penurunan fungsi terhindar dari resiko infeksi. dengan tepat,

leukosit/gangguan 1902: tindakan individu untuk 3) Anjurkan pengunjung

sirkulasi mengerti, mencegah, untuk mencuci tangan,

mengeliminasi, atau 4) Ganti peralatan per pasien.

mengurangi, ancaman

kesehatan yang telah

dimodifikasi jarang

menunjukkan (2) menjadi

sering menunjukkan (4)

dengan indikator :

mengidentifikasi faktor resiko,

mengenali faktor resiko

individu, memonitor faktor

resiko lingkungan.

6. Kerusakan integritas kulit setelah dilakukan tindakan 1) Berika balutan sesuai

berhubungan dengan keperawatan pasien akan dengan jenis luka,

adanya luka mempertahankan kulit yang 2) Periksa luka setiap kali

bersih. 1101: keutuhan struktur perubahan balutan,

dan fungsi fisiologis kulit dan 3) Berikan rawatan insisi pada

selaput lendir secara normal luka, oleskan salep yang


cukup berat (2) menjadi ringan sesuai dengan lesi.

(4) dengan indikator : lesi pada

kulit, nekrosis

7. Defisiensi pengetahuan setelah dilakukan tindakan Pengajaran : Proses Penyakit :

berhubungan dengan keperawatan pasien dan 1) Kenali pengetahuan pasien

kurang informasi, kurang keluarga akan meningkatkan dan keluarga,

sumber pengetahuan pengetahuan tentang proses 2) Jelaskan tanda dan gejala

penyakit. 0704 : tindakan yang umum dari penyakit,

seseorang untuk mengelola 3) Identifikasi kemungkinan

asma, pengobatannya dan penyebab,

untuk mencegah komplikasi, 4) Berikan penyuluhan

jarang menunjukkan (2) kesehatan pada pasien dan

menjadi sering menunjukkan keluarga

dengan kriteria indikator

:Mengenali pemicu asma,

Menginisiasi tindakan untuk

mencegah pemicu,
10. Implementasi Keperawatan

Menurut (Suddarth, 2014), ada beberapa implementasi pada pasien

ulkus diabetikum, antara lain :

1) Pengobatan perawatan luka diabeti ada beberapa tujuan yang ingin

dicapai antara lain:

a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab

b. Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab

c. Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, control diabetes

melitus dan control faktor penyerta)

d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga

2) Perawatan luka diabetik

a. Melakukan perawatan mencuci luka

b. Melakukan Debridement pada luka

c. Kolabora pemberian terapi antibiotikka

11. Evaluasi Keperawatan

Menurut (Mansyoer 2000), proses penyembuhan luka dibagi

menjadi beberapa fase yaitu :

1) Fase inflamasi

Fase ini berlangsung pada hari kelima , masih terjadi

perdarahan dan peradangan dan belum ada kekuatan pertautan

luka.

2) Fase proliferasi
Pada fase ini luka di isi oleh sel-sel radang, fibrolas, serat

kolagen, kapiller baru sehingga mebentuk jaringan kemerahan

dengan permukaan tidak rata atau disebut dengan jaringan

granulasi atau proses pendeasaan jaringan.

3) Fase reabsorbsi

Pada fase ini tanda radang sudah hilang parut di sekitarnya

pucat, tak ada rasa sakit dan gatal. Proses penyembuhan luka

baikdn berhasil apabila penatalaksanaan secara medis

dilakukan pada kondisi lukan infeksi harus di perhatikan


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC

Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta:
EGC

Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT


Gramedia

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications


2012-2014. Jakarta: EGC

Smeltzer C, Suzanne dan Brenda G.Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3),


Jakarta: EGC

Wilkinson. Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Andra, S. W., & Yessie, M. P. ( 2013). Keperawatan Medikal Bedah 2


(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta: Nuha Medika.

Baradero, Mary. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien GANGGUAN


ENDOKRIN. Jakarta: EGC Corwin, E. J. (2001). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Diagnosa Keperawatan : Definisi Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EG

Anda mungkin juga menyukai