Anda di halaman 1dari 2

Reabsorpsi Dan Sekresi Dalam Tubulus

Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut didalam cairan filtrate
tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain
glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu:

Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di
negara sedang berkembang. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi
dibandingkan dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan
(morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan
prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar
38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.

OMSK dapat terbagi atas 2, yaitu otitis media supuratif kronik tubotimpani dan otitis media
supuratif kronik atikoantral. OMSK atikoantral merupakan bentuk yang paling berbahaya karena
sifatnya yang dapat mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang
lebih berat. OMSK

a. Transfort aktif

Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-, NO3-, glukosa
dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh
kapiler peritubuler disebabkan perbedaan ptensial listrik didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar
sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu
perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi
tersebut. Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium
relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang memperluas
permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-menerus.

b. Transfor pasif

Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen tubulus,
permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate dan perbedaan muatan
listrikpada

dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif, misalnya ureum,

sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis.


Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus menyebabkan
terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus dan selanjutnya menuju
kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3-
kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik
yang terdapat didalam dan diluar lumen tubulus. Untuk menjelaska proses diatas dapat dilihat pada
gambar 1.3 dibawah ini:

Gambar 1.3 Proses Reabsorpsi Dan Sekresi Pada Tubulus

Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif merupakan
kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler peritubuler kelumen tubulus.
Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3- yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya
masuk kedalam lumen tubulus melalui proses difusi. Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus
akan membantu mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat
dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai