Anda di halaman 1dari 6

NAMA : BAIQ NURUL WIRANTI

NIM/KELAS : A1C019043/ A
MATKUL : TEORI AKUNTANSI

Extended systems of accounting : The Incorporation of Social and Environmental


Factors Within External Reporting

Tahap-tahap Pelaporan Berkelanjutan (Sustainability Reporting)

Ada beberapa variasi langkah-langkah/ tahap dalam laporan yang terkait atau
berkelanjutan dengan produksi suatu lingkungan sosial. Dalam pelaporan berkelanjutan tahap
pertama adalah pada saat sebuah perusahaan memutuskan tujuan organisasi secara garis umum
untuk melakukan pelaporan sosial dan lingkungan. Hal ini praktek tanggungjawab sosial dan
lingkungan yang biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility/ CSR).
Ketika sebuah organisasi telah menentukan apa tujuan utamanya dalam
mempublikasikan laporan sosial dan lingkungan (CSR) tahap berikutnya yang akan dilakukan
dalam proses pelaporan adalah mengidentifikasikan siapa (stakeholders) yang membutuhkan
informasi atas laporan tersebut. Tahap yang selanjutnya yang harus dilakukan perusahaan dalam
pelaporan yang berkelanjutan adalah memastikan apa saja informasi yang dibutuhkan oleh para
stakeholders, dengan kata lain masalah (isu-isu) apa yang dituju dalam pelaporan sosial dan
lingkungan perusahaan.
Ketika suatu perusahaan telah menentukan tujuan dari proses pelaporan (mengapa
melaporkan), stakeholders yang dituju dengan adanya proses pelaporan ini ( untuk siapa laporan
tersebut dimaksudkan), dan informasi apa saja yang diminta oleh stakeholders ( apa masalah
yang dipertanggungjawabkan oleh para stakeholders entitas, atau apa masalah yang seharusnya
dicover), maka tahap terakhir dalam proses pelaporan sosial dan lingkungan adalah
menghasilkan sebuah laporan (mungkin dalam bentuk lebih dari satu macam) mengenai suatu
isu/ masalah (informasi yang dibutuhkan para stakeholders). Hal ini merupakan langkah umum
yang melibatkan lebih banyak hal-hal yang lebih detail mengenai bagaimana laporan tersebut
akan disusun. Pada tahap ini beberapa elemen dari proses pelaporan sosial dan lingkungan akan
sangat jauh menyimpang dari proses pelaporan keuangan yang diwujudkan dalam kerangka
konseptual akuntansi keuangan, meskipun beberapa masalah (seperti reliability information)
masih dianggap penting pada kedua proses tersebut.

Sosial dan Lingkungan- Tahap Why


Beberapa teori yang dapat diaplikasikan untuk menjelaskan mengapa perusahaan secara
sukarela memilih untuk menyedialan informasi mengenai strategi perusahaan, termasuk kinerja
sosial dan lingkungan mereka diantaranya adalah :
∙ Legitimacy Theory dan ditemukannya gagasan kontrak sosial
Berpendapat bahwa sebuah entitas (organisasi) akan melakukan aktivitas sosial tertentu (dan
menyediakannya) jika pihak manajemen merasa bahwa komunitas dimana mereka
beroperasi mengharapkan perusahaan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.
∙ Stakeholders Theory
Pihak manajemen perusahaan akan lebih suka untuk fokus pada harapan dari stakeholders
yang memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk mengendalikan sumber daya langka dan
penting untuk mencapai tujuan perusahaan (dalam hal ini manager).
∙ Accountability Model (Gray, Owen and Adam, 1996)
Model ini perusahaan mempunyai banyak tanggungjawab, dan dalam setiap tanggungjawab
perusahaan ini ditetapkan hak para stakeholders termasuk hak atas informasi dari
perusahaaan yang menunjukkan pertanggungjawabannya dalam hubungan dengan harapan
para stakeholdersnya.
∙ Institutional Theory
Teori ini mengasumsikan bahwa manajer perusahaaan akan mengembangkan atau
mengadopsi praktek baru (seperti pelaporan tangggungjawab sosial perusahaan - CSR dan/ atau
tanggungjawab lingkungan) dikarenakan adanya sebuah tekanan institusional. ∙ Reputation Risk
Management
Diasumsikan bahwa motivasi utama pihak manajemen dalam pelaporan secara sukarela
adalah memaksimalkan laba. Dengan manajemen resiko reputasi ini terdapat asumsi bahwa
reputasi sebuah perusahaan memiliki nilai ekonomi, dan manajer akan menggunakan
pelaporan sukarela (seperti pelaporan berkelanjutan) untuk melindungi dan meningkatkan
nilai dan potensi pendapatan secara umum.
∙ Positive Accounting Theory
Diprediksi bahwa semua orang dipicu oleh kepentingan pribadi (self interest), sehingga
diprediksi juga bahwa aktivitas lingkungan sosial tertentu dan hubungan pengungkapan
mereka hanya akan terjadi jika memiliki implikasi kemakmuran positif pada keterlibatan
manajemen.

Tanggungjawab Bisnis
Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Gray, Owen dan Adam (1996, hal 38) tanggungjawab
dapat didefinisikan sebagai :
“Tugas untuk menyediakan sebuah akun (tidak berarti selalu akun finansial) atau
perhitungan dari tindakan-tindakan untuk pihak yang bertanggungjawab”
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua tugas atau tanggungjawab yang
termasuk di dalam akuntabilitas :
1. Tanggungjawab untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu (atau menahan diri dari
melakukan tindakan tertentu)
2. Tanggungjawan untuk menyediakan sebuah akun bagi tindakan-tindakan tersebut.

Dukungan Terhadap Pandangan Sempit Tanggungjawab Bisnis


Dalam bukunya yang telah banyak dikutip, Capitalism and Freedom (1962), Milton
Friedman menolak pandangan bahwa manajer perusahaan mempunyai kewajiban moral lebih
dari keinginan memaksimalkan keuntungannya. Para pendukung Friedman cenderung
berpendapat bahwa tindakan semua individu adalah didorong oleh kepentingan individual (self
interest) untuk memaksimalkan kemakmuran pribadi, kemudian hal ini akan memberikan
manfaat bagi masyarakat (melalui pertumbuhan ekonomi) karena kemakmuran dihasilkan oleh
kesuksesan yang akan “menular” pada mereka yang kurang sukses (trickel down theory).
Memang teori ini biasanya dianggap pengulangan dari kunci pembenaran moral sistem kapitalis.

Dukungan Terhadap Pandangan Luas Tanggungjawab Bisnis


Kontras dengan pandangan sempit yang menyatakan bahwa tujuan utama manajer
perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan, ada beberapa penelitian yang bekerja di
wilayah pelaporan sosial perusahaan (CSR). Bahwa organisasi, privat ataupun publik
mendapatkan hak mereka untuk beroperasi dalam masyarakat. Hak tersebut diberikan oleh
masyarakat di mana mereka berada dan bukan semata-mata oleh pihak-pihak yang
berkepentingan langsung secara finansial ataupun oleh pemerintah. Menurut Donaldson (1982)
jika sebuah masyarakat dapat memilih untuk menciptakan sebuah organisasi mereka juga bisa
memilih untuk tidak menciptakan organisasi atau justru menciptakan entitas yang berbeda.
Sebagai akibatnya, perusahaan memperoleh ijin untuk beroperasi dari masyarakat dan akhirnya
harus bertanggungjawab kepada masyarakat juga mengenai apa dan bagaimana operasinal
perusahaan.

Mengembangkan Gagasan Berkelanjutan


Sejak tahun 1970an telah banyak diskusi dalam beberapa forum tentang implikasi dari
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk lingkungan dan berhubungan dengan
kebaikan umat manusia. Keberlanjutan lingkungan bukanlah sesuatu yang dapat dicapai dengan
mudah. Langkah yang signifikan dalam penempatan keberlanjutan (sustainability) dalam
agenda pemerintah dan bisnis sedunia adalah sebuah laporan yang dimulai oleh General
Assembly of the United Nations. Laporan berjudul Our Common Future dipersembahkan oleh
World Commission of Environment and Development pada tahun 1987, dokumen penting ini
lebih dikenal sebagai The Bundtland Report. Laporan ini secara singkat menghasilkan sebuah
agenda untuk perubahan dalam rangka memerangi dan meringankan tekanan yang sedang
berlangsung di lingkungan global. Secara umum perusahaan harus merubah cara mereka
berbisnis dan perusahaan juga harus mempertanyakan tujuan dan prinsip yang ada dalam bisnis
tradisional.

Adopsi Bisnis Ide Pembangunan Berkelanjutan


Berkelanjutan tampaknya telah menjadi bagian sentral dari bahasa bisnis sedunia, dan
definisi yang diberikan dalam The Bundtland Report telah memperoleh penerimaan secara luas.
Diantaranya adalah beberapa pernyataan dari CEO Nokia ( 2004), Perusahaan elektonik
multinasional dari Belanda, Philips (2004), Cooperatif Financial Services Group (CFS) dari
Inggris (2003) yang memberikan komitmen perusahaan-perusahaan tersebut dalam
pembangunan berkelanjut. Dillard, Brown dan Marshall (2005, 81) menjelaskan bahwa dalam
praktek pendekatan triple bottom line berkelanjutan ini terdapat hambatan bahwa sistem sosial
ini telah menjadi dominan dan mengeksploitasi sistem alam, dalam ekonomi khususnya,
keuntungan berdasarkan sistem sosial ini dominan.

Bisnis Berkelanjutan dan Prinsip ‘Triple Bottom Line’


Banyak perusahaaan yang membayangkan berkelanjutan terdiri atas tiga rangkaian :
ekonomi, sosial dan lingkungan. Model ini sering disebut sebagai pendekatan triple bottom line
an.berkelanjutan, sebuah istilah yang dikembangkan oleh John Elkington (1997). Kinerja
keuangan atau keuntungan dalam bahasa sehari-hari sering disebut sebagai inti utama dari
berbisnis, sehingga fokus semata-mata dalam kinerja ekonomi dapat dianggap sebagai fokus
pada mencari keuntungan finansial (single bottom line).

Mengidentifikasi Stakeholder – Tahap “ Siapa”


Untuk organisasi dimana manajer memiliki motivasi untuk memaksimalisasi nilai
pemegang saham keuangan maka laporan sosial dan lingkungan akan digunakan untuk
mendapatkan dukungan yang kuat secara ekonomi dari para stakeholder.

Mengidentifikasi stakeholder yang relevan sesuai dengan cabang manajerial teori


stakeholder
Kelompok-kelompok yang tepat dari stakeholder yang mampu menggunakan kekuatan
ekonomi yang lebih atas sebuah organisasi akan bervariasi dari satu organisasi ke organisasi,
dan juga dapat bervariasi dalam satu organisasi dari waktu ke waktu. Jadi dari sudut pandang
stakeholder manajerial, stakeholder yang kuat secara ekonomi dimana pandangan dan
harapannya akan dipertimbangkan dalam menentukan tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan, dan tugas akuntabilitas termasuk dalam tanggung jawab ini, akan cenderung
bervariasi dari konsumen (untuk perusahaan yang menjual produk generik di pasar yang
kompetitif) ke regulator pemerintah (untuk pemasok monopoli produk atau jasa) yang penting.

Sebuah identifikasi yang lebih luas dari para stakeholder sesuai dengan cabang etika teori
stakeholder
Adanya tanggungjawab perusahaan dan pelaporan berkelanjutan dalam organisasi
dimotivasi oleh pertimbangan etika yang lebih luas untuk mengurangi dampak negatif
(memaksimalkan dampak positif), dimana setiap orang atau entitas yang kemungkinan terkena
dampak dari operasi organisasi merupakan stakeholder. Organisasi bertanggungjawab kepada
siapa operasi mereka bisa berdampak, baik kepada generasi manusia saat ini dan generasi
mendatang (dengan tidak mempedulikan seberapa jauh asal orang-orang tersebut dari
organisasi), juga pada hewan dan unsur alam yang berpotensi terkena dampak operasi organisasi
tersebut.
Berdasarkan teori ini, organisasi memiliki motivasi secara etis untuk memperhitungkan
pandangan dan kebutuhan semua stakeholder (sekarang dan masa depan) kepada siapa operasi
mereka berpotensi berdampak namun dalam prakteknya, pada kebanyakan organisasi yang
operasinya cenderung memiliki beberapa bentuk dampak pada orang, hewan dan unsur alam
lainnya mencoba untuk memperhitungkan semua potensi dampak dan berusaha untuk
berkomunikasi dengan semua orang yang berpotensi terkena dampak adalah hal yang mustahil.
Mengidentifikasi bagian stakeholder prioritas dalam cabang etika teori stakeholder
Implikasi praktis dari pendekatan teoritis ini kepada stakeholder prioritas ( sesuai dengan
cabang etika teori stakeholder ) adalah bahwa organisasi dimana tanggungjawab sosial
perusahaan dan pelaporan sosial dan lingkungan dimotivasi oleh keinginan untuk
meminimalkan dampak negatif sosial dan lingkungan dari operasinya akan memprioritaskan
kebutuhan stakeholder sesuai dengan sejauh mana operasi organisasi berdampak dalam
kehidupan stakeholder tersebut.

Identifikasi Stakeholder dalam praktek


Sebagai contoh bagaimana beberapa organisasi mendefinisikan pemangku kepentingan
mereka dalam praktek, seperti dalam sustaiable reporting 2003 Co-operative Financial Services
(CFS) dalam kelompok UK (yang meliputi Co-operative Bank), organisasi mendefinisikan
stakeholder utamanya lebih luas yaitu sebagai pemegang saham, pelanggan, staff, pemasok,
masyarakat dan gerakan koperasi, dan menjelaskan bagaimana masing-masing dari kelompok
tersebut didefinisikan.

Mengidentifikasi Kebutuhan Informasi dan Harapan Stakeholder - Tahap “untuk apa”


Menjawab pertanyaan untuk apa isu sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh stakeholder
yang menginginkan organisasi bertanggungjawab dan akuntabel adalah untuk mengidentifikasi
apakah ada permintaan antara stakeholder terhadap informasi sosial dan lingkungan. Jika
terdapat permintaan dari stakeholder atas informasi sosial dan lingkungan, hal ini menunjukkan
bahwa para stakeholder memegang tanggungjawab dan akuntabilitas organisasi.

Tuntutan stakeholder untuk, dan reaksi terhadap informasi sosial dan lingkungan
Segala bentuk pelaporan publik agar menjadi berguna perlu ada sebuah permintaan
eksternal untuk, atau reaksi terhadap informasi tertentu yang diungkapkan. Deegan dan Rankin
(1997) menunjukkan kemampuan untuk membentuk persepsi melalui laporan tahunan atau
pengungkapan laporan sosial dan lingkungan hanya mungkin jika anggota masyarakat benar
benar menggunakan informasi yang dilaporkan.

Mengidentifikasi kebutuhan informasi melalui dialog dengan para stakeholder

Bagi banyak organisasi komersial, stakeholder yang kuat akan sering berlokasi di negara
negara maju (atau akan menjadi bagian dari elit kaya di negara-negara berkembang) dan akan
dapat diakses melalui media massa komersial seperti televisi / radio, surat kabar artikel dan
internet. Mereka bahkan mungkin membaca laporan keuangan tahunan melalui media tersebut.
Namun, Unerman dan Bennet (2004) berpendapat, karena akses internet tidak tersedia untuk
semua orang yang berpotensi terkena dampak kegiatan organisasi (khususnya di banyak negara
berkembang) maka harus dilengkapi denga saluran komunikasi lainnya, misalnya pertemuan
tatap muka dengan berbagai stakeholder, survey kuesioner, jajak pendapat, fokus kelompok dan
undangan untuk menulis kepada perusahaan tentang isu-isu tertentu. Menurut Downey (2005)
bahwa saluran komunikasi apapun yang digunakan untuk melibatkan stakeholder dalam dialog,
agar menjadi efektif saluran komunikasi tersebut perlu disesuaikan dengan perbedaan budaya
yang dihadapi antara berbagai kelompok stakeholder.

Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan harapan stakeholder dalam praktek


Dalam menangani proses dialog stakeholder, pada akhir tahun 1999 Institute of Social
and Ethical Accountability (ISEA) meluncurkan kerangka akuntabilitas sosial dan lingkungan,
AA1000, yang menempatkan komunikasi antara organisasi dan stakeholder pada inti dari
praktek akuntabilitas sosial dan lingkungan. Pada bagian tengah kerangka ini berisi panduan
tentang proses pemahaman kebutuhan informasi dan harapan stakeholder (dengan kata lain,
memahami isu stakeholder “untuk apa” organisasi bertanggung jawab dan akuntabel.

Negosiasi konsensus di antara persaingan kebutuhan dan harapan stakeholder Dalam


prakteknya, banyak organisasi dihadapkan dengan berbagai nilai-nilai dan harapan stakeholder
yang berbeda dan sering nilai-nilai dan harapan tidak cocok satu sama lain sehingga organisasi
tidak akan dapat memenuhi semua harapan. Sebaliknya, organisasi harus menemukan cara
untuk memilih nilai-nilai tertentu dan harapan yang menunjukkan tanggung jawab sosial
perusahaan dan pelaporan sosial dan lingkungan.
Unerman dan Bennett (2004) menyarankan bahwa sementara prosedur demokratis ideal untuk
tercapainya pandangan konsensus stakeholder diantara semua organisasi apapun itu mengenai
organisasi sosial, tanggung jawab lingkungan dan ekonomi yang mungkin mustahil untuk
dilaksanakan sepenuhnya dalam praktek, proses dialog dan debat para stakeholder dapat
bergerak menuju cita-cita demokrasi.

Perspektif Teoritis Pada Beberapa Prosedur Pelaporan Sosial dan Lingkungan - Tahap
“Bagaimana”
Karena ada kurangnya regulasi di bidang pelaporan sosial dan lingkungan, serta tidak
adanya kerangka kerja konseptual yang diterima untuk pelaporan sosial dan lingkungan, ada
begitu banyak variasi bagaimana pelaporan ini dilakukan dalam praktek.

Beberapa kemungkinan keterbatasan akuntansi keuangan tradisional dalam menangkap


dan melaporkan kinerja sosial dan lingkungan
Akuntansi keuangan sering dikritik atas dasar bahwa ia mengabaikan banyak
eksternalitas sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh entitas pelapor. Beberapa alasan
mengapa akuntansi keuangan tradisional mungkin tidak dapat efektif dalam mencerminkan
dampak sosial dan lingkungan organisasi meliputi:
a. Akuntansi keuangan berfokus pada kebutuhan informasi dari pihak-pihak terlibat dalam
membuat keputusan alokasi sumber daya.
b. Salah satu pilar akuntansi keuangan adalah gagasan tentang 'materialitas' yang cenderung
menghalangi informasi pelaporan sosial dan lingkungan mengingat kesulitan yang terkait
dengan mengukur biaya sosial dan lingkungan
c. masalah lain yang muncul dalam akuntansi keuangan adalah bahwa entitas pelaporan sering
mengurangi kewajiban, terutama yang tidak akan dilunasi selama bertahun-tahun ke nilai
sekarang. Hal ini cenderung membuat pengeluaran masa depan kurang signifikan pada
periode ini.
d. akuntansi keuangan mengadopsi 'entitas asumsi', yang mengharuskan organisasi untuk
diperlakukan sebagai entitas yang terpisah dari pemiliknya, organisasi-organisasi lain, dan
stakeholder lainnya
e. Sebuah wilayah yang terkait di mana sistem akuntansi keuangan tradisional kita
menghasilkan hasil agak aneh yaitu perlakuan izin polusi yang bisa diperdagangkan
f. Dalam akuntansi keuangan dan pelaporan, biaya didefinisikan sedemikian rupa untuk
mengecualikan pengakuan setiap dampak pada sumber daya yang tidak dikendalikan oleh
entitas (seperti lingkungan), kecuali denda atau arus kas lainnya yang timbul.
g. Terdapat isu “pengukuran”. Untuk item yang akan direkam untuk tujuan akuntansi keuangan
itu harus diukur dengan akurasi yang memadai.

Pelaporan Triple Bottom Line


Perspektif yang diambil adalah bahwa untuk suatu organisasi (atau masyarakat) menjadi
berkelanjutan (perspektif jangka panjang) itu harus aman secara finansial (yang dibuktikan
dengan langkah-langkah seperti profitabilitas); harus meminimalkan (atau idealnya
menghilangkan) dampak negatif lingkungan; dan harus bertindak sesuai dengan harapan
masyarakat.

Inisiatif pelaporan global - kerangka kerja konseptual untuk pelaporan sosial dan
lingkungan?
Sebagai upaya untuk menyusun praktek pelaporan terbaik, beberapa badan telah aktif
dalam mengembangkan pedoman untuk pelaporan sosial dan lingkungan. Pada tingkat
internasional, pedoman utama dalam lingkup pelaporan sosial dan lingkungan adalah Global
Reporting Initiative’s Sustainable Reporting Guidelines (Sering disebut sebagai GRI).

Audit Sosial (atau Jaminan)


Hasil dari audit sosial atau pernyataan jaminan, sering menjadi dasar bagi entitas untuk
mempublikasikan perhitungan sosial dan hasil dari audit sosial dapat dianggap sebagai bagian
penting dari dialog yang sedang berlangsung dengan berbagai kelompok stakeholder.

Anda mungkin juga menyukai