Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PENGALIHAN HAK CIPTA AHLI WARIS SECARA PEWARIS

MENURUT KUH PERDATA

“ Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata “


Mata kuliah : Hukum Perdata
Dosen : Prof. Dr. Dra. Hj. Faridatul Fauziah, S.H., M.H.

Disusun oleh :

Robiatul Alawiah (1111200035)

Kelas 2 A

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SULTAN AGENG TIRTAYASA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. atas rahmat dan hidayah-nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul pengalihan hak ahli waris secara pewaris menurut KUH
perdata tepat waktu.

Makalah etika politik bangsa indonesia disusun guna memenuhi tugas dari ibu
Prof.Dr.Dra.Hj.Faridatul Fauziah, S.H.,M.Hum selaku dosen pada mata kuliah hukum perdata
di universitas sultan angeng tirtayasa selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang hukum perdata tentang hak asasi manusia .

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu


Prof.Dr.Dra.Hj.Faridatul Fauziah, S.H.,M.Hum selaku dosen mata kuliah hukum perdata .
tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

[serang, 09maret 2021]

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................. ......................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................2

1.3 Tujuan Masalah.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1pengertian waris menurut para ahli .......................................................................................3

2.2Peralihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris...............................................................................6

2.3 peralihan hak cipta ahli waris dengan cara waris menurut kuh perdata................................7

2.4 Perlindungan hukum ahli waris terhadap hak moral dan hak ekonomi dalam hak
cipta.....................................................................................................................................8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................... ..................................11

3.2 Saran...................................................................................................................................11

DaftarPustaka.........................................................................................................................12

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Manusia meninggal dunia, maka hubungan hukum itu tidak dapat lenyap seketika,
karena pihak yang ditinggalkan oleh pihak yang lenyap tersebut, bukan hanya seorang
manusia atau sebuah barang saja, dan juga oleh hidupnya orang yang meninggal dunia
tersebut, berpengaruh langsung pada banyaknya kepentingankepentingan berbagai anggota
lain dari masyarakat serta selama hidup orang tersebut, membutuhkan pemeliharaan dan
penyelesaian orang lain. Pada asasnya hak-hak dan kewajibankewajiban hukum dalam
lapangan hukum kekayaan atau harta benda saja yang dapat diwariskan. Ada beberapa
kekecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sah anaknya untuk menuntut
supaya ia dinyatakan anak yang sah dari bapak atau ibunya (kedua hak itu adalah dalam
lapangan hukum kekeluargaan), dinyatakan dalam undang-undang diwarisi oleh ahli
warisnya, dalam hukum waris berlaku juga suatu asas, bahwa seorang meninggal, maka
seketika itu juga segala hak dan kewajibanya beralih pada sekalian ahli warisnya. Namun
di dalam hukum Indonesia, pewarisan dengan menganut sistem individual, dimana harta
warisan tersebut harus segera dibagikan dan setiap ahli waris mendapatkan pembagian
warisan untuk dapat menguasai atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-
masing. Adapun harta warisan ini kemudian diadakan yang berakibat para waris dapat
menguasai dan memiliki bagian untuk dapat dinikmati, diusahakan ataupun, dialihkan
kepada anggota kerabat, ataupun orang lain.
Dengan demikian, maka dapat ketahui bahwa begitu pewaris meninggal dunia, harta
warisan harus segera dibagikan dan dialihkan kepada ahli warisnya yang dengan sendirinya
menurut hukum memperoleh hak waris atas barang, segala hak dan segala piutang pewaris.
Berkaitan dengan hak tersebut setiap ahli waris berhak menuntut agar harta warisan yang
belum dibagikan untuk segera dibagikan., meskipun ada perjanjian yang bertentangan
dengan itu. Menurut R. Soepomo dalam bukunya Bab-bab tentang Hukum Adat
menjelaskan bahwa pembagian warisan perlu diperhatikan unsur-unsur mutlak (essensial)
dari pewarisan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. adanya pewaris yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan
2. adanya beberapa orang sebagai ahli waris yang menerima kekayaan yang
ditinggalkan; dan
3. adanya harta warisan atau harta peninggalan.

1
Pada saat ini di Indonesia belum ada hukum waris nasional yang unifikasi dan termodifikasi
sebagaimana Hukum Waris dalam BW. Hukum waris yang berlaku di negeri ini masih
beraneka ragam, di mana pengadilan yang berwenang mengenai soal warisan berada di tangan
Pengadilan Agama bagi kasus warisan yang diselesaikan dengan hukum kewarisan Islam, dan
Pengadilan Negeri bagi kasus warisan yang diselesaikan dengan hukum waris selain Islam.
Keadaan dan perkembangan hukum waris di Indonesia semacam ini mendorong kita untuk
memahami dengan baik kesempurnaan hukum kewarisan Islam khususnya bagi umat Islam di
Indonesia.

Hak cipta merupakan hasil atau penemuan yang merupakan kreativitas manusia di bidang
seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Masalah hak cipta adalah masalah yangsangat luas, karena
tidak saja menyangkut hak-hak individu yang berada dalam lingkungan nasional, namun ia
sudah merupakan masalah yang sudah menyebar dan bergumul dalam lingkungan
internasional.

1.2 .Rumusan Masalah


1. Apa pengertian waris menurut para ahli ?
2. Bagaimana Peralihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris ?
3. bagaimana peralihan hak cipta ahli waris dengan cara waris menurut kuh perdata ?
4. Apa saja bentuk Perlindungan hukum ahli waris terhadap hak moral dan hak ekonomi
dalam hak cipta?

1.3.Tujuan Penulis

Untuk menambah pengetahuan mengenai bagaimana peralihan hak cipta ahli waris
dengan cara waris diindonesia dan untuk memahami banyak hal mengenai politik diindonesia
termasuk nilai nilai yang terkandung dalam hukum perdata tentang waris indonesia sehingga
diharapkan penulis dan pembaca dapat mengimplementasikan etika politik tersebut di
indonesisa dalam kehidupan sosial bernegara.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 pengertian waris menurut para ahli

Apa yang dimaksud dengan hukum waris ? kalau kita ingin mencari pengertian hukum waris
dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, maka kita tidak akan menemukannya, karena
tidak ada satu Pasal pun dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang memberikan
rumusan tentang hukum waris. Dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata hanya
menyebutkan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 830 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

Meskipun suatu definisi tidak selalu memuaskan untuk mengungkapkan mengenai


sesuatu,tetapi karena dalam beberapa hal dapat membantu untuk memahaminya lebih
mendalam,maka, dikutip pendapat para ahli hukum yang dianggap memadai untuk dapat
memahami hukum waris ini lebih dalam lagi, yaitu :

1. A. Pitlo, mengatakan hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum
mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan
kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang
orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka
maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 1
2. Wirjono Projodikuro,mengatakan hukum waris adalah soal apakah dan bagaimana
pelbagai hak hak dan kewajiban kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu
ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 2
3. Soepomo, mengatakan hukum waris itu memuat peraturan yang mengatur proses
yang meneruskan serta mengoperkan barang harta benda dan barang yang tidak
berwujud benda (on materiele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie)
kepada turunannya. Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses
tersebut tidak menjadi “akut” disebabkan orang tua meninggal dunia. Memang
meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu,
tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan
pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut. 3
4. Surini Ahlan Sjarif,mengatakan hukum waris adalah hukum harta kekayaan dalam
lingkungan keluarga, karena wafatnya seseorang maka akan ada pemindahan harta
kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang
orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka maupun antara

1
A. Pitlo Hukum Waris Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata Belanda, terjemahan oleh Isa
Arief [Jakarta lntermasa 1979] hlm. 1.
2
Wirjono Projodikuro Hukum Warisan Di Indonesia (Bandung IS Gravennage Vorking van Hove
1962) hlm. 8.
3
Soepomo Bab-Bab Tentang Hukum Adat (Jakarta Universitas 1966) hlm. 72-73.

3
mereka dengan pihak ketiga. Karena itu, hukum waris merupakan kelanjutan
hukum keluarga, tetapi juga mempunyai segi hukum harta kekayaan. 4
5. R. Subekti, mengatakan hukum waris mengatur hal ihwal tentang benda atau
kekayaan seseorang jikalau ia meninggal dunia. Dapat juga dikatakan, hukum waris
itu mengatur akibat-akibat hubungan kekeluargaan terhadap harta peninggalan
seseorang. 5
6. H.M. Idris Ramulyo, mengatakan hukum waris ialah himpunan aturan aturan hukum
yang mengatur tentang siapa ahli waris atau badan hukum mana yang berhak mewaris
harta peninggalan. Bagaimana kedudukan masing masing ahli waris serta berapa
perolehan masing masing secara adil dan sempurna.

Dari pendapat para ahli hukum tersebut diatas, dapat disimpulkan secara umum yang
dimaksud dengan hukum waris adalah hukum yang mengatur tata cara perpindahan atau6
pengalihan harta warisan dari si mati [pewaris] baik berupa harta benda yang dapat dinilai
dengan uang maupun utang piutang kepada orang orang yang berhak mewarisinya [ahliwaris]
baik menurut Undang Undang maupun surat wasi’at sesuai bagian yang telahditentukan
dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

2.2 Peralihan Hak Cipta Kepada Ahli Waris

Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenal 2 (dua) macam sistem pewarisan:

1. Sistem Pewarisan Ab Intestato (menurut undang-undang/ karena kematian/ tanpa surat


wasiat).7

a) Golongan pertama, yaitu terdiri dari suami/isteri, dan anak-anak pewaris beserta
keturunannya dari anak-anak. Pasal yang mengatur golongan pertama ini adalah Pasal
852, 852a ayat 1, dan 852 a ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 852,
bagian anak adalah sama besar walaupun anak-anak tersebut berasal dari perkawinan
yang berbeda. Maksud dari Pasal 852 ini adalah hak mewaris dari anak-anak pewaris
adalah sama, artinya mereka mendapatkan bagian yang sama besar walaupun mereka
dilahirkan dari perkawinan yang berbeda.8
b) Golongan Kedua, yaitu terdiri bapak dan ibu, atau salah satu dari bapak/ibu, beserta
saudara dan keturunannya. Pasal yang mengatur golongan kedua ini adalah Pasal 854,

4
Surini Ahlan Sjarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek, cet. II (Jakarta Ghalia
Indonesia 1992) hlm. l3.
5
R Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, cet. XXVI, (Jakarta lntermasa 1985) hlm. 17.
6
HM Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarz‘san Perdata Barat [Burgerlijk
Wetboek] (Jakarta Sinar Grafika I993). hlm. l3-14.
7
Ibid., hal 195
8
http://advokasi03.blogspot.co.id/2011/12/prosespewarisan-melalui-ab-intestato.html?m=1. (diunduh pada
tanggal 03 juni tahun 2021)

4
855, 856, 857, KUHPerdata. Pasal 854 KUHPerdata tentang bagian warisan jika masih
ada bapak dan ibu dan saudara. Bagian bapak dan ibu masingmasing 1/3 jika ada satu
saudara, dan masing-masing ¼ jika ada dua saudaraatau lebih. Pasal 855 KUHPerdata
tentang bagian warisan jika hanya terdapat bapak/ibu, maka bagian bapak/ibu yang
hidup terlama adalah ½ jika mewaris bersama satu orang saudara, 1/3 jika mewaris
bersama-sama dua orang saudara, ¼ jika mewaris bersama 3 orang saudara atau lebih.
Pasal 856 KUHPerdata, tentang tidak ada bapak/ibu, maka saudara berhak mewarisi
seluruh harta warisan. Pasal 857 KUHPerdata adalah mengenai pembagian saudara,
adapun pembagian saudara terbagi dalam tiga macam saudara, yaitu saudara kandung,
saudara sebapak, dan saudara seibu. Bagian saudara dari perkawinan yang sama maka
bagiannya sama besar, sedangkan jika saudara-saudara berasal dari perkawinan yang
berbeda, maka bagiannya harus dibagi dua (kloving) yaitu ½ bagian untuk saudara
dalam garis sebapak, dan ½ untuk saudara garis seibu, saudara kansung memperoleh
dua bagian, yaitu bagian dari garis sebapak dan bagian dari garis seibu.
c) Golongan ketiga, yang terdiri dari kakek, nenek dan seterusnya, beserta keluarga dalam
garis lurus keatas, baik dalam garis sebapak maupun dalam garis seibu.
Pasalpasalyangmengatur golongan ketiga ini adalah Pasal 85, 853, 858 KUHPerdata.
Seperti halnya pembagian saudara dalam Pasal 857 KUHPerdata, pembagian dalam
ahli waris golongan ketiga juga harus dilakukan kloving terlebih dahulu, yaitu ½ bagian
untuk ahli waris dalam garis sebapak, dan ½ bagian untuk ahli waris garis seibu 9.
d) Golongan keempat, yang terdiri saudara dari kedua orang tua serta sekalian keturunan
mereka sampai derajat keenam. Ahli waris golongan keempat ini termasuk dalam
pengertian keluarga sedarah dalam garis menyimpang yang lebih jauh. Pasal-pasal yang
mengatur golongan keempat ini adalah Pasal 850, 858, 861, KUHPerdata. Pembagian
ahliwaris golongan keempat iniintinya sama dengan pembagian golongan ketiga,bahwa
dalam pembagian warisan harus dikloving terbelih dahulu, yaitu 1/2 bagian untuk ahli
waris dalam garis sebapak, dan ½ bagian untuk ahliwaris dalam garis seibu. Hal penting
yang patut diketahui bahwa yang berhak mewaris hanyalah sampai derajat keenam,
setelah derajat keenam tidak akan tampil sebagai ahli waris. Sebagaimana terdapat
pengaturan di dalam Pasal 861 KUHPerdata: “Keluarga sedarah, yang dengan si
meninggal bertalian keluarga dalam garis menyimpang lebih dari derajat keenam, tak
mewaris”.

9
Salim H.S, Op.cit, hlm 178

5
Adapun pewarisan menurut penggantian tempat yang ditujukan untuk memberi
perlindungan hukum kepada keturunan sah dari ahli waris yang telah meninggal lebih dulu,
dengan cara menyerahkan hak ahli waris yang telah meninggal dunia kepada keturunan yang
sah.Penerimaan harta warisan oleh keturunan yang sah dari ahli waris yang telah meninggal
tersebut bukan dalam kedudukan sebagai ahli waris melainkan sebagai pengganti dari ahli
waris yang telah meninggal tersebut.Kedudukan sebagai ahli waris tetap pada si yang
meninggal, sedangkan keturunan sah berkedudukan sebagai ahli waris pengganti.

Pengertian dari penggantian ini dapat kita temukan dari ketentuan Pasal 841
KUHPerdata menurut ketentuan pasal tersebut, penggantian adalah memberikan hak kepada
seseorang yang menggantikan, untuk bertindak sebagai pengganti, dalam derajat dan dalam
segala hak dariorang yang digantikan. Dengan demikian, pengertian pergantian menurut
ketentuan pasal tersebut diatas adalah memberikan hak kepada seseorang untuk bertindak
sebagai penggantinya, baik dalam derajat maupun dalam segala hak dari orang yang digantikan
itu, khususnya yang berkaitan dengan pembagian harta warisan. Syarat-syarat untuk adanya
peristiwa hukum penggantian adalah:

1. Ada ahli waris yang sudah meninggal lebih dahulu dari pewaris yang
sebenarnya berhak mewaris.
2. Ahli waris yang menggantikan tersebut harus hidup pada saat pewaris
meninggal.
3. Ahli waris pengganti tersebut harus merupakan keturunan/anak yang sah dari
ahli warisyang digantikan itu.

Pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatur tentang


penggantian atau ahli waris pengganti ini adalah Pasal 841-848 KUHPerdata, penggantian
dalam undang-undang dibedakandalam tiga jenis, yaitu:

a. Penggantian dalam garis keturunan kebawah (penggantian dalam golongan


pertama).Pasal yang mengatur penggantian dalam golongan pertama ini adalah
Pasal 842 KUHPerdata, “penggantian dalam garis lurus kebawah yang sah
berlangsung terus dengan tiada akhirnya”.
b. Penggantian dalam garis menyimpang (penggantian dalam golongan kedua),
pasal yang mengatur penggantian golongan kedua ini adalah Pasal 844/845
KUHPerdata.

6
c. Penggantian dalam garis menyimpang yang lebih jauh (penggantian dalam
golongan keempat) Pasal yang mengatur 844/845 KUHPerdata, dalam arti lebih
diperluas. Yang penting dan harus diingat dalam proses penggantian ini adalah
ahli waris yang masih hidup tidak dapat digantikan kedudukannya, yang dapat
digantikan harus ahli waris telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, dan ahli
waris tersebut meninggalkan keturunan yang sah, seperti yang diatur dalam
Pasal 847 KUHPerdata, yaitu “tiada seorang pun diperbolehkan bertindak untuk
orang yang masih hidup selaku penggantinya”.

2. Sistem pewarisan menurut surat wasiat (testament). Pasal 875 KUHPerdata berbunyi: “surat
wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi

pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya, terjadi setelah ia meninggal


yang dapat dicabut kembali olehnya.” Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa unsur
atau ciri surat wasiat adalah sebagai berikut:

a) Surat wasiat berlaku setelah pembuat testam meninggal dunia.


b) Dapat dicabut kembali.
c) Bersifat pribadi.
d) Dilakukan dengan cuma-cuma.
e) Merupakan perbuatan hukum sepihak.
f) Dibuat dengan akta (baik dengan akta dibawah tangan atau akta otentik).

Syarat-syarat membuat surat wasiat :

1. Orang yang hendak membuat surat wasiat harus dalam keadaan sehat pikirannya
(Pasal 895 KUHPerdata).
2. Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun (Pasal 897 KUHPerdata).
3. Yang menerima wasiat harus sudah ada dan masih ada ketika pewaris meninggal
dunia. (Pasal 899 KUHPerdata).

2.3 peralihan hak cipta ahli waris dengan cara waris menurut kuh perdata

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pasal
ini dijelaskan, dengan hak khusus dari pencipta dimaksudkan bahwa tidak ada orang lain boleh

7
melakukan hak itu atau kecuali dengan izin pencipta. Hak cipta merupakan hak ekslusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.10

Meskipun hak cipta dapat beralih atau dialihakan sebagaimana disebutkan dalam Pasal
16 ayat (2), namun yang dimaksud dengan "dapat beralih atau dialihkan" hanya hak ekonomi,
sedangkan hak moral tetap melekat pada diri Pencipta. Pengalihan Hak Cipta harus dilakukan
secara jelas dan tertulis baik dengan atau tanpa akta notaris. Pasal 5 Undang-undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta memnyebutkan: Pasal 5 11

(1) Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi
pada diri Pencipta untuk:

b. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan


dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
c. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
d. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
e. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
f. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan,
modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau
reputasinya.

(2) Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta
masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal
dunia.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan
atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis. Sedangkan yang
dimaksud dengan Hak Ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau 12Pemegang Hak
Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.23 Pasal 9 Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2014 menjelaskan bahwa :

10
Djaja. S. Meliala, Op.Cit, hlm 224.
11
Pasal 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentangHak Cipta.
12
Pasal 4 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

8
1. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak
ekonomi untuk melakukan:

1. penerbitan Ciptaan;
2. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
3. penerjemahan Ciptaan;
4. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
5. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
6. pertunjukan Ciptaan;
7. Pengumuman Ciptaan;
8. Komunikasi Ciptaan; dan
9. penyewaan Ciptaan.

2. Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

3. Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan
Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi
milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita,
kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. Ketentuan ini berlaku untuk hak cipta
yang sudah diumumkan maupun hak cipta yang tidak atau belum diumumkan.25 Disamping
itu dalam Pasal 39 Undangundang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, menyebutkan
bahwa :

1). Dalam hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan
Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan
Pencipta.

2). Dalam hal Ciptaan telah dilakukan Pengumuman tetapi tidak diketahui Penciptanya, atau
hanya tertera nama aliasnya atau samaran Penciptanya, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut
dipegang oleh pihak yangmelakukan Pengumuman untuk kepentingan Pencipta.

9
3). Dalam hal Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Pencipta dan pihak yang
melakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk
kepentingan Pencipta.13

4). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak berlaku jika
Penciptadan/atau pihak yang melakukan Pengumuman dapat membuktikan kepemilikan
atas Ciptaan tersebut.

5). Kepentingan Pencipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh
Menteri.26 Pasal 59 (1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:

a. karya fotografi;
b. Potret;
c. karya sinematografi;
d. permainan video; e. Program Komputer;
e. perwajahan karya tulis;
f. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karyalain dari hasil transformasi;
g. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya
tradisional; i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer ataumedia lainnya; dan

j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya


yang asli,berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan
Pengumuman.14

(2) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua
puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. Pasal 60 AYAT (1) Hak Cipta
atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (1) berlaku tanpa Batas waktu.

Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang dipegang oleh negara
sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak Ciptaan tersebutpertama kali dilakukan Pengumuman. 15

13
Penjelasan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
14
Pasal 5 UU No. 28 Tahun 2014
15
Pasal 8 UU No. 28 Tahun 2014

10
(3) Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan Pengumuman
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman. Diatur juga mengenai Pengalihan Hak
atas Pencatatan Ciptaan dalam : Pasal 76 (1) Pengalihan Hak atas pencatatan Ciptaan dan
produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 :

1) dapat dilakukan jika seluruh Hak Cipta atas Ciptaan tercatat dialihkan haknya kepada
penerimahak.
2) Pengalihan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan
permohonan tertulisdari kedua belah pihak atau dari penerima hak kepada Menteri.
3) Pengalihan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam daftar umum
Ciptaan dengan dikenai biaya.

Pasal 77 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan hak atas pencatatan Ciptaan dan
produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.30 Adapun yang menjadi persamaan antara UU Hak Cipta dan KUH Perdata.
dalam pewarisan adalah sebagai berikut :

a. Harta warisan yang diperoleh ahli waris dari si pewaris dapat didaftarkan ke kantor Notaris
(berdasarkan Pasal 907 KUH Perdata). Dalam penjelasan pasal 3 ayat (2) UU No. 19 tahun
2002, dinyatakan bahwa Hak Cipta yang dialihkan tersebut baik karena pewarisan, hibah
ataupun wasiat dapat didaftarkan ke kantor Notaris.
b. Objek warisan menurut KUH Perdata dan UU No. 19 Tahun 2002 sama-sama benda.31
Sedangkan adapun yang menjadi perbedaan antara Undang-undang Hak Cipta dan KUH
Perdata dalam warisan adalah:
c. Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, yang setelah penciptanya meninggal dunia, menjadi
milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita,
kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum (Pasal 4 ayat 1 UU Hak Cipta, UU
No. 19 tahun 2002). Dengan demikian Hak Cipta yang diwariskan tidak dapat disita oleh
siapapun, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. Dalam Pasal 832 KUH
Perdata dinyatakan bahwa Harta Warisan dapat disita bila si pewaris memiliki utang. Jadi
bila jumlah utang si pewaris lebih besar daripada harta yang diwariskan/ditinggalkannya,
ada kemungkinan si ahli waris tidak mendapat apa-apa dari warisan tersebut karena semua
harta yang diwariskan telah disita untuk melunasi utangutangsi pewaris.

11
d. Benda yang diwariskan menurut KUH Perdata adalah semua bendabergerak dan benda
tidak bergerak.Hak cipta merupakan benda bergerak yang dapat dialihkan kepada pihak
lain (berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002).
e. Harta warisan dalam KUH Perdata dapat di bagi-bagi kepada sejumlah ahli waris yang ada.
misalnya sebuah tanah yang menjadi objek warisan dapat dibagi-bagi kepada sejumlah ahli
waris (jika ahli warisnya terdapat lebih dari satu orang). Sedangkan menurut Undang-
undang Hak Cipta, harta warisan berupa hak cipta tidak dapat dibagi-bagi kepada beberapa
ahli waris,
f. kecuali si pewaris memiliki beberapa hak cipta dan ketika ia meninggal ia dapat
mewariskannya kepada beberapa ahli warisnya.
g. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1), ahli waris hanya dapat menikmati pewarisan hak cipta
selama 50 tahun. Dalam KUH Perdata tidak ada diatur tentang jangka waktu pewarisan,
karena si ahli waris dapat menikmati harta warisan itu selamalamanya, bahkan ia juga dapat
mewariskan harta warisan tersebut kepada anak dan cucunya.
h. Menurut Pasal 36 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dinyatakan bahwa Pendaftaran
Ciptaan dalam daftar umum ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi,
arti, maksud atau bentukdari ciptaan yang didaftarkan.

Berdasarkan pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa pewarisan hak cipta yang
didaftarkan ke notaris jugabukan sebagai alat bukti pengesahan atas isi, arti, maksud atau
bentukdari ciptaan yang diwariskan.Sementara dalam KUH Perdata, berdasarkan pasal 907
KUH Perdata denganjelas dinyatakan bahwa pewarisan yang didaftarkan ke notaris
mengandung artisebagai pengesahan atas harta si pewaris dan ahli waris berhak secara mutlak
untukmenikmati warisan yang ia terima berdasarkan wasiat yang dibuat itu. Dengan demikian
orang lain yang namanya tidak terdaftar dalam wasiat tersebut tidak boleh
menikmati/mengambil alih harta warisan tersebut.

Dengan adanya pengakuan hak yang diatur di dalam deklarasi universal hak-hak asasi
manusia menunjukkan bahwa hukum memberikan penghargaan dan tempat yang tinggi kepada
manusia sebagai makhluk pribadi, termasuk ciptaanciptaan yang dihasilkan dalam bentuk
kekayaan intelektual yang merupakan benda bergerak tidak berwujud sebagaimana diatur pula
dalam pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
menyatakan bahwa hak cipta dianggap sebagai hak benda bergerak dan immaterial. Pasal 3
ayat (2) Undang-undang Hak Cipta Indonesia mengatakan bahwa hak cipta dapat beralih dan
dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena :

12
1. Pewarisan

2. Hibah

3. Wasiat

4. Perjanjian tertulis, dan

5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.

Perjanjian tertulis harus dilakukan dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu
hanya mengenai wewenang yang disebut dengan akta tersebut. Sebab-sebab lain yang
16
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan misalnya pengalihan yang disebabkan oleh
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan ketentuan tersebut,
undang-undang memberikan pengaturan bahwa Pencipta atau Pemegang Hak Cipta secara
eksklusif dapat memberikan izin atau mengalihkan ciptaannya kepada pihak lain. Pengalihan
ciptaan tersebut dapat dilakukan oleh pencipta maupun pemegang hak cipta, baik dengan cara
pemindahan hak atau bahkan hanya memberikan izin dengan jangka waktu, tempat maupun
pihak yang terbatas dengan cara lisensi. Dalam konsepsi hukum perdata keberadaan Hak Cipta
adalah merupakan bagian dari Hak Kebendaan yang bergerak dan tidak terwujud atau imateriil,
hak cipta sebagai benda bergerak dan tidak berwujud dalam konsepsi hukum perdata
merupakan hak milik kebendaan.

Didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 570 disebutkan bahwa : “ Hak
milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu benda dengan leluasa dan berbuat bebas
terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. Kesemuanya itu dengantidak
mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas
ketentuan undang-undang dan pembeyaran ganti rugi Dari ketentuan pasal 570 KUHPerdata
dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap hak milik mempunyai unsur :

1. Kemampuan untuk menikmati atas benda atau hak yang menjadi obyek hak milik
tersebut.

16
6 Sophar Maru Hutagalung, , 2012, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm 17.

13
2. Kemampuan untuk mengawasi dan menguasai benda yang menjadi obyek hak milik,
yaitu misalnya untuk mengalihkan hak milik itu kepada orang lain atau
memusnahkannya.

Dari rumusan diatas, maka dapat diketahui bahwa didalam hak cipta terkandung
pengertian ide dan konsepsi hak milik. Apabila dibandingkan dengan hak milik, maka hak cipta
hanya berlaku selama hidup si pencipta dan 50 (lima puluh) tahun sesudah ia meninggal dunia
(pasal 29 undang-undang hak cipta).

Hak cipta adalah hak khusus (eksklusif) bagi pencipta, ia dilindungi dalam haknya terhadap
siapa saja yang merupakan hak absolut. Hak cipta memberikan hak untuk menyita benda yang
diumumkan bertentangan dengan hak cipta itu, serta perbanyakan yang tidak diperbolehkan
dengan cara dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan untuk penyitaan barang bergerak,
baik untuk penyerahan benda tersebut menjadi miliknya, ataupun menuntut supaya benda itu
dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dipakai lagi. Dengan demikian, dalam hak cipta
terdapat konsep hak milik, dalam artian hak itu dapat dipertahankan terhadap siapa saja yang
mengganggu, dan di Negara-negara lainpun hak cipta dipandang sebagai property (hak milik).
Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan suatu benda dihitung termasuk
golongan benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang.
Suatu benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau
dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi barang perabotan rumah tergolong
benda yang bergerak karena penetapan undang-undang ialah misalkan penagihan mengenai
sejumlah uang atau suatu benda yang bergerak; surat-surat sero dari suatu perseroan
perdagangan, surat-surat obligasi Negara dan sebagainya. Selanjutnya dalam Auteurswet dan
Octroiwet ditetapkan bahwa hak atas suatu karangan tulisan (Auteurswet) dan hak atas suatu
pendapatan dalam ilmu pengetahuan adalah benda bergerak.

Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak dan tidak berwujud, maka peralihannya hak
cipta tersebut tidak dapat dilakukan secara lisan melainkan harus dengan akta otentik atau akta
dibawah tangan. Persetujuan secara lisan saja tidak diakui oleh undang-undang hak cipta. Hal
ini untuk menjaga jangan sampai timbul penyimpangan-penyimpangan terhadap hak dan
kewajiban dikemudian hari, sehingga di dalam akta perjanjian harus dibuat sejelas mungkin
hak-hak yang dipindahkan atau dialihkan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari para
17
pihak yang membuat perjanjian. UUHC tahun 2002 pasal 3 ayat 2 menyatakan bahwa :

17
37 Subekti, 1985, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm. 62.

14
beralih atau dialihkannya hak cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan
secara tertulis. Penjelasan dari pasal tersebut bahwa peralihan hak cipta harus 37 secara tertulis,
yang dimaksud tertulis adalah dengan suatu akta notaris atau dibawah tangan. Menurut R.F.
Whale, dalam pengalihan Hak Cipta harus dibedakan antara assignment (penyerahan) dengan
agreement to assign (perjanjian). Bentuk assignment menyebabkan kepemilikan hak cipta
berpindah seluruhnya kepada pihak yang mendapat penyerahan. Sedangkan agreement to
assign adalah bentuk perjanjian berupa perbuatan hukum, seperti jual beli dan lisensi.
Perbedaan di antara assignment dan lisensi juga dalam hal hak-hak yang timbul dan
pelaksanaannya bila terjadi keadaan :

1. Bangrutnya penerbit,

2. Hak penerbit untuk mengubah karya cipta,

3. Bentuk dan tanggung jawab penerbit dalam pembayaran royalty.

Jika dipahami bahwa perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan yang immaterial
maka akan teringat kepada hak milik. Hak milik menjamin kepada pemilik untuk menikmati
dengan bebas dan boleh juga melakukan tindakan hukum dengan bebas terhadap miliknya itu.
Objek hak milik itu dapat berupa hak cipta sebagai hak immaterial. Terhadap hak cipta, si
pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan dengan cara pewarisan, hibah atau dengan
cara lain yang diperbolehkan oleh undang-undang, hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu
merupakan hak yang dapat dimiliki, dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik dan oleh
karenanya terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat kepemilikan, baik dengan cara
penggunaannya maupun cara pengalihan haknya, kesemuanya itu undang-undang memberikan
perlindungan sesuai dengan sifat hak tersebut. Hal-hal yang dapat diwarisi dari pewaris, pada
prinsipnya yang dapat diwarisi hanyalah hak-hak dan kewajiban dalam lapangan harta
kekayaan. Hak dan kewajiban tersebut berupa aktiva (sejumlah benda yang nyata ada dan atau
berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu juga dapat berupa hak imateriil
seperti hak cipta).

Sedangkan, pasiva (sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga
maupun kewajiban lainnya). Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul dari hukum
keluarga tidak dapat diwariskan. Menurut pasal 954 BW ialah Pewaris sebelum meninggal
dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam testament atau wasiat yang isinya dapat berupa
erfstelling / wasiat pengangkatan ahli waris yaitu suatu penunjukkan satu atau beberapa orang

15
menjadi ahli waris untuk mendapatkan seluruh atau sebagian harta peninggalan, pasal 917 BW
mengatakan bahwa wasiat pengangkatan ahli waris ini terjadi apabila mempunyai keturunan
atau ahli waris, dan pasal 957 BW menjelaskan legaat / hibah wasiat adalah pemberian hak
kepada seseorang atas dasar wasiat yang khusus berupa hak atas satu atau beberapa benda
tertentu, hak atas seluruh benda tertentu, hak pakai atau memungut hasil dari seluruh atau
sebagian harta warisan. 18Kewajiban pewaris adalah merupakan pembatasan terhadap haknya
yang ditentukan oleh undang-undang. Pewaris wajib mengindahkan atau memperhatikan
legitime portie. Sedangkan, yang dimaksud dengan legitime portie adalah pembatasan terhadap
hak pewaris dalam membuat testament/wasiat. Jadi, pada dasarnya pewaris tidak dapat
mewasiatkan seluruh hartanya, kerena pewaris wajib memperhatikan legitime portie, akan
tetapi apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, maka warisan dapat diberikan seluruhnya
pada penerima wasiat. Setelah terbukanya warisan ahli waris mempunyai hak atau diberi hak
untuk menetukan sikapnya antara lain menerima warisan secara penuh, menerima dengan hak
untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan atau menerima dengan bersyarat dan hak
untuk menolak warisan.

Dalam hukum waris berlaku asas bahwa apabila seorang meninggal, maka seketika itu
juga hak dan kewajibannya beralih kepada ahli warisnya. Pengambialihan segala hak dan
kewajibannya dari si meninggal (pewaris) oleh para ahli waris dinamakan saisine. Pada pasal
833 ayat (1) KUH Perdata berbunyi : ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh
hak atas segala barang, segala hak dan segala piutang yang meninggal dunia. Apa yang
tercantum dalam pasal 833 ayat (1) adalah hak saisine. Hak saisine tidak hanya pada pewarisan
menurut undangundang tetapi juga ada pada pewarisan dengan adanya surat wasiat (pasal 955
KUH Perdata). Menurut Pasal 834 BW bahwa tiap-tiap waris berhak memajukan gugatan guna
memperjuangkan hak warisannya terhadap segala mereka yang baik atas dasar hak yang sama,
baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan seperti
pun secara licik mereka telah menghentikan penguasaannya ia boleh mengajukan gugatan
tersebut untuk seluruh warisan, jika ia adalah ahli waris satu-satunya atau hanya sebagian jika
ada beberapa ahli waris lainnya. Gugatan demikian adalah untuk menuntut supaya diserahkan
kepadanya, segala apa yang dengan dasar hak apapun juga terkandung dalam warisan beserta
segala hasil, pendapatan dang anti rugi menurut peraturan tercantum dalam bab ketiga buku ini
terhadap gugatan akan pengembalian barang milik. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

18
38 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
hlm. 86

16
(KUHperdata) pasal 832 mengatakan yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah,
baik yang sah menurut undang-undang maupun yang diluar perkawinan, dan si suami atau si
istri yang hidup terlama. Bilamana keluarga sedarah dan si suami atau si istri yang hidup
terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik Negara. Pernyataan tersebut
membuktikan bahwa peralihan hak cipta jika tidak ada keluarga sedarah maka hak cipta
tersebut menjadi milik Negara. Penjelasan diatas dapat disimpulkan cara peralihan secara
mewaris menurut BW adalah pewarisan dengan ketentuan adanya pewaris yang meninggal
dunia dan memiliki harta peninggalan serta memiliki keluarga sedarah untuk menjadi ahli waris
dan jika tidak ada maka benda yang akan diwariskan akan menjadi milik Negara. Mengenai
pendaftaran harta warisan pasal 907 KUHPerdata dengan jelas mengatakan bahwa pewarisan
yang didaftarkan ke notaris mengandung arti sebagai pengesahan atas harta si pewaris dan ahli
waris berhak secara mutlak untuk menikmati warisan yang ia terima berdasarkan wasiat yang
dibuat itu. Dengan demikian orang lain tidak boleh menikmati atau mengambil alih harta
warisan tersebut.

2.4 Perlindungan hukum ahli waris terhadap hak moral dan hak ekonomi dalam hak
cipta

1. Hak Moral (Moral Right)

Hak Cipta merupakan Hak Ekslusif yang artinya hak tersebut muncul dari seseorang yang
memiliki jiwa seni tinggi dan kreatifitas, tidak semua orang yang memiliki ide untuk
menghasilkan suatu ciptaan yang baru dan belum pernah ada sebelumnya hanyalah orang-
orang tertentu saja yang memiliki kemampuan dan kelebihan untuk menghasilkan suatu
ciptaan, maka dari itu Hak Cipta disebut juga Hak Ekslusif. 19Ciptaan adalah hasil setiap karya
pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Sedangkan
pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak, atau pihak lain yang menerima hak
tersebut dari pencipta. Menurut L.J Taylor23 dalam bukunya Copyright For Librarians
menyatakan bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan
melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sesuatu yang sudah
bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan. Pasal 1 angka 3
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2002 Nomor 85, Tambahan 23 Rachmadi Usman. 2003. Hukum Atas HKI

19
Rachmadi Usman. 2003. Hukum Atas HKI Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung :
Alumni. Hlm.121.

17
Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung : Alumni. Hlm.121. 35 Borneo
University Library 36 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220 menyatakan ciptaan
adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni dan sastra. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa ciptaan
atau karya cipta yang mendapatkan perlindungan hak cipta itu :

1. Ciptaan yang merupakan hasil proses penciptaan atas inspirasi, gagasan, atau ide
berdasarkan kemampuan dan kreatifitas pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau
keahlian penciptanya.
2. Dalam penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukan keaslian
(original) sebagai ciptaan seseorang yang bersifat pribadi.

Dalam bentuk yang khas artinya, karya tersebut harus telah selesai diwujudkan,
sehingga dapat dilihat, didengar atau dibaca, termasuk pembacaan huruf braile. Sedangkan arti
dari ciptaan yang bersangkutan harus menunjukan keasliannya adalah karya tersebut berasal
dari kemampuan dan kreativitas pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian
pencipta sendiri atau dengan kata lain tidak meniru atau menjiblak inspirasi, gagasan atau ide
20
orang lain. Di samping itu, ciptaan yang dimaksud juga merupakan hasil refleksi pribadi
pencipta. Dengan demikian, terdapat dua persyaratan pokok mendapatkan perlindungan hak
cipta, yaitu ciptaan tersebut sudah berupa ekspresi bukan masih berupa gagasan atau ide,
kemudian yang kedua adalah adanya unsur keaslian dan kreatifitas dari suatu karya cipta,
bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreatifitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan
serta tidak harus baru atau unik. Namun, harus menunjukan keasliannya sebagai suatu ciptaan
seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Hak Cipta juga
merupakan Hak kebendaan dan Hak Imateriil, dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut
juga zakelijk recht, menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen sofwan, memberikan rumusan
tentang hak kebendaan yakni hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan siapa pun juga.

H. OK. Saidin, S.H., M.Hum. mengatakan bahwa hak kebendaan adalah hak mutlak
yang juga berarti hak absolut yang dapat dipertentangkan atau dihadapkan dengan relatif, hak
nisbi atau biasanya disebut juga persoonlijk atau hak perorangan. Hak yang disebut terakhir ini
hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu, tidak terhadap semua orang seperti pada
hak kebendaan.26 Jadi, hak kebendaan itu hak yang dimiliki seseorang yang merupakan hak

20
Ibid

18
mutlak dan absolut yang hanya bisa di pertahankan oleh orang yang memliki benda tersebut
dan tidak dapat dimiliki oleh semua orang. Dalam konsepsi hukum perdata keberadaan Hak
Cipta adalah merupakan bagian dari Hak Kebendaan yang bergerak dan tidak terwujud atau
imateriil, hak cipta sebagai benda bergerak dan tidak berwujud dalam konsepsi hukum perdata
merupakan hak milik kebendaan. Didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 570
disebutkan bahwa : 25 Sri Soewadi dan Masjchoen Sofwan, 1981, Hukum Perdata: Hukum
Benda, “ Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu benda dengan leluasa dan
berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang
berhak menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain. Kesemuanya itu dengan
tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar
atas ketentuan undang-undang dan pembayaran ganti rugi “ Dari ketentuan pasal 570
KUHPerdata dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap hak milik mempunyai unsur :

1. Kemampuan untuk menikmati atas benda atau hak yang menjadi obyek hak milik
tersebut.

2. Kemampuan untuk mengawasi dan menguasai benda yang menjadi obyek hak milik,
yaitu misalnya untuk mengalihkan hak milik itu kepada orang lain atau
memusnahkannya. 21

Dari rumusan diatas, maka dapat diketahui bahwa didalam hak cipta terkandung
pengertian ide dan konsepsi hak milik. Apabila dibandingkan dengan hak milik, maka hak cipta
hanya berlaku selama hidup si pencipta dan 50 (lima puluh) tahun sesudah ia meninggal dunia
(pasal 29 undang-undang hak cipta).

Hak cipta adalah hak khusus (eksklusif) bagi pencipta, ia dilindungi dalam haknya
terhadap siapa saja yang merupakan hak absolut. Hak cipta memberikan hak untuk menyita
benda yang diumumkan bertentangan dengan hak cipta itu, serta perbanyakan yang tidak
diperbolehkan dengan cara dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan untuk penyitaan
barang bergerak, baik untuk penyerahan benda tersebut menjadi miliknya, ataupun menuntut
supaya benda itu dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dipakai lagi. Dengan demikian,
dalam hak cipta terdapat konsep hak milik, dalam artian hak itu dapat dipertahankan terhadap
siapa saja yang mengganggu, dan di Negara-negara lainpun hak cipta dipandang sebagai

21
Sri Soewadi dan Masjchoen Sofwan, 1981, Hukum Perdata: Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, hlm. 24.

19
property (hak milik).22suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena
sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang bergerak karena
sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti
tanah atau bangunan, jadi barang perabotan rumah tergolong benda yang bergerak karena
penetapan undang-undang ialah misalkan penagihan mengenai sejumlah uang atau suatu benda
yang bergerak; surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi Negara
dan sebagainya.

Selanjutnya dalam Auteurswet dan Octroiwet ditetapkan bahwa hak atas suatu
karangan tulisan (Auteurswet) dan hak atas suatu pendapatan dalam ilmu pengetahuan adalah
benda bergerak. Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-
ciptaan, hak-hak pencipta dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, Pengaturannya
adalah sebagai berikut :

1. Ciptaan yang dilindungi, adalah semua ciptaan dibidang sastra, ilmu pengetahuan
dan seni, dalam bentuk apapun perwujudannya.

2. Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation)


atau pengecualian (exception), yang tergolong sebagai hak-hak eksklusif

3. Hak untuk menerjemahkan,

4. Hak mempertunjukkan di muka umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan
musik,

5. Hak mendeklamasi (to recite) di muka umum suatu ciptaan sastra,

6. Hak penyiaran (broadcast)

7. Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun,

8. Hak menggunakan ciptaannya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual,

9. Hak membuat aransemen (arrangement) dan adaptasi (adaptation)dari suatu ciptaan.

Selain hak-hak eksklusif ini, Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang
dinamakan hak-hak moral (droit moral). Hak yang dimaksud ini adalah hak pencipta untuk
mengklaim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengajukan keberatan

22
H. Ok. Saidin,1995, Aspek Hukum hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Garafindo Persada, Jakarta, hlm. 49.

20
terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah
keasliannya ciptaannya ( any mutilation or deformation or orther modification or other
derogatory action), yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi pencipta (author’s honor
or reputation).23 Hak-hak moral (moral right/droit moral) yang diberikan kepada seorang
pencipta, menurut seorang penulis mempunyai kedudukan yang sejajar dengan hak-hak
ekonomi (economic right) yang dimiliki pencipta atas ciptaannya. 24

Hak Cipta terkandung, pertama hak moral (moral right), yaitu hak pencipta untuk
diabadikan namanya atas ciptaannya, dan melarang orang lain untuk merubah karya ciptanya.
Sedangkan hak kedua adalah hak ekonomi. yaitu hak untuk mengumumkan, menggandakan,
hak untuk melakukan perubahan, dan juga hak untuk menggabungkan dengan hak lainnya. Hak
ekonomi inilah yang berfugsi melipatgandakan nilai ekonomi suatu karya cipta, sehingga
sasaran untuk mencari keuntungan dapat dicapai secara efektif. Hak Moral adalah hak yang
melindungi kepentingan pribadi si pencipta. Hak moral pencipta merupakan hak khas dan
khusus serta langgeng daripada pencipta dari hasil ciptaannya. Konsep hak moral ini berasal
dari system hukum kontinental yaitu Perancis. Menurut konsep hukum kontinental, hak
pengarang (droit d’aueteur, author right) terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan
keutungan yang bernilai ekonomi seperti uang, dan hak Moral yang menyangkut perlindungan
atas reputasi si pencipta. Hak moral pencipta merupakan hak khas dan khusus serta langgeng
dari pada si pencipta atas hasil ciptaannya, yang tak dapat dipisahkan dari penciptanya. Hak
moril pencipta tersebut tetap melekat pada pencipta sekalipun hak cipta sendiri dialihkan
kepada pihak lain.

Hak cipta dapat dialihkan dengan cara diwariskan hal ini menurut UUHC pasal 3 ayat
25
2. Berbicara tentang waris maka harus diperhatikan 3 (tiga) unsur dalam mewaris, dimana
ketiga hal tersebut termasuk dalam unsur-unsur dalam pewarisan meliputi orang yang
meninggal dunia (pewaris) atau erflater, ahli waris yang berhak menerima kekayaan itu
(erfgenam). Menurut pasal 830 BW pewarisan hanya terjadi karena kematian, maka hak cipta
bisa dialihkan secara mewaris jika karena kematian, dan pada pasal 833 BW menjelaskan
bahwa, Para ahli waris dengan sendirinya karena hukum, mendapatkan hak milik atas semua
barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Pemilikan atas Hak Cipta dapat

23
Eddy Damian. 2003. Hukum Hak Cipta. Bandung : Alumni, hlm. 62
24
Ibid. hlm.63
25
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
hlm. 74

21
dipindahkan kepada pihak lain, tetapi Hak Moralnya tetap tidak terpisahkan dari penciptanya.
Hak Moral merupakan hak yang khusus serta kekal yang dimiliki si pencipta atas hak
ciptaannya dan hak itu tidak dipisahkan dari penciptanya. Hak Moral ini mempunyai 3 (tiga)
dasar, yaitu :

a. Hak untuk mengumumkan ciptaannya;


b. Hak menentukan pemakaian nama si pencipta;
c. Hak mempertahankan integritas.

Sedangkan Komen dan Verkade menyatakan bahwa hak moral yang dimiliki seorang
pencipta yaitu :

e. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan ;

f. Larangan mengubah judul;

g. Larangan mengubah penetuan pencipta;

h. Hak untuk mengadakan perubahan.

Pasal 24 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta juga
26
memberi penjelasan bahwa :

(2) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang hak cipta supaya nama
pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.
(3) Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada
pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau dengan persetujuan ahli
warisnya dalam hal pencipta telah meninggal dunia.

Dengan demikian hak moral pencipta itu merupakan salah satu pembatasan dari pada
hak cipta yang telah diserahkan kepada orang lain daripada pencipta itu sendiri, misalnya
seorang penerima hak cipta, biarpun padanya telah diserahkan hak cipta seluruhnya atas suatu
ciptaan, akan tetapi dengan adanya hak moral pencipta itu, maka jelas ia terikat pada beberapa
ketentuan yang tersimpul dalam pengertian hak moral pencipta itu. Terhadap hak moral ini,
walaupun hak ciptanya telah diserahkan sepenuhnya atau sebagian, pencipta tetap berwenang
menjalankan suatu tuntutan hukum untuk mendapatkan ganti kerugian terhadap orang yang
melanggar hak moral pencipta. Hal ini sesuai dengan pasal 1365 BW yang menyatakan bahwa

26
32 J.C.T Simorangkir, 1979, Hak Cipta Lanjutan, Djambatan, Jakarta, hlm.39

22
: “ Tiap perbuatan hukum yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti
kerugian itu tersebut.” Konsep dasar lahirnya hak cipta akan memberikan perlindungan hukum
terhadap suatu karya ciptaan yang memliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian
sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Sifat
pribadi yang terkandung dalam hak cipta melahirkan konsepsi moral bagi pencipta atau ahli
warisnya. Hak moral tersebut dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta
untuk mencegah terjadinya penyimpangan atas karya ciptaannya dan untuk mendapatkan
penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut. hak moral tersebut merupakan
perwujudan dari hubungan yang terus berlangsung antara pencipta dengan hasil karya
ciptaannya walaupun si pencipta telah kehilangan atau telah memindahkan kepada orang lain.
Sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama pencipta, maka pencipta atau ahli
warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap
mencantumkan dalam ciptaannya. Di samping itu, pemegang hak cipta tidak diperbolehkan
mengadakan perubahan suatu ciptaan kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya
dan apabila pencipta telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain, maka selama
penciptanya masih hidup diperlukan persetujuannya untuk mengadakan perubahan, tetapi
apabila penciptanya telah meninggal dunia, maka memerlukan izin dari ahli warisnya.

Dengan demikian sekalipun hak moral itu sudah diserahkan baik sebagian atau
seluruhnya kepada pihak lain, namun penciptanya atau ahli warisnya tetap mempunyai hak
untuk menggugat seseorang yang tanpa persetujannya :

1. Meniadakan nama pencipta yang tercantum dalam ciptaan,

2. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya,

3. Mengganti atau mengubah judul ciptaan, dan

4. Mengubah isi ciptaan. Oleh karena itu, pemegang hak cipta tidak bisa semena-mena
dalam Hak Cipta yang telah diserahkan oleh penciptanya. Terkecuali jika, hasil ciptaaan
tersebut dialihkan dengan cara mewaris maka ahli waris berwenang mempunyai hak penuh
dalam ciptaan tersebut, karena hak cipta mempunyai perlindungan hukum bagi para
penciptanya maupun ahli warisnya untuk menggugat jika terjadi pelanggaran hak cipta
tersebut, hal ini dijelaskan pada UUHC pasal 56 Ayat 1 dan 2 yang mengatakan bahwa : “ Pasal
56 Ayat 1 : Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan

23
Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan
atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.

Pasal 56 Ayat 2 : Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga
agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari
penyelenggaraan ceramah. Pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang
merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. “ Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta tersebut
bukan hanya mendapatkan perlindungan hukum dari UUHC melainkan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata melindungi ahli waris dalam barang yang ditinggalkan oleh pewaris. Pasal 834
menjelaskan bahwa : “ Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya
terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisannya terhadap
semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alasan hak
ataupun tanpa alasan hak." Mengenai pemindahan Hak dalam hak cipta harus diumumkan
secara tertulis dari pencipta kepada ahli warisnya dengan cara membuat permohonan tertulis
dan diumumkan dalam berita resmi ciptaan oleh Direktorat Jenderal HKI. Pernyataan ini
dijelaskan pada pasal 41 UUHC Indonesia. Begitu eratnya hubungan pencipta dan ahli
warisnya dengan hak moral, maka hak moral tersebut tidak dapat dilepaskan atau melekat pada
si pencipta, oleh karena itu hak cipta yang dimiliki oleh pencipta, demikian pula hak cipta yang
tidak diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya dan
tidak dapat disita kecuali jika hak tersebut diperoleh secara melawan hukum. Dengan demikian,
hak moral pencipta itu merupakan salah satu pembatasan dari pada hak cipta yang telah
diserahkan kepada orang lain. Misalnya seorang penerima hak, biarpun padanya telah
diserahkan hak cipta seluruhnya atas suatu ciptaan, akan tetapi dengan adanya hak moral
pencipta itu, maka jelas ia terikat pada beberapa ketentuan yang tersimpul dalam pengertian
hak moral pencipta itu.

2.Hak Ekonomi (Ekonomi Right)

Disamping hak moral tersebut, hak cipta juga berhubungan dengan kepentingan-
kepentingan yang bersifat ekonomi. Adanya kepentingankepentingan yang bersifat ekonomi
di dalam hak cipta tersebut, merupakan suatu perwujudan dari sifat hak cipta itu sendiri, yaitu
bahwa ciptaan-ciptaan tersebut merupakan suatu bentuk kekayaan, walaupun bentuknya tidak
terwujud. Keberadaan karya seni masyarakat tidak cukup hanya diukur dengan estetika,
pemenuhan rasa, dan sakral, tetapi juga harus diekploitasi secara ekonomi yang bisa
menumbuhkembangkan hak cipta sehingga dapat dinikmati baik secara moral dan ekonomi

24
bagi semua pihak yang terlibat. Hak ekonomi tersebut adalah hak yang dimiliki oleh seorang
pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hak ekonomi yang terkandung
dalam pasal 1 angka 5 undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, meliputi hak untuk
mengumumkan dan memperbanyak. Termasuk dalam pengumuman adalah pembacaan,
penyuaraan, penyiaran, dan penyebaran suatu ciptaan sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan
dapat dibaca, di dengar oleh orang lain. Konsepsi hak ekonomi yang terkandung di dalam hak
cipta tersebut mencerminkan bahwa ciptaan-ciptaan sebagai hasil olah pikir manusia dan yang
melekat secara alamiah sebagai suatu kekayaan si pencipta mendapat perlindungan hukum
yang memadai karena merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana telah ditetapkan
dalam pasal 27 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai berikut :

1. Setiap orang mempunyai hak kemerdekaan berpartisipasi dalam kehidupan budaya


masyarakat, menikmati seni atau mengambil bagian dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
menarik manfaatnya;
2. Setiap orang mempunyai hak memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan
moral dan material yang merupakan hasil dari ciptaan-ciptaan seseorang pencipta di
bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.

Hak ekonomi dalam hak cipta mendapat perlindungan hukum sama dengan hak moral hanya
saja dalam Hak Ekonomi ada sedikit perbedaan, perlindungan hukum tersebut bukan diberikan
kepada penciptanya saja, melainkan kepada ahli waris jika hak cipta tersebut diahlihkan
kepada ahli waris. Hak ekonomi menyangkut pada pemberian Royalti terhadap ahli warisnya,
jika Hak Moral hanya mempunyai Hak untuk memegang Hak Cipta yang telah dialihkan agar
tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dijelaskan pada pasal 55 UUHC yang menjelaskan
bahwa : “ Penyerahan Hak Cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi Hak
Cipta atau Ahli Warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya :

a. Meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada ciptaan itu;


b. Mencantum nama pencipta pada ciptaannya;
c. Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau
d. Mengubah isi ciptaan.” Berbicara mengenai ahli waris Hukum Perdata memberi ketentuan
siapa yang berhak mewaris.

Adanya orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan hak dan kewajiban kepada
orang lain yang berhak menerimanya. Menurut pasal 830 BW mengatakan bahwa pewarisan
hanya terjadi karena kematian. Maka sudah jelas penjelasan diatas mengenai orang yang

25
berhak mewaris. Perlindungan kepada pencipta karya, seni dan sastra terkait dengan hak
27
ekonomi dari pencipta yang bersangkutan. Karya cipta yang tidak didaftarkan hanya
memiliki perlindungan bagi pencipta yang bersangkutan, sehingga apabila karya ciptanya
ditiru atau dijiplak oleh pihak lain akan sulit untuk membuktikan kepemilikannya. Oleh karena
itu agar mempunyai akibat hukum kepada pihak lain, maka karya cipta yang telah dihasilkan
sebaiknya didaftarkan agar perlindungan hukumnya dapat lebih mudah dilaksanakan.
Pengertian menurut Sophar Maru Hutagalung, S.H., M.H. Hak Ekonomi adalah hak yang
dimiliki seseorang untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. yang perlu dipahami,
ketika kepemilikan atas suatu karya cipta dialihkan, baik melalui jual beli, hibah atau waris
namun peralihan tersebut hanya sebatas hak ekonomi saja.

Sedangkan hak moral terhadap karya cipta tersebut tetap melekat pada pencipta. Undang-
undang Hak Cipta sendiri memberikan definisi yang berbeda terhadap pencipta dan pemegang
hak cipta (pasal 1 UU Hak Cipta). Hak Cipta yang dialihkan dengan cara mewaris tentu saja
Hak Ekonominya beralih kepada ahli waris itu sendiri. Ketentuan dalam mewaris ada
kewajiban ahli waris dalam menerima hak dari pewaris. Kewajiban dari ahli waris antara lain
memelihara keutuhan dan menjaga harta peninggalan sebelum harta peninggalan itu dibagi.
Oleh karena itu, hak ekonomi dalam hak cipta harus jelas siapa pemegang hak cipta tersebut
dan jika hak cipta tersebut dialihkan secara mewaris maka harus jelas ahli waris untuk
pemegang hak cipta yang sudah dialihkan, karena berdampak kepada pembayaran royalti
kepada pemegang hak cipta tersebut. Perlindungan hukum pada Hak Ekonomi sama halnya
dengan perlindungan Hak Moral dan tidak ada perbedaan, karena Hak Pokok tersebut melekat
dan tidak terpisahkan dalam Hak Cipta. Pelanggaran dalam Hak Cipta berupa memperbanyak
atau mengumumkan hasil ciptaan tanpa seizin pencipta atau pemegang hak, dan jika hak cipta
tersebut dialihkan maka harus melakukan izin kepada ahli waris karena ahli waris tersebut
menjadi pemegang hak cipta yang sudah dialihkan/dipindahkan.

Hak ekonomi dalam pada setiap undang-undang hak cipta selalu berbeda, baik
teknologinya, jenis hak yang diliputinya dan ruang lingkup dari setiap jenis hak ekonomi
tersebut. Secara umumnya, setiap Negara minimal mengenal dan mengatur hak ekonomi
tersebut meliputi jenis hak :

a. Hak reproduksi atau penggandaan (Repoduction Right)

27
33 Sophar Maru Hutagalung, , 2012, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 208

26
Hak reproduksi sama dengan perbanyakan, yaitu menambah jumlah suatu ciptaan dengan
pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan
mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk
mengalihwujudkan sesuatu ciptaan. Misalnya rekaman music, pertunjukan drama dan juga
pembuatan duplikat dalam rekaman suara atau film.

i. Hak adaptasi (Adaptation Right)


Hal untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa peterjemahan dari bahasa satu ke bahasa
yang lain, aransemen musik, dramatisasidari non dramatik, mengubah dari cerita fiksi dari
karangan nonfiksi.
j. Hak distribusi (Distribution Right)
Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat
setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan,
atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat
k. Hak pertunjukan (Public Performance Right)
Hak ini dimiliki para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat
terungkapkan dalam bentuk pertunjukan. Yang dimaksud dengan pertunjukan adalah
termasuk untuk penyajian kuliah, pidato, khotbah, baik melalui visual atau presentasi
suara, juga menyangkut penyiaran film dan rekaman suara pada media televisi, radio dan
tempat lain yang menyajikan tampilan tersebut.
l. Hak penyiaran (Broadcasting Right) Hak untuk menyiarkan bentuknya berupa
mentransmisikan suatu ciptaan oleh peralatan tanpa kabel. Hak penyiaran ini meliputi
penyiaran ulang dan mentransmisikan ulang.
m. Hak program kabel (Cablecasting Right) Hak ini hamper sama dengan hak penyiaran
hanya saja mentransmisikannya melalui kabel. Badan penyiaran televisi mempunyai
suatu studio tertentu, dari sana disiarkan programprogram melalui kabel kepada pesawat
para pelanggan. Jadi, siarannya sudah pasti bersifat komersial.
n. Droit de suite Droit de Suite adalah hak pencipta. Ketentuan Droit de Suite ini menurut
petunjuk dari World Intellectual Property Organization (WIPO) yang tercantum dalam
buku Guide to the Borneo University Library 52 Berne Convention merupakan hak
tambahan. Hak ini bersifat kebendaan. .
o. Hak pinjam masyarakat (Public Landing Right) Hak ini dimiliki oleh pencipta yang
karyanya tersimpan di perpustakaan yaitu berhak atas suatu pembayaran dari pihak
tertentu karena karya yang diciptakannya sering dipinjam oleh masyarakat dari

27
perpustakaan milik pemerintah tersebut. Lamanya perlindungan atas hak pinjam oleh
masyarakat tersebut secara umum sama dengan lamanya perlindungan hak cipta, yaitu
selama hidup si pengarang dan di tambah lagi 50 tahun setelah meninggal. Pencipta yang
memiliki hak pinjam oleh masyarakat harus memenuhi kualifikasi tertentu. Pembayaran
kepada pencipta tidaklah secara otomatis, hanya pencipta yang mendaftarkan pada suatu
lembaga hak pinjam oleh masyarakatlah yang mendapat bayaran.Konsepsi hak ekonomi
yang terkandung didalam hak cipta tersebut mencerminkan bahwa ciptaan-ciptaan
sebagai hasil olah pikir manusia dan yang melekat secara alamiah sebagai suatu kekayaan
si pencipta mendapat perlindungan
hukum memadai karena merupakan salah satu hak asasi manusia.

Hak ekonomi dalam suatu karya cipta adalah berbagai bentuk hak yang dieksploitasikan secara
ekonomis dan secara gamblang dapat dikatakan bahwa hak ekonomi merupakan hak yang
dapat dipisahkan dari penciptanya.

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hak Cipta merupakan benda bergerak yang tidak berwujud dan merupakan objek
warisan, sehingga dapat diwariskan kepada setiap ahli waris yang berhak atas Hak Cipta
tersebut. Ahli waris dalam pewarisan Hak Cipta adalah guna menjaga dan melestarikan hasil
karya cipta dari si pencipta ketika ia telah meninggal dunia. Ahli waris harus hidup pada saat
pewaris meninggal. Pengalihan Hak Cipta melalui pewarisan dalam UndangUndang tentang
Hak Cipta khususnya Nomor 28 Tahun 2014 Pasal 16 ayat (2) yang berbunyi Hak Cipta dapat
beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena: pewarisan, hibah, wakaf, wasiat,
perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan akan tetapi dalam UndangUndang Hak Cipta tidak mengatur secara rinci
tentang tata cara atau prosedur pengalihan hak tersebut. Dan yang dapat dialihkan hanya hak
ekonomi, sedangkan hak moral tetap melekat pada diri pencipta. Prosedur yang dilakukan ahli
waris untuk mendapatkan haknya sebagai ahli waris adalah membuat akta waris sebagai bukti
otentik kepemilikan hak dengan disertai surat keterangan kematian dan surat keterangan waris.

Ahli waris sebagai pemilik hak Ciptaan wajib mencatatkan ke Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual, maka harus disertai dokumen tentang pengalihan hak. Dokumen tentang
pengalihan hak dengan cara pewarisan adalah dokumen yang membuktikan terjadinya
pengalihan hak yaitu akta waris yang dibuat atau dikeluarkan oleh notaris atau pejabat/instansi
yang berwenang dalam pembuatan akta waris. Dan setiap pengalihan hak harus pula dicatatkan
pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan diumumkan dalam berita resmi pada
masing-masing jenis KI tersebut.

3.2 Saran

Perlindungan harus tetap diberikan atas hasil ciptaan yang diberikan dari si pencipta
kepada ahli waris, dan seharusnya Undang-Undang tentang Hak Cipta di Indonesia harus lebih
terperinci mengatur mengenai pengaturan pembagian pewarisan terhadap Hak Cipta dengan
dibentuknya peraturan pelaksana dari Undang-Undang Hak Cipta yaitu berupa Peraturan
Pemerintah.

29
DAFTAR PUSTAKA

Wati rahmi ria dan zulfikar muhammad. (2018). hukum waris berdasarkan sistem perdata
dan kompilasi hukum islam . bandar lampung : sinar sakti.

fransiskus, s. j. (2016). peralihan hak cipta dengan cara pewarisan menurut undang undang
nomor 19 tahun 2002 junto undang undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak c ipta . lex
privatium , Vol. IV/No. 2/Feb/2016.

Fitthria, A. (2017). Analisi pengalihan hak cipta melalui waris perspektif hukum waris
diindonesia . unnes press .

Mulyono, Y. H. (2014). Peralihan hak cipta secara mewaris menurut BW ( burgelijk


weetbook). Borneo University Library .

30

Anda mungkin juga menyukai