2462 5868 1 PB
2462 5868 1 PB
A. PENDAHULUAN
Kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu yang berupa sel-sel somatik yang telah
metode untuk mengisolasi bagian-bagian mengalami dediferensiasi. Sel-sel somatik yang
tanaman seperti sel, jaringan atau organ telah mengalami dediferensiasi selanjutnya
kemudian menumbuhkannya secara aseptis (suci ditransfer ke dalam medium yang sesuai dan jika
hama) di atas suatu medium budidaya sehingga proses induksi dediferensiasinya benar, maka
bagian-bagian tanaman tersebut dapat gen-gen yang bertanggung jawab terhadap
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi totipotensi akan berfungsi, pembelahan sel-
tanaman lengkap (plantlet). Salah satu proses selnya menjadi terkendali, dan akhirnya
pembentukan planlet dalam teknik kultur terbentuk embrio. Embrio yang terbentuk dari
jaringan adalah embriogenesis somatik, yaitu sel-sel somatik akan tumbuh dan berkembang
suatu proses pembentukan embrio dari eksplan menjadi tanaman utuh melalui proses yang
91
92 Jurnal Bionature, Volume 16, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 91-97
Persentase perkecambahan
(gambar 1), yang selanjutnya digunakan sebagai 100
eksplan pada tahap induksi kalus. Keuntungan 90
dari eksplan yang berasal dari biji yang 80 75
dikecambahkan secara in-vitro diantaranya 70
adalah kondisi eksplan yang dihasilkan steril 60 Persentase biji
sehingga tidak perlu disterilisasi lagi sebelum 50 berkecambah
dikultur pada medium induksi kalus, selain itu 40
pada umumnya semua bagian dari kecambah 30 28
menunjukkan responsifitas yang tinggi untuk 20
diinduksi menjadi kalus karena sifatnya yang 10 0
0
masih meristematik. Indrianto (2003),
menyatakan bahwa eksplan terbaik untuk 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu / Hari
induksi kalus adalah jaringan dari bagian-bagian
semai (seedling) yang dikecambahkan secara in- Gambar 2.Grafik Persentase Perkecambahan
vitro. Biji Wortel
Pertambahan Panjang
Hipokotil Kecambah Wortel
5
Panjang Hipokotil (cm)
4,5 3,84
4 3,49
3,5 3,06
3 2,64
2,5
2
Rerata
1,5 1,14
panjang
1 0,47
0,18 hipokotil
0,5
0
0
Gambar 1. Kecambah Biji Wortel Umur 9
Hari. Skala = 1 cm. 2 3 4 5 6 7 9 0 1
Waktu / Hari
Persentase perkecambahan biji wortel Gambar 3. Grafik Pertambahan Panjang
pada medium ¼ MS mencapai 98% (gambar 2) Hipokotil Kecambah Wortel
dan rata-rata panjang hipokotil 3,84 cm (gambar
3) setelah dikecambahkan selama 9 hari. Hal ini Penelitian ini menggunakan bagian
menunjukkan viabilitas biji cukup baik untuk hipokotil dari kecambah wortel sebagai eksplan.
berkecambah dalam medium ¼ MS. Keuntungan Penelitian Kamada et al., (1993) menunjukkan
dari eksplan yang dikecambahkan secara in- jaringan di sekitar meristem pucuk kecambah
vitro diantaranya adalah kondisi eksplan yang wortel, merupakan daerah yang banyak
dihasilkan steril, selain itu pada umumnya semua membentuk embrio somatik setelah diberi
94 Jurnal Bionature, Volume 16, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 91-97
perlakuan stres, bagian ini menurut Li et al., tidak dapat berkembang lebih lanjut sebelum
(1999) merupakan daerah yang kaya auksin. konsentrasi auksin dikurangi atau bahkan
Hipokotil kecambah wortel juga digunakan dihilangkan sama sekali dari medium kultur.
Nishiwaki et al., (2000) untuk menginduksi Jumlah eksplan yang membentuk kalus
pembentukan embrio somatik secara langsung terus bertambah setelah minggu ke tiga inkubasi,
dengan menggunakan asam absisat (ABA) demikian pula dengan ukuran kalus yang
sebagai zat pengatur tumbuh. terbentuk pada setiap eksplan terus bertambah
Pada tahap induksi dan pemeliharaan dan meluas menutupi permukaan eksplan. Pada
kalus, hipokotil kecambah wortel ukuran 1 cm tabel 2 dapat dilihat persentase jumlah eksplan
digunakan sebagai eksplan yang dikultur selama yang membentuk kalus mencapai 90,83 %
5 minggu pada medium MS dengan zat pengatur setelah dikultur selama lima minggu. Hal ini
tumbuh 2,4-D 2 mg/l. Minggu pertama setelah mengindikasikan bahwa eksplan cukup responsif
dikultur, eksplan tampak mengalami penebalan terhadap zat pengatur tumbuh 2,4-D yang
terutama pada bagian yang luka dan kontak digunakan menginduksi terbentuknya kalus.
langsung dengan medium sehingga ukurannya Pada akhir minggu ke lima inkubasi,
bertambah besar. Penebalan eksplan ini secara umum kalus yang terbentuk telah
merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks menutupi seluruh permukaan eksplan, warna
antara eksplan, komposisi medium, zat pengatur kalus umumnya putih bening atau putih
tumbuh dan kondisi lingkungan selama periode kekuningan dengan tekstur friable atau remah
inkubasi. Hasil yang sama dengan penelitian (Gambar 3). Dari hasil pengamatan, kalus yang
Meagher dan Green (2002) menunjukkan bahwa berwarna putih bening atau kekuningan
ukuran eksplan embrio muda tanaman saw merupakan kalus yang dapat mengikuti pola
palmetto bertambah menjadi empat kali lebih embriogenik. Hasil yang sama dari penelitian
besar setelah dikultur selama dua minggu. Capuana dan Debergh (1997) menunjukkan
Pembentukan kalus mulai tampak pada bahwa kalus yang dihasilkan dari perlakuan 2,4-
kedua ujung eksplan (bagian yang luka akibat D mempunyai tekstur remah dan berwarna
pemotongan), setelah diinkubasi selama dua kekuningan. Sel-sel kalus tersebut dapat
minggu pada medium MS + 2,4-D 2 mg/l, berkembang membentuk embrio somatik.
meskipun tidak semua eksplan serentak Shimizu et al., (1997) juga menemukan
membentuk kalus pada minggu kedua. Hal ini kalus yang berwarna putih atau kekuningan
mungkin disebabkan oleh tingkat responsifitas dengan tekstur remah merupakan kalus yang
eksplan terhadap medium kultur yang tidak kompeten membentuk embrio somatik.
sama. George et al., (2008) menyatakan 2,4-D Kalus embriogenik yang dihasilkan pada
umum digunakan sebagai sumber auksin tahap sebelumnya disubkultur pada medium
eksogen terutama untuk menginisiasi induksi embrio somatik yaitu MS + BAP (0; 0,5;
pembentukan kalus embriogenik pada proses 1; 1,5) mg/l.
embriogenesis somatik, tetapi embrio somatik
Tabel 1. Efisiensi Pembentukan Kalus dan Penampakan Visual Kalus (Tekstur dan Warna)
setelah Dikultur selama 5 Minggu pada Medium MS + 2,4-D 2 mg/l.
Minggu Jumlah Eksplan yang % Pembentukan
Tekstur dan Warna Kalus
ke… Membentuk Kalus Kalus
1 0±0 0% -
Agak kompak,
2 33.66 ± 1.52 42,07 %
Putih bening, kekuningan
Friabel,
3 67 ± 2.64 83,75 %
Putih bening, kekuningan
Friabel,
4 72.66 ± 2.51 90,83 %
Putih bening, kekuningan
Friabel,
5 72.66 ± 2.51 90,83 %
Putih bening, kekuningan
Efisiensi pembentukan kalus 90,83 %
Rusdianto & Indrianto, Peningkatan Pembentukan Embrio Somatik Pada Wortel 95
a b c
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Embrio Somatik Wortel pada Medium MS dengan Perlakuan BAP
Konsentrasi (0; 0,5; 1; 1,5) mg/l pada Umur 3 Minggu.
Rata-rata Jumlah Embrio Somatik
Konsentrasi BAP (mg/l)
Globuler Jantung Torpedo
a a a
0 8,33 ± 4.72 1,66 ± 2,08 0,33 ± 0,57 a
0,5 c 54,00 ± 12.12 b 5,33 ± 2.08 a 4,66 ± 2.08 b
b a a
1 29,33 ± 16,56 4,33 ± 2,08 1,33 ± 0,57 a
ab a a
1,5 15,00 ± 6,55 3,33 ± 3,51 0 ± 0a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5
% uji DMRT.
Hasil ini sejalan dengan pernyataan Wernicke et tonjolan berwarna putih dan hijau yang terus
al., (1989) dalam Hagio (2002) yang berkembang membentuk embrio fase globuler
menyatakan bahwa penambahan sitokinin ke setelah memasuki minggu ke tiga (gambar 4).
dalam medium regenerasi dapat meningkatkan Pada akhir minggu ke tiga sebagian
jumlah embrio somatik. Pada penelitian ini, besar permukaan kalus dipenuhi embrio fase
perlakuan 0,5 mg/l BAP merupakan konsentrasi globuler terutama pada medium dengan
yang paling tepat meningkatkan rata-rata jumlah perlakuan BAP 0,5 mg/l. Hasil yang sama
embrio somatik dibandingkan dengan dengan penelitian Veisseire et al., (1994)
konsentrasi perlakuan BAP yang lain. menunjukkan bahwa kultur Picea abies cepat
Pada medium induksi embrio somatik mengalami perubahan pada media yang
yang mengandung BAP, kalus tampak mulai mengandung kinetin, BA, dan 2,4-D yang
terjadi diferensiasi dan embrio somatik mulai selanjutnya membentuk embrio somatik fase
terbentuk setelah kalus embriogenik dikultur globuler dan berwarna hijau.
selama 2–3 minggu. Hasil penelitian menun- Pengamatan dilanjutkan sampai minggu
jukkan, setelah dikultur selama dua minggu pada ke empat, embrio somatik fase globuler ada yang
medium yang mengadung BAP, permukaan berkembang membentuk fase torpedo namun
kalus embriogenik tampak berwarna kehijauan jumlahnya sangat sedikit (gambar 4), umumnya
yang diikuti dengan munculnya tonjolan- embrio stagnan pada fase globuler.
a b c
D. KESIMPULAN
Penambahan N6-benzylaminopurine mg/l BAP merupakan konsentrasi yang paling
(BAP) yang merupakan zat pengatur tumbuh tepat meningkatkan pembentukan embrio
kelompok sitokinin pada medium Murashige and somatik, dengan rata-rata jumlah embrio fase
Skoog (1962), dapat meningkatkan pembentukan globuler 54,00; fase jantung 5,33; dan fase
kalus embriogenik pada hipokotil kecambah torpedo 4,66, dibandingkan dengan konsentrasi
wortel (Daucus carota L) setelah dikultur selama perlakuan BAP yang lain.
tiga minggu. Pada penelitian ini, perlakuan 0,5
E. DAFTAR PUSTAKA
Capuana M. and P.C Debergh. 1997. Improvement of the Li Y., Wu Y.H., Hagen G., Guilfoyle T. 1999. Expression
maturation and germination of horse chesnut of the auxin-inducible GH3 promoter/GUS fusion
somatic embryos. Plant Cell Tiss. Org.Cult. 48:23- gene as a useful molecular marker for auksin
29. physiology. Plant Cell Physiol. 40: 675-682.
George E.F., Hall M.A., Jan De Clerk G. 2008. Plant Nishiwaki M., Fujino K., Koda Y., Masuda K., Kikuta Y.
propagation by tissue culture 3rd edition. Volume 1. 2000. Somatic embryogenesis induced by the
The background. Springer. P: 183-197. simple application of abscisic acid to carrot (Daucus
Hagio T. 2002. Adventitious shoot regeneration from carota L.) seedlings in culture. Planta 211:756-759.
immature embryos of Shorgum. Plant Cell Tiss. Shimizu K, N.. Nagaike., T. Yobuya. and T. Edachi. 1997.
Org. Cult. 68:65–72. Plant regeneration from suspension culture of Iris
Indrianto A. 2003. Kultur jaringan tumbuhan. Fakultas germica. Plant Cell Tiss. Org. Cult. 50: 27-31.
Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wiendi N.M.A., G.A. Wattimena. dan L.V. Gunawan.
Kamada H., Ishikawa K., Saga H., Harada H. 1993. 1991. Perbanyakan tanaman. Bioteknologi
Induction of somatic embryogenesis in carrot by Tanaman I. PAU IPB. 507 hlm.
osmotic stress. Plant Tiss. Cult. Lett. 0: 38-44. Hagio T. 2002. Adventitious shoot regeneration from
Kermode A. 1990. Regulatory mechanisms involved in the immature embryos of Shorgum. Plant Cell Tissue
transition from seed development to germination. and Organ Culture 68:65–72.
Critical reviews in plant science 9: 155-195. Veisseire P., L. Linossier. and A. Coudret. 1994. Effect of
Kikuchi A., Sanuki N., Higashi K., Koshiba T., Kamada H. abscisic acid and cytokinins on the development
2006. Abscisic acid and stress treatment are of somatic embryos in Havea brasiliensis. Plant
essential for the acquisition of embryogenic Cell Tissue and Organ Culture 39: 219-223.
competence by carrot somatic cells. Planta 223:
637-645.