Amardianto Arham
Amrie Firmansyah
Politeknik Keuangan Negara STAN
Alamat Korespondensi: amrie.firmansyah@gmail.com
ABSTRACT
The frequent occurrence of natural disasters in Indonesia makes the government need a lot of money when it is overcome. In
order to not fully burden the budget, the government needs new sources of funding. This study aims to analyze the plan to
issue the catastrophe bond as a government financing instrument for natural disaster management. This study uses a
qualitative method by focusing on the literature review. The results show that a catastrophe bond can be used as an instrument
of government financing in natural disaster management in Indonesia. However, the implementation of the plan to issue the
catastrophe bond still requires a law that explicitly regulates the procedures for its implementation. In addition, the
government needs to conduct an in-depth study to establish an institution as an issuer of the catastrophe bond and makes its
law.
KATA KUNCI:
Catastrophe Bond, Keuangan Publik, Kebijakan Publik.
ABSTRAK
Seringnya terjadi bencana alam di Indonesia membuat pemerintah membutuhkan biaya yang tidak sedikit saat
penanggulangan. Agar tidak sepenuhnya membebani anggaran, pemerintah membutuhkan sumber pendanaan baru.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rencana penerbitan catastrophe bond sebagai instrumen pembiayaan
pemerintah untuk penanggulangan bencana alam. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan berfokus pada
telaah pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa catastrophe bond dapat dijadikan sebagai instrumen pembiayaan
pemerintah dalam penanggulangan bencana alam di Indonesia. Namun demikian, implementasi rencana penerbitan
catastrophe bond tersebut masih membutuhkan payung hukum yang secara eksplisit mengatur tata cara pelaksanaanya.
Selain itu, pemerintah perlu melakukan kajian yang mendalam untuk menetapkan lembaga penerbit catastrophe bond serta
membuat payung hukumnya.
KLASIFIKASI JEL:
E62
CARA MENGUTIP:
Arham, A. & Firmansyah, A. (2019). Catastrophe bond sebagai instrumen pembiayaan pemerintah dalam penanggulangan
bencana alam di Indonesia. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara dan Kebijakan Publik,
4(4), 339-349.
339
CATASTROPHE BOND SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.4, (2019), Hal.339-349
PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
DI INDONESIA
340
Perbendaharaan Negara (jangka waktu sampai harga catastrophe bond dan kemungkinan
dengan dua belas bulan) dan Obligasi Negara implementasi di Indonesia berdasarkan kondisi
(jangka waktu lebih dari dua belas bulan). Setelah sektor privat. Sampai saat ini, belum ada penelitian
Indonesia mengalami dua bencana alam besar yang membahas kemungkinan implementasi
dengan jarak yang berdekatan, pemerintah penggunaan catastrophe bond jika ditinjau dari
Indonesia sedang mengkaji penebitan surat utang peraturan perundang-undangan tentang
bencana alam atau catastrophe bond pengelolaan keuangan negara yang ada di
(https://www.beritasatu.com). Pemerintah Indonesia. Selain itu, penelitan mengenai
membuka opsi untuk menerbitkan surat utang penerapan best practice atas skema penerbitan
bencana alam (catastrophe bond) layaknya surat catastrophe bond di Indonesia juga perlu dilakukan
utang negara yang selama ini telah lazim dirilis agar memberikan gambaran mengenai teknis
(http://harian.analisadaily.com). Pada 9 Oktober pelaksanaan dan implementasinya.
2018, Menteri Keuangan menyatakan bahwa
Berdasarkan uraian permasalahan terkait
pemerintah sedang mendalami skema penerbitan
dana penanggulangan bencana alam di Indonesia,
catastrophe bond dan menjadi salah satu tema
beberapa best practice penggunaan catastrophe
diskusi dalam pertemuan tahunan IMF-World
bond dalam pembiayaan bencana alam di beberapa
Bank (http://www.merdeka.com). Catastrophe
negara di dunia, serta hasil penelitian terdahulu
bond merupakan sesuatu yang baru di Indonesia
mengenai analisis rencana penerbitan catastrophe
dan sampai saat ini belum pernah ada entitas lokal
bond di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk
yang menerbitkan catastrophe bond sebagai
menganalisis apakah catastrophe bond dapat
instrumen keuangan dan manajemen risiko
dijadikan sebagai instrumen pembiayaan
(https://www.beritasatu.com).
pemerintah dalam penanggulangan bencana alam
Catastrophe bond sukses diterbitkan untuk di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
pertama kalinya oleh perusahaan Hannover Re memberikan manfaat berupa solusi alternatif bagi
pada tahun 1994 (Laster, 2001). Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia dalam membiayai
Mexico menjadi negara pertama di dunia yang penanggulangan bencana alam.
menggunakan catastrophe bond untuk melindungi
kewajiban fiskal terkait bencana alam (Michel-
Kerjan, 2011). Pada tahun 2014, negara-negara di 2. LANDASAN TEORI
Kepulauan Karibia menerbitkan catastrophe bond 2.1. Konsep Pembiayaan Risiko Bencana
untuk penanggulangan bencana angin topan dan Pencegahan kerugian dan kebijakan asuransi
gempa bumi (https://worldbank.org). Selanjutnya telah lama menjadi sebuah bagian penting dalam
pada tahun 2016, beberapa negara di kawasan
misi perusahaan asuransi untuk memberikan
Pasifik (Chili, Kolombia, Mexico, dan Peru) perlindungan yang efektif terhadap berbagai jenis
memutuskan untuk menggunakan catastrophe risiko (Arrow, 1963; Raviv, 1979; Gollier, 1992).
bond untuk memperluas opsi pembiayaan risiko
Globalisasi pasar keuangan dan evolusi teknologi
gempa bumi (https://treasury.worldbank.org). yang cepat telah mengubah sifat dan dampak
Penelitian terdahulu mengenai analisis berbagai risiko selama dua dekade terakhir.
rencana penerbitan catastrophe bond di Indonesia Perubahan-perubahan tersebut juga berdampak
masih sangat kurang. Shang, et. al. (2009) pada struktur kontrak, bentuk organisasi, dan
mengulas tentang analisis empiris atas penentuan restrukturisasi perusahaan asuransi (Doherty &
harga catastrophe bond di Indonesia dan Dionne, 1993; Staikouras, 2006).
menunjukkan pengaruh parameter berdasarkan Perusahaan asuransi memperoleh modal
comonotonicity theory dan jump-diffusion process yang sumber utamanya adalah ekuitas dan premi
terhadap harga catastrophe bond. Selain itu, dari polis asuransi. Ketika memilih bentuk
Gunardi & Setiawan (2015) juga membahas pembiayaan risiko, perusahaan asuransi bertujuan
penilaian catastrophe bond secara khusus untuk untuk meminimalkan risiko yang tidak didanai
bencana alam gempa bumi di Indonesia dengan yang disebut sebagai defisit surplus pemegang
menggunakan distribusi Generalized Extreme Value polis (Mutenga & Staikouras, 2004). Perusahaan
(GEV) dan model tingkat bunga Cox-Ingersoll-Ross asuransi sangat sulit untuk memastikan tingkat
(CIR). Sementara itu, Matucci (2016) mengulas kerugian aktual dalam satu tahun buku meskipun
mengenai solusi penggunaan catastrophe bond premi yang ditetapkan telah dihitung berdasarkan
sebagai sarana pembangunan ekonomi di negara berbagai skenario.
berkembang seperti Indonesia. Matucci (2016) Menurut Mutenga & Staikouras (2007), ada
menganalisis rencana penerbitan catastrophe bond tiga basis instrumen pembiayaan risiko yaitu
di Indonesia mengacu pada perbandingan kondisi berbasis retensi, berbasis reasuransi, dan berbasis
catastrophe incsurance market antara Indonesia pasar modal. Tiap basis instrumen pembiayaan
dengan Mexico. Penelitian-penelitian terdahulu risiko harus sesuai dengan peruntukannya dalam
tersebut hanya membahas mekanisme penentuan distribusi kerugian. Instrumen pembiayaan risiko
berbasis retensi menggunakan ekuitas yang
CATASTROPHE BOND SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.4, (2019), Hal.339-349
PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
DI INDONESIA
342
disediakan oleh pemegang saham dan akumulasi dikelola secara privat atau publik. Di pasar sektor
laba ditahan. Instrumen pembiayaan berbasis privat internasional, pengelola biasanya berbentuk
retensi akan efisien digunakan untuk membiayai Special Purpose Vehicle (SPV). SPV merupakan
risiko dengan tingkat probabilitas kejadian yang suatu badan hukum atau lembaga keuangan yang
tinggi. Sementara itu, instrumen pembiayaan risiko berfungsi untuk menginvestasikan hasil yang
berbasis reasuransi dapat digunakan untuk diperoleh dari catastrophe bond dan membayarkan
memberikan perlindungan terhadap arus kas kupon obligasi kepada investor. Jika terjadi
terkait kerugian yang tak terduga. Distribusi bencana, dana akan dibayarkan kepada penerima
kerugian paling baik dibiayai oleh instrumen yang tertanggung. Akun defeasance digunakan
berbasis pasar modal. Instrumen pembiayaan untuk mengakumulasi dana untuk pelunasan
berbasis pasar modal dapat mengurangi tekanan pokok obligasi jika investor harus menerima
pada modal dan/atau digunakan setelah peristiwa beberapa tingkat perlindungan utama dalam suatu
bencana. peristiwa bencana. Dana yang terkumpul biasanya
Keterbatasan sumber daya untuk melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk ganti rugi
memberikan perlindungan atas kejadian-kejadian karena beberapa dana disisihkan hanya untuk
ekstrem dalam bisnis asuransi telah mendorong pembayaran kembali pokok obligasi. Namun,
para pelaku pasar untuk mengeksplorasi cara beberapa obligasi disusun sedemikian rupa
alternatif terkait pembiayaan risiko (Jaffee & sehingga investor kehilangan sebagian atau
Russell, 1997; Punter, 2000; Cummins et al., 2002). seluruh pokok dan bunga jika terjadi bencana.
Saat ini pasar modal telah memberikan wadah Kompensasi dari hal tersebut adalah obligasi
untuk melindungi risiko keuangan sekaligus memberikan jumlah pengembalian jauh di atas
meningkatkan nilai perusahaan (Swiss Re, 2001). tingkat bunga pasar untuk risiko standar yang
Salah satu wadah tersebut yang telah menjadi serupa.
sangat populer diterbitkan oleh perusahaan
Gambar 1. Skema Penerbitan Catastrophe
asuransi maupun reasuransi adalah catastrophe
Bond menurut Pollner (2001)
bond (Mutenga & Staikouras, 2007).
Menurut Cox & Pedersen (2000), catastrophe
bond sama halnya dengan obligasi biasa. Obligasi
sendiri memiliki arti surat utang jangka menengah-
panjang yang dapat dipindah tangankan, yang
berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk
membayar imbalan berupa bunga atau kupon pada
periode tertentu dan melunasi pokok utang pada
waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli
obligasi. Dengan demikian, catastrophe bond dapat
diartikan sebagai surat utang yang menggunakan
faktor risiko bencana alam dalam kontraknya. Sumber: Pollner (2001)
Menurut Hardle & Carbrera (2007), Adapun skema penerbitan catastrophe bond
catastrophe bond adalah obligasi yang kupon dan menurut Carayannopoulos & Perez (2015) bisa
pembayaran pokoknya tergantung pada kinerja dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan
indeks risiko bencana alam atau terjadinya kondisi struktur khas dari catastrophe bond. SPV berfungsi
pemicu yang ditentukan. Catastrophe bond sebagai perantara antara penanggung (insurer)
melindungi perusahaan sponsor dari kerugian atau reasuradur (reinsurer) dan investor serta
finansial yang disebabkan oleh bencana alam besar memfasilitasi proses penerbitan obligasi. SPV juga
dengan menawarkan alternatif atau melengkapi mengawasi pembuatan dan pengelolaan trustee
reasuransi tradisional. (collateral account) yang menjadi muara semua
aliran dana. Seringkali, kehadiran TRS
Menurut Michel-Kerjan (2011), catastrophe Counterparty memberikan jaminan tambahan
bond adalah obligasi yang terikat kontinjensi multi- sehubungan dengan nilai jaminan dan
tahun yang membayar penerbitnya hanya jika pengembalian investasi kepada investor. Bunga
terjadi peristiwa atau pemicu yang telah dan/atau penerimaan pokok investor bergantung
ditentukan sebelumnya. Pemicu bisa merupakan pada terjadinya peristiwa bencana. Nilai bunga
sebuah peristiwa eksternal (misalnya gempa bumi didasarkan pada London Interbank Offered Rate
dengan magnitudo 8 skala richter atau di atasnya) (LIBOR) ditambah dengan premi.
atau berdasarkan kerugian penerbit (ganti rugi).
2.2. Skema Penerbitan Catastrophe Bond
Skema penerbitan catastrophe bond menurut
Pollner (2001) dapat dilihat pada Gambar 1. Dana
penanggulangan bencana dapat dimiliki dan
CATASTROPHE BOND SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.4, (2019), Hal.339-349
PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
DI INDONESIA
343
pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun Peru) yang memutuskan untuk menggunakan
valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan catastrophe bond untuk memperluas opsi
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai pembiayaan atas risiko gempa bumi di luar ruang
dengan masa berlakunya. Obligasi negara lingkup dana anggaran
merupakan salah satu jenis SUN yang memiliki (http://treasury.worldbank.org). Dengan
jangka waktu lebih dari dua belas bulan dengan demikian, secara garis besar tujuan penerbitan
kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara obligasi negara dan catastrophe bond memiliki
diskonto. Sampai di sini, obligasi negara memiliki kesamaan dalam hal pembiayaan untuk
karakteristik yang sama dengan catastrophe bond. mengurangi beban dan risiko keuangan bagi
Hal ini mendukung pendapat Cox & Pedersen negara di masa yang akan datang. Akan tetapi,
(2000) yang menyatakan bahwa catastrophe bond tujuan penerbitan catastrophe bond yang secara
sama halnya dengan obligasi biasa. Karakteristik khusus untuk menanggulangi bencana alam tetap
catastrophe bond yang khas adalah pihak penerbit perlu dituangkan dalam peraturan perundang-
dalam hal ini pemerintah tidak dapat menarik dana undangan terkait agar penerbitan catastrophe bond
dari surat utang tersebut jika tidak terjadi bencana. tetap bisa dilakukan meskipun di luar tiga kondisi
Hal ini berbeda dengan obligasi negara yang yang disebutkan dalam Pasal 4 Undang-Undang
dananya bisa diperoleh pemerintah setelah Nomor 24 Tahun 2002. Hal yang perlu diingat
penerbitan obligasi. Dengan kata lain, catastrophe bahwa tujuan dari penerbitan catastrophe bond
bond selalu menyebutkan adanya peristiwa pemicu bukan untuk pembiayaan proyek strategis nasional
atau faktor risiko bencana alam dalam surat melainkan untuk antisipasi.
kontraknya (Michel-Kerjan, 2011). Akan tetapi,
Sebelum membahas mengenai skema
meskipun tidak terjadi bencana yang merupakan
penerbitan catastrophe bond di Indonesia, perlu
peristiwa pemicu, pemerintah tetap berkewajiban
untuk diketahui mengenai skema penerbitan
membayar bunga atas catastrophe bond yang telah
obligasi negara di Indonesia berdasarkan
diterbitkan. Kewajiban membayar bunga pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
setiap periode ini memiliki kesamaan dengan
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002
obligasi biasa (Cox & Pedersen, 2000). Dengan
menyebutkan bahwa kewenangan menerbitkan
demikian, adanya perbedaan karakteristik
obligasi negara berada di tangan pemerintah dan
catastrophe bond dengan obligasi negara perlu
dilaksanakan oleh menteri keuangan. Sebelum
dikaji lebih lanjut dan diakomodasi dalam
menerbitkan obligasi negara, menteri keuangan
peraturan perundang-undangan terkait agar bisa
terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank
diimplementasikan dengan baik.
Indonesia dan harus mendapat persetujuan Dewan
Dari aspek tujuan penerbitan, Undang- Perwakilan Rakyat (DPR). Pengelolaan obligasi
Undang Nomor 24 Tahun 2002 menyatakan bahwa negara di Kementerian Keuangan diselenggarakan
penerbitan SUN kepada publik merupakan salah oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan Risiko (DJPPR) berdasarkan Peraturan
dan risiko keuangan bagi negara di masa Presiden Nomor 28 Tahun 2015. Tugas DJPPR
mendatang. Secara lebih rinci, hal ini dijelaskan terkait dengan pengelolaan obligasi negara yaitu
dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun menyiapkan strategi dan kebijakan, penerbitan,
2002 bahwa terdapat tiga tujuan penerbitan SUN penjualan melalui lelang dan/atau tanpa lelang,
yaitu untuk membiayai defisit APBN, menutup pembelian kembali, pelunasan, dan aktivitas lain
kekurangan kas jangka pendek akibat dalam rangka pengembangan pasar perdana dan
ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pasar sekunder obligasi negara. Adapun kegiatan
pengeluaran dari rekening kas negara dalam satu penatausahaan obligasi negara yang mencakup
tahun anggaran, dan mengelola portofolio utang pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen,
negara. Berbeda dengan obligasi negara yang serta agen pembayar bunga dan pokok
tujuan penerbitannya untuk pembiayaan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Menteri
bersifat umum, catastrophe bond diterbitkan keuangan juga dapat menunjuk Bank Indonesia
secara khusus untuk membiayai penanggulangan dan/atau pihak lain sebagai agen untuk
bencana. Negara Mexico yang menjadi negara melaksanakan pembelian dan penjualan obligasi
pertama yang menerbitkan catastrophe bond pada negara di pasar sekunder. Sementara itu, kegiatan
tahun 2006 bertujuan untuk melindungi kewajiban pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan
fiskal terkait bencana alam (Michel-Kerjan, 2011). perdagangan obligasi negara dilakukan oleh
Begitu pula dengan negara-negara di Kepulauan instansi pemerintah yang melakukan pengaturan
Karibia yang pada tahun 2014 menerbitkan dan pengawasan di bidang pasar modal.
catastrophe bond dengan tujuan penanggulangan
Berdasarkan hasil studi literatur, pemerintah
bencana angin topan dan gempa bumi
Indonesia dapat menggunakan skema penerbitan
(https://worldbank.org). Alasan penerbitan yang
catastrophe bond menurut Hardle & Carbrera
sama juga dikemukakan oleh beberapa negara di
(2007). Menurut Hardle & Carbrera (2007), skema
kawasan Pasifik (Chili, Kolombia, Mexico, dan
CATASTROPHE BOND SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.4, (2019), Hal.339-349
PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
DI INDONESIA
346
transaksi catastrophe bond di Indonesia dapat untuk mengimplementasikan dengan baik rencana
melibatkan empat pihak yaitu pemerintah, SPV, penerbitan catastrophe bond sebagai instrumen
pihak yang memberikan jaminan, dan investor. pembiayaan pemerintah dalam penanggulangan
Pemerintah dapat menetapkan SPV sebagai bencana alam di Indonesia.
penerbit obligasi. Selanjutnya, SPV (BLU/BUMN)
Penetapan SPV dalam mekanisme penerbitan
menjual obligasi kepada investor pasar modal dan
catastrophe bond dapat dilakukan terhadap
hasilnya disimpan dalam akun jaminan (collateral
institusi pemerintah seperti Badan Layanan Umum
account) yang menjadi tempat pendapatan dari
(BLU) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
aset dikumpulkan dan menjadi sumber tingkat
yang sudah ada. Penentuan salah satu dari dua opsi
bunga mengambang (floating rate) yang
tersebut perlu mempertimbangkan beberapa hal
dibayarkan ke SPV. Pemerintah membuat kontrak
seperti peran pengelola dana, biaya, dan manfaat
dengan SPV dan membayar premi. SPV
atas opsi yang dipilih.
memberikan pembayaran bunga kupon triwulanan
kepada investor. Premi dan hasil investasi dari Pertama, dari aspek peran pengelola dana, baik
obligasi yang SPV terima dari pemberi jaminan BLU maupun BUMN dapat memenuhi kriteria ini.
adalah sumber bunga atau kupon yang dibayarkan Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP)
kepada investor. Jika tidak ada peristiwa pemicu Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
(bencana) selama umur obligasi, SPV memberikan Keuangan BLU, salah satu persyaratan substantif
kembali pokok obligasi kepada investor dengan suatu BLU adalah penyelenggaraan layanan umum
kupon terakhir atau bunga yang besar. Selain itu, yang berhubungan dengan pengelolaan dana
SPV juga bisa melakukan pembayaran kepada khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi
pemerintah sesuai dengan ketentuan kontrak. SPV dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Jika
juga bisa saja tidak membayar apa pun atau dikaitkan dengan mekanisme penerbitan
membayar hanya sebagian pokok dan bunga catastrophe bond, dana khusus tersebut adalah
kepada para investor. Skema penerbitan dana yang terkumpul dari penerbitan catastrophe
catastrophe bond di Indonesia menurut Hardle dan bond untuk digunakan dalam penanggulangan
Carbrera (2007) bisa dilihat pada Gambar 4. bencana alam. Dengan demikian, BLU dapat
mengambil peran SPV sebagai pengelola dana
Gambar 4. Skema Penerbitan Catastrophe sekaligus wakil pemerintah untuk berhubungan
Bond di Indonesia menurut Hardle & dengan pihak terkait seperti investor dalam
Carbrera (2007) penerbitan catastrophe bond. Sementara itu, sesuai
dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang BUMN, modal BUMN merupakan dan
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Dengan kata lain, dalam menjalankan usahanya,
BUMN mengelola modal atau dana dari negara
untuk memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada
Sumber: Diolah Penulis khususnya. Jika dihubungkan dengan mekanisme
Secara umum, skema penerbitan obligasi penerbitan catastrophe bond, BUMN juga dapat
negara tidak jauh berbeda dengan catastrophe mengambil peran untuk mengelola dana yang
bond. Keduanya melibatkan pemerintah, investor, diperoleh dari penerbitan instrumen keuangan
dan penjamin atau pengawas. Hal yang berupa catastrophe bond untuk memberikan
membedakan dari sisi kelembagaan yaitu adanya sumbangan penerimaan negara dalam rangka
SPV untuk penerbitan catastrophe bond. Mengingat penanggulangan bencana alam nasional.
pentingnya peran SPV dalam mekanisme Aspek kedua yang juga perlu mendapat
penerbitan catastrophe bond, penetapan SPV perlu perhatian terkait penetapan BLU atau BUMN
diakomodasi dalam regulasi. Selain itu, perbedaan sebagai SPV dalam mekanisme penerbitan
juga bisa dilihat dari segi prosedur. Penerbitan catastrophe bond adalah aspek biaya. Dari aspek
catastrophe bond tidak melalui persetujuan badan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah,
legislatif karena kewenangan penerbitan berada di penetapan BLU atau BUMN yang sudah ada
tangan SPV. Mengingat ketepatan waktu menjadi SPV tentu membutuhkan biaya yang lebih
penyaluran dana adalah hal yang sangat krusial sedikit dibandingkan dengan mendirikan BLU atau
saat terjadi bencana, penerbitan catastrophe bond BUMN baru.
melangkahi persyaratan tersebut. Dengan
demikian, perbedaan skema penerbitan antara Aspek ketiga yaitu manfaat yang diperoleh
obligasi negara dan catastrophe bond hanya baik bagi pemerintah maupun masyarakat, BLU
terletak pada sisi kelembagaan dan prosedur. dapat menjadi pilihan yang lebih baik
Kedua hal tersebut memerlukan penyesuaian dibandingkan dengan BUMN. Sesuai dengan Pasal
CATASTROPHE BOND SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.4, (2019), Hal.339-349
PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
DI INDONESIA
347
Donaldson, G. (1961). Corporate debt capacity. insurance industry. The Geneva Papers, 32,
Cambridge, MA: Harvard University Press. 222-245.
Frumklin, P. & Galaskiewicz, J. (2004). Institutional Myers, S. C. & Majluf, N. (1984). Corporate financing
isomorphism and public sector organizations. and investment decisions when firms have
Journal of Public Administration and Theory, information that investors do not have.
14 (3), 283-307. Journal of Financial Economics, 13, 187-221.
Gollier, C. (1992). Economic theory of risk exchanges Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008
in g. dionne (ed) contributions to insurance tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
economics. Boston: Kluwer Academic Press. Bencana. Jakarta: Republik Indonesia.
Gunardi & Setiawan, E. P. (2015). Valuation of Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
indonesian catastrophic earthquake bonds tentang Pengelolaan Keuangan Badan
with generalized extreme value (gev) Layanan Umum. Jakarta: Republik Indonesia.
distribution and cox-ingersoll-ross (cir) Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang
interest rate model. AIP Conference Kementerian Keuangan. Jakarta: Republik
Proceedings 1692, 020024. Indonesia.
Hardle, W. & Cabrera, B. L. (2007). Calibrating CAT Pollner, J. D. (2001). Managing catastrophic
bonds for mexican earthquakes. SFB 649 disaster risks using alternative risk financing
Discussion Paper, 2007-037. and pooled insurance structures. World Bank
Jaffee, D. & Russell, T. (1997). Catastrophe Technical Paper, 495.
insurance when capital is limited: a comparison Punter, A. (2000). New solutions for the financing
of public and private approaches, Pacific Rim of risk. Journal of Insurance Research and
Insurance Conference, Singapore, 4–6 Practice, 15, 28-39.
September 1997. Raviv, A. (1979). The design of an optimal
Kuncoro, H. (2018). Pembiayaan risiko bencana insurance policy. American Economic Review,
alam. Diakses pada tanggal 12 Juni 2019, dari 69, 84-96.
http://harian.analisadaily.com/opini/news/ Scott, W. R. & Meyer, J. W. (1994). Institutional
pembiayaan-risiko-bencana environments and organizations: structural
alam/651081/2018/11/19 complexity and individualism, Edited by: Scott,
Laster, D. S. (2001). Capital market innovation in W. R. & Meyer, J. W. Thousand Oaks, CA: Sage.
the insurance industry. Sigma, 3. Scott, W. R. (2001). Institutions and Organizations
Mahardika, D.P.K. (2018). Manajemen risiko (Second Edition). Thousand Oaks, CA: Sage.
melalui catastrophe bond. Diakses pada Scott, W. R. (2008). Approaching adulthood: the
tanggal 12 Juni 2019, dari maturing of institutional theory. Theory and
https://www.beritasatu.com/investor/5171 Society, 37 (5), 427-442.
68-manajemen-risiko-melalui-catastrophe- Shang, Q., Qin, X., & Wang, Y. (2009). Design of
bond.html catastrophe mortality bonds based on the
Mahardika, D.P.K. (2018). Manajemen risiko comonotonicity theory and jump-diffusion
melalui catastrophe bond. Diakses pada process. International Journal of Innovative
tanggal 12 Juni 2019, dari Computing, Information, and Control, 5 (4),
https://www.merdeka.com/uang/ 991-1000.
penerbitan-obligasi-bencana-alam-dibahas- Skelley, B. D. (2000). Radical institutionalism and
di-pertemuan-tahunan-imf-world-bank.html public administration: a review of nil’s
Mattuci, L. (2016). The use of catastrophe bonds as brunsson’s contributions to understanding
a means of economic development in public sector organizations. Public
emerging economies. Honors Theses and Administration & Management: An Interactive
Capstones, 318. Journal, 5 (3), 112-122.
Meyer, J. W. & Rowan, B. (1977). Institutionalized Smart, S. B., Megginson, & Gitman. (2004).
organizations: formal structure as myth and Corporate Finance. Ohio: South-Western,
ceremony. American Journal of Sociology, 83, Thomson Learning.
340. Staikouras, S. K. (2006). Business opportunities
Michel-Kerjan, E. O. (2011). Catastrophe financing and market realities in financial
for governments: learning from the 2009-2012 conglomerates. The Geneva Papers on Risk and
multicat program in mexico. Insurance – Issues and Practice, 31 (1), 124-
Mutenga, S. & Staikouras, S. K. (2004). Insurance 148.
companies and firm wide-risk: a barrier Strauss, A. & Corbin, J. (1989). Basics of Qualitative
option approach. Journal of Insurance Research: Grounded Theory Procedures and
Research and Practice, 19, 62-70. Techniques. St. Louis: Mosby.
Mutenga, S. & Staikouras, S. K. (2007). The theory Swiss Re. (2001). Capital Market innovation in the
of catastrophe risk financing: a look at the insurance industry. Sigma, 3, 37.
instruments that might transform the
CATASTROPHE BOND SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN Indonesian Treasury Review Vol.4, No.4, (2019), Hal.339-349
PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
DI INDONESIA
349