FIQIH MUAMALAH
Wadi’ah
Dosen Pengampu :Hj.Izzatun Sholiha,M.Pd.I
Disusun Oleh:
NAMA :FIKA FITRI (2020 10 01 051)
NAMA :EMIA MARDIA (2020 10 01 067)
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata fiqi muamala. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Wadi’ah 4
B. Landasan Hukum Wadi’ah 5
C. Rukun Dan Syarat Akad Wadia’ah 7
D. Terputusnya akad Wadi’a 9
E. Akad Wadi’ah di era Konteporer 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Penutup 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
Muamalah merupakan suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan
tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluannya sehari-hari yang
bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam melengkapi kebutuhan hidup, untuk saling
memahami antara penjual dan pembeli, untuk saling tolong menolong (ta’awul), serta untuk
mempererat silaturahmi karena merupakan proses ta’aruf (perkenalan). Namun dari beberapa
tujuan muamalat tersebut, tidak sepenuhnya terlaksana. Masih banyak masalah-masalah yang
terjadi karena proses muamalat tersebut. Diantaranya masih banyak orang yang dirugikan
dalam suatu proses muamalat tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pedoman
dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi
penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama
manusia.
Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing,
sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian
diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah
hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu.
Pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah memiliki maksud yaitu bahwa kita selaku
umat muslim hendaknya mengetahui apa-apa yang bersangkutan dengan muamalah. Seperti
dalam rukun muamalat-jual beli harus ada akad (ijab dan qabul). Dalam akad muamalat
terdapat beberapa transaksi atau akad yang ada, diantarannya adalah akad Al-Wadi’ah, akad
Al-Wakalah, dan Al-Kafalah, dsb. Dalam hal ini pemakalah mencoba menjelaskan salah satu
bagian dari mumalat tersebut yaitu akad tentang Wadi’ah (titipan).
1.3 Tujuan
1. Mencoba mengedepankan sebuah topik salah satu akad dalam fiqh muamalah yaitu
Wadi’ah (titipan).
2. Mengetahui tata cara pelaksanaan akad Wadi’ah.
3. Dapat memahami proses pelaksanaan akad Wadi’ah. Dan,
4. Tentunya sebagai tugas bagi mahasiswa guna mencari, mempelajari
dan memahami fiqh muamalah khususnya tentang akad wadi’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
artinya,
“sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
merimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu
menetapkanya dengan adil. Sungguh, sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu.
Sungguh Allah maha mendengar, maha melihat”
Kemudian pada Q.S Al-Baqarah: 283
......هَّلل َ َاو ْل َي َّت ِق أَ َما َن َت ُه ْاؤ ُتم َِن الَّذِي َف ْلي َُؤ ِّد.....
artinya “ Dan hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan
hendaklah dia bertaqwalah kepada Allah “
Diperkuat juga dengan hadits Nabi SAW, “ Tunaikanlah amanah kepada orang yang
mengamanahkan kepadamu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang
mengkhianatimu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam
Al Irwaa, 5/381).
Ijma’ para ulama dari zaman dulu sampai sekarang telah menyepakati akad wadi’ah
sangat diperlukan manusia dalam kehidupan muamalah.
Setiap kegiatan baik dalam rangka ibadah dan muamalam pasti memiliki rukun yang
menyertainya. Berikut ini rukun-rukun akad wadiah menurut jumhur ulama:
1. Mudi, (orang yang menitipkan barang)
2. Wadii’ (orang yang dititipi barang)
3. Wadi’ah ( barang yang dititipkan)
4. Sighat titipan (ijab-qobul)
Menurut ulama hanafiah rukun wadi’ah hanya ada satu yaitu adanya ijab qobul (sighat),
sedangkan menurut madzhab Syafi’i dan hambali memiliki tambahan syarat ialah barang
tersebut harus memiliki nilai atau qimah sehingga dapat dipandang sebagai maal.
Syarat-syarat Wadi’ah
1. Syarat yang terkait penitipan dan penerima titipan (aqidain) harus orang yang termasuk
ithlaq al-tasharruf (bebas melakukan transaksi). Maka dianggap tidak sah akad wadi’ah
apabila yang dilakukan oleh anak kecil, orang tidak waras (gila), dan mahjur alaih bi safih
(orang bodoh yang tidak mengerti mata uang). Persyaratan tersebut diperjelas dengn
penambahan aqil baligh oleh jumhur ulama.
Berbeda dengan jumhur ulama, Imam Abu Hanifah boleh bagi anak yang belum baligh
melakukan akad wadi’ah, asalkan mendapatkan izin dari orang tua atau walinya.
2. Syarat yang terkait dengan barang yang menjadi objek akad wadi’ah harus muhtaramah,
dianggap mulya oleh syara’. Meskipun barang tersebut tidak memiliki nilai jual. Disamping
itu barang yang dititipkan juga harus diketahui indentitasnya dan bisa dikuasai untuk
dipelihara.
Maka, berdasarkan beberapa sebab di atas, wadi’ah yang semula merupakan amanah
berubah menjadi dhamanah. Dimana pihak yang dititipi punya tanggungjawab penuh
terhadap keberadaan harta titipan tersebut. Berawal dari logika seperti inilah akad wadi’ah di
terapkan pada Lembaga Keuangan Syariah
2.5 Status dan Tata cara Penjagaan barang dalam Akad Wadi’ah
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa penjagaan barang dapat dilakukan oleh orang
dalam tanggunganya semisal istri, anak, pembantu ataupun orang yang diberi upah untuk
menjaga barang tersebut. Namun barang tersebut tidak diperbolehkan untuk ditipi kepada
keluarga yang baru semisal istri yang baru dinikahi, pembantu atau pegawai yang baru saja
diterima dan menjadi karyawan.
Adapun menurut pendapat ulama Syafi’iyyah tentang penjaggaan barang ialah barang
tersebut harus dijaga sendiri oleh pihak yang diberi amanah, pihak tersebut tidak
diperkenankan untuk meninggalkan barang tersebut kepada siapapun bahkan kepada istri,
anak kecuali ada izin dari pihak penitip.
Seluruh Ulama Madzhab setuju bahwa barang yang dititipkan merupakan sebuah
ibadah sunnah bagi pihak yang dititipi, dan mendapat pahala apabila barang tersebut di jaga
dan dipelihara dengan baik.
2.6 Terputusnya Akad Wadi’ah
Wadiah terkait dengan praktek dalam perbankan pada awalnya hanyalah sebuah akad
amanah yang sederhana dikemas sedemikian rupa oleh perbankan dalam rangka
mengakomodasi uang tabungan nasabah yang ada dalam bank. Dengan alasan untuk
menghindari riba akad ini digunakan untuk mengakomodasi nasabah yang berkeinginan
uangnya aman. Bank siap menerima titipan uang.
Mengingat salah satu fungsi perbankan adalah lembaga mediasi permodalan. Tentunya
uang yang ada di dalam bank tidak di diamkan begitu saja, namun juga digunakan dengan
tujuan investasi atau pembiayaan, yang secara otomatis bercampur dengan uang milik bank
yang lain. Karena dengan praktek ini, pihak bank mendapatkan keuntungan, maka bank
dengan sukarela memberikan sebagian keuntungannya kepada nasabah. Titik Inilah yang
disebut munculnya perkembangan dalam akad wadi’ah
Perbankan dapat mempraktekkan akad wadi’ah ini khususnya dalam rangka untuk
melakukan penghimpunan dana masyarakat (funding). Berdasarkan akad wadi’ah ini jenis
produk perbankan yang dapat diaplikasikan diantaranya:
1. Giro wadi’ah bank. Yang dapat diartikan sebagai bentuk simpanan yang penarikannya
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya atau dengan cara pemindahbukuan yang didasarkan pada prinsip titipan. Dalam giro
wadi’ah nasabah tidak mendapatkan keuntungan berupa bunga, melainkan bonus yang
nilainya tidak boleh diperjanjikan di awal akad. Sesuai dengan fatwa Dewan Syari’ah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 01/DSN-MUI/IV/2000 Giro wadi’ah yang dapat
dipraktekkan oleh perbankan syari’ah adalah giro wadi’ah yang memenuhi persyaratan
bersifat titipan, titipan bisa diambil kapan saja (on call), tidak ada imbalan yang diisyaratkan,
kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Selanjutnya bank syariah memberlakukan giro sebagai titipan wadi’ah yad al-
dlamanah. Dana titipan ini dapat dipergunakan oleh bank sebagai penerimaan titipan selama
dana tersebut mengendap di bank. Tetapi bank punya kewajiban untuk membayarnya setiap
saat jika nasabah mengambil titipan tersebut. Sebagai imbalan dari titipan yang dimanfaatkan
oleh bank syariah, nasabah dapat menerima imbal jasa dari pemanfaatan dana yang
mengendap di bank dalam bentuk bonus. Akan tetapi bonus yang akan diterima kan oleh
pihak bank kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan di awal titik pihak nasabah harus
memahami bahwa bonus yang kemungkinan diterima adalah hak penuh pihak bank untuk
memberikannya atau tidak.
2. Tabungan wadiah yad al-dlomanah, adalah rekening tabungan yang memberlakukan
ketentuan dapat ditarik setiap saat dan bukan tabungan berjangka. Rekening tabungan seperti
ini pada dasarnya hampir sama dengan giro yang dapat ditarik setiap saat. Hal yang
membedakannya hanya pada mekanisme penarikannya saja. Sedangkan kalau dilihat dari
jenis simpanan nya sama dengan giro, maka aturan tentang pemberian bonus atau imbalan
lainnya pun sama dengan rekening giro.
Skema Akad Wadiah al-dlomanah:
Kalau dari uang yang diputarkan pada akad wadiah dhamanah dan bank mendapatkan
keuntungan apakah keuntungan itu harus dibagikan? Nah, sebagaimana yang dijelaskan
sebelumnya kalau pada akad wadiah, bank tidak memiliki hak untuk memberikan bonus.
Tetapi, umumnya Bank memberikan keuntungan tersebut sebagai hadiah/bonus untuk
nasabah secara sukarela dan dalam islam hal tersebut diperbolehkan.
Bila dilihat dari skema di atas maka barang/aset yang ditipkan diputar oleh bank pada
suatu usaha yang kemudian dari usaha tersebut menghasilkan keuntungan yang diperuntukan
khusus untuk bank. Keputusan bank untuk memberikan bonus atau tidak maka itu tergantung
dari kebijakan bank itu
3. Di samping itu, perbankan juga dapat mempraktekkan wad’iah Yad Al-amanah dengan
jalan pemberian jasa safe deposit box. Dimana nasabah yang membutuhkan jasa ini akan
mendapatkan fasilitas penyimpanan barang berharga mereka dalam bentuk kotak
penyimpanan dengan inisial tertentu, menyimpan dan memegang kunci sendiri. Pihak bank
akan menerima upah titipan yang ditentukan dan secara keseluruhan akan menjaga keamanan
lingkungan dan ruang penyimpanan melalui prosedur administrasi keluar dan masuk ruang
penyimpanan serta pengawasan dari karyawan yang ditunjuk.
Skema Akad Wadiah Al-amanah:
Dari skema tersebut, akad wadiah amanah tergambar pada proses yang lebih sederhana.
Yaitu pihak penitip akan memberikan barang untuk dititipkan. Namun, sebagai jasa atas
penyimpanan maka penitip memberikan bayaran. Ini biasanya terjadi di Bank Syariah pada
produk save deposit box.
2.8 Akad Wadiah pada Era Kontemporer
Pada era kontemporer saat ini, akad wadiah tidak hanya diterapkan pada produk bank
yang sifatnya tabungan tetapi juga terhadap produk yang lain yang memudahkan seseorang
untuk bertransaksi. Apakah produk tersebut? Produk tersebut adalah e-money. Secara
sederhana, e-money adalah sistem uang elektronik yang mengkonversi uang kertas yang
dimiliki masuk ke dalam sistem e-money yang berbentuk kartu. Siapa yang tidak tahu tentang
kartu multifungsi ini.
Kartu yang sudah lazim di kebanyakan orang terutama bagi mereka yang tidak terbiasa
membawa uang tunai terlalu banyak. Mereka akan mengkonversi uang mereka ke dalam
kartu e-money. Terlebih buat mereka yang berkendara menggunakan transportasi umum
seperti kereta yang tentunya akan lebih efisien ketika menggunakan e-money. Namun,
apakah kartu e-money itu diperbolehkan?
Terlepas dari pro-kontra yang ada terkait penggunaan kartu e-money, Ustadz Oni
Sahroni dalam bukunya Fikih Muamalah Kontemporer: Membahas Ekonomi Kekinian
menjelaskan bahwa kartu e-money secara syariah diperbolehkan. Hal ini juga mengacu pada
fatwa DSN No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah karena dilihat dari
maslahat yang hadir dengan adanya kartu e-money.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wadi’ah adalah penitipan, yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan menitipkan
benda untuk dijaganya secara layak. Apabila ada kerusakan pada benda titipan tidak wajib
menggantinya, tapi bila kerusakan itu disebabkan oleh kelalaiannya maka diwajibkan
menggantinya.
Wadi’ah yang ada di perbankan syariah bukanlah wadiah yang dijelaskan dalam kitab-
kitab fiqih. Wadi’ah perbankan syariah yang saat ini dipraktekkan, lebih relevan dengan
hukum dain/piutang, karena pihak bank memanfaatkan uang nasabah dalam berbagai
proyeknya. Adanya kewenangan untuk memanfaatkan barang, memiliki hasilnya dan
menanggung kerusakan atau kerugian adalah perbedaan utama antara wadi’ah dan dain
(hutang-piutang) . Dengan demikian, bila ketiga karakter ini telah disematkan pada akad
wadi’ah, maka secara fakta dan hukum akad ini berubah menjadi akad hutang piutang dan
bukan wadi’ah.
3.2 Saran
Dengan segala keterbatasan ilmu dan sumber-sumber yang kami pelajari, kami dari tim
penyusun mengakui banyaknya kekurangan dan ketidak sempurnaan kami dalam penyusunan
makalah ini. Karenanya, kami mohon maaf dengan kerendahan hati senantiasa kami harapkan
kritik dan saran dari para rekan mahasiswa, dosen dan para ustadz guna menunjang
perkembangan pembuatan makalah kami ke depan, selanjutnya semua kami serahkan kepada
Allah SWT selaku pemilik ilmu ini dan Dia-lah dzat yang Maha Benar lagi Maha Sempurna.
Semoga tugas makalah ini dicatat sebagai amal baik kami oleh Allah Swt. Sebagai amal
shalih dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Yazid. 2009. Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah. Yogyakarta: Logung Pustaka
Herdianto, Dendy. 2019. Akad Wadiah dalam Ekonomi Islam : Pengertian, Dalil, Rukun dan
Contoh. Diakses dari https://qazwa.id/blog/akad-wadiah/ pada 23 Maret 2020.
Setyaningsih, Sulis. 2018. Pengertian Muamalah, Beserta Prinsip dan Penerapannya dalam
Berbisnis. Diakses dari https://www.wajibbaca.com/2018/05/muamalah-adalah.html pada 23
Maret 2020.
.2016. Pengertian, Macam dan Aplikasi Wadiah dalam perbankan. Diakses dari
http://seruansantri.blogspot.com/2016/11/makalah-wadiah-pengertian-macam-dan.html pada
21 maret 2020