Anda di halaman 1dari 14

INSTRUMEN

DAN
PENGUKURAN
Jurusan : Teknik Mesin

PENGUKURAN TEMPERATUR
1. Umum
2. Prinsip Pengukuran Temperatur

3. Alat Pengukuran Temperatur


Modul
Tiga

PENGUKURAN TEMPERATUR
3.1. Umum
Temperatur adalah sebagai derajat panas atau dingin suatu benda,
berdasarkan skala  yang diturunkan dari gejala fisika yang dapat diamati.
Untuk keperluan engineering, temperatur adalah ukuran termopotensial
dibandingkan dengan head tekanan atau tegangan listrik. 
Dalam pengukuran temperatur diperlukan acuan sebagai harga dasar,
titik acuan ini diperlukan secara umum untuk mendeteksi temperatur
dipergunakan sifat termal lain dari suatu benda, misal sifat ekspansi
termis. Karena harga koefisien ekspansi suatu bahan tidak selalu konstan
untuk seluruh daerah temperatur, maka sensitifitas alat perlu untuk
dikalibrasi untuk seluruh range pengukuran. 

Skala temperatur yang  sering dipergunakan adalah  deg Celsius ( 0C )


dan deg  Fahrenheid ( 0F ).  Skala temperatur Celsius menggunakan
acuan, titik beku dan titik uap air harga 0 0 dan 100 0C, secara berurutan,
sedang skala Fahrenheid menggunakan acuan yang sama untuk harga
320 dan 2120F. Karena menggunakan acuan yang sama, maka darajat
Celcius dan derajat Fahrenheid dapat saling dikonversikan:

0F = (9/5) X (0C+ 320)  atau  C = (5/9) X (0F-32).


Pada pengembangannya diketahui bahwa getaran molekul semua akan
berhenti pada harga tertentu. Dalam hal ini teramati pada harga –273 0C
merupakan temperatur terendah dicapai dari praktek. Temperatur –273
0
C ini dipergunakan sebagai acuan oleh kalvin, disebut dengan –273 0K
(Kalvin). Temperatur Kalvin disebut dengan temperatur mutlak, dan 0K
sering disebut temperatur absolut nol. Konversi antara temperatur kalvin
dengan Celcius adalah 0K = 0C + 273,150

Sedangkan temperatur mutlak yang berdasarkan skala Fahrenhet adalah


Rankine

0
R = 0F + 459,690

3.2. Prinsip Pengukuran Temperatur

Besaran temperatur tidak diukur secara langsung, Pengukuran


temperatur selalu berdasarkan perubahan sifat fisis benda tertentu akibat
pengaruh perubahan temperatur. Berbagai perubahan benda yang
dipergunakan sebagai prinsip dasar suatu thermometer,
Thermometer cairan dalam buld (thermometer air raksa), dimana
pengukuran berdasarkan prinsip volume dalam buld (memuai dan
menyusut volume air raksa dalam buld) jika dihubungkan dengan medium
tertentu yang ingin diketahui. 
Thermometer bimetal, berdasarkan perbedaan koefisien ekspansi dua
buah plat logam yang berbeda .
1. Perubahan tegangan listrik, berdasarkan perbedaan sifat
thermoelekrik dua jenis bahan  ( thermocouple).
2. Perubahan tahanan listrik dari suatu benda, thermo resistance ( PT-
100).
3. Perubahan tekanan  cairan dalam buld (pressure thermometer).
4. Perubahan frequensi resonasi pada kristal.
Thermometer fuida dalam buld bekerja berdasarkan :
1. Perubahan volume yang diakibatkan oleh perubahan tempertur,
Cairan yang ada dalam buld ini dipergunakan untuk mengukur
temperatur. Dimana pada umunya perubahan volume yang terjadi
adalah cukup kecil, maka digunakan sistem reservoir pada pipa
kapiler 
2. Perubahan tekanan fluida, dimana tekanan fluida yang dideteksi oleh
alat ukur tekanan, misalnya bellow dan tabung bordon.
a. Buld yang berisi cairan
b. Filled System Thermometers
Batas range pengukuran yang dipergunakan adalah, titik penguapan, titik
didih, dan titik beku fluida. Tetapi koefisien ekspansi suatu fluida tidak
selalu konstan di antara titik acuan tersebut, maka range pengukuran
temperatur terbatas pada sifat ekspansi konstan. 
Pengukuran temperatur sangat dipengaruhi oleh “Rise time” dan “settle
time”.  Rise time dan settling time adalah waktu yang diperlukan sehingga
pengukuran sesuai dengan temperatur yang sebenarnya. Salah satu
contoh, termometer air raksa membutuhkan waktu (settling time) 3 menit
agar pengukuran sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.  Hal ini
disebabkan oleh kontak yang koefisien pemindahan kolor antara kaca
buld dangan media yang diukur. Agar hasil pengukuran dapat diamati
dengan cepat maka sensor temperatur diperlukan dimensi yang kecil.
Pada umumnya terdapat dua metode untuk pengukuran temperatur yaitu
secara mekanik dan secara elektronik. 
Metode secara mekanik menggunakan sensor yang merespon terhadap
perubahan temperatur dengan perubahan sifat-sifat mekanis misalnya
deformasi dari bellow,diafragma atau elemen bourdon.
Metode secara elektronik menggunakan sensor yang merespon terhadap
perubahan temperatur dengan menghasilkan perubahan tahanan atau
tegangan listrik.

3.3. Alat Pengukuran Temperatur


1. Termometer Bimetal

Termometer bimetal adalah sebuah termometer yang terbuat dari dau


buah kepingan logam yang memiliki koefisien muai berbeda yang dikeling
(dipelat) menjadi satu. Kata bimetal sendiri memiliki arti yaitu bi berarti
dua sedangkan kata metal berarti logam, sehingga bimetal berarti "dua
logam".

Gambar 3.1. Termometer Bimetal

Cara kerja

Keping Bimetal sengaja dibuat memiliki dua buah keping logam karena
kepingan ini dapat melengkung jika terjadi perubahan suhu. Prinsipnya,
apabila suhu berubah menjadi tinggi, keping bimetal akan melengkung ke
arah logam yang keoefisien muainya lebih rendah, sedangkan jika suhu
menjadi rendah, keping bimetal akan melengkung ke arah logam yang
keofisien muainya lebih tinggi. Logam dengan koefisien muai lebih besar
(tinggi) akan lebih cepat memanjang sehingga kepingan akan
membengkok (melengkung) sebab logam yang satunya lagi tidak ikut
memanjang.
2. Termometer Tekanan Uap
Pada termometer tekanan uap, cairan yang mudah menguap sebagian
mengisi bulb.
Temperatur yang berbeda pada bulb akan menyebabkan perubahan
tekanan pada uap jenuh diatas permukaan cairan di bulb.
Perubahan tekanan akan diteruskan ke tabung Bourdon, indikasi
tekanan  berlaku sebagai ukuran temperatur pada bulb.
Jangkauan pengukuran temperatur berkisardari-15oC hingga +260 oC.
Cairan yang umum digunakan adalah :methyl  clorida,  ether,  ethyil 
alkohol  dan  toluene. 
T e r m o m e t e r tekanan-gas sejenis dengan termometer tekanan-uap
kecuali bahwa sistem diisi dengan gas, biasanya hidrogen. Jangkauan
temperatur yang diukur oleh termometer tekanan-gas adalah dari -93 o
hingga+427oC.

Gambar 3.2.Termometer Tekanan Uap


3. Termo kopel
Termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk
mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan
listrik (voltase). Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan
memiliki jenis konektor standar yang sama, serta dapat mengukur
temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas
kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.
Gambar 3.3. Termo kopel

Prinsip Operasi
Bahwa sebuah konduktor (semacam logam) yang diberi perbedaan
panas secara gradien akan menghasilkan tegangan listrik. Hal ini disebut
sebagai efek termoelektrik. Untuk mengukur perubahan panas ini
gabungan dua macam konduktor sekaligus sering dipakai pada ujung
benda panas yang diukur. Konduktor tambahan ini kemudian akan
mengalami gradiasi suhu, dan mengalami perubahan tegangan secara
berkebalikan dengan perbedaan temperatur benda. Menggunakan logam
yang berbeda untuk melengkapi sirkuit akan menghasilkan tegangan
yang berbeda, meninggalkan perbedaan kecil tegangan memungkinkan
kita melakukan pengukuran, yang bertambah sesuai temperatur.
Perbedaan ini umumnya berkisar antara 1 hingga 70 microvolt tiap
derajad celcius untuk kisaran yang dihasilkan kombinasi logam modern.
Beberapa kombinasi menjadi populer sebagai standar industri, dilihat dari
biaya, ketersediaanya, kemudahan, titik lebur, kemampuan kimia,
stabilitas, dan hasil. Sangat penting diingat bahwa termokopel mengukur
perbedaan temperatur di antara 2 titik, bukan temperatur absolut.

Pada banyak aplikasi, salah satu sambungan (sambungan yang dingin)


dijaga sebagai temperatur referensi, sedang yang lain dihubungkan pada
objek pengukuran. contoh, pada gambar di atas, hubungan dingin akan
ditempatkan pada tembaga pada papan sirkuit. Sensor suhu yang lain
akan mengukur suhu pada titik ini, sehingga suhu pada ujung benda yang
diperiksa dapat dihitung.
Termokopel dapat dihubungkan secara seri satu sama lain untuk
membuat termopile, dimana tiap sambungan yang panas diarahkan ke
suhu yang lebih tinggi dan semua sambungan dingin ke suhu yang lebih
rendah. Dengan begitu, tegangan pada setiap termokopel menjadi naik,
yang memungkinkan untuk digunakan pada tegangan yang lebih tinggi.
Dengan adanya suhu tetapan pada sambungan dingin, yang berguna
untuk pengukuran di laboratorium, secara sederhana termokopel tidak
mudah dipakai untuk kebanyakan indikasi sambungan lansung dan
instrumen kontrol. Mereka menambahkan sambungan dingin tiruan ke
sirkuit mereka yaitu peralatan lain yang sensitif terhadap suhu (seperti
termistor atau diode) untuk mengukur suhu sambungan input pada
peralatan, dengan tujuan khusus untuk mengurangi gradiasi suhu di
antara ujung-ujungnya. Di sini, tegangan yang berasal dari hubungan
dingin yang diketahui dapat disimulasikan, dan koreksi yang baik dapat
diaplikasikan. Hal ini dikenal dengan kompensasi hubungan dingin.
Biasanya termokopel dihubungkan dengan alat indikasi oleh kawat yang
disebut kabel ekstensi atau kompensasi.

Kabel ekstensi menggunakan kawat-kawat dengan jumlah yang sama


dengan kondoktur yang dipakai pada Termokopel itu sendiri. Kabel-kabel
ini lebih murah daripada kabel termokopel, walaupun tidak terlalu murah,
dan biasanya diproduksi pada bentuk yang tepat untuk pengangkutan
jarak jauh - umumnya sebagai kawat tertutup fleksibel atau kabel multi
inti. Kabel-kabel ini biasanya memiliki spesifikasi untuk rentang suhu
yang lebih besar dari kabel termokopel. Kabel ini direkomendasikan untuk
keakuratan tinggi. Kabel kompensasi pada sisi lain, kurang presisi, tetapi
murah.

Mereka memakai perbedaan kecil, biasanya campuran material


konduktor yang murah yang memiliki koefisien termoelektrik yang sama
dengan termokopel (bekerja pada rentang suhu terbatas), dengan hasil
yang tidak seakurat kabel ekstensi. Kombinasi ini menghasilkan output
yang mirip dengan termokopel, tetapi operasi rentang suhu pada kabel
kompensasi dibatasi untuk menjaga agar kesalahan yang diperoleh kecil.
Kabel ekstensi atau kompensasi harus dipilih sesuai kebutuhan
termokopel. Pemilihan ini menghasilkan tegangan yang proporsional
terhadap beda suhu antara sambungan panas dan dingin, dan kutub
harus dihubungkan dengan benar sehingga tegangan tambahan
ditambahkan pada tegangan termokopel, menggantikan perbedaan suhu
antara sambungan panas dan dingin.

Hubungan Tegangan dan Suhu


Hubungan antara perbedaan suhu dengan tegangan yang dihasilkan
termokopel bukan merupakan fungsi linier melainkan fungsi interpolasi
polinomial
Koefisien an memiliki n antara 5 dan 9. Agar diperoleh hasil pengukuran
yang akurat, persamaan biasanya diimplementasikan pada kontroler
digital atau disimpan dalam sebuah tabel pengamatan. Beberapa
peralatan yang lebih tua menggunakan filter analog.

Tipe-Tipe Termokopel
Tersedia beberapa jenis termokopel, tergantung aplikasi penggunaannya
 Tipe K (Chromel (Ni-Cr alloy) / Alumel (Ni-Al alloy))
Termokopel untuk tujuan umum. Lebih murah. Tersedia untuk
rentang suhu −200 °C hingga +1200 °C.
 Tipe E (Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy))
Tipe E memiliki output yang besar (68 µV/°C) membuatnya cocok
digunakan pada temperatur rendah. Properti lainnya tipe E adalah
tipe non magnetik.
 Tipe J (Iron / Constantan)
Rentangnya terbatas (−40 hingga +750 °C) membuatnya kurang
populer dibanding tipe K
Tipe J memiliki sensitivitas sekitar ~52 µV/°C
 Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy))
Stabil dan tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N
cocok untuk pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Dapat
mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya sekitar 39 µV/°C
pada 900 °C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan
tipe K
 Type B (Platinum-Rhodium/Pt-Rh)
Cocok mengukur suhu di atas 1800 °C. Tipe B memberi output yang
sama pada suhu 0 °C hingga 42 °C sehingga tidak dapat dipakai di
bawah suhu 50 °C.
 Type R (Platinum /Platinum with 7% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10
µV/°C) dan biaya tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk
tujuan umum.
 Type S (Platinum /Platinum with 10% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10
µV/°C) dan biaya tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk
tujuan umum. Karena stabilitasnya yang tinggi Tipe S digunakan
untuk standar pengukuran titik leleh emas (1064.43 °C).
 Type T (Copper / Constantan)
Cocok untuk pengukuran antara −200 to 350 °C. Konduktor positif
terbuat dari tembaga, dan yang negatif terbuat dari constantan.
Sering dipakai sebagai alat pengukur alternatif sejak penelitian kawat
tembaga. Type T memiliki sensitifitas - 43 µV/°C

Termokopel tipe B, R, dan S adalah termokopel logam mulia yang


memiliki karakteristik yang hampir sama. Mereka adalah termokopel
yang paling stabil, tetapi karena sensitifitasnya rendah (sekitar 10 µV/°C)
mereka biasanya hanya digunakan untuk mengukur temperatur tinggi
(>300 °C).
Penggunaan Termokopel
Termokopel paling cocok digunakan untuk mengukur rentangan suhu
yang luas, hingga 2300°C. Sebaliknya, kurang cocok untuk pengukuran
dimana perbedaan suhu yang kecil harus diukur dengan akurasi tingkat
tinggi, contohnya rentang suhu 0--100 °C dengan keakuratan 0.1 °C.
Untuk aplikasi ini, Termistor dan RTD lebih cocok.
Contoh Penggunaan Termokopel yang umum antara lain :
 Industri besi dan baja
 Pengaman pada alat-alat pemanas
 Untuk termopile sensor radiasi
 Pembangkit listrik tenaga panas radioisotop, salah satu aplikasi
termopile.

4. Piro meter
Pirometer adalah sebuah termometer yang sangat akurat yang mengukur
suhu benda dengan jalan mengukur besarnya radiasi total atau radiasi
pada salah satu panjang gelombang. Pirometer dapat mengukur suhu
yang sangat tinggi (kira-kira500oC – 3000oC). Secara teori, suatu benda
yang panas akan memancarkan radiasi dan cahaya disekelilingnya,
semakin tinggi suhu benda tersebut maka makin besar radiasi dan
intensitas cahaya yang dipancarkan. Besarnya radiasi dan intensitas
cahaya ini tergantung dari suhu benda dan dari warna atau panjang
gelombang sinar yang dipancarkan. Dengan mengukur radiasi total atau
radiasi pada salah satu panjang gelombang maka temperature benda
akan dapat ditentukan tanpa menyentuh benda tersebut, bahkan jika
Anda berdiri agak jauh dari benda tersebut.

Pirometer dibagi menjadi 2, yaitu:


1. Pirometer Radiasi.
Logam panas memancarkan radiasi dengan nilai tertentu yang
besarnya ditangkap oleh pyrometer jenis ini untuk menentukan
temperatur logam tersebut.
Pyrometer tipe ini memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi, kepresisian,
serta rentan pembacaan temperatur yang lebih lebar. Alat ini sangat
baik membaca temperatur logam di atas 538 oC. Satu kelebihan yang
peling penting dari akat ini adalah tidak dibutuhkannya pembacaan
temperatur secara visual, sehingga ia dapat dipasang di sebuah titik
yang tidak terjangkau oleh pandangan manusia, seperti di
dalam furnace boiler. Prinsip kerja pirometer ini yaitu dengan
mengukur radiasi total yang dipancarkan oleh benda yang diukur.
Pengukuran radiasinya dilakukan dengan menggunakan sensor panas
seperti termokopel, radiasi yang datang diubah menjadi panas dan
akan menaikkan temperature sensor atau sebuah sel peka cahaya
mengubah energy cahaya menjadi besaran listrik.

Gambar 3.4. Pyrometer Radiasi

2. Pirometer Optik.

Pyrometer optik adalah sebuah instrumen pengukuran temperatur


yang menggunakan prinsip pancaran radiasi benda panas. Pyrometer
optik secara visual membandingkan tingkat kecerahan permukaan
sebuah benda dengan referansi sebuah sumber radiasi tertentu.
Benda referensi yang digunakan biasanya berupa filamen tungsten
yang dipanaskan secara elektrik. Di dalam alat ini juga digunakan
sebuah filter warna merah sehingga secara visual didapatkan
gelombang tertentu yang dapat dikomparasi dengan titik referensi. Alat
ini dapat menentukan temperatur permukaan benda dengan angka
emisivitas (ε) 1,0.
Pyrometer optik sangat cocok digunakan untuk mengukur logam
panas, karena jika alat ini dikalibrasi dengan baik ia akan sangat
sempurna mengukur temperatur logam di atas 1500 oF (816oC).
Sehingga alat ini sangat ideal untuk digunakan pada industri-industri
yang melibatkan proses pemanasan logam seperti boiler, perlakuan
panas untuk logam, dan lain sebagainya. Namun pyrometer optik tidak
cocok jika digunakan untuk mengukur temperatur gas, karena gas
panas tidak memancarkan radiasi secara kasat mata.

Gambar 3.5.Prinsip Kerja Pyrometer Optik

Prinsip kerja pirometer ini yaitu dengan mengukur radiasi pada salah
satu warna (panjang gelombang). Pirometer optic bekerja berdasarkan
pengukuran radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu. Radiasi
ini dinyatakan oleh terang benda tersebut pada warna yang sesuai
dengan panjang gelombang.
Pengukuran terang benda ini dilakukan dengan cara membandingkan
dengan suatu lampu standard yang terangnya dapat diatur.
Dengan mengatur arus yang melalui lampu, filamen dari lampu dapat
dibuat sama terang dengan benda yang akan diukur suhunya. Bila
terang filament dan benda telah sama maka keduanya akan terlihat
baur menjadi satu. Bila suhu salah satu lebih tinggi maka akan terlihat
berbeda. Besarnya arus yang melalui filamen lampu dapat langsung
dikalibrasi menjadi temperature dari benda tersebut.
Faktor yang mempengaruhi ketelitian pengukuran :
 Jarak dan ukuran dari target area.
 Penyerapan radiasi oleh media udara, lensa dan lain-lain.
 Sensivitas dari mata dalam membedakan terang.

5. Termometer Tahanan.
Termometer tahanan dapat membaca temperatur di antara -240 hingga
982oC, tergantung dari tahanan listrik logam yang muncul seiring adanya
peningkatan temperatur logam tersebut. Termometer ini menggunakan
prinsip jembatan Wheatstone untuk menciptakan rangkaian tahanan
listrik.

3.6. Prinsip Kerja Termometer Tahanan

Termometer tahanan ini memiliki tingkat kepresisian yang sangat baik,


akurat, namun tidak dapat digunakan pada temperatur yang tinggi. Hal ini
dikarenakan pada temperatur yang tinggi, rangkaian tahanan akan
menjadi sangat mudah terkontaminasi oleh logam-logam lain yang akan
menempel pada rangkaian tersebut, mengakibatkan pembacaan yang
menjadi tidak akurat.

Anda mungkin juga menyukai