Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL PENELITIAN

MANAJEMEN LALU LINTAS KEPOLISIAN

(STUDI KASUS : SIMPANG JALAN TEUKU NYAK ARIEF KEBAYORAN LAMA)

OLEH :

DWI JATMIKO

NO. MHS : 2019246006

PROGRAM PASCA SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pelaksana di dalam menjalankan

produk dari kebijakan publik yaitu UU No. 22 Tahun 2009. Memiliki beberapa kewenangan

yang diatur di dalam undang-undang tersebut, khususnya kewenangan dan peran di dalam

melakukan manajemen dan rekayasa lalu lintas bagi pengguna dan sarana serta prasarana

lalu lintas dan jalan yang terdapat pada pasal 93 sampai dengan pasal 98 UU No. 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Salah satu kewenangan Polri yang berkaitan

dengan judul makalah ini adalah pada pasal 93 ayat 2 poin f yang berbunyi “pengendalian

lalu lintas pada persimpangan.

Kemacetan lalu lintas menjadi masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia.

Padatnya transportasi di jalan raya menyebabkan terjadinya kemacetan. Hal ini dapat

terjadi karena adanya keadaan suatu ruang jalan atau kawasan tertentu karena satu dan

lainnya terjadi permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan yang berpotensi atau sudah

terjadi sehingga menurunnya/berkurangnya kapasitas yang pada akhirnya timbul

kemacetan yang berkelanjutan. Keadaan itu dapat disimpulkan menjadi sebuah istilah

“trouble spots”.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk mengakibatkan

pertumbuhan pengguna jasa transportasi, baik peningkatan jumlah perjalanan maupun

kendaraan pribadi. Hal ini menjadi akar permasalahan transportasi di Provinsi DKI Jakarta,

baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perencanaan dan penanganan yang seksama
sangat diperlukan, terutama dalam mengantisipasi kecenderungan meningkatnya

permintaan fungsi kawasan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan suatu

kerangka perencanaan dan penanganan yang mantap dalam mengantisipasi

kecenderungan meningkatnya permintaan fungsi kawasan dalam jangka panjang.

Kemacetan lalu lintas terjadi bila pada kondisi lalu lintas di jalan raya mulai tidak

stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat adanya hambatan yang timbul dan

kebebasan bergerak relatif kecil (Sumadi, 2006) 1. Dengan kata lain kemacetan terjadi juga

akibat volume arus yang sedemikian rupa di atas kemampuan atau kapasitas jaringan jalan

(ruas maupun samping) yang menampungnya.

Kemacetan Jakarta kembali menjadi bahan diskusi publik. Jakarta kini menuju titik

batas daya dukungnya. Akibat kemacetan ini, sektor usaha di rugikan hingga mencapai Rp

12,8 triliun pertahun. Data lain menunjukan bahwa kecepatan rata-rata lalu lintas di kota

ini adalah 20.21 km/jam. Hampir 60 persen adalah waktu hambatan, sedangkan 40 persen

sisanya adalah waktu bergerak. Tidak heran oleh karenanya jika studi Sitramp (2004)

menunjukkan bahwa kerugian ekonomi akibat kemacetan di kota Jakarta pada tahun 2002

mencapai Rp 5,5 triliun yang sebagian besar diperuntukkan terhadap biaya operasi

kendaraan.

Ada sejumlah analisis penyebab kemacetan Jakarta. Pertama, pertumbuhan jumlah

kendaraan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan jalan. Akibatnya tapak jalan penuh

dan pada suatu titik (tahun 2015) Jakarta akan macet total. Perkembangan kendaraan

bermotor setiap tahun semakin bertambah dan beraneka ragam. Atmojo dan Pujiati (2016)

mengatakan bahwa jumlah kendaraan bermotor di Indonesia meningkat 7 juta unit setiap

1
Sumadi, 2006, Kemacetan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Veteran Kota Brebes, Tesis, Magister Teknik
Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, Semarang.
tahunnya 2. Bisa kita ilustrasikan bahwa kedepannya di Indonesia akan terjadi kemacetan

mulai dari pintu rumah sampai ke pintu tempat bekerja. Kendaraan yang terhitung hingga

Juli 2016 di Indonesia mencapai 125 juta unit dengan kontribusi sebanyak 10-15% dari

mobil3. Perkembangan kendaraan bermotor tersebut juga di imbangi dengan

bertambahnya penduduk yang semakin meningkat di setiap tahun. Untuk hal itu perlu juga

dilakukan pembatasan kendaran dengan berbagai alternatif.

Kedua, angkutan massal tidak berkembang. Selain tidak aman dan tidak nyaman,

angkutan massal belum mampu menjawab kebutuhan transportasi warga. Jumlah

kendaraan pribadi yang lebih banyak dibanding kendaraan umum memperparah

keruwetan transportasi di Jakarta. Dari jumlah kendaraan roda dua dan empat di Jakarta

yang sebanyak 6,7 juta unit, 98 persen diantaranya adalah kendaraan pribadi, sedangkan

sisanya adalah angkutan umum. Padahal jumlah orang yang diangkut kendaraan pribadi

jauh lebih sedikit ketimbang penumpang yang dibawa angkutan umum.

Ironisnya, kemacetan yang ditunjang dengan lemahnya penegakkan hukum bagi

para pelanggar lalu lintas dan pengguna lahan-lahan yang seharusnya digunakan sebagai

kawasan pedestrian hanya memunculkan alasan bahwa dibutuhkan tambahan luas dan

panjang jalan. Tak nampak strategi transportasi yang terarah dan menyeluruh serta

konsisten dalam implementasinya di satu sisi dan lebih menonjolkan retorika dan slogan-

slogan semata di sisi lainnya.

Pengembangan dan perbaikan transportasi kereta pun masih diliputi dengan

persoalan manajemen dan pemeliharaan. Tumbuhnya gerakan bersepeda ke tempat kerja

2
Atmojo, T. dan Pujiati, A. 2016. Analisis Pengaruh Kebijakan Harga BBM, Jumlah Sepeda Motor,
Pendapatan Perkapita Terhadap Konsumsi Premium. Economics Development Analysis Journal (EDAJ).
5(3), 348-355.
3
Saragih, F.A. 2016. Anda Tahu Populasi Kendaraan di Indonesia?, (Online).
(http://otomotif.kompas.com, diakses 24November 2019).
(bike to work) masih terbatas, di saat menunggu jalur sepeda yang memberikan rasa aman

belum dipenuhi. Rencana penerapan Electronic Road Pricing (ERP) sebagai satu upaya

membatasi pergerakan kendaraan bermotor masih membutuhkan analisa sosial ekonomi

dan instrumen pendukung, di samping tentunya sosialisasi kepada publik.

Tingkat kinerja jaringan jalan adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi

operasional fasilitas lalu lintas pada umumnya dinyatakan dalam derajat kejenuhan jalan

atau volume kendaraan per kapasitas jalan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bina

Marga (1996)4, untuk menilai kinerja jaringan jalan, sebaiknya dibagi dalam beberapa

komponen ruas jalan dengan definisi suatu panjang jalan yang memiliki kriteria sebagai

berikut, (1) terletak di antara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang

tak bersinyal utama; dan (2) mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan.

Lebih lanjut Direktorat Jenderal Bina Marga (1996) mengemukakan bahwa untuk

menilai kinerja ruas jalan harus terlebih dahulu ditemukenali data tentang karakteristik

ruas jalan yang akan mempengaruhi kapasitas jalan, yaitu (1) geometrik jalan, adalah

kondisi potongan melintang jalan yang meliputi tipe jalan, lebar jalur, jalan dan

keberadaan, bahu dan median jalan; (2) komposisi arus lalu lintas dan pemisahan arah; dan

(3) pengaturan lalu lintas.5

Pengaturan lalu lintas suatu wilayah akan sangat mempengaruhi kinerja jaringan

jalan, contohnya pengaturan parkir, pengaturan arus, dan aktivitas samping jalan

(hambatan samping). Banyak aktivitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan

konflik. Kadang-kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu lintas. Pengaruh konflik ini

4
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1996. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta: Departemen
Pekerjaan Umum

5
Ibid.
(hambatan samping) sangat mempengaruhi kinerja jaringan jalan. Berbagai contoh

aktivitas samping jalan adalah pejalan kaki, angkutan umum, kendaraan yang berhenti di

sepanjang jalan, kendaraan yang bergerak lambat (becak, delman atau bendi, dan lain-lain),

kendaraan keluar masuk, perilaku pengemudi, serta kondisi kelaikan kendaraan. Perilaku

pengemudi dan kondisi kelaikan kendaraan jelas akan sangat mempengaruhi kinerja

jaringan jalan, contohnya pengemudi angkutan umum yang semaunya menaikkan dan

menurunkan penumpang dan kendaraan yang mogok atau terhenti di tengah jalan akan

mempengaruhi kelancaran lalu lintas kendaraan lainnya.

Jalan Teuku Nyak Arief di daerah Kebayoran Lama yang lebih dikenal dengan Jalan

Arteri Pondok Indah merupakan jalan yang luar biasa tingkat kepadatan sehingga

menimbulkan kemacetan. Tepatnya dipersimpangan Jalan Kramat yang merupakan akses

keluar dari Stasiun kereta api Kebayoran Lama. Untuk itulah pada makalah ini akan

dibahas mengenai berbagai permasalahan lalu lintas dan jalan serta sarana prasarananya

di simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama beserta formulasi, analisa dan solusi

permasalahan tersebut.

Dengan demikian maka berdasarkan pada penjelasan diatas, penulis memfokuskan

untuk meneliti mengenai manajemen lalu lintas dalam mengatasi trouble spot, dengan

harapan dapat menganalisa sekaligus mengevaluasi dan memberikan rekomendasi yang

konkrit guna menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran. Adapun

judul yang diangkat dalam penelitian penulis adalah “Manajemen Lalu Lintas dalam

Mengatasi Trouble Spot (Studi Kasus : Simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama)”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka permasalahan dari penelitian


penulis adalah bagaimana analisis manajemen lalu lintas dalam mengatasi trouble spot

(Studi Kasus : Simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama), dengan sejumlah

rumusan masalah adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana deskripsi trouble spot lalu lintas yang terjadi di Simpang Jalan Teuku Nyak

Arief Kebayoran Lama?

b. Bagaimana manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot di simpang

Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama?

c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi manajemen lalu lintas dalam

rangka mengatasi trouble spot di Simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini pada dasarnya adalah :

a. Untuk mengekplorasi trouble spot lalu lintas yang terjadi di simpang Jalan Teuku Nyak

Arief Kebayoran Lama.

b. Untuk mengekplorasi manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot di

simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama.

c. Untuk mengekplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen lalu

lintas dalam rangka mengatasi trouble spot di simpang Jalan Teuku Nyak Arief

Kebayoran Lama.

1.4. Manfaat penelitian

Penelitian yang dituangkan dalam seminar usulan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat akademis maupun manfaat praktis. Adapun manfaat yang

diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :


a. Manfaat akademis :

1) Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kepolisian dalam kajian

tentang manajemen transportasi, selain itu diharapkan melalui penelitian ini

dapat diketahui tentang manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble

spot.

2) Dapat menambah kajian ilmu pengetahuan teknis kepolisian mengenai

manajemen lalu lintas dalam menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban

dan kelancaran lalu lintas yang pada akhirnya dapat dipelajari di lembaga-

lembaga pendidikan Indonesia dan dapat diimplementasikan oleh para instansi

terkait terutama pengemban fungsi pre-emtif, preventif dan represif lalu lintas.

b. Manfaat Praktis :

1) Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumber informasi bagi Polda Metro

Jaya, Dinas Perhubungan Metro Jaya dan Dinas Bina Marga dalam merumuskan

langkah-langkah konkret dalam proses menciptakan keamanan, keselamatan,

ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

2) Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi terutama dalam hal aspek

koordinasi pelaksanaan manajemen transportasi antar instansi sehingga

dikemudian hari dapat meningkatkan koordinasi yang baik dan matang guna

keberhasilan program manajemen lalu lintas.

3) Penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan (eksekutif dan

legislatif) dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan manajemen

transportasi guna menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban dan

kelancaran lalu lintas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka atau review of related literature adalah peninjauan kembali

(review) pustaka-pustaka (bisa berupa laporan penelitian dan sebagainya) yang terkait

dengan penelitian yang sedang dilakukan. Semakin banyak seorang peneliti mengetahui,

mengenal dan memahami tentang penelitian-penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya, semakin dapat dipertanggungjawabkan caranya meneliti permasalahan yang

sedang dihadapinya (Leedy : 1997). Kegunaan dari proses peninjauan pustaka bagi peneliti

adalah mengkaji sejarah permasalahan, membantu pemilihan prosedur penelitian,

mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan, mengkaji kelebihan dan

kekurangan hasil penelitian terdahulu, menghindari duplikasi penelitian dan menunjang

perumusan permasalahan.

Bahwa kepustakaan penelitian ini berisi mengenai beberapa literatur yang

memberikan sejumlah informasi bagi penulis mengenai data-data yang bersifat empirik

yang berasal dari hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat

dipertanggungjawabkan sebagai sumber referensi bagi penelitian yang akan dilaksanakan.

Menurut Creswell (2010) bahwa tujuan pencantuman kepustakaan dalam studi penelitian

adalah sebagai berikut :

a. Memberitahu pembaca mengenai hasil-hasil penelitian lain yang berhubungan dengan

penelitian yang sedang dilaporkan

b. Menghubungkan suatu penelitian dengan dialog yang lebih luas dan

berkesinambungan tentang suatu topik dalam pustaka, mengisi kekurangan dan

memperluas penelitian-penelitian yang sebelumnya.


c. Memberikan kerangka untuk signifikansi penelitian dan sebagai acuan

membandingkan hasil suatu penelitian dengan temuan-temuan lain.

Tinjauan kepustakaan tidak hanya memuat mengenai penelitian terdahulu, namun

juga teori-teori atau konsep yang relevan dengan penelitian dari penulis yaitu mengenai

strategi deradikalisasi dalam mencegah aksi terorisme di Indonesia. Selain itu dapat

dijadikan rujukan atau refensi dalam menganalisis segala pertanyaan penelitian yang telah

penulis tetapkan sehingga dapat memperoleh jawaban ilmiah dan yang komprehensif

demi penyempurnaan penulisan tesis. Berikut penjabaran dari penelitian terdahulu dan

landasan teoritis yang penulis sajikan :

2.1 Kajian Penelitian Terdahulu

2.1.1 Jurnal Penelitian Sukma Meutia, Sofyan M. Saleh, Azmeri


Kemacetan lalu lintas terjadi bila pada kondisi lalu hambatan yang timbul dan

kebebasan bergerak lintas di jalan raya mulai tidak stabil serta kecepatan relatif kecil

(Sumadi, 2006). Lalu lintas tergantung operasi menurun relatif cepat akibat adanya pada

kapasitas jalan, dimana banyaknya kendaraan yang ingin bergerak tetapi kalau kapasitas

jalannya tidak bisa menampung maka lalu lintas yang ada akan terhambat.

Banda Aceh merupakan kota dengan pola struktur ruang kota “pola radial simetris”

hal ini terlihat dari pemusatan kegiatan dengan konsentrasi kepadatan di pusat kota,

dimana kegiatan tersebut memanjang hamper linier mengikuti pola jaringan jalan utama,

dan relatif radial dengan Masjid Raya Baiturrahman dan sekitarnya sebagai pusat utama

yang diperkuat oleh keberadaan Pasar Aceh dan Pasar Peunayong. Setelah tsunami kota

Banda Aceh mengalami pembangunan pesat dari semua bidang. Oleh karena hal tersebut

maka untuk mempermudah penataan wilayah administrasi agar menjadi lebih baik, kota
Banda Aceh dibagi menjadi 4 Bagian Wilayah Kota (BWK). Bagian wilayah kota sub BWK

P2 (Kuta Alam), merupakan salah satu bagian wilayah kota yang tingkat pertumbuhannya

pesat maka aktivitas transportasi juga semakin meningkat, wilayah tersebut dikenal

sebagai daerah perdagangan dan jasa. Pada ruas Jalan Pocut Baren terdapat beberapa

sarana pendidikan yang identik dengan sebuah aktivitas pelajar yang menuju dan pulang

sekolah, yang mana menggunakan infrastruktur jalan yang sama setiap harinya.

Aktivitas antar–jemput pelajar menyebabkan konsentrasi kendaraan pribadi di

jalanan sekitar sekolah meningkat dikarenakan sekolah tidak memiliki lahan parkir yang

memadai. Akibatnya masyarakat umum yaitu para pengguna jalan yang tidak terkait

dengan sekolah tersebut menjadi tidak nyaman.

Tipe Jalan Pocut Baren berupa dua lajur dua arah (2/2 UD) pergerakan tanpa

dibatasi oleh median jalan, yang memiliki lebar 7 meter dengan bahu jalan 1,5 meter. Dari

hasil perhitungan didapat bahwa volume lalu lintas terbesar terjadi pada hari Senin pukul

07.00 – 08.00 dengan volume 1958 smp/jam kemacetan lalu lintas disebabkan karena

terhambatnya arus kendaraan oleh volume kendaraan yang besar terutama dikarenakan

oleh adanya aktivitas pelajar menuju sekolah.

Hambatan samping terbesar terjadi pada hari Senin pukul 15.00 – 16.00 sebesar

675,7 (tinggi) dengan jenis kejadian jalan masuk/keluar kendaraan yang mempunyai

frekuensi kejadian tertinggi. Dengan nilai kapasitas 2349 smp/jam dari total kapasitas dua

arah. Serta hambatan samping seperti mobil parkir dibadan jalan karena tidak tersedianya

lahan parkir tetapi memilki konsentrasi kendaraan roda empat yang tinggi.

Nilai derajat kejenuhan pada kawasan pendidikan di ruas Jalan Pocut Baren jam

puncak hari Senin pagi jam 07.00-08.00 WIB adalah 0,83 dimana sudah termasuk pada

tingkat pelayanan kategori D, artinya mendekati arus tidak stabil, kecepatan lalu lintas
sekitar 60 km/jam dengan volume lalu lintas sampai 90 % kapasitas.

Jam puncak volume lalu lintas pada kawasan pendidikan di ruas Jalan Pocut Baren

terjadi pada hari Senin jam 07.00 – 08.00 WIB sebesar 1958 smp/jam, pada hari Selasa jam

07.00 – 08.00 WIB sebesar 1699 smp/jam dan pada hari Kamis jam 07.00 – 08.00 WIB

sebesar 1821 smp/jam.

Hambatan samping pada kawasan pendidikan di ruas Jalan Pocut Baren jam puncak

terjadi di kawasan I pada hari Senin jam 15.00 – 16.00 WIB sebesar 675,7 (Tinggi), pada

hari Selasa jam 15.00 – 16.00 WIB sebesar 615,9 (tinggi) dan pada hari Kamis jam 15.00 –

16.00 WIB sebesar 580,9 (tinggi).

Kapasitas jalan di ruas Jalan Pocut Baren pada hari Senin, Selasa dan Kamis dengan

nilai 2349 smp/jam dari total kapasitas dua arah dengan kondisi jalan 2/2 UD

Derajat kejenuhan pada kawasan pendidikan di ruas Jalan Pocut Baren jam puncak

terjadi hari Senin pagi jam 07.00-08.00 WIB adalah 0,83 dimana sudah termasuk pada

tingkat pelayanan kategori D (mendekati arus tidak stabil). Pada hari Selasa jam 07.00-8.00

WIB adalah 0,72 dimana sudah termasuk pada tingkat pelayanan kategori C (arus stabil)

dan pada hari Kamis jam 07.00-8.00 WIB adalah 0,78 dimana sudah termasuk pada tingkat

pelayanan kategori D (mendekati arus tidak stabil).

Berdasarkan penelitian ini menjadikan dasar bagi penulis untuk mengkaji

permasalahan yang terjadi pada ruas jalan yang dapat menimbulkan kemacetan/trouble

spot sehingga dapat menjadi masukan kepada stakeholder terkait dalam mengkaji

manajemen lalu lintas yang tepat untuk menciptakan keamanan keselamatan ketertiban

dan kelancaran lalu lintas.

2.1.2 Penelitian Dedi Firdausi


Kemacetan lalu-lintas di CBD Kota Bandar Lampung terjadi di beberapa kawasan

pada ruas-ruas jalan utama kota. Kemacetan lalu lintas terjadi saat arus kendaraan

meningkat di pagi hari (07.00 – 08.00 WIB) dan sore hari (17.00 – 18.00 WIB). Peningkatan

arus kendaraan dikarenakan adanya aktivitas pergerakan masyarakat saat berangkat

bekerja dan sekolah yang diikuti dengan peningkatan perjalanan kendaraan dari lokasi

kawasan perumahan/pemukiman menuju lokasi sekolah dan perkantoran.

Rute perjalanan kendaraan untuk mencapai lokasi aktivitas tersebut dibedakan

menjadi empat macam pola pergerakan yaitu perjalanan antar zona didalam kawasan CBD,

perjalanan dari dalam menuju keluar kawasan CBD, perjalanan dari luar menuju kedalam

kawasan CBD, dan perjalanan dari luar kawasan CBD melewati kawasan CBD dan

bertujuan akhir diluar kawasan CBD.

Keterkaitan antar lokasi kemacetan lalu lintas bermula dari kemacetan di Kawasan

Gedung Joeang’45 dan berlanjut pada Kawasan Bandar Lampung Plaza, Kawasan Plaza

Millenium, Kawasan Central Plaza, Kawasan Jaka Utama, Kawasan Pertokoan Golden, dan

berpusat pada kemacetan di Kawasan Bambu Kuning Plaza. Keterkaitan kawasan

kemacetan lalu lintas tersebut terdeskripsi dalam satu pola pergerakan kendaraan pada

ruas Jl. Raden Intan, Jl. Kartini, Jl. Pangkal Pinang, Jl. Pemuda, dan Jl. Imam Bonjol.

Kemacetan lalu lintas pada ruas-ruas jalan utama dalam kawasan CBD Kota Bandar

Lampung yaitu di ruas Jl. Raden Intan, Jl. Kartini, Jl. Imam Bonjol, Jl. Pangkal Pinang, dan Jl.

Pemuda disebabkan oleh faktor-faktor yang secara tipikal hampir sama, meskipun terdapat

juga beberapa penyebab kemacetan yang berbeda. Faktor umum yang dominan sebagai

penyebab kemacetan lalu lintas adalah kondisi lingkungan dan karakteristik lalu lintas

yang tidak baik.


Pendekatan pemecahan masalah kemacetan adalah dengan mengeliminasi

terjadinya akumulasi lalu lintas dengan cara:

1. Mengubah penggunaan moda perjalanan yang lebih efisien. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara penggunaan angkutan massal (berokupansi tinggi), pemberlakuan three

in one dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.

2. Mengubah waktu perjalanan. Hal ini dapat dilakukan dengan

penggiliran/penjadwalan/pendistribusian jam masuk dan pulang kantor dan sekolah,

penerapan road pricing, atau dengan penerapan parking policy.

3. Mengubah rute perjalanan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan

rute pada jam tertentu (jam sibuk) dan untuk kendaraan tertentu, menerapkan road

pricing atau parking policy.

4. Memgubah tujuan perjalanan akhir. Hal ini dapat dilakukan dengan cara rayonisasi

sekolah, pembangunan pusat-pusat pelayanan primer dan skunder, membangun

jaringan jalan baru, menerapkan parking policy atau road pricing.

5. Mengubah keinginan melakukan perjalanan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menerapkan road pricing atau parking policy.

Pada skenario pemecahan masalah kemacetan lalu lintas dikenal beberapa aspek

manajemen yaitu :

1. Manajemen kapasitas meliputi tindakan pengendalian kapasitas pada (1). Ruas jalan,

(2). Persimpangan, (3). Koridor (kawasan tertentu).

2. Aspek manajemen prioritas meliputi penyediaan fasilitas pejalan kaki dan kontrol

penggunaan jalur.

3. Aspek Manajemen Permintaan (Demand Management). Pembatasan lalu lintas

merupakan bagian dari manajemen kebutuhan lalu lintas (demand management) yang
intinya bertujuan: (a). Meningkatkan efisiensi penggunaan jaringan jalan, (b).

Mengurangi variabilitas waktu tempuh, (c). Penghematan energi, (d). Perlindungan

lingkungan lalu lintas, (e). Pengendalian tata guna lahan, (f). Peningkatan income

daerah, (g). Persamaan (equity).

Berdasarkan penelitian ini menjadikan dasar bagi penulis untuk mengkaji

permasalahan yang terjadi pada ruas jalan yang dapat menimbulkan kemacetan/trouble

spot dan pengkajian manajemen lalu lintas dapat diterapkan pada ruas jalan yang memiliki

permasalahan/trouble spot sehingga dapat menjadi masukan kepada stakeholder terkait

dalam mengkaji manajemen lalu lintas yang tepat untuk menciptakan keamanan

keselamatan ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Sistem mikro transportasi terdiri dari:

1. Sistem kebutuhan transportasi (KT).

Sistem kebutuhan transportasi (KT) merupakan sistem pola tata guna lahan yang

terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan. Kegiatan sistem ini

membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan

setiap hari.

2. Sistem prasarana transportasi (PT).

Sistem prasarana transportasi meliputi sistem jaringan jalan raya dan kereta api,

terminal bus dan stasiun kereta api serta bandara dan pelabuhan laut.

3. Rekayasa dan manajemen lalulintas (RL dan ML).

Sistem pergerakan diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalulintas, agar tercipta

sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal.


4. Sistem kelembagaan (KLG).

Sistem ini merupakan gabungan dari pihak pemerintah, swasta dan masyarakat dalam

suatu lembaga atau instansi terkait. Sistem kelembagaan menentukan kebijakan yang

diambil berhubungan dengan sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan

dari transportasi. Diagram sistem transportasi mikro dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Sistem transportasi makro

Sistem kelembagaan (KL)

Kebutuhan akan Prasarana


Transportasi Transportasi
Rekayasa dan
Manajemen lalulintas

GAMBAR 1 SISTEM MIKRO TRANSPORTASI

2.2.2 Penentuan Perjalanan dan Manajemen Lalulintas di Perkotaan

Klasifikasi perjalanan dibagi atas beberapa golongan berdasarkan maksud

perjalanannya yaitu : (a). Perjalanan untuk bekerja (working trips), (b). Perjalanan untuk

kegiatan pendidikan (educational trips), (c). Perjalanan untuk berbelanja (shopping trips),

(d). Perjalanan untuk kegiatan sosial (social trips), (e). Perjalanan untuk rekreasi

(recreation trips), (f). Perjalanan untuk keperluan bisnis (bussiness trips), dan (g).

perjalanan ke rumah (home trips).

Faktor pengubah yang menjadi penentu besaran bangkitan arus lalu lintas

perjalanan: (a). Maksud perjalanan, (b). Penghasilan keluarga, (c). Kepemilikan kendaraan,

(d). Guna lahan di tempat asal, (e). Jarak dari pusat kegiatan kota, (f). Jauh perjalanan, (g).

Moda perjalanan, (h). Penggunaan kendaraan, dan (i). Guna lahan di tempat tujuan (Martin,

B. dalam Warpani, 1990:111).

Daerah perjalanan yang dipelajari dibatasi oleh “garis kordon” (cordonline).

Perjalanan yang terjadi di dalam wilayah studi terdiri dari perjalanan internal-internal,

internal-eksternal, dan eksternal-eksternal. Perjalanan internal adalah perjalanan dengan

asal dan tujuan perjalanan masih berada di dalam daerah penelitian. Perjalanan eksternal

didefinisikan sebagai perjalanan dengan salah satu ujung berada di luar daerah survei.
Perjalanan yang asal dan tujuanya berada di luar daerah kurva survei tetapi melalui daerah

tersebut dan menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada didalamnya merupakan perjalanan

langsung. Garis saring (screen line) dalam gambar merupakan garis yang melintasi daerah

survei dari satu titik di garis kordon ke titik lain di garis kordon itu pula yang bermanfaat

membantu pemeriksaan contoh perjalanan dalam proses pengumpulan data (Morlok,

1995:671).

Salah satu masalah yang paling sering dijumpai dalam manajemen lalu lintas ialah

tingkat kongesti (kemacetan) yang tinggi dalam daerah perdagangan (Central Business

District - CBD) di kota-kota. Masalah ini muncul akibat terdapatnya konflik antara arus

kendaraan dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Sebagian besar lalu lintas yang melalui CBD

tersebut merupakan lalu lintas langsung, yang berasal dari satu bagian di luar CBD dan

bertujuan kebagian lainnya diluar CBD (Morlok, 1995:764).

Dalam Buku Laporan Manajemen Lalu Lintas Jawa Tengah tahun 2004 disebutkan,

manajemen lalu lintas merupakan bagian dari manajemen sistem transportasi. Manajemen

lalu lintas menyangkut arus aliran manusia atau barang dan kendaraan pada ruas jalan

tertentu. Manajemen lalu lintas terdiri dari subsistem permintaan (demand) diasumsikan

sebagai: (a). Pengguna jalan, (b). Penyediaan (supply) dalam hal ini ruas jaringan jalan, dan

(c). Lalu lintas (kendaraan maupun pejalan kaki). Jenis-jenis perjalanan di perkotaan dapat

dilihat pada Gambar 2.8.


Sumber: (Creighton dalam Morlok, 1995:671)

GAMBAR 2
JENIS-JENIS PERJALANAN DI DAERAH PERKOTAAN

Sumber: Morlok (1995:765)

GAMBAR 3
SKEMA MANAJEMEN LALULINTAS
2.2.3 Struktur Kota dan Sistem Jaringan Jalan

Terdapat tiga teori model klasik struktur kota yaitu teori zona konsentris, teori

sektoral dan konsep teori multiple–nuclei. Teori zona konsentris yang dikembangkan oleh

Burgess (1925) menggambarkan struktur kota sebagai pola zona lingkaran konsentris.

Zona pertama adalah zona pusat kota atau Central Bussines District yang merupakan

tempat aktivitas ekonomi dan perdagangan. Zona di kawasan ini dilengkapi dengan

prasarana dan sarana perkantoran, hotel dan pusat perbelanjaan. Zona kedua yang berada

di sisi luar pusat kota sebagai kawasan tersendiri atau disebut zona transisi dari kawasan

pusat kota menuju kawasan berikutnya. Fasilitas dan karakter perkembangannya mulai

berubah mengikuti kebutuhan kota. Zona berikutnya adalah zona ketiga. Tata guna lahan

zona ini mengikuti ciri fisik dan fungsi kota. Zona keempat merupakan zona terbesar

penggunaan lahan perumahan bagi penduduk kalangan menengah. Zona kelima sebagai

zona terakhir ditujukan untuk kawasan perumahan bagi penduduk menengah keatas yang

bermukim dengan sifat commuter. Jenis pergerakan yang terjadi di zona-zona pada

struktur kota model konsentris mengarah kedalam lingkaran yang merupakan lokasi pusat

aktivitas perkotaan (Chapin, 1995).

Selain teori zona konsentris terdapat teori sektoral yang dirumuskan Hommer

Hoyt (1939) sebagai berikut: perkembangan suatu kawasan tidak mengikuti bentuk

lingkaran konsentris melainkan terdistribusi sesuai dengan perbedaan potensi

pengembangan yang dimiliki setiap kawasan. Perkembangan suatu kawasan akan

membentuk suatu sektor berdasarkan penggunaan lahan, yang terjadi secara tidak merata

dan kesegala arah. Jaringan jalan pada kawasan ini akan lebih beragam dibandingkan
dengan jaringan jalan pada teori zona konsentris, namun karakteristik pergerakannya

hampir sama yaitu menuju ke tengah pusat kota (Chapin, 1995).

Selanjutnya struktur kota Model Multiple–Nuclei yang dirumuskan oleh C.D. Harris

dan F.L. Ullman (1945:47) menyebutkan pusat kota terbentuk tidak hanya satu ditengah-

tengah suatu kawasan, akan tetapi dapat tumbuh banyak pusat kota dalam suatu kawasan

tertentu. Pola pergerakan yang terjadi pada struktur kota model multiple-nuclei beragam

dan dipengaruhi oleh jarak ke setiap pusat aktivitas (Chapin, 1995).

Model struktur kota yang cocok untuk menggambarkan struktur Kota Jakarta

adalah model sektoral, dikarenakan perancangan bentuk kotanya yang kompak dan

penggunaan/pemanfaatan lahan yang menyebar menurut sektor-sektor pada kawasan-

kawasan tertentu serta arah perkembangan kawasan kotayang cenderung mengikuti pola

radial menerus sesuai jenis jaringan jalan yang ada. Bentuk struktur kota model sektoral

dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Keterangan :
2
4 1. CBD atau Zona daerah
4 pusat kegiatan
4 2. Zona grosier dan manufaktur
1 5
3 3. Zona pemukiman kelas rendah
4
4. Zona permukiman kelas menengah
2 5. Zona permukiman kelas tinggi
3

Sumber: (Chapin, 1995:34)


GAMBAR 4
STRUKTUR KOTA MODEL SEKTORAL HOMMER-HOYT
Struktur kota model sektoral membutuhkan jaringan jalur transportasi yang

menjari untuk menghubungkan pusat kota ke bagian-bagian yang lebih jauh di daerah

pinggiran. Sistem jalur transportasi dan ruas jalan tersebut berperan dalam pembentukan

pola struktur internal kota yang berkaitan langsung dengan fungsi-fungsi kegiatan dan

aksesibilitas.

Kemudahan transportasi dan tingkat aksesibilitas yang tinggi menuju suatu

kawasan membentuk penggunaan lahan di kiri-kanan jalur transportasi tersebut untuk

kegiatan berbagai sektor seperti industri dan perdagangan maupun pemukiman-

perumahan.

Pembentukan struktur kota juga ditentukan berdasarkan elemen arah (directional

element) dan elemen jarak (distance element). Jika dibandingkan, elemen arah lebih

menentukan daripada elemen jarak, sehingga struktur internal kotanya akan bersifat

sektoral mengikuti penggunaan lahannya. Sistem pola jaringan jalan terdiri dari tiga

macam yaitu :

1. Pola jalan tidak teratur (Irregular System).

Ketidakteraturan sistem jalan ini tampak pada pola jalannya yang melingkar tak beraturan

dengan lebar jalan dan arah yang beragam. Perletakan antara posisi rumah-rumah dengan

jalan juga tidak direncanakan. Sistem ini biasanya terjadi diawal pertumbuhan kota yang

belum direncanakan.

2. Pola jalan radial konsentris (Radial Concentric System).

Pada tipe ini pergerakan akan terpusat pada satu lokasi di pusat kota dengan konsentrasi

kegiatan yang tinggi. Pola ini mempunyai beberapa sifat khusus yaitu:

a. Mempunyai pola jalan konsentris.

b. Mempunyai pola jalan radial.


c. Bagian pusatnya merupakan daerah kegiatan utama dan tempat pertahanan terakhir

kekuasaan.

d. Secara keseluruhan membentuk pola jaringan sarang laba-laba.

e. Mempunyai keteraturan geometris.

f. Mempunyai jalan besar menjari dari titik pusat.

3. Pola jalan bersiku atau sistem grid (The Rectangular or Grid System).

Sistem ini dapat mendistribusikan pergerakan secara merata ke seluruh bagian

kota sehingga tidak memusat pada beberapa fasilitas saja. Bagian kota dibagi-bagi

sedemikian rupa menjadi blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan paralel

(Yunus, 2000:142-150).

Jenis-jenis jaringan jalan yang ideal untuk kawasan perkotaan antara lain: (1).

Jaringan Jalan Grid (pola segiempat), (2). Jaringan Jalan Cincin Radial (pola cincin

terpusat), (3). Jaringan Jalan Delta ( pola segitiga), (4). Jaringan Jalan Radial (pola

terpusat), (5). Jaringan Jalan Spinal (pola menjari), dan (6). Jaringan Jalan Heksagonal

(pola segienam) (Morlok, 1995:684).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Rasionalisasi peneliti menentukan pendekatan penelitian kualitatif ini adalah

pilihan yang paling sesuai bagi penulis karena dinilai sangat relevan dengan judul yang

akan penulis teliti mengenai manajemen lalu lintas dalam mengatasi trouble spot. Alasan

lain bahwa peneliti dapat melakukan interaksi secara langsung dengan obyek dan fakta-

fakta ataupun sumber data yang akan diteliti atau diperoleh di lapangan sehingga peneliti

dapat mengetahui secara holistik mengenai proses dan fenomena-fenomena apa yang

terjadi terkait manajemen lalu lintas yang telah diterapkan dan analisis trouble spot di

Simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama. Tentunya dengan keterlibatan peneliti

secara langsung mampu menggali sedalam-dalamnya mengenai obyek yang akan diteliti,

dengan harapan dapat membantu dan mempermudah dalam memaksimalkan penelitian

yang dilakukan.

Dengan demikian guna mendukung penelitian kualitatif maka dipandang perlu

menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui pengamatan (observasi) untuk melihat

dan menganalisa gejala-gejala yang terjadi sesuai dengan yang diteliti. Dalam melakukan

pengamatan, peneliti juga harus memiliki perasaan terlibat namun tetap memiliki batasan-

batasan agar bisa menilai suatu permasalahan secara obyektif. Begitu juga halnya dengan

metode wawancara dan studi dokumen harus menjadi bagian dari penelitian yang ada

guna memperdalam tentang gejala dan fenomena yang terjadi.


Oleh karena itu alasan rasional peneliti linear dengan pendekatan penelitian

kualitataif Menurut Lexy Moleong (2009) bahwa penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya

kemacetan, lokasi kemacetan, faktor-faktor yang mempengaruhi dan kondisi realiati yang

terjadi di simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama, secara holistik dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Sedangkan metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus

mengingat dengan metode ini akan didapatkan gambaran nyata dari obyek penelitian dan

dapat lebih memfokuskan terhadap obyek penelitian yaitu manajemen lalu lintas dalam

rangka mengatasi trouble spot di simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama. Hal ini

sesuai yang dijelaskan oleh Suparlan (1994:8) disimpulkan bahwa studi kasus (1)

menyajikan deskripsi yang mendalam dan lengkap sehingga dalam informasi-inforasi yang

disampaikannya nampak hidup sebagaimana adanya dan pelaku-pelaku mendapat tempat

untuk memainkan peranannya, (2) bersifat grounded atau berpijak di bumi yaitu betul-

betul empiric sesuai dengan konteksnya, (3) bercorak holistik, (4) menyajikan informasi

yang berfokus dan berisikan pernyataan-pernyataan yang perlu–perlu saja yaitu mengenai

pola-polanya, (5) mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan para pembacanya

karena disajikan dengan bahasa biasa dan bukannya dengan bahasa teknis angka-angka.

Metode studi kasus dipilih dalam rangka menyesuaikan dengan beberapa aspek

sebagaimana disampaikan oleh Robert (2014:1) yang meliputi: 1) tipe pertanyaan; 2)

kontrol terhadap peristiwa, dan 3) fokus terhadap fenomena penelitian yang dilakukan.

25
Selain itu banyaknya hal keuntungan yang akan didapat jika menggunakan metode

penelitian dengan studi kasus yaitu :

a. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar variabel-

variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih

luas.

b. Studi kasus memberikan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar

perilaku manusia yang tidak diduga sebelumnya.

c. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna

sebagai dasar untuk membangun latar belakang permasalahan bagi perencanaan

penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan keilmuan

(Burhan Bungin, 2001 : 22).

3.2. Lokasi, Waktu Dan Subyek Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan lokasi tempat yang dipilih oleh peneliti dalam rangka

mengumpulkan informasi dari berbagai sumber informasi guna mendukung penelitian

yang dilakukan oleh peneliti. Sumber informasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah

para pihak yang menjadi penentu dalam memperoleh berbagai data yang diperlukan dan

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian ini akan menitikberatkan dan

fokus dalam menganalisa dan memahami manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi

trouble spot di simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama. Peneliti mengambil lokasi

penelitian di Jakarta guna mengambil data dan informasi.

26
3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian mengenai manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot di

simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama akan dilaksanakan berdasarkan pada

kalender akademik yang telah direncanakan dan ditentukan oleh lembaga STIK-PTIK

kepada mahasiswa S2 angkatan VII program pasca sarjana ilmu kepolisian STIK-PTIK.

3.2.3 Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah individu yang dibutuhkan untuk menjadi sumber informasi

dalam pengumpulan data penelitian. Penentuan subjek penelitian atau sampel dalam

penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif. Lincoln dan Guba (1985) dalam

Sugiyono (2007:301) mengemukakan bahwa: “Penentuan sampel dalam penelitian

kualitatif (naturalistik) sangat berbeda dengan penentuan sampel dalam penelitian

konvensional (kuantitatif). Penentuan sampel tidak didasarkan perhitungan statistik.

Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk

digeneralisasikan.”

Pemilihan subjek penelitian atau responden berdasarkan orang yang dianggap

paling tahu dan atas pertimbangan tertentu memiliki informasi yang dibutuhkan oleh

peneliti. Oleh karena itu dalam penelitian ini subjek penelitian adalah pihak-pihak yang

memiliki kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen lalu

lintas di kota Jakarta. Guna penyempurnaan proses penelitian maka akan mengidentifikasi

beberapa informan yang relevan sebagai bahan keterangan yang akan dibutuhkan dalam

penelitian ini. Beberapa informan dimaksud adalah :

a. Kakorlantas Polri

27
b. Dirkamsel Korlantas Polri

c. Dirlantas Polda Metro Jaya

d. Kadishub kota Metro jaya

e. Kepala Bina Marga Provinsi metro jaya

f. Kasat Lantas Polres Jakarta Selatan

g. Masyarakat Pengguna Jalan

h. Para Dosen Manajemen Transportasi

i. Pakar Manajemen Transportasi

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data sangat penting dalam melakukan penelitian terutama untuk

mendapatkan informasi seakurat dan sebanyak mungkin guna mendapatkan data atau

informasi yang valid mengenai suatu hal yang akan dijadikan obyek dari penelitian. Oleh

karena itu pengumpulan data menurut Sugiyono (2013) bahwa langkah yang paling utama

dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Dengan

demikian pengumpulan data terkait dengan penelitian manajemen lalu lintas dalam rangka

mengatasi trouble spot harus memiliki teknik yang tepat dan relevan sehingga mendapat

keakuratan data yang otentik dan mampu menjawab semua pertanyaan dari penelitian ini.

Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk kegiatan

rencana penelitian adalah sebagai berikut :

3.3.1 Wawancara

28
Menurut Farouk Muhammad (2010) mengatakan bahwa secara umum yang disebut

wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilaksanakan dengan tanya

jawab secara lisan, sepihak, berhadap muka dan dengan arah tujuan yang telah ditentukan.

Penggunaan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara yang akan

dilakukan penulis memiliki sejumlah alasan karena dengan wawancara akan lebih banyak

memperoleh data dan informasi karena sifatnya langsung tertuju terhadap obyek

penelitian mengenai manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot di

simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama. Adapun kegiatan wawancara yang akan

dilakukan oleh peneliti yaitu dengan metode wawancara secara terpimpin (guide

Interview) atau wawancara terstruktur dan wawancara tidak terpimpin (unguide

interview) atau wawancara bebas. Pertimbangan dilakukannya wawancara bebas ini

jikalau ada sebuah informasi atau data mengenai manajemen lalu lintas yang belum

didapat oleh penulis atau masih ada keraguan terhadap beberapa obyek atau informan

yang diberikan kepada penulis sehingga sangat dimungkinkan untuk mencari obyek atau

informan lain untuk memperdalam materi penelitian guna penyempurnaan hasil

penelitian yang diharapkan oleh peneliti.

Metode wawancara tersebut mengharuskan penulis untuk membuat suatu pedoman

wawancara yang sebelumnya secara formal harus disampaikan secara bersama dengan

rencana atau proposal penelitian serta surat izin melakukan penelitian dari lembaga STIK-

PTIK ke obyek lokasi penelitian. Pedoman wawancara berguna sebagai panduan untuk

mendapatkan informasi agar wawancara dapat berjalan dengan baik dan informasi yang

dibutuhkan dapat dipenuhi.

29
3.3.2 Pengamatan (observasi).

Menurut Farouk Muhammad (2010), observasi adalah cara penghimpunan bahan-

bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek pengamatan.

Terkait dengan penjelasan diatas maka observasi adalah ciri khas dari penelitian

kualitatif, dimana peneliti harus terlibat dan terjun langsung dilapangan. Dalam rencana

penelitian ini penulis akan mencoba mengamati secara langsung ke lapangan tentang

bagaimana manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot di simpang Jalan

Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama, karena dengan melakukan observasi maka penulis

akan mampu memahami situasi secara faktual, memiliki pengalaman, mendapatkan

informasi-informasi terbaru yang mungkin tidak didapat dari responden, memperkaya

data primer maupun sekunder dan mendapatkan kesan secara pribadi selama proses

observasi berlangsung.

Adapun sasaran dalam teknik pengumpulan data melalui pengamatan atau

observasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

a. Mengamati fenomena yang ada di simpang Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama

serta mengukur situasi arus lalu lintas yang sedang berlangsung.

b. Mengamati sekaligus mempelajari kegiatan arus lalu lintas yang ada di Simpang Jalan

Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama.

3.3.3. Studi dokumen

Dokumen secara umum dapat diartikan sebagai catatan yang berisikan kenyataan,

bukti atau informasi. Menurut Farouk Muhammad (2010) bahwa studi dokumen atau

30
telaah dokumen adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menelaah

dokumen yang ada untuk mempelajari pengetahuan atau fakta yang hendak diteliti.

Tentunya studi dokumen ini adalah termasuk data sekunder karena fokus

pengumpulan data melalui dokumen-dokumen yang ada hubungan dengan penelitian.

Oleh karena itu guna melengkapi data dan informasi mengenai manajemen lalu lintas

dalam rangka mengatasi trouble spot maka harus mengunakan studi dokumen, dengan

beberapa dokumen yang diperlukan adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

b. Buku-buku ilmiah terkait dengan manajemen lalu lintas.

c. Artikel atau jurnal ilmiah terkait dengan manajemen lalu lintas.

d. Peraturan-peraturan terkait program manajemen lalu lintas.

e. Rencana kerja stakeholder terkait.

3.3.4. Triangulasi

Menurut Susan Stainback dalam Sugiyono (2013) menyatakan bahwa “the aim is

not to determine the truth about some social phenomenon, rather the purpose of

triangulation is to increase one’s understanding of what ever is being investigated”. Artinya

tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena tetapi

lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Jadi triangulasi konteksnya adalah ketika ada ketidakkonsistenan data atau

informasi dan tingginya rasa keingintahuan dari si peneliti terkait dengan obyek

penelitiannya. Oleh karena itu menurut pendapat penulis dalam penelitian mengenai

manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot perlu menggunakan teknik

31
pengumpulan data melalui triangulasi karena ini merupakan senjata terakhir jikalau ada

data atau informasi yang tidak lengkap sehingga memaksa peneliti untuk terjun kembali

ke lapangan dan melakukan klarifikasi atau mengecek data yang telah diperoleh dengan

melakukan kembali wawancara, observasi dan studi dokumen sehingga diharapkan data

mengenai strategi manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot menjadi

lebih lengkap dan timbul rasa kepuasaan peneliti terhadap apa yang telah ditelitinya.

3.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data pada penelitian dengan pendekatan kualitatif menurut Bogdan

dan Biklen (1982) seperti dikutip Moleong (2009 : 248) dapat diartikan bahwa upaya

yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya

menjadi satu satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang

dapat diceritakan kepada oranglain (dipergunakan).

Dalam penelitian kualitatif untuk teknik analisis data digunakan sebagaimana

dikemukakan oleh Hurberman terdiri atas 3(tiga) unsur utama yakni sebagai berikut:

3.4.1. Reduksi Data

Reduksi data adalah bagian dari proses analisis yaitu bentuk analisis untuk

mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan

mengatur data sehingga dapat dibuat kesimpulan. Reduksi data merupakan proses

seleksi, membuat fokus, menyederhanakan dan abstraksi dari data kasar yang ada dalam

catatan lapangan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, berupa

32
singkatan, pembuatan kode, memusatkan tema, membuat batas-batas persoalan dan

menulis memo (Farouk Muhammad dan Djaali 2005 : 97).

Sedangkan reduksi data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian strategi

manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot adalah untuk menyeleksi,

memfokuskan serta menyederhanakan data yang diperoleh dari wawancara dengan para

informan atau narasumber yang telah ditentukan seperti Kakorlantas Polri, Dirkamsel

Korlantas Polri, Dirlantas Polda Metro, Kasat Lantas Polres Jakarta Selatan, Kadishub dll.

Tak hanya itu reduksi data bisa digunakan pada penelusuran terhadap dokumen seperti

artikel, buku, laporan atau peraturan perundang-perundangan baik internal maupun

eksternal yang berhubungan dengan manajemen lalu lintas jika reduksi data dapat

dilakukan secara maksimal maka dapat diperoleh informasi yang sesuai dengan

permasalahan penelitian yang telah ditetapkan.

3.4.2 Sajian Data

Sajian data adalah susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu

kesimpulan penelitian. Dengan melihat sajian data, penulis akan memahami apa yang

terjadi serta memberikan peluang bagi penulis unutk mengadakan sesuatu pada analisis

atau tindakan lain berdasarkan pemahamannya. Penyajian data dilakukan dalam bentuk

matriks, gambar, skema, jaringan kerja tabel dan hasil wawancara maupun pengamatan

yang nantinya akan membantu menganalisis untuk mendapatkan gambaran yang jelas

serta mempermudah dalam menyusun kesimpulan (Farouk Muhammad dan Djaali, 2005 :

98).

33
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik sajian data guna mempermudah

proses analisa terhadap data yang telah diperoleh baik dari dokumen-dokumen,

pengamatan maupun wawancara terkait manajemen lalu lintas sehingga akan membantu

menyusun kesimpulan dari permasalahan penelitian yang ditetapkan oleh penulis.

3.4.3. Penarikan Kesimpulan

Ketika memulai pengumpulan data, penulis harus sudah mulai memahami makna

dari hal-hal yang ditemui dengan mencatat keteraturan, pola-pola pernyataan dari

berbagai konfigurasi yang mungkin, arah hubungan kausal dan preposisi. Kesimpulan

akhir pada pendekatan penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali setelah proses

pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang dibuat perlu diverifikasi dengan cara

melihat dan mempertanyakan kembali sambil meninjau secara sepintas pada catatan

lapangan untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat (Farouk Muhammad dan

Djaali, 2005 : 98).

Pada tahap akhir analisis data terhadap hasil dari wawancara,

pengamatan/observasi dan studi dokumen mengenai manajemen lalu lintas dalam

mengatasi trouble spot yang dilakukan oleh BNPT maka tindakan penulis harus

melakukan penarikan kesimpulan terhadap analisis dimaksud guna menjawab semua

permasalahan penelitian yang ada. Tentunya penarikan kesimpulan dapat meliputi :

Pertama, hasil dari mengekplorasi trouble spot lalu lintas yang terjadi di simpang Jalan

Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama. Kedua, implementasi dari program manajemen lalu

lintas dalam rangka mengatasi trouble spot. Ketiga, faktor-faktor yang mempengaruhi

34
implementasi manajemen lalu lintas dalam rangka mengatasi trouble spot di simpang

Jalan Teuku Nyak Arief Kebayoran Lama.

35
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

A.S Harnby, Oxford Advance : dictionary of current English, Oxford University Press, UK,

2000, hal. 691

Agustino, leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta : Bandung.

Atmojo, T. dan Pujiati, A. 2016. Analisis Pengaruh Kebijakan Harga BBM, Jumlah Sepeda

Motor, Pendapatan Perkapita Terhadap Konsumsi Premium. Economics

Development Analysis Journal (EDAJ). 5(3), 348-355.

Bungin, burhan (ed). 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis

Kearah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta : PT Raja Grafindo persada.

Chapin, Jr, F. Stuart and Edward Kaiser. 1995. Urban Land Use and Planning.

Fourth Edition. Illinois: University of Illinois Press.

Creswell. 2010. Research design : pendekatan kualitatif, kuantitatif dan mixed. Jakarta :

granedia pustaka utama.

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1996. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta:

Departemen Pekerjaan Umum

Farouk Muhammad dan H. Djaali. 2010. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PTIK Press

Morlok, Edward K. 1995. Pengantar Teknis dan Perencanaan Transportasi. Alih bahasa:

Johan Kelanaputra Hainim. Editor: Yani Sianipar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Robert K. Yin. 2014. Studi Kasus : Desain dan Metode. Jakarta. Rajawali Pers. Hal 1

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen. Bandung:ALFABETA

36
Sumadi, 2006, Kemacetan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Veteran Kota Brebes, Tesis, Magister

Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, Semarang.

Warpani, Suwardjoko.1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung.

Penerbit: ITB.

Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta. Penerbit:

Pustaka Pelajar.

37

Anda mungkin juga menyukai