Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

MANAJEMEN RISIKO DALAM RUANGAN INTENSIV CARE UNIT


(ICU)

FASILITATOR :
EKO ARI BOWO,S. KMM.KKK

OLEH :
ALVINA TIAS DANI ERIKMETIKA
(2002013072)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul " MANAJEMEN RISIKO DALAM
RUANGAN INTENSIV CARE UNIT (ICU)" sesuai waktu yang ditentukan.

Makalah ini penulis susun sebagai salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja di Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
Dalam penyusunan, penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak/ Ibu
:
1. Dr. Abdul Aziz Alimul Hidayat, S.Kep, Ns, M.Kes , selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
2. Arifal Aris, S.Kep, Ns, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
3. Suratmi, S.Kep, Ns, M. Kep, selaku Ketua Program Studi lImu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Lamongan.
4. Eko Ari Bowo,S. KMM.KKK selaku dosen mata kuliah Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja yang banyak memberikan petunjuk , saran, dorongan moril selama penyusunan
makalah ini.
5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam
terselesaikannya makalah ini.

Semoga Allah SWT memberi balasan pahala atas semua amal kebaikan yang diberikan.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan, akhimya penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.

Lamongan, 12 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….…..I
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….……....II
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………....…..1
A. Latar Belakang………..……………………………………………………..………….1
B. Tujuan………….……..……………………………………………………...…………3
C. Manfaat……..……….………………………………………………………..………...3
D. Metode Penulisan……………………………………………………………………….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………….…………………………………….……….….4
A. Konsep Manajemen Keperawtaan………………………………………………………4
B. Konsep Patient Safety……………………………………………………………….….13
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………...…....15
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………......15
B. Saran…………………………………………………………………………………….15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………......………...16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Perkembangan dan pertumbuhan rumah sakit semakin meningkat pesat setiap
tahunnya, sehingga masing-masing rumah sakit perlu mempertahankan kualitas
pelayanannya (Andini, 2006). Kualitas pelayanan yang baik dari suatu rumah sakit tidak
terlepas dari proses, peran dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan yang baik
pula.
Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada termasuk sumber
daya manusia (Ratiza, 2013). Menurut Gillies (2004), manajemen keperawatan adalah proses
pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan
asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
Komponen utama dalam manajemen keperawatan adalah fokus pada sumber daya
manusia dan materi secara efektif. Tujuan dari manajemen keperawatan untuk meningkatkan
dan mempertahankan kualitas pelayanan keperawatan, untuk kepuasan pasien melalui
peningkatan produktifitas dan kualitas kerja perawat. (Nursalam, 2000). Konsep yang harus
dikuasai dalam manajemen adalah konsep tentang pengelolaan perubahan, konsep
manajemen keperawatan, perencanaan yang berupa rencana strategi melalui pendekatan
pengumpulan data, analisa SWOT, dan menyusun langkah-langkah perencanaan, melakukan
pengawasan dan pengendalian (Nursalam, 2000).
Salah satu pengendalian yang dilakukan dalam mengelola ruangan yaitu kemampuan
dalam mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah
tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Dalam pemberian pelayanan
yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki kemampuan untuk mencegah
infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup
setiap aspek penanganan pasien (Soeroso, 2007).
Masalah infeksi nosokomial makin banyak mendapat perhatian karena di samping
dapat meningkatkan morbilitas maupun mortalitas, juga menambah biaya perawatan dan
obat-obatan, waktu dan tenaga yang pada akhirnya akan membebani pemerintah atau rumah
sakit, personil rumah sakit maupun penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan
dengan kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan yang justru menekankan peningkatan
efisiensi pelayanan kesehatan.

1
Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAI) adalah
infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di rumah sakit (WHO,
2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi nosocomial merupakan infeksi yang terjadi di
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Pasien, petugas
kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko
terjadinya infekşi nosokomial, karena infekşi ini dapat menular dari pasien ke petugas
kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien (Husain,
2008).
Infeksi nosokomial terjadi diseluruh dunia, termasuk dinegara Negara berkembang
maupun negara miskin. Sebuah survei mengenai prevalensi infeksi nosokomial yang
dikelola WHO, pada 55 rumah sakit di 14 negara yang dibagi menjadi 4 wilayah, yakni
Eropa, Mediterranian Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, menunjukkan bahwa sekitar
8,7 % rumah sakit pasien mengalami infeksi nosokomial, pada survei lain menyatakan
sekitar 1,4 juta pasien di seluruh dunia mengalami infeksi nosokomial. Penelitian tersebut
dilaporkan frekuensi paling tinggi terjadi pada rumah sakit di Mediterranian Timur sebesar
11,8 %, diikuti oleh wilayah Asia Tenggara 10%, kemudian wilayah Pasifik Barat 9,0% dan
diikuti Eropa 7,7 %.
Tingginya angka kejadia infeksi nasikomnial disebabkan oleh berbagai hal dan salah
satunya penularan dapat terjadi melalui tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang
paling utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat secara langsung
karena tangan yang kurang bersih atau secara tidak langsung melalui peralatan yang invasif.
Menurut NNIS (National Nasocomial Infection Supervilence) menyatakan 3 sampai 10 %
dari seluruh penderita yang dirawat di RS menjadi korban infeksi nosokomnial dan 90%
infeksi nosokomnial disebabkan oleh bakteri dan selebihnya disebabkan oleh virus dan
jamur. Banyaknya faktor yang menyebkan terjadinya infeksi nosocomial menuntut
kemampuan perawat untuk mencegah tranmisi infeksi di rumah sakit dan upaya
pencegahannya. Perawat berperan dalam pencegahan infeksi nosokomial, hal ini disebabkan
perawat merupakan salah satu anggota tim kesehatan yang berhubungan langsung dengan
klien dan bahan infeksius di ruang rawat. Perawat juga bertanggung jawab menjaga
keselamatan klien di rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma, dan
melalui penyebaran infeksi nosokomial (Handiyani,2000). Di ruang UGD aktifitas seorang
perawat dituntut sangat cepat dan tepat, hal ini sering menyebabkan perawat kurang
memperhatikan aspek aseptik dalam melakukan tindakan keperawatan. Salah satu tindakan
aseptic yang dapat dilakukan prawat dalam meminimalisasi kejadian infeksi nosokomial
adalah dengan mencuci tangan. Tindakan mencuci tangan secara benar dapat mengurangi
kejadian infeksi nosokomial. Selain itu, perawat juga harus memperhatikan peralatan yang
kurang steril, air yang terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman,
yang sering meningkatkan risiko infeksi nosocomial (Utje, 1993).

2
B. TUJUAN
Untuk mengetahui manajemen resiko pada ruang UGD

C. MANFAAT PENULISAN
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi :
1. RSUD Depok
Sebagai bahan informasi tambahan dan masukan dan masukan dalam rangka
untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam pelayanan rumah sakit dan
kualitas manajemen di setiap ruangan.
2. UGD RSUD Depok
Sebagai masukan dan informasi kepada perawat untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Mahasiswa Keperawatan
Sebagai masukan dan informasi bagi mahasiswa praktik untuk meningkatkan
pengetahuan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien.

4. Masyarakat
Meningkatkan kepuasan dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan di unit
rawat inap.

D. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi literatur yaitu pengetahuan
dari buku-buku, internet berupa jurnal-jurnal penelitian. Selain itu, penulis juga
menggunakan informasi-informasi yang didapat dari hasil observasi dan wawancara di
ruangan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MANAJEMEN KEPERAWATAN

a. Defenisi
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi
sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai
tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000).
Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen keperawatan dapat
didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan
dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap
yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian
(Marquis dan Huston, 2010). Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen
keperawatan adalah kelompok dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha
keperawatan yang pada akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana
perawat manajer menjalankan profesi mereka.
Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat
pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan bahwa
lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan dan
manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan
di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga tingkatan manajerial
yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan), manajemen menegah (kepala
unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen bawah (kepala ruang perawatan).
Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer keperawatan
melaksanakan peran dan fungsinya.
Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk memberikan
pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager keperawatan adalah
merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi keuangan yang ada, peralatan
dan sumber daya manusia untuk memberikan pengobatan yang efektif dan ekonomis
kepada pasien (Gillies, 2000).

b. Prinsip-prinsip Manajemen Keperawatan


Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan untuk
memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000) menyatakan bahwa prinsip-
prinsip manajemen keperawatan sebagai berikut :

4
1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan.
2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif.
3. Manajemen adalah pembuatan eputusan.
4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer perawat
5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan sosial.
6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian.
7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat sosial, disiplin,
dan bidang studi.
8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari lembaga, dan
lembaga dimana organisasi itu berfungsi.
9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan.
10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin.
11. Manajemen keperawatan memotivasi.
12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif.
13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.

c. Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan

Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk menyikapi


posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas mengenai
manajemen (Suarli dan Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama sekali diidentifikasi
oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi, perintah, koordinasi, dan
pengendalian. Luther Gulick (1937) memperluas fungsi manajemen fayol menjadi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), personalia (staffing),
pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordinating), pelaporan (reporting), dan
pembiayaan (budgeting) yang disingkat menjadi POSDCORB. Akhimya, fungsi
manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai proses manajemen yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, pengawasan (Marquis dan
Huston, 2010). Fungsi manajemen menurut G.R. Terry adalah planning, organizing,
actuating, dan controlling, sedangkan menurut S.P. Siagian fungsi manajemen terdiri
dari planning, organizing, motivating, dan controlling (Suarli dan Bahtiar, 2009).

d. Perencanaan Kegiatan Keperawatan


Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah
koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses
manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan
(Huber, 2000). Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang
diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang akan
datang oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Siagian,
1992). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu

5
keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana, berapa, dan
bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat ditinjau dari
proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan memberikan informasi untuk
mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif (Swanburg, 2000).
Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong pengelolaan sumber yang
ada dimana kepala ruangan harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang dan tujuan
jangka pendek serta melakukan perubahan (Marquis dan Huston, 2010). Suarli dan
bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan sangat penting karena mengurangi
ketidakpastian dimasa yang akan datang, memusatkan perhatian pada setiap unit yang
terlibat, membuat kegiatan yang lebih ekonomis, memungkinkan dilakukannya
pengawasan.
Fungsi perencanaan pelayanan dan asuhan keperawatan dilaksanakan oleh kepala
ruang. Swanburg (2000) menyatakan bahwa dalam keperawatan, perencanaan
membantu untuk menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan keperawatan yang
mereka inginkan. Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap akan memberi
petunjuk dan mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan
pelayanan dan asuhan keperawatan kepada klien. Perencanaan di ruang rawat inap
melibatkan seluruh personil mulai dari perawat pelaksana, ketua tim dan kepala ruang.
Tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal
(Marquis dan Huston, 2010).

1. Pendekatan Perencanaan
a. Perencanaan inside-out dan perencanaan outside-in
b. Perencanaan top-down dan perencanaan bottom-up
c. Perencanaan contingency

2. Dasar –dasar Perencanaan Yang Baik


a. Perencanaan inside-out dan perencanaan outside-in
b. Perencanaan top-down dan perencanaan bottom-up
c. Perencanaan contingency

3. Dasar-Dasar Perencanaan yang Baik


a. Forecasting
b. Penggunaan scenario
c. Benchmarking
d. Partisipasi dan keterlibatan
e. Penggunaan staf perencana

6
a. Memandang Proses Perencanaan Sebagai Suatu Rangkaian
Kegiatan Yang Harus Dijawab Dengan Memuaskan ( 5 W +1 H ) Yaitu :
1. "What" atau apa kegiatan-kegiatan yang harus dijalankan dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan ?
2. “Who" atau siapa yang akan menjalankan kegiatan-kegiatan tersebut?
3. "Where" atau dimana kegiatan-kegiatan tersebut hendak dilaksanakan?
4. "When" atau kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan ?
5. "Why" tau mengapa kegiatan tersebut perlu dilaksanakan?
6. "How" atau bagaimana cara melaksanakan kegiatan tersebut?

b. Langkah-Langkah Perencanaan

1. Pengumpulan data
2. Analisa lingkungan (Analisa SWOT : S = Strength, W = Weakness, O =
Opportunities, T = Threaths)
3. Pengorganisasian data: pilih data yang mendukung dan menghambat
4. Menetapkan dan memprioritaskan masalah.

c. Memandang Proses Perencanaan Sebagai Suatu Masalah Yang


Harus Diselesaikan Dengan Menggunakan Langkah-Langkah
Berikut :
1. Mengetahui sifat hakiki dari masalah yang dihadapi.
2. Mengumpulkan data-data yang akurat sebelum menyusun rencana.
3. Menganalisa dan menginterpretasi data yang telah terkumpul
4. Menetapkan beberapa alternatif penyelesaian masalah.
5. Memilih cara yang terbaik untukmenyelesaikan masalah
6. Melaksanakan rencana yang telah disusun
7. Menilai hasil yang telah dicapai

d. Tujuan Perencanaan
1. Meningkatkan pencapaian tujuan dan kesuksesan yang difokuskan pada
hasil bukan pelaksanaan.
2. Menuntut kita untuk berpikir kritis dan mengevaluasi alternative-alternatif
yang bisa mengembangkan atau mengubah keputusan.
3. Membentuk suatu struktur untuk pengambilan keputusan yang konsisten
sesuai dengan tujuan organisasi.
4. Mengajak atau menggerakan orang-orang untuk bekerja atau bertindak aktif
daripada bersikap reaktif.

7
5. Mengatur kegiatan hari-perhari atau kegiatan jangka pangjang yang
terfokus.

e. Karakteristik Perencanaan
1. Proses Pembuatan Rencana
a. Menetapkan tujuan
b. Observasi dan analisa lingkungan
c. Menganalisa kemungkinan-kemungkinan
d. Membuat sintesa
2. Bentuk-Bentuk Perencanaan
a. Rencana Global (Global Plan)
b. Rencana Strategik (Strategic Plan)
c. Rencana Operasional (Operational Plan)
3. Jenis Perencanaan Berdasarkan Waktu :
a. Perencanaan Jangka Panjang (10-25 th)
b. Perencanaan Jangka Menengah ( 5-10 th)
c. Perencanaan Jangka Pendek ( 1-5 th)

e. Pengorganisasian Keperawatan
Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah
langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan,
menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan
kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Huber (2000)
menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan
material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat juga untuk
mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain. Pengorganisasian dapat
dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan wadah kegiatan sekelompok
orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara dinamis merupakan suatu aktivitas dari
tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli
dan Bahtiar, 2009).
Manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci semua pekerjaan
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, pembagian beban kerja sesuai dengan
kemampuan perorangan/kelompok, dan mengatur mekanisme kerja antar masing-
masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi (Huber, 2000). Marquis dan
Huston (2010) menyatakan bahwa pada pengorganisasian hubungan ditetapkan,
prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan. Prinsip-prinsip

8
organisasi saling ketergantungan dan dinamis. Kepala ruangan dapat menciptakan
lingkungan yang meransang dalam praktik keperawatan.
Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Swanburg (2000) adalah :
1. Prinsip rantai komando
Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota
efektif secara ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan. Komunikasi
cenderung ke bawah dan satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando
ini datar,dengan garis manajer dan staf teknis serta administrasi yang mendukung
perawat pelaksana.
2. Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang perawat pelaksana
mempunyai satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan primer dan manajemen
kasus mendukung prinsip prinsip kesatuan komando ini.
3. Prinsip rentang kontrol
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat mengawasi
secara efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Pada prinsip ini, makin
kurang pengawasan yang diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih
banyak pengawasan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan
harus lebih banyak mengkoordinasikan.
4. Prinsip spesialisasi
Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus menampilkan
satu fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi kerja atau pembagian tugas
yang membentuk departement.

f. Ketenagaan Keperawatan
Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam manajemen
keperawatan. Swanburg (2000) menyatakan bahwa pengaturan staf keperawatan
merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan
jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan
keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya. Manajer bertanggung jawab
dalam mengatur sistem kepegawaian secara keseluruhan (Gillies, 2000). Ketenagaan
adalah kegiatan manajer keperawatan untuk merekrut, memimpin, memberikan
orientasi, dan meningkatkan perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi
(Marquis dan Huston, 2010). Ketenagaan juga memastikan cukup atau tidaknya tenaga
keperawatan yang terdiri dari perawat yang profesional, terampil, dan kompeten.

9
Kebutuhan ketenagaan dimasa yang akan datang harus dapat diprediksi dan suatu
rencana harus disusun secara proaktif untuk memenuhi kebutuhan.
Manager harus merencanakan ketenagaan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan asupan pasien. Upaya harus dilakukan untuk menghindari kekurangan dan
kelebihan personalia saat ada fluktuasi jumlah dan akuitas pasien. Kebijakan prosedur
ketenagaan dan penjadwalan harus tertulis dan dikomunikasikan kepada semua staf.
Kebijakan dan penjadwalan tidak boleh melanggar undang-undang ketenagakerjaan
atau kontrak pekerja. Kebijakan ketenagaan harus yang ada harus diteliti secara berkala
untuk menentukan apakah memenuhi kebutuhan staf dan organisasi. Upaya harus terus
dilakukan agar dapat menggunakan metode ketenagaan dengan inovatif dan kreatif
(Marquis dan Huston, 2010).

a. Perencanaan Tenaga Keperawatan


1. Perencanaan tenaga atau "staffing" merupakan salah satu fungsi utama seorang
pimpinan organisasi termasuk organisasi keperawatan.
2. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya. Hal ini terkait erat dengan bagaimana seorang pimpinan
merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.

b. Langkah-Langkah Perencanaan Tenaga Keperawatan (Gillies, 1989) Meliputi :


1. Mengidentifikasi bentuk dan beban pdayanan keperawatan yang akan diberikan.
2. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan
pelayanan keperawatan.
3. Menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan.
4. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.
5. Melakukan seleksi calon-calon yang ada.
6. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau "Shiff".
7. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan
keperawatan.

g. Pengarahan Keperawatan
Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha memotivasi,
membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi (Marquis dan
Huston, 2010). Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau dan
menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan efisien mencapai
tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif akan meningkatkan dukungan perawat
untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan dan tujuan asuhan keperawatan
(Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan dengan kegiatan orang lain
mengarahkan, bersamaan dengan komunikasi dan kepemimpinan (Huber, 2006).

10
h. Pengendalian Keperawatan
Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan
yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan
(Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana, proses,
dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Huber,
2006). Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan standar yang telah
ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi ketidak cocokan antara standar dan
kinerja (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan
sunber daya lebih efisien dan staf dapat lebih efektif untuk mencapai tujuan program
(Muninjaya, 2004). Prinsip pengawasan yang harus diperhatikan manager keperawatan
dalam menjalankan fungsi pengendalian (Muninjaya, 2004) adalah:
1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya mudah diukur
2. Pengawasan merupakan kegiatan penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi
3. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf.

i. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang
dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai dari perawat
pelaksana, ketua tim, dan kepala ruangan. Sebelum melakukan perencanaan terlebih
dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi, sumber-sumber organisasi,
kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritas (Swan burg, 2000). Kepala
ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi terkait perencanaan
(Marquis dan Huston, 2010).
Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan kebutuhan
tenaga dan penugasan tenaga, pengembangan tenaga kebutuhan logistik ruangan,
program kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian tujuan jangka pendek,
menengah dan panjang. Disamping itu kepala ruang merencanakan kegiatan di ruangan
seperti pertemuan dengan staf pada permulaan dan akhir minggu. Tujuan pertemuan
adalah untuk menilai atau mengevaluasi kegiatan perawat sudah sesuai dengan standar
atau belum, sehingga dapat dilakukan perubahan-perubahan atau pengembangan dari
kegiatan tersebut (Swanburg, 2000).
Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan menurut Suarli dan Bahtiar
(2009), yaitu:
1. Meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan masa depan
(peluang dan tantangan).
2. Menetapkan tujuan (estabilishing objektive), menyusun acara yang urutan
kegiatannya menurut skala prioritas.

11
3. Menyusun jadwal pelaksanaan (scheduling), misalnya
menetapkan/memperhitungkan waktu dengan tepat.
4. Menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber yang tersedia
(uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu dengan tepat.
5. Mengembangkan prosedur, misalnya menentukan tata cara yang paling tepat.
6. Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and estabilishing policy),
misalnya menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan kebijakan operasional.

12
B. KONSEP PATIENT SAFETY
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)
Setiap tahun menetapkan "National Patient Safety Goals" (sejak 2002), Juli 2003:
Menerbitkan Pedoman "The Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery", Maret 2005 mendirikan InternationalCenter for Patient
Safety. (JCAHO-Joint Comm. On Accreditation for Healthcare Organization - USA)
WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang mendorong negara
untuk memberikan perhatian kepada problem Patient Safety meningkatkan keselamatan dan
sistem monitoring. Pada bulan Oktober 2004, WHO dan berbagai lembaga mendirikan
"World Alliance for Patient Safety" dengan tujuan mengangkat isu Patient Safety Goal "First
do no harm" dan menurunkan morbiditas, cedera dan kematian yang diderita pasien. WHO:
World Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004). Enam tujuan penanganan
patient safety menurut Joint Commission International lain: mengidentifikasi pasien dengan
benarmeningkatkan komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari high-alert
medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien,
mengurangi risiko infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi risiko terjadinya kesalahan
yang lebih buruk pada pasien.
Salah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh pasien dalam
organisasi perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan. Pengobatan dengan risiko
yang paling tinggi yang menyebakan luka melalui penyalahgunaan (meliputi kemoterapi,
konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV digoxin, dan adrenergic agonists) adalah dkenal
sebagai "high-alert drugs". Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak menjadi lebih
banyak dengan obat-obatan tersebut dibandingkan obat yang lainnya, mungkin berhubungan
dapat juga lebih menghancurkan atau memperburuk. Pada tahun 1999, sekitar 160 organisasi
perawat kesehatan melalui United States-based Institute for Safe Medication Practices
(ISMP), lima pengobatan yang sering terjadi dan hasil yang salah dalam kematian atau
masalah yang serius yang mana adalah Insulin, Opiates and narcotics, Injectable potassium
chloridelphosphate concentrate, Intravenous anticoagulants (heparin) dan sodium chloride
solutions di atas 0.9%. Obat-obatan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam
penanganan pada pasien untuk memastikan patient safety. Seperti, potassium chloride (2
mEq/ml atau konsentrasi yang lebih), pothasium phosphate, sodium chloride (0,9%) atau

13
dengan konsentrasi lebih), dan magnesium sulfate (50% atau konsentrasi lebih). Kesalahan
ini dapat juga muncul ketika angota staf tidak engan benar mengorientasikan ke unit
perawatan pasien, ketika perawat kontrak dan digunakan dan tidak berorientasi dengan benar,
atau selama keadaan gawat darurat.

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk mencegah potensi
kesalahan atau kesalahan medis, baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu, ini
sistem akan mencegah cedera pasien karena kesalahan yang disebabkan oleh jumlah tindakan
diambil. Seperti yang dijelaskan dalam Handbook National Safety Patient Hospital
(Keselamatan Pasien) Departemen Kesehatan tahun 2006, keselamatan pasien rumah sakit
adalah sistem yang bertujuan untuk membuat perawatan pasien lebih aman. Untuk mencapai
tujuan tersebut, diperlukan rujukan sebagai bentuk penerapan keselamatan pasien di rumah
sakit yaitu standar keselamatan pasien. Menteri Kesehatan No. 1691 /Menkes/ Per/VIII/2011
disebutkan bahwa ada 7 standar keselamatan pasien: Hak pasien, Mendidik pasien dan
keluarga, Keselamatan pasien dan layanan keberlanjutannya, penggunaan metode
peningkatan kinerja untuk evaluasi dan perbaikan program keselamatan pasien, peran
kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan
pasien, dan komunikasi yang merupakan kunci untuk staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Risiko adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak pasti yang dapat
mengakibatkan kerugian peluang. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang diperlukan untuk
menghindari dan meminimalkan risiko dengan melakukan analisis risiko, suatu metode
analisis yang meliputi: faktor penilaian, karakterisasi, komunikasi, manajemen dan kebijakan
terkait dengan identifikasi bahaya, proyeksi risiko, penilaian risiko, dan risiko pengelolaan.
Identifikasi risiko merupakan langkah awal dalam melakukan analisis risiko.
Mempertaruhkan identifikasi sering dikategorikan ke dalam Perawatan pasien Staf medis
terkait risiko dan risiko terkait. Selanjutnya, kita dapat melakukan analisis risiko di UGD
menggunakan agrading assessment risk analysis yang merupakan metode analisis kualitatif
untuk menentukan tingkat risiko suatu peristiwa berdasarkan dampak dan probabilitas.
Sehingga diharapkan identifikasi risiko dapat memprediksi dan mengidentifikasi potensi
risiko yang terjadi di Instalasi Gawat Darurat untuk mengurangi terjadinya dari kecelakaan
pasien.

B. SARAN
Dalam melakukan penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, saya berharap
untuk pembaca berkenan memberikan masukan serta saran untuk memperbaiki. Semoga
dengan disusunnya makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan bagi pembaca maupun
penyusun

15
DAFTAR PUSTAKA

Griffin, Don. 2006. Hospitals, What They Are and How They Work. 3rd Ed. Jones
and Bartlett Publ. Boston.
Wolper, Lawrence F. 2011. Health Care Administration, Managing Organized
Delivery System. 5th Ed. Jones and Bartlett Publ. Boston.
Showalter, J. Stuart. 2008. The Law Of Healthcare Administration. 5th Ed. The
Foundation of the American College. United States.
Hooton TM. 2010 Nosocomial urinary tract infection. In: Mandell GL, Bennet JE,
Dolin R. Mandell, Douglas,and Bennett's principles and practice of infections diseases, 7th
edition. Churcill Livingstone Elsevier.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Panduan Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Jakarta, Indonesia.
Nurzakiah, Andi. (2016). "Manajemen Risiko Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Jurnal Program Magister Farmasi Universitas Padjajaran.

1
DAFTAR RISIKO DI RUMAH SAKIT x
Unit Kerja/Area : UGD
Tanggal Penilaian
Pelaksanaan Identifikasi Risiko dilakukan dengan melihat potensi adanya suatu kejadian yang berdampak negatif dan mempengaruhi
pencapaian tujuan yang ingin dicapai . Kemudian ditentukan prioritas risiko untuk membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil
Keterangan
analisis risiko. Analisis risiko dilakukan dengan menghitung asumsi probabilitas kejadian (PELUANG) , besaran dampak (AKIBAT) dan asumsi
frekuensi terjadi (FREKUENSI) serta score/tingkat risiko adalah hasil perkalian P x F x A.

IDENTIFIKASI BAHAYA PENILAIAN RISIKO PENETAPAN PENGENDALIAN


Penilaian Risiko RISIKO
Kriteria
No. Unit kerja/Area Risiko Dampak Keterangan
P F A NR Risiko
Contoh
Tindakan perbaikan dapat
dijadwalkan kemudian dan Mereview SPO yang sudah ada
Insiden kesalahan
1 Rawat Inap Perawatan pasien 3 2 7 42 Menengah penanganan cukup kemudian melakukan prosedur sesuai
identifikasi pasien
dilakukan dengan dengan SPO
prosedur yang ada
Lanjutkan buat 5 contoh / Risiko asuhan pasien
Melakukan triase apabila
Keterlambatan Membahayakan ondisi Substant Merujuk ke rsu untuk penanganan lebih
1 UGD 6 3 7 126 pasien dating daklam jumlah
Penanganan pasien ial lanjut
banyak
Keterlambatan Membahayakan kondisi meneng Membahayakan kondisi Menyediakan alatmedis yg dapat
2 UGD 1 3 7 21
penanganan pasien ah pasien digunakan
Ruangan dan alat UGD meneng Melakukan sterilisasi alat dan
3 UGD infeksi 6 3 3 54 Pemberian obat-obatan antibiotik
yang terkontaminasi ah ruangan
Reaksi anafilaktik atau Selalu menanyakan riwayat
meneng
4 UGD Alergi obat bahkan dapat terjadi 6 1 7 42 alergi pasien kepda yang Pemberian obat-obatan live safing
ah
syok anafilaktik bersangkutan
Keterbatasan Sedikit pasien yang bias
substant Menyediakan alat-alat Merujuk lke rsu untuk diagnose lebih
5 UGD pemeriksaan dideteksi dini dengan 6 3 7 126
ial pemeriksaan penunjang lanjut
penunjang penyakitnya

Peluang ( P ) Pajanan ( F) Konsekuensi ( K ) Nilai Risiko (NR) Di buat oleh :


10 - Hampir pasti 10- Terus menerus 100 - Malapetaka >400 - Sangat tinggi
6 - Mungkin terjadi 6 - Sering 40 - Bencana 200-400- Tinnggi
3 - Tidak biasa namun dapat terjadi 3 - Kadang-kadang 15 - Sangat serius 70-199 - Substantial
1 - Kecil kemungkinanya 2 - Tidak sering 7 - Serius 20-69 - Menengah Disetujui oleh :
0,5 - Sangat kecil kemungkinanya 1 - Jarang 3 - Ringan <20 - Rendah
0,1 - Secara praktek tidak mungkin terjadi 0,5 - Sangat jarang 1 - Sangat Ringan

1
0 - Tidak terpapar

2
DAFTAR RISIKO DI RUMAH SAKIT x
Unit Kerja/Area :
Tanggal
Penilaian
Pelaksanaan Identifikasi Risiko dilakukan dengan melihat potensi adanya suatu kejadian yang berdampak negatif dan mempengaruhi pencapaian tujuan yang
ingin dicapai . Kemudian ditentukan prioritas risiko untuk membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko. Analisis risiko dilakukan
Keterangan
dengan menghitung asumsi probabilitas kejadian (PELUANG) , besaran dampak (AKIBAT) dan asumsi frekuensi terjadi (FREKUENSI) serta score/tingkat risiko
adalah hasil perkalian P x F x A.

IDENTIFIKASI BAHAYA PENILAIAN RISIKO PENETAPAN PENGENDALIAN RISIKO


Unit Penilaian Risiko
No. Risiko Dampak Kriteria Risiko Keterangan
kerja/Area P F A NR
Contoh
Perlu mendapat perhatian dari
Needle stick
Rawat terkena manjemen puncak dan Melengkapi SPO dan Kebijakan yang diperlukan, Pengadan alat
1 injury/tertusuk alat 6 6 7 252 Tinnggi
Jalan Hepatitis tindakan perbaikan segera di pelindung diri, Sosialisasi dan pelatihan prosedur kerja yang aman.
tajam lainnya
lakukan.
Lanjutkan buat 5 contoh / Risiko staff medis (perawat)
Terinfeksi penyakit
1 UGD infeksi 6 2 15 180 substantial Melakukan sterilisasi alat medis Mengonsumsi obat-obatan antibiotic
pasien
Tertusuk Luka dan terinfeksi Menggunakan APD dengan tepatdan
2 UGD 6 2 15 180 substantial Mengonsumsi antibiotic
benda tajam penyakit pasien benar
Keterbatasan Meningkatkan Menyediakan APD yang memadai di Lebih hati-hati dalam melakukan pelayanan dan pemeriksaan
3 UGD 6 3 15 270 tinggi
APD resiko infeksi UGD kepada pasien
Alat dan
Meningkatkan
sarana medis Melkukan sterilisasi alat medis apabila
4 UGD resiko penyebaran 6 0,5 15 45 menengah Sterilisasi alat medis yang sudh terkontaminasi
yang ingin digunakan kembali
infeksi
terkontaminasi
Meningkatkan
Limbah Pemilahan sampah medis dan non
5 UGD resiko penyebaran 6 2 15 180 substantial Sterilisasi alat medis yang sudah terkontaminasi
infeksius medis sertabendatajam
penyakit

Konsekuensi Di buat oleh :


Peluang ( P ) Pajanan ( F) Nilai Risiko (NR)
(K)
10- Terus
10 - Hampir pasti 100 - Malapetaka >400 - Sangat tinggi
menerus
6 - Mungkin 40 -
6 - Sering 200-400- Tinnggi
terjadi Bencana
3 - Tidak biasa namun dapat 3 - Kadang-
15 - Sangat serius 70-199 - Substantial
terjadi kadang

3
DAFTAR RISIKO DI RUMAH SAKIT x
7 - Disetujui oleh :
1 - Kecil kemungkinanya 2 - Tidak sering 20-69 - Menengah
Serius
0,5 - Sangat kecil kemungkinanya 1 - Jarang 3 - Ringan <20 - Rendah
0,1 - Secara praktek tidak 0,5 - Sangat
1 - Sangat Ringan
mungkin terjadi jarang
0 - Tidak
terpapar

4
5

Anda mungkin juga menyukai