Sesungguhnya persoalan tujuan hidup manusia diciptakan oleh Allah SWT telah ditegaskan dalam Surat Adz Dzariyat ayat 56: وما خلقت الجن واالنسن اال ليعبد& ون Artinya : Dan tiadaklah Aku ciptakan jin dan manusi itu kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku. Ayat tersebut di atas menegaskan bahwa yang paling mengetahui dan tepat untuk menentukan tujuan hidup manusia hanyalah Allah SWT karena Dia yang menciptakan manusia. Apabila tujuan hidup manusia ditanyakan kepada manusia akan menemukan jawaban yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan akalnya, ada yang mengatakan tujuan hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan , untuk berbuat baik dengan sesame manusia, untuk mengabdi kepada bangsa dan negara, mengabdi kepada ilmu pengetahuan, memajukan ekonomi,hukum, bahkan ada yang menganggap tujuan hidup manusia untuk makan, kawin, beranak dan kemudian meninggal. Semua rumusan tujuan hidup manusia yang dikemukakan manusia berdasarkan akalnya itu cendrung bersifat duniawi semata, sama sekali tidak menyinggung aspek ukhrawi atau aspek ketuhanan Selain itu rumusan tujuan hidup manusia yang didasarkan akal semata menunjukkan tidak mampunya akal untuk mengetahui keuntungan yang hakiki yang telah ditetapkan oleh Allah yaitu kebahagiaan di akhirat. Kemampuan akal hanya memburu kebahagiaan dunia semata, padahal dunia sifatnya fana, tidak kekal, sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-‘Ala ayat 17 yang artinya : “Pdahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” Sehubungan dengan kehidupan dunia dan akhirat tersebut lebih ditegaskan dalam surat Al-Ankkabut ayat 64 yang artinya: “Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah senda gurau dan permainan saja. Sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau merekan mengetahui”. Sehubungan dengan tujuan hidup manusia ini Khalifah Ali bin Abi Thalib menegaskan :”Siapa yang cita-cita hidupnya hanya untuk apa-apa yang masuk ke dalam perutnya, maka nilai hidup orang itu sama dengan apa-apa yang kemudian keluar dari dalam perutnya”. B. Pengertian Ibadah dan Ruang lingkupnya Menutut rumusan para uklama, Ibadah ialah: ! سم جا مع لما يحبه هللا وير ضا ه قوال كا ن آو فعال جليا كا ن آو خفيا Artinya : “Nama yang meliputi segala kegiatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan atau perbuatan, terang-terangan ataupun sembunyi- sembunyi” Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ruang lingkup Ibadah itu sangat luas yaitu meliputi segala aspek, gerak dan kegiatan hidup manusia. Di dalam Hadis Nabi diterangkan : Bahwa membuang diri yang ada di tengah jalan agar tidak mengganggu orang berjalan adalah iibadah, bermuka manis ketika bertemu teman adalah ibadah, dan memandangnya anak kepada ibu karena cinta adalah ibadah” Dari pengertyian ibadah yang sangat luas itu, para ulama membagi ibadah menjadi dua macam yaitu: ibadah Umum dan ibadah khusus Ibadah Umum ialah:”Semua perbuatan yang diizinkan oleh Allah dan Rasul. Caontoh: bekerja mencari penghasilan yang halal (mengajar, berdagang, bertani dan sebagainya), study/belajar, menolong orang lain, silaturrahmi dan lain sebagainya. Ibadah Khusus ialah: “Apa yang telah ditetapkan oleh Allah rincian- rinciannya, cara-cara melaksanakannya secara tertentu. Contohnya: Shalat, zakat, puasa Hajji, berdo’a, membaca al-Qur’an, penyelenggaraan jenazah. C. Syarat-Syarat diterimanya Ibadah Semua ibadah baik yang umum maupun yang khusus, mempunyai alamat yang tunggal yaitu Allah SWT. Hanya kepada Allah-lah hendaknya semua ibadah itu ditujukan, karena hanya Allah yang berhak menerima peribadahan dari makhluk-Nya. Supaya semua ibadah yang ditujukan kepada Allah itu bernilai sebagai amal ibadah dan dapat diterima oleh Alla SWT disyaratkan dua hal yaitu: 1. Dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah semata. Dalam Hadis Nabi disebutkan :yang artinya: “Sesuangguhnya Allah Ta’ala tidak menerima amal kecuali amal yang dikerjakan secara ikhlas dan dirmaksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah” (Hadis Riwayat Nasai) Lebih ditegaskan dalam Surat Al-Bayyinah ayat 5 yang arinya: “Dan tidaklah mereka diperintah, kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas, neajalankan agama dengan luruys” 2. Dilakukan sesuai dengan petunjuk agama atau sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan olej Allah dan Rasul-Nya Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Kahfi ayat 110 yang artinya: “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhanya hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah. Rasululah menegaskan: “Siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintahkua, maka amalan itu tertolak”.(Riwayat Bukhari dan Muslim)