Anda di halaman 1dari 49

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

meliputi berbagai jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja,


kaitan kegiatan dan/atau tabel.
3. Penarikan Kesimpulan
Upaya menarik kesimpulan dari semua hal yang terdapat dalam
reduksi data dan sajian data, dimana sebelumnya data diuji
likuiditasnya agar kesimpulan menjadi lebih kuat.

BAB IV
PEMBAHASAN
commit to user

72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Bentuk Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dalam Mengidentifikasi


Pelanggaran Hukum Islam pada Kontrak Perbankan Syariah
Perbankan syariah merupakan salah satu bentuk dari kegiatan
ekonomi yang didasarkan atas interprestasi keimanan dalam tataran
kemanusiaan. Pandangan Islam menyatakan aktivitas ekonomi tidak boleh
dilepaskan dari postulat keimanan kepada Allah, bahkan menjadi built in
control bagi pelaku ekonomi itu sendiri dalam rangka meningkatkan derajat
kehidupan manusia. Konsep perbankan syariah mendasarkan operasionalnya
pada prinsip larangan atas bunga (interest free) dan menggunakan bagi hasil
(profit and loss sharing) sebagai penggantinya. Para pemikir muslim sudah
banyak menjelaskan bahwa landasan bunga (interest) itu dilarang karena
menimbulkan terjadinya ketidakadilan dalam tatanan ekonomi masyarakat.
Sebaliknya, perbankan syariah secara konsepsional didasarkan atas prinsip
kemitraan berdasarkan kesetaraan (equality), keadilan (fairness), kejujuran
(transparency), dan hanya mencari keuntungan yang halal semata-mata. Di
samping, secara makro juga mempunyai misi untuk melakukan pembinaan
manajemen keuangan pada masyarakat (proses terbiyah), mengembangkan
kompetensi yang sehat, menghidupkan lembaga zakat, dan pembentukan
ukhuwah (networking) dengan lembaga keuangan Islam lainnya di dalam
maupun di luar negeri.
Memutar arah pemahaman lama terhadap pemikiran baru yang
masih dalam proses konsolidasi pengembangan, perlu proses waktu.
Namun, secara de facto, konsep interest rate ini di dunia telah memberi
jarak (gapdistorsi) dan tidak adanya keterkaitan langsung (disconnection)
antara sektor finansial yang berkembang sangat pesat dan fantastis di satu
pihak dengan sektor riil yang nyata­nyata yang telah memberi nafas
kehidupan bagi rakyat banyak di pihak lain. Kondisi ini kemudian yang juga
memunculkan pertumbuhan ekonomi yang semu (bubble economy).
Perbankan syariah didasarkan atas nilai-nilai yang jelas dan terukur sesuai
dengan nilai­nilai kemanusiaan yang cenderung kepada keharmonisan.
Konsep hubungan dan kepentingan yang diterapkan adalah hubungan
commit
investor kepada investor yang to user (mutual investor relationship).
harmonis

73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kepentingan antar yang berlebih dana (surplus unit) dan pengguna dana
(defisit unit) dilandaskan pada kepentingan yang sama untuk
memaksimalkan nilai tambah dari kelebihan dan kekurangan masing-masing
pihak. Kepentingan ini diwadahi dalam produk yang mengharuskan kedua
belah pihak untuk menerima hasil dan menanggung kerugian (profit and
loss sharing) bila itu terjadi. Di samping itu, prinsip perbankan syariah
sangat memperhatikan asas kemaslahatan bagi orang banyak (maslahah al-
'ammah). Realisasinya, dalam pembiayaan, misalnya, harus menghindari
kemungkinan hal-hal yang merusak moral masyarakat dan lingkungan serta
harus memenuhi kriteria halal menurut syariah Islam. 117
Perbankan Islam telah menunjukkanperkembangan yang sangat
berarti, bahkan hari ini perbankan Islam diestimasimengelola asset US $
250-300 Milyar. Ini secara substansial dapat lebih tinggi lagijumlahnya jika
mengagregasikan retail dan sektor usaha besar sekaligus. PerbankanIslam
hari ini beroperasi lebih di 75 negara, bukan hanya negara Muslim tetapi
telahtersebar melampaui Eropa, Amerika dan Timur Jauh. 118
Kedudukan prinsip syariah dalam sistem hukum perbankan
nasional adalah sebagai dasar operasional kegiatan perbankan syariah,
khususnya dalam menjalankan fungsi intermediasi. Fungsi intermediasi
adalah fungsi yang melekat pada institusi perbankan karena melakukan
kegiatan dalam bentuk menerima uang dari investor, menyatukannya, dan
menginvestasikan dana yang disatukan tersebut kepada institusi lain. Intilah
intermediasi diberikan karena bank dalam kegiatan finansialnya
menempatkan diri dalam posisi antara investor dan pengguna akhir
investasi. 119
1. Departemen Perbankan Syariah Sebagai Satuan Kerja OJK

117
Fathurrahman Djamil, Kontrak Keuangan Pada Bank Syariah, Makalah disampaikan
pada Seminar Perbankan Syariah Sebagai Sarana Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
diselenggarakan oleh BPHN Departemen Kehakiman dan HAM RI bekerjasama dengan FH
Universitas Andalas Padang dan Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM Provinsi Sumatera
Barat tanggal 29-30 Juni 2004, hlm.38-39
118
Taylor, J. Michael, Islamic Banking, The Feasibility of Establishing an Islamic Bank
in The United States, American Business Law Journal 40, 2003, Diakses pada 10 April 2015
Westlaw Database
119 commitMiller,
R. Jonathan Macey and P. Geoffrey to user
Banking Law and Regulation, Litle Brown
Company, Boston, Toronto, London, 1992, hlm 37-38

74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang independen


dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan. Pengertian demikian tercantum dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Fungsi, tugas dan wewenang OJK sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang OJK dilaksanakan terhadap sektor
jasa keuangan di Indonesia.
Institusi yang independen memiliki dua aspek, yaitu
independen dari campur tangan politik dan independen dari industri
finansial yang diawasi itu sendiri. Pengkajian independensi otoritas
pengatur dan pengawas yang bebas dari campur tangan politik, perlu
dibedakan makna antara independensi tujuan (yang mengacu pada
tujuan dibentuknya institusi pengawas oleh legislator) dan
independensi instrumen (yang mengacu pada perumusan aktual dan
pelaksanaan praktek pengawasan dan peraturan yang diserahkan
kepada kebijaksanaan pejabat pelaksana otoritas
pengawas). 120Pelaksanaan independensi tujuan dan instrumen secara
bersamaan dapat dilaksanaan OJK dalam pengawasan terhadap sektor
jasa keuangan guna mewujudkan fungsi lembaga yang independen
dan bebas dari campur tangan politik.
Tugas pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan
yang dilakukan OJK pada sektor jasa keuangan meliputi pula lembaga
keuangan syariah, termasuk perbankan syariah. Tugas OJK pada
perbankan syariah kemudian diderivasi oleh satuan kerja OJK yang
dikenal sebagai Departemen Perbankan Syariah, yang merupakan
satuan kerja perpindahan dari Bank Indonesia ke OJK.
Departemen Perbankan Syariah dibentuk pada tanggal 1
November 2003. Pembentukan Departemen Perbankan Syariah adalah
dalam rangka pelaksanaan akselerasi pertumbuhan perbankan syariah
melalui pembentukan satuan kerja yang terintegrasi dalam satu
120 commit
Stanley Fischer, Central Bank to userRevisited, Ameerican Review, Papers and
Independence
Proocedings, May Vol 85, 1995, hlm.201-205

75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kerangka Otoritas Jasa Keuangan. Satu satuan kerja yang dalam hal
ini adalah Departemen Perbankan Syariah sebagai satuan kerja OJK,
memiliki tugas dan fungsi menangani penelitian, pengembangan,
pengaturan, perizinan, administrasi, pengembangan produk & edukasi,
pengawasan dan informasi terhadap lembaga yang diawasi OJK,
khususnya Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Lembaga keuangan yang berada dalam pengawasan
Departemen Perbankan Syariah secara umum adalah lembaga-
lembaga yang menjadi obyek pengawasan OJK, namun secara khusus
tugas pengawasan Departemen Perbankan Syariah adalah pada Bank
Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Unit Usaha
Syariah. Sehingga pejabat yang memangku jabatan pada satuan kerja
ini senantiasa ditingkatkan pengetahuannya terkait prinsip-prinsip
syariah yang berhubungan dengan sektor ekonomi dan keuangan
sehingga dapat menunjang kinerjanya.
Pada tahun pembentukan Departemen Perbankan Syariah
yakni tahun 2003, satuan kerja ini masih berada dalam komando Bank
Indonesia, karena tugas dan fungsi pengawasan bank pada saat itu
masih berada pada Bank Indonesia dan belum beralih pada OJK.
Setelah 31 Desember 2013 dengan keberadaan OJK yang mulai aktif
melaksanakan kegiatan pengawasan lembaga keuangan sebagaimana
diamanatkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang OJK, yang pada
pokoknya menyebutkan sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi,
tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
Peralihan tersebut membawa pegaruh kepada satuan kerja Departemen
Perbankan Syariah sebagai satuan kerja Bank Indonesia yang
kemudian beralih menjadi satuan kerja OJK. Satuan kerja Departemen
Perbankan Syariah pada saat ini secara langsung berada dibawah OJK,
namun pejabat yang melaksanakan tugas pada Departemen Perbankan
commitsementara
Syariah berstatus penugasan to user dari Bank Indonesia.

76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pasca pemberlakuan Undang-Undang OJK, terdapat perbedaan


tugas dan fungsi antara OJK dan Bank Indonesia dalam pengawasan
terhadap sektor perbankan. Perbedaan tugas dan fungsi dimaksud
diantaranya :
a. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan. 121
b. Bank Indonesia akan fokus kepada kewenangan dalam hal
kebijakan moneter. Kebiajkan moneter yang dimaksud adalah
kebijakan untuk mencapain dan memelihara kestabilan nilai
rupiah yag dilakukan, antara lain melalui pengendalian jumlah
uang beredar atau suku bunga. 122
OJK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya juga
berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan
pengawasan di bidang Perbankan yang diatur pada Pasal 39 Undang-
undang OJK antara lain :
1) kewajiban pemenuhan modal minimum bank;
2) sistem informasi perbankan yang terpadu;
3) kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana
valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
4) produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank
lainnya;
5) penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically
important bank;
6) data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan
informasi.
Apabila Bank Indonesia memerlukan pemeriksaan untuk
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya maka Bank Indonesia
dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tertentu dengan
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada
OJK. Bank tertentu yang dimaksud di sini adalah bank yang masuk
121 commit
Pasal 5 Undang-Undang Nomor to user
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
122
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kategori Systemically Important Bank dan/atau bank lainnya sesuai


dengan kewenangan Bank Indonesia di bidang macroprudential.
Namun Bank Indonesia tidak diperkenankan memberikan penilaian
terhadap tingkat kesehatan bank. Setelah Bank Indonesia selesai
melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tertentu, maka Bank
Indonesia memiliki kewajiban untuk menyampaikan hasil laporan
kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan
hasil pemeriksaan sesuai Pasal 40.

2. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia


Produk bank syariah terdiri atas empat kategori, yaitu prinsip
bagi hasil (musyarkah dan mudharabah), prinsip jual beli
(murabahah, salam dan istishna'), prinsip sewa-menyewa (ijarah
dengan derivasinya) dan prinsip jasa (wakalah, kafalah, hawalah, dan
sejenisnya). Dari bentuk produk tersebut, dilihat dari karakteristiknya
akad, dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu yang bersifat
tijarah (komersial) dan bersifat tabarru' (derma). Tijarah meliputi
akad dengan prinsip jual beli, bagi hasil dan sewa-menyewa,
sedangkan yang kategori akad tabarru’ adalah produk dalam bentuk
jasa termasuk qardh.
Tijarah apabila dilihat dari kepastian dan tidaknya bagi bank
dalam menentukan jumlah, waktu, dan harga yang diperhitungkan,
dapat dibagi kepada dua, yaitu yang lazim (pasti) dan yang qhair
lazim (tidak pasti). Akad yang pasti adalah dalam bentuk pertukaran
seperti jual-beli dan sewa, sedangkan yang tidak pasti adalah
mudharabah dan musyarakah. Berkaitan dengan adanya
keanekaragaman bentuk akad, maka bank syariah menjalankan
kegiatan usaha sebagai bank umum (commercial bank) dan juga
sekaligus sebagai investment company seperti lembaga pembiayaan
dan leasing. Realitas produk yang beragam tersebut, pada satu segi
bank syariah cenderung ingin menjalankan semua produk tersebut,
tetapi pada segi yangcommit to user
lain, bank sebagaimana dipahami selama ini

78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hanyalah sebagai lembaga intermediary (perantara). Konsekuensi dari


persoalan tersebut adalah timbulnya beberapa persoalan atau kendala
dalam penerapan akad yang sesuai dengan karakteristik produknya. 123
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama
Indonesia (MUI) telah didasarkan pada Al-Qur’an, Hadist dan Ijma’
ulama kontemporer yang berkaitan dengan sektor perekonomian dan
keuangan, khususnya terkait muamalah. Fatwa yang selama ini
dikeluarkan oleh DSN MUI telah disesuaikan dengan syariah Islam,
dengan mencantumkan dasar hukum Islam baik Al Qur’an maupun
Hadist secara lengkap ke dalam konsideran setiap fatwa yang
dikeluarkan DSN MUI guna memperjelas substansi pengaturan yang
akan diterapkan pada sektor jasa keuangan.
Fatwa DSN MUI pada dasarnya bersifat sebagai penjelasan
dan jawaban atas permasalahan yang ekonomi yang ada dengan
mendasarkan pada sumber Al-Qur’an dan Hadist. Sifat berupa
penjelasan dan jawaban demikian membawa implikasi bahwa fatwa
DSN MUI tidak memiliki sanksi sebagaimana melekat pada hukum
positif bagi pelanggarnya. Ketiadaan sanksi membawa akibat, fatwa
yang selama ini ada dijadikan sebagai dasar bertindak bagi pelaku
usaha untuk melaksanakan sebuah kegiatan usaha, namun ketika
pelaku usaha melakukan sebuah pelanggaran atas fatwa dimaksud,
DSN MUI selaku pihak yang menerbitkan fatwa tidak dapat
melakukan tindakan berupa sanksi guna memberikan efek jera bagi
pelanggar.
Kondisi yang sangat kontradiktif demikian kemudian disikapi
dengan mengkonversi fatwa DSN MUI menjadi hukum positif. Fatwa
yang sudah syar’an dari segi bahasa/semantik serta secara substantif
penting dijadikan sebagai aturan yang perlu dikuatkan dengan
dilengkapi sanksi misalnya, mengingat fatwa hanya sekedar
penyelarasan dan ijtihad dari para ulama kontemporer. Mencermati
kondisi demikian maka fatwa MUI yang tidak mengikat harus
commit to user
123
Fathurrahman Djamil, Op. Cit., hlm.53

79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diqanunkan oleh pemerintah dalam bentuk hukum positif. Contoh


fatwa yang kemudian dijadikan hukum positif (diqanunkan) adalah
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
dan Peraturan Bank Indonesia yang menyangkut syariah.
Prinsip syariah yang dipraktikkan dalam kegiatan muamalah di
Indonesia selama ini, dinyatakan oleh M. Gunawan Yasni (Anggota
Dewan Syariah Nasional MUI) menggunakan Madzhab Syafi’i, akan
tetapi menurut pendapat beberapa ulama, madzhab Syafi’i kurang
lengkap dalam menjelaskan mengenai persoalan-persoalan fiqih
muamalah, madzhab Syafi’i lebih fokus kepada hal-hal yang bersifat
nas atau kaidah-kaidah agama. Penggunaan madzhab Syafi’i dalam
kegaiatan muamalah kemudian dilengkapi dengan madzhab Hanafi,
Hanbali dan Maliqi guna memberikan penjelasan yang lebih
komprehensif berkait dengan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan di
Indonesia. 124
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, fokus fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN MUI adalah memberikan penjelasan dan
penyelarasan pada sektor ekonomi dan keuangan. Mengingat sektor
ekonomi dan keuangan senantiasa berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat sehingga menimbulkan persoalan yang
semakin kompleks. Kompleksitas persoalan dalam praktik
perekonomian masyarakat memerlukan penjelasan dari para ulama
kontemporer terkait prinsip syariah yang harus diterapkandalam
praktik kegiatan ekonomi dan keuangan. Selain itu, masih menurut M.
Gunawan Yasni, MUI pernah mengalami pengalaman kurang
menyenangkan terkait dengan pelaksanaan sebuah kegiatan Multi
Level Marketing (MLM) haji dan umrah, sulit untuk berkoordinasi
dengan pihak-pihak yang terlibat dalam MLM, hubungan yang dijalin
kurang baik sehingga tindak lanjut penerapan prinsip syariah menjadi
cukup sulit karena kurang tertata dan berada dalam grey area.
Sehingga semakin penting kiranya penjelasan-penjelasan tentang
commit to user
124
Wawancara M.Gunawan Yasni, SE.Ak. MM. CIFA. FIIS, Anggota DSN MUI

80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

prinsip syariah guna diterapkan dalam praktik kegiatan lembaga


keuangan yang berbasis syariah serta untuk menentukan hal-hal yang
diperkenankan maupun yang dilarang dalam kegiatan muamalah.
Prinsip dan akad syariah yang digunakan oleh lembaga-
lembaga keuangan syariah pada dasarnya bersifat universal.
Universalitas penerapan prinsip syariah bahkan juga digunakan di
negara Iran, meskipun sebagaimana diketahui negara Iran dikenal
tidak mengakui Rasulullah SAW sebagai utusan Allah SWT. Terlepas
dari persoalan internal negara Iran, universalitas demikian
menunjukkan bahwa prinsip syariah telah diterima diseluruh dunia
sebagai sebuah konsep yang sangat layak untuk diterapkan dalam
kegiatan perekonomian di dunia. Kunjungan DSN MUI ke beberapa
negara di dunia yang telah maupun mulai menerapkan prinsip syariah
seperti Iran dan Inggris, diperoleh fakta mengenai universalitas prinsip
syariah demikian.
DSN MUI sebagai pihak penerbit fatwa juga senantiasa
melaksanakan koordinasi bersama pihak-pihak yang berhubungan
dengan lembaga keuangan syariah seperti OJK maupun lembaga-
lembaga yang lain. Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI biasanya
merupakan output dari masukan lembaga keuangan syariah yang
memerlukan jawaban atau penjelasan atas suatu praktik dalam
kegiatan ekonomi dan keuangan sehingga memerlukan penjelasan
mengenai sah atau tidak sahnya praktik dimaksud menurut prinsip
syariah. Masukan demikian mengharuskan kedua belah pihak antara
DSN MUI dengan lembaga keuangan syariah saling berkonsultasi,
sehingga di satu sisi lembaga keuangan syariah bisa mendapatkan
penjelasan atas persoalan yang tengah dihadapi, sementara di sisi lain
DSN MUI dapat melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana
mestinya dalam upaya mendukung kemajuan sektor ekonomi dan
keuangan dengan tetap menerapkan prinsip syariah.

3. Pengawasan Otoritascommit to user pada Perbankan Syariah


Jasa Keuangan

81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pengawasan OJK dilaksanakan untuk melihat kepatuhan atau


compliance perbankan syariah terhadap peraturan perundang-
undangan maupun terhadap prinsip-prinsip syariah. Pengawasan OJK
terdiri dari 2 (dua) bentuk yakni off side supervision dan on side
supervision yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Off side supervision (pengawasan tidak langsung)
Pengawasan ini dilakukan dengan meminta laporan dari
bank syariah setiap periode 1 (satu) bulan, 3 (tiga) bulan, 6
(enam) bulan dan 1 (satu) tahun. Laporan yang disampaikan
oleh bank syariah kepada OJK yang didalamnya memuat
tentang analisis kesehatan dan kinerja bank.
Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh pengawas
bank melalui penelitian dan analisis terhadap laporan-laporan
yang wajib kepada otoritas pengawas, termasuk informasi lain
yang dipandang perlu, baik bersifat kualitatif maupun
125
kuantitatif. Pengawasan tidak langsung bertujuan untuk
melakukan penilaian terhadap faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja dan perkembangan bank, kepatuhan terhadap ketentuan
yang berlaku serta penerapan early warning system (deteksi
dini) untuk lebih awal mengetahui tingkat kesulitan yang
dihadapi bank.
b. On side supervision (pengawasan langsung)
Pengawasan langsung dilakukan oleh OJK dengan
mendatangi langsung bank-bank syariah guna melihat dan
memeriksa secara langsung tentang kesehatan dan kinerja bank
yang telah dilaporkan sebelumnya. OJK akan memeriksa
berkas-berkas perbankan syariah guna memberikan penilaian
mengenai tingkat kesehatan dan kinerja dari bank-bank syariah
tersebut. Pada pengawasan langsung, OJK juga memeriksa
perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh bank dengan nasabah,
termasuk juga Standart Operating Procedure (SOP) Produk
125 commit
Adrian Sutedi, Aspek Hukum to user
Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta, Raih Asa Sukses,
2014, hlm.152

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penyaluran Dana pada perbankan Syariah. Secara khusus


berkaitan dengan perjanjian yang dibuat, biasanya OJK
melakukan pemeriksaan pada kantor pusat bank syariah tertentu
kemudian melihat perjanjian baku yang dimiliki oleh bank. OJK
mengambil 25 besar perjanjian dengan nasabah secara acak
untuk diperiksa mengenai penyaluran dana, aset pembiayaan
dan dana pihak ketiga. OJK dapat melakukan pemeriksaan
kesyariahan dengan membuka file debitur, bagaimana kerjasama
yang terjalin antara debitur dan kreditur telah melaksanakan
prinsip syariah sebagaimana mestinya. Misalnya melakukan
pemeriksaan mengenai piutang murabahah atau jual beli,
apakah benar substansinya memuat mengenai prinsip bagi hasil
serta kesesuaiannya degan fatwa yang terkait.
OJK dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, pada Pasal 7 diatur mengenai
beberapa wewenang terkait dengan tugas tersebut, diantaranya
wewenang:
1) pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:
a) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan
dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
b) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan
dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
2) pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang
meliputi:
a) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio
kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian
kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
commit
pencadangan bank;to user

83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja


bank;
c) Sistem informasi debitur;
d) Pengujian kredit (credit testing);
e) Standar akuntansi bank.
3) pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,
meliputi:
a) manajemen risiko;
b) tata kelola bank;
c) prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;
d) pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan
perbankan.
4) pemeriksaan bank.
Dalam melaksanakan tugas pengaturan terhadap lembaga
keuangan, OJK memiliki wewenang yang diatur pada Pasal 8,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang OJK;
2) menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
3) menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4) menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa
keuangan;
5) menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah
tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
7) menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola
statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
8) menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta
mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan
kewajiban;
9) menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi
sesuai dengan commit to user
ketentuan peraturan perundang-undangan di

84
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sektor jasa keuangan. Tugas pengaturan tersebut dipegang oleh


Dewan Komisioner.
Bank Syariah sebagai obyek pengawasan OJK harus senantiasa
melaksanakan setiap peraturan yang ditentukan oleh OJK yang
termuat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan maupun Peraturan
Bank Indonesia yang dinyatakan masih berlaku guna mengatur
kegiatan operasional bank syariah. Standar Operasional tersebut
beberapa diantaranya juga berlaku bagi bank umum konvensional :
126
a. Pengaturan-pengaturan menyangkut kegiatan bank ,
diantaranya :
1) Ketentuan permodalan, mengenai kecukupan modal atau
yang disebut dengan Capital Adequate Ratio (CAR) yang
diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR);
2) Ketentuan mengenai manajemen, merupakan penilaian
kualitatif mengenai manajemen terhadap manajemen
permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen
umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas;
3) Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, yang diukur
dari tingkat kemampuan pengembaliannya dengan
kategori lancar, kurang lancar, diragukan dan macet;
4) Ketentuan mengenai likuiditas, dilakukan pengukuran
lewat crash ratio atau minimum reserve requirement, serta
menghindari kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi
karena adanya tindakan yang disebut mismatch;
5) Ketentuan mengenai rentabilitas, diukur dengan cara
penilaian kuantitatif melalui rasio perbandingan laba
selama 12 (dua belas) bulan terakhir terhadap volume
usaha dalam periode yang sama (Return on Assets atau
RAA) dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional dalam periode 1 (satu) tahun;
126 commit
Munir Fuady, Hukum Perbankan to user
Modern, PT Citraa Aditya Bakti, Bandung, 2003,
hlm 105-106

85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6) Ketentuan mengenai solvabilitas;


7) Ketentuan mengenai kesehatan bank, yang sering
dipergunakan sebagai ukuran adalah :
a) Capital, Assets quality, Management quality,
Earnings and Liquidity (CAMEL);
b) Posisi Devisa Netto (Net Open Position) dengan
tujuan untuk menghindari risiko nilai tukar
(exchange rate risk);
c) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau
yang sering pula disebut dengan Legal Lending
Limit (3L) atau pembiayaan berdasarkan prinsip.
Undnag-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan memberikan kewenangan pad Bank
Sentral untuk menetapkan BMPK tersebut. Khusus
untuk nasabah tertentu, maka Bank Indonesia
dapat juga menetapkan BMPK. Nasabah tertentu
tersebut adalah pemegang saham 10 % (sepuluh
persen) atau lebih dari modal setor, anggota dewan
komisaris, anggota direksi, keluarga pemegang
saham (sampai derajat kedua lurus aatau ke
samping), dewan komisaris, direksi dan pejabat
bank lainnya, serta perusahaan yang didalamnya
terdapat kepentingan pihak pemegang saham,
komisaris, direksi, pejabat bank lainnya dan
anggota keluarga dari pemegang saham, direktur
dan komisaris.
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/2009 tentang Good
Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah
Tabel 1.
Pengaturan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah
commit to user

86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

No. Pengaturan Pasal


1. 1) Kewajiban bank melaksanakan GCG dalam Pasal 2
setiap kegiatan usaha pada seluruh tingkatan
atau jenjang sosial
2) Pelaksanaan GCG bagi BUS setidaknya harus
diwujudkan dalam :
a) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
dewan komisaris dan direksi
b) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas
komite-komite dan fungsi yang
menjalankan pengendalian intern BUS
c) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawa DPS
d) Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern
dan audit ekstern
e) Batas maksimum penyaluran dana
f) Transparansi kondisi keuangan dan non
keuangan BUS
3) Pelaksanaan GCG bagi UUS setidaknya harus
diwujudkan dalam :
a) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
direktur UUS
b) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawa DPS
c) Penyaluran dana kepada nasabah
pembiayaan inti dan penyimpanan dana
oleh deposan inti
d) Transparansi kondisi keuangan dan non
keuangan BUS
2. Kewajiban Dewan Komisaris memberitahukan Pasal 10
secara tertulis sejak ditemukannya :
a. Pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang keuangan dan perbankan
b. Kondisi commit
yang to user
dapat membahayakan

87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kelangsungan usaha BUS


3. Kewajiban direksi menyediakan data dan informasi Pasal 28
yang akurat, relevan, dan tepat waktu kepada
Dewan Komisaris dan DPS
4. 1) Tugas dan tanggung jawab DPS untuk Pasal 47
memberikan nasihat dan saran kepada direksi
serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai
prinsip syariah
2) Tugas DPS meliputi :
a) Menilai dan memastikan pemenuhan
prinsip syariah atas pedoman operasional
dan produk yang dikeluarkan bank
b) Mengawasi proses pengembangan produk
baru bank agar sesuai dengan fatwa DSN
MUI
c) Meminta fatwa kepada DSN MUI untuk
produk baru bank yang belum ada
fatwanya
d) Melakukan review secara berkala atas
pemenuhan prinsip syariah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa
bank.
3) DPS wajib menyampaikan laporan hasil
pengawasan secara semesteran
4) Laporan wajib disampaikan paling lambat 2
(dua) bulan setelah periode semester dimaksud
berakhir
5. Fungsi Kepatuhan Pasal 52
1) BUS wajib memiliki satu orang direktur yang
bertugas memastikan kepatuhan terhadap
ketentuan commit to user
badan pengawas.

88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) BUS wajib melaksanakan fungsi kepatuhan


yang independen terhadap satuan kerja
operasional
3) Pelaksanaan fungsi kepatuhan harus didukung
oleh personil yang paling tidak memiliki
pengetahuan dan/atau pemahaman tentang
operasional perbankan syariah
6. Fungsi Audit Intern Pasal 53
1) Bank wajib menerapkan fungsi audit intern
yang efektif mengenai penerapan standar
pelaksanaan fungsi audit intern bank umum
2) BUS wajib melaksanakan fungsi audit intern
yang independen terhadap satuan kerja
operasional
3) Pelaksanaan fungsi audit intern harus didukung
oleh personil dalam jumlah yang memadai dan
kompeten di bidangnya, paling kurang satu
orang personil yang memiliki pengetahuan
dan/atau pemahaman tentang operasional
perbankan syariah
4) Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan
pemenuhan prinsip syariah disampaikan
kepada DPS
7. Fungsi Audit Ekstern Pasal 54
1) BUS wajib menunjuk akuntan publik dan
kantor akuntan publik yang terdaftar dalam
pelaksanaan audit laporan keuangan BUS
2) Penunjukkan wajib memperoleh persetujuan
RUPS berdasarkan calon yang diajukan oleh
Dewan Komisaris
3) Pelaksanaan audit wajib memenuhi ketentuan
BI yang commit
berlaku tomengenai
user hubungan antara

89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BUS dengan akuntan publik dan kantor


akuntan publik
8. Pelanggaran GCG dikenakan sanksi administratif Pasal 81
berupa :
a. Teguran tertulis;
b. Penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan
peringkat faktor manajemen dalam penilaian
tingkat kesehatan;
c. Pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan
kliring;
d. Pembekuan kegiatan usaha tertentu;
e. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya
menunjuk dan mengangkat pengganti
sementara sampai RUPS mengangkat
pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank
Indonesia
9. Tiga kali teguran tertulis terkait pelanggaran yang Pasal 82
dilakukan oleh DPS, maka BUS atau UUS terkait
harus mengganti anggota DPS tersebut
Apabila DPS tidak melaksanakan tugasnya dengan
baik sampai dengan izin bank dicabut, maka
anggota DPS dapat dikenakan sanksi berupa
pelarangan menjadi anggota DPS paling lama 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan izin usaha
10. Bank yang tidak menaati ketentuan pelaporan hasil Pasal 88
pengawasan DPS dapat dikenakan sanksi ayat (1)
administratif berupa :
a. Teguran tertulis dan sanksi kewajiban
membayar paling banyak sebesar
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari
kerja keterlambatan untuk setiap laporan;
b. Teguran commit
tertulisto user
dan sanksi kewajiban

90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mambayar paling banyak sebesar


Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah)
apabila bank tidak menyampaikan laporan
11. Larangan rangkap jabatan bagi anggota DPS sebgai Pasal 89
konsultan BUS dan/atau UUS

Pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan telah


beralih dari Bank Indonesia kepada OJK, meskipun demikian masih
banyak peraturan maupun surat edaran Bank Indonesia yang
dinyatakan tetap berlaku bagi kegiatan perbankan. Salah satu
peraturan yang tetap berlaku untuk dilaksanakan oleh perbankan
syariah adalah PBI Nomor 11/33/2009 tentang Good Corporate
Governance untuk selanjutnya disebut PBI tentang GCG. Bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pembentukan PBI Ini
dilatarbelakangi beberapa pertimbangan, diantaranya :
a. Guna membangun industri perbankan syariah yang sehat dan
tangguh, diperlukan pelaksanaan Good Corporate Governance
(GCG) bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah;
b. Pelaksanaan GCG di dalam industri perbankan syariah harus
memenuhi prinsip syariah (sharia compliance);
c. Pelaksanaan GCG merupakan salah satu upaya untuk
melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum pada industri
perbankan syariah.
Pelaksanaan GCG pada Bank Umum Syariah menurut Pasal 2
ayat (2) setidaknya diwujudkan dalam :
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan
Direksi;
b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan fungsi
yang menjalankan pengendalian intern BUS;
commit to user

91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengurus


Syariah;
d. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern;
e. Batas maksimum penyaluran dana; dan
f. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS.
Pelaksanaan GCG bagi unit usaha syariah menurut Pasal 2 ayat
(3) paling tidak diwujudkan dalam :
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direktur UUS;
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas
Syariah;
c. Penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan
penyimpanan dana oleh deposan inti; dan
d. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan UUS.
Pasal 20 ayat (1) PBI tentang GCG diatur bahwa pada
pokoknya Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan
pengelolaan Bank Umum Syariah (BUS) berdasarkan prinsip kehatia-
kehatian dan Prinsip Syariah. Kegiatan bank syariah diawasi oleh
Dewan Pengawas Syariah, yang tugas dan fungsinya diatur pada Pasal
47 yakni untuk memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta
mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Laporan
pengawasan yang dilaksanakan oleh Dewan Pengawas Syariah wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia setiap periode semester, dan
sekarang laporan disampaikan kepada OJK.
Pelanggaran terhadap GCG maupun terhadap prinsip-prinsip
syariah akan dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah,
antara lain berupa :
1) Teguran tertulis;
2) Penurunan tingkat ksehatan berupa penurunan peringkat faktor
manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan;
3) Pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
commit
4) Pembekuan kegiatan to user
usaha tertentu; dan

92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5) Pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan


mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum
Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan
persetujuan Bank Indonesia.
4. Prinsip-Prinsip Syariah yang termuat dalam Al-Qur’an, Hadist
dan Ijtihad Ulama
Prinsip syariah didasarkan pada sumber hukum Islam yang
terdiri atas 3 (tiga) pedoman utama yakni Al-Qur’an, Hadist dan
Ijtihad (akal pikiran manusia), yang akan dipaparkan sebagai
berikut 127:
a. Al Qur’an
Al Qur’an mengatur kaidah-kaidah umum berkaitan
dengan muamalah, mengingat Al Qur’an merupakan sumber
utama hukum Islam, diantaranya :
5) QS. Al Baqarah (2:188)
Artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain di antara kamu denganjalan yang batil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui.
6) QS. Al Baqarah (2:275)
Artinya : Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
7) QS. An Nisa (4:29)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka di antara kamu.
8) QS. Al Maidah (5:1)

127
Muhammad Daud Ali. Hukum commit
Islam:to user Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
Pengantar
di Indonesia, Cet. 8, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 68

93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-


akad itu.
b. Hadist
Ketentuan Muamalah dalam hadist relatif lebih
terperinci, meskipun tidak dapat dikatakan mendetail, dan
berada pada jalur kaidah-kaidah yang bersifat umum. 128 Hadist-
hadist tersebut diantaranya:
1) Allah akan memberikan rahmat kepada laki-laki
(seseorang) yang berlapang dada (toleransi) ketika
berjualan atau membeli, dan ketika menagih hutang (HR.
Bukhari). 129
2) Barangsiapa memberi kelonggaran waktu pembayaran
kepada orang yang berhutang atau menghapuskannya
hutang itu maka ia akan berada dalam naungan Arsy (kursi
kerajaan) Allah pada hari kiamat (HR.Muslim). 130
3) Barangsiapa yang mengambil harta manusia dengan
berkeinginan untuk membayarnya maka Allah akan
membayarkan untuknya. Dan barangsiapa yang
mengambil harta manusia dengan berkeinginan untuk
merusaknya, maka Allah akan merusak orang itu (HR.
Bukhari). 131
4) Tidak akan makan seseorang akan satu makanan yang
lebih baik kecuali dari usaha tangannya sendiri, dan
sesungguhnya Nabi Allah Daud adalah makan dari usaha
tangannya sendiri (HR.Bukhari). 132
5) Allah mengetuk terhadap orang yang makan harta riba,
juga wakilnya, dua orang saksinya serta juru tulisnya,
yang mereka keadaannya serupa (dalam hal dosanya) (HR.
Muslim). 133
6) Akan datang pada manusia satu zaman yang tidak akan
memperhatikan dengan apa yang ia ambil dari hartanya,
apakah dari harta yang halal atau dari harta yang haram
(HR. Bukhari). 134
7) Sungguh Allah dan RasulNya telah mengharamkan berjual
beli khammar (minuman keras), bangkai, babi dan patung
(HR. Bukhari-Muslim). 135

128
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001. hlm. 41-42
129
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.113
130
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.114
131
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.120
132
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.122
133
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.123
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.123 commit to user
134
135
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.124

94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8) Penjual dan pembeli diberi kebebasan memilih sebelum


mereka berpisah. Maka jika mereka berdua berlaku jujur
dan saling memberikan keterangan maka mereka berdua
akan mendapatkan berkat (kebaikan) dalamjual beli
mereka. Jika mereka menyembunyikan (cacat) dan
berdusta, maka akan hilanglah berkat (kebaikan) dalam
jual beli mereka berdua (HR.Bukhari). 136

c. Ijtihad
Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang diperoleh
dengan menggunakan akal atau ar ra’yu. Posisi akal dalam
Islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Akal diciptakan
untuk memahami, mengembangkan dan menyempurnakan
ketentuan-ketentuan hukum Islam secara lebih terperinci dengan
pedoman Al Qur’an dan Hadist.
Meurut Hazairin, ketentuan yang berasal dari ijtihad ulil
amri terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Berwujud pemilihan atau penunjukkan garis hukum yang
setepat-tepatnya untuk diterapkan pada perkara tertentu
yang mungkin langsung diambil dari ayat Al Qur’an
ataupun dari perkataan (penjelasan) maupun teladan yang
diberikan oleh Nabi Muhammad; dan
2) Ketentuan yang berwujud penciptaan atau pembentukan
garis hukum baru bagi keadaan-keadaan baru menurut
tempat dan waktu, dengan berpedoman kepada kaidah
hukum yang telah ada di Al Qur’an dan Hadist.
Pada bulan April 2000 telah terbentuk Dewan Syariah
Nasional MUI yang memiliki peran untuk menangani masalah-
masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan
syariah. Tugas DSN diantaranya adalah mengeluarkan fatwa
atas kegiatan keuangan, produk dan jasa keuangan syariah.
Selain itu, ijtihad mengenai perikatan Islam juga dilakukan oleh

commit to user
136
Hussein Bahreisj, Op Cit, hlm.126

95
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

para imam madzhab, seperti Hanafi, Maliki, Syafi’i dan


Hanbali.
5. Identifikasi Pelanggaran Hukum Islam
Kontrak dipandang tidak sah dan batal demi hukum, atau
sekurang-kurangnya dapat dibatalkan apabila terdapat hal-hal sebagai
berikut 137 :
a. Pamaksaan/Duress (al-lkrah). Salah satu asas kontrak mcnurut
hukum Islam adalah kerelaan (al-ridha) para pihak yang
melakukan kontrak. Implementasi asas ini diwujudkan dalam
bentuk ijab-kabul yang merupakan unsur terpenting dalam
kontrak. Jika sebuah kontrak dilakukan tanpa adanya kerelaan,
berarti kontrak tersebut dibuat dengan secara terpaksa.
b. Kesalahan mengenai objek kontrak (Ghalath). Ghalath berarti
kesalahan, yakni kesalahan orang yang berkontrak dalam
menggambarkan objek kontrak, baik kesalahan dalam
menyebutkan zat Genis) maupun dalam menyebutkan sifatnya.
c. Penipuan (Tadlis) atau Ketidakpastian (Taqhrir) pada objek
kontrak Tadlis adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat
pada objek kontrak dan menjelaskan dengan gambaran yang
tidak sesuai dengan kenyataannya untuk menyesatkan pihak
yang berkontrak dan berakibat merugikan salah satu pihak yang
berkontrak tersebut. 138 Upaya ini disebut juga dengan taghrir
(penipuan).
d. Ketidakseimbangan objek kontrak (Ghaban) disertai tipuan
(Taghrir). Pengertian Ghaban di kalangan fuqaha adalah tidak
teiWUjudnya keseimbangan antara objek kontrak (barang)
dengan harganya, seperti harganya lebih rendah atau lebih tinggi
dari harga sesungguhnya. Sedangkan taghrir (penipuan) adalah
menyebutkan keunggulan pada barangnya yang tidak sesuai
dengan yang sebenamya.

137
Fathurrahman Djamil, Op. Cit.
138 commit
Abdul Hamid Malunud al-Ba'ly, to userwa al-Riqabah ai-Syar'iyyahfi al-Bunuk
al-lstitsmar
waal-Mu 'assasah al-Maliyyah al-Islamiyyah, al-Qahirah: Maktabah Wahbah, 1991, hlm. 30

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

OJK dapat melakukan pemeriksaan sewaktu-waktu tanpa


memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada bank syariah
maupun kepada unit usaha syariah apabila dipandang perlu.
Pengawasan tanpa pemberitahuan demikian dapat dilakukan apabila
ada persoalan khusus yang perlu segera diketahui duduk
permasalahannya. Pemeriksaan khusus dilakukan oleh OJK apabila
permasalahan yang terjadi dianggap akan membawa dampak
signifikan bagi perekonomian nasional secara umum atau kesehatan
perbankan secara khusus. Contoh permasalahan yang perlu dilakukan
pemeriksaan khusus adalah mengenai investasi emas. Investasi emas
seringkali digunakan sebagai investasi dengan jumlah nominal
investasi yang sangat besar. Investasi emas demikian dapat dianalisa
sebagai investasi yang bersifat untung-untungan (gambling), karena
ketika harga emas turun, nasabah akan membiarkan emas tetap berada
pada bank. Sehingga bank akan mengalami kerugian yang sangat
besar ketika harga emas turun dan nasabah tidak ada yang mau
menebus emas yang ada pada bank.
OJK menentukan pelanggaran hukum Islam dengan melihat
laporan berdasarkan off side supervision serta pemeriksaan secara
langsung melalui on side supervision. Identifikasi pelanggaran dapat
dilihat dari pemeriksaan berkas-berkas perbankan syariah guna
memberikan penilaian mengenai tingkat kesehatan dan kinerja dari
bank-bank syariah tersebut. Hasil pemeriksaan pada perjanjian-
perjanjian yang dibuat oleh bank dengan nasabah, termasuk juga
Standart Operating Procedure (SOP) Produk Penyaluran Dana pada
perbankan Syariah. Pengambilan sampel 25 besar perjanjian dengan
nasabah yang diambil secara acak untuk diperiksa mengenai
penyaluran dana, aset pembiayaan dan dana pihak ketiga. OJK dapat
melakukan pemeriksaan kesyariahan dengan membuka file debitur,
bagaimana kerjasama yang terjalin antara debitur dan kreditur telah
melaksanakan prinsip syariah sebagaimana mestinya.
commit to user

97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Mencermati pemeriksaan off side dan on side yang


dilaksanakan sebagaimana telah dipaparkan, menjadi dasar bagi OJK
untuk melakukan identifikasi terhadap pelanggaran hukum Islam pada
kontrak perbankan syariah. Apabila terdapat hal-hal yang bersifat
khilafiyah atau OJK masih ragu untuk menentukan suatu tindakan
perbankan syariah sebagai sebuah pelanggaran atau tidak, OJK dapat
melakukan konsultasi dengan DSN MUI guna penentuan atas
persoalan dimaksud.
OJK dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap
lembaga keuangan syariah, terutama berkait dengan lembaga
keuangan syariah termasuk di dalamnya perbankan syariah, telah
memiliki MoU (Master of Understanding) atau nota kesepahaman
dengan Dewan Syariah Nasional. Nota kesepahaman diantara kedua
lembaga tersebut dimaksudkan agar kedua belah pihak dapat saling
berkonsultasi (mutual consultation) guna kepentingan pembentukan
regulasi maupun konsultasi terkait pengawasan yang dilakukan oleh
OJK. OJK biasanya melakukan konsultasi mengenai kesesuaian
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dengan hukum Islam yang
menyangkut peraturan bagi lembaga keuangan syariah. Konsultasi
dengan DSN MUI sangat penting untuk dilaksanakan guna menjamin
substansi dalam POJK yang berkaitan dengan hukum Islam telah
sesuai dengan ijtihad para ulama kontemporer yang tergabung sebagai
anggota DSN MUI. Hal yang sama berlaku pula bagi DSN MUI
dalam membuat fatwa perlu melakukan konsultasi dengan OJK
sehingga fatwa tersebut sesuai dengan kondisi perekonomian yang
tengah perlu dijelaskan dengan fatwa dimaksud, sehingga antara
POJK dengan fatwa MUI bisa saling melengkapi.
Stigler memberikan analogi tentang principal agent, birokrasi
lebih sering mementingkan kepentingan dari suatu kelompok industri
yang terorganisir dibandingkan dengan delegasi politik ataupun

commit to user

98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kepentingan masyarakat. 139 Sehingga pelaksanaan pengawasan oleh


OJK dalam hal ini harus dilaksanakan secara ketat bukan hanya
kepada obyek lembaga sektor jasa keuangan tetapi juga secara internal
dan lembaga-lembaga lain yang terkait.

B. Tindak Lanjut Otoritas Jasa Keuangan terhadap Kontrak Perbankan


Syariah yang Melanggar Hukum Islam
Beberapa persoalan/kendala yang dihadapi oleh bank syariah dalam
melaksanakan akad sesuai produk-produknya antara lain sebagai berikut 140:
1. Belum ada kesamaan mengenai standar akad. Selama ini Bank Syariah
dalam menerapkan akad-akad yang dibuatnya adalah sesuai dengan
kecenderungan dari para pembuat akad itu sendiri (termasuk
konsultannya), dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang sudah
berjalan di perbankan konvensional. Sehingga ada dua kecenderungan
besar dalam penerapannya tersebut, yang bersifat akomodatif dan
bersifat pragmatic. Pertama mencoba menggabungkan dari dua
ketentuan tersebut (syariah dan perundang-undangan yang ada)
sehingga menyatu dalam akad, sedangkan yang kedua melakukan
pemisahan dan pembedaan secara jelas dari keduanya. Kedua
kecenderungan tersebut memiliki masalah bagi kedua­duanya,
masalah tersebut diantaranya tidak konsistennya menjalankan kaidah-
kaidah hukum sesuai produk yang seharusnya, dan yang kedua
terjadinya kerancuan logika pemahaman hukum dengan melakukan
pemisahan antara akad syariah dan perjanjian hukum yang berlaku.
2. Ketentuan-ketentuan pendukung untuk pelaksanaan akad masih
berserakan dan bahkan bertentangan. Misalnya, menurut Dirjen, Pajak
bahwa transaksi murabahah yang dilakukan oleh Bank Syariah
termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak yang
merupakan objek/terutang PPN 10%. Sedangkan berdasarkan Pasal 5
huruf d Peraturan pemerintah No. 144/2000 tentang jenis dan jasa

139
George J.Stigler, The Theory of Economic Regulation, Bell Journal of Economics and
Management Science, Vol.6, No.2 1971commit to user
140
Fathurrahman Djamil, Op. Cit., hlm. 54-55

99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai antara lain


menengaskan bahwa jasa di bidang perbankan termasuk jenis jasa
yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Namun demikian,
dalam prakteknya transaksi murabahah tidak dikenakan PPN. Namun
seyogianya hal ini perlu ditegaskan dalam perundang-undangan untuk
menghilangkan keragu-raguan pihak-pihak yang terkait dengan
perbankan syariah.
3. Persoalan-persoalan terminologi yang berkembang dalam fikih dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, istilah
penyertaan dalam ketentuan perundang­undangan, apa itu berarti
mudharabah atau musyarakah. Begitu juga istilah "ijarah" apakah
sama dengan "leasing atau pembiayaan" yang dikenal di ketentuan
yang berlaku.
4. Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai
produk dan jasa perbankan syariah, sehingga dalam melakukan
transaksi sebagian masyarakat cenderung untuk memilih transaksi
yang sudah dikenal di masyarakat luas.

Tindak Lanjut Otoritas Jasa Keuangan terhadap Kontrak Perbankan


Syariah yang Melanggar Hukum Islam dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Temuan Pelanggaran Hukum Islam Berdasarkan Hasil
Identifikasi
Pengawasan on side dan off side yang dilakukan oleh OJK
diteruskan dengan proses identifikasi. Berdasarkan hasil laporan dan
identifikasi, tim pengawas OJK akan mendapatkan temuan-temuan
pelanggaran pada laporan yang diterima maupun dari pemeriksaan
secara langsung. Temuan juga dapat diperoleh berdasarkan
pemeriksaan terhadap akad perbankan syariah dan nasabah atas
kesesuaian substansi dengan prinsip syariah yang secara regulatif
diatur dalam fatwa DSN MUI sebagai dasar pelaksanaan kegiatan
perbankan syariah.
commit to user

100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Akad yang telah diperiksa oleh OJK pada saat on side


supervision menjadi dasar adanya temuan pelanggaran hukum Islam
pada kontrak perbankan syariah. Temuan yang biasanya diperoleh
OJK adalah :
a. Akad/kontrak perbankan syariah mengenai pembelian barang,
namun ternyata pihak bank tidak dapat menunjukkan tanda
terima pembelian atas barang yang telah tercantum dalam
kontrak. Kejadian demikian dapat berlangsung karena
pembelian barang sebagaimana diperjanjikan dalam kontrak
dilakukan oleh nasabah sehingga tanda terima pembelian barang
dikuasai oleh nasabah. Atas temuan demikian dapat disimpulkan
bahwa tanda terima barang yang dimiliki oleh pihak bank
menjadi tidak legkap atau jumalahnya tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam akad sehingga melanggar akad dimana kontrak
yang diperjanjikan dengan bukti-bukti pembayaran tidak sesuai;
b. Produk maupun pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah
tidak sesuai dengan syariat, faktanya masih terdapat bank yang
tidak patuh terhadap prinsip syariah;
c. Bank syariah sudah mengenakan denda keterlambatan terhadap
nasabah yang kreditnya mengalami keterlambatan, dan nasabah
telah memenuhi kewajiban sebgaimana tercantum dalam
kontrak. Faktanya masih ada bank-bank yang atas pemenuhan
substansi kontrak oleh nasabah masih meminta bagi hasil.
Padahal seharusnya, apabila nasabah telah memenuhi denda
keterlambatan dan kewajiban dalam kontrak, bank syariah tidak
diperkenankan untuk kembali meminta uang bagi hasil.
Temuan-temuan dalam kontrak perbankan syariah demikian
sangat membantu OJK untuk menentukan langkah tindak lanjut atas
pelanggaran yang terjadi pada kontrak perbankan syariah. Peluang
pelanggaran hukum islam dapat pula terjadi pada kontrak-kontrak
perbankan syariah berada pada kantor-kantor cabang yang relatif lebih
commit
dekat dengan nasabah. to user
Namun dalam praktik pengawasan OJK,

101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengawasan substansi mengenai akad perbankan syariah, supervisi


dilakukan pada kontrak standar yang ada di kantor pusat dengan
rasionalisasi bahwa kontrak standar yang berada di kantor pusat inilah
yang kemudian akan digunakan pula pada kantor-kantor cabang.
Salah satu contoh kasus pelanggaran kontrak perbankan
syariah terjadi pada tahun 2010. Butet dan rekan-rekannya tertarik
untuk menggunakan produk gadai emas syariah pada BRI Syariah.
Erikatan tersebut menggunakan akad qardh dan ijarah dalam jangka
waktu 120 hari. Butet dan rekan memiliki kewajiban untuk melakukan
pembayaran secara tunai maupun debit tabungan. Pada awal
perjanjian tidak ada persoalan dan semuanya berjalan sebagaimana
mestinya, namun pada tahun 2012 Butet dan rekan dikejutkan dengan
penolakan BRI Syariah untuk memperpanjang akad Qardh dan Ijarah.
BRI Syariah tidak berkenan memperpanjang pengikatan dan memaksa
pihak Butet menjual emas seberat 4,89 kg atau senilai Rp 1,5 miliar
yang telah dijaminkan. Alasan pihak BRI Syariah adalah adanya Surat
Edaran Bank Indonesia (SE-BI) Nomor 14/7/DpbS tentang
Pengawasan Produk Qardh Beragun Emas di Bank Syariah dan Unit
141
Usaha Syariah. Penolakan memperpanjang pengikatan dan
pemaksaan menjual emas yang digadaikan tersebut adalah karena
bertentangan dengan SE-BI Nomor 14/7/Dpbs yang menjadi landasan
penolakan BRI Syariah. Surat Edaran tersebut mengatur akad yang
terkait dengan produk qardh beragun emas yang sudah dilakukan
bank syariah sebelum berlakunya SEBI ini dinyatakan tetap dapat
berlaku sampai jatuh tempo dan dapat diperpanjang selama satu tahun
terhitung sejak berlakunya surat edaran ini.
Kasus tersebut menunjukkan bahwa meskipun bank syariah
dianggap sebagai sebuah lembaga yang menerapkan prinsip syariah
dalam melaksanakan kegiatannya, namun pengawasan harus tetap
dilaksanakan secara optimal mengingat peluang terjadinya
pelanggaran tetap ada. BRI syariah dalam hal ini diindikasikan
141 commit to user
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51553bc79c5fd/gara-gara-gadai-emas--
butet-gugat-bank-syariah. Diakses, pada 15 Desember 2014, jam 22.15 WIB.

102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melakukan pelanggaran karena secara sepihak mendesak pihak


nasabah untuk menjual emas yang dijaminkan pada bank, padahal
dalam perjanjian yang telah dibuat diantara keduanya akad qardh dan
ijarah dapat diperpanjang.
Kasus lain yang mengemuka adalah kasus gadai emas yang
melibatkan Bank Mega Syariah, Departemen Perbankan Syariah
tengah menyelidiki keterlibatan oknum bank. Kasus ini bermula
dengan adanya kasus money game berkedok investasi emas Golden
Traders Indonesia Syariah (GTIS) dan Gold Bullion Indonesia (GBI)
turut menyeret Mega Syariah. Nasabah dibujuk oleh karyawan Bank
Mega Syariah, bernama Fresiyanto Novendi yang juga berperan
sebagai agen marketing GTIS dan GBI. Fresiyanto mengajak nasabah
agar membeli emas dengan skema fisik di GTIS dan GBI. Guna
memuluskan tujuan, Bank Mega Syariah mengucurkan pembiayaan 60
persen dari harga pembelian emas GTIS dan GBI. Masalah muncul
ketika pembayaran bonus dari GTIS dan GBI macet. Saat jatuh tempo,
nasabah tak bisa menebus emas, Mega Syariah lantas melelangnya
dengan hampir 100 persen dana hasil lelang dikuasai Mega Syariah.
Menurut nasabah, praktik gadai emas di Mega Syariah melanggar
aturan Bank Indonesia tentang batas gadai maksimal Rp 250 juta
untuk setiap nasabah. Selama tahun 2011-2013, total nilai gadai emas
nasabah mencapai belasan miliar rupiah. 142
Modus yang biasanya digunakan adalah dengan menggunakan
nama fiktif sehingga batas maksimal masih sebesar Rp. 250.000.000,-
(dua ratus lima puluh juta rupiah) padahal sebenarnya sudah jauh
melampaui nilai tersebut. Kepala Departemen Perbankan Syariah, Edy
mengklaim, OJK telah menyelesaikan 80 persen-90 persen sengketa
143
gadai emas yang berakhir pada mediasi atau pengadilan.
Pelaksanaan kontrak antara bank dan nasabah yang tidak

142
A. Sofyan, 2014, OJK Selidiki Kasus Gadai Emas Bank Mega Syariah,
http://metroonline.co/2014/05/ojk-selidiki-kasus-gadai-emas-bank-mega-
syariah/#.VNKrdiwXGMg Diakses padacommit to user
11 Februari 2015 Pukul 6.46 WIB
143
Ibid.

103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

melaksanakan peraturan yang berlaku maupun menggunakan nama-


nama fiktif guna mengelabui pihak pengawas serta untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan dilakukan tidak
sebagaimana mestinya jelas merupakan sebuah tindakan yang
melanggar prinsip hukum Islam.
Persoalan mengenai kontrak standar yang diterapkan pada
kantor pusat selama ini masih menyisakan persoalan, diantaranya
nasabah tidak diberikan kesempatan untuk memberikan tambahan atau
pengurangan atas substansi kontrak yang akan ditandatangani. Pilihan
yang diberikan hanyalah kontrak standar yang telah disiapkan oleh
pihak bank, nasabah dapat menandatangani apabila menyetujui atau
pilihan lainnya adalah menolak isi perjanjian dan kerjasama antara
bank dan nasabah batal.
Pada praktik kegiatan perbankan syariah, menurut salah satu
pegawai Bank Nasional Indonesia Syariah, pada Buku Pedoman
Perusahaan dinyatakan pada pokoknya kantor cabang dapat
memberikan penambahan atau pengurangan substansi kontrak asalkan
memberikan laporan terlebih dahulu pada kantor pusat. Fakta
demikian menunjukkan bahwa kantor cabang bank syariah memiliki
peluang dan keleluasaan untuk mengadakan penambahan substansi
kontrak selama masih memberikan laporna kepada kantor pusat.
Mencermati peluang dan kemungkinan adanya penambahan
substansi kontrak pada kantor cabang bank syariah serta kontrak
standar yang selama ini diterapkan pada perbankan, hal-hal demikian
membuka peluang adanya pelanggaran hukum Islam pada kontrak
perbankan syariah. Sementara pengawasan yang dilakukan oleh OJK
hanya terbatas pada pengawasan pada kontrak yang berada di tingkat
pusat, karena kontrak pada tingkat pusat yang nantinya akan
didistribusikan dan diterapkan pada kantor cabang di daerah-daerah.
Pemikiran demikian tidak sepenuhnya salah, namun apabila tidak
dilakukan pengawasan secara khusus pada kantor cabang dengan
commit
menempatkan DPS pada to cabang
kantor user misalnya, maka apabila terjadi

104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pelanggaran yang dilakukan oleh kantor cabang, OJK akan mengalami


kesulitan untuk mengetahuinya dengan cepat, mengingat tidak ada
kewajiban bagi OJK untuk melaksanakan pengawasan pada kantor
cabang serta tidak ada laporan berkala yang diberikan oleh kantor
cabang maupun DPS kepada OJK. Kondisi demikian perlu
diantisipasi, mengingat peluang terjadinya perbedaan akad perbankan
syariah di pusat dan daerah sangat besar mengingat kebutuhan di pusat
dan daerah juga berbeda.
Salah satu kaidah hukum dasar muamalat adalah boleh (
). 144hukum dalam bidang ekonomi Islam (muamalah)
143F

atau hukum dasar muamalat pada dasarnya adalah mubah, kecuali jika
ada nash yang shahih, tsabit, dan tegas dalilnya (ketepatan
penggunaannya sebagai dalil) yang melarang serta mengharamkannya.
Jika terdapat nash yang mengatur mengenai hal tertentu, nash itulah
yang dipegang. 145 Kaidah hukumnya adalah sebagai berikut :
14F

Artinya: “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh


dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Segala sesuatu tindakan muamalah dianggap sah dilakukan
sepanjang tidak ada larangan tegas atas tindakan tersebut, jika
dikaitkan dengan tindakan hukum, khususnya perjanjian maka berarti
bahwa tindakan hukum dan perjanjian apapun dapat dibuat sejauh
tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian tersebut. 146 Pada
kaidah hukum ekonomi ini jika dihubungkan dengan penjelaskan
dalam Al-Quran dan hadits tentang jual beli, ada nash yang secara
tegas dijelaskan dalam firman Allah SWT pada surah Al-Baqarah ayat
275, yang berbunyi :

144
Yusuf al-Qardhawi, Tujuh Kaidah Utama dalam Fikih Muamalah, Terj Fedrian
Hasmand, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta. 2014, hlm 6.
145
Hal ini dapat dijelaskan dalam kitab Al-Halal wa al-Haram fi Al-Islam (halal dan
haram dalam Islam) pada bab al-Qawaidu wa Al-Mabadi’ Al-Ammah fi Sya’ni Al-Halal wa Al-
Haram (kaidah-kaidah dan prinsip umum tentang halal dan haram). Lihat Yusuf Al-Qardhawi,
Tujuh Kaidah Utama Fikih Muamalat, Terjm: Fedrian Hasmand, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta,
2010, hlm 10.
146 commitSyariah,
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian to userCtk kedua, Rajawali Press, Jakarta, 2010.
Hlm 84.

105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

…

Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan


mengharamkan riba” (Al-Baqarah ayat 275).
Redaksi jual beli (al-ba’i) bersifat umum, sebab jika sebuah
kata benda (isim) tunggal diawali huruf alif dan lam (al-) maka akan
menjadi kata umum, sehingga kata diartikan berdasarkan
keumumannya. Pemaparan tersebut dapat diartikan bahwa redaksi Al-
Quran memberikan pengertian halalnya segala jenis jual-beli, baik jual
beli al-muqabadhah (ada uang ada barang), jual beli dengan
pertukaran mata uang (ash-sharf), jual beli dengan pesanan(as-salam),
baik secara tunai maupun utang (kredit), baik secara tawar menawar
ataupun tanpa tawar menawar (saling percaya). Serta jenis jual beli
mencakup dengan harga jual lebih tinggi dari nilai modal (al-
murabahah), jual beli sama dengan harga modal (at-tauliyah), jual
beli dengan harga lebih rendah dari nilai modal (al-wadhi’ah) ataupun
jual beli dengan lelang (al-muzayadah). 147 Hukum dasar semua jual
beli adalah mubah apabila dilakukan dengan saling sukarela antara
kedua belah pihak yang boleh melakukan tindakan hukum, kecuali
jual beli yang dilarang seperti riba dan judi, sebab semua kegiatan
ekonomi harus berdasarkan keadilan dan pelarangan kezaliman.
Mencermati kebolehan segala bentuk hubungan jual beli
selama terdapat kesukarelaan diantara para pihak serta menjauhi
bentuk jual beli yang secara tegas dilarang atau yang mengandung riba
dan judi, maka sudah seharusnya, kebolehan yang merupakan sebuah
keleluasaan yang diberikan oleh syariat kepada masnusia
dimanfaatkan sebaik-baiknya guna kemaslahan umat manusia. Upaya
mewujudkan kemaslahatan demikian sesuai dengan teori maqashid
asy syariah dimana tujuan hukum yang utama adalah untuk mencapai
kemaslahatan.
Berkait dengan kontrak perbankan syariah, pada praktik
commit to user
147
Ibid, hlm 18-19.

106
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kegiatannya, menggunakan kontrak standar baku yang telah


ditentukan oleh kantor pusat masing-masing bank. Kontrak standar
baku demikian membatasi adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak yang terikat dalam perjanjian, dalam hal ini pihak bank dan
nasabah. Kepentingan nasabah yang seringkali dikesampingkan dalam
substansi kontrak standar perbankan syariah. Hal demikian wajar
mengingat pembuatan kontrak perbankan syariah selama ini dilakukan
oleh pihak bank, sementara nasabah hanya dapat memberikan
persetujuan atau menolak sehingga kerjasama tidak terlaksana.
Kesepakatan para pihak merupakan satu hal yang sangat
penting dalam perjanjian. Kondisi yang terjadi antara kantor pusat
dengan kantor cabang perbankan syariah seringkali berbeda.
Kebutuhan lingkungan masyarakat mengalami perbedaa menurut
situasi, kondisi, waktu dan tempat. Sehingga substansi akad
seharusnya diberikan keleluasaan untuk mengikuti perkembangan dan
kebutuhan masyarakat mengingat kekhususan lingkungan masyarakat
pada kantor-kantor cabang tertentu yang jelas tidak dapat
disamaratakan. Seperti misalnya masyarakat di lingkungan pantai,
pertanian, pertambangan maupun pegunungan.
Berpijak pada alashlu fi muamalah al ibahah atau kebolehan
dalam muamalah, maka inovasi pada kontrak perbankan syariah dapat
dilakukan untuk menghindari pengurangan hak nasabah baik secara
sengaja maupun secara tidak sengaja. Kontrak standar atau akta baku
yang merupakan turunan dari kantor pusat bank syariah kurang
memberikan kesempatan baik bagi pihak bank maupun nasabah untuk
memberkan terobosan pembiayaan yang bersifat spesifik. Inovasi dan
bentuk substansi kontrak berupa pembiayaan yang bersifat spesifik
menurut perkembangan msyarakat penting untuk dilakukan guna
memenuhi kebutuhan nasabah sebagai mitra bank syariah, sehingga
kesepakatan dan terakomodasinya kepentingan masing-masing pihak
dapat terwujud.
commit
Menurut hukum Islam,toyang
user terpenting dalam kontrak adalah

107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

keadilan diantara para pihak yang mengikatkan diri. Mengenai


substansi kontrak perbankan syariah, pembiayaan pada masing-
masing cabang bank syariah perlu dilakukan pendekatan secara
personal, karena pada dasarnya kontrak antara satu cabang dengan
cabang yang lain tidak dapat digeneralisasi dengan akta baku. Akta
baku yang dibentuk diantara para pihak merupakan ekspresi dari
sistem hukum civil law yang mengutamakan terpenuhinya kepastian
hukum, sementara dalam Islam, kekhususan-kekhususan menurut
kepentingan dan perkembangan masyarakat selama tidak dilarang
secara tegas menurut hukum Islam dibolehkan.

2. Exit Meeting Otoritas Jasa Keuangan sebagai Forum


Pengambilan Keputusan
Temuan atas hasil pemeriksaan dan pengawasan OJK terhadap
perbankan syariah kemudian ditindaklanjuti dengan pelaksanaan exit
meeting. Exit meeting merupakan rapat OJK yang dilaksanakan untuk
mengkomunikasikan hasil pemeriksaan dan menentukan langkah yang
harus dilakukan atas hasil temuan dimaksud. Setelah OJK menemukan
indikasi terjadinya pelanggaran berdasarkan off side supervision dan
on side supervision, DPS akan memberikan penjelasan secara
mendalam dan holistik mengenai hasil pengawasan atas penerapan
prinsip syariah kepada OJK.
Kegiatan exit meeting dilaksanakan sebagai bentuk tindak
lanjut dari hasil temuan pelanggaran dilakukan sebagai agenda wajib.
Setiap kali terdapat temuan pelanggaran, maka akan segera
dilaksanakan exit meeting sebagai bentuk klarifikasi dan penentuan
langkah selanjutnya. Rapat klarifikasi dan penentuan sikap OJK ini
melibatkan OJK sendiri sebagai lembaga otoritas pengawas
perbankan, Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi internal
perbankan syariah dan secara berkala memberikan laporan kepada
OJK serta pihak bank syariah selaku lembaga yang diawasi oleh OJK.
commit to user

108
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Exit meeting memiliki peran yang sangat penting bagi OJK


mengingat setiap keputusan OJK atas suatu tindakan lembaga
keuangan syariah yang menjadi temuan berdasarkan hasil identifikasi
harus terlebih dahulu melewati mekanisme ini. Hasil akhir dari exit
meeting adalah langkah penentuan sanksi bagi pelanggar ketentuan
hukum Islam yang seharusnya dipatuhi dalam substansi kontrak yang
dimiliki oleh perbankan syariah. Sanksi tersebut dapat berupa
peringatan untuk melaksanakan langkah perbaikan atas temuan
pelanggaran maupun sanksi yang lebih berat seperti penggantian
direksi maupun penggantian DPS.
Sektor perbankan yang diketahui memiliki aturan yang sangat
ketat, justru paling banyak memiliki kasus dibanding lembaga
keuangan lain. Menurut Anto Prabowo, Direktur Pengembangan
Kebijakan Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) mengatakan, hingga 31 Oktober 2014 OJK telah
menindaklanjuti sebanyak 2.772 pengaduan. Sebanyak 2.772
pengaduan tersebut, 220 pengaduan yang memiliki indikasi
pelanggaran ketentuan. Mayoritas pengadu adalah nasabah bank bank
yang mengadukan terkait lelang jaminan karena kredit, ada juga
terkait kartu kredit dan gadai emas. 148
Beberapa bank yang dinilai melakukan pelanggaran telah
ditindaklanjuti berupa pemberian teguran dan pihak bank telah
melakukan perbaikan sehingga OJK memandang tidak perlu
menjatuhkan sanksi berupa tindakan kepada manajemen, sanksi
administratif atau pembayaran kepada nasabah.OJK juga sudah
menindaklanjuti 61 pengaduan dengan memfasilitasi pertemuan antara
konsumen dan pelaku jasa keuangan. Hal ini dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara keduanya. Sebanyak
678 pengaduan telah diambilalih oleh pelaku jasa keuangan. OJK juga
telah berkoordinasi dengan instansi lain terhadap 495 pengaduan yang

148
Hendra Gunawan, OJK : Mayoritas Pelanggaran Datang dari Perbankan, 2014,
commit to user
http://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-mayoritas-pelanggaran-datang-dari-perbankan Diakses
pada 28 Desember 2014 Pukul 9:26 WIB

109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bukan merupakan kewenangan OJK. Beberapa diantaranya terkait


kewenangan Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM), Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan
Komoditi (Bappebti), dan Kementerian Perdagangan. Terdapat 828
pengaduan tidak memenuhi persyaratan untuk ditindaklanjuti.
Penyebabnya beragam, dokumen tidak lengkap atau laporan
dibatalkan oleh pelapor. Selain itu, OJK juga masih melakukan
penyelesaian terhadap 490 pengaduan yang masuk. 149

3. Sanksi Terhadap Pelanggaran


Sanksi merupakan hal yang penting untuk diterapkan guna
menjamin pengawalan terhadap pelaksanaan sebuah regulasi. Pasal 9
huruf g Undang-Undang OJK menyebutkan bahwa pada pokoknya
OJK mempunyai wewenang menetapkan sanksi administratif terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Pada huruf h
disebutkan pula bahwa kewenangan OJK juga mencakup memberikan
dan/atau mencabut izin usaha, izin orang perseoragan, efektifnya
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan
kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran
dan penetapan lain.
Sanksi juga dapat dijatuhkan kepada Bank Syariah amupun
Dewan Pengawas Syariah yang terbukti tidak melaksanakan kegiatan
maupun tugas dan fungsinya sesuai GCG maupun secara nyata
melakukan pelanggaran terhada prinsip syariah. Bagi bank syariah,
apabila terbukti berdasarkan hasil pemeriksaan telah melakukan
tindakan pelanggaran terhadap prinsip syariiah maupun GCG, maka
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan syariah, dapat diberikan :
1) Teguran tertulis;
2) Penurunan tingkat ksehatan berupa penurunan peringkat faktor
manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan;
commit to user
149
Ibid

110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;


4) Pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan
5) Pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan
mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum
Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan
persetujuan Bank Indonesia.
Pada praktik pengawasan yang dilakukan oleh OJK, apabila
terjadi pelanggaran hukum Islam pada kontrak perbankan syariah,
OJK akan memberikan teguran sekaligus rekomendasi kepada direksi
untuk memeperbaiki kesalahan yang telah menajdi temuan OJK.
Namun apabila kesalahan kembali terulang, langkah yang kemudian
diambil adalah pemberhentian pengurus bank yang bersangkutan dan
mengganti dengan pengurus yang baru sehingga iklim kinerja
sebelumnya dapat diganti dengan iklim kinerja yang lebih kondusif.
Selain Pengurus bank atau dalam hal ini adalah direksi, Dewan
Pengawas Syariah juga dapat dikenai sanksi apabila terbukti tidak
memberikan laporan secara benar. Apabila OJK menemukan dan
dapat membuktikan adanya tindakan pelaporan maka DPS dapat
diberikan sanksi berupa larangan untuk menjabat sebagai Dewan
Pengawas Syariah selama 10 (sepuluh) tahun. Pernyataan demikian
sebagaimana diatur pada Pasal 82 ayat (2) PBI Good Corporate
Governance yang pada pokoknya menyebutkann dalam hal DPS tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik sampai dengan izin usaha bank
dicabut, maka anggota DPS dimaksud dapat dikenakan sanksi berupa
pelarangan menjadi anggota DPS di perbankan syariah paling lama 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan izin usaha bank oleh Bank
Indonesia. Kewenangan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
Pasal 82 ayat (2) tersebut sekarang beralih kepada OJK.
Terhadap sanksi yang telah diberikan oleh OJK kepada bank
syariah, pihak bank syariah juga harus melakukan laporan atas hasil
perbaikan yang telah dilakukan atas teguran/peringatan yang diberikan
commit
oleh OJK. Langkah tindak to user
lanjut atas pemberian sanksi berupa laporan

111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perbaikan atas pelanggaran hukum Islam akan menjadi landasan bagi


OJK untuk menganggap suatu pelanggaran telah berhasil diperbaiki,
atau justru meningkatkan sanksi menjadi lebih berat seperti
memberikan pelarangan-pelarangan atau bahkan sampai pada
pembekuan izin.

4. Teori Maqashid Asy Syariah dan Teori Sistem Hukum dalam


Pelaksanaan Fungsi Pengawasan OJK
a. Teori Maqashid Asy Syariah
Menurut asy-Syatibi, syari’at bertujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat, atau
hukum itu disyari’atkan untuk kemaslahatan hamba. 150 Maka
dapat dikatakan bahwa kandungan maqashid asy-syari’ah atau
tujuan hukum adalah kemaslahatan umat manusia. Titik tolak
pandangan demikian adalah pemahaman suatu kewajiban (taklif)
diciptakan untuk merealisasikan kemaslahatan hamba. Tidak
satupun dari hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan, karena
apabila hukum tidak mempunyai tujuan maka sama saja dengan
membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksankan (taklif ma
la yutaq). Sehingga hukum dibuat bukan untuk hukum itu
sendiri, melainkan untuk sebuah tujuan yakni kemaslahatan.
Melalui analisis maqashid asy-syari’ah, kemaslahatan tidak
dilihat dalam arti teknis saja, akan tetapi dalam upaya dinamika
dan pengembangan hukum, hukum-hukum yang disyari’atkan
Allah terhadap manusia bisa dilihat sebagai sesuatu yang
mengandung nilai filosofis. 151
Hakikat maqashid asy-syari’ah dari segi substansi adalah
kemaslahatan. Kemaslahatan dalam taklif Tuhan dapat berwujud
dalam dua bentuk, yatu kemaslahatan dalam bentuk haqiqi dan
majazi. Kemaslahatan dalam bentuk haqiqi yaitu manfaat
langsung dalam arti kausalitas, sedangkan dalam bentuk majazi
150 commit
Kutbuddin Aibak, op.cit. hlm. 53. to user
151
Ibid, hlm. 54.

112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

adalah bentuk yang merupakan sebab yag membawa kepada


152
kemaslahatan. Menurut Asy-Syatibi, kemaslahatan dapat
dilhat dari dua sudut pandang, yaitu tujuan Tuhan (maqashid
asy-syari’) dan tujuan Mukallaf (maqashid al-mukallaf).
Maqashid asy-syari’ah dalam arti maqashid asy-syari’
mengandung empat aspek yaitu :
1) Tujuan awal dari syari’at yakni kemaslahatan manusia di
dunia dan di akhirat;
2) Syari’at sebagai sesuatu yang harus dipahami;
3) Syari’at sebagai suatu hukum taklif yang harus dilakukan;
4) Tujuan syari’at adalah membawa manusia ke bawah
naungan hukum.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
memahami maqashid asy-syari’ah menurut asy-Syathibi,
diantaranya 153 :
1) Melakukan analisis terhadap lafal perintah dan larangan.
Makna-makna yang terkandung dalam lafal perintah dan
larangan dikembalikan kepada arti yang hakiki. Suatu
keharusan untuk mewujudkan apa yang telah
diperintahkan atau sebaliknya meninggalkan hal-hal yang
dilarang. Penekanan bentuk perintah dan larangan yang
tegas merupakan sikap kehati-hatian yang perlu
dimengerti dalam upaya melakukan pemahaman maqashid
asy-syari’ah yang lebih tepat, sehingga maqashid asy-
syari’ah benar-benar dapat dijadikan pertimbangan dalam
penetapan dan pengembangan hukum Islam.
2) Penelaahan ‘illah al-amr (perintah) dan an-nahy
(larangan).
Menganalisis ‘illat hukum yang terdapat dalam Al Qur’an
dan Hadist. Adakalanya ‘illat hukum tertulis secara jelas,
ada kalanya tidak tertulis secara jelas. ‘Illat yang tertulis
152
Ibid, hlm. 58. commit to user
153
Asy Syathibi, Al Muwafaqat, hlm 273-290 dalam Ibid, hlm. 71

113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jelas harus diikuti sesuai dengan apa yang diperintahkan


atau dilarang agar tujuannya dapat tercapai. Apabila ‘illat
hukum tidak tertulis secara jelas maka harus dilakukan
tawaqquf (menyerahkan hal itu kepada asy-syari’ yang
lebih mengetahui tujuan dari pensyari’atan hukum).
3) Analisis terhadap sikap diam asy-Syari’ dari pensyari’atan
sesuatu.
Melakukan pemahaman terhadap permasalahan-
permasalahan yang tidak disebut oleh asy-syari’.
Permasalahan hukum tersebut pada hakikatnya sangat
berdampak positif pada kehidupan. Sikap diam demikian
juga dikenal dengan istilah as-sukut asy-syari’ah al-amal
yang memiliki obyek ganda, mu’amalah dan ibadah.
Mencermati cara pemahaman terhadap maqashid asy
syariah menurut asy-Syathibi sebagaimana dipaparkan tersebut,
sejalan dengan konsep upaya pemaslahatan yang dilakukan oleh
DSN MUI dalam membentuk fatwa-fatwa yang selama ini
digunakan untuk menjelaskan secara terperinci mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan sistem ekonomi dan keuangan yang ada
di Indonesia. Lembaga-lembaga keuangan syariah termasuk juga
perbankan syariah memanfaatkan fatwa DSN MUI dalam
melaksanakan kegiatan operasionalnya.
Kepatuhan terhadap fatwa MUI yang dijadikan sebagai
salah satu indikator kepatuhan bagi perbankan syariah terhadap
prinsip hukum Islam. Hal demikian terjadi karena dengan
merujuk pada konsep pemahaman maqashid asy syariah
menurut asy Syathibi yang pertama yakni analisa atas larangan
dan perintah yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadist
menghasilkan penjelasan yang lebih terperinci dalam bentuk
fatwa DSN MUI. Penjelasan yang terdapat dalam fatwa MUI
sangat membantu para pelaku usaha pada perbankan syariah
commit todalam
maupun bagi nasabah user melaksanakan kerjasama. Pada

114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

waktu yang bersamaan, fatwa DSN MUI juga menjadi tolok


ukur bagi OJK untuk menentukan sebuah tindakan perbankan
syariah sebagai bentuk kepatuhan maupun pelanggaran terhadap
hukum Islam.
Eksistensi fatwa DSN MUI sebagai bentuk ijtihad para
ulama kontemporer dalam bidang ekonomi dan keuangan sangat
sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh asy Syathibi.
Maqashid asy syariah atau tujuan tercapainya kemaslahatan
hukum dengan pengembangan hukum Islam semakin terbuka
peluangnya dengan dukungan fatwa DSN MUI yang senantiasa
mendasarkan substansi pemikirannya pada Al Qur’an dan
Hadist.
b. Teori Sistem Hukum (Legal System)
Lawrence M. Friedman 154 juga mengemukakan bahwa
sistem hukum mengemban empat fungsi, yaitu :
1) Hukum sebagai bagian dari sistem kontrol sosial (social
control) yang mengatur perilaku;
2) Sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa (dispute
settlement);
3) Sistem hukum memiliki fungsi sebagai social engineering
function;
4) Hukum sebagai social maintenance, yaitu fungsi yang
menekankan pada peranan hukum sebagai pemelihara
status quo yang tidak menginginkan perubahan.
Mengenal hukum sebagai sistem harus mencermati
kesesuaiannya terhadap asas-asas hukum (principle of legality)
sebagaimana dikemukakan oleh Lon L. Fuller, diantaranya 155 :
1) Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan,
artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan
yang bersifat ad hoc;
2) Peraturan yang telah dibuat harus diumumkan;
154
Teguh Prasetyo, op. cit, hlm.commit
41. to user
155
Ibid, hlm. 41.

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Peraturan tidak boleh berlaku surut;


4) Peraturan disusun dalam rumusan yang mudah dimengerti;
5) Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan
yang bertentangan satu sama lain;
6) Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi
apa yang dapat dilakukan;
7) Peraturan tidak boleh berubah-ubah;
Harus ada kecocokan antara yang diundangkan dengan
pelaksanaannya sehari-hari.Lawrence M. Friedman dalam teori
legal system yang termuat dalam buku Achmad Ali, menyatakan
bahwa hukum merupakan gabungan antara tiga komponen yang
diantaranya meliputi 156 :
a. Komponen struktur hukum (legal structure), yaitu
kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum dengan
berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung
bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan
untuk melihat bagaimana sistem hukum memberikan
pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum
secara teratur;
b. Komponen substantif hukum (legal substance), sebagai
output dari sistem hukum, berupa peraturan-peraturan,
keputusan-keputusan yang digunakan, baik oleh pihak
yang mengatur maupun yang diatur;
c. Komponen kultur hukum (legal culture), terdiri dari nilai-
nilai dan sikap-sikap yang memengaruhi bekerjanya
hukum atau oleh Lawrence M. Friedman disebut kultur
hukum. Kultur (budaya), hukum inilah yang berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan
hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga
masyarakat. Kultur hukum dibedakan antara internal legal

156
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
commit to(Legisprudence),
Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang user Kencana, Jakarta, 2012, hlm.
30.

116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

culture yakni kultur hukumnya lawyers, judges dan


external legal culture yakni kultur hukum masyarakat
pada umumnya.
Mencermati teori legal system sebagaimana disampaikan
oleh Laurence M Friedman tersebut, sangat tepat apabila
digunakan sebagai pisau analisis terhadap persoalan pengawasan
OJK terhadap kontrak perbankan syariah yang melanggar
hukum Islam. Bekerjanya hukum yang dalam hal ini adalah
regulasi OJK sebagaimana termuat dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menjadi
titik pijak sebagai substansi pertama keberlakuan hukum
terhadap pengawasan kontrak perbankan syariah yang
melanggar hukum Islam. Analisa struktur hukum dapat ditelaah
berkaitan dengan kinerja organ maupun kelembagaan yang
melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-undang OJK maupun regulasi lain
yyang terkait. Sementara komponen budaya hukum mencakup
nilai dan sikap dari berbagai pihak yang terkait dalam upaya
melaksanakan tugas dan fungsi OJK dimaksud. Sinergisitas teori
legal system Laurence M. Friedman dengan pengawasan OJK
terhadap kontrak perbankan syariah yang melanggar hukum
Islam dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Struktur hukum (legal structure), kelembagaan dalam
OJK yang secara khusus menangani pengawasan terhadap
perbankan syariah dikelola dan dilaksanakan oleh
Departemen Perbankan Syariah, yangs sebelum
kemunculan OJK merupakan satuan kerja dibawah Bank
Indonesia. Departemen Perbankan Syariah pula yang
melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap
akan-akad perbankan syariah guna menelaah kepatuhan
serta menemukan adanya indikasi pelanggaran serta
kemudian commit to user
menindaklanjuti temuan pelanggaran hukum

117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Islam dimaksud. Pelaksanaan tugas dan fungsi


pengawasan demikian juga didukung dengan koordinasi
OJK atau dalam hal ini Departemen Perbankan Syariah
dengan DSN MUI ketika OJK menghadapi persoalan yang
perlu analisis berkait dengan syariah yyang memerlukan
penjelasan lebih mendalam. Koordinasi demikian
dilaksanakan dalam rangka mendukung bekerjanya sistem
hukum sebagaimana tercantum dalam regulasi yang
mengatur tugas dan fungsi OJK sehingga dapat
memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
b. Substansi hukum (legal substance) dalam pengawasan
OJK diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan. Resgulasi ini merupakan
output dari sistem hukum, berupa undang-undang yang
dipergunakan untuk mengatur tugas dan fungsi OJK dalam
kaitan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan terhadap
lembaga-lembaga yang bergerak dalam sektor jasa
keuangan, termasuk perbankan syariah. Selain Undang-
Undang OJK, regulasi lain yang turut menjadi bagian dari
substansi hukum yang berfungsi sebagai aturan dalam
melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan OJK maupun
hal-hal yang menjadi kewajiban yang harus dipatuhi oleh
perbankan syariah diantaranya adalah fatwa-fatwa DSN
MUI yang berkaitan dengan perbankan syariah serta
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/2009 tentang
Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah. Peraturan-peraturan tersebut
merupakan substansi hukum yang menjadi pedoman baik
bagi pelaku usaha dalam bidang perbankan syariah
maupun oleh OJK selaku lembaga pengawas independen;
c. Kultur hukum (legal culture) yang seringkali terjadi dalam
commit to user
praktik perbankan baik secara umum maupun secara

118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

khusus pada perbankan syariah adalah kontrak standar


yang dimiliki oleh pihak bank, seringkali tidak seimbang
dalam mengatur kepentingan antara nasabah dengan
pelaku usaha. Ketidakseimbangan demikian cenderung
menguntungkan para pelaku usaha, namun pihak nasabah
juga tidak melakukan komplain karena hal demikian
dinggap sebagai sesuatu yang wajar dan lazim terjadi.
Khusus berkait dengan perbankan syariah, kultur demikian
harus dihindari, mengingat konsep perjanjian menurut
prinsip syariah maupun hukum perdata yang diatur dalam
BW sangat mengutamakan keseimbangan diantara para
pihak sehingga kultur hukum demikian harus dikikis
habis. Perbaikan kultur hukum dengan menigkatkan nilai-
nilai dan sikap-sikap yang memengaruhi bekerjanya
hukum akan mampu menjembatani peraturan hukum
dengan tingkah laku hukum seluruh pihak yang terkait
dalam perkembangan perbankan syariah kedepan.
Komitmen pelaku usaha perbankan syariah untuk
senantiasa melaksankan kegiatan dengan mengedepankan
prinsip syariah secara utuh sebagai internal legal cultur
serta kesadaran masyarakat umum sebagai nasabah untuk
lebih terbuka dalam memahami hak-haknya sebagai
bentuk external legal culture akan menjadi langkah awal
perbaikan kultur hukum dalam kegiatan perbankan
syariah.
Sisi menarik sistem hukum yang berlaku di Indonesia
terletak pada keberagamannya. Eksistensi sistem hukum tidak
hanya berkiblat pada satu sistem hukum melainkan lebih bersifat
campuran. Seperti halnya teori legal system yang merupakan
tradisi hukum barat dan banyak dikutip dalam berbagai kajian
ilmu hukum, nyatanya harus mau berbagi posisi dengan sistem
commit
hukum yang lain to user
semisal hukum Islam. Teori legal ystem

119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengedepankan peran negara sebagai pengawas segala macam


tindakan hukum di suatu negara, sehingga secara administratif
setiap warga negara termasuk segala bentuk badan usaha harus
tunduk pada negara. Keberadaan hukum Islam yang secara nyata
tumbuh dan berkembang bersama dengan masyarakat
sebelumnya tidak secara resmi diberlakukan oleh negara namun
secara fakta dilaksanakan dan dipatuhi oleh masyarakat,
sehingga akhirnya negara mengakui.
Hal demikian relevan dengan fungsi pengawasan OJK
terhadap pelanggaran hukum Islam pada perbankan syariah,
mengingat di satu sisi fungsi pengawasan OJK sebagai bentuk
upaya pelaksanaan teori legal system dengan memberdayakan
fungsi substansi, struktur dan kultur hukum melalui lembaga
independen OJK, namun di sisi lain fungsi tersebut adalah untuk
menegakkan hukum Islam dalam pelaksanaan kegiatan
perbankan syariah. Keselarasan sistem hukum demikian tidak
lain bertujuan untuk mewujudkan tatanan hukum yang sesuai
dengan tujuan hukum berupa kepastian hukum, keadilan dan
kemanfaatan bagi masyarakat.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Identifikasi Pelanggaran Hukum Islam pada kontrak perbankan
syariah dilaksanakan oleh satuan kerja OJK yang dikenal sebagai
Departemen Perbankan Syariah (DPBS) yang sebelum kemunculan
OJK berada dibawah Bank Indonesia. Kinerja DPBS dalam
melakukan pengawasan dan pemeriksaan dilaksanakan dengan bentuk
off side supervision dan on side supervision. Off side supervision
(pengawasan tidak langsung) dilakukan oleh pengawas bank melalui
commit
penelitian dan analisis to user
terhadap laporan-laporan yang wajib kepada

120

Anda mungkin juga menyukai