PENDAHULUAN
1
sel yang terpapar zat-zat lain yang menyebabkan terjadinya inflamasi atau peradangan.
ROS sebagian besar merupakan hasil dari respon fisiologis (ROS endogen) yaitu hasil
metabolisme sel normal dan sebagian kecil merupakan hasil paparan dari luar tubuh (ROS
eksogen) yaitu oksigen reaktif yang berasal dari polutan lingkungan, radiasi, infeksi
bakteri, jamur dan virus.
ROS terdiri dari superoksida (*O2), hidroksil (*OH), peroksil (ROO*), hidrogen
peroksida (H2O2), singlet oksigen (1O2), oksida nitrit (NO*), peroksinitrit (ONOO*),
asam hipoklorit (HOCl), dan hasil oksidasi lemak pada makanan. Radikal bebas yang
paling banyak terbentuk di dalam tubuh adalah superoksida. Superoksida ini akan diubah
menjadi hidrogen peroksida (H2O2) . Hidrogen ini dalam tahap propagasi akan diubah
menjadi radikal hidroksil (*OH). Radikal hidrosil inilah yang menyebabkan terjadinya
peroksidasi lemak pada membran sel sehingga sel mengalami kerusakan. Keadaan ini kalau
dibiarkan terus akan menyebabkan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan
antioksidan endogen yang dikenal dengan nama stres oksidatif. Stres oksidatif juga terjadi
akibat menurunnya jumlah oksigen dan nutrisi, sehingga menimbulkan proses iskemik dan
kerusakan mikrovaskular. Keadaan ini disebut dengan Reperfusion Injury. Hal ini juga
dapat memicu terjadinya kerusakan jaringan karena produksi radikal bebas yang berlebih
dari hasil metabolisme lemak dan protein yang tersimpan di dalam tubuh karena kurangnya
asupan antioksidan dari luar tubuh.
Keadaan di atas menyebabkan tubuh memerlukan suatu asupan yang mengandung
suatu senyawa yaitu antioksidan yang mampu menangkap dan menetralisir radikal bebas
tersebut sehingga reaksi–reaksi lanjutan yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif dapat
berhenti dan kerusakan sel dapat dihindari atau induksi suatu penyakit dapat dihentikan.
Reaksi terminasi antioksidan biasanya terjadi dengan cara menangkap radikal hidroksil
(*OH) pada tahap reaksi peroksidasi lemak, protein atau molekul lainnya pada membran
sel normal sehingga kerusakan sel dapat dihindari. Dalam sistem biologis, tubuh biasanya
dapat memproduksi sendiri antioksidan yang berupa enzim seperti superoksida dismutase,
katalase, dan glutation peroksidase (antioksidan endogen). Terjadi stres oksidatif karena
produksi ROS berlebih maka antioksidan endogen ini harus mendapat tambahan
antioksidan dari luar tubuh (antioksidan eksogen) yang dapat berasal dari asupan makanan
dan minuman yang dikonsumsi tiap hari.
2
Antioksidan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan tubuh
manusia karena fungsinya dapat menghambat dan menetralisir terjadinya reaksi oksidasi
yang melibatkan radikal–radikal bebas. Mekanisme hambatan dari antioksidan biasanya
terjadi pada saat reaksi-reaksi inisiasi atau propagasi pada reaksi oksidasi lemak atau
molekul lainnya di dalam tubuh dengan cara menyerap dan menetralisir radikal bebas atau
mendekomposisi peroksida (Zheng dan Wang, 2009). Netralisir ini dilakukan dengan cara
memberikan satu elektronnya sehingga menjadi senyawa yang lebih stabil atau terjadi
reaksi terminasi dan reaksi–reaksi radikal berakhir atau stres oksidatif tidak terjadi pada
sel. Disamping mencegah atau menghambat terjadinya stres oksidatif dan kerusakan
jaringan sel, antioksidan (Vitamin E) berperan penting dalam menghambat peningkatan
produksi sitokin seperti interleukin-6 (Il-6) atau Tumor Necrosis Factor (TNF-α) yang
merupakan sitokin proinflamasi atau peradangan. Antioksidan dalam makanan atau
minuman dapat berupa antioksidan alami seperti yang terkandung dalam sayur-sayuran,
buah-buahan dan minuman maupun antioksidan sintetis yang sengaja ditambahkan (zat
aditif) pada makanan dan minuman yang dikonsumsi. Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil
Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG) dan Tert-Butil Hidrosi Quinon (TBHQ) adalah
senyawa antioksidan sintetis yang secara luas dipergunakan dalam makanan dan minuman.
Hasil penelitian Amarowicz (2000) menyatakan bahwa penggunaan atau pemaparan
antioksidan sintetis dalam waktu yang cukup lama bukan merupakan antioksidan yang baik
karena dapat menimbulkan efek samping berupa peradangan sampai kerusakan hati dan
meningkatkan risiko penyakit karsinogenesis pada hewan coba .
Peningkatan konsumsi antioksidan alami yang terdapat dalam buah, sayur, bunga,
dan bagian-bagaian lain dari tumbuhan dapat menghindari penyakit-penyakit degeneratif.
Kandungan mikronutrien pada buah, sayur-sayuran dan tanaman lain seperti vitamin A, C,
E, asam folat, antosianin, senyawa fenol dan flavonoid dapat dijadikan pengganti konsumsi
antioksidan sintetis. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh kandungan
senyawa fenol, karotenoid dan vitamin C pada buah Nectarine, Peach dan Plum Cultivars
dapat dipergunakan sebagai antioksidan alami. Indonesia sangat kaya akan tanam-tanaman
yang mengandung senyawa antioksidan dan sudah terbiasa dikonsumsi secara turun
temurun baik itu berupa sayur-sayuran maupun buah-buahan. Kandungan fenol dan
flavonoid pada ekstrak buah mengkudu mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi
3
sehingga dapat dipergunakan sebagai antioksidan alami. Buah jambu mente mempunyai
aktivitas sebagai antioksidan alami. Senyawa xanton buah manggis dapat dipergunakan
sebagai antioksidan karena dapat menurunkan MDA tikus yang terpapar benzopiren. Ubi
jalar ungu dapat dipergunakan sebagai antioksidan alami karena dapat menurunkan kadar
MDA dalam darah dan hati mencit setelah diberikan aktivitas fisik maksimal. Pemberian
jus delima merah dapat meningkatkan kadar GPx pada darah mencit dengan aktivitas fisik
maksimal. α-tokoferol dapat meningkatkan SOD dan menurunkan MDA jaringan hati tikus
di bawah kondisi stres.
Penurunan kadar MDA dan 8-OHdG serta kenaikan antioksidan enzimatik seperti
SOD, GPx dan katalase disebabkan oleh kandungan senyawa - senyawa turunan fenol,
flavonoid, karotenoid, tokoferol dan Vitamin C. Turunan senyawa fenol seperti misalnya
flavonoid dapat menangkap ROS, menghambat kerja enzim yang menghasilkan ROS dan
membentuk kelat dengan logam-logam yang memacu terbentuknya ROS sehingga
reaksireaksi ROS dengan sel-sel normal seperti peroksidasi lemak dan kerusakan DNA
dapat dicegah atau stres oksidatif tidak terjadi lagi. Kandungan senyawa - senyawa turunan
fenol, flavonoid, karotenoid, tokoferol dan Vitamin C biasanya banyak terdapat pada
daun,buah, bunga dan umbi (rimpang) seperti kandungan flavonoid pada buah mengkudu,
isoflavon pada kedelai, flavonoid pada bunga kamboja jenis cendana, antosianin pada
daun, umbi ubijalar ungu dan flavonoid pada daun gaharu.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Antioksidan?
2. Apa manfaat Antioksidan?
3. Apa fungsi zat Antioksidan?
4. Bagaimana mekanisme kerja antioksidan?
5. Apa saja kapasitas Antioksidan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari antioksidan.
2. Untuk mengetahui manfaat antioksidan.
3. Untuk mengetahui fungsi zat antioksidan.
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja antioksidan
5. Untuk mengetahui kapasitas antioksidan.
1.4 Manfaat
1. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan antioksidan.
2. Dapat memahami manfaat dari antioksidan.
3. Dapat memahami fungsi zat antioksidan.
4. Dapat memahami mekanisme kerja antioksidan
5. Dapat memahami kapasitas antioksidan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antioksidan
6
• Antioksidan yang sudah diproduksi di dalam tubuh manusia yang dikenal dengan
antioksidan endogen atau enzim antioksidan (enzim Superoksida Dismutase
(SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan Katalase (CAT).
• Antioksidan sintetis yang banyak digunakan pada produk pangan seperti Butil
Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat dan Tert-Butil
Hidroksi Quinon (TBHQ).
• Antioksidan alami yang diperoleh dari bagian-bagian tanaman seperti kayu, kulit
kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari seperti vitamin A, vitamin C,
vitamin E dan senyawa fenolik (flavonoid)
7
dan nutrisi. Peroksidasi lipid adalah salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan
selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan. Antioksidan selain digunakan dalam
industri farmasi, tetapi antioksidan juga digunakan secara luas dalam industri makanan,
industri petroleum, industri karet dan sebagainya. Dalam tubuh antioksidan diharapkan juga
mampu menghambat proses oksidasi. Proses oksidasi yang terjadi secara terus menerus
dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif dan penuaan dini.
8
GSH-Px merupakan enzim antioksidan yang mengandung selenium
(Se) pada sisi aktifnya. Adapaun kerja enzim ini mengubah molekul
hidrogen peroksida (yang dihasilkan dari aktivitas enzim SOD dalam sitosol
dan mitokondria) dan berbagai hidro serta lipid peroksida menjadi air.
GSH-Px bekerja dengan cara mengoksidasi glutation bentuk tereduksi
(GSH) menjadi bentuk teroksidasi (GSSG). Glutation tereduksi mencegah
lipid membran dan unsur-unsur sel lainnya dari kerusakan oksidatif dengan
cara merusak molekul hidrogen peroksida dan lipid hidroperoksida. Dan
aktivitasnya GSH-Px memerlukan glutation sebagai kosubstrat dan
glutation reduktase untuk merestorasi glutation menjadi bentuk tereduksi.
9
Gambar. Reaksi Dismutasi
Enzim SOD melindungi sel-sel tubuh dan mencegah terjadinya
proses peradangan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Sebenarnya enzim
ini telah ada dalam tubuh, akan tetapi memerlukan bantuan zat gizi mineral
seperti mangan (Mn), seng (Zn), dan tembaga (Cu) agar dapat bekerja. Oleh
karena itu, mineral-mineral tersebut harus tersedia dalam jumlah yang
cukup, jika ingin menghambat timbulnya gejala penyakit degeneratif.
Aktivitas enzim SOD memiliki peran penting dalam sistem
pertahanan tubuh, terutama terhadap aktivitas senyawa oksigen reaktif yang
bisa menyebabkan stres oksidatif. Berdasarkan adanya logam yang
berperan sebagai kofaktor pada sisi aktif enzim, enzim SOD dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu, Cu/Zn-SOD, Mn-SOD dan Fe-SOD.
• Katalase
Katalase merupakan enzim yang mengatalisis dismutase hidrogen
peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen. Enzim katalase memecah H2O2
menjadi H2O dan ½O2. Enzim ini berperan sebagai peroksidasi khusus
dalam reaksi dekompisisi hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air.
Enzim tersebut dapat mengoksidasi 1 molekul hidrogen peroksida menjadi
oksigen, selanjutnya enzim ini akan mereduksi molekul hydrogen peroksida
kedua menjadi air secara simultan. Metanol, etanol dan format merupakan
senyawa pemberi ion hidrogen sehingga reaksi ini dapat berjalan.
10
oksigen, pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap radiasi
UV atau deaktivasi singlet oksigen.
Lipida pangan umumnya mengandung ion-ion logam dalam jumlah sangat
kecil yang mungkin berasal dari enzim-enzim yang diaktifkan oleh logam, berasal
dari peralatan pemurnian minyak atau berasal dari proses hidrogenasi. Logam-
logam berat khususnya yang bervalensi dua atau lebih dengan potensial redoks
yang sesuai, seperti Co, Cu, Fe, Mn dan sebagainya, mempersingkat periode
induksi dan meningkatkan kecepatan maksimum dari oksida lipida.
Senyawa pengkelat logam yang membentuk ikatan-ikatan σ dengan logam
sifatnya efektif sebagai antioksidan sekunder karena hanya senyawa ini
menurunkan potensil redoks dan karenanya menstabilkan bentuk teroksidasi dari
ion-ion logam.
Asam sitrat, EDTA dan turunan asam fosfat adalah senyawa-senyawa
pengkelat ion-ion logam. Asam sitrat yang banyak digunakan dalam produk pangan
adalah pengkelat logam yang lemah. Meskipun demikian, senyawa ini sangat
efektif dalam menghambat kerusakan oksidatif dari lipida dalam bentuk produk
pangan dan umumnya ditambahkan kedalam minyak nabati sesudah proses
deodorisasi. Pengkelat ion-ion logam ini sering disebut sinergis karena dapat
meningkatkan aktivitas antioksidan fenolik. Contoh antioksidan sekunder adalah
vitamin E, vitamin C, β-caroten, isoflavon, bilirubin dan albumin. Potensi
antioksidan ini dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas
atau dengan cara menangkapnya (scavenger free radical) sehingga radikal bebas
tidak beraksi dengan komponen seluler.
c. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang
disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim-enzim yang
memperbaiki DNA dan metionin sulfida reduktase.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan
antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh
antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya secara luas diseluruh dunia
11
untuk digunakan dalam makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA),
Butylated Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon (TBHQ) dan
tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi
secara sintetis untuk tujuan komersial.
Adib (2016) menjelaskan jika di suatu tempat terjadi reaksi oksidasi dimana
reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas (∙OH) maka tanpa
adanya kehadiran antioksidan radikal bebas ini akan menyerang molekul-molekul
lain di sekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas yang lain
yang siap menyerang molekul yang lainnya lagi. Akhirnya akan terbentuk reaksi
berantai yang sangat membahayakan. Berbeda halnya bila terdapat antioksidan,
radikal bebas akan segera bereaksi dengan bioantioksidan membentuk molekul
yang stabil dan tidak berbahaya. Reaksi pun berhenti sampai disini.
Radikal bebas yang lain akan memulai reaksi yang sama dengan molekul
yang ada di sekitarnya.
12
radikal bebas tersebut tidak lagi perlu menyerang sel dan reaksi rantai oksidasi akan
terputus. Setelah memberikan elektron, antioksidan menjadi radikal bebas secara
definisi. Antioksidan pada keadaan ini berbahaya karena mereka mempunyai
kemampuan untuk melakukan perubahan elektron tanpa menjadi reaktif. Tubuh
manusia mempunyai pertahanan sistem antioksidan. Antioksidan yang dibentuk di
dalam tubuh dan juga didapat dari makanan seperti buah-buahan, sayur-sayuran,
biji-bijian, kacang-kacangan, daging dan minyak. Ada dua garis pertahanan
antioksidan di dalam sel. Garis pertahanan pertama, terdapat di membran sel larut
lemak yang mengandung vitamin A (betakaroten) E, dan koensim Q (Clarkson dan
Thompson, 2000).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak negatif
oksidan. Antioksidan dibedakan menjadi dua dari asal terbentuknya yaitu antioksidan
endogen (Antioksidan enzimatis) dan eksogen (Antioksidan non-enzimatis). Antioksidan
penting untuk mempertahankan mutu produk pangan serta kesehatan dan kecantikan.
Fungsi utama dari antioksidan adalah untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi baik
dalam makanan maupun dalam tubuh.
Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi 3
yaitu : antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer bekerja untuk
mencegah pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada
menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum senyawa radikal bebas
bereaksi antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak
sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai;
antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal
bebas.
3.2 Saran
14
Perlu dilakukan penetitian lebih lanjut mengenai bagaimana cara tubuh membentuk
radikal bebas, bagaimana cara meningkatkan kualitas atau manfaat antioksidan sintetis, dan
cara meningkatkan pasokan antioksidan dalam tubuh.
DAFTAS PUSTAKA
Adib. 2016. Antioksidan: Apa yang perlu kita ketahui tentangnya.
(https://ypsa.id/2016/06/22/antioksidan-apa-yang-perlu-kita-ketahui-tentangnya/ Diakses
12 November 2021)
Buck DF. 1991. Antioksidant. J. Smith (eds). Food Additive User’s Handbook. Galsgow-UK:
Blakie Academic & Profesional.
Clarkson, P. M., & Thompson, H. S. 2000. Antioxidants : what role do they play in physical
activity and health?. The American Journal of clinical nutrition, 72 (2), 637S-646S.
Halliwell B. 1994. Free Radical, Antioxidant and Human Disease: Curiosity, Cause or
Consequence. The Lancet 344: hlm 721-724.
Hernani, Raharjo, M., (2005). Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penebar Swadya, Jakarta.
Khaira, K. (2016). Menangkal radikal bebas dengan anti-oksidan. Sainstek: Jurnal Sains dan
Teknologi, 2(2), 183-187.
Parwata,. I.,O.,A. 2016. Antioksidan Kimia Terapan Program Pascasarjana. Universitas Udayana
Putra SE. 2008. Artikel “Antioksidan Alami di Sekitar Kita”. http:// www.chemistry. org. [19
Maret 2013].
15
Tahir, I., Wijaya, K., Widianingsih, D., (2003). Seminar on Chemometrics-Chemistry Dept Gadjah
Mada University, Terapan Analisis Hansch Untuk Aktivitas Antioksidan senyawa Turunan
Flavon/Flavonol, 25 Januari.
Tamat, S. R., T. Wikanta dan L. S. Maulina. 2007. Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Senyawa
Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 5(1): 31-36.
Wijaya A. 1996. Radikal Bebas dan Parameter Status Antiosidan. Forum Diagnosticum. Lab
Klinik Prodia 1:1-12.
Winarti, Sri. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta.
16