Anda di halaman 1dari 14

HAKEKAT PANCASILA SILA KE III DAN SILA KE IV

KELOMPOK 2 :

Rahma Humairah (K011211222)


Eirene Nathalinri (K011211224)
Arbi Ahmadi (K011211232)
Nabila salsabilah (K011211246)
Alfi Zahra Dafana (K011211249)
Nur Fadila Safitri (K011211251)
St.Nuraini R (K011211248)

PROGRAM STUDI
KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat waktu.
Dalam makalah ini, penulis mengangkat judul

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan
Pancasila. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah pengetahuan penulis mengenai
bagaimana Hakekat Pancasila Sila Ke III dan ke-IV

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian makalah ini. Bapak Dr. Safriadi,S.Ip,M.Si, selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat waktu. Dan terakhir
Kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan saran dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepaas dari semua ini Penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada
kekurangannya baik dalam segi materi, penyusunan kalimat ataupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala kritik dan akhir kata penulia
berharap semoga makalah mengenai Hakekat Pancasila Sila Ke III dan ke-IV ini memberikan
manfaat dan inspirasi terhadap pembacanya.

Makassar, 19 Oktober 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan ........................................................................................................... 2

D. Manfaat ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Pancasila Dalam Kehidupan Bangsa Indonesia ........................................... 3

B. Hakekat Nilai Sila Ketiga ............................................................................. 5

C. Hakekat Nilai Sila Keempat ......................................................................... 7

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 10

A. Kesimpulan .............................................................................................. 10

B. Saran ........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesiaserta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. BahwasanyaPancasila yang telah
diterima dan ditetapkan sebagai dasar Negara seperti tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa,
yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu
kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia. Karena kita Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian
Pancasila itu perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan
pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara
Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Pancasila merupakan suatu kesatuan, sila yang satu tidak bisa dipisahkan dari sila
yang lainnya sebab keseluruhan sila di dalam pancasila merupakan suatu kesatuan
organisme, atau suatu kesatuan keseluruhan yang bulat. Patut kita sayangkan jika
bangsa Indonesian yang mengakui pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang ada
sekarang ini tidak tahu akan hakekat pancasila yang sebenarnya dan perwujudannya
dalam undang-undang 1945. Pengamat dan dosen filsafat Romo J Haryatmoko
menyatakan Pancasila harus disosialisasikan ala "salesman" agar mudah memasyarakat
karena ideologi yang abstrak bisa diturunkan menjadi hal yang sederhana.

Untuk lebih jelas contohnya sebagai berikut, yaitu faham kemanusiaan yang
dimiliki oleh bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia faham kemanusiaan
sebagai yang dirumuskan dalam sila II adalah faham kemanusiaan yang dibimbing oleh
ketuhanan yang maha esa, sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Inilah yang dimaksud dengan sila II yang diliputi dan dijiwai oleh sila I, begitu pula
sila-sila yang lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sila I,II,III,IV,V pada
hakekatnya merupakan penjabaran dan penghayatan dari sila I. Adapun susunan sila-
sila pancasila adalah sistematis dan hierarkhis, artinya kelima sila itu menunjukkan

1
suatu rangkaian yang bertingkat (Hieararkhis). Sekalipun sila-sila didalam pancasila
merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Namun dalam
memahami hakikat pengertiannya sangat diperlukan uraian sila demi sila yang lain,
uraian atau penafsiran haruslah bersumber dan berpedoman dan berdasarkan pada
pembukaan batang tubuh UUD 1945.

Kesatuan sila-sila Pancasila merupakan kesatuan yang memiliki hubungan yang


bertingkat dan berbentuk piramidal (kesatuan yang bersifat hierarkhis dan berbentuk
piramidal), dan sebagai konsekuensinya merupakan kesatuan yang saling
mengkualifikasi, karena tidak dapat digunakan sebagai asas kerohanian negara. Setiap
sila dapat diartikan dalam bermacam-macam maksud, karena sila-sila pancasila yang
memiliki susunan hieararkhis piramidal ini mengacu pada sila ketuhanan yang maha
esa sebagai basis dari sila kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebaliknya, ketuhanan
yang maha esa adalah ketuhanan yang berkemanusiaan, persatuan, berkerakyatan, dan
berkeadilan sosial, sehingga di dalam setaip sila senantiasa terkandung dalam sila-sila
lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia?
2. Apa saja hakikat nilai sila ketiga?
3. Apa saja hakikat nilai sila keempat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia
2. Untuk mengetahui hakikat nilai sila ketiga
3. Untuk mengetahui hakikat nilai sila keempat

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA


a. Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu proses
perpaduan berbagai elemen budaya dalam kehidupan masyarakat sehingga
menjadikan masyarakat berkembang secara dinamis. (J.W.M. Bakker, 1984: 22)
menyebutkan adanya beberapa saluran inkulturasi, yang meliputi: jaringan
pendidikan, kontrol, dan bimbingan keluarga, struktur kepribadian dasar, dan self
expression. Kebudayaan bangsa Indonesia juga merupakan hasil akulturasi
sebagaimana yang ditengarai Eka Dharmaputera dalam bukunya Pancasila:
Identitas dan Modernitas. Haviland menegaskan bahwa akulturasi adalah
perubahan besar yang terjadi sebagai akibat dari kontak antarkebudayaan yang
berlangsung lama. Hal-hal yang terjadi dalam akulturasi meliputi:
1) Substitusi; penggantian unsur atau kompleks yang ada oleh yang lain yang
mengambil alih fungsinya dengan perubahan truktural yang minimal.
2) Sinkretisme; percampuran unsur-unsur lama untuk membentuk sistem baru.
3) Adisi; tambahan unsur atau kompleks-kompleks baru.
4) Orijinasi; tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang
berubah.
5) Rejeksi; perubahan yang berlangsung cepat dapat membuat sejumlah besar
orang tidak dapat menerimanya sehingga menyebabkan penolakan total atau
timbulnya pemberontakan atau gerakan kebangkitan (Haviland, 1985: 263).

Pemaparan tentang Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga disebut sebagai
jati diri bangsa Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai literatur, baik dalam
bentuk bahasan sejarah bangsa Indonesia maupun dalam bentuk bahasan tentang
pemerintahan di Indonesia. As’ad Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan
Kemashlahatan Berbangsa mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural
dapat ditelusuri dari kehidupan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.
Karena tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat diitelusuri melalui peran agama-
agama besar, seperti: peradaban Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Agama-agama

3
tersebut menyumbang dan menyempurnakan konstruksi nilai, norma, tradisi, dan
kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya, ko nstruksi
tradisi dan kultur masyarakat Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa
dilepaskan dari peran peradaban Islam. Sementara konstruksi budaya Toraja dan
Papua tidak terlepas dari peradaban Kristen. Demikian pula halnya dengan
konstruksi budaya masyarakat Bali yang sepenuhnya dibentuk oleh peradaban
Hindu (Ali, 2010: 75).

b. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia


Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diwujudkan dalam
sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap mental, tingkah laku dan
perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan
bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak
ada pribadi yang benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau
halnya sendiri, demikian pula halnya dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994: 157).
Meskipun nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan juga
terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia kelima
sila tersebut mencerminkan kepribadian bangsa karena diangkat dari nilai-nilai
kehidupan masyarakat Indonesia sendiri dan dilaksanakan secara simultan. Di
samping itu, proses akulturasi dan inkulturasi ikut memengaruhi kepribadian
bangsa Indonesia dengan berbagai variasi yang sangat beragam. Kendatipun
demikian, kepribadian bangsa Indonesia sendiri sudah terbentuk sejak lama
sehingga sejarah mencatat kejayaan di zaman Majapahit, Sriwijaya, Mataram, dan
lain-lain yang memperlihatkan keunggulan peradaban di masa itu. Nilai-nilai
spiritual, sistem perekonomian, politik, budaya merupakan contoh keunggulan yang
berakar dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.
c. Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia
Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini
kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa
Indonesia yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa dan menimbulkan tekad yang kuat untuk mengamalkannya dalam
kehidupan nyata (Bakry, 1994: 158). Pancasila sebagai pandangan hidup berarti

4
nilai-nilai Pancasila melekat dalam kehidupan masyarakat dan dijadikan norma
dalam bersikap dan bertindak. Ketika Pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia, maka seluruh nilai Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
d. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya
masing-masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila
sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila
telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry,
1994: 157).
e. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan
kepribadian bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political consensus)
sebagai dasar negara Indonesia (Bakry, 1994: 161). Kesepakatan para pendiri
negara tentang Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti bahwa pilihan yang
diambil pada waktu itu merupakan sesuatu yang tepat.

B. HAKEKAT NILAI SILA KETIGA


Sila ketiga Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”, yang terdiri atas 2 (dua) kata
yaitu Persatuan dan Indonesia. Secara morfologi kata persatuan berarti suatu hasil dari
perbuatan (nomina). Sedangkan dari sudut dinamikanya pengertian persatuan yaitu
suatu proses yang dinamis “Indonesia” adalah merupakan suatu kuantitas yaitu
persatuan untuk wilayah, bangsa dan negara. Pengertian “Persatuan Indonesia”
dijelaskan dalam penjelasan resmi Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang termuat
dalam Berita Republik Indonesia Tahun ke II, No.7, bahwa mendirikan negara
Indonesia, digunakan aliran pengertian “Negara Persatuan” yaitu negara mengatasi
segala paham golongan dan paham perseorangan, jadi bukan negara berdasar
individualisme, dan juga bukan negara yang mengutamakan klass staat (negara klasa)
yang mengutamakan satu golongan. Maka negara Indonesia adalah negara yang
berdasarkan asas kekeluargaan, tolong menolong, menolong atau dengan dasar
keadilan sosial. Maka dapat dipahami bahwa tujuan mendirikan negara Indonesia
antara lain adalah mengutamakan seluruh bangsa Indonesia.
Sila Persatuan Indonesia merujuk pada persatuan yang utuh dan tidak terpecah
belah atau bersatunya bermacam-macam perbedaan suku, agama, antar golongan dan

5
lain-lain yang berada di wilayah Indonesia. Persatuan ini terjadi karena didorong
keinginan untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara
yang merdeka dan berdaulat, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian abadi. Sila Persatuan Indonesia
merupakan kristalisasi sejarah bangsa Indonesia yang pernah dibuktikannya pada masa
penjajahan setelah perjuangan kedaerahan dirasa tidak berhasil. Upaya menggalang
persatuan yang dipelopori oleh Bung Tomo di Surabaya, Supriadi di Blitar menjadi
bukti dalam pemulaian gerakan persatuan Indonesia awal perjuangan Indonesia abad
19. Ini artinya beliau telah menempatkan nilai persatuan sebagai ketrampilan dalam
upaya untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Nilai persatuan sebagai sebuah konsep ketrampilan dalam konteks Indonesia
artinya dari pemahaman nilai substansialnya sebagai pandangan hidup bangsa, yaitu
nilai persatuan sebagai sebuah konsep yang mengandung kebaikan yang luhur harus
diterapkan oleh generasi baru bangsa ini. Nilai persatuan bukanlah sebagai sebuah
cerita rakyat yang terbatas sebagai sesuatu yang utopis. Nilai persatuan bukanlah
sebagai suatu hal yang berkutat pada retorika belaka. Namun nilai persatuan merupakan
suatu nilai yang memiliki tafsir nyata dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Namun saat ini nilai persatuan hanya sebatas dilafalkan oleh bangsa yang mulai lupa
akan kedahsyatan dari hakikat sila persatuan ini. Budaya baru (sebut globalisasi) yang
merasuki negeri ini telah menjadi sebuah tantangan nyata dan baru akan eksistensi
persatuan bangsa Indonesia. Mulai beberapa daerah yang ingin melepaskan diri dari
negara Indonesia telah menjadi tanda bahwa bangsa ini sudah tidak mampu lagi untuk
menempatkan nilai persatuan sebagai sebuah konsep pemahaman bagi bangsa
Indonesia, apalagi jika ditempatkan sebagai konsep ketrampilan dalam memecahkan
segala persoalan yang dihadapinya.
Penjelasan lain secara kontekstual positif (sebut : secara umum) implementasi nilai-
nilai Persatuan Indonesia (sila ketiga Pancasila) juga dapat ditempuh melalui beberapa
muatan perilaku sebagaimana berikut:
1. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan serta keselamatan bangsa dan
negara atas kepentingan pribadi atau golongan. muatan ini menghendaki warga
negara Indonesia menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan. Oleh sebab itu, perang antar suku, dan agama tidak perlu lagi terjadi, kita
harus saling menghormati dan bersatu demi Indonesia. Pemain politik dan ekonomi
tidak boleh mengorbankan kepentingan negara demi kelompoknya seperti
6
penjualan aset negara dan masyarakat dirugikan. Oleh sebab itu, setiap warga
negara harus melakukan pengawasan yang bersifat aktif terhadap penyelamatan
kepentingan negara.
2. Rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Muatan ini menghendaki
setiap warga negara rela memberikan sesuatu sebagai wujud kesetiaan kepada
negara. Pengorbanan kepada negara ini dapat dilakukan dengan menjadi militer
sukarela, menjaga keamanan lingkungan, menegakkan disiplin, dan sebagian besar
warga negara dilakukan dengan bekerja keras dan taat membayar pajak sebagai
kewajiban warga negara.
3. Cinta tanah air dan bangsa. Muatan ini menghendaki setiap warga negara mencintai
atau adanya keinginan setiap warga negara memiliki rasa ke-Indonesiaan.
Kecintaan akan Indonesia dapat dilakukan dengan mengagungkan nama Indonesia
dalam berbagai kegiatan seperti Olimpiade olahraga maupun Ilmu Pengetahuan,
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, dan melestarikan kekayaan alam
dan budaya Indonesia.
4. Bangga sebagai bangsa Indonesia bertanah air Indonesia. Muatan ini menghendaki
adanya suatu sikap yang terwujud dan tampak dari setiap warga negara Indonesia
untuk menghargai tanah air Indonesia, mewarisi budaya bangsa, hasil karya, dan
hal-hal yang menjadi milik bangsa Indonesia. Sikap bangga ini ditunjukan dengan
berani dan percaya diri menunjukan identitas sebagai warga negara Indonesia baik
lewat budaya, perilaku, dan teknologi yang berkembang di Indonesia, mencintai
produk Indonesia adalah wujud rasa bangga bertanah air Indonesia
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka
Tunggal Ika. Muatan ini menghendaki adanya pergaulan, dan hubungan baik
ekonomi, politik, dan budaya antar suku, pulau dan agama, sehingga terjalin
masyarakat yang rukun, damai, dan makmur. Kemakmuran terjadi karena pada
dasarnya setiap suku, agama, dan pulau mempunyai kekhususan yang bernilai
tinggi, dan hal ini juga bermanfaat bagi yang lain, sehingga tukar-menukar ini akan
meningkatkan nilai kesejahteraan bagi manusia.

C. HAKEKAT NILAI SILA KEEMPAT


Sila ke-4 Pancasila menyebutkan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Berarti, yang dikedapankan
prinsip bermusyawarah untuk mufakat melalui wakilwakilnya dan badan-badan

7
perwakilan dalam memperjuangkan mandat rakyat. Bila dicermati, arti dan makna Sila
ke-4 sebagai berikut:
1. Hakikat sila ini adalah demokrasi, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.
2. Pemusyawaratan, yaitu membuat putusan secara bulat, dengan dilakukan secara
bersama melalui jalan kebikjasanaan.
3. Melaksanakan keputusan berdasarkan kejujuran. Keputusan secara bulat sehingga
membawa konsekuensi kejujuran bersama. Nilai identitas adalah permusyawaratan.
4. Terkandung asas kerakyatan, yaitu rasa kecintaan terhadap rakyat,
memperjuangkan cita-cita rakyat, dan memiliki jiwa kerakyatan. Asas musyawarah
untuk mufakat, yaitu yang memperhatikan dan menghargai aspirasi seluruh rakyat
melalui forum permusyawaratan, menghargai perbedaan, mengedepankan
kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/pe rwakilan berpangkal dari Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan menjiwai sila Keadilan
Sosial. Nilai filosofis adalah bahwa hakikat negara sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Secara garis besar nilai-nilai dalam Pancasila terbagi atas tiga hal,
yakni :

a. Nilai Dasar, sila Pancasila memiliki sifat universal sehingga terkandung


cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar.
b. Nilai Instrumental, yang berarti makna, kebijakan, strategi, dan sasaran,
serta lembaga pelaksanaannya.
c. Nilai Praktis, memiliki aspek mengenai cita-cita, pemikiran, serta nilainilai
yang dianggap memiliki norma yang jelas karena harus mampu
direalisasikan dalam kehidupan praktis.

Bila diuraikan, nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi Pancasila, adalah


sebagai berikut:

a. Kebebasan yang disertai dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat


bangsa maupun kepada Tuhan yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

8
c. Setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama
d. Tidak Boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
e. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
f. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah
g. Mengakui perbedaan dan persamaan sebagai individu, kelompok, ras, suku,
agama.
h. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan
pribadi atau golongan
i. Memberikan kepercayaan kepada wakil-Wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan permusyawaratan.
j. Mewujudkan keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan
bersama.

Sikap positif akan nilai-nilai tersebut harus kita tanamkan dan terapkan kepada
semua warga negara. Jika tidak, niscaya kemiskinan karakter semakin merajalela.
Untuk itu, sebagai warga negara harus menjaga dan menciptakan persatuan, kedamaian,
dan kesejahteraan rakyat. Adapun sikap-sikap positif tersebut adalah:

a. Mencintai Tanah Air (nasionalisme).


b. Menciptakan persatuan dan kesatuan.
c. Ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan.
d. Mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
e. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
f. Mengeluarkan pendapat dan tidak boleh memaksakan kehendak orang lain.
g. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
h. Memperoleh kesejahteraan yang dipimpin oleh perwalian.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai pada hakikatnya merupakan
penegasan bahwa Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Hal ini
mengandung pengertian, Pancasila merupakan landasan moral dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan kata lain seluruh tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia menggunakan Pancasila sebagai dasar moral
atau norma serta tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan,
dan tingkah laku bangsa Indonesia.
Hakekat nilai ketiga Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia” yang terdiri dari dua
kata yaitu Persatuan dan Indonesia. Secara morfologi persatuan berarti suatu hasil dari
perbuatan. Sedangkan dari sudut dinamikanya persatuan suatu proses yang dinamis
“Indonesia” adalah merupakan suatu kuantitas yaitu persatuan untuk wilayah, bangsa
dan negara. Sila Persatuan Indonesia merujuk pada persatuan yang utuh dan tidak
terpecah belah atau bersatunya bermacam-macam perbedaan suku, agama, antar
golongan dan lain-lain yang berada di wilayah Indonesia.
Hakekat nilai keempat Pancasila yaitu, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Berarti, yang dikedepankan
prinsip bermusyawarah untuk mufakat melalui wakil-wakilnya dan badan-badan
perwakilan dalam memperjuangkan mandat rakyat.

B. Saran
Sebagai masyarakat bangsa Indonesia, diharapkan dapat menerapkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Tidak hanya sekedar mengetahui saja namun juga
dapat menerapkannya dalam kehidupan, serta penerapan pendidikan karakter harus
mulai ditanamkan sejak dini agar kelak nilai Pancasila dapat melekat dalam karakter
dan kepribadian tiap individu dalam bermasyarakat agar senantiasa tercipta bangsa
Indonesia yang damai.

10
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan


Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB UMUM
PENDIDIKAN PANCASILA. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia, 2016.

Hanafi. “HAKEKAT NILAI PERSATUAN DALAM KONTEKS INDONESIA (Sebuah Tinjauan


Kontekstual Positif Sila Ketiga Pancasila).” JIPPK, Volume 3, Nomor 1, ISSN: 2528-
0767 (p) dan 2527-8495 (e) (2018): 56-63.

Yusdiyanto. “MAKNA FILOSOFIS NILAI-NILAI SILA KE-EMPAT PANCASILA DALAM


SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA” Fiat Justisia Journal of Law ISSN 1978-5186
(2016): 265-268.

Prasetyo ,Tri. 2015. Makalah Hakikat Sila-sila Pancasila,


https://dokumen.tips/documents/makalahhakikat-sila-sila-pancasila.html, diakses 18
Oktober 2021.

11

Anda mungkin juga menyukai