Hikmahanto Juwana2 .
Abstrak
I. Pendahuluan
Pendidikan hukum di Indonesia dipercayai telah mengalami beberapa
kali reformasi semenjak diperkenalkan pada masa pendudukan Kolonial
Be landa. Awalnya pendidikan hukum hanya lah pendidikan menengah
setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dengan didirikan Rechtsschool pad a
tahun 1908. Pada tahun 1924, level pendidikan hukum d itingkatkan menjadi
pendidikan tinggi yang setara dengan universitas. Peningkatan ditandai
dengan pend irian Rechtshogeschool.
Tulisan ini hendak memaparkan reformasi pendidikan hukum di
Indonesia. Pertama akan dipaparkan tentang evaluasi atas reformasi
pendidikan hukum yang terdiri dari evaluasi atas tujuan pendidikan dan
I Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dan tidak dapat diinterpretasikan sebagai
pandangan lembaga dimana penulis bekerja, terutama FakuJtas Hukum Universitas Indones ia.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan kepada Yetty Komalasari Dewi dan Hadi Rahmat
pengajar muda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang te lah membantu penulis.
2 Guru Besar pacta Faku ltas Hukum Universitas Indo nesia. Meraih ge lar SH dari
Universitas Indonesia, LL.M pacta Keio University, Jepang dan Ph.D dari University of
Nottingham, Inggris.
2 Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Maret 200'5
Ibid., 4.
,. 4
4 Jurnai Hukum dan Pemhangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Maret 2005
5 Ibid
6 Ibid.
7 Ibid. , 3.
Reformasi Pendidikan Hukum Di Indonesia, Juwana 5
, Ibid., 10.
o Ibid.
Pend idikan hukum yang progresif pada saat ini masih dalam
tataran wacana dan belum dijalankari. •
Memperhatikan berbagai tujuan pendidikan hukum
sebagaimana diuraikan diatas, menjadi pertanyaan seberapa jauh dan
signifikan tujuan tersebut berdampak pada lulusan yang dihasilkan
oleh fakultas hukum?
Meskipun ada perbedaan tujuan dari pendidikan hukum dari
waktu ke waktu, namun tidak ada perbedaan yang mencolok dari
lulusan yang dihasilkan oleh fakultas hukum. Para lulusan tahun
1930-an, 1950-an, 1970-an, I 980-an maupun 1990-an dapat dikatakan
sama. Lulusan yang dihasilkan cenderung legalistik tidak berbeda
dengan lulusan pada masa pemerintahan Kolonial, bahkan cenderung
tidak dapat memenuhi berbagai tujuan pendidikan hukum pasca
Indonesia merdeka.
Ada beberapa alasan mengapa berbagai tujuan pendidikan
hukum t idak terlihat secara signifikan pad a lulusan yang dihasilkan
oleh fakultas hukum.
Pertama, kurikulum inti pendidikan hukum yang berlaku sejak
masa pemerintahan kolonial hingga sekarang masih berlaku.
Kalaupun ada perbedaan, perbedaan terse but terletak pad a
pemberlakuan s istem kredit semester dan penekanan pad a mata kuliah
yang bernuansa terapan.
Selanjutnya, bila dicermati mayoritas substansi mata kuliah
dalam kurikulum inti dan metode pengajaran tidak berubah secara
mendasar sejak masa pemerintahan Kolonial hingga sekarang.
Substansi mata kuliah dan metode pengajaran telah terlanggengkan
karena faktor pengajar. Pengajar resisten berubah meskipun tujuan
pendidikan hukum telah berubah .
Pelanggengan juga terjadi karen a sistem rekrutmen pengajar.
Pengajar baru direkrut dengan menjadikan mereka asisten terlebih
dahulu. Perekrutan dilakukan segera setelah calon pengajar
menyelesa ikan kuliah, bahkan pad a di masa lalu pad a sa at calon
pengajar masih menjadi mahasiswa. Pengajar utama melakukan
rekrutmen berdasarkan kepatuhan calon pengajar pada pengajar
utama, kepatuhan substansi perkuliahan dan metode pengajaran yang
digunakan. Pengajar baru harus mendampingi pengajar utama selama
bertahun-tahun sebelum diberi kepercayaan untuk berada di depan
mimbar.
Pelanggengan juga terjadi karena buku pegangan yang
digunakan dari tahun ke tahun tidak berubah. Apa yang disampaikan
dalam perkuliahan oleh pengajar utama dijadikan bahan ajar berupa
I
Reformasi Pendidikan Hukum Di Indonesia, Juwana 7
diktat ataupun buku oleh pengajar beriklltnya. Mahasi swa tidak diberi
keleluasaan untuk mendapatkan perspektif berbeda kare na jawaban
atas ujian didasarkan pada kesesuaian jawaban dengan pengajar
daripada pengungkapan berbagai perspektif dari ahli la in atas
pertanyaan.
Keempat, mayoritas penggllna 11IIusan faku ltas hukum
cenderllng menginginkan tipe lulusan yang tahu peratllran perllndang-
lIndangan, bukan yang tahu hukulll dalalll pengertian yang luas.
Hukulll telah direduksi menjadi peratllran peru ndan g-lindangan.
Sehingga apapun tujuan yang ditetapkan pad a pendidikan
hukum, fakultas hukum akan tetap menghasilkan lulusan ya ng
d isesuai kan dengan selera pengguna. Da lalll sejarah tidak ada satll
fak ultas hukum-pun yang berani menghasilkan lulusan yang berbeda
dengan fak ultas hllkum lain, seka li pun untuk Illelllenuhi tujuan
pend idikan hukum yang ditetapkan oleh para elit politik.
Kelima, persepsi Illasyarakat te lah berakibat pula pad a
keseragaman lulusan yang dihasilkan oleh fakultas hukulll.
Masyarakat men-stereotip-kan lulusan fakultas hukum sebaga i sangat
legalistik, pandai menghafal dan taat pada doktrin. Akibatnya
penyelenggara pendidikan hukum , para pengajar maupun mahasiswa
tidak mempunyai pilihan selain ikut dengan stereotip yang
dipersepsikan oleh masyarakat.
Secara s ingkat dapat disimplilkan berbagai tujuan pendidikan
hukulll ternyata tidak berdalllpak pad a lulusan yang dihasilkan oleh
fakultas hukum. Fakultas hukum telah dan akan terus menghasilkan
lulusan yang mirip den gan apa yang dihasilkan oleh pendidikan tinggi
huklllll ketika untuk· pertallla kali diperkenalkan oleh pelllerintahan
Kolonial.
Kesimpulan ini bisa juga men gindikasikan bahwa tujuan
pendidikan hukulll sebenarnya merupakan ses uatu yang netral. Tujuan
pendidikan hukum tidak dapat dises uaikan dengan se lera penguasa
atau kondi s i tertentu yang ada di s uatu negara (country-specific)
karena pada akhirnya lulusan yang dihasilkan oleh fakultas hukulll
secara umurn akan sarna.
17 Menurut kurikulum baru FKUI. Menurut kuriku lurn lama Fakultas Kcdokteran,
18 Pada Fakultas Psiko logi , jenjang profesi disamakan dengan jenjang strata 2
~hingga waktu yang ditempuh 2 tahun.
10 Jurnai Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No.1, Januari- Morel 2005
Tidak heran bila ban yak kritikan yang ditujukan pada para
lulusan fakultas hukum yang dapat langsung berpraktek
sebagai advokat segera setelah menyelesaikan pendidikan dari
fakultas hukum tanpa harus mengikuti pendidikan hukum
profesi. Dalam kaitan ini KHN merekomendasikan , " ... perlu
mengembangkan fakultas hukum masa depan yang mirip
dengan pola pendidikan kedokteran, agar s iap pakai. ""
Pada saat ini, kalaupun ada pendidikan hukum profesi,
seperti untuk menjadi penuntut umum atau hakim, pendidikan
tersebut kadang merupakan pengulangan pendidikan hukum
akademis. Terjadinya pengulangan karena dua alasan.
Pertama, dalam pendidikan profes i beberapa materi diajarkan
oleh para akademisi yang tidak berlatar bcJakang praktek atau
minim praktek. Kedua, para prakti si yang menjadi pellgajar
cenderung mengajarkan materi yang bersifat teoritis. Hal ini
karena dalam benak pikiran para pengajar pendidikan yang
diberikan diasos iasikan dengan pemberian materi yang
bersifat teoritis.
.< 20 Pilra ah li yang ditunjuk pada KIHIKDII-I banyak dii si oleh mereka yang
berpendidikan s a~iana hukum namun mendapatkan pendidikan lanjutan da!am bidang ilmu
sosiaJ, sepeni sos iologi dan anlropolog i.
16 Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januar;- Moret 2005
;
Indonesia) lenlang hukum bagi peserta didik. Ini penting dalam era
global dimana para lulusan fakultas hukum di Indonesia dituntul
unluk memiliki pemahaman dan pengetahuan serta jargon-jargon
hukum yang dikenal seeara universal.
Sementara pengetahuan hukum di Indonesia akan memberi
pengetahuan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Ini yang
diharapkan oleh pengguna lulusan. Disamping peserta didik paham
tentang ilmu hukum, mereka dituntut mempunyai pengetahuan
tentang hukum Indonesia. Pengetahuan hukum di Indonesia penting
karena mempelajari hukum sangal terkait dengan dimana hukum itu
dipelajari. Adalah wajar bila lulusan fakultas hukum di Indonesia
dituntut untuk mem iliki pengetahuan hukum Indonesia.
Disamping itu, kurikulum sedapat mungkin menampung
sejumlah mata kuliah ataupun metode pengajaran yang akan
mengeksploitasi para mahasiswa agar memil iki stereolip lulusan dari
fakullas hukum.
:!4 Pada saat ini dari cmpat pro fesi tradi siona l hukll nl yang ada. pendidikan hllkllm
profcs i yang telah ada sejak lama adalah pendidikan kenotari atan. Semc ntara untuk
pendidikan hakim dan jaksa sudah untuk bcberapa wakt u. Sementara untuk pcndidikan bagi
advokat baru diadakan tahun 2005 sebagai konsekuensi Undang-und ang Advokat yang
mensyaratkan kewajiban mengikuti pendidi kan pro fesi.
26 Ibid.
22 Jl/rna/J-llIklll11 dan Pembangunan, Tahul1 Ke-35 No. I , .!anuari- Marel 2005
D. Pendidikan Pasca
27 Magister Kenotariatan merupakan salah satu syarat untuk dapat diangkat mcnjadi
notaris menurut Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tcntang Jabatan Notaris.
Rejormasi Pendidikan Hukum Di Indonesia, Juwana 25
IV. Penutup
Reformasi terhadap pendidikan hukum di Indonesia akan terus
dilakukan melalui berbagai penyempurnaan yang harlls dilakukan.
Penyempurnaan terhadap kurikllium program sarjana harus dilakukan dengan
tujuan untuk memberi pengetahuan hukum akademis yang kokoh bagi
peserta didik.
Dalam melakukan reformasi pendidikan hukum perlu dicamkan bahwa
apapun solusi yang ditawarkan, SOlllSi tersebut harus diterapkan sedapat
mungkin tanpa dirasa (virtual) oleh mahasiswa, pengajar ma"p"n para
stakeholders. Dari pengalaman di Indonesia, perubahan yang tiba-tiba
ataupun mendadak (abrupt) dan dirasakan j ustru akan kontra-produktif.
Perlu disadari apapun reformasi pendidikan hukum yang hendak
dilakukan akan membutuhkan waktu, energi , dana dan kesabaran. Empat
komponen ini tidak dapat diabaikan begitu saja dan satu dengan lainnya
terkait sangat erat. Namun demikian harus diakui faktor dana merupakan
kunci terpenting dari empat komponen ini.
26 Jurnal Hukul1I dan Pel1l bangwwl1, Tahul1 Ke-35 No. I, Jal1uari- Morel 2Q05
DAFT AR PUSTAKA
Fac ulty of Law Student Handbook AY 2003-2004 dapat diakses di
<www.n us.edu.sg/current/llb/handboo k. pd f>
Juwana, Hikmahanto. , " Memik irkan Kemba li Sistem Pendi dikan
Hukum di Indonesia," Jentera, Ed isi Khusus, 2003.
Ko mi s i Hukum Nas ional, "Menuju Paradi gma Baru Pembangunan
Hukum Nas ional," Februa ri 2004 dapat diakses di
<www.kol11isihukum .go. id/artic le_op ini.php?mode=deti I&id= I 13>
Kurikulum 1993 ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menter i
Pendidika n dan Kebudayaan No. 17/ D/0 / 1993.
Kusul11a-Atmadja , Mochtar., Pendidikan Hukum di Indones ia:
Penjelasa n tentang Kurikulum Tahun 1993 , Hukul11 dan Pemban gunan No .6
Tahun XXIV Desember 1994.
Rahardjo, Satjipto. , " Di Manakah Pendidi kan Hukul11?", KOl11pas 8
April 2004.
Reksod iputro, Mardj ono. , "Labo ratorium Hukum sebaga i Wah ana
" Pendidikan Kemahiran Hukum dengan Pendekatan Terapan "dan " Penuli san
Hukulll. " Hukul11 dan Pemban gunan , NO.6 Tahun XXIV.
The Univers ity of Melbourne <www.unil11 elb.edu .au/HB/fac s/Law-
5 II 568.html>
Wignj osoebroto, Soetandyo., " Perkembanga n Hukum Nasiona l dan
Pendidikan Hukul11 di Indonesia pada Era Pascakoloni a l," dapat diakses di
<http ://www.huma.or.id/document I10 I_ana lisa hu kum/ Perke l11bangan
Hukum Nasional & Pendidikan Hukum Di Indonesia Pada Era
Pascako Ion ia 1_ Soetandyo. pd f>