Anda di halaman 1dari 2

NILAI-NILAI MULIA AL-ASMA AL-HUSNA

1. Al-Gaffar berarti Allah Swt adalah Dzat Yang Maha Pengampun dengan menutupi keburukan
manusia di dunia sehingga tidak diketahui oleh khalayak ramai, dan memaafkannya kelak di akhirat.
Melalui sifat al- Gafar yang sudah dipelajari, hendaklah kita memiliki sifat pemaaf, menampakkan
kelebihan orang lain dan menutupi aibnya serta senantiasa mengingat kebaikan orang lain dan
melupakan keburukannya..
2. Al-Razzaq berarti Allah Swt Dzat Yang Memberikan Rezeki berulang kali dengan berbagai variasi
rezeki yang ada kepada mahluk-mahluk-Nya di dunia. Bukan hanya itu, selain memberikan rezeki,
Allah Swt juga menciptakan sosok yang menerima rezeki. Dari sifat al-Razzaq seharusnya kita
meyakini bahwa Allah Swt telah memberikan rezeki kepada kita. Oleh karena itu kita harus senantiasa
bersemangat, sabar dan ikhlas serta qana’ah dalam mencari dan membelanjakan rezeki yang telah
diberikan oleh Allah Swt di jalan yang diridhai. Selain itu semakin sering mengantarkan rezeki kepada
orang lain, maka semakin meneladani sifat al-Razaq tersebut.
3. Al-Malik Berarti Allah Swt Dzat Yang Memiliki atau menguasai segala sesuatu. Dari sifat al-Malik
seharusnya kita disiplin dan memiliki target di dalam menggapai prestasi dengan bekerja keras secara
maksimal. Seandainya target tersebut belum tercapai, maka kita tidak boleh putus asa karena
kemampuan manusia yang terbatas dan mengembalikannya kepada Allah Swt sebagai pemilik hakiki.
Seandainya memiliki harta berlimpah, maka hendaklah seseorang tidak dikendalikan oleh hawa
nafsunya melainkan bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan.
4. Al-Hasib berarti Allah Swt Dzat Yang Mencukupi. Sifat ini tidak dapat disandang kecuali oleh Allah
Swt sendiri, karena hanya Allah yang dapat mencukupi. Dari sifat al-Hasib hendaknya seseorang harus
merasa nyaman karena rezekinya sudah dicukupi oleh Allah Swt dan dengan rezekinya itu ia beramal
shalih dan setelah itu melakukan introspeksi secara terus-menerus terhadap apa yang dilakukan.
5. Al-Hadi berarti Allah Swt Dzat Pemberi Petunjuk. Petunjuk atau hidayah-Nya kepada hamba-
hamba-Nya merupakan petnjuk yang tertinggi dan ia bermacammacam sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh makhlukNya. Melalui sifat al-Hadi ini hendaknya kita senantiasa menyampaikan ilmu
yang telah kita dapatkan dan berupaya di manapun menjadi cahaya bagi orang lain.
6. Al-Khaliq berarti Allah Dzat Yang Mencipta Allah menciptakan setiap makhlukNya dengan ukuran
yang tepat dan proporsional. Alalh Swt adalah pencipta hakiki. Meneladani al-Khaliq Allah dengan
menjadi hamba yang kreatif dan inovatif, yaitu dengan menciptakan hal-hal yang baru demi kebaikan
dan kemaslahatan umat manusia.
7. Al-Hakim berarti Allah Swt Dzat Yang Bijaksana. Dengan hikmah yang dimiliki Allah sudah tepat
dalam memposisikan segala sesuatu. Meneladani sifat al-Hakim adalah dengan mengejawantahkan
sifat-sifat terpuji seperti disiplin, adil, bijaksana dan profesional dalam kehidupan sehari-hari.

MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI


1. Amal shalih adalah pekerjaan yang apabila dikerjakan, maka suatu kerusakan akan terhenti atau menjadi
tidak ada sama sekali. Atau amal shalih dapat diartikan setiap perbuatan yang mendatangkan efek positif baik
kepada pelaku maupun kepada orang lain. Amal shalih juga akan mendatangkan rahmat Allah swt dan rasa
damai dalam jiwa.

2. Ukhuwah adalah sikap saling menghargai kepada sesama hingga melampaui batasbatas etnik, rasial, agama,
latar belakang sosial, keturunan, gender dan lain-lain.

3. Musawah adalah perasaan sama, yaitu sikap seseorang memandang dirinya sama atau sederajat dengan
orang lain.

4. Sikap Musawah akan ada apabila diantara umat manusia tidak ada perasaan ingin lebih dihormati atau
dipandang lebih hebat dari orang lain.

5. Toleransi adalah sikap lapang dada terhadap perilaku dan agama atau keyakinan orang lain. Toleransi dapat
diartikan sebagai sikap saling menghargai perbedaan yang ada, secara pribadi maupun kelompok. Sikap ini
sangat penting untuk menjaga hubungan antar manusia dan antar pemeluk agama agar tercipta kehidupan
yang harmonis.
MENGHINDARI AKHLAK TERCELA
1. Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan yang
tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hak yang berhak mendapatkannya
masing-masing menurut kadarnya.
2. Agama Islam menyeru dan mengajak kaum muslimin melakukan pergaulan di antara kaum
muslimin lainnya, baik bersifat pribadi maupun dalam bentuk suatu badan usaha dalam satu
kesatuan. Dengan pergaulan kita dapat saling berhubungan mengadakan pendekatan satu sama lain
dan bisa saling tunjang menunjang dan saling isi mengisi dalam kebutuhan serta dapat mencapai
sesuatu yang berguna untuk kemaslahatan masyarakat yang adil dan makmur serta berakhlaqul
karimah.
3. Secara garis besar pergaulan itu dapat dilihat dari beberapa lapisan:
a. Sosok yang usianya lebih tua dari kita, baik dari sisi usia, ilmu atau ibadahnya. Maka hendaknya kita
memandang mereka sosok yang mempunyai keutamaan, dan sudah sepatutnya memberikan
penghormatan yang semestinya.
b. Sosok yang usianya setaraf dengan kita. Mereka harus dihormati, walaupun umurnya setaraf
karena mungkin mereka lebih tinggi akhlaknya, amalnya lebih banyak dan dosanya lebih sedikit
dari pada kita.
c. Sosok yang usianya lebih muda. Golongan inipun harus dihormati secara wajar karena mereka lebih
muda dan lebih kurang keburukannya dibandingkan dengan kita yang lebih tua.

MENELADANI SIFAT UTAMA AL GHAZALI DAN IBNU SINA


1. Al-Ghazali adalah seorang sufi dan ilmuwan Islam yang menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
2. Keseriusan al-Ghazali dan Ibnu Sina dalam meuntut ilmu pengetahuan patut dijadikan contoh bagi
para generasi muda.
3. Al-Ghazali dan Ibnu Sina merupakan cendikiawan yang tidak hanya diakui kehebatannya di
kalangan umat Islam, tetapi masyarakat Barat juga mengakuinya.
4. Ibnu Sina adalah seorang cendikiawan muslim yang jenius, taat kepada Allah, serta gigih dalam
mengkaji ilmu pengetahuan.
5. Bertambahnya Ilmu pengetahuan pada diri seseorang harus senantiasa diimbangi oleh ketaatan
kepada Allah Swt sebagaimana dilakukan oleh al- Ghazali dan Ibnu Sina.

Anda mungkin juga menyukai