Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PAPER

“SIFAT PUTUSAN OLEH HAKIM BESERTA CONTOH”

MATA KULIAH

PRAKTEK PERADILAN PERDATA

Disusun Oleh :
Aldan Syaifullah Alulu
Kelas G
(1011419210)

MAHASISWA JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN AJARAN 2021

 ABSTRAK
Suatu putusan hakim memiliki beberapa bagian, di antaranya bagian
pertimbangan hukum atau dikenal dengan konsideran dan bagian amar
putusan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagian pertimbangan hukum
yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara, juga
amar putusan yang berisi putusan hakim.

 Jenis-Jenis Putusan
Menurut Yahya Harahap dalam buku Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 873 – 887), jenis putusan hakim dapat
dibagi sebagai berikut:

1. Putusan ditinjau dari aspek kehadiran para pihak

a. Putusan gugatan gugur


Putusan ini dijatuhkan jika penggugat tidak datang pada hari sidang yang
ditentukan, atau tidak menyuruh wakilnya untuk menghadiri padahal telah
dipanggil dengan patut. Hakim dapat menjatuhkan putusan menggugurkan
gugatan penggugat dan penggugat dihukum membayar biaya perkara.

b. Putusan verstek
Hakim menjatuhkan putusan verstek apabila pada sidang pertama pihak tergugat
tidak datang menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah, padahal sudah
dipanggil oleh juru sita secara patut. Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement
kemudian menegaskan bahwa putusan verstek adalah putusan bahwa gugatan
diterima tanpa kehadiran tergugat.

c. Putusan contradictoir
Putusan kontradiktoir adalah putusan yang ditinjau dari segi kehadiran para pihak
pada saat putusan diucapkan. Terdapat dua jenis putusan contradictoir:
1. Pada saat putusan diucapkan, para pihak hadir;
2. Pada saat putusan diucapkan, salah satu pihak tidak hadir.

2. Putusan ditinjau dari sifatnya

Putusan Deklarator
Putusan deklarator atau deklaratif (declatoir vonnis) adalah pernyataan hakim
yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan
penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau titel maupun status.
Pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum putusan.
Misalnya, putusan deklarator yang menyatakan ikatan perkawinan sah, perjanjian
jual beli sah, hak pemilikan atas benda yang disengketakan sah atau tidak sah
sebagai milik penggugat, penggugat tidak sah sebagai ahli waris atau harta yang
diperkarakan adalah harta warisan penggugat yang berasal dari harta peninggalan
orang tuanya. Jadi, putusan deklarator berisi pernyataan atau penegasan tentang
suatu keadaan atau kedudukan hukum.

Putusan Konstitutif
Putusan konstitutif (constitutief vonnis) adalah putusan yang memastikan suatu
keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun
yang menimbulkan keadaan hukum baru.
Contoh putusan konstitutif antara lain, putusan perceraian, merupakan putusan
yang meniadakan keadaan hukum, yakni tidak ada lagi ikatan antara suami dan
istri, sehingga putusan konstitutif itu meniadakan hubungan perkawinan yang ada
dan berbarengan dengan itu timbul keadaan hukum baru kepada suami dan istri
sebagai janda dan duda.
Sebenarnya, hampir tidak ada batas antara putusan deklaratif dengan konstitutif.
Misalnya, putusan konstitutif yang menyatakan perjanjian batal. Pada dasarnya,
amar yang berisi pembatalan perjanjian adalah bersifat deklaratif, yakni berisi
penegasan hubungan hukum atau keadaan yang mengikat para pihak dalam
perjanjian itu tidak sah dan oleh karena itu perjanjian itu dinyatakan batal.

Putusan Kondemnator
Putusan kondemnator (condemnatoir) adalah putusan yang memuat amar yang
menghukum salah satu pihak yang berperkara. Putusan yang bersifat
kondemnator merupakan bagian yang tidak terpisah dari amar deklaratif atau
konstitutif. Oleh karena itu dapat dikatakan amar kondemnator adalah asesor
(tambahan) dengan amar deklarator atau konstitutif, karena amar tersebut tidak
dapat berdiri sendiri tanpa didahului amar deklaratif yang menyatakan bagaimana
hubungan hukum di antara para pihak. Sebaliknya amar yang bersifat deklaratif
dapat berdiri sendiri tanpa amar putusan kondemnator.
Oleh karena itu, amar putusan kondemnator:

1. Merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan amar deklaratif, sehingga
amar deklarator merupakan conditio sine qua non atau merupakan syarat mutlak
untuk menjatuhkan putusan kondemnator;
2. Penempatan amar deklarator mesti ditempatkan mendahului amar
kondemnator dalam putusan yang bersangkutan.

Sebagai contoh putusan condemnatoir, dalam sengketa harta warisan. Amar


kondemnator yang menghukum tergugat menyerahkan dan melakukan
pembagian harta warisan, harus didahului amar deklarator yang menyatakan
penggugat dan tergugat adalah ahli waris, dan objek perkara adalah harta warisan
pewaris serta penguasaan tergugat adalah tanpa hak.
Tanpa didahului amar deklarator seperti itu, hakim tidak mungkin menjatuhkan
amar kondemnator yang menghukum tergugat menyerahkan harta tersebut untuk
selanjutnya menghukum mereka melakukan pembagian harta warisan.

Suatu putusan yang hanya berisi amar deklarator tanpa dibarengi amar
kondemnator tidak besar manfaatnya, karena putusan yang seperti itu tidak
efektif menyelesaikan sengketa.

Selain itu, putusan demikian mengakibatkan tidak tuntasnya sengketa, karena


tanpa amar kondemnator, pelaksanaan atas pemenuhan putusan tidak dapat
dipaksakan melalui eksekusi, apabila tergugat tidak mau melaksanakan putusan
secara sukarela.

3. Putusan ditinjau pada saat penjatuhannya

Putusan sela

Putusan sela adalah yang disebut juga sebagai putusan sementara. Ada juga yang
menyebutnya dengan incidental vonnis atau putusan insidentil. Bahkan disebut juga
tussen vonnis yang diartikan putusan antara.

Putusan akhir

Apa yang dimaksud dengan putusan akhir? Putusan akhir (eind vonnis) atau dalam
common law sama dengan final judgement diambil dan dijatuhkan pada akhir atau
sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok. Putusan akhir merupakan tindakan atau
perbuatan hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman untuk
menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi di antara pihak yang berperkara.
 CONTOH PUTUSAN

Sebagaimana diterangkan di atas, putusan kondemnator merupakan bagian tak


terpisahkan dari amar deklaratif atau konstitutif. Maka dari itu, secara teoretis suatu
putusan memang dimungkinkan untuk mengandung lebih dari satu sifat putusan.

Putusan Pengadilan Negeri Dumai Nomor 04/Pdt.G/2008/PN.Dum, mencerminkan


bahwa suatu putusan dapat mengandung lebih dari satu sifat putusan.

Berdasarkan putusan tersebut, hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat adalah
pihak penggugat selaku pihak yang meminjamkan uang dan tergugat selaku pihak yang
berutang (hal. 2).

Tergugat meminjam uang kepada penggugat sebesar Rp50 juta berdasarkan akta
pengakuan utang pada 4 Juli 2003 yang dibuat di hadapan notaris yang pelunasan
utangnya berjangka waktu pelunasan selama 36 bulan (hal. 2).

Pihak tergugat juga sepakat dan berjanji akan memberikan bunga sebesar 5% kepada
penggugat untuk setiap bulannya selama masa pelunasan tersebut (hal. 2).

Sejak awal peminjaman, ternyata tergugat tidak pernah melakukan upaya pelunasan
selama masa pelunasan tersebut, meski telah diingatkan secara berkala oleh penggugat
(hal. 3).
Tergugat tidak juga memberitahukan kepastian penyelesaian pembayaran, sehingga
penggugat memberikan somasi hukum dan minta tergugat untuk datang ke kantor kuasa
hukum untuk membicarakan penyelesaian pembayaran utang tersebut, namun tergugat
datang dan tetap menyatakan tidak dapat menyelesaikan pembayaran tersebut (hal. 4).

Patut diperhatikan bahwa ada tiga poin penting dalam putusan di atas (hal. 18 – 19):

menyatakan sah dan berkekuatan hukum akta pengakuan utang dalam perkara tersebut;
menyatakan tergugat telah wanprestasi;
menghukum tergugat untuk membayar kerugian materiel yang diderita penggugat
sekaligus secara tunai.

Poin pertama bersifat deklaratif, karena sekadar pernyataan atau penegasan tentang
suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata. Dalam hal ini, tentang adanya
hubungan utang piutang secara sah yang ditegaskan melalui akta pengakuan utang.

Sementara, poin kedua bersifat konstitutif, karena memastikan adanya hubungan utang
piutang di antara para pihak sekaligus menjadi alas hukum timbulnya keadaan hukum
baru, yaitu keadaan wanprestasi tergugat, karena tidak melunasi utang.

Poin ketiga bersifat kondemnator, karena sifatnya memberi hukuman pada tergugat
untuk membayar ganti kerugian materiel karena telah wanprestasi.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2299/Putusan-Hakim-Dalam-Acara-
Perdata.html

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt58ed9048160ee/perbedaan-sifat-
putusan-deklarator--konstitutif--dan-kondemnator

Anda mungkin juga menyukai