Anda di halaman 1dari 95

ANALISIS PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KOPI (Coffea Arabica L)

(Studi Kasus : Perkebunan Rakyat di Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

OLEH :

NOVA INDRIANTHI PURBA


140304105
AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KOPI (Coffea Arabica L)
(Studi Kasus : Perkebunan Rakyat di Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

OLEH :

NOVA INDRIANTHI PURBA


140304105
AGRIBISNIS

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Nova Indrianthi Purba (140304105) dengan judul Analisis Pemasaran dan


Nilai Tambah Kopi (Coffea Arabica L.) (Studi Kasus: Perkebunan
Rakyat di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi). Penelitian ini
dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si sebagai Ketua Komisi
Pembimbing dan Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota Komisi
Pembimbing. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis saluran
pemasaran produk kopi di daerah penelitian, untuk menganalisis tingkat
efisiensi pemasaran kopi di daerah penelitian, untuk menganalisis nilai tambah
pada pengolahan kopi di daerah penelitian, dan untuk mengetahui besar
penerimaan petani kopi pada setiap penjualan. Metode analisis yang
digunakan adalah metode tataniaga untuk menganalisis pola pemasaran dan
nilai tambah, metode Hayami untuk menganalisis nilai tambah dan metode
usahatani untuk menganalisis penerimaan petani. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa terdapat dua saluran pemasaran kopi di Kecamatan
Parbuluan. Nilai marjin pemasaran pada saluran I sebesar Rp 43.000,-/kg dan
nilai marjin pemasaran pada saluaran II sebesar Rp 44.000,-/kg. Perhitungan
efisiensi pemasaran menunjukkan bahwa saluran pemasaran kopi di
Kecamatan Parbuluan yang paling efisien adalah saluran I dan kemudian
saluran II. Perhitungan nilai tambah dari berbagai elemen menunjukan
bahwa proses produksi pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose, telah
menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 8.000/kg dengan rasio nilai tambah
sebesar 22,85 % dari nilai produk, menunjukkan bahwa nilai tambah pada
kopi arabika di Kecamatan parbuluan tergolong pada rasio nilai tambah
sedang. Rata rata produksi kopi di Kecamatan Perbuluan sebesar
1020,25kg/Ha/Tahun, dengan rata rata harga kopi sebesar Rp26.989.58,
Rata – rata penerimaan petani kopi sebesar Rp45,372,126.65/Tahun. Sehingga
dalam sekali panen rata rata penerimaan petani sebesar Rp2,062,369.39/Ha.
.

Kata kunci : Kopi, Saluran Pemasaran, Efisiensi Pemasaran, Nilai Tambah


dan Penerimaan.

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Nova Indrianthi Purba (140304105) with the title Marketing Analysis and
Added Value of Coffee (Coffea Arabica L.) (Case Study: People's
Plantation in Parbuluan District, Dairi Regency). This research was
guided by Mr. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si as Chair of the Advisory
Commission and Mr. Ir. Luhut Sihombing, MP as Member of the Supervisory
CommissionThe study was conducted aimed at analyzing the marketing
channels of coffee products in the study area, to analyze the level of efficiency
of coffee marketing in the study area, to analyze the added value of coffee
processing in the study area, and to determine the acceptance of coffee farmers
in each sale. The analytical method used is the trading method to analyze
marketing patterns and value added, Hayami's method for analyzing added
value and farming methods to analyze farmers' acceptance. The results of the
study concluded that there were two coffee marketing channels in Parbuluan
District. The value of marketing margin in channel I is Rp43,000/kg and the
value of marketing margin in channel II is Rp44,000 / kg. The calculation of
marketing efficiency shows that the most efficient coffee marketing channel in
Parbuluan District is channel I and then channel II Calculation of added value
from various elements shows that the production process of Hs coffee
processing becomes Ose coffee, has added value of Rp. 8,000 / kg with a
value added ratio of 22.85% of the value of the product, indicating that the
added value of arabica coffee in the district of Parbuluan is classified as a
moderate value-added ratio. The average coffee production in Perbuluan
Subdistrict is 1020.25kg / Ha / Year, with an average coffee price of
Rp26,989.58, - the average coffee farmers' acceptance is Rp45,372,126.65 /
year. So that in one harvest, the average farmer's income is Rp2,062,369.39 /
Ha.

Keywords: Coffee, Marketing Channels, Marketing Efficiency, Added Value


and Acceptance.

ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

Nova Indrianthi Purba lahir di Sidikalang pada tanggal 01 Februari

1997. Anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak Poltak Purba dan Ibu

Theodora Oppusunggu.

Pendidikan Formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2002 masuk Sekolah Dasar dan lulus 2008 dari SD Negeri 030285

Sidikalang.

2. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 2011 dari

SMP Negeri 2 Sidikalang.

3. Tahun 2011 masuk Sekolah Menengah Atas dan lulus tahun 2014 dari SMA

Negeri 1 Sidikalang.

4. Tahun 2014 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

5. Melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Desa Binjai Baru,

Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara pada bulan

Juli-Agustus 2017.

6. Pengurus Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) periode

2016-2017.

7. Melaksanakan penelitian pada bulan Mei 2018 di Kecamatan Parbuluan,

Kabupaten Dairi.

i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menjalani masa

perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah Analisis

Pemasaran dan Nilai Tambah Kopi (Coffea Arabica L.) di Perkebunan

Rakyat Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai

bentuk rasa syukur, penulis secara khusus menyampaikan terima kasih dan

penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si selaku ketua komisi

pembimbing yang dengan kesediaan waktu dalam membimbing, memberikan

motivasi, memberikan pengarahan dan memberikan kemudahan kepada penulis

selama penulisan skripsi ini. Kesabaran dan keikhlasan Bapak menjadi panutan

bagi penulis. Juga kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota

Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk

membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memotivasi penulis tanpa

mengenal lelah, serta mendukung dan membantu penulis sejak masa perkuliahan

hingga dalam penyelesaian skripsi ini. Kebijaksanaan, ketegasan dan ketepatan

sikap bapak menjadi panutan bagi penulis.

Ungkapan rasa terima kasih yang sama juga disampaikan kepada :

1. Kedua Orang tua tercinta Bapak Poltak Purba dan Ibu Theodora Oppusunggu

yang selalu memberikan doa, nasihat, kasih sayang dan dukungan dalam

segala hal selama menjalani perkuliahan.

ii
Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kemudahan

dalam perkuliahan.

4. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis

selama masa perkuliahan.

5. Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

khususnya pegawai di Program Studi Agribisnis.

6. Kepada Bapak Ruben Manullang selaku PPL Kecamatan Parbuluan yang

telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

7. Kepada saudara penulis Andre Agasthian R. Purba selaku abang penulis,

Brigita Leonita Purba, Jonatan Isac N. Purba, dan Dian Jogi J. Purba selaku

adik adik penulis. Yang telah memberikan semangat dan doa yang tak henti

hentinya dalam penyelesaian skripsi ini

8. Kepada Yehezkia Efgeny Barus yang selalu memberikan support, doa dan

motivasi sampai pada akhir perkuliahan penulis. Maria Sinta, Kak Patria,

Bang Rafael selaku sahabat sahabat penulis yang bersedia menemani,

mendoakan dan mensupport penulis selama ini.

9. Kepada sahabat penulis Agribisnis Angkatan 2014 khususnya, teman yang

selalu menemani dari semester satu hingga saat ini Henny Egra, Riko

Sianturi, Krisna Putrina Marpaung, Rohni Apriana Damanik dan Josua Robi

Simbolon. Serta teman teman ALS (Rizka, Dita, Putri, Ni’mah, Liza, Milla,

iii
Universitas Sumatera Utara
Kartika, David, Puspa) yang telah memberikan kritikan, saran dan semangat

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada responden penelitian yang telah meluangkan waktu dan kesempatan

untuk diwawancarai oleh penulis demi kesempurnaan penelitian penulis serta

kepada semua pihak yang terlibat yang telah mendukung.

Namun demikian penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena

keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan

kritikan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Agustus 2018

Penulis

iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 9
1.3 . Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA


PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka.................................................................................................. 10
2.1.1. Tinjauan Agronomi ................................................................................... 10
2.1.2. Tinjauan Sosial Ekonomi .......................................................................... 15
2.1.3. Kondisi Eksisting Pemasaran Kopi di Indonesia ...................................... 17
2.2. Landasan Teori ................................................................................................... 18
2.2.1. Konsep Pemasaran .................................................................................... 18
2.2.2. Efisiensi Pemasaran .................................................................................. 22
2.2.3. Teori Usahatani ......................................................................................... 25
2.2.4. Nilai Tambah ............................................................................................ 27
2.3. Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 28
2.5. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 34
2.6. Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Metode Penelitian Daerah Penentuan ................................................................. 35
3.2. Metode Penentuan Sampel .................................................................................. 35
3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 38
3.4. Metode Analisis Data .......................................................................................... 38
3.5 Definisi dan Batasan (Operasional) .................................................................... 44
3.5.1. Definisi Operasional ................................................................................. 44
3.5.2. Batasan Operasional.................................................................................. 47

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN


4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian.............................................................................. 48
4.1.1. Geografi Wilayah ...................................................................................... 48
4.1.2. Pemerintahan ............................................................................................ 49
4.1.3. Keadaan Penduduk ................................................................................... 49

v
Universitas Sumatera Utara
4.1.4. Luas Lahan Perkebunan ............................................................................ 50
4.1.5. Sarana dan Prasarana ................................................................................ 51
4.2. Karakteristik Sampel Penelitian.......................................................................... 53
4.2.1.Karakteristik Sampel ................................................................................. 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1. Analisis Saluran Pemasaran Kopi ...................................................................... 55
5.1.1. Fungsi-fungsi Pemasaran ......................................................................... 59
5.1.2. Price Spread dan Share Margin ............................................................... 64
5.2. Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi ..................................................................... 68
5.2.1. Metode Shepherd ...................................................................................... 69
5.2.2. Metode Acharya dan Aggarwai ................................................................ 69
5.2.3. Metode Composite Index .......................................................................... 70
5.2.4. Marketing Efficiency Index Method ......................................................... 72
5.3. Analisis Pengolahan Nilai Tambah Kopi ............................................................ 73
5.3.1. Proses Pengolahan Pasca Panen Kopi……………………………........... 73
5.4. Analisis Penerimaan Usahatani Kopi.................................................................. 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 79
6.2. Saran ................................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
1.1 Top 5 Negara Pengekspor Kopi di Dunia 3
1.2 Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika Perkebunan 4
Rakyat Terbesar di Indonesia, Tahun 2012-2016
2.1 Kandungan Nutrisi dalam setiap 100 gram Kopi 11
3.1 Produksi, Produktifitas dan Jumlah petani tanaman 35
perkebunan kopi arabika menurut kecamatan di Kabupaten
Dairi 2016
3.2 Prosedur Penghitungan Nilai Tambah dengan Metode 43
Hayami
4.1 Banyak Dusun Berdasarkan Desa di Kecamatan Parbuluan 49
4.2 Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan 50
Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Parbuluan
4.3 Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman 51
dan Desa (ha) 2016
4.4 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Parbuluan 51
4.5 Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Parbuluan tahun 52
2016
4.6 Sarana Kesehatan di Kecamatan Parbuluan 52
4.7 Panjang jalan menurut Jenisnya di Kecamatan Parbuluan 53
tahun 2016
4.8 Karakteristik Sampel 53
5.1 Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilakukan Oleh Lembaga 63
Pemasaran Pada Setiap Saluran Pemasaran Kopi Arabika
di Kecamatan Parbuluan
5.2 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran pada 64
Saluran 1
5.3 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran pada 67
Saluran II
5.4 Efisiensi sauran Pemasaran dengan Metode Shepherd 70
5.5 Efisiensi Pemasaran dengan Metode Acharya dan 71
Aggarwai
5.6 Indikator dalam Composite Index Method 71
5.7 Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Composite Index 72
5.8 Method 73
Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Marketing fficiency
5.9 Index Method 76
Hasil Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kopi Hs
5.10 menjadi Kopi Ose 78
Penerimaan Petani Kopi Per Tahun

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
1 Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat 4
di Indnesia, Tahun 2012-2016
2 Skema Kerangka Pemikiran 34
3 Skema saluran pemasaran kopi arabika di Kecamatan 57
Parbuluan
4 Skema saluran I pemasaran kopi 57
5 Skema saluran II pemasaran kopi 58

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul
1 Karakteristik sampel penelitian
2 Luas lahan, Jarak tanam, Umur tanaman, Jumlah pokok tanaman dan
Jumlah produksi
3 Harga Kopi dan Penerimaan petani
4 Penerimaan Petani
5 Karakteristik Sosial Ekonomi, Volume dan Harga beli/jual Kopi
pedagang pengumpul kecil, tahun 2018
6 Biaya Pemasaran Pedagang Pengumpul kecil, tahun 2018
7 Karakteristik Sosial Ekonomi, Volume dan Harga beli/jual Kopi
pedagang pengumpul besar, tahun 2018
8 Biaya Pemasaran Pedagang Pengumpul besar, tahun 2018

viii
ix
Universitas Sumatera Utara
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kopi merupakan tanaman penting di Indonesia. Sejarah perkopian di

Indonesia mencatat bahwa pertama sekali masuk ke Indonesia sekitar tahun 1699

yang merupakan jenis kopi Arabica (Coffea Arabica). Sejak abad ke 18 kopi

menjadi andalan ekspor utama Indonesia yang terkenal dengan nama

“Java Coffea” (Syamsulbahri, 1996).

Perkembangan sektor pertanian di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya lewat

hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini. Hal ini tidak dapat

dipungkiri mengingat Indonesia memiliki modal kekayaan sumberdaya alam yang

sangat besar, sehingga memberikan peluang bagi berkembangnya usaha-usaha

pertanian, yang salah satunya adalah tanaman perkebunan khususnya tanaman

kopi, yang merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak dibudidayakan

oleh petani dan perusahaan swasta. Hal ini disebabkan karena komoditi ini

memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis, baik untuk memberikan

peningkatan pendapatan petani bahkan dapat menambah devisa bagi negara.

Tren meminum kopi sebagai gaya hidup tidak hanya terjadi di luar negeri. Di

Indonesia, meminum kopi juga sudah menjadi kebiasaan yang terus bertambah

jumlah pengikutnya. Secara tidak langsung, kondisi ini ikut meningkatkan

permintaan kopi domestik. Berdasarkan survei, rata rata permintaan kopi dalam

negeri pada periode 1984-2008 meningkat dengan laju 4,32% per tahun.

Sementara itu permintaan rata rata peningkatan konsumsi kopi di Benua Asia serta

Benua Amerika dan Eropa msing masing sebesar 5-8% per tahun. Adanya tren

Universitas Sumatera Utara


2

dan peningkatan permintaan kopi membuka peluang usaha untuk bertanam kopi.

Terlebih peluang ekspor ke beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang,

Jerman, Italia, dan juga Inggris (Redaksi Agromedia, 2012).

Karakteristik dan cita rasa yang khas menjadi keunggulan kopi Indonesia. Kopi

Sumatera memiliki aroma yang kuat dan cita rasa kakao, tanah dan tembakau.

Kopi Java memiliki rasa yang nyaman, heavy body dan rasa akhir yang bertahan

lama serta cita rasa herbal. Sementara kopi Bali terasa lebih manis dari kopi

lainnya, dengan cita rasa kacang dan jeruk. Kopi Sulawesi memiliki tingkat

kemanisan dan body yang baik, dengan cita rasa rempah yang hangat. Kopi Flores

memiliki rasa yang heavy body, manis cita rasa coklat, dan tembakau. Kopi Papua

terasa heavy body, coklat, tanah, dan cita rasa akhir rempah. Aroma kopi

Indonesia tersebut berbeda-beda karena berbagai alasan. Variabel yang paling

berpengaruh adalah jenis tanah, ketinggian tempat dari permukaan laut, varietas

kopi, metode pengolahan dan penyimpanan. Kombinasi faktor-faktor alam dan

manusia tersebut menghasilkan rasa lokal yang khas untuk setiap jenis kopi.

Hampir semua kopi Indonesia memiliki rasa yang spesial.

Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu mata dagang yang mempunyai

arti yang cukup tinggi, Kopi merupakan komoditi penting dalam subsektor

perkebunan, karena berperan penting dalam perekonomian nasional sebagai

sumber devisa negara.. Hal ini bisa dilihat dari komoditi ini yang mampu

menembus pasar internasional sebagai komoditi ekspor. Ekspor kopi Indonesia

menduduki posisi ke 4 di dunia setelah Negara Brazil, Vietnam, dan Colombia.

Dengan volume ekspor 0,38 juta ton. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1.

Universitas Sumatera Utara


3

Tabel 1.1. Top 5 Negara Pengekspor kopi di dunia


No Negara Volume ekspor (Juta ton)

1 Brazil 0,98
2 Vietnam 0,74
3 Colombia 0,41
4 Indonesia 0,38
5 India 0,18
Sumber: International Coffee Organization, diolah oleh Tim Riset CNBC
Indonesia

Subsektor perkebunan ini berperan penting dalam mencukupi kebutuhan

penduduk, penyediaan bahan baku industri, memberi peluang usaha serta

kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan petani.

Indonesia dikenal sebagai produsen kopi arabika. Untuk kopi arabika, pada tahun

2012-2016, Provinsi Sumatera Utara tercatat sebagai produsen kopi arabika

terbesar di Indonesia (Gambar 1). Dengan rata-rata produksi kopi arabika sebesar

49.546 ton setiap tahunnya, Provinsi Sumatera Utara berkontribusi 29,99% dari

produksi kopi arabika nasional. Provinsi penghasil kopi arabika terbesar lainnya

adalah Provinsi Aceh dengan rata-rata produksi sebesar 44.540 ton per tahun dan

Provinsi Sulawesi Selatan dengan rata-rata produksi sebesar 20.309 ton per tahun.

Secara total, ketiga provinsi ini berkontribusi hingga 69,24% terhadap produksi

kopi arabika di Indonesia yang mencapai 165.215 ton setiap.

Universitas Sumatera Utara


4

Tabel 1.2. Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat


Terbesar di Indonesia, Tahun 2012-2016

Tahun Share
No Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016 Rata- (%)
. rata
1 Sumatera 48,81 49,05 49,143 50,315 50,405 49,546 29.99
Utara
2 Aceh 47,78 42,07 44,423 44,209 44,206 44,540 26.96
3 Sulawesi 20,27 19,33 19,534 20,606 21,802 20,309 12.29
Selatan
4 Sumatera 14,87 15,06 15,111 15,591 15,930 15,315 9.27
Barat
5 NTT 6,255 6,422 7,115 7,329 7,496 6,923 4.19
6 Prov. 18,31 26,97 27,500 34,633 35,483 28,581 17.30
Lainnya 8 1
Indonesia 156,3 158,9 162,82 172,68 175,3 165,21 100.0
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

Aceh; 26.96%

Sumatera
Utara;
29.99%
Sulawesi
Selatan;
12.29%

Sumatera
Prov. Nusa Tenggara Barat;
Lainnya; Timur; 4.19% 9.27%
17.30%

Gambar 1. Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan


Rakyat di Indonesia, Tahun 2012- 2016

Kawasan produksi kopi di Sumatera Utara meliputi Kabupaten Tapanuli Utara,

Kabupaten Dairi, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Simalungun dan

Kabupaten Karo. Pada tahun 2014, Kabupaten Dairi tercatat sebagai kabupaten

penghasil kopi arabika terbesar ke-2 di Provinsi Sumatera Utara.Menyumbang

9,593 ton dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Utara setelah

Universitas Sumatera Utara


5

Tapanuli Utara sebesar 10,126 ton. Selain Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara,

kabupaten sentra penghasil kopi arabika pada tahun 2014 di Provinsi Sumatera

Utara adalah Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Hunbang

Hasundutan, dengan produksi masing-masing adalah 8.485 ton, 6.861 ton, dan

5.912 ton. Produksi kopi arabika dari kelima kabupaten ini menyumbang 83,38%

produksi kopi arabika Provinsi Sumatera Utara di tahun 2014.

Pemasaran kopi merupakan mata rantai kegiatan yang panjang di jutaan petani

dan perkebunan-perkebunan kopi di desa-desa sampai ke pabrik-pabrik kopi dan

perusahaan eksportir. Gambaran umum pola tataniaga kopi rakyat di beberapa

provinsi penghasil kopi ditandai dengan berperannya pedagang pengumpul,

pedagang lokal dan pedagang eksportir. Dengan adanya lembaga-lembaga

tersebut sering sekali menimbulkan kecilnya persentase harga yang diterima oleh

petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen maupun eksportir.

Penanganan pasca panen yang terintegrasi dapat menghasilkan produk primer

berupa biji kopi beras, dan produk sekunder berupa kopi sangrai, kopi bubuk, kopi

cepat saji, dan beberapa produk turunan lain. Pengembangan produk tersebut

dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka peluang pasar dan

menyerap tenaga kerja.

Biji kopi yang diperdagangkan adalah kopi beras yang juga disebut market coffie,

dikategorikan sebagai hasil pengolahan biji kopi primer, berupa biji kopi kering

yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk, kulit ari. Penjualan dalam

bentuk biji lebih mudah dan langsung mendapatkan keuntungan. Sementara untuk

kopi bubuk dibutuhkan modal, waktu dan keahlian tertentu.

Universitas Sumatera Utara


6

Mengingat pentingnya komoditas kopi arabika bagi petani maka diperlukan

gambaran yang jelas tentang proses pemasaran kopi arabika dari petani produsen

sampai ke konsumen akhir. Dalam proses penyebaran kopi arabika dari sentra

produksi ke konsumen akhir melibatkan lembaga pemasaran, sehingga

mengakibatkan lembaga pemasaran berusaha memperoleh keuntungan. Besar

kecilnya keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran yang

terlibat akan berpengaruh terhadap marjin pemasaran kopi arabika.

Kendala utama yang dihadapi oleh produsen (petani) skala kecil di negara-negara

berkembang ialah bahwa faktanya mereka memiliki skala kecil. Dengan demikian

untuk mengatasi kendala utama tersebut diperlukan koordinasi horizontal atau

kemitraan antara produsen skala kecil tersebut dengan pembeli (baik eksportir,

pedagang maupun pengecer). Koordinasi horizontal atau kemitraan merupakan

proses kolaborasi antar dua aktor atau lebih dengan tujuan untuk meningkatkan

kemampuan aktor yang terlibat untuk berkompetisi di pasar, baik pasar regional

maupun pasar global. Akan tetapi bagi petani kecil agar dapat berkompetisi

dipasar global diperlukan inovasi dan peningkatan mutu (upgrading), sedangkan

gabungan dari petani akan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan skala

ekonominya (Rosenkopf dan Almeida, 2003 cit Coles dan Mitchell, 2011).

Usahatani kopi menjadi salah satu mata pencaharian penduduk Kecamatan

Parbuluan untuk memenuhi kebutuhan petani. Produksi kopi dihasilkan akan

dijual oleh petani kepada pengumpul ataupun lembaga pemasar lainnya, sehingga

menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani dan petani akan

memperoleh penerimaan dari harga output yang diperoleh melalui penjualan kopi.

Universitas Sumatera Utara


7

Tinggi atau rendahnya produksi kopi yang dihasilkan oleh petani merupakan hal

yang mempengaruhi pendapatan petani.

Pemasaran menjadi kendala utama di kecamatan parbuluan dalam menjual

kopinya, hal ini dapat dilihat dari rendahnya harga jual kopi yang diperoleh

petani. Bagian terbesar dengan keuntungan besar jatuh ketangan pedagang besar

sebagai pemilik modal besar, sementara petani kopi hanya menerima keuntungan

yang sedikit dengan menanggung resiko jangka panjang maupun jangka pendek.

Oleh sebab itu menjadi sangat menarik untuk meneliti sampai sejauh mana

peranan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kopi di daerah

penelitian.

Pasar komoditi yang terorganisir dengan baik dan terjamin pelaksanaannya atau

yang biasa disebut sebagai bursa komoditi, kehadiran dan bentuknya perlu

disesuaikan bukan saja dipergunakan oleh pengusaha termasuk di dalamnya

ekportir dan petani sebagai wadah untuk mengadakan hedging dalam melindungi

serta mengamankan usahanya menjangkau kontrak dengan jangka waktu

penyerahan yang lebih jauh ke depan, tetapi juga dapat menyempurnakan sistem

pembentukan harga yang transparan, sehingga benar-benar dapat menunjang

kelangsungan dan pengembangan sektor produksi dengan memberinya bagian

harga pasar yang wajar sebagai harga panutan.

Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan

arus barang dari produsen ke konsumen adalah efisiensi pemasaran, karena

melalui efisiensi pemasaran selain terlihat perbedaan harga yang diterima petani

sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir. Saluran pemasaran juga

Universitas Sumatera Utara


8

menentukan marjin keuntungan yang diterima oleh para petani, semakin panjang

alur pemasaran semakin banyak lembaga, pemasaran yang menikmati marjin

keuntungan petani dengan ekportir.

Nilai tambah dalam proses pengolahan produk yaitu selisih antara nilai produk

dengan nilai bahan baku serta input lainnya, tetapi tidak termasuk tenaga kerja

(Hayami, et al., 1987). Proses nilai tambah terbentuk apabila terdapat perubahan

bentuk dari produk aslinya, sehingga pembentukan nilai tambah ini penting

dilakukan petani guna meningkatkan pendapatannya. Proses pembentukan nilai

tambah pada kopi arabika terjadi pada proses pengolahan kopi gelondong ke kopi

biji dan kopi bubuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai tambah kopi

arabika di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi pada proses pengolahan kopi

gelondong menjadi kopi biji, kopi biji menjadi kopi bubuk.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) mampu

mengurangi resiko petani terhadap kondisi Kopi Arabika, karena Kopi Arabika

merupakan kopi yang membutuhkan perlakuan khusus dalam pengolahannya.

Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), kopi biji

maupun bubuk kopi memiliki kontribusi masing-masing. Marjin penjualan yang

dihasilkan satu sama lain pun berbeda

Pendapatan petani pada dasarnya terletak pada bahagian yang diterimanya atas

penjualan hasil usahataninya yang relatif tidak banyak pula. Semakin besar

bahagian dari pembeli konsumen diterima petani (produsen) maka semakin tinggi

kesejahteraannnya

Universitas Sumatera Utara


9

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat diidentifikasikan permasalahan

sebagai berikut:

1) Bagaimana saluran pemasaran produk kopi di daerah penelitian?

2) Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran kopi di daerah penelitian?

3) Berapa besar nilai tambah pada pengolahan kopi di daerah penelitian?

4) Berapa besar tingkat penerimaan petani kopi pada setiap penjualan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Untuk menganalisis saluran pemasaran produk kopi di daerah penelitian.

2) Untuk menganalisis tingkat efisiensi pemasaran kopi di daerah penelitian.

3) Untuk menganalisis nilai tambah pada pengolahan kopi di daerah penelitian.

4) Untuk mengetahui besar penerimaan petani kopi pada setiap penjualan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1) Petani kopi, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam memasarkan

hasil kebun kopi para petani.

2) Dinas atau instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan

kebijakan harga yang diambil dalam rangka meningkatkan produksi dan

mengembangkan tanaman kopi di Dairi.

3) Dalam bidang pendidikan, sebagai referensi kepada mahasiswa dan peneliti-

peneliti lainnya dalam penelitian yang sejenis.

Universitas Sumatera Utara


10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1 Tinjauan Agronomi

Kopi (Coffea sp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam

family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang,

dan bila dibiarkan tumbuh mencapai 12 meter. Daunnya bulat dengan ujung agak

meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya.

Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai

berikut :

Kigdom : Plantae

Subkigdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies :Coffeasp. [Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea liberica,

Coffea excelsa]

Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk mencapai

hasil yang optimal memerlukan persyaratan tertentu. Zona terbaik pertumbuhan

kopi adalah antara 20° LU dan 20° LS. Indonesia yang terletak pada 5°LU dan

10
Universitas Sumatera Utara
11

10° LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik. Sebagian besar daerah

kopi di Indonesia terletak antara 0-10° LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali,

Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-5° LU yaitu Aceh dan Sumatera

Utara.

Menurut Rukmana (2014), terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan,

yakni: Kopi Arabika, Kopi Liberika, Kopi Canephora (Robusta) dan Kopi

Hibrida. Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak dikembangkan di

dunia maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang

memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 meter dari permukaan laut (mdpl) dan di

Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000-

1750 mdpl. Perkebunan kopi arabika terdapat di beberapa daerah, antara lain

Tapanuli Utara, Dairi, Tobasa, Humbang, Mandailing, dan Karo (Provinsi

Sumatera Utara), Provinsi Aceh, Provinsi Lampung dan beberapa Provinsi di

pulau Sulawesi, Jawa dan Bali. Jenis kopi cenderung tidak tahan

Hemilia Vastatrix namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat.

Kandungan Gizi

Tabel 2.1. Kandungan nutrisi dalam setiap 100 gram kopi.


No Kandungan Nutrisi Banyaknya
1 Kalori 352,0 kal
2 Protein 17,4 g
3 Lemak 1,3 g
4 Karbohidrat 69,0 g
5 Kalsium 296,0 mg
6 Fosfor 368,0 mg
7 Zat Besi 4,1 mg
8 Bagian dapat dimakan (bdd) 100%
Sumber: Direktorat Gizi Kemenkes

Universitas Sumatera Utara


12

Biji Kopi mengandung protein, minyak aromatis, dan asam-asam organic. Pada

umumnya biji kopi mengandung senyawa yang terdiri atas karbohidrat (60%),

minyak (13%), protein (13%) , asam asam non-volatil (8%), abu (4%), trogonelin

(1%), kafein kopi arabika (1%), dan robusta (2%) (Rukmana,2014).

Budidaya

Penanaman kopi Arabika memiliki syarat tumbuh ketinggian 700-2000m dpl,

dengan garis lintang 20o LS sampai 20o LU. Untuk curah hujan 1.500 s/d 2.500

mm/thn, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, kemiringan tanah kurang dari

45 % dan pH 5,5-6,5.

Iklim sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi. Pengaruh iklim

mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Pada saat bunga

membuka sampai dengan berlangsung penyerbukan pertumbuhan buah muda

sampai tua dan masak menjelang kemarau pada umumnya cuaca mulai terang,

udara tidak berawan, berarti penyinaran matahari akan lebih banyak maka suhu

akan meningkat. Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar

kecilnya persiapan pembungaan. Semakin banyaknya penyinaran maka persiapan

pembentukan bunga akan semakin cepat.

Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan tanaman

dan persipan areal. Persiapan bahan tanam meliputi penyediaan benih,

penyemaian benih dan persemaian lapangan.

Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang

baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih

kulit dan daging buah dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu. Setelah itu

benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang

Universitas Sumatera Utara


13

tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan.

Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan

batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan apsir tebal kira- kira 5

cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang

cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan

kepersemaian lapangan.

Persiapan lahan dilakukan pembersihan dari semak, membongkar tunggul atau

akar pohon yang ada. Kumpulkan seluruh bagian semak yang ada, kemudian

diberakan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi emapt 2,5 x 2,5

m, pagar 1,5 x 2,5 m, untuk tumpangsari 2 x 4 m. Untuk lubang tanamnya dibuat

tiga bulan sebelum tanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm dantanah galian

dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2-4 minggu. Bibit kopi

harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang.

Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2

tahun. Biasanya jenis pohonnya seperti lamtoro, dadap dan sengon. Pohon

pelindung selain untuk melindungi tanaman kopi itu berguna sebagai

memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya

penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. Penanaman

kopi Arabika dapat dilakukan pada awal musim penghujan diharapkan agar tidak

banyak tanah yang terlepas dari akar dan leher akar bibit ditanam rata dengan

permukaan tanah.

Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah

tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman muda

Universitas Sumatera Utara


14

sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara

dan air. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu awal musim hujan dan akhir

musim hujan.

Kopi Arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak

berwarna merah tua dan pemetikan dilakukan harus hati-hati jangan sampai ada

bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering diperam selama

24 jam, kemudian dijemur panas matahari diputar balikan agar merata sampai

10-14 hari, untuk memisahkan kulit buah.

b. Pengolahan secara basah buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung dan

diberi sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk menghilangkan

lendir-lendir masih memikat perlu diperam dulu dalam kaleng atau diisi air 3-

4 hari dan dicuci bersih.

Komponen komponen Biaya Usahatani Kopi

Kopi adalah panen padat karya sehingga biaya produksi cukup rendah untuk

petani rakyat yang tergantung pada tenaga kerja dari keluarga sendiri sedangkan

di perkebunan modern biaya produksinya jauh lebih tinggi karena kopi ditanam

secara intensif, ada manajemen dengan gaji tinggi, dan biaya input tinggi seperti

pupuk, obat penyemprot dan tenaga kerja upahan. Namun pada umumnya biaya

produksi kopi dapat dibagi pada dua kategori yaitu: biaya penanaman dapat

menjadi tinggi khususnya karena pohon kopi membutuhkan dua sampai tiga tahun

sebelum berbuah dan hanya mencapai produksi penuhnya pada tahun kelima atau

tahun keenam (James, 1980).

Universitas Sumatera Utara


15

Komponen komponen yang dibutuhkan dalam usahatani kopi yaitu Biaya

Investasi dan Biaya Variabel. Komponen Biaya Investasi terdiri dari: Hand

sprayer, cangkul, garpu, pompa air dan selang, Wheel barrow, ember, sabit dan

ajir. Koponen Biaya Variabel terdiri dari: Biaya Input (Bibit Kopi, Bibit tanaman

pelindung, Pupuk kandang, pupuk NPK, Pestisida, Herbisida) dan Biaya Tenaga

Kerja (persiapan lahan, pembuatan lubang tanam, penanaman pohon pelindung,

penanaman bibit kopi, penyulaman, pendangiran, pemupukan, penyiangan gulma,

pemberantasan HPT, pemangkasan, pemeliharaan tanaman pelindung, panen,

pasca panen). Sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk komponen komponen

tersebut sebesar Rp213.636/Pohon selama 15 tahun (Panduan Bertanam, 2016).

2.1.2 Tinjauan Sosial Ekonomi

Luas areal perkebunan kopi Indonesia mencapai 1.210.364 ha dengan produksi

686,921 ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3

yakni sebesar 1,24 juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi

robusta dan 251 ribu ha kopi arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas

areal kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar -3,41. Dan pada tahun 2014

luas areal kopi mengalami peningkatan mencapai 1.354.000 ha dengan produksi

sebesar 738.000 ton (AEKI, 2014).

Produksi kopi Indonesia tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan

dibandingkan tahun 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari

tahun 2011. Tahun 2011sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 691.163

ton atau meningkat sekitar 20. Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali

mengalami penurunan dengan produksi sebesar 669.064 ton (Direktorat Jenderal

Perkebunan, 2014).

Universitas Sumatera Utara


16

Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga

mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi

telah menjadi sumber nafkah bagi banyak petani (Najiyati dan Danarti, 1997).

Dalam Produk Nasional Bruto PNB, komoditas kopi memberikan sumbangan

sebesar 0,6 dan merupakan 17 dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008.

Luas tanam kopi seluas 1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani

kecil dengan skala usaha rata-rata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat

mencapai sekitar Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi arabika

(Ottaway 2007).

Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan meningkatnya suhu permukaan bumi

dan perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada

produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat

berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara

18–20C. Di kisaran suhu berapapun meski kopi dapat tumbuh namun

kemampuannya menghasilkan buah jauh berkurang. Sementara buah kopi

merupakan hasil yang diharapkan oleh petani sebagai sumber pendapatannya.

Apabila jumlah produksi kopi petani semakin berkurang diakibatkan perubahan

iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan gagal panen maka

kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai

ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait

pemanasan global segera membaik dan adanya kebijakan pemerintah dalam

menyelesaikan permasalah yang dihadapi petani.

Universitas Sumatera Utara


17

2.1.3 Kondisi Eksisting pemasaran kopi di Indonesia

Tanaman kopi di Indonesia mayoritas diusahakan oleh petani di daerah yang

terpencil dengan sarana jalan yang belum memadai sehingga menyebabkan rantai

pemasaran atau tataniaganya cukup panjang. Pemasaran hasil kopi petani

umumnya dijual ke pedagang pengumpul (pedagang perantara). Sebaliknya, di

perkebunan perkebunan besar, mereka memiliki unit-unit khusus untuk pemasaran

lokal maupun ekspor, serta memiliki hubungan baik dengan pihak-pihak pembeli

dari luar negeri. Perkembangan pasar luar negeri diikuti secara terus menerus,

baik laju perkembangan harga maupun perkembangan produksi kopi di beberapa

negara.

Turnip, 2002 menyatakan bahwa secara umum terdapat kopi yang dijual melalui

pasar komoditi umumnya sampai ke perusahaan perusahaan atau pabrik-pabrik

pengolahan kopi melalui para agen/broker. Agen-agen inilah yang berhubungan

dengan pedagang perantara di negara pengimpor sehingga dapat memperoleh kopi

dalam jumlah dan mutu sesuai kebutuhannya. Kopi Indonesia diekspor dalam

beberapa bentuk, terutama berupa kopi biji, kopi sangrai (roasted coffee), dan

kopi ekstrak.

Jika dilihat rantai pasok mulai dari produsen hingga konsumen, maka terdapat

banyak yang terlibat dalam sistem rantai pasok kopi Indonesia. Rantai pasok yang

terjadi dapat dipisahkan menjadi beberapa pola karena proses aliran kopi sampai

kepada konsumen cukup beragam. Untuk kopi yang dikonsumsi di dalam negeri

terdapat beberapa pola sebagai berikut:

- Petani =>pedagang pengumpul =>perusahaan perdagangan =>lokal => roaster

=> konsumen

Universitas Sumatera Utara


18

- Petani => pedagang pengumpul => pedagang pengumpul kecamatan =>

perusahaan perdagangan lokal => roaster => konsumen

- Petani => pedagang pengumpul => perusahaan perdagangan lokal => pasar

lokal/retailer/coffee shop => konsumen

Pola rantai pasok untuk kopi yang dipasarkan ke luar negeri sebagai berikut:

Petani => pedagang pengumpul => pedagang pengumpul kecamatan => eksportir

=> Importir => roaster => konsumen.

Selain sebagai pengekspor kopi, Indonesia juga mengimpor produk-produk kopi

yang dihasilkan oleh roaster yang berada di luar negeri. Bahkan tidak sedikit kopi

yang diimpor tersebut merupakan kopi yang berasal dari Indonesia setelah

mengalami proses pengolahan.

2.2 Landasan Teori

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan

kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui

penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan produk tersebut

(Kotler, 2004).

2.2.1 Konsep Pemasaran

Kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena pada

dasarnya memiliki makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata tersebut

berasal dari kata yang sama yaitu marketing (Asmarantaka, 2009). Sehingga

tataniaga maupun pemasaran sama-sama memiliki tujuan dalam menyalurkan

(aliran) barang maupun jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen akhir

yang terdri dari beberapa rangkaian kegiatan bisnis. Tataniaga dapat diartikan

Universitas Sumatera Utara


19

sebagai suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan demand yang

bekerja, ada proses pembentukan harga dan terjadinya proses pengalihan

kepemilikan barang maupun jasa (Dahl dan Hammond, 2001).

Dahl dan Hamond (2001), mendefinisikan fungsi funsi tataniaga sebagai

serangkaian fungsi yang dipergunakan dalam menggerakkan input dari titik

produsen sampai konsumen akhir terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan

fungsi fasilitas. Fungsi fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif

(meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan).

Menurut Downey dan Ericson (2004), pada umumnya fungsi pemasaran

dikelompokkan menjadi:

1) Fungsi pertukaran (exchange function) yang meliputi penjualan dan pembelian,

yang menciptakan kegiatan kegunaan hak milik.

2) Fungsi fisik (physical function) yang meliputi pengangkutan, penyimpanan dan

pemrosesan produk yang menciptakan kegunaan tempat dan waktu.

3) Fungsi penyediaan sarana (facilitating function) yang meliputi kegiatan-

kegiatan yang menyangkut masalah standarisasi dan grading, penanggung resiko,

pembiayaan dan kredit serta informasi pasar dan harga.

Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga tataniaga

yang terdiri dari:

a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tapi menguasai barang, meliputi: agen,

perantara dan broker.

b) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti pedagang

pengumpul, pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importer.

Universitas Sumatera Utara


20

c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti

badan transportasi, pergudangan dan asuransi.

Salah satu fungsi dari pemasaran adalah sebagai penyedia sarana yang meliputi

harga. Harga merupakan masalah pokok baik bagi pembeli maupun penjual di

pasar. Pada semua tingkat dari produksi melalui proses tataniaga hingga ke

konsumen akhir harus secara terus menerus dan konstan memperhatikan harga-

harga barang dan jasa (Hasyim, 2012).

Harga menjadi acuan seberapa besar nilai pada produk yang dihasilkan oleh

petani. Petani harus mempertimbangkan seberapa besar harga yang pantas untuk

produk yang dihasilkan, dari biaya-biaya yang dikeluarkan dari proses produksi

hingga produk sampai ke lembaga pemasaran selanjutnya. Petani harus bisa

membaca kondisi harga ketika menentukan harga produk di pasar saat produknya

akan dijual.

Harga-harga yang diterima petani dapat mendorong atau merangsangnya untuk

menghasilkan produk yang dapat didistribusikan di pasar jika harga itu cukup

menarik. Namun dapat pula membuat petani tidak bergairah berproduksi, jika

harga produknya rendah (Hasyim, 2012).

Kebijaksanaan penentuan harga sebagian besar tergantung dengan bentuk-bentuk

persaingan yang berlaku dalam masyarakat. Kebijaksanaan penentuan harga yang

dilakukan dalam bentuk persaingan monopoli suatu barang tentu berlainan bentuk

persaingan bebas (sempurna) atau bentuk oligopoly (Hasyim, 2012).

Distributor atau penyalur ini bekerja secara aktif untuk mengusahakan

perpindahan, bukan hanya secara fisik, tetapi dalam arti agar barang- barang

Universitas Sumatera Utara


21

tersebut dapat dibeli oleh konsumen, dengan melakukan pertimbangan-

pertimbangan atas penyaluran (Syahyunan, 2004).

Dengan demikian, penyaluran harus menjamin tersedianya pasokan yang tepat

jumlah dan waktu serta tersedia di seluruh daerah dan disalurkan melalui jaringan

distribusi yang efektif dan efisien.

Beberapa faktor yang menentukan panjang pendeknya saluran pemasaran antara

lain adalah

a) Jarak antara produsen ke konsumen, makin jauh maka makin panjang saluran

pemasarannya.

b) Cepat lambatnya produk rusak, produk yang cepat rusak menghendaki

saluran pemaran yang pendek.

c) Skala produksi, semakin kecil skala produksi semakin panjang saluran

pemasarannya.

d) Posisi keuangan pengusaha, produsen yang posisi keuangannya kuat

cenderung mampu memperpendek saluran.

e) Derajat standarisasi, makin identik produk makin panjang salurannya.

f) Kemeriahan produk, biaya pemindahan tinggi saluran terpendek.

g) Nilai unit dari suatu produk, makin rendah nilai unit suatu produk, semakin

panjang saluran pemasarannya.

h) Bentuk pemakaian produk, produk yang dapat digunakan untuk berbagai

bentuk pemakaian bisaanya saluran tataniaganya lebih rumit dan panjang.

i) Struktur pasar, struktur pasar yang terbentuk monopoli bisaanya saluran

tataniaganya lebih pendek di banding struktur pasar yang lain.

Universitas Sumatera Utara


22

2.2.2 Efisiensi Pemasaran

Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat efisiensi dari

tataniaga, karena tataniaga yang efisien dapat memberikan kepuasan kepada

semua pihak yang terlibat pada tataniaga. Tataniaga disebut efisien, apabila

tercipta keadaan dimana pihak produsen, lembaga tataniaga dan konsumen

memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Untuk

meningkatkan efisiensi dalam system tataniaga, unsur unsur produsen, lembaga

tataniaga, konsumen serta pemerintah dapat memberikan sumbangan

(Limbong dan Sitorus, 2001).

Menurut Mubyarto, dikatakan sistem tataniaga efisien apabila memenuhi dua

syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada

konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan (2) mampu mengadakan

pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir

kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang

tersebut (Sihombing, 2011).

Menurut Saefuddin (1983), semua kegiatan ekonomi, termasuk pemasaran,

menghendaki adanya efisiensi. Kriteria yang dapat digunakan sebagai indikator

efisiensi pemasaran ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada

tingkat konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik dan pemasaran, dan (4) tingkat

persaingan pasar. Namun, indikator marjin pemasaran lebih sering digunakan

karena melalui analisis marjin pemasaran dapat diketahui tingkat efisiensi

operasional (teknologi) serta efisiensi harga (ekonomi) dari suatu pemasaran .

Salah satu cara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melihat

besarnya margin pemasaran dan rasio profit margin masing-masing lembaga

Universitas Sumatera Utara


23

pemasaran. Margin tataniaga dirumuskan sebagai perbedaan antara yang diterima

produsen dan harga yang diterima konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi margin tataniaga adalah:

a) Biaya tataniaga

b) Tingkat persaingan antara para pedagang

c) Strategi-strategi yang ditunjukkan oleh para pedagang

d) Sikap para pedagang terhadap resiko

e) Banyaknya perantara yang terlibat dalam menyalurkan barang dan jasa ke

konsumen akhir (Nasrudin, 1996).

Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari

sistem pemasaran atau tataniaga. Marjin berbeda beda antara suatu komoditi hasil

pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa

yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani ketingkat

pengecer untuk konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 2006).

Semakin besar perbedaan harga antara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat,

terutama antara harga yang terjadi ditingkat eceran dan harga yang diterima

petani, maka semakin besar pula marjin tataniaga yang bersangkutan. Hal ini

disebabkan banyak lembaga lembaga yang terlibat mengakibatkan biaya tataniaga

meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efisiensi tataniaga

merupakan suatu kondisi dimana terciptanya kepuasan dan kesejahteraan pada

setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga. Pendekatan efisiensi tataniaga dapat

dibedakan menjadikan dua yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional

Universitas Sumatera Utara


24

(Dahl dan Hammond, 2001) .

Menurut Daly (1958) dan diterangkan lebih lanjut oleh Friedman (1962) dalam

Sihombing (2010) menyatakan bahwa margin merupakan perbedaan antara harga

yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Menurut

Sihombing (2010) marketing margin adalah perbedaan harga yang diterima oleh

produsen (petani) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Marketing

margin terdiri dari berbagai macam ongkos dalam menyalurkan barang dari

produsen ke konsumen, Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin

seperti retail margin, yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga

yang dibayarkan oleh pengecer, profit margin, besarnya keuntungan/balas jasa

yang diterima oleh setiap middleman atau lembaga tata niaga dan lain-lain.

Perhitungan analisis marjin pemasaran dilakukan untuk mengetahui perbedaan

harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai

pemasaran. Secara sistematis dapat dihitung sebagai berikut:

MP= Pr - Pf

Keterangan: MP = Marjin Pemasaran

Pr = Harga di tingkat pengecer

Pf = Harga di tingkat produsen/ petani

2.2.3 Teori Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

sumber daya yang ada secara efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

tinggi pada waktu tertentu (Soekartawi, 2002).

Universitas Sumatera Utara


25

Ilmu usahatani merupakan proses menentukan dan mengkoordinasi penggunaan

faktor-faktor produksi untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan yang

maksimal (Suratiyah, 2006).

Usahatani memiliki empat unsur pokok, yaitu:

a. Lahan, berperan sebagai faktor produksi yang dipengaruhi oleh tingkat

kesuburan, luas lahan, lokasi, intensifikasi, dan fasilitas.

b. Tenaga Kerja yang berasal dari orang lain atau dari anggota keluarga sendiri.

c. Modal yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan kekayaan

usahatani.

d. Pengelolaan dalam menentukan, mengkoordinasi, dan mengorganisasikan

faktor-faktor produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan

(Hermanto, 1996).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah pr oduksiyang diperoleh

dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan

dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiyah, 2006).

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual (Rahim, 2007).

Umur tanaman yang akan menunjukkan hasil dari produktivitas tanaman tersebut.

Jumlah produksi buah kopi yang akan di panen pertama dalam interval umur

2.5-4 tahun relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan

meningkatnya umur tanaman sampai mencapai umur tanaman produktif yaitu

sekitar pada umur 5 – 7 tahun dan kembali menurun di saat umur tanaman sudah

Universitas Sumatera Utara


26

tua yaitu pada umur 9-10 tahun. Di setiap umur tanaman terjadi panen raya dua

bulan dalam setahun yaitu bulan September dan Oktober di dalam panen raya

tersebut dihasilkan jumlah produksi yang lebih banyak dari biasanya. Tetapi jika

jumlah produksi semakin banyak dan mudah untuk didapatkan belum tentu

berhubungan positif ke pendapatan karena semakin langka di dapat maka semakin

mahal harga jualnya. Setelah umur tanaman sudah berada diatas umur ekonomis

produksi maka tanaman kopi menjadi tanaman tidak menghasilkan sehingga tidak

terjadi produksi dan harus dilakukan replanting tanaman (Anonimous, 2011).

2.2.4 Nilai Tambah

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena

mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu

produksi. Menurut Armand Sudiyono (2004), nilai tambah dapat dilihat dari dua

aspek yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran.

Nilai tambah dalam proses pengolahan produk yaitu selisih antara nilai produk

dengan nilai bahan baku serta input lainnya, tetapi tidak termasuk tenaga kerja

(Hayami, et al., 1987). Proses nilai tambah terbentuk apabila terdapat perubahan

bentuk dari produk aslinya, sehingga pembentukan nilai tambah ini penting

dilakukan petani guna meningkatkan pendapatannya. Proses pembentukan nilai

tambah pada kopi arabika terjadi pada proses pengolahan kopi gelondong ke kopi

Hs, kopi Ose dan kopi bubuk.

Universitas Sumatera Utara


27

2.3 Penelitian Terdahulu

Pada waktu sebelumnya telah banyak dilakukan tentang pemasaran suatu produk.

Masing masing peneliti melakukan penelitian pada produk dan tempat yang

berbeda-beda.

Joko Tri Sujiwo (2009) dengan judul skripsi Efisiensi Pemasaran Kopi (Coffea

Sp) Di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal Semarang. Dengan tujuan

a).untuk mengetahui sistem pemasaran yang ada pada petani kopi, b) Untuk

mengetahui tingkat penjualan produksi kopi yang dicapai oleh para petani kopi

c).Untuk mengetahui langkah-langkah yang ditempuh oleh para petani kopi.

Metode yang digunakan adalah Strata Proporsional. Menyimpulkan bahwa:

Saluran/rantai pemasaran kopi yang ada di Kecamatan Singorojo Kabupaten

Kendal, ada 2 macam saluran. Saluran pertama yaitu: petani kopi, pedagang besar,

eskportir. Saluran kedua terdiri dari: petani kopi, pedagang kecil, pedagang besar,

eksportir. Dari penelitian banyak responden petani kopi yang melalui saluran

pemasaran kedua, yaitu sebanyak 39 responden petani kopi atau 65 persennya,

menjual ke pedagang kecil (sebanyak 6 responden pedagang kecil). Sedangkan

responden pedagang besar yang melalui saluran pemasaran pertama sebanyak 1

orang atau 66,67 persen. Dari hasil analisis perhitungan biaya pemasaran, harga

jual, harga beli serta keuntungan masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat,

maka pemasaran kopi di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal sudah efisien.

Besarnya margin pemasaran kopi di Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal

adalah sebesar Rp. 5.120 per kilogram kopi. Hasil ini diperoleh dari perhitungan

antara harga di tingkat petani.

Universitas Sumatera Utara


28

Ulima Mandasari Sitorus (2014) dengan judul Analisis Nilai Tambah Dan Strategi

Pengembangan Produk Olahan Kopi Bubuk Arabika (Coffea Arabica) Di Desa

Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana pengolahan kopi arabika yang dilakukan oleh kelompok

tani Simalungun Jaya menjadi kopi bubuk di daerah penelitian, untuk

menganalisis besarnya nilai tambah yang dapat diperoleh oleh kelompok tani

Simalungun Jaya di daerah penelitian, serta untuk menganalisis faktor – faktor

yang mempengaruhi produk olahan kopi arabika kelompok tani Simalungun Jaya

di daerah penelitian. Metode pengambilan sampel secara sensus dan penentuan

daerah sampel secara purposive. Metode analisis yang digunakan adalah metode

deskriptif untuk mengetahui pengolahan kopi bubuk arabika, metode hayami

untuk analisis nilai tambah, dan analisis SWOT untuk mengetahui faktor – faktor

yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika menyimpulkan bahwa :

Proses pengolahan kopi bubuk arabika di daerah penelitian masih menggunakan

teknologi yang sederhana. Nilai tambah yang dihasilkan usaha pengolahan kopi

bubuk arabika sebesar Rp. 206.400/3Kg Kopi Biji, dengan rasio nilai tambah

sebesar 68,8% dalam satu kali produksi. Faktor Strategi Internal dalam usaha

Pengolahan Kopi Bubuk Arabika untuk Bahan baku tersedia, Tenaga kerja

tersedia, Tidak menggunakan bahan campuran, Memberikan nilai tambah, dan

Harga kopi bubuk ditentukan sendiri oleh kelompok tani. Sumber modal kurang,

Teknologi sederhana, Hanya ada 1 variasi produk, Pengembangan lahan

agroindustry tidak tersedia, Kurangnya pelatihan dan pendidikan, Pemasaran

produk kurang luas, serta Tidak ada kerjasama dengan lembaga lain. Sedangkan

dalam faktor Eksternal adalah Sudah memiliki merek dagang, sudah memiliki izin

Universitas Sumatera Utara


29

dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, Trend kopi saat ini, Infrastruktur lokasi

yang mendukung, serta adanya Kebijakan Pemerintah.

Ova Lestari (2016) dengan judul Analisis Usahatani Dan Efisiensi Pemasaran

Kopi (Coffea Sp) Di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, dengan

tujuan: 1) mengetahui bagaimana usahatani kopi di Kecamatan Pulau Panggung

Kabupaten Tanggamus, 2) Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan

harga kopi pada tingkat petani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten

Tanggamus, 3) Untuk mengetahui saluran pemasaran di Kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten, 4) Untuk menganalisis efisiensi pemasaran tanaman kebun

kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Untuk menjawab tujuan pertama pada penelitian ini menggunakan analisis data,

yaitu: π = Y . Py - ∑Xi.Pxi – BTT, Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk

menjawab tujuan kedua yaitu mengetahui bagaimana pembentukan harga kopi

pada tingkat petani, Untuk menjawab tujuan yang ketiga dan keempat dalam

penelitian ini digunakan Analisis model S-C-P (Structure, Conduct, dan

Perfomance) digunakan untuk menganalisis organisasi suatu pasar.

Menyimpulkan bahwa: R/C ratio > 1 menunjukkan bahwa usahatani kopi layak

untuk diusahakan dan menguntungkan. Penerapan sistem headging tidak

dilakukan petani sebagai usaha untuk melindungi harga ketika harga kopi

menurun, sehingga pembentukan harga yang terjadi merupakan harga yang

berlaku pada saat petani menjual kopi. Saluran pemasaran kopi di Kecamatan

Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus adalah petani - pedagang pengumpul -

pedagang besar – eksportir. Pemasaran kopi di Kecamatan Pulau Panggung

Universitas Sumatera Utara


30

Kabupaten Tanggamus belum efisien, walaupun pangsa produsen mencapai lebih

dari 80%, tapi nilai Rasio Profit Marjin (RPM) pada setiap lembaga pemasaran

tidak menyebar secara merata.

Ida Bagus Oka Purnama, dkk (2012) dengan judul Sistem Pemasaran Kopi Bubuk

Sari Buana pada UD. Mega Jaya. Dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui tataniaga kopi bubuk Sari Buana pada UD. Mega Jaya dan untuk

mengetahui besarnya marjin pemasaran pada masing–masing saluran pemasaran

yang ada. Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mengetahui:

tataniaga pemasaran kopi bubuk Sari Buana di UD. Mega Jaya. Menghitung

besarnya marjin pemasaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

MP=KP+BP atau MP =Pr – Pf. Hasil penelitian mendapatkan bahwa tataniaga

kopi bubuk Sari Buana pada UD.Mega Jaya dimulai dari produsen, lembaga

pemasaran, dan distribusi. UD. Mega Jaya merupakan sebagai produsen kopi

bubuk Sari Buana yang memiliki beberapa fungsi-fungsi dalam melakukan

pemasaran produk diantaranya, pengadaan bahan baku, memiliki penentuan hasil

produksi, persediaan produk, biaya produksi, memilih lembaga pemasaran,

menentukan harga, melakukan promosi, pengiriman, pemesanan, dan juga risiko

yang diteriama oleh perusahaan. Untuk saluran pendistribusian kopi bubuk Sari

Buana pada UD. Mega Jaya terdapat empat jenis saluran pemasaran yaitu I)

perusahaan – pengecer besar – pengecer kecil – konsumen, II) perusahaan –

pengecer besar – konsumen, III) perusahaan – pengecer kecil – konsumen, IV)

perusahaan – konsumen. Marjin pemasaran pada saluran I yaitu sebesar Rp.2.500

(5,882%), saluran II Rp. 2.500 (5,882%), saluran III Rp. 1.000 (2,352%) dan

saluran IV Rp. 0 (0%), karena pada saluran IV tidak ada marjin. Bagian

Universitas Sumatera Utara


31

keutungan yang didapatkan oleh perusahaan pada saluran I sebesar Rp. 1.367 per

kg dan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.300 per kg.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kopi merupakan komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis,

baik untuk memberikan peningkatan pendapatan petani bahkan dapat menambah

devisa bagi negara dengan adanya ekspor kopi yang cenderung meningkat setiap

tahunnya.

Kopi yang dihasilkan merupakan hasil produksi yang akan dijual oleh petani

kepada pedagang pengumpul atau lembaga pemasaran lainnya. Kopi yang dijual

oleh petani tentu memiliki nilai atau harga output yang nantinya akan diterima

oleh petani. Dalam hal ini harga output merupakan penerimaan yang diterima oleh

petani.

Harga menjadi indikator efisien atau tidaknya produk dalam sistem pemasaran di

suatu daerah. Petani harus memperhatikan harga yang akan ditetapkan untuk

produk yang akan di pasarkan. Petani harus bisa melihat kondisi pasar untuk

menetapkan harga kopi, harga yang terlalu tinggi dapat mempersulit produk untuk

dijual dan harga yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kerugian pada petani.

Banyaknya proses pengolahan pasca panen membuat setiap lembaga pemasaran

sangat berperan dalam pemasaran kopi, dengan adanya lembaga juga membuat

adanya marjin permasaran yang nantinya menunjukan efisien atau tidaknya suatu

pemasaran/tataniaga di tempat penelitian.

Terbentuknya saluran pemasaran yang baik dan efisien tidak terlepas dari adanya

Universitas Sumatera Utara


32

peranan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di proses pemasaran tersebut.

Setiap lembaga pemasaran yang terlibat tentu memiliki fungsi yang berbeda-beda,

begitu juga dengan keuntungan yang didapatkan di setiap lembaga pemasaran

tentu berbeda.

Pemasaran yang baik adalah kegiatan pemasaran yang efisien dimana semua pihak

merasa diuntungkan dengan adanya kegiatan pemasaran tersebut. Suatu kegiatan

pemasaran dapat dikatakan efisien atau tidak, ditentukan atau diukur dengan

efisiensi pemasaran.

Pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan,

pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi akan memberikan nlai

tambah bagi petani ataupun lembaga yang melakukan perannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat digambarkan skema pemasaran dan nilai

tambah kopi

Universitas Sumatera Utara


33

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

Petani Kopi

Fungsi
Pemasaran:
-pembelian Pedagang
-penjualan Pengumpul Kecil
-pengolahan
-sortasi Produksi Kopi Harga Kopi
-pengepakan
-transportasi Pedagang
-bongkar muat Pengumpul Besar
-penyimpanan

Penerimaan Petani
Eksportir

Biaya Pemasaran
Nilai tambah

Harga

Marjin

Efisiensi

Keterangan Gambar:

: Pola pemasaran

: Mempengaruhi

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara


34

2.5. Hipotesis Penelitian


Sesuai dengan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis sebagai

berikut:

1. Pemasaran kopi sudah efisien berdasarkan berbagai indikator efisiensi

pemasaran.

2. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan kopi adalah >50 % atau

nilai tambah dinyatakan tinggi.

Universitas Sumatera Utara


35

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara “Purposive Sampling” yaitu di kecamatan

Parbuluan, Kabupaten Dairi dengan pertimbangan bahwa kecamatan Parbuluan,

merupakan salah satu sentra produksi kopi arabika yang produktifitasnya

tertinggi ke-2 di Kabupaten Dairi yaitu sebesar 1116,6 (kg/Ha)/Tahun.

Tabel 4. Produksi, Produktifitas dan Jumlah petani tanaman perkebunan


kopi arabika menurut kecamatan di Kabupaten Dairi 2016
No Kecamatan Produksi Produktifitas Petani Rumah
(Ton) (Kg/Ha)/Tahun Tangga
1 Sidikalang 240,5 1090,0 890
2 Sitinjo 295,6 1219,0 980
3 Berampu 207,1 1085,0 418
4 Parbuluan 1824 1116,6 2665
5 Sumbul 5401 1253 8350
6 Silahisabungan 6,8 615,4 34
7 Silima Pungga 21,0 893,6 76
pungga
8 Lae Parira 75,2 1071,4 205
9 Siempat Nempu 62,1 953,8 98
10 Siempat Nempu 156,3 891,4 376
Hulu
11 Siempat Nempu 0,0 0,0 0,0
Hilir
12 Tiga Lingga 0,0 0,0 0,0
13 Gunung Stember 0,0 0,0 0,0
14 Pegagan Hilir 126,3 1067,8 296
15 Tanah Pinem 0,0 0,0 0,0
Jumlah/Total 8409 1192,9 14388
Sumber : Dinas Pertanian Dairi

3.2 Metode Penentuan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat

menggambarkan populasi (Sugiyono, 2000). Populasi dalam penelitian ini

adalah petani kopi arabika yang ada di Kecamatan Parbuluan. Metode yang

digunakan adalah Metode Slovin, dengan jumlah populasi sebanyak 2665 petani.

35

Universitas Sumatera Utara


36

Dari jumlah populasi petani kopi ditentukan jumlah sampel. Pengambilan

sampel ditentukan dengan merujuk pada teori (Supriana,2016) yaitu:

dimana:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = kesalahan mengambil sampel yang ditolerir (10%)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas diperoleh jumlah

sampel sebanyak 96 petani. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah simple random sampling dimana semua unsur dari

populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota

sampel dan pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan

strata yang ada di dalam populasi.

Pengambilan sampel lembaga pemasaran diambil lembaga pemasaran yang

terlibat langsung dalam pemasaran kopi di Kecamatan Parbuluan, menggunakan

teknik snowball. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara

berantai. Pelakasanaannya pertama-tama dilakukan interview terhadap petani

kopi di Kecamatan Parbuluan, selanjutnya petani selaku produsen yang

bersangkutan menyebutkan calon responden lainnya yakni pedagang sehingga

diperoleh suatu rantai pemasaran.

Universitas Sumatera Utara


37

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden (petani

kopi) di lokasi penelitian dengan menggunakan kuisioner.

Data Sekunder diperoleh dari lembaga terkait yang berhubungan dengan objek

penelitian, diantaranya Dinas Perkebunan, Badan Pusat Statistik, Website

Direktorat Jenderal Perkebunan, skripsi terdahulu, jurnal penelitian dan literature

yang berkaitan dengan topik penelitian.

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode yang digunakan untuk memecahkan masalah

permasalah yang diteliti, dilakukan setelah semua data yang diperlukan diperoleh

secara lengkap.

a. Untuk menjawab tujuan penelitian pertama yaitu digunakan analisis

deskriptif untuk mengetahui pola pemasaran produk kopi dilakukan dengan

analisis tataniaga, yaitu dengan mengamati lembaga lembaga yang

membentuk saluran tataniaga. Pengamatan dilakukan mulai dari petani

produsen hingga ke konsumen akhir. Perbedaan saluran tataniaga dari masing

masing responden akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang

diterima oleh setiap lembaga yang terlibat di dalamnya. Semakin panjang

rantai saluran tataniaga semakin tidak efisien karena marjin tataniaga yang

tercipta antara produsen dan konsumen akan semakin besar.

Universitas Sumatera Utara


38

b. Untuk menjawab tujuan penelitian kedua digunakan metode deskriptif

kuantitatif. Untuk mengetahui marjin dan efisiensi pemasaran pada setiap

komponen pemasaran dapat digunakan analisis sebagai berikut:

Untuk marjin pemasaran:

Mji = Hji - Hbi

Mi = Ci + πi

Hji – Hbi = Ci + πi

Berdasarkan marjin tataniaga tersebut, maka keuntungan pemasaran pada

tingkat ke-I adalah :

Πi = Hji – Hbi – Ci

Marjin tataniaganya yaitu:

Mi = ∑ Mi

Dimana :

Mji : Harga tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

Hji : Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

Hbi : Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

Ci : Biaya pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg)

Πi : Keuntungan pemasaran pada tingkat ke-i (Rp/kg)

Mi : Total Marjin tataniaga

(Gultom, 1996).

Untuk menghitung share margin , digunakan rumus :

x 100%

Dimana : Sm = share margin (%)

Pp = Harga yang diterima oleh produsen

Universitas Sumatera Utara


39

Pk = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir

Nisbah margin keuntungan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(Kohl dan Uhl, 1980)

Keterangan: I = Keuntungan lembaga pemasaran

bti = Biaya pemasaran

Untuk menghitung efisiensi saluran pemasaran kopi di daerah penelitian

dapat dilihat dari tingkat efisiensi saluran pemasaran kopi itu sendiri. Dimana

efisiensi pemasaran dapat diketahui melalui empat metode. Menurut

Thamizhselvan dan Paul (2012) untuk menghitung efisiensi pemasaran kopi

dapat menggunakan empat metode, dengan maksud untuk melihat pemasaran

kopi secara menyeluruh dari komponen yang berbeda. Baik dari segi harga

produsen maupun konsumen. Adapun keempat metode tersebut adalah

sebagai berikut: :

1. Metode Sheperd’s

Dalam metode ini dijelaskan bahwa rasio total nilai barang yang dijual di

pasar dan total biaya pemasaran yang digunakan untuk mengukur tingkat

efisiensi pemasaran. Dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: ME = Efisiensi Pemasaran

I = Biaya Pemasaran (Rp/kg)

V = Harga Konsumen (Rp/kg)

Universitas Sumatera Utara


40

Menurut metode ini, semakin besar rasio maka semakin tinggi tingkat

efisiensi dan sebaliknya, sehingga semakin besar harga yang dibayarkan oleh

konsumen maka saluran tataniaga tersebut semakin efisien.

2. Metode Acharya dan Aggarwal

Keterangan: ME = Efisiensi Pemasaran

PP = Harga Produsen (Rp/Kg)

MC = Biaya Pemasaran (Rp/kg)

MM = Marjin Pemasaran (Rp/kg)

Nilai ME akan semakin efisien apabila nilai efisiensi tataniaga semakin tinggi

dan sebaliknya. Sehingga jika harga yang diterima produsen besar maka

semakin efisien saluran tataniaga tersebut.

3. Metode Composite Index

Pada metode ini digunakan tiga indikator, yaitu share produsen, biaya

pemasaran dan marjin keuntungan. Ketiga indikator untuk setiap saluran

diberi skor. Misalnya untuk share produsen, dimana semakin besar share

produsen maka semakin baik suatu saluran pemasaran. Indikator dengan nilai

tertinggi akan diberi skor 1 dan seterusnya dengan skor 2, 3 dan 4. Total nilai

composite index method diperoleh dengan menjumlahkan nilai skor di setiap

saluran kemudian dibagikan dengan jumlah indikator yang digunakan. Indeks

efisiensi pemasaran yang rendah menunjukkan saluran yang lebih efisien.

Adapun rumusnya adalah:

Universitas Sumatera Utara


41

Keterangan: ME = Indeks efisiensi pemasaran

Nj = Jumlah indikator

Rj = Total skor indikator setiap saluran

Nilai ME akan semakin efisien apabila nilai efisiensi tataniaga semakin

rendah dan sebaliknya.

4. Metode Efisiensi Index

Efisiensi pemasaran yang tinggi ditunjukkan oleh nilai ME yang tinggi dan

sebaliknya. Pada metode ini efisiensi pemasaran yang tinggi terjadi jika biaya

pemasaran yang dikeluarkan lebih kecil dari marjin keuntungan lembaga

pemasaran.

c. Untuk menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu untuk menghitung nilai

tambah pada pengolahan kopi digunakan metode Hayami dengan uraian:

Universitas Sumatera Utara


42

Tabel 5. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah dengan Metode Hayami


No Variable (Output, Input, Harga) Formula
1. Hasil/ produksi (kg/tahun) A
2. Bahan baku (Kg/tahun) B
3. Tenaga kerja (HOK) C
4. Faktor konversi (1/2) A/B = M
5. Koefisien tenaga kerja (3/2) C/B = N
6. Harga produk rata-rata (Rp/Kg) D
7. Upah rata-rata (Rp/HOK) E
Pendapatan dan Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) F
9. Bahan tambahan (Rp/kg) G
10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) K=MxD
11. a. Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) L=K–F–G
b. Ratio nilai tambah (%) (11a/10) H = L/K (%)
12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) (5x7) P=NxE
b. Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) Q = P/L
13. a. Keuntungan (Rp) (11a – 12a) R=L–P
b. Tingkat Keuntungan (%) (13a/11a) I = R/L
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14. Margin (Rp/kg) S=K–F
a. Pendapatan TK langsung 12a/14 (%) T = P/S (%)
b. Bahan Tambahan 9/14 (%) U = G/S (%)
c. Keuntungan perusahaan 13a/14 (%) V = R/S (%)
Sumber : Hayami, et all

Menurut kriteria pengujian Hubeis (1997), yaitu:

Jika rasio nilai tambah <15% , maka nilai tambah tergolong rendah.

Jika rasio nilai tambah 15%-40% , maka nilai tambah tergolong sedang.

Jika rasio nilai tambah >40%, maka nilai tambah tergolong tinggi

d. Untuk menjawab tujuan penelitian keempat digunakan metode deskriptif

kuantitatif untuk menghitung besar penerimaan. Menurut Soekartawi (1995),

penerimaan dalam usahatani merupakan perkalian antara produksi fisik dengan

harga jual atau harga produksi. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai

berikut:

TR = Q x P

Universitas Sumatera Utara


43

Keterangan:

TR = Penerimaan total (Rp)

Q = Jumlah produksi yang dihasilkan (kg)

P = Harga (Rp)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian

ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi Operasional


Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk tentang

variabel yang akan diteliti dan sangat penting untuk dianalisis (data-data yang

berhubungan dengan tujuan penelitian).

1) Petani atau produsen kopi adalah setiap orang yang melakukan usahatani kopi

dan menjadikannya sebagai mata pencaharian utama atau sampingan untuk

dapat memenuhi kebutuhan hidup.

2) Pedagang pengumpul kecil adalah lembaga pemasaran yang mengumpulkan

atau membeli kopi langsung dari petani untuk kemudian dijual kembali atau

meneruskan ke pedagang selanjutnya.

3) Pedagang pengumpul besar adalah lembaga pemasaran yang membeli kopi

dari agen atau pedagang pengumpul kecil di kecamatan parbuluan yang

kemudian dijual kepada eksportir sebagai konsumen pada penelitian.

4) Eksportir adalah badan usaha yang melakukan pembelian kopi dari pedagang

besar maupun dari pedagang pengumpul kecil yang berada di daerahnya dan

menjual kopi kedaerah luar.

5) Produksi kopi adalah komoditas yang dihasilkan selama terjadinya proses

produksi yang diukur dalam ton.

Universitas Sumatera Utara


44

6) Penerimaan adalah segala penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya

dengan cara perkalian antara produksi dengan harga jual atau harga produksi.

7) Harga di tingkat petani atau produsen adalah harga kopi yang dijual oleh

petani pada saat transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram

(Rp/Kg).

8) Harga konsumen atau harga beli adalah harga kopi yang dibayar oleh petani

pada waktu terjadi transaksi jual beli kopi, diukur dalam satuan rupiah per

kilogram (Rp/Kg).

9) Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan, baik oleh petani

maupun pedagang untuk memasarkan kopi sampai ke konsumen akhir,

meliputi biaya sortasi, greeding, packging, pengangkutan, biaya penyimpanan,

biaya penyimpanan,, biaya penyusutan, dan biaya-biaya lainnya dinyatakan

dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

10) Pengangkutan adalah orang yang melakukan pengaturan secara bersama-sama

dalam pengangkutan kopi.

11) Marjin pemasaran total adalah selisih harga di tingkat konsumen akhir dengan

harga di tingkat produsen atau jumlah marjin pada tiap lembaga pemasaran

diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

12) Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran dihitung dengan

cara mengurangi nilai marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan,

dinyatakan dengan satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg).

13) Sistem pemasaran dalam penelitian ini ditinjau dari pendekatan serba lembaga

(institutional approach) yaitu pendekatan dari segi lembaga-lembaga atau

organisasi yang terkait dalam pemasaran kopi.

Universitas Sumatera Utara


45

14) Saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga yang digunakan untuk

menyampaikan komoditas kopi dengan menyelengggarakan kegiatan-

kegiatan pembelian, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan dari petani

kopi ke konsumen akhir.

15) Pembelian adalah Suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap lembaga-

lembaga untuk mendapatkan kopi dengan dua belah pihak dengan tujuan

menukarkan barang atau jasa mereka. (Rp/Kg)

16) Penjualan adalah Suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap lembaga-lembaga

untuk menyalurkan kopi dengan memperoleh keuntungan atau laba. (Rp/Kg)

17) Pengolahan adalah kegioatan yang dilakukan untuk memproses kopi sehingga

mendapatkan hasil yang lebih baik.

18) Sortasi adalah Kegiatan pemilihan dan memisahkan kopi yang bermutu baik

dengan yang kurang baik.

19) Transportasi adalah Biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut kopi dari satu

tempat ke tempat yang lain.

20) Bongkar muat adalah Biaya yang dikeluarkan untuk proses memindahkan

kopi dari gudang, menaikkan lalu menumpuknya di atas transportasi

sedangkan kegiatan bongkar adalah proses menurunkan kopi .

21) Penyimpanan adalah Biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan kopi sebelum

dijual atau di salurkan.

Universitas Sumatera Utara


46

3.5.2 Batasan Operasional

Petani atau produsen kopi adalah setiap orang yang melakukan usahatani kopi

dan menjadikannya sebagai mata pencaharian utama atau sampingan untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidup.

1) Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Perbuluan, Kabupaten Dairi

2) Sampel petani kopi adalah petani yang mengusahaka tanaman kopi di

Kecamatan Parbuluan.

3) Sampel peneliti adalah petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang

pengumpul besar, yang melakukan transaksi jual beli kopi di Kecamatan

Parbuluan.

Universitas Sumatera Utara


47

BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

Penelitian tentang analisis pemasaran dan nilai tambah kopi arabika ini dilakukan

di Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi.

4.1.1 Geografi Wilayah

Kecamatan Parbuluan berada di Kabupaten Dairi, terbentang antara 2.15 0 - 3.000

LU dan 98.000 - 98.300 BT. Dengan ibukota di Parbuluan IV. Kecamatan

Parbuluan memiliki batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sumbul

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tobasa

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sidikalang

Kecamatan Parbuluan merupakan Kecamatan di Dairi yang paling besar ke 2

berdasarkan luas wilayahnya, setelah Kecamatan Tanah Pinem yang mencapai

235,40 km2 . Wilayah administrasi desa yang terbesar adalah Desa Parbuluan VI

yang mencapai luas 35,75 km2 atau sebesar 15,2 persen dari luas total Kecamatan

235,40 Secara topografis, wilayah Kecamatan Parbuluan berada di daratan.

Apabila ditarik garis lurus dari ibukota kecamatan, maka Desa Parbuluan II dan

Desa Parbuluan VI adalah desa yang terjauh, yaitu mencapai 16 km dan 14 km.

47

Universitas Sumatera Utara


48

4.1.2 Pemerintahan

Kecamatan Parbuluan terdiri dari 11 desa yang status hukumnya sudah menjadi

desa definitif , dimana setiap desa dipimpin oleh kepala desa. Dilihat dari status

pemerintahannya, kecamatan Parbuluan terdiri dari 44 Dusun.

Tingkat partisipasi perempuan dalam menjalankan pemerintahan di Kantor

Kecamatan Parbuluan sangat minim Sebanyak 4 orang adalah perempuan dari

total 20 Pegawai di Kantor Kecamatan Parbuluan atau sebesar 20 persen.

Demikian juga di beberapa desa jumlah perangkat desa perempuan lebih sedikit

dari pada laki-laki.

Tabel 4.1 Banyak Dusun Berdasarkan Desa di Kecamatan Parbuluan


No Desa Banyaknya dusun
01. Parbuluan II 3
02. Parbuluan I 4
03. Parbuluan V 4
04. Parbuluan III 4
05. Parbuluan IV 6
06. Parbuluan VI 7
07. Lae Hole 5
08. Bangun 3
09. Lae Hole I 3
10. Lae Hole II 3
11. Bangun I 3
Jumlah / Total 44
Sumber : Kecamatan Parbuluan Dalam Angka 2017

4.1.3 Keadaan Penduduk

Jumlah Penduduk Kecamatan Parbuluan pada tahun 2016 adalah 21.825 jiwa,

yang terdiri dari 10.901 jiwa laki-laki dan 10.824 jiwa perempuan. Dari komposisi

jumlah laki-laki dan perempuan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


49

Dengan luas wilayah 235.40 km2 dan jumlah penduduk 21.825 jiwa, ternyata

menghasilkan kepadatan penduduk sebesar 92,71, yang artinya dalam setiap 1

km² dihuni oleh sekitar 93 orang.

Kecamatan Parbuluan mempunyai 4.860 jumlah keluarga dengan rata-rata jumlah

warga dalam keluarga adalah 4 orang. Jumlah tersebut hampir merata di semua

desa.

Tabel 4.1 Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan Penduduk


Menurut Desa di Kecamatan Parbuluan
No Desa Luas (km2) Penduduk Kepadatan
(jiwa) Penduduk
(jiwa/km2)
1 Parbuluan II 28,00 697 24,89
2 Parbuluan I 31,00 3075 99,19
3 Parbuluan V 27,00 1289 47,74
4 Parbuluan III 30,00 2049 68,30
5 Parbuluan IV 38,00 3560 93,68
6 Parbuluan VI 35,75 3683 103,02
7 Lae Hole 11,80 2056 174,24
8 Bangun 10,15 1936 190,74
9 Lae Hole I 5,40 904 167,41
10 Lae Hole II 4,80 784 163,33
11 Bangun I 13,50 1792 132,74
Jumlah 235,40 21825 92,71
Sumber : Kecamatan Parbuluan Dalam Angka 2017

4.1.4 Luas lahan Perkebunan

Di Kecamatan Parbuluan tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat

adalah tanaman kopi saja, hal ini terlihat dari besarnya luas lahan yang banyak

digunakan sebagai lahan perkebunan kopi. Luas lahan kopi dapat dilihat pada

tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


50

Tabel 4.2 Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman dan
Desa (Ha) 2016
Desa Jenis Tanaman Jumlah
Kelapa Kopi Coklat Kemiri Total
1 Parbuluan II - 20 - - 20
2 Parbuluan I - 15 - - 15
3 Parbuluan V - 170 - - 170
4 Parbuluan III - 150 - - 150
5 Parbuluan IV - 165 - - 165
6 Parbuluan VI - 200 - - 200
7 Laehole - 75 - - 75
8 Bangun - 65 - - 65
9 Laehole I - 75 - - 75
10 Laehole II - 65 - - 65
11 Bangun I - 60 - - 60
Jumlah/Total 1.060 - 1.060
Sumber : Kecamatan Parbuluan Dalam Angka 2017

4.1.5 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Paranginan


1. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot yang

secara langsung digunakan didalam proses pendidikan sekolah. (wahyuningrum

2004). Di kecamatan Parbuluan terdapat 19 unit sekolah dasar, 6 unit sekolah

menengah pertama, dan 2 unit sekolah mengah atas.

Tabel 4.2 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Parbuluan


No Sarana pendidikan Jumlah (unit)
1 Sekolah dasar 19
2 Sekolah menengah pertama 6
3 Sekolah menengah atas 2
Jumlah 16
Sumber: Kecamatan Parbuluan Dalam Angka 2017

2. Rumah Ibadah

Dalam perspektif agama, masyarakat di kecamatan parbuluan termasuk

masyarakat cenderung homogen. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat

memeluk agama Muslim dan Kristen. Secara kultural, agama ini didapat

berdasarkan turunan dari ke dua rang tua ke anak dan ke cucu di kecamatan

Universitas Sumatera Utara


51

parbuluan. Berdasarkan data yang diperoleh dari kecamatan parbuluan dalam

angka 2017 diketahui bahwa di Kecamatan parbuluan terdapat 4 unit masjid dan

58 unit gereja yang tersebar disetiap desa.

Tabel 4.3 Jumlah Tempat Ibadah Di Kecamatan Parbuluan Tahun 2016


No. Agama Jumlah (unit)
1 Masjid/Mushollah 4
2 Pura -
3 Gereja 58
4 Wihara -
Jumlah 62
Sumber: Kecamatan Parbuluan Dalam Angka 2017

3. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan merupakan suatu fasilitas/tempat yang memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat

kesehatan di suatu wilayah. Sarana kesehatan sangat penting di suatu daerah

khususnya di kecamatan paranginan. Karena kesehatan merupakan hal yang

paling utama dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. Untuk meningkatkan

tingkat kesehatan di kecamatan parbuluan pemerintah menyediakan 14 unit

kesahatan yang terdiri dari 1 unit puskesmas, 5 unit puskesmas pembantu, 8 unit

poskesdes, 40 unit posyandu, 10 unit polindes dan 2 unit BPU.

Tabel 4.4 Sarana Kesehatan Di Kecamatan Parbuluan


No Sarana kesehatan Jumlah (unit)
1 Puskesmas 1
2 Puskesmas pembantu 5
3 Poskesdes 8
4 Posyandu 40
5 Polindes 10
6 BPU 2
Jumlah 52
Sumber : Kecamatan Parbuluan Dalam Angka 2017

Universitas Sumatera Utara


52

4 Jalan

Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang menghubungkan suatu tempat

ke tempat lain. Keberadaan jalan di suatu wilayah akan mempermudah dalam

pengembangan suatu wilayah khususnya dalam pengembangan pertanian. Di

kecamatan parbuluan terdapat jalan aspal sebanyak 144, jalan 262, jalan tanah

sepangjang 185 dan jalan setapak 173. total panjang jalan di kecamatan parbuluan

yaitu 764.

Tabel 4.5 Panjang Jalan Menurut Jenisnya di Kecamatan Parbuluan Tahun


2016
Jalan Jalan
Kecamatan Aspal Diperkeras Jumlah
tanah setapak
Paranginan
144 262 185 173 764
Sumber: Kecamtan Parbuluan Dalam Angka 2017

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap 96 petani, 11 pedagang kecil, dan 3 pedagang

besar. Karakter sampel yang dimaksud terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama

berusaha dan luas lahan. Secara keseluruhan karakteristik sampel dapat dilihat

pada tabel 4.5:

Tabel 4.6 Karakteristik Sampel


Karakteristik Petani Pedagang Pedagang
No. Pengumpul Kecil Pengumpul Besar
Rentang Rentang Rentang
1 Umur 23-67 30-62 30-36
2 Luas lahan 0,16-2 - -
3 Pengalaman 4-47 6-40 7-10
Sumber : Data Primer (Diolah)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa rentan umur petani sampel 23-67

tahun, rentan umur pedagang pengumpul kecil 30-62 tahun dan rentan umur

pedagang pengumpul besar 30-36 tahun..

Luas lahan petani sampel di daerah penelitian 0,16-2 ha. Hal ini menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


53

penggunaan lahan di daerah penelitian tergolong tinggi. Rentan pengalaman

petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 4-47 tahun, hal ini

menunjukkan bahwa pengalaman berusaha petani sampel sudah cukup lama

sehingga memiliki wawasan yang lebih baik dalam mengelola usahanya. Rentan

pengalaman pedagang pengumpul kecil dalam berusaha berkisar 6-40 tahun dan

rentan pengalaman pedagang pengumpul besar dalam berusaha berkisar 7-10

tahun.

Universitas Sumatera Utara


54

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Saluran Pemasaran Kopi

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan

terlibat dalam proses menjadikan suatu produk atau jasa siap digunakan atau

dikonsumsi (Khotler, 1996).

Menurut Khotler 1996, Jenis saluran distribusi dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a) Saluran distribusi langsung, Saluran ini merupakan saluran distribusi yang

paling sederhana dan paling rendah yakni saluran distribusi dari produsen ke

konsumen tanpa menggunakan perantara. Saluran ini diberi istilah saluran nol

tingkat (zero stage chanel).

b) Saluran distribusi yang menggunakan satu perantara yakni melibatkan

produsen dan pengecer. Saluran ini biasa disebut dengan saluran satu tingkat

(one stage chanel).

c) Saluran distribusi yang menggunakan dua kelompok pedagang bessar dan

pengecer, Saluran ini disebut saluran distribusi dua tingkat (two stage chanel).

d) Saluran distribusi yang menggunakan tiga pedagang perantara. Dalam hal ini

produsen memilih agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya

kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil.

Saluran distribusi ini disebut dengan istilah saluran distribusi tiga tingkatan

(three stage chanel).

Pemasaran kopi merupakan subsistem post produksi kopi. Subsistem post

produksi merupakan subsistem yang menangani bagaimana kopi dipasarkan

hingga sampai ke konsumen yaitu meliputi tataniaga kopi yang merupakan proses

54
Universitas Sumatera Utara
55

distribusi kopi dari petani hingga ke knsumen. Subsistem post produksi kopi

meliputi saluran pemasaran dan tingkat efisiensi saluran pemasaran kopi.

Pemasaran merupakan kegiatan yang menyangkut bagaimana kopi dipasarkan

hingga sampai ke konsumen. Untuk sampai ke konsumen kopi harus melewati

beberapa lembaga pemasaran melalui saluran tertentu. Lembaga pemasaran

tersebut disebut juga pedagang perantara kopi dan terbentuk saluran pemasaran

kopi.

Saluran pemasaran kopi di Kecamatan Parbuluan diketahui melalui cara

penelusuran langsung ke lokasi penelitian yaitu mulai dari produsen hingga

sampai ke Pedagang Pengumpul Besar. Dalam pemasaran kopi, terdapat beberapa

lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi yaitu petani,

pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar dan eksportir.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua saluran pemasaran kopi di

Kecamatan parbuluan. Adapun saluran pemasaran kopi tersebut dapat dilihat pada

Gambar 5.1

Universitas Sumatera Utara


56

Petani Kopi

II 35,42%

Pedagang Pengumpul I
Kecil
64,58%
II

Pedagang Pengumpul
Besar

II I

Eksportir

Gambar 5.1 Skema saluran pemasaran kopi arabika di Kecamatan Parbuluan

Berdasarkan Gambar 5.1 tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua saluran

pemasaran kopi di Kecamatan Parbuluan yaitu:

1. Saluran I (Petani – Pedagang Pengumpul Besar – Eksportir)

2. Saluran II (Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang

Pengumpul Besar – Eksportir)

1. Saluran I

Petani Pedagang Pengumpul Eksportir


Besar

Gambar 5.2. Skema Saluran I Pemasaran Kopi

Pada saluran I, petani menjual kopi dalam betuk Hs (Hard skin) kepada pedagang

Universitas Sumatera Utara


57

pengumpul besar. rata-rata Harga jual kopi Hs ke pedagang pengumpul besar

sebesar Rp 27.000 per kilogram. Para petani mengantarkan langsung kepada

pedagang pengumpul besar yang berada di Kecamatan parbuluan yang sudah

menjadi tempat tujuan tetap penjualan kopi mereka. Hal ini terjadi karena anatara

petani dan pengumpul besar sudah terjalin transaksi jual beli kopi yang cukup

lama. Sehingga harga jual kopi Hs yang lebih tinggi ini bertujuan agar para petani

menjual kopinya kepada pedagang pengumpul yang sudah terikat kontrak, bukan

kepada pedagang pengumpul yang lain. Transaksi ini dilakukan secara langsung

dan dibayar dengan uang cash.

Kemudian pedagang pengumpul ini akan menjual kopi Ose (Green Coffee) ke

eksportir yang ada di medan dengan cara pedagang pengumpul mengantarkan

langsung kopi Ose tersebut. Harga jual pedagang pengumpul kepada eksportir

dengan harga Rp70000 per kilogram. Transaksi ini dilakukan secara langsung dan

dibayar dengan uang cash.

2. Saluran II

Petani Pedagang Pedagang Eksportir


Pengumpul Kecil Pengumpul Besar
Besar

Gambar 5.3. Skema Saluran II Pemasaran Kopi

Pada saluran II, petani menjual kopi dalam bentuk Hs (Hard skin) kepada

Universitas Sumatera Utara


58

pedagang pengumpul kecil, dengan cara pengumpul kecil mendatang langsung

para petani yang ingin menjual kopinya. Biasanya para petani akan menghubungi

pengumpul kecil melalui Hp agar pengumpul kecil mengambilnya ke tempat

petani. Rata-rata harga Rp 26.000 per kilogram yang dibayar dengan uang cash

oleh pedagang pengumpul kecil kepada petani.

Kemudian pedagang pengumpul kecil menjual biji kopi yang di kumpulkan dari

para petani ke pedagang pengumpul besar yang terdapat di daerah penelitian,

dengan cara pedagang pengumpul kecil mengantar langsung kopi kepada

pedagang pengumpul besar dan dibayar cash oleh pedagang pengumpul besar.

Rata-rata harga yang dterima oleh pedagang pengumpul kecil yaitu Rp 27.000.

Oleh pengumpul besar menjual biji kopi dalam bentuk kopi Ose (Green Coffee) ke

eksportir yang berada di medan dengan mengantarkan langsung ke eksportir dan

transaksi terjadi secara langsung dan dibayar dengan uang cash oleh eksportir

kepada pedagang pengumpul dengan harga Rp 70.000/Kg.

5.1.1 Fungsi – Fungsi Pemasaran

Fungsi-fungsi tataniaga adalah seluruh proses penyampaian barang-barang dan

jasa-jasa dari sektor produsen ke sektor konsumen dimana setiap fungsi

diperankan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Setiap fungsi yang ada

dianalisa untuk mengetahui pentingnya serta peranan fungsi tersebut di dalam

proses penyampaian barang dan jasa dari sektor produksi sampai ke tangan

konsumen akhir (Sihombing, 2010).

Universitas Sumatera Utara


59

Lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran dalam proses

penyampaian kopi arabika dari produsen sampai ke eksportir. Fungsi-fungsi

pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran adalah pembelian, penjualan,

pengolahan, sortasi, pengepakan, transportasi, bongkar muat, penyimpanan dan

penanggungan resiko. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.1.

Berdasarkan tabel 5.1 Fungsi-fungsi Pemasaran yang dilakukan oleh setiap

lembaga dapat diuraikan secara berikut

Saluran 1

a. Petani

Dalam melakukan kegiatan pemasaran, petani kopi arabika melakukan fungsi

penjualan dengan menjual kopi arabika dalam bentuk kopi Hs. Petani kopi pada

saluran 1 menjual kopi kepada pedagang pengumpul besar yang ada di Kecamatan

Parbuluan. Petani juga melakukan fungsi pengepakan dan pengangkutan yaitu

pengangkutan dari lokasi produsen ke pedagang pengumpul besar. Transportasi

yang mereka gunakan pada umumnya adalah sepeda motor dan mobil.

b. Pedagang Pengumpul Besar

Pada pengumpul besar I, kopi Hs yang telah dibeli dari petani dilakukan

pengolahan yaitu pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose. Setelah pengolahan kopi

Ose pedagang pengumpul melakukan sortasi terhadap biji kopi, dimana tujuan

sortasi yaitu memisahkan biji kopi yang rusak (terpecah) dengan biji kopi yang

baik pada saat pengolahan. Setelah sortasi dilakukan pengepakan, dalam kegiatan

pengepakan kopi dikemas pada karung goni ukuran 60kg dengan harga satu goni

Rp5.000. Setelah pengepakan kopi tersebut akan disimpan di gudang sebelum

Universitas Sumatera Utara


60

diantarkan menggunakan transport berupa truk ke eksportir yang ada di medan.

Dalam pengangkutan kopi ke eksportir dilakukan pembongkaran pada saat tiba di

eksportir. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar

yaitu fungsi pembelian. Dalam fungsi pembelian pedagang pengumpul besar

membeli dari petani, pengolahan, sortasi, pengepakan, transportasi dan

penyimpanan.

c. Eksportir

Setelah tiba di tangan eksportir, kopi tersebut akan disortir kembali.

Saluran II

a. Petani

Pada saluran II petani kopi melakukan pengepakan terhadap kopi Hs yang sudah

diolah oleh petani kopi sebelum menjualnya kepada pengumpul kecil, pengepakan

yang dilakukan biasanya menggunakan karung goni berukuran 50 kg. Kopi hasil

pengepakan akan dijual kepada pengumpul kecil yang datang langsung

menjemput kopi kepada petani.

b. Pedagang Pengumpul Kecil

Pedagang pengumpul kecil membeli kopi Hs dari petani yang diambil langsung

oleh pengumpul kecil menggunakan transport yaitu berupa mobil pick up

Pedagang pengumpul kecil akan menjemput kopi tersebut ke masing masing

petani yang sudah menghubungi sebelumnya, pada kegiatan ini pedagang

pengumpul kecil melakukan fungsi penyimpanan sebelum semua kopi terkumpul.

Oleh pedagang pengumpul kecil, kopi Hs akan dijual ke pedagang pengumpul

besar. Oleh sebab itu, fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang

Universitas Sumatera Utara


61

pengumpul kecil adalah fungsi penjualan, pembelian, transportasi, bongkar muat,

dan penyimpanan.

c. Pedagang Pengumpul Besar

Pada pengumpul besar, kopi Hs yang telah dibeli dari pedagang pengumpul kecil

dilakukan pengolahan yaitu pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose. Fungsi

pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar yaitu fungsi

pembelian dengan membeli kopi dari pedagang pengumpul kecil, penjualan

dengan menjualnya kepada eksportir, pengolahan yaitu mengolah kopi Hs

menjadi kopi Ose, sortasi yaitu memisahkan biji kopi yang rusak (pecah) dengan

kopi yang bagus, pengepakan yaitu dengan mengemas kopi Ose yang sudah siap

diantarkan ke eksportir, transportasi yaitu kegiatan pengangkutan kopi

menggunakan mobil truk ke eksportir yang ada di medan, penyimpanan dilakukan

setelah kopi Ose siap diolah sampai tiba waktunya akan dijual.

d. Eksportir

Setelah tiba di tangan eksportir, kopi tersebut akan disortir kembali.

Universitas Sumatera Utara


62

Tabel 5.1. Fungsi – Fungsi pemasaran yang Dilakukan Oleh Lembaga Pemasaran Pada Setiap Saluran Pemasaran Kopi Arabika
di Kecamatan Parbuluan
Lembaga Fungsi pemasaran
Pemasaran Penjualan Pembelian Pengolahan Sortasi Pengepakan Transportasi Bongkar muat Penyimpanan
Saluran I
Petani √ X X X X √ X X
P.Pengumpul √ √ √ √ √ √ √ √
Besar
Eksportir - √ - - - - - -

Saluran II
Petani √ X X X √ X X X
P.Pengumpul √ √ X X X √ √ √
Kecil
P.Pengumpul √ √ √ √ √ √ √ √
Besar
Eksportir - √ - - - - - -
Sumber: Data Primer (diolah)

Keterangan : √ = Melakukan fungsi


X = Tidak melakukan fungsi
(-) = Tidak dilakukan peneli

Universitas Sumatera Utara


63

5.1.2 Price Spread dan Share Margin

Saluran pemasaran I

Tabel 5.2 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran Pada Saluran
I (Petani – Pedagang Pengumpul Besar – Eksportir)
No Lembaga Dan Komponen Price Spread Nilai Share Margin
Biaya Tataniaga (Rp/Kg)
1 Petani
a. Biaya
- Transportasi 150 0,21%
b. Marjin Keuntungan 26.850 38,35%
c. Harga Jual 27.000 38,57%

2 Pedagang Pengumpul Besar


a. Harga Beli 27.000
b. Biaya pemasaran
Transport 375 0,53%
bongkar muat 150 0,21%
Packing 85 0,12%
Marketing loss (50%) 13.500 19,28%
Sortir 300 0,42%
Biaya Penggilingan 500 0,70%
Menguliti dan 200 0,28%
mengeringkan
Total Biaya 15.110 21,58%
c. Marjin Keuntungan 27.890 39,84%
d. Nisbah Marjin Keuntungan 1,84
e. Harga jual 70.000

3 Eksportir
Harga Beli 70.000
Total 100%
Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa Total biaya pemasaran yang

dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran yaitu Rp15.260,-/kg. Dengan harga

1kg kopi yang diterima petani Rp27.000-/kg dimana petani menjual kopi dalam

bentuk Hs (Hard skin) sedangkan untuk 1 kg kopi konsumen akhir (Eksportir)

membayar Rp70.000,-/kg.

Universitas Sumatera Utara


64

Persentase share margin diperoleh dari perbandingan antara sebaran harga dengan

harga di tingkat eksportir dikali dengan 100%. pada saluran I, di tingkat petani,

price spread untuk keuntungan petani sebesar Rp26.850/kg dengan share

margin sebesar 38,35% dan price spread untuk pemasaran sebesar Rp150/kg

dengan share margin sebesar 0,21%.

Pada tingkat pedagang pengumpul besar, price spread untuk biaya pemasaran

adalah sebesar Rp15.110/kg dengan share margin nya sebesar 21,58% dan price

spread untuk keuntungan sebesar Rp27.890/kg dengan share margin sebesar

39,84%. Nisbah marjin keuntungan yang diperoleh pengumpul besar sebesar

1,84/kg artinya keuntungan yang diperoleh pengumpul besar 1,84 kali lipat lebih

besar dibandingkan dengan biaya pemasarannya.

Marjin pemasaran diperoleh dari selisih antara harga di tingkat petani dengan

harga di tingkat eksportir, sehingga marjin pemasaran pada saluran ini sebesar

Rp43.000,-/kg.

Universitas Sumatera Utara


65

Saluran pemasaran II

Tabel 5.3 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran Pada Saluran
II (Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang Pengumpul
Besar – Eksportir)
No Lembaga Dan Komponen Price Spread Nilai (Rp/Kg) Share Margin
Biaya Tataniaga (Rp/Kg)
1 Petani
Biaya
- Pemasaran 50 0,07%
(packing)
Marjin Keuntungan 25.950 37,07%
Harga Jual 26.000 37,14%

2 Pengumpul kecil
Harga Beli 26.000
Biaya Pemasaran
Transportasi 100 0.14%
bongkar muat 50 0,07%
Marketing loss (0,27%) 150 0,21%
Total Biaya 300 0,42%
Marjin Keuntungan 700 1,21%
Nisbah Marjin keuntungan 2,33
Harga jual 27.000 38.57%

3 Pedagang pengumpul besar


Harga Beli 27.000
Biaya pemasaran
Transport 300 0,42%
Bongkar muat 200 0,28%
Packing 150 0,21%
Marketing loss (53%) 14.310 20,44%
Sortir 100 0,14%
Biaya penggilingan 500 0,70%
Menguliti dan mengeringkan 250 0,35%
Total Biaya 15.810 22,58%
Marjin Keuntungan 27.190 38,84%
Nisbah Marjin Keuntungan
Harga Jual 1,72
70.000
Eksportir
4 Harga Beli 70.000

Total 100%
Sumber: data primer (diolah)

Universitas Sumatera Utara


66

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa Total biaya pemasaran yang

dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran yaitu Rp16.160,-/kg. Dengan harga

1kg kopi yang diterima petani Rp26.000-/kg dimana petani menjual kopi dalam

bentuk Hs (Hard skin) sedangkan untuk 1 kg kopi konsumen akhir (Eksportir)

membayar Rp70.000,-/kg.

Persentase share margin diperoleh dari perbandingan antara sebaran harga dengan

harga di tingkat eksportir dikali dengan 100%. pada saluran II, di tingkat petani,

price spread untuk keuntungan petani sebesar Rp25.950/kg dengan share

margin sebesar 37,07% dan price spread untuk pemasaran sebesar Rp50/kg

dengan share margin sebesar 0,07%.

Pada tingkat pedagang pengumpul kecil, price spread untuk biaya pemasaran

adalah sebesar Rp300/kg dengan share margin nya sebesar 0,42% dan price

spread untuk keuntungan sebesar Rp700/kg dengan share margin sebesar

1,21%. Nisbah marjin keuntungan yang diperoleh pengumpul besar sebesar

2,33/kg artinya keuntungan yang diperoleh pengumpul kecil 2,33 kali lipat lebih

besar dibandingkan dengan biaya pemasarannya.

Pada tingkat pedagang pengumpul besar, price spread untuk biaya pemasaran

adalah sebesar Rp15.810/kg dengan share margin nya sebesar 22,58% dan price

spread untuk keuntungan sebesar Rp27.190/kg dengan share margin sebesar

38,84%. Nisbah marjin keuntungan yang diperoleh pengumpul besar sebesar

1,72/kg artinya keuntungan yang diperoleh pengumpul besar 1,72 kali lipat lebih

besar dibandingkan dengan biaya pemasarannya.

Marjin pemasaran diperoleh dari selisih antara harga di tingkat petani dengan

Universitas Sumatera Utara


67

harga di tingkat eksportir, sehingga marjin pemasaran pada saluran ini sebesar

Rp44.000,-/kg.

5.2 Analisis Efisiensi Pemasaran Kopi

Efisiensi pemasaran penting untuk diketahui dengan tujuan untuk

mengidentifikasi efisien atau tidaknya suatu saluran pemasaran. Efisiensi

pemasaran dapat diketahui dengan menggunakan empat metode. Empat metode

bertujuan untuk dapat mengidentifikasi efisiensi pemasatan secara menyeluruh

dapat dilihat pada setiap metode komponen berbeda.

5.2.1 Metode Shepherd

Pada metode ini efisiensi pemasaran diketahui dari perbandingan antara harga

konsumen dengan biaya pemasaran dan dikurangi satu. Saluran pemasaran

dengan nilai efisiensi tertinggi merupakan saluran pemasaran yang paling efisien

dan sebaliknya.

Tabel 5.4 Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Metode Shepherd


No Uraian Saluran I Saluran II
1. Harga Konsumen (Rp) 70.000 70.000
2. Biaya Pemasaran (Rp) 15.260 16.160
Efisiensi 3,58 3,33
Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa nilai efisiensi tertinggi diperoleh

pada saluran I yaitu 3,58 ini berarti bahwa saluran I merupakan saluran yang

paling efisien. Nilai efisiensi saluran II sebesar 3,33. Hal ini disebabkan karena

biaya pemasaran pada saluran I lebih kecil daripada biaya pemasaran saluran II.

Biaya pemasaran saluran I yaitu Rp15.260,-/kg sedangkan biaya pemasaran

saluran II sebesar Rp16.160,-/kg. Sementara harga kopi di konsumen pada saluran

I dan saluran II adalah sama yaitu Rp70.000,-/kg.

Universitas Sumatera Utara


68

5.2.2 Metode Acharya dan Aggarwal

Pada metode Acharya dan Aggarwal nilai efisiensi diperoleh dari perbandingan

antara harga yang diterima produsen terhadap biaya pemasaran ditambah dengan

marjin pemasaran setiap lembaga pemasaran. Saluran dengan nilai efisiensi

tertinggi merupakan saluran pemasaran yang paling efisien.

Tabel 5.5 Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Metode Acharya dan


Aggarwal
No Uraian Saluran I Saluran II
1. Harga Produsen (Rp) 27.000 26.000
2. Biaya Pemasaran (Rp) 15.260 16.160
3. Marjin Pemasaran (Rp) 43.000 44.000
Efisiensi 0,46 0,43
Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dalam metode ini nilai efisiensi

saluran I lebih tinggi daripada nilai efisiensi pada saluran II. Artinya bahwa

saluran I merupakan saluran yang paling efisiesn dibandingan dengan saluran II.

Hal ini disebabkan karena pada saluran I, petani yang menjual langsung kepada

pedagang pengumpul besar, sehingga harga yang diterima petani pada saluran ini

lebih besar dibandingkan dengan harga kopi yang diterima produsen pada saluran

II. Sehingga marjin pemasaran pada saluran I lebih kecil daripada saluran II.

Marjin pemasaran saluran I yaitu Rp43.000,-/kg dan saluran II yaitu

Rp44.000,-/kg.

5.2.3 Metode Composite Index

Pada metode Composite Index dapat dilihat dari tiga indikator, yaitu share

produsen, biaya pemasaran dan marjin pemasaran lembaga pemasaran.

Universitas Sumatera Utara


69

Tabel 5.6 Indikator dalam Composite Index Method


No Uraian Saluran I Saluran II
1. Share Produsen 29,07 27,70
2. Biaya Pemasaran (Rp) 15.260 16.160
3. Marjin Keuntungan (Rp) 48.340 47.340
Sumber: data primer (diolah)

Setelah dikelompokan berdasarkan indikator, maka setiap saluran akan diberi skor

1-2 kemudian skor tersebut ditotalkan dan dibagi dengan jumlah indikator yang

digunakan. Nilai share produsen dan marjin keuntungan akan diberi skor 1-2

mulai dari yang paling tinggi sampai yang terendah. Sedangkan untuk indikator

biaya pemasaran diberi skor 1-2 dari nilai terendah sampai tertinggi. Saluran

dengan nilai index yang paling rendah merupakan saluran yang paling efisien.

Tabel 5.7 Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Composite Index Methode


Composite Final
No Saluran I1 I2 I3 Index Rj/Nj Ranking
1. Saluran I 1 1 1 1 1
2. Saluran II 2 2 2 2 2
Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan Composite Index Methode dapat dilihat bahwa nilai index yang

paling rendah adalah saluran I. Hal ini berarti bahwa saluran I merupakan saluran

yang lebih efisien dibandingkan dengan saluran II. Pada saluran I terlihat bahwa

share produsen sebesar 29,07% dan pada sluran II sebesar 27,70%. Hal ini

menunjukkan bahwa persentase harga yang diterima produsen pada saluran I

lebih besar daripada saluran II.

Universitas Sumatera Utara


70

5.2.4 Marketing Efficiency Index Method

Pada metode Marketing Efficiency Index Method efisiensi diperoleh dari

penambahan satu dengan perbandingan antara marjin pemasaran dengan biaya

pemasaran. Nilai efisiensi yang tinggi menunjukkan saluran pemasaran yang

efisien.

Tabel 5.8 Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Marketing Efficiency Index


Method
No Uraian Saluran I Saluran II
1. Marjin Pemasaran (Rp) 43.000 44.000
2. Biaya Pemasaran (Rp) 15.260 16.160
Efisiensi 3,81 3,72
Sumber: data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa nilai efisiensi saluran I sebesar 3,81

dan nilai efisiensi saluran II sebesar 3,72. Hal ini menunjukkan bahwa nilai

efesiensi saluran I lebih besar daripada saluran II. Maka menurut metode

Marketing Efficiency Index Method saluran I merupakan saluran yang paling

efisien.

Tingkat Efisiensi Berdasarkan Masing-Masing Metode Efisiensi


Saluran Metode Perhitungan Efisiensi
Pemasaran Metode Metode Acharya Metode Composite Marketing
Shepherd dan Aggarwal Index Efficiency Index
Method
Saluran
Pemasaran I 1 1 1 1
Saluran
Pemasaran II 2 2 2 2

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari berbagai indikator efisiensi dengan

menggunakan empat metode analisis efisiensi menyatakan bahwa saluran I lebih

efisien dan kemudian saluran II.

Universitas Sumatera Utara


71

Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa pemasaran kopi sudah

efisien berdasarkan berbagai indikator efisiensi pemasaran dapat diterima.

5.3 Analisis Nilai Tambah Pengolahan Kopi

Nilai tambah diperoleh dari proses pengolahan kopi Hs (Hard skin) menjadi kopi

Ose (Green Coffee), berikut uraian yang dilakukan dalam pengolahan kopi.

5.3.1 Proses Pengolahan Pasca Panen Kopi

Setelah panen kopi dilakukan proses pengolahan pasca panen kopi. Proses

pengolahan pasca panen meliputi sortasi buah, pengupasan kulit buah, fermentasi

biji kopi, pengeringan biji kopi, pengupasan kulit tanduk, sortasi biji kopi akhir.

a. Sortasi gelondong

Sortasi dilakukan dengan memisahkan buah dari kotoran, buah berpenyakit dan

buah cacat serta memisahkan buah berwarna merah dengan buah yang berwarna

kuning dan hijau. Selain itu pemisahan juga dilakukan pada buah yang mulus. Hal

ini bertujuan untuk membedakan kualitas biji kopi yang dihasilkan. Caranya, kopi

merah yang dipanen dimasukkan kedalam bak sortasi kemudian diisi air hingga

bak hamper penuh, kemudian diaduk. Stelah diaduk, gelondong yang kualitas

buruk akan mengapung sedangkan yang baik akan tetap terendam.

b. Pengupasan kulit buah

Pengupasan kulit buah dilakukan dengan memecahkan kulit kopi untuk

menghasilkan kopi biji yang masih memiliki kulit tanduk. Pengupasan kulit kopi

dilakukan dengan bantuan mesin pengupas yang disebut pulper. Selama proses

pengupasan, alirkan air secara terus menerus kedalam mesin pengupas. Fungsi

pengaliran air untuk melunakkan jaringan kulit buah agar mudah terlepas dari

Universitas Sumatera Utara


72

bijinya. Hasil dari proses pengupasan kulit buah adalah biji yang masih memiliki

kulit tanduk, atau disebut juga biji kopi HS.

c. Fermentasi biji kopi HS

Dilakukan fermentasi terhadap biji yang telah dikupas. Dengan cara yaitu

merendam biji dalam air bersih, lamanya perendaman dilakukan semalaman yaitu

sekitar 12 jam. Proses fermentasi juga bisa diamati dari lapisan lendir yang

menyelimuti biji. Apabila lapisan sudah hilang, proses fermentasi bisa dikatakan

selesai. Setelah difermentasi cuci kembali biji dengan air. Bersihkan sisa-sisa

lendir dan kulit buah yang masih menempel pada biji.

d. Pengeringan biji kopi HS

Kopi yang sudah dicuci mengandung air antara 53-55%, langkah selanjutnya biji

kopi hasil fermentasi dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari,

caranya biji kopi dihamparkan dilantai dengan ketebalan 1,5cm atau kira kira 2

lapisan. Setiap 1-2 jam hamparan koi dibolak balik dengan alat yang menyerupai

garu terbuat dari bambuatau kayusehingga keringnya merata. Penjemuran ini

dilakukan harus benar benar kering. Bila matahari terik penjemuran bisa

berlangsung selama 3 hari. Kemudian untuk mencapai kadar air 12% dilakukan

pengeringan buatan menggunakan alatpengering. Kadar air tersebut merupakan

kadar air kesetimbangan agar biji kopi yang dihasilkan stabil tidak mudah berubah

rasa dan tahan serangan jamur.

d. Pengupasan kulit tanduk kopi (Ose)

Setelah biji kopi HS dijemur dan mencapai kadar air 12% akan dilakukan

pengupasan kulit tanduk dengan menggunakan bantuan mesin pengupas (huller)

Universitas Sumatera Utara


73

untuk mengurangi resiko kerusakan biji kopi. Hasil pengupasan pada tahap ini

disebut biji kopi beras (green bean).

f. Sortasi akhir biji kopi

Setelah dihasilkan biji kopi beras, lakukan sortasi akhir. Tujuannya untuk

memisahkan kotoran dan biji pecah. Selanjutnya, biji kopi dikemas dan disimpan

sebelum didistribusikan.

5.9 Hasil Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kopi Hs menjadi Kopi Ose
No Variable (Output, Input, Harga) Kopi Ose Formula
1. Hasil/ produksi (kg/tahun) 750 A
2. Bahan baku (Kg/tahun) 1.500 B
3. Tenaga kerja (HOK) 12 C
4. Faktor konversi (1/2) 0,5 M = A/B
5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,008 N = C/B
6. Harga produk rata-rata (Rp/Kg) 70.000 D
7. Upah rata-rata (Rp/HOK) 75.000 E
Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) 27.000 F
9. Bahan tambahan (Rp/kg) 0 G
10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) 35.000 K=MxD
11. a. Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) 8000 L=K–F–G
b. Ratio nilai tambah (%) (11a/10) 22,85 H = L/K (%)
12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) 600 P=NxE
(5x7)
b. Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) 0,075 Q = P/L
13. a. Keuntungan (Rp) (11a – 12a) 7.400 R=L–P
b. Tingkat Keuntungan (%) 0,92 I = R/L
(13a/11a)
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14. Margin (Rp/kg) 8.000 S=K–F
a. Pendapatan TK langsung 12a/14 7,5 T = P/S (%)
(%)
b. Bahan Tambahan 9/14 (%) 0 U = G/S (%)
c. Keuntungan perusahaan 13a/14 92,5 V = R/S (%)
(%)
Sumber: data primer (diolah)

Tenaga kerja (HOK) sebasar 12 didapat dari hasil perhitungan berdasarkan

informasi yang didapat peneliti yaitu dalam pengolahan biji kopi Ose ini

dikerjakan oleh 3 orang tenaga kerja selama 3 hari dan dikerjakan dalam 6 jam per

Universitas Sumatera Utara


74

harinya. Dimana rumus HOK = Jam harian kerja x banyaknya tenaga kerja x hari

kerja dibagi jam kerja yang dilakukan. Sehingga didapat hasil tenaga kerja (HOK)

sebesar 12. Upah rata rata didapat dari perhitungan, dimana upah yang diberikan

Rp100.000/hari/Orang. Sehingga upah rata rata sebesar Rp75.000/HOK

Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan perhitungan nilai tambah dari berbagai

elemen menunjukan bahwa proses produksi pengolahan kopi Hs menjadi kopi

Ose, telah menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 8.000/kg dengan rasio nilai

tambah sebesar 22,85 % dari nilai produk.

Menurut kriteria pengujian Hubeis (1997), rasio nilai tambah dikatakan

rendah apabila memiliki persentase dibawah <15% ; sedang apabila memiliki

persentase antara 15%-40% ; dan tinggi apabila memiliki persentase diatas >40%.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat diperoleh hasil bahwa nilai tambah pada

kopi arabika di Kecamatan parbuluan tergolong pada rasio nilai tambah sedang.

Hal ini dikarenakan rasio nilai tambah proses pengolahan kopi Ose memiliki

persentase diatas 15%.

Dari penelitian diperoleh hasil bahwa nilai tambah yang diperoleh dari

pengolahan kopi Hs (Hard Skin) menjadi kopi Ose (Green Coffee) dengan rasio

nilai tambah >15%, artinya bahwa nilai tambah tergolong pada rasio nilai tambah

sedang.

Dengan demikian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa nilai tambah yang

diperoleh dari usaha pengolahan kopi adalah >50 % atau nilai tambah dinyatakan

tinggi ditolak.

Universitas Sumatera Utara


75

5.4 Analisis Penerimaan Petani Kopi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tanaman kopi bukan merupakan tanaman

fokus yang diusahakan petani di daerah penelitian, karena tidak sepenuhnya

diperhatikan petani. Petani lebih terfokus pada tanaman lain yang berada

bersamaan pada lahan kopi, artinya lahan yang dimiliki dibuat dengan pola

tumpang sari contohnya dengan tanaman cabai.

Ketika dilakukan penelitian biaya biaya yang dikeluarkan oleh petani di

Kecamatan Parbuluan, para petani cenderung tidak mengeluarkan biaya,

disamping karena tanaman kopi sudah sejak lama tumbuh di lahan mereka

sehingga biaya penanaman tidak lagi di ketahui, demikian juga dengan perawatan

tanaman kopi, sebagian besar petani yang menjadi sampel penelitian menyatakan

tidak melakukan perawatan untuk tanaman kopi dengan alasan bahwa perawatan

yang dilakukan hanya untuk tanaman lain yang berada di lahan kopi tersebut,

sehingga asumsi petani bahwa tanaman kopi tersebut mendapatkan nutrisi dari

perawatan yang diberikan melalui tanaman lain tersebut.

Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi kopi petani dengan harga jual

yang dinyatakan dalam rupiah. Harga jual produksi kopi di daerah penelitian

sering mengalami fluktuasi pada waktu-waktu tertentu. Di daerah penelitian

terdapat perbedaan harga kopi yang diterima oleh petani, hal ini disebabkan

perbedaan tempat ditujukan pemasarana oleh petani itu sendiri. Berdasarkan

informasi dari petani kopi di daerah penelitian harga Kopi Arabika berkisar

Rp 24.000/kg - Rp30.000/ kg.

Universitas Sumatera Utara


76

Tabel 5.10. Penerimaan Petani Kopi Per Tahun


Rata – rata Rata-Rata Rata - rata Rata rata Rata rata
produksi kopi Harga Kopi Penerimaan penerimaan penerimaan
Kg/Tahun Rp/Kg Petani Kopi petani Kopi petani Kopi
Rp/Tahun (Rp/Ha/Tahun) (Rp/Ha/Panen)
1020,25 26,989.58 27,536,119 45,372,126.65 2,062,369.39
Sumber: data primer (diolah)

Dalam satu tahun petani kopi malakukan panen raya sebanyak 2 kali sementara

untuk panen biasa dilakukan 1 kali dua minggu dengan total panen sebanyak

22kali panen. Diketahui rata-rata produksi kopi dalam setahun 1020,25kg/Tahun.

Rata-rata pohon sebanyak 934/Ha. Dengan demikian dapat dihitung produksi per

pohon pada setiap kali pemanenan berdasarkan rata-rata penerimaan per sekali

panen dibagi dengan rata rata banyaknya pohon kopi dan rata-rata harga kopi

yaitu 0,08 kg kopi.

Berdasarkan tabel 5.10 Rata-rata penerimaaan petani kopi per Ha sebesar

Rp45,372,126.65/Tahun. Sehingga dalam sekali panen rata rata penerimaan petani

sebesar Rp2,062,369.39/Ha.

Universitas Sumatera Utara


77

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Dari seluruh analisis yang dilakukan terhadap hasil penenelitian pemasaran dan

nilai tambah kopi (Arabica L) Perkebunan Rakyat di Kecamatan Parbuluan, dapat

disimpulkan Bahwa:

1. Terdapat dua saluran pemasaran kopi di Kecamatan Parbuluan yaitu: Saluran

I (Petani – Pedagang Pengumpul Besar – Eksportir) dan Saluran II (Petani –

Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang Pengumpul Besar – Eksportir)

2. Nilai marjin pemasaran pada saluran I sebesar Rp 43.000,-/kg dan nilai marjin

pemasaran pada saluaran II sebesar Rp 44.000,-/kg. Dari empat metode

perhitungan efisiensi pemasaran diketahui bahwa saluran pemasaran kopi di

Kecamatan Parbuluan yang paling efisien adalah saluran I dan kemudian

saluran II.

3. Perhitungan nilai tambah dari berbagai elemen menunjukan bahwa proses

produksi pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose, telah menghasilkan nilai

tambah sebesar Rp. 8.000/kg dengan rasio nilai tambah sebesar 22,85 % dari

nilai produk, menunjukkan bahwa nilai tambah pada kopi arabika di

Kecamatan parbuluan tergolong pada rasio nilai tambah sedang.

4. Rata rata produksi kopi di Kecamatan Perbuluan sebesar 1020,25 kg/Tahun,

dengan rata rata harga kopi sebesar Rp26.989.58, Rata – rata penerimaan

petani kopi sebesar Rp45,372,126.65/Tahun. Sehingga dalam sekali panen rata

rata penerimaan petani sebesar Rp2,062,369.39/Ha.

77
Universitas Sumatera Utara
78

Saran

1. Kepada Petani Kopi

- Petani kopi di Kecamatan parbuluan sebaiknya melakukan perawatan pada

tanaman kopi untuk meningkatkan produksi tanaman kopi di daerah penelitian.

- Petani kopi arabika di Kecamatan parbuluan perlu melakukan diferensiasi

produk, misalnya dari kopi gelondong menjadi kopi Hs atau kopi Ose sehingga

memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan.

2. Kepada Pemerintah

Lebih digalakkannya lagi konsep fair trade, sehingga saluran tataniaga menjadi

lebih pendek yang bertujuan untuk meningkatkan share harga yang diterima petani

3. Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti mengenai perbandingan

produksi kopi yang dihasilkan petani yang melakukan perawatan yang intensif

dengan petani yang tidak melakukan perawatan yang intensif.

Universitas Sumatera Utara


79

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2011. http://susiloteguh.wordpress.com/2010/05/18/budidaya.


Dahl, D.C and Hammond J.W. 2001. Market and Price Analysis. The Agricltural
Industries. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Produksi Kopi Menurut Provinsi di
Indonesia Tahun 2008-2012. http: deptan.go.id/infoeksekutif/bun/
BUN_asem2012/produksi_kopi.
James J. Spillane. 1990. Komoditi Kopi. Kanisius:Yogyakarta.
Gultom H.L.T. 1996. Tataniaga Pertanian. Diktat FP USU, Medan

Hasyim, A.I. 2012. Pengantar Tataniaga Pertanian.: Buku Kuliah Fakultas


Pertanian Universitas Lampung: Bandar Lampung.
https://panduanbertanam.blogspot.co.id/2016/04/bisnis-kebun-kopi.html
Kohls, R.L dan Uhl J.N. 2001. Marketing of Agriculture Products. Ninth Esition.
McMilan Publishing Company. New York
Kotler , P. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi
Dan Kontrol. PT Prenhallindo: Jakarta.
Limbong, W. H & P. Sitorus. 2006. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penebar
Swadaya, Jakarta
Mubyarto. 2003. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES: Jakarta.

Mursid. M. 1993. Manajemen Pemasaran. Bumi Aksara: Jakarta.

Nasruddin, W. 1996. Tataniaga Pertanian. Universitas Terbuka: Jakarta

Pradika, Angginesa. 2013. Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar Di Kabupaten


Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung: Lampung.

Rahim, Abd. Hastuti, Diah Retno. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika
Pertanian. Penebar Swadaya: Jakarta.
Restiana. 2010. Pola Distribusi Dan Efisiensi Pemasaran Jagung Di Kabupaten
Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung: Lampung
Rahim, Abd. Hastuti, Diah Retno. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika
Pertanian. Penebar Swadaya: Jakarta.
Redaksi Agromedia. 2012. Peluang Investasi Kayu, Tanaman Perkebunan, dan
Tanaman Buah. PT Agromedia Pustaka: Jakarta Selatan
Rukmana, H Rahmat. 2014. Untung Selangit dari Agribisnis Kopi. Lily
Publisher: Yogyakarta

Universitas Sumatera Utara


80

Saefuddin, A.M. 1983. Pengkajian Pemasaran Komoditi. IPB. Bogor.


Soekartawi. 1993. Manajemen Pemasaran Dalam Bisnis Modern. Pustaka
Harapan: Jakarta.
Soekartawi, 2002. Prinsip Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Teori
& Aplikasinya, Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sujiwo, Joko Tri. 2009. Efisiensi Pemasaran Kopi (Coffea Sp) Di Kecamatan
Singorojo Kabupaten Kendal Semarang. Jurnal. Universitas Wahid
Hasyim: Semarang.
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Thamizhselvan, K dan S. Paul Murugan. 2012. Marketing Of Grapes in Theni
District. Volume 2, Issue 9. International Journal of Marketing and
Technology
Turnip, C. E. 2002. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran
Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia. Skripsi Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.
Utje, Usman Slamet. 2005. Nilai Tambah dan Balas Jasa Faktor Produksi
Pengolahan Hasil Hasil Pertanian. Bulletin Pendidikan No.08. Universitas
Mercu Buana, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai