Analisis Pemasaran Dan Nilai Tambah Kopi (Coffea Arabica L)
Analisis Pemasaran Dan Nilai Tambah Kopi (Coffea Arabica L)
SKRIPSI
OLEH :
SKRIPSI
OLEH :
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Di
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Nova Indrianthi Purba (140304105) with the title Marketing Analysis and
Added Value of Coffee (Coffea Arabica L.) (Case Study: People's
Plantation in Parbuluan District, Dairi Regency). This research was
guided by Mr. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si as Chair of the Advisory
Commission and Mr. Ir. Luhut Sihombing, MP as Member of the Supervisory
CommissionThe study was conducted aimed at analyzing the marketing
channels of coffee products in the study area, to analyze the level of efficiency
of coffee marketing in the study area, to analyze the added value of coffee
processing in the study area, and to determine the acceptance of coffee farmers
in each sale. The analytical method used is the trading method to analyze
marketing patterns and value added, Hayami's method for analyzing added
value and farming methods to analyze farmers' acceptance. The results of the
study concluded that there were two coffee marketing channels in Parbuluan
District. The value of marketing margin in channel I is Rp43,000/kg and the
value of marketing margin in channel II is Rp44,000 / kg. The calculation of
marketing efficiency shows that the most efficient coffee marketing channel in
Parbuluan District is channel I and then channel II Calculation of added value
from various elements shows that the production process of Hs coffee
processing becomes Ose coffee, has added value of Rp. 8,000 / kg with a
value added ratio of 22.85% of the value of the product, indicating that the
added value of arabica coffee in the district of Parbuluan is classified as a
moderate value-added ratio. The average coffee production in Perbuluan
Subdistrict is 1020.25kg / Ha / Year, with an average coffee price of
Rp26,989.58, - the average coffee farmers' acceptance is Rp45,372,126.65 /
year. So that in one harvest, the average farmer's income is Rp2,062,369.39 /
Ha.
ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
1997. Anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak Poltak Purba dan Ibu
Theodora Oppusunggu.
1. Tahun 2002 masuk Sekolah Dasar dan lulus 2008 dari SD Negeri 030285
Sidikalang.
2. Tahun 2008 masuk Sekolah Menengah Pertama dan lulus tahun 2011 dari
3. Tahun 2011 masuk Sekolah Menengah Atas dan lulus tahun 2014 dari SMA
Negeri 1 Sidikalang.
Juli-Agustus 2017.
2016-2017.
Kabupaten Dairi.
i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah Analisis
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur, penulis secara khusus menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si selaku ketua komisi
selama penulisan skripsi ini. Kesabaran dan keikhlasan Bapak menjadi panutan
bagi penulis. Juga kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai Anggota
mengenal lelah, serta mendukung dan membantu penulis sejak masa perkuliahan
1. Kedua Orang tua tercinta Bapak Poltak Purba dan Ibu Theodora Oppusunggu
yang selalu memberikan doa, nasihat, kasih sayang dan dukungan dalam
ii
Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi
3. Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas
dalam perkuliahan.
Brigita Leonita Purba, Jonatan Isac N. Purba, dan Dian Jogi J. Purba selaku
adik adik penulis. Yang telah memberikan semangat dan doa yang tak henti
8. Kepada Yehezkia Efgeny Barus yang selalu memberikan support, doa dan
motivasi sampai pada akhir perkuliahan penulis. Maria Sinta, Kak Patria,
selalu menemani dari semester satu hingga saat ini Henny Egra, Riko
Sianturi, Krisna Putrina Marpaung, Rohni Apriana Damanik dan Josua Robi
Simbolon. Serta teman teman ALS (Rizka, Dita, Putri, Ni’mah, Liza, Milla,
iii
Universitas Sumatera Utara
Kartika, David, Puspa) yang telah memberikan kritikan, saran dan semangat
10. Kepada responden penelitian yang telah meluangkan waktu dan kesempatan
kritikan dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga
Penulis
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 9
1.3 . Tujuan Penelitian ............................................................................................... 9
1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................................... 9
v
Universitas Sumatera Utara
4.1.4. Luas Lahan Perkebunan ............................................................................ 50
4.1.5. Sarana dan Prasarana ................................................................................ 51
4.2. Karakteristik Sampel Penelitian.......................................................................... 53
4.2.1.Karakteristik Sampel ................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1.1 Top 5 Negara Pengekspor Kopi di Dunia 3
1.2 Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika Perkebunan 4
Rakyat Terbesar di Indonesia, Tahun 2012-2016
2.1 Kandungan Nutrisi dalam setiap 100 gram Kopi 11
3.1 Produksi, Produktifitas dan Jumlah petani tanaman 35
perkebunan kopi arabika menurut kecamatan di Kabupaten
Dairi 2016
3.2 Prosedur Penghitungan Nilai Tambah dengan Metode 43
Hayami
4.1 Banyak Dusun Berdasarkan Desa di Kecamatan Parbuluan 49
4.2 Luas Wilayah, Banyaknya Penduduk, dan Kepadatan 50
Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Parbuluan
4.3 Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman 51
dan Desa (ha) 2016
4.4 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Parbuluan 51
4.5 Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Parbuluan tahun 52
2016
4.6 Sarana Kesehatan di Kecamatan Parbuluan 52
4.7 Panjang jalan menurut Jenisnya di Kecamatan Parbuluan 53
tahun 2016
4.8 Karakteristik Sampel 53
5.1 Fungsi-fungsi Pemasaran yang Dilakukan Oleh Lembaga 63
Pemasaran Pada Setiap Saluran Pemasaran Kopi Arabika
di Kecamatan Parbuluan
5.2 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran pada 64
Saluran 1
5.3 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran pada 67
Saluran II
5.4 Efisiensi sauran Pemasaran dengan Metode Shepherd 70
5.5 Efisiensi Pemasaran dengan Metode Acharya dan 71
Aggarwai
5.6 Indikator dalam Composite Index Method 71
5.7 Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Composite Index 72
5.8 Method 73
Efisiensi Saluran Pemasaran dengan Marketing fficiency
5.9 Index Method 76
Hasil Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kopi Hs
5.10 menjadi Kopi Ose 78
Penerimaan Petani Kopi Per Tahun
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1 Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat 4
di Indnesia, Tahun 2012-2016
2 Skema Kerangka Pemikiran 34
3 Skema saluran pemasaran kopi arabika di Kecamatan 57
Parbuluan
4 Skema saluran I pemasaran kopi 57
5 Skema saluran II pemasaran kopi 58
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
1 Karakteristik sampel penelitian
2 Luas lahan, Jarak tanam, Umur tanaman, Jumlah pokok tanaman dan
Jumlah produksi
3 Harga Kopi dan Penerimaan petani
4 Penerimaan Petani
5 Karakteristik Sosial Ekonomi, Volume dan Harga beli/jual Kopi
pedagang pengumpul kecil, tahun 2018
6 Biaya Pemasaran Pedagang Pengumpul kecil, tahun 2018
7 Karakteristik Sosial Ekonomi, Volume dan Harga beli/jual Kopi
pedagang pengumpul besar, tahun 2018
8 Biaya Pemasaran Pedagang Pengumpul besar, tahun 2018
viii
ix
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia mencatat bahwa pertama sekali masuk ke Indonesia sekitar tahun 1699
yang merupakan jenis kopi Arabica (Coffea Arabica). Sejak abad ke 18 kopi
hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini. Hal ini tidak dapat
kopi, yang merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak dibudidayakan
oleh petani dan perusahaan swasta. Hal ini disebabkan karena komoditi ini
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis, baik untuk memberikan
Tren meminum kopi sebagai gaya hidup tidak hanya terjadi di luar negeri. Di
Indonesia, meminum kopi juga sudah menjadi kebiasaan yang terus bertambah
permintaan kopi domestik. Berdasarkan survei, rata rata permintaan kopi dalam
negeri pada periode 1984-2008 meningkat dengan laju 4,32% per tahun.
Sementara itu permintaan rata rata peningkatan konsumsi kopi di Benua Asia serta
Benua Amerika dan Eropa msing masing sebesar 5-8% per tahun. Adanya tren
dan peningkatan permintaan kopi membuka peluang usaha untuk bertanam kopi.
Karakteristik dan cita rasa yang khas menjadi keunggulan kopi Indonesia. Kopi
Sumatera memiliki aroma yang kuat dan cita rasa kakao, tanah dan tembakau.
Kopi Java memiliki rasa yang nyaman, heavy body dan rasa akhir yang bertahan
lama serta cita rasa herbal. Sementara kopi Bali terasa lebih manis dari kopi
lainnya, dengan cita rasa kacang dan jeruk. Kopi Sulawesi memiliki tingkat
kemanisan dan body yang baik, dengan cita rasa rempah yang hangat. Kopi Flores
memiliki rasa yang heavy body, manis cita rasa coklat, dan tembakau. Kopi Papua
terasa heavy body, coklat, tanah, dan cita rasa akhir rempah. Aroma kopi
berpengaruh adalah jenis tanah, ketinggian tempat dari permukaan laut, varietas
manusia tersebut menghasilkan rasa lokal yang khas untuk setiap jenis kopi.
Bagi bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu mata dagang yang mempunyai
arti yang cukup tinggi, Kopi merupakan komoditi penting dalam subsektor
sumber devisa negara.. Hal ini bisa dilihat dari komoditi ini yang mampu
Dengan volume ekspor 0,38 juta ton. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1.
1 Brazil 0,98
2 Vietnam 0,74
3 Colombia 0,41
4 Indonesia 0,38
5 India 0,18
Sumber: International Coffee Organization, diolah oleh Tim Riset CNBC
Indonesia
Indonesia dikenal sebagai produsen kopi arabika. Untuk kopi arabika, pada tahun
terbesar di Indonesia (Gambar 1). Dengan rata-rata produksi kopi arabika sebesar
49.546 ton setiap tahunnya, Provinsi Sumatera Utara berkontribusi 29,99% dari
produksi kopi arabika nasional. Provinsi penghasil kopi arabika terbesar lainnya
adalah Provinsi Aceh dengan rata-rata produksi sebesar 44.540 ton per tahun dan
Provinsi Sulawesi Selatan dengan rata-rata produksi sebesar 20.309 ton per tahun.
Secara total, ketiga provinsi ini berkontribusi hingga 69,24% terhadap produksi
Tahun Share
No Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016 Rata- (%)
. rata
1 Sumatera 48,81 49,05 49,143 50,315 50,405 49,546 29.99
Utara
2 Aceh 47,78 42,07 44,423 44,209 44,206 44,540 26.96
3 Sulawesi 20,27 19,33 19,534 20,606 21,802 20,309 12.29
Selatan
4 Sumatera 14,87 15,06 15,111 15,591 15,930 15,315 9.27
Barat
5 NTT 6,255 6,422 7,115 7,329 7,496 6,923 4.19
6 Prov. 18,31 26,97 27,500 34,633 35,483 28,581 17.30
Lainnya 8 1
Indonesia 156,3 158,9 162,82 172,68 175,3 165,21 100.0
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan
Aceh; 26.96%
Sumatera
Utara;
29.99%
Sulawesi
Selatan;
12.29%
Sumatera
Prov. Nusa Tenggara Barat;
Lainnya; Timur; 4.19% 9.27%
17.30%
Kabupaten Karo. Pada tahun 2014, Kabupaten Dairi tercatat sebagai kabupaten
9,593 ton dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Utara setelah
Tapanuli Utara sebesar 10,126 ton. Selain Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara,
kabupaten sentra penghasil kopi arabika pada tahun 2014 di Provinsi Sumatera
Hasundutan, dengan produksi masing-masing adalah 8.485 ton, 6.861 ton, dan
5.912 ton. Produksi kopi arabika dari kelima kabupaten ini menyumbang 83,38%
Pemasaran kopi merupakan mata rantai kegiatan yang panjang di jutaan petani
tersebut sering sekali menimbulkan kecilnya persentase harga yang diterima oleh
berupa biji kopi beras, dan produk sekunder berupa kopi sangrai, kopi bubuk, kopi
cepat saji, dan beberapa produk turunan lain. Pengembangan produk tersebut
dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka peluang pasar dan
Biji kopi yang diperdagangkan adalah kopi beras yang juga disebut market coffie,
dikategorikan sebagai hasil pengolahan biji kopi primer, berupa biji kopi kering
yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk, kulit ari. Penjualan dalam
bentuk biji lebih mudah dan langsung mendapatkan keuntungan. Sementara untuk
gambaran yang jelas tentang proses pemasaran kopi arabika dari petani produsen
sampai ke konsumen akhir. Dalam proses penyebaran kopi arabika dari sentra
Kendala utama yang dihadapi oleh produsen (petani) skala kecil di negara-negara
berkembang ialah bahwa faktanya mereka memiliki skala kecil. Dengan demikian
kemitraan antara produsen skala kecil tersebut dengan pembeli (baik eksportir,
proses kolaborasi antar dua aktor atau lebih dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan aktor yang terlibat untuk berkompetisi di pasar, baik pasar regional
maupun pasar global. Akan tetapi bagi petani kecil agar dapat berkompetisi
gabungan dari petani akan dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan skala
ekonominya (Rosenkopf dan Almeida, 2003 cit Coles dan Mitchell, 2011).
dijual oleh petani kepada pengumpul ataupun lembaga pemasar lainnya, sehingga
menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani dan petani akan
memperoleh penerimaan dari harga output yang diperoleh melalui penjualan kopi.
Tinggi atau rendahnya produksi kopi yang dihasilkan oleh petani merupakan hal
kopinya, hal ini dapat dilihat dari rendahnya harga jual kopi yang diperoleh
petani. Bagian terbesar dengan keuntungan besar jatuh ketangan pedagang besar
sebagai pemilik modal besar, sementara petani kopi hanya menerima keuntungan
yang sedikit dengan menanggung resiko jangka panjang maupun jangka pendek.
Oleh sebab itu menjadi sangat menarik untuk meneliti sampai sejauh mana
penelitian.
Pasar komoditi yang terorganisir dengan baik dan terjamin pelaksanaannya atau
yang biasa disebut sebagai bursa komoditi, kehadiran dan bentuknya perlu
ekportir dan petani sebagai wadah untuk mengadakan hedging dalam melindungi
penyerahan yang lebih jauh ke depan, tetapi juga dapat menyempurnakan sistem
Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan
melalui efisiensi pemasaran selain terlihat perbedaan harga yang diterima petani
sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir. Saluran pemasaran juga
menentukan marjin keuntungan yang diterima oleh para petani, semakin panjang
Nilai tambah dalam proses pengolahan produk yaitu selisih antara nilai produk
dengan nilai bahan baku serta input lainnya, tetapi tidak termasuk tenaga kerja
(Hayami, et al., 1987). Proses nilai tambah terbentuk apabila terdapat perubahan
bentuk dari produk aslinya, sehingga pembentukan nilai tambah ini penting
tambah pada kopi arabika terjadi pada proses pengolahan kopi gelondong ke kopi
biji dan kopi bubuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai tambah kopi
Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red) mampu
mengurangi resiko petani terhadap kondisi Kopi Arabika, karena Kopi Arabika
Penjualan Kopi Arabika dalam bentuk gelondong merah (cherry red), kopi biji
Pendapatan petani pada dasarnya terletak pada bahagian yang diterimanya atas
penjualan hasil usahataninya yang relatif tidak banyak pula. Semakin besar
bahagian dari pembeli konsumen diterima petani (produsen) maka semakin tinggi
kesejahteraannnya
sebagai berikut:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Kopi (Coffea sp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam
family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang,
dan bila dibiarkan tumbuh mencapai 12 meter. Daunnya bulat dengan ujung agak
Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai
berikut :
Kigdom : Plantae
Subkigdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Coffea excelsa]
Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk mencapai
kopi adalah antara 20° LU dan 20° LS. Indonesia yang terletak pada 5°LU dan
10
Universitas Sumatera Utara
11
10° LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik. Sebagian besar daerah
kopi di Indonesia terletak antara 0-10° LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali,
Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-5° LU yaitu Aceh dan Sumatera
Utara.
Menurut Rukmana (2014), terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan,
yakni: Kopi Arabika, Kopi Liberika, Kopi Canephora (Robusta) dan Kopi
dunia maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang
memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 meter dari permukaan laut (mdpl) dan di
Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000-
1750 mdpl. Perkebunan kopi arabika terdapat di beberapa daerah, antara lain
pulau Sulawesi, Jawa dan Bali. Jenis kopi cenderung tidak tahan
Hemilia Vastatrix namun kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat.
Kandungan Gizi
Biji Kopi mengandung protein, minyak aromatis, dan asam-asam organic. Pada
umumnya biji kopi mengandung senyawa yang terdiri atas karbohidrat (60%),
minyak (13%), protein (13%) , asam asam non-volatil (8%), abu (4%), trogonelin
Budidaya
dengan garis lintang 20o LS sampai 20o LU. Untuk curah hujan 1.500 s/d 2.500
mm/thn, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, kemiringan tanah kurang dari
45 % dan pH 5,5-6,5.
mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Pada saat bunga
sampai tua dan masak menjelang kemarau pada umumnya cuaca mulai terang,
udara tidak berawan, berarti penyinaran matahari akan lebih banyak maka suhu
akan meningkat. Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar
Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang
baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih
kulit dan daging buah dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu. Setelah itu
benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang
Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan
batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan apsir tebal kira- kira 5
cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang
cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan
kepersemaian lapangan.
akar pohon yang ada. Kumpulkan seluruh bagian semak yang ada, kemudian
diberakan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi emapt 2,5 x 2,5
dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2-4 minggu. Bibit kopi
harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang.
Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2
tahun. Biasanya jenis pohonnya seperti lamtoro, dadap dan sengon. Pohon
penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. Penanaman
kopi Arabika dapat dilakukan pada awal musim penghujan diharapkan agar tidak
banyak tanah yang terlepas dari akar dan leher akar bibit ditanam rata dengan
permukaan tanah.
Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah
tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman muda
sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara
dan air. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu awal musim hujan dan akhir
musim hujan.
Kopi Arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak
berwarna merah tua dan pemetikan dilakukan harus hati-hati jangan sampai ada
bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering diperam selama
24 jam, kemudian dijemur panas matahari diputar balikan agar merata sampai
b. Pengolahan secara basah buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung dan
diberi sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk menghilangkan
lendir-lendir masih memikat perlu diperam dulu dalam kaleng atau diisi air 3-
Kopi adalah panen padat karya sehingga biaya produksi cukup rendah untuk
petani rakyat yang tergantung pada tenaga kerja dari keluarga sendiri sedangkan
di perkebunan modern biaya produksinya jauh lebih tinggi karena kopi ditanam
secara intensif, ada manajemen dengan gaji tinggi, dan biaya input tinggi seperti
pupuk, obat penyemprot dan tenaga kerja upahan. Namun pada umumnya biaya
produksi kopi dapat dibagi pada dua kategori yaitu: biaya penanaman dapat
menjadi tinggi khususnya karena pohon kopi membutuhkan dua sampai tiga tahun
sebelum berbuah dan hanya mencapai produksi penuhnya pada tahun kelima atau
Investasi dan Biaya Variabel. Komponen Biaya Investasi terdiri dari: Hand
sprayer, cangkul, garpu, pompa air dan selang, Wheel barrow, ember, sabit dan
ajir. Koponen Biaya Variabel terdiri dari: Biaya Input (Bibit Kopi, Bibit tanaman
pelindung, Pupuk kandang, pupuk NPK, Pestisida, Herbisida) dan Biaya Tenaga
pasca panen). Sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk komponen komponen
686,921 ton di tahun 2010. Pada tahun 2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3
yakni sebesar 1,24 juta merupakan perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta kopi
robusta dan 251 ribu ha kopi arabika. Dari tahun 2012 sampai tahun 2013 luas
areal kopi Indonesia mengalami penurunan sebesar -3,41. Dan pada tahun 2014
dibandingkan tahun 2010. Produksi kopi Indonesia tahun 2012 meningkat dari
tahun 2011. Tahun 2011sebesar 633.000 ton dan tahun 2012 mencapai 691.163
ton atau meningkat sekitar 20. Namun di tahun 2013 produksi kopi kembali
Perkebunan, 2014).
Bagi petani kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga
mempunyai arti ekonomi yang cukup tinggi. Sejak puluhan tahun yang lalu kopi
telah menjadi sumber nafkah bagi banyak petani (Najiyati dan Danarti, 1997).
sebesar 0,6 dan merupakan 17 dari seluruh ekspor produk pertanian tahun 2008.
Luas tanam kopi seluas 1,3 juta hektar diusahai oleh 2,33 juta rumah tangga petani
kecil dengan skala usaha rata-rata 1 - 1,5 hektar. Pendapatan petani dapat
mencapai sekitar Rp 19 juta per hektar per tahun untuk kopi arabika
(Ottaway 2007).
dan perubahan curah hujan, baik jumlah maupun distribusi akan berpengaruh pada
produktivitas kopi. Kopi rentan terhadap perubahan iklim karena kopi hanya dapat
berproduksi optimal dalam kisaran suhu yang relatif sempit, yakni antara
iklim dan timbulnya penggerek buah kopi yang mengakibatkan gagal panen maka
kemungkinan besar kopi tidak lagi produktif dan tidak memiliki nilai
ekonomis untuk dibudidayakan petani. Petani kopi berharap ancaman alam terkait
terpencil dengan sarana jalan yang belum memadai sehingga menyebabkan rantai
lokal maupun ekspor, serta memiliki hubungan baik dengan pihak-pihak pembeli
dari luar negeri. Perkembangan pasar luar negeri diikuti secara terus menerus,
negara.
Turnip, 2002 menyatakan bahwa secara umum terdapat kopi yang dijual melalui
dalam jumlah dan mutu sesuai kebutuhannya. Kopi Indonesia diekspor dalam
beberapa bentuk, terutama berupa kopi biji, kopi sangrai (roasted coffee), dan
kopi ekstrak.
Jika dilihat rantai pasok mulai dari produsen hingga konsumen, maka terdapat
banyak yang terlibat dalam sistem rantai pasok kopi Indonesia. Rantai pasok yang
terjadi dapat dipisahkan menjadi beberapa pola karena proses aliran kopi sampai
kepada konsumen cukup beragam. Untuk kopi yang dikonsumsi di dalam negeri
=> konsumen
- Petani => pedagang pengumpul => perusahaan perdagangan lokal => pasar
Pola rantai pasok untuk kopi yang dipasarkan ke luar negeri sebagai berikut:
Petani => pedagang pengumpul => pedagang pengumpul kecamatan => eksportir
yang dihasilkan oleh roaster yang berada di luar negeri. Bahkan tidak sedikit kopi
yang diimpor tersebut merupakan kopi yang berasal dari Indonesia setelah
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan
(Kotler, 2004).
Kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena pada
dasarnya memiliki makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata tersebut
berasal dari kata yang sama yaitu marketing (Asmarantaka, 2009). Sehingga
(aliran) barang maupun jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen akhir
yang terdri dari beberapa rangkaian kegiatan bisnis. Tataniaga dapat diartikan
sebagai suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan demand yang
produsen sampai konsumen akhir terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan
dikelompokkan menjadi:
Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga tataniaga
a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tapi menguasai barang, meliputi: agen,
c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti
Salah satu fungsi dari pemasaran adalah sebagai penyedia sarana yang meliputi
harga. Harga merupakan masalah pokok baik bagi pembeli maupun penjual di
pasar. Pada semua tingkat dari produksi melalui proses tataniaga hingga ke
konsumen akhir harus secara terus menerus dan konstan memperhatikan harga-
Harga menjadi acuan seberapa besar nilai pada produk yang dihasilkan oleh
petani. Petani harus mempertimbangkan seberapa besar harga yang pantas untuk
produk yang dihasilkan, dari biaya-biaya yang dikeluarkan dari proses produksi
membaca kondisi harga ketika menentukan harga produk di pasar saat produknya
akan dijual.
menghasilkan produk yang dapat didistribusikan di pasar jika harga itu cukup
menarik. Namun dapat pula membuat petani tidak bergairah berproduksi, jika
dilakukan dalam bentuk persaingan monopoli suatu barang tentu berlainan bentuk
perpindahan, bukan hanya secara fisik, tetapi dalam arti agar barang- barang
jumlah dan waktu serta tersedia di seluruh daerah dan disalurkan melalui jaringan
lain adalah
a) Jarak antara produsen ke konsumen, makin jauh maka makin panjang saluran
pemasarannya.
pemasarannya.
g) Nilai unit dari suatu produk, makin rendah nilai unit suatu produk, semakin
Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat efisiensi dari
semua pihak yang terlibat pada tataniaga. Tataniaga disebut efisien, apabila
syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada
pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir
kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang
efisiensi pemasaran ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada
tingkat konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik dan pemasaran, dan (4) tingkat
Salah satu cara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melihat
a) Biaya tataniaga
Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari
sistem pemasaran atau tataniaga. Marjin berbeda beda antara suatu komoditi hasil
pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa
yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani ketingkat
terutama antara harga yang terjadi ditingkat eceran dan harga yang diterima
petani, maka semakin besar pula marjin tataniaga yang bersangkutan. Hal ini
setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga. Pendekatan efisiensi tataniaga dapat
Menurut Daly (1958) dan diterangkan lebih lanjut oleh Friedman (1962) dalam
yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Menurut
Sihombing (2010) marketing margin adalah perbedaan harga yang diterima oleh
produsen (petani) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Marketing
margin terdiri dari berbagai macam ongkos dalam menyalurkan barang dari
produsen ke konsumen, Jadi marketing margin itu terdiri dari berbagai margin
seperti retail margin, yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga
yang diterima oleh setiap middleman atau lembaga tata niaga dan lain-lain.
harga per satuan di tingkat petani atau tingkat konsumen atau pada tiap rantai
MP= Pr - Pf
sumber daya yang ada secara efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang
b. Tenaga Kerja yang berasal dari orang lain atau dari anggota keluarga sendiri.
usahatani.
(Hermanto, 1996).
dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiyah, 2006).
Umur tanaman yang akan menunjukkan hasil dari produktivitas tanaman tersebut.
Jumlah produksi buah kopi yang akan di panen pertama dalam interval umur
2.5-4 tahun relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan dengan
sekitar pada umur 5 – 7 tahun dan kembali menurun di saat umur tanaman sudah
tua yaitu pada umur 9-10 tahun. Di setiap umur tanaman terjadi panen raya dua
bulan dalam setahun yaitu bulan September dan Oktober di dalam panen raya
tersebut dihasilkan jumlah produksi yang lebih banyak dari biasanya. Tetapi jika
jumlah produksi semakin banyak dan mudah untuk didapatkan belum tentu
mahal harga jualnya. Setelah umur tanaman sudah berada diatas umur ekonomis
produksi maka tanaman kopi menjadi tanaman tidak menghasilkan sehingga tidak
Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena
produksi. Menurut Armand Sudiyono (2004), nilai tambah dapat dilihat dari dua
aspek yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran.
Nilai tambah dalam proses pengolahan produk yaitu selisih antara nilai produk
dengan nilai bahan baku serta input lainnya, tetapi tidak termasuk tenaga kerja
(Hayami, et al., 1987). Proses nilai tambah terbentuk apabila terdapat perubahan
bentuk dari produk aslinya, sehingga pembentukan nilai tambah ini penting
tambah pada kopi arabika terjadi pada proses pengolahan kopi gelondong ke kopi
Pada waktu sebelumnya telah banyak dilakukan tentang pemasaran suatu produk.
Masing masing peneliti melakukan penelitian pada produk dan tempat yang
berbeda-beda.
Joko Tri Sujiwo (2009) dengan judul skripsi Efisiensi Pemasaran Kopi (Coffea
a).untuk mengetahui sistem pemasaran yang ada pada petani kopi, b) Untuk
mengetahui tingkat penjualan produksi kopi yang dicapai oleh para petani kopi
Kendal, ada 2 macam saluran. Saluran pertama yaitu: petani kopi, pedagang besar,
eskportir. Saluran kedua terdiri dari: petani kopi, pedagang kecil, pedagang besar,
eksportir. Dari penelitian banyak responden petani kopi yang melalui saluran
orang atau 66,67 persen. Dari hasil analisis perhitungan biaya pemasaran, harga
jual, harga beli serta keuntungan masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat,
adalah sebesar Rp. 5.120 per kilogram kopi. Hasil ini diperoleh dari perhitungan
Ulima Mandasari Sitorus (2014) dengan judul Analisis Nilai Tambah Dan Strategi
Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis besarnya nilai tambah yang dapat diperoleh oleh kelompok tani
yang mempengaruhi produk olahan kopi arabika kelompok tani Simalungun Jaya
daerah sampel secara purposive. Metode analisis yang digunakan adalah metode
untuk analisis nilai tambah, dan analisis SWOT untuk mengetahui faktor – faktor
teknologi yang sederhana. Nilai tambah yang dihasilkan usaha pengolahan kopi
bubuk arabika sebesar Rp. 206.400/3Kg Kopi Biji, dengan rasio nilai tambah
sebesar 68,8% dalam satu kali produksi. Faktor Strategi Internal dalam usaha
Pengolahan Kopi Bubuk Arabika untuk Bahan baku tersedia, Tenaga kerja
Harga kopi bubuk ditentukan sendiri oleh kelompok tani. Sumber modal kurang,
produk kurang luas, serta Tidak ada kerjasama dengan lembaga lain. Sedangkan
dalam faktor Eksternal adalah Sudah memiliki merek dagang, sudah memiliki izin
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, Trend kopi saat ini, Infrastruktur lokasi
Ova Lestari (2016) dengan judul Analisis Usahatani Dan Efisiensi Pemasaran
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Untuk menjawab tujuan pertama pada penelitian ini menggunakan analisis data,
pada tingkat petani, Untuk menjawab tujuan yang ketiga dan keempat dalam
Menyimpulkan bahwa: R/C ratio > 1 menunjukkan bahwa usahatani kopi layak
dilakukan petani sebagai usaha untuk melindungi harga ketika harga kopi
berlaku pada saat petani menjual kopi. Saluran pemasaran kopi di Kecamatan
dari 80%, tapi nilai Rasio Profit Marjin (RPM) pada setiap lembaga pemasaran
Ida Bagus Oka Purnama, dkk (2012) dengan judul Sistem Pemasaran Kopi Bubuk
Sari Buana pada UD. Mega Jaya. Dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui tataniaga kopi bubuk Sari Buana pada UD. Mega Jaya dan untuk
yang ada. Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mengetahui:
tataniaga pemasaran kopi bubuk Sari Buana di UD. Mega Jaya. Menghitung
kopi bubuk Sari Buana pada UD.Mega Jaya dimulai dari produsen, lembaga
pemasaran, dan distribusi. UD. Mega Jaya merupakan sebagai produsen kopi
yang diteriama oleh perusahaan. Untuk saluran pendistribusian kopi bubuk Sari
Buana pada UD. Mega Jaya terdapat empat jenis saluran pemasaran yaitu I)
(5,882%), saluran II Rp. 2.500 (5,882%), saluran III Rp. 1.000 (2,352%) dan
saluran IV Rp. 0 (0%), karena pada saluran IV tidak ada marjin. Bagian
keutungan yang didapatkan oleh perusahaan pada saluran I sebesar Rp. 1.367 per
Kopi merupakan komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis,
devisa bagi negara dengan adanya ekspor kopi yang cenderung meningkat setiap
tahunnya.
Kopi yang dihasilkan merupakan hasil produksi yang akan dijual oleh petani
kepada pedagang pengumpul atau lembaga pemasaran lainnya. Kopi yang dijual
oleh petani tentu memiliki nilai atau harga output yang nantinya akan diterima
oleh petani. Dalam hal ini harga output merupakan penerimaan yang diterima oleh
petani.
Harga menjadi indikator efisien atau tidaknya produk dalam sistem pemasaran di
suatu daerah. Petani harus memperhatikan harga yang akan ditetapkan untuk
produk yang akan di pasarkan. Petani harus bisa melihat kondisi pasar untuk
menetapkan harga kopi, harga yang terlalu tinggi dapat mempersulit produk untuk
dijual dan harga yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kerugian pada petani.
sangat berperan dalam pemasaran kopi, dengan adanya lembaga juga membuat
adanya marjin permasaran yang nantinya menunjukan efisien atau tidaknya suatu
Terbentuknya saluran pemasaran yang baik dan efisien tidak terlepas dari adanya
Setiap lembaga pemasaran yang terlibat tentu memiliki fungsi yang berbeda-beda,
tentu berbeda.
Pemasaran yang baik adalah kegiatan pemasaran yang efisien dimana semua pihak
pemasaran dapat dikatakan efisien atau tidak, ditentukan atau diukur dengan
efisiensi pemasaran.
tambah kopi
Petani Kopi
Fungsi
Pemasaran:
-pembelian Pedagang
-penjualan Pengumpul Kecil
-pengolahan
-sortasi Produksi Kopi Harga Kopi
-pengepakan
-transportasi Pedagang
-bongkar muat Pengumpul Besar
-penyimpanan
Penerimaan Petani
Eksportir
Biaya Pemasaran
Nilai tambah
Harga
Marjin
Efisiensi
Keterangan Gambar:
: Pola pemasaran
: Mempengaruhi
berikut:
pemasaran.
2. Nilai tambah yang diperoleh dari usaha pengolahan kopi adalah >50 % atau
BAB III
METODE PENELITIAN
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat
adalah petani kopi arabika yang ada di Kecamatan Parbuluan. Metode yang
digunakan adalah Metode Slovin, dengan jumlah populasi sebanyak 2665 petani.
35
dimana:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
yang digunakan adalah simple random sampling dimana semua unsur dari
teknik snowball. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data Sekunder diperoleh dari lembaga terkait yang berhubungan dengan objek
Metode analisis data adalah metode yang digunakan untuk memecahkan masalah
permasalah yang diteliti, dilakukan setelah semua data yang diperlukan diperoleh
secara lengkap.
rantai saluran tataniaga semakin tidak efisien karena marjin tataniaga yang
Mi = Ci + πi
Hji – Hbi = Ci + πi
Πi = Hji – Hbi – Ci
Mi = ∑ Mi
Dimana :
(Gultom, 1996).
x 100%
dapat dilihat dari tingkat efisiensi saluran pemasaran kopi itu sendiri. Dimana
kopi secara menyeluruh dari komponen yang berbeda. Baik dari segi harga
sebagai berikut: :
1. Metode Sheperd’s
Dalam metode ini dijelaskan bahwa rasio total nilai barang yang dijual di
pasar dan total biaya pemasaran yang digunakan untuk mengukur tingkat
Menurut metode ini, semakin besar rasio maka semakin tinggi tingkat
efisiensi dan sebaliknya, sehingga semakin besar harga yang dibayarkan oleh
Nilai ME akan semakin efisien apabila nilai efisiensi tataniaga semakin tinggi
dan sebaliknya. Sehingga jika harga yang diterima produsen besar maka
Pada metode ini digunakan tiga indikator, yaitu share produsen, biaya
diberi skor. Misalnya untuk share produsen, dimana semakin besar share
produsen maka semakin baik suatu saluran pemasaran. Indikator dengan nilai
tertinggi akan diberi skor 1 dan seterusnya dengan skor 2, 3 dan 4. Total nilai
Nj = Jumlah indikator
Efisiensi pemasaran yang tinggi ditunjukkan oleh nilai ME yang tinggi dan
sebaliknya. Pada metode ini efisiensi pemasaran yang tinggi terjadi jika biaya
pemasaran.
Jika rasio nilai tambah <15% , maka nilai tambah tergolong rendah.
Jika rasio nilai tambah 15%-40% , maka nilai tambah tergolong sedang.
Jika rasio nilai tambah >40%, maka nilai tambah tergolong tinggi
harga jual atau harga produksi. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
TR = Q x P
Keterangan:
P = Harga (Rp)
ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :
variabel yang akan diteliti dan sangat penting untuk dianalisis (data-data yang
1) Petani atau produsen kopi adalah setiap orang yang melakukan usahatani kopi
atau membeli kopi langsung dari petani untuk kemudian dijual kembali atau
4) Eksportir adalah badan usaha yang melakukan pembelian kopi dari pedagang
besar maupun dari pedagang pengumpul kecil yang berada di daerahnya dan
dengan cara perkalian antara produksi dengan harga jual atau harga produksi.
7) Harga di tingkat petani atau produsen adalah harga kopi yang dijual oleh
petani pada saat transaksi jual beli, diukur dalam satuan rupiah per kilogram
(Rp/Kg).
8) Harga konsumen atau harga beli adalah harga kopi yang dibayar oleh petani
pada waktu terjadi transaksi jual beli kopi, diukur dalam satuan rupiah per
kilogram (Rp/Kg).
11) Marjin pemasaran total adalah selisih harga di tingkat konsumen akhir dengan
harga di tingkat produsen atau jumlah marjin pada tiap lembaga pemasaran
12) Profit marjin adalah marjin keuntungan lembaga pemasaran dihitung dengan
13) Sistem pemasaran dalam penelitian ini ditinjau dari pendekatan serba lembaga
15) Pembelian adalah Suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap lembaga-
lembaga untuk mendapatkan kopi dengan dua belah pihak dengan tujuan
16) Penjualan adalah Suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap lembaga-lembaga
17) Pengolahan adalah kegioatan yang dilakukan untuk memproses kopi sehingga
18) Sortasi adalah Kegiatan pemilihan dan memisahkan kopi yang bermutu baik
19) Transportasi adalah Biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut kopi dari satu
20) Bongkar muat adalah Biaya yang dikeluarkan untuk proses memindahkan
21) Penyimpanan adalah Biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan kopi sebelum
Petani atau produsen kopi adalah setiap orang yang melakukan usahatani kopi
dan menjadikannya sebagai mata pencaharian utama atau sampingan untuk dapat
Kecamatan Parbuluan.
Parbuluan.
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
Penelitian tentang analisis pemasaran dan nilai tambah kopi arabika ini dilakukan
235,40 km2 . Wilayah administrasi desa yang terbesar adalah Desa Parbuluan VI
yang mencapai luas 35,75 km2 atau sebesar 15,2 persen dari luas total Kecamatan
Apabila ditarik garis lurus dari ibukota kecamatan, maka Desa Parbuluan II dan
Desa Parbuluan VI adalah desa yang terjauh, yaitu mencapai 16 km dan 14 km.
47
4.1.2 Pemerintahan
Kecamatan Parbuluan terdiri dari 11 desa yang status hukumnya sudah menjadi
desa definitif , dimana setiap desa dipimpin oleh kepala desa. Dilihat dari status
Demikian juga di beberapa desa jumlah perangkat desa perempuan lebih sedikit
Jumlah Penduduk Kecamatan Parbuluan pada tahun 2016 adalah 21.825 jiwa,
yang terdiri dari 10.901 jiwa laki-laki dan 10.824 jiwa perempuan. Dari komposisi
Dengan luas wilayah 235.40 km2 dan jumlah penduduk 21.825 jiwa, ternyata
warga dalam keluarga adalah 4 orang. Jumlah tersebut hampir merata di semua
desa.
adalah tanaman kopi saja, hal ini terlihat dari besarnya luas lahan yang banyak
digunakan sebagai lahan perkebunan kopi. Luas lahan kopi dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.2 Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman dan
Desa (Ha) 2016
Desa Jenis Tanaman Jumlah
Kelapa Kopi Coklat Kemiri Total
1 Parbuluan II - 20 - - 20
2 Parbuluan I - 15 - - 15
3 Parbuluan V - 170 - - 170
4 Parbuluan III - 150 - - 150
5 Parbuluan IV - 165 - - 165
6 Parbuluan VI - 200 - - 200
7 Laehole - 75 - - 75
8 Bangun - 65 - - 65
9 Laehole I - 75 - - 75
10 Laehole II - 65 - - 65
11 Bangun I - 60 - - 60
Jumlah/Total 1.060 - 1.060
Sumber : Kecamatan Parbuluan Dalam Angka 2017
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot yang
2. Rumah Ibadah
memeluk agama Muslim dan Kristen. Secara kultural, agama ini didapat
berdasarkan turunan dari ke dua rang tua ke anak dan ke cucu di kecamatan
angka 2017 diketahui bahwa di Kecamatan parbuluan terdapat 4 unit masjid dan
3. Sarana Kesehatan
kesahatan yang terdiri dari 1 unit puskesmas, 5 unit puskesmas pembantu, 8 unit
4 Jalan
kecamatan parbuluan terdapat jalan aspal sebanyak 144, jalan 262, jalan tanah
sepangjang 185 dan jalan setapak 173. total panjang jalan di kecamatan parbuluan
yaitu 764.
besar. Karakter sampel yang dimaksud terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama
berusaha dan luas lahan. Secara keseluruhan karakteristik sampel dapat dilihat
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa rentan umur petani sampel 23-67
tahun, rentan umur pedagang pengumpul kecil 30-62 tahun dan rentan umur
Luas lahan petani sampel di daerah penelitian 0,16-2 ha. Hal ini menunjukkan
petani sampel di daerah penelitian berkisar antara 4-47 tahun, hal ini
sehingga memiliki wawasan yang lebih baik dalam mengelola usahanya. Rentan
pengalaman pedagang pengumpul kecil dalam berusaha berkisar 6-40 tahun dan
tahun.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
terlibat dalam proses menjadikan suatu produk atau jasa siap digunakan atau
berikut:
paling sederhana dan paling rendah yakni saluran distribusi dari produsen ke
konsumen tanpa menggunakan perantara. Saluran ini diberi istilah saluran nol
produsen dan pengecer. Saluran ini biasa disebut dengan saluran satu tingkat
pengecer, Saluran ini disebut saluran distribusi dua tingkat (two stage chanel).
d) Saluran distribusi yang menggunakan tiga pedagang perantara. Dalam hal ini
Saluran distribusi ini disebut dengan istilah saluran distribusi tiga tingkatan
hingga sampai ke konsumen yaitu meliputi tataniaga kopi yang merupakan proses
54
Universitas Sumatera Utara
55
distribusi kopi dari petani hingga ke knsumen. Subsistem post produksi kopi
tersebut disebut juga pedagang perantara kopi dan terbentuk saluran pemasaran
kopi.
lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran kopi yaitu petani,
Kecamatan parbuluan. Adapun saluran pemasaran kopi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5.1
Petani Kopi
II 35,42%
Pedagang Pengumpul I
Kecil
64,58%
II
Pedagang Pengumpul
Besar
II I
Eksportir
Berdasarkan Gambar 5.1 tersebut dapat diketahui bahwa terdapat dua saluran
1. Saluran I
Pada saluran I, petani menjual kopi dalam betuk Hs (Hard skin) kepada pedagang
menjadi tempat tujuan tetap penjualan kopi mereka. Hal ini terjadi karena anatara
petani dan pengumpul besar sudah terjalin transaksi jual beli kopi yang cukup
lama. Sehingga harga jual kopi Hs yang lebih tinggi ini bertujuan agar para petani
menjual kopinya kepada pedagang pengumpul yang sudah terikat kontrak, bukan
kepada pedagang pengumpul yang lain. Transaksi ini dilakukan secara langsung
Kemudian pedagang pengumpul ini akan menjual kopi Ose (Green Coffee) ke
langsung kopi Ose tersebut. Harga jual pedagang pengumpul kepada eksportir
dengan harga Rp70000 per kilogram. Transaksi ini dilakukan secara langsung dan
2. Saluran II
Pada saluran II, petani menjual kopi dalam bentuk Hs (Hard skin) kepada
para petani yang ingin menjual kopinya. Biasanya para petani akan menghubungi
petani. Rata-rata harga Rp 26.000 per kilogram yang dibayar dengan uang cash
Kemudian pedagang pengumpul kecil menjual biji kopi yang di kumpulkan dari
pedagang pengumpul besar dan dibayar cash oleh pedagang pengumpul besar.
Rata-rata harga yang dterima oleh pedagang pengumpul kecil yaitu Rp 27.000.
Oleh pengumpul besar menjual biji kopi dalam bentuk kopi Ose (Green Coffee) ke
transaksi terjadi secara langsung dan dibayar dengan uang cash oleh eksportir
proses penyampaian barang dan jasa dari sektor produksi sampai ke tangan
penanggungan resiko. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.1.
Saluran 1
a. Petani
penjualan dengan menjual kopi arabika dalam bentuk kopi Hs. Petani kopi pada
saluran 1 menjual kopi kepada pedagang pengumpul besar yang ada di Kecamatan
yang mereka gunakan pada umumnya adalah sepeda motor dan mobil.
Pada pengumpul besar I, kopi Hs yang telah dibeli dari petani dilakukan
pengolahan yaitu pengolahan kopi Hs menjadi kopi Ose. Setelah pengolahan kopi
Ose pedagang pengumpul melakukan sortasi terhadap biji kopi, dimana tujuan
sortasi yaitu memisahkan biji kopi yang rusak (terpecah) dengan biji kopi yang
baik pada saat pengolahan. Setelah sortasi dilakukan pengepakan, dalam kegiatan
pengepakan kopi dikemas pada karung goni ukuran 60kg dengan harga satu goni
penyimpanan.
c. Eksportir
Saluran II
a. Petani
Pada saluran II petani kopi melakukan pengepakan terhadap kopi Hs yang sudah
diolah oleh petani kopi sebelum menjualnya kepada pengumpul kecil, pengepakan
yang dilakukan biasanya menggunakan karung goni berukuran 50 kg. Kopi hasil
Pedagang pengumpul kecil membeli kopi Hs dari petani yang diambil langsung
besar. Oleh sebab itu, fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang
dan penyimpanan.
Pada pengumpul besar, kopi Hs yang telah dibeli dari pedagang pengumpul kecil
menjadi kopi Ose, sortasi yaitu memisahkan biji kopi yang rusak (pecah) dengan
kopi yang bagus, pengepakan yaitu dengan mengemas kopi Ose yang sudah siap
setelah kopi Ose siap diolah sampai tiba waktunya akan dijual.
d. Eksportir
Tabel 5.1. Fungsi – Fungsi pemasaran yang Dilakukan Oleh Lembaga Pemasaran Pada Setiap Saluran Pemasaran Kopi Arabika
di Kecamatan Parbuluan
Lembaga Fungsi pemasaran
Pemasaran Penjualan Pembelian Pengolahan Sortasi Pengepakan Transportasi Bongkar muat Penyimpanan
Saluran I
Petani √ X X X X √ X X
P.Pengumpul √ √ √ √ √ √ √ √
Besar
Eksportir - √ - - - - - -
Saluran II
Petani √ X X X √ X X X
P.Pengumpul √ √ X X X √ √ √
Kecil
P.Pengumpul √ √ √ √ √ √ √ √
Besar
Eksportir - √ - - - - - -
Sumber: Data Primer (diolah)
Saluran pemasaran I
Tabel 5.2 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran Pada Saluran
I (Petani – Pedagang Pengumpul Besar – Eksportir)
No Lembaga Dan Komponen Price Spread Nilai Share Margin
Biaya Tataniaga (Rp/Kg)
1 Petani
a. Biaya
- Transportasi 150 0,21%
b. Marjin Keuntungan 26.850 38,35%
c. Harga Jual 27.000 38,57%
3 Eksportir
Harga Beli 70.000
Total 100%
Sumber: data primer (diolah)
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa Total biaya pemasaran yang
1kg kopi yang diterima petani Rp27.000-/kg dimana petani menjual kopi dalam
membayar Rp70.000,-/kg.
Persentase share margin diperoleh dari perbandingan antara sebaran harga dengan
harga di tingkat eksportir dikali dengan 100%. pada saluran I, di tingkat petani,
margin sebesar 38,35% dan price spread untuk pemasaran sebesar Rp150/kg
Pada tingkat pedagang pengumpul besar, price spread untuk biaya pemasaran
adalah sebesar Rp15.110/kg dengan share margin nya sebesar 21,58% dan price
1,84/kg artinya keuntungan yang diperoleh pengumpul besar 1,84 kali lipat lebih
Marjin pemasaran diperoleh dari selisih antara harga di tingkat petani dengan
harga di tingkat eksportir, sehingga marjin pemasaran pada saluran ini sebesar
Rp43.000,-/kg.
Saluran pemasaran II
Tabel 5.3 Price Spread dan Share Margin Lembaga Pemasaran Pada Saluran
II (Petani – Pedagang Pengumpul Kecil – Pedagang Pengumpul
Besar – Eksportir)
No Lembaga Dan Komponen Price Spread Nilai (Rp/Kg) Share Margin
Biaya Tataniaga (Rp/Kg)
1 Petani
Biaya
- Pemasaran 50 0,07%
(packing)
Marjin Keuntungan 25.950 37,07%
Harga Jual 26.000 37,14%
2 Pengumpul kecil
Harga Beli 26.000
Biaya Pemasaran
Transportasi 100 0.14%
bongkar muat 50 0,07%
Marketing loss (0,27%) 150 0,21%
Total Biaya 300 0,42%
Marjin Keuntungan 700 1,21%
Nisbah Marjin keuntungan 2,33
Harga jual 27.000 38.57%
Total 100%
Sumber: data primer (diolah)
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa Total biaya pemasaran yang
1kg kopi yang diterima petani Rp26.000-/kg dimana petani menjual kopi dalam
membayar Rp70.000,-/kg.
Persentase share margin diperoleh dari perbandingan antara sebaran harga dengan
harga di tingkat eksportir dikali dengan 100%. pada saluran II, di tingkat petani,
margin sebesar 37,07% dan price spread untuk pemasaran sebesar Rp50/kg
Pada tingkat pedagang pengumpul kecil, price spread untuk biaya pemasaran
adalah sebesar Rp300/kg dengan share margin nya sebesar 0,42% dan price
2,33/kg artinya keuntungan yang diperoleh pengumpul kecil 2,33 kali lipat lebih
Pada tingkat pedagang pengumpul besar, price spread untuk biaya pemasaran
adalah sebesar Rp15.810/kg dengan share margin nya sebesar 22,58% dan price
1,72/kg artinya keuntungan yang diperoleh pengumpul besar 1,72 kali lipat lebih
Marjin pemasaran diperoleh dari selisih antara harga di tingkat petani dengan
harga di tingkat eksportir, sehingga marjin pemasaran pada saluran ini sebesar
Rp44.000,-/kg.
Pada metode ini efisiensi pemasaran diketahui dari perbandingan antara harga
dengan nilai efisiensi tertinggi merupakan saluran pemasaran yang paling efisien
dan sebaliknya.
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa nilai efisiensi tertinggi diperoleh
pada saluran I yaitu 3,58 ini berarti bahwa saluran I merupakan saluran yang
paling efisien. Nilai efisiensi saluran II sebesar 3,33. Hal ini disebabkan karena
biaya pemasaran pada saluran I lebih kecil daripada biaya pemasaran saluran II.
Pada metode Acharya dan Aggarwal nilai efisiensi diperoleh dari perbandingan
antara harga yang diterima produsen terhadap biaya pemasaran ditambah dengan
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dalam metode ini nilai efisiensi
saluran I lebih tinggi daripada nilai efisiensi pada saluran II. Artinya bahwa
saluran I merupakan saluran yang paling efisiesn dibandingan dengan saluran II.
Hal ini disebabkan karena pada saluran I, petani yang menjual langsung kepada
pedagang pengumpul besar, sehingga harga yang diterima petani pada saluran ini
lebih besar dibandingkan dengan harga kopi yang diterima produsen pada saluran
II. Sehingga marjin pemasaran pada saluran I lebih kecil daripada saluran II.
Rp44.000,-/kg.
Pada metode Composite Index dapat dilihat dari tiga indikator, yaitu share
Setelah dikelompokan berdasarkan indikator, maka setiap saluran akan diberi skor
1-2 kemudian skor tersebut ditotalkan dan dibagi dengan jumlah indikator yang
digunakan. Nilai share produsen dan marjin keuntungan akan diberi skor 1-2
mulai dari yang paling tinggi sampai yang terendah. Sedangkan untuk indikator
biaya pemasaran diberi skor 1-2 dari nilai terendah sampai tertinggi. Saluran
dengan nilai index yang paling rendah merupakan saluran yang paling efisien.
Berdasarkan Composite Index Methode dapat dilihat bahwa nilai index yang
paling rendah adalah saluran I. Hal ini berarti bahwa saluran I merupakan saluran
yang lebih efisien dibandingkan dengan saluran II. Pada saluran I terlihat bahwa
share produsen sebesar 29,07% dan pada sluran II sebesar 27,70%. Hal ini
efisien.
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa nilai efisiensi saluran I sebesar 3,81
dan nilai efisiensi saluran II sebesar 3,72. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
efesiensi saluran I lebih besar daripada saluran II. Maka menurut metode
efisien.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari berbagai indikator efisiensi dengan
Nilai tambah diperoleh dari proses pengolahan kopi Hs (Hard skin) menjadi kopi
Ose (Green Coffee), berikut uraian yang dilakukan dalam pengolahan kopi.
Setelah panen kopi dilakukan proses pengolahan pasca panen kopi. Proses
pengolahan pasca panen meliputi sortasi buah, pengupasan kulit buah, fermentasi
biji kopi, pengeringan biji kopi, pengupasan kulit tanduk, sortasi biji kopi akhir.
a. Sortasi gelondong
Sortasi dilakukan dengan memisahkan buah dari kotoran, buah berpenyakit dan
buah cacat serta memisahkan buah berwarna merah dengan buah yang berwarna
kuning dan hijau. Selain itu pemisahan juga dilakukan pada buah yang mulus. Hal
ini bertujuan untuk membedakan kualitas biji kopi yang dihasilkan. Caranya, kopi
merah yang dipanen dimasukkan kedalam bak sortasi kemudian diisi air hingga
bak hamper penuh, kemudian diaduk. Stelah diaduk, gelondong yang kualitas
menghasilkan kopi biji yang masih memiliki kulit tanduk. Pengupasan kulit kopi
dilakukan dengan bantuan mesin pengupas yang disebut pulper. Selama proses
pengupasan, alirkan air secara terus menerus kedalam mesin pengupas. Fungsi
pengaliran air untuk melunakkan jaringan kulit buah agar mudah terlepas dari
bijinya. Hasil dari proses pengupasan kulit buah adalah biji yang masih memiliki
Dilakukan fermentasi terhadap biji yang telah dikupas. Dengan cara yaitu
merendam biji dalam air bersih, lamanya perendaman dilakukan semalaman yaitu
sekitar 12 jam. Proses fermentasi juga bisa diamati dari lapisan lendir yang
menyelimuti biji. Apabila lapisan sudah hilang, proses fermentasi bisa dikatakan
selesai. Setelah difermentasi cuci kembali biji dengan air. Bersihkan sisa-sisa
Kopi yang sudah dicuci mengandung air antara 53-55%, langkah selanjutnya biji
kopi hasil fermentasi dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari,
caranya biji kopi dihamparkan dilantai dengan ketebalan 1,5cm atau kira kira 2
lapisan. Setiap 1-2 jam hamparan koi dibolak balik dengan alat yang menyerupai
dilakukan harus benar benar kering. Bila matahari terik penjemuran bisa
berlangsung selama 3 hari. Kemudian untuk mencapai kadar air 12% dilakukan
kadar air kesetimbangan agar biji kopi yang dihasilkan stabil tidak mudah berubah
Setelah biji kopi HS dijemur dan mencapai kadar air 12% akan dilakukan
untuk mengurangi resiko kerusakan biji kopi. Hasil pengupasan pada tahap ini
Setelah dihasilkan biji kopi beras, lakukan sortasi akhir. Tujuannya untuk
memisahkan kotoran dan biji pecah. Selanjutnya, biji kopi dikemas dan disimpan
sebelum didistribusikan.
5.9 Hasil Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kopi Hs menjadi Kopi Ose
No Variable (Output, Input, Harga) Kopi Ose Formula
1. Hasil/ produksi (kg/tahun) 750 A
2. Bahan baku (Kg/tahun) 1.500 B
3. Tenaga kerja (HOK) 12 C
4. Faktor konversi (1/2) 0,5 M = A/B
5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,008 N = C/B
6. Harga produk rata-rata (Rp/Kg) 70.000 D
7. Upah rata-rata (Rp/HOK) 75.000 E
Keuntungan
8. Harga bahan baku (Rp/kg) 27.000 F
9. Bahan tambahan (Rp/kg) 0 G
10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) 35.000 K=MxD
11. a. Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) 8000 L=K–F–G
b. Ratio nilai tambah (%) (11a/10) 22,85 H = L/K (%)
12. a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) 600 P=NxE
(5x7)
b. Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) 0,075 Q = P/L
13. a. Keuntungan (Rp) (11a – 12a) 7.400 R=L–P
b. Tingkat Keuntungan (%) 0,92 I = R/L
(13a/11a)
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14. Margin (Rp/kg) 8.000 S=K–F
a. Pendapatan TK langsung 12a/14 7,5 T = P/S (%)
(%)
b. Bahan Tambahan 9/14 (%) 0 U = G/S (%)
c. Keuntungan perusahaan 13a/14 92,5 V = R/S (%)
(%)
Sumber: data primer (diolah)
informasi yang didapat peneliti yaitu dalam pengolahan biji kopi Ose ini
dikerjakan oleh 3 orang tenaga kerja selama 3 hari dan dikerjakan dalam 6 jam per
harinya. Dimana rumus HOK = Jam harian kerja x banyaknya tenaga kerja x hari
kerja dibagi jam kerja yang dilakukan. Sehingga didapat hasil tenaga kerja (HOK)
sebesar 12. Upah rata rata didapat dari perhitungan, dimana upah yang diberikan
Ose, telah menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 8.000/kg dengan rasio nilai
persentase antara 15%-40% ; dan tinggi apabila memiliki persentase diatas >40%.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat diperoleh hasil bahwa nilai tambah pada
kopi arabika di Kecamatan parbuluan tergolong pada rasio nilai tambah sedang.
Hal ini dikarenakan rasio nilai tambah proses pengolahan kopi Ose memiliki
Dari penelitian diperoleh hasil bahwa nilai tambah yang diperoleh dari
pengolahan kopi Hs (Hard Skin) menjadi kopi Ose (Green Coffee) dengan rasio
nilai tambah >15%, artinya bahwa nilai tambah tergolong pada rasio nilai tambah
sedang.
diperoleh dari usaha pengolahan kopi adalah >50 % atau nilai tambah dinyatakan
tinggi ditolak.
diperhatikan petani. Petani lebih terfokus pada tanaman lain yang berada
bersamaan pada lahan kopi, artinya lahan yang dimiliki dibuat dengan pola
disamping karena tanaman kopi sudah sejak lama tumbuh di lahan mereka
sehingga biaya penanaman tidak lagi di ketahui, demikian juga dengan perawatan
tanaman kopi, sebagian besar petani yang menjadi sampel penelitian menyatakan
tidak melakukan perawatan untuk tanaman kopi dengan alasan bahwa perawatan
yang dilakukan hanya untuk tanaman lain yang berada di lahan kopi tersebut,
sehingga asumsi petani bahwa tanaman kopi tersebut mendapatkan nutrisi dari
Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi kopi petani dengan harga jual
yang dinyatakan dalam rupiah. Harga jual produksi kopi di daerah penelitian
terdapat perbedaan harga kopi yang diterima oleh petani, hal ini disebabkan
informasi dari petani kopi di daerah penelitian harga Kopi Arabika berkisar
Dalam satu tahun petani kopi malakukan panen raya sebanyak 2 kali sementara
untuk panen biasa dilakukan 1 kali dua minggu dengan total panen sebanyak
Rata-rata pohon sebanyak 934/Ha. Dengan demikian dapat dihitung produksi per
pohon pada setiap kali pemanenan berdasarkan rata-rata penerimaan per sekali
panen dibagi dengan rata rata banyaknya pohon kopi dan rata-rata harga kopi
sebesar Rp2,062,369.39/Ha.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari seluruh analisis yang dilakukan terhadap hasil penenelitian pemasaran dan
disimpulkan Bahwa:
2. Nilai marjin pemasaran pada saluran I sebesar Rp 43.000,-/kg dan nilai marjin
saluran II.
tambah sebesar Rp. 8.000/kg dengan rasio nilai tambah sebesar 22,85 % dari
dengan rata rata harga kopi sebesar Rp26.989.58, Rata – rata penerimaan
77
Universitas Sumatera Utara
78
Saran
produk, misalnya dari kopi gelondong menjadi kopi Hs atau kopi Ose sehingga
2. Kepada Pemerintah
Lebih digalakkannya lagi konsep fair trade, sehingga saluran tataniaga menjadi
lebih pendek yang bertujuan untuk meningkatkan share harga yang diterima petani
produksi kopi yang dihasilkan petani yang melakukan perawatan yang intensif
DAFTAR PUSTAKA
Rahim, Abd. Hastuti, Diah Retno. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika
Pertanian. Penebar Swadaya: Jakarta.
Restiana. 2010. Pola Distribusi Dan Efisiensi Pemasaran Jagung Di Kabupaten
Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung: Lampung
Rahim, Abd. Hastuti, Diah Retno. 2007. Pengantar Teori dan Kasus Ekonomika
Pertanian. Penebar Swadaya: Jakarta.
Redaksi Agromedia. 2012. Peluang Investasi Kayu, Tanaman Perkebunan, dan
Tanaman Buah. PT Agromedia Pustaka: Jakarta Selatan
Rukmana, H Rahmat. 2014. Untung Selangit dari Agribisnis Kopi. Lily
Publisher: Yogyakarta