Dosen pembimbing :
TAHUN 2021
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 1-12
sinapsunsrat@gmail.com
1
Staf, Divisi Neurologi Intervensi, Departemen Neurologi, Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado,
Indonesia
2,4
Residen, Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Rumah Sakit Prof.
Dr. R. D. Kandou,Manado, Indonesia
3
Staf, Divisi Neurovaskular, Departemen Neurologi, Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado,
Indonesia
ABSTRAK
Manajemen stroke iskemik akut berupa pemberian rtPA intravena (IV) telah menunjukkan manfaat secara
klinis dan mengubah paradigma penanganan pasien stroke yang akan mengurangi angka kematian dan
kecacatan. Kasus pertama, pria 55 tahun dengan stroke iskemik akut dilakukan trombolisis IV 4 jam 30
menit dari onset gejala stroke akut, terdapat perbaikan klinis skor NIHSS 11 menjadi 7 dalam waktu 37
menit. Kasus kedua, wanita 56 tahun dengan stroke iskemik akut dilakukan trombolisis IV 3 jam 20 menit
dari onset gejala stroke akut, terdapat perbaikan klinis skor NIHSS 8 menjadi 2 dalam waktu 55 menit.
Keluaran kedua pasien berbeda karena berbagai faktor yang berperan. Terapi trombolisis IV dengan rtPA
masih merupakan satu-satunya modalitas terapi trombolisis pada stroke iskemik akut <4,5 jam setelah
onset gejala yang disetujui di Indonesia. Namun karena batasan waktu pemberian, kultur sosial, geografis,
keraguan dokter unit gawat darurat dan berbagai faktor lainnya menyebabkan hanya sedikit pasien stroke
iskemik akut yang diterapi dengan rtPA. Berbagai faktor dapat mempengaruhi keluaran pasien yang
menjalani trombolisis IV salah satunya yang dapat diintervensi ialah kecepatan waktu pemberian dan
suhu tubuh. Optimalisasi penanganan stroke di unit gawat darurat akan berpengaruh pada keluaran pasien
dan dengan menghindari komplikasi yang memperburuk keluaran seperti infeksi oportunistik di rumah
sakit.
Gambar 1. Gambar CT scan kepala aksial tanpa kontras didapatkan kesan gambaran CT scan otak
normal dengan Aspects Score sebesar 8-9.
Pada laboratorium dan EKG dalam batas trombolisis rtPA IV dengan total dosis
normal. Pasien didiagnosis stroke iskemik 76,5mg (0,9mg/KgBB), komunikasi
akut onset 2 jam 55 menit dengan hipertensi informasi dan edukasi mengenai rencana,
emergensi. Penatalaksanaan dengan risiko, maupun alternatif terapi, meminta
manajemen hipertensi emergensi dan
persetujuan pasien, omeprazole 40mg IV/12
jam, pemantauan ketat tanda-tanda vital, lewat masa akut paska trombolisis IV,
GCS, pupil, dan NIHSS setiap 15 menit. pasien rawat jalan.
Pada awal prosedur trombolisis
tekanan darah 180/90mmHg dengan KASUS II
nikardipin, NIHSS 11. Pada prosedur Wanita 56 tahun dengan berat badan 55 Kg,
trombolisis menit ke-31 tekanan darah cekat tangan kanan MRS dengan keluhan
160/90 mmHg dengan nikardipin, NIHSS 7. kelemahan anggota gerak kiri mendadak
Pada prosedur trombolisis menit ke-60 yang menetap 1 jam SMRS, pasien
tekanan darah 150/90mmHg dengan mengeluhkan nyeri kepala tertekan di
nikardipin, NIHSS 7. seluruh kepala, sensasi rasa pada tubuh kiri
Perawatan hari ke-3 keluhan berkurang, wajah kiri miring dan tidak
kelemahan anggota gerak kiri, batuk, dan banyak bergerak. Pasien pernah mengalami
demam, tekanan darah 160/100mmHg, kelemahan anggota gerak kiri yang kembali
0
suhu 38,8 C, rhonki kedua lapang paru, sempurna sebanyak 4 kali (usia 37 tahun).
NIHSS 7. Diagnosis kerja CVD stroke Riwayat hipertensi tidak terkontrol.
iskemik hari ketiga paska trombolisis IV, Pada pemeriksaan tekanan darah
hipertensi grade 2, suspek pneumonia. 210/110mmHg, GCS 15, paresis nervus VII
Perawatan hari ke-5 keluhan UMN kiri, status motorik kekuatan otot
kelemahan anggota gerak kiri, batuk anggota gerak kiri 3/5, hipestesi sinistra,
berkurang, NIHSS 9. Diagnosis kerja CVD status otonom normal, NIHSS 8.
stroke iskemik hari kelima paska Pemeriksaan CT scan kepala aksial
trombolisis IV, suspek pneumonia. tanpa kontras hasil tidak terdapat lesi
Pemeriksaan Trans Cranial Doppler (TCD) hiperdens maupun hipodens dengan kesan
pada perawatan hari ke-8 didapatkan aliran gambaran CT scan otak normal dengan
darah normal. Aspects Score sebesar 9 [Gambar 2].
Perawatan hari ke-11 keluhan Pemeriksaan Rontgent toraks anterior
kelemahan anggota gerak kiri, NIHSS 9, posterior didapatkan hasil yang normal.
modified Rankin Scale 3 dan indeks Berthel Pemeriksaan laboratorium dan EKG pasien
30. Diagnosis kerja CVD stroke iskemik dalam batas normal.
Gambar 2. Gambar CT scan kepala aksial tanpa kontras didapatkan kesan gambaran CT scan otak
normal dengan Aspects Score sebesar 8.
perdarahan intrakranial lebih tinggi pada dan jeda waktu pemberian yang diperluas
kelompok yang mendapatkan terapi rtPA hingga 4,5 jam dari onset gejala stroke akut
(2,4% dibandingkan 0,2%; p=0,008). masih memiliki tingkat keamanan dan
Tingkat kematian sama pada kedua efektifitas yang tinggi. Sebagai gambaran,
kelompok (7,7% dibandingkan 8,4%; untuk setiap 100 pasien dengan stroke
p=0,68).10,11,12 iskemik akut yang ditangani dengan
Terdapat berbagai pedoman yang pemberian trombolisis rtPA IV pada waktu
menawarkan berbagai rekomendasi <3 jam dari onset gejala stroke iskemik
pemberian trombolisis IV, saat ini pedoman akut, 32 pasien akan mendapatkan manfaat
secara internasional dimana pemberian dan 3 pasien mengalami komplikasi. Untuk
rtPA IV direkomendasikan dalam jeda setiap 100 pasien dengan stroke iskemik
waktu <4,5 jam untuk pengobatan stroke akut yang ditangani dengan pemberian
iskemik (0,9mg/KgBB, dosis maksimum trombolisis rtPA IV pada waktu 3-4,5 jam
90mg, 10% dari dosis total diberikan dari onset gejala stroke iskemik akut, 16
sebagai bolus awal, sisa 90% diberikan pasien akan mendapatkan manfaat dan 3
dengan pemberian infus selama 60 menit) pasien akan mengalami komplikasi
dan tekanan darah sebelum dan selama [Gambar 3]. Hubungan keluaran fungsional
pemberian terapi <185/110mmHg.14 dengan waktu pemberian trombolisis
Waktu pemberian merupakan hal ditunjukkan oleh NNT. Jika trombolisis
penting dalam perbaikan klinis yang diberikan dalam waktu <90 menit sejak
diharapkan dari terapi trombolisis IV, pada onset maka NNT adalah sebesar 3,5.
berbagai penelitian besar seperti NINDS Sementara jika diberikan dalam waktu
dan ECASS III menunjukkan waktu antara 90 menit - 3 jam NNT meningkat
pemberian yang direkomendasikan ialah menjadi 7, dan jika diberikan dalam waktu
dalam 3 jam setelah onset gejala stroke akut 4,5 - 6 jam NNT menjadi 14.1,3,6,20
Gambar 3. Rasio risiko dan keuntungan dari pemberian plasminogen intravena (rtPA) pada stroke iskemik
Batasan usia pemberian trombolisis IV lebih tinggi pada hewan percobaan dan
umumnya di usia 80 tahun, namun hanya pada studi klinis. Penurunan suhu pada
sedikit data yang mendukung batasan ini. hewan percobaan terlihat memiliki efek
Berbagai penelitian menunjukkan pasien neuroprotektif. Perburukan klinis dari
berusia lebih tua masih mendapatkan efek iskemi akibat peningkatan suhu tubuh
dan tingkat keamanan yang sama. dihubungkan dengan peningkatan
Trombolisis IV dapat dilakukan pada pasien kebutuhan metabolisme di penumbra,
berusia tua namun dengan risiko kematian meningkatnya permeabilitas sawar otak,
lebih tinggi. Penelitian lainnya akumulasi leukosit intravaskular,
menunjukkan usia sebagai nilai prognosis pembentukan radikal bebas, perubahan
yang memperburuk. Pasien berusia muda awal dari daerah penumbra Iskemik
memiliki prognosa lebih baik setelah menjadi jaringan rusak yang permanen.
3,21,22
trombolisis. Tidak terdapat data yang cukup mengenai
Terdapat bukti yang menunjukkan dampak peningkatan suhu tubuh terhadap
sindrom metabolik dapat mengurangi efek keluaran dari trombolisis dengan
dari trombolisis IV. Perubahan biokimia menggunakan rtPA. Pada penelitian invitro
dan molekuler pada sindrom metabolik menunjukkan peningkatan suhu akan
menunjukkan resistensi terhadap meningkatkan ukuran dari infark, defisit
3
pemecahan bekuan darah. neurologis dan mortalitas pada kasus
Beberapa penelitian menunjukkan emboli arteri serebral media di hewan coba,
bahwa diabetes mengurangi efektifitas dari mengurangi efek dari rtPA yang diberikan
trombolisis dan meningkatkan risiko pada hewan coba. Namun juga terdapat
perdarahan intra serebral dan komplikasi penelitian yang menyatakan bahwa
lainnya. Sebagai contoh, salah satu peningkatan suhu tubuh dapat
penelitian menunjukkan 18% pasien tanpa meningkatkan respon dari trombolisis. Hal
diabetes dan 70% pasien dengan diabetes ini dapat terjadi karena peningkatan reaksi
mengalami keadaan hiperglikemia selama akibat suhu yang berkorelasi dengan
trombolisis IV hal ini merupakan prediktor peningkatan aktivitas enzimatik dari
dari tingkat kematian, pendarahan serebral tromboIisis.26,27,28
dan kecacatan yang berat.25 Pada kasus pertama dan kedua
Peningkatan suhu tubuh merupakan indikasi pemberian trombolisis intravena
suatu faktor prognostik yang buruk pada telah sesuai dengan indikasi dan kriteria
stroke, peningkatan suhu dihubungkan eksklusi maupun inklusi yang ada. Namun
dengan ukuran infark yang lebih besar, terdapat perbedaan klinis keluaran pada
keluaran yang lebih buruk, angka kematian kedua pasien ini yang disebabkan oleh
11
berbagai faktor berbeda pada kedua pasien metabolisme di penumbra, meningkatnya
yang dapat mempengaruhi keberhasilan permeabilitas sawar otak, akumulasi
dari trombolisis intravena diantaranya leukosit intravaskular, pembentukan radikal
waktu pemberian dan suhu tubuh. bebas, perubahan awal dari daerah
Pada kasus pertama pemberian penumbra Iskemik menjadi jaringan rusak
trombolisis dilakukan pada 4 jam 30 menit yang permanen sehingga menyebabkan
dari onset gejala stroke akut, dengan terapi keluaran dari pasien pertama tidak lebih
trombolisis intravena terdapat perbaikan baik dari pasien kedua.
klinis skor NIHSS 11 menjadi 7 dalam
waktu 37 menit. Sedangkan pada kasus KESIMPULAN
kedua pemberian trombolisis dilakukan Terapi dari trombolisis intravena dengan
pada 3 jam 20 menit dari onset gejala stroke rtPA masih merupakan satu-satunya
akut, dengan terapi trombolisis intravena modalitas terapi untuk trombolisis pada
terdapat perbaikan klinis skor NIHSS 8 kasus stroke iskemik akut hingga 4,5 jam
menjadi 2 dalam waktu 55 menit. Waktu setelah onset kejadian yang disetujui
pemberian merupakan hal yang penting penggunaannya oleh FDA di AS dan di
dalam perbaikan klinis yang diharapkan Indonesia. Namun karena batasan waktu
dari terapi trombolisis intravena, hal ini pemberian, kultur sosial, batasan geografis,
sesuai dengan kepustakaan yang keraguan dari dokter unit gawat darurat dan
ditunjukkan oleh NNT. Jika trombolisis berbagai faktor lainnya telah menyebabkan
diberikan dalam waktu <90 menit sejak hanya sedikit saja pasien stroke iskemik
onset maka NNT adalah sebesar 3,5. akut yang diterapi dengan rtPA ini. Hingga
Sementara jika diberikan dalam waktu saat ini berbagai penelitian telah dilakukan
antara 90 menit - 3 jam NNT meningkat dalam melihat dan mengoptimalkan
menjadi 7, dan jika diberikan dalam waktu efektifitas penggunaan rtPA dan
4,5 - 6 jam NNT menjadi 14. Sehingga dari kombinasinya dengan pendekatan yang
kepustakaan yang ada dapat disimpulkan lain.
semakin cepat waktu pemberian akan Berbagai faktor dapat
mendapatkan manfaat lebih besar. mempengaruhi keluaran dari pasien yang
Pasien pertama mengalami menjalani trombolisis intravena salah
komplikasi berupa pneumonia yang satunya yang dapat diintervensi oleh tenaga
mengakibatkan pengingkatan suhu tubuh medis ialah kecepatan waktu pemberian dan
sebagai respon tubuh terhadap suatu suhu tubuh. Optimalisasi dari penanganan
infeksi, peningkatan suhu tubuh ini sendiri stroke di unit gawat darurat akan
menyebabkan peningkatan kebutuhan berpengaruh pada keluaran pasien
begitupula dengan menghindari komplikasi Alteplase Thrombolysis for Acute
yang akan memperburuk keluaran seperti Noninterventional Therapy in Ischemic
Stroke. JAMA. 1999;282(21):2019-26.
infeksi oportunistik di rumah sakit. 10. Hacke W, Kaste M, Fieschi C. The
European Cooperative Acute Stroke
Study (ECASS). Intravenous
DAFTAR PUSTAKA Thrombolysis With Recombinant
1. Remmel KS. Urgent Clinical Tissue Plasminogen Activator for
Assesment of Acute Stroke. In Geyer Acute Hemispheric Stroke. JAMA.
JD, Gomez CR. Stroke: a Practical 1995;274(13):1017-25.
Approach. Lippincott Williams & 11. Hacke W, Kaste M, Fieschi C. Second
Wilkins. 2009:114-204. European-Australasian Acute Stroke
2. Catanese L, Tarsia J, Fisher M. Acute Study Investigators. Randomised
Ischemic Stroke Therapy Overview. Double-blind Placebo-controlled Trial
Circulation. 2017;120(3):541-58. of Thrombolytic Therapy with
3. Hamann GF. Thrombolysis. In Jansen Intravenous Alteplase in Acute
O. Interventional Stroke Therapy. Ischaemic Stroke (ECASS II). Lancet.
Thieme. 2013:52-109. 1998;352(9136):1245-51.
4. Zaheer Z, Robinson T, Mistri AK. 12. Bluhmki E, Chamorro A, Davalos A.
Thrombolysis in Acute Ischaemic Stroke Treatment With Alteplase
Stroke: an Update. TAJ. Given 3.0-4.5 H After Onset of Acute
2011;2(2):119-31. Ischaemic Stroke (ECASS III):
5. Biller J, Ruland S, Schneck Additional Outcomes and Subgroup
MJ. Ischemic Cerebrovascular Analysis of a Randomised Controlled
Disease. In Bradley WG. Neurology in Trial. Lancet. 2009;8(12):1095-102.
Clinical Practice: Principles of 13. Lees KR, Bluhmki E, von Kummer R.
Diagnosis and Management. 7th ed. ECASS, ATLANTIS, NINDS and
Taylor & Francis. 2016:956-60. EPITHET rt-PA Study Group. Time to
6. Kurniawan M. Code Stroke: Panduan Treatment With Intravenous Alteplase
Implementasi Trombolisis Intravena di and Outcome in Stroke: an Updated
Indonesia. In Harris S, Kurniawan M. Pooled Analysis of ECASS,
Code Stroke: Panduan Implementasi ATLANTIS, NINDS, and EPITHET
Terapi Reperfusi Stroke Iskemik di Trials. Lancet. 2010;375(9727):1695-
Indonesia. Departemen Neurologi 703.
Fakultas Kedokteran Universitas 14. Adams HP, del Zoppo G, Alberts MJ.
Indonesia; 2016:64-83. Guidelines for The Early Management
7. Gonzalez RG, Hirsch JA, Koroshetz of Adults With Ischemic Stroke: a
WJ, Lev MH, Schaefer P. Acute Guideline From The American Heart
Ischemic Stroke: Imaging and Association/American Stroke
Intervention. AJNR. 2007;28(8):1622. Association Stroke Council, Clinical
8. National Institute of Neurological Cardiology Council, Cardiovascular
Disorders and Stroke rt-PA Stroke Radiology and Intervention Council,
Study Group. Tissue plasminogen and The Atherosclerosis Peripheral
activator for acute ischemic stroke. Vascular Disease and Quality of Care
NEJM. 1995;333(24):1581-87. Outcome in Research Interdisciplinary
9. Clark WM, Wissman S, Albers GW, Working Group. Circulation.
Jhamandas JH, Madden KP. 2007;115(20):478-534.
Recombinant Tissue-type Plasminogen 15. del Zoppo Gj, Higashida RT, Furlan
Activator (Alteplase) for Ischemic AJ, Pessin MS, Rowley HA, Gent M.
Stroke 3 to 5 Hours After Symptom PROACT: a Phase II Randomized
Onset. The ATLANTIS Study: a Trial of Recombinant Pro-urokinase by
Randomized Controlled Trial. Direct Arterial Delivery in Acute
Middle Cerebral Artery Stroke.
PROACT Investigators. Prolyse in Registry Study and Systematic
Acute Cerebral Thromboembolism. Review. Stroke. 2009;40(6):2104-10.
Stroke. 1998;29(1):4-11. 25. Poppe AY, Majumdar SR, Jeerakathil
16. Furlan A, Higashida R, Wechsler L. T, Ghali W, Buchan AD. Canadian
Intra-arterial Promokinase for Acute Alteplase for Stroke Effectiveness
Ischemic Stroke. The PROACT II Study Investigators. Admission
Study: a Randomized Controlled Trial. Hyperglycemia Predicts a Worse
Prolyse in Acute Cerebral Outcome in Stroke Patients Treated
Thromboembolism. JAMA. With Intravenous Thrombolysis.
1999;282(21):2003-11. Diabetes Care. 2009;32(4):617-22.
17. IMS Study Investigators. Combined 26. Karaszewski B, Thomas RG, Dennis
Intravenous and Intra-arterial MS, Wardlaw JM. Temporal Profile of
Recanalization for Acute Ischemic Body Temperature in Acute Ischemic
Stroke: the Interventional Management Stroke: Relation to Stroke Severity and
of Stroke Study. Stroke. Outcome. BMC neurology.
2004;35(4):904-11. 2012;12(1):123.
18. IMS II Trial Investigators. The 27. Greer DM, Funk SE, Reaven NL,
Interventional Management of Stroke Ouzounelli M, Uman GC. Impact of
(IMS) II Study. Stroke. Fever on Outcome in Patients With
2007;38(7):2127-35. Stroke and Neurologic Injury. Stroke.
19. Spiotta AM, Chaudry MI, Hui FK, 2008;39(11):3029-35.
Turner RD, Kellogg RT. Evolution of 28. Naess H, Idicula T, Lagallo N,
Thrombectomy Approaches and Brogger J, Waje-Andreassen U.
Devices for Acute Stroke: a Technical Inverse Relationship of Baseline Body
Review. JNIS. 2015 Jan 1;7(1):2-7. Temperature and Outcome Between
20. del Zoppo GJ, Saver JL, Jauch EC, Ischemic Stroke Patients Treated and
Adams HP. Expansion of The Time Not Treated With Thrombolysis: The
Window for Treatment of Acute Bergen Stroke Study. ANS.
Ischemic Stroke With Intravenous 2010;122(6):414-7.
Tissue Plasminogen Activator. a
Science Advisory From The American
Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2009;40(8):2945-
8.
21. Toni D, Lorenzano S, Agnelli G.
Intravenous Thrombolysis With rt-PA
in Acute Ischemic Stroke Patients
Aged Older Than 80 Years in Italy.
CED. 2008;25(1-2):129-35.
22. Putaala J, Metso TM, Metso AJ.
Thrombolysis in Young Adults With
Ischemic Stroke. Stroke.
2009;40(6):2085-91.
23. Reeves M, Bhatt A, Jajou P, Brown M,
Lisabeth L. Sex Differences in The
Use of Intravenous rt-PA
Thrombolysis Treatment for Acute
Ischemic Stroke: a Meta-analysis.
Stroke. 2009; 40(5):1743-9.
24. Meseguer E, Mazighi M, Labreuche J.
Outcomes of Intravenous Recombinant
Tissue Plasminogen Activator Therapy
According to Gender: a Clinical
ISSN 2407-7232
JURNAL PENELITIAN
KEPERAWATAN
Volume 5, No. 2, Agustus 2019
Kesehatan dan Persepsi Masyarakat tentang Gangguan Jiwa Nilai Ankle Brachial Index pada Penderita Diabetes Me
Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberculosis: Literature Review
Model Supportif Education Implementasi Diabetes Mellitus di Lansia dengan Diabetes Mellitus
elaksasiProgresifTerhadapTekananDarahpadaLansiadengan Hipertensi
api Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah
Diterbitkan oleh
STIKES RS. BAPTIS KEDIRI
JURNAL PENELITIAN
KEPERAWATAN
Volume 5, No. 2, Agustus 2019
Penanggung Jawab
Aries Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kes
Ketua Penyunting
Srinalesti Mahanani, S.Kep., Ns., M.Kep
Sekretaris
Desi Natalia Trijayanti Idris, S.Kep., Ns., M.Kep
Bedahara
Dewi Ika Sari H.P., SST., M.Kes
Penyunting Ahli:
Dr. Titih Huriah, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kom
Penyunting Pelaksana
Aries Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kes
Tri Sulistyarini, A.Per Pen., M.Kes
Dewi Ika Sari H.P., SST., M.Kes
Erlin Kurnia, S.Kep., Ns., M.Kes
Dian Prawesti, S.Kep., Ns., M.Kep
Maria Anita Yusiana, S.Kep., Ns., M.Kes
Sirkulasi
Heru Suwardianto, S.Kep., Ns M.Kep
Diterbitkan Oleh:
STIKES RS. Baptis Kediri
Jl. Mayjend Panjaitan No. 3B Kediri
Email: uuptppmstikesbaptis@gmail.com
Link: http://jurnalbaptis.hezekiahteam.com/jurnal
2407-7232
JURNAL PENELITIAN
KEPERAWATAN
Volume 5, No. 2, Agustus 2019
DAFTAR ISI
Keyakinan Kesehatan dan Persepsi Masyarakat tentang Gangguan Jiwa 88-100
Maria Julieta Esperanca Naibili | Erna Rochmawati
Nilai Ankle Brachial Index pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 101-105
Supriyadi | Novita Dewi | Padri Hamzah | Elsen Wulandari Selwir
Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien 106-115
Tuberculosis: Literature Review
Murwanti | Kusbaryanto
Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia dengan 125-131
Hipertensi
Dhita Kris Prasetyanti
Nyeri Pasien Kritis pada Intervensi Sleep Hygiene Care di Intensive Care 139-145
Unit
Heru Suwardianto | Dyah Ayu Kartika Wulan Sari
Pengaruh Teknik Marmet Sebagai Upaya Menyusui Efektif pada Postpartum 146-151
Primipara
Mas’adah
Strategi Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Stres Hospitalisasi pada 152-160
Anak Usia Prasekolah
Alfeus Hari Wijaya | Kili Astarani | Maria Anita Yusiana
ABSTRAK
Pasien Kritis memiliki banyak keluhan saat dirawat di Icu salah satunya adalah
keluhan nyeri. Pasien kritis mengeluh nyeri dan dapat mengganggu segala respon yang
terjadi pada pasien. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Gambaran Nyeri Pasien
Kritis dengan Sleep Hygiene Care di Ruang Perawatan Kritis. Desain penelitian adalah
Deskriptif. Populasi penelitian adalah semua pasien kritis di ICU. Sampel penelitian
adalah sebagian pasien kritis yang mendapatkan sleep hygiene care. Teknik sampling
adalah Purposive sampling. Variabel penelitian adalah gambaran nyeri. Instrumen
penelitian menggunakan kuesioner. Data dikumpulkan dan dianalisis menggunakan
metode distribusi. Hasil penelitian didapatkan pasien grimacing (46,6%), restlessness
(39,4%), Tolerating ventilator or movement /Talking in normal tone/no sound (72,9%),
Relaxed (51,8%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala nyeri sebagian besar
responden memiliki mild pain (37,6%). Pasien memiliki gambaran nyeri pada pasien
dengan sleep hygiene care yang menunjukkan bahwa masih banyak pasien merasakan
nyeri dan perlu terus dilakukan pengkajian secara terus menerus.
ABSTRACT
Critical patients have many complaints while being treated at Icu, one of which
is pain. Critical patients complain of pain and can interfere with any response that
occurs in patients. The purpose of this study was to determine the description of Critical
Patient Pain With Sleep Hygiene Care in the critical care room. The research design is
descriptive. The study population was all critical patients in the ICU. The sample of this
research is the most critical patients who get sleep hygiene care. The sampling technique
is purposive sampling. The research variable is a picture of pain. The research
instrument used a questionnaire. Data is collected and analyzed using the distribution
method. The results showed grimacing patients (46.6%), restlessness (39.4%), Tolerating
ventilators or movements / Talking in normal tone / no sound (72.9%), Relaxed (51.8%).
The results showed that the pain scale of the majority of respondents had mild pain
(37.6%). Patients have a picture of pain in patients with sleep hygiene care which shows
that there are still many patients feel pain and need to be continuously assessed.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Karakteristik Pasien Kritis di ICU Rumah Sakit Baptis Kediri pada Bulan Mei –
Juni 2019 (n=170)
Karakteristik Pasien Kritis ∑ %
Diagnosis
CHF 30 17,6
Syok Hipovolemik 3 1,8
IMA 15 8,8
Gagal Napas 47 27,6
Syok Kardiogenik 17 10,0
DCFC 11 6,5
Syok Septik 6 3,5
CKD 14 8,2
Dengue Shock Syndrome 17 10,0
Cedera otak sedang 6 3,5
TB paru 2 1,2
Hiponatremi 1 0,6
HHF 1 0,6
Jenis Kelamin
Laki-laki 84 49,4
Perempuan 86 50,6
Umur
0-5 tahun 12 7,1
6-11 tahun 5 2,9
26-35 tahun 2 1,2
36-45 tahun 17 10,0
46-55 tahun 31 18,2
56-65 tahun 51 30,0
Hal: 139-145 Nyeri Pasien Kritis pada Intervensi Sleep Hygiene Care di Intensive Care Unit 142
Tabel 2. Indikator Nyeri pada pasien di ICU Rumah Sakit Baptis Kediri pada Bulan Mei
– Juni 2019 (n=170)
Indikator Nyeri ∑ %
Facial Expression
Relaxed, neutral 21 12,4
Tense 70 41,2
Grimacing 79 46,5
Body movements
Absence of movements or normal position 66 38,8
Protection 37 21,8
Restlessness 67 39,4
Compliance with ventilator or Vocalization
Tolerating ventilator or movement /Talking in normal tone/no sound 124 72,9
Coughing but tolerating /Sighing, moaning 37 21,8
Fighting ventilator/ Crying out, sobbing 9 5,3
Muscle tension
Relaxed 88 51,8
Tense, rigid 64 37,6
Very tense or rigid 18 10,6
Tingkat Nyeri
No pain 88 51,8
Mild pain 64 37,6
Moderate pain 18 10,6
Severe pain 5 5,9
JURNAL ILMIAH
ABSTRAK
Sistem endokrin mengendalikan proses tubuh melalui zat kimia, sebagian besar zat kimia
ini disekresi didalam kelenjar. Kelenjar endokrin terletak di seluruh tubuh dan masing-
masing kelenjar mengandung sekelompok sel khusus yang menyekresi hormon langsung
kedalam aliran darah, di edarkan ke seluruh tubuh. Hormon ini bekerja pada jaringan yang
jauh (disebut jaringan target) melalui sinyal endokrin. Klien diabetes sangat beresiko
terhadap kejadian pencegahan cedera kaki kaki diabetik pada penderita diabetes dengan
perawatan kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan pasien
diabetes mellitus tipe II dengan praktik perawatan kaki sehari-hari dalam mencegah luka.
Banyaknya masalah yang dihadapi klien diabetes khususnya tentang perawatan kaki dapat
dicegah dan diminimalisir jika klien melakukan pengetahuan dan praktik perawatan kaki
yang tepat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional
dan jumlah sampel 30 orang. Hasil analisis uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe II dengan praktik
perawatan kaki dalam mencegah luka (p = 0,020). Pengetahuan sangat penting dalam
tindakan seseorang melakukan praktik perawatan kaki. Cedera kaki diabetik tidak akan
terjadi jika penderita diabetes memiliki pengetahuan dan ingin menjaga serta ingin
merawat kaki secara teratur. Klien diabetes melitus harus menyadari bahwa aktivitas
perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dan pemeriksaan kaki untuk
meminimalkan atau mencegah timbulnya cedera kaki pada penderita diabetes melitus.
Sehingga kasus luka kaki diabetic dapat di cegah sejak dini.
Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe II, Pengetahuan, Praktik perawatan kaki
ABSTRACT
The endocrine system controls the body's processes through chemicals, most of these
chemicals are secreted in the glands. Endocrine glands are located throughout the body
and each gland contains a special group of cells that secrete hormones directly into the
bloodstream, circulated throughout the body. This hormone acts on distant tissues (called
target tissue) via endocrine signals. Diabetic clients are very at risk for the incidence of
preventing diabetic foot injury in diabetics with foot care. This study aims to determine the
relationship between the knowledge of type II diabetes mellitus patients with daily foot
care practices in preventing wounds. The many problems faced by diabetic clients,
especially regarding foot care, can be prevented and minimized if clients carry out proper
foot care knowledge and practices. This research is a quantitative study with a cross
sectional design and a sample size of 30 people. The results of the Chi Square test analysis
showed that there was a significant relationship between the knowledge of type II
diabetes mellitus patients
and the practice of foot care in preventing wounds (p = 0.020). Knowledge is very
important in the actions of a person who practices foot care. Diabetic foot injury will not
occur if people with diabetes have extensive knowledge and want to look after and want to
take care of their feet regularly. Clients with diabetes mellitus must be aware that foot
care activities are part of their daily habits. Therefore, it is necessary to develop health
education on foot care and foot examination to minimize or prevent foot injuries in people
with diabetes mellitus. So that cases of diabetic foot injury can be prevented from an early
age.
PENDAHULUAN
Sistem endokrin mengendalikan menderita DM. Jumlah tersebut terus
proses tubuh melalui zat kimia, sebagian meningkat pada tahun 2019, didapatkan
besar zat kimia ini disekresi didalam 415 juta orang di dunia yang menderita
kelenjar. Kelenjar endokrin terletak di DM. Hal ini menunjukan bahwa
seluruh tubuh dan masing-masing penderita DM di dunia terus meningkat
kelenjar mengandung sekelompok sel setiap tahun (IDF, 2019). Menurut World
khusus yang menyekresi hormon Health Organization (WHO), saat ini
langsung kedalam aliran darah, di terdapat
edarkan ke seluruh tubuh. Hormon ini 346 juta penderita diabetes mellitus
bekerja pada jaringan yang jauh (disebut dimana 80 persennya di Negara
jaringan target) melalui sinyal endokrin berkembang (Ayu, 2017).
(Rosdhal, Kowalski, 2014). Sel pankreas Menurut Pusat data dan Informasi
menghasilkan sebuah hormon yang Kesehatan 2018 Jumlah penderita DM di
disebut insulin untuk mengatur Indonesia mencapai 8,4 juta pada tahun
metabolisme, tanpa hormon ini glukosa 2000 dan diperkirakan akan meningkat
tidak dapat masuk sel tubuh dan kadar menjadi 21,3 juta pada tahun 2030
glukosa darah meningkat. Penurunan ( Pusdatin, 2018). Pada Tahun 2012 di
jumlah, pengurangan, atau tidak Jawa Timur, penyakit diabetes
efektifnya penggunaan insulin memicu menempati urutan kedua setelah
gangguan diabetes mellitus (Roshdal, hipertensi, dengan jumlah kasus
Kowalski, 2014). mencapai 137.427 pada rumah sakit
Diabetes Melitus adalah penyakit pemerintah tipe B dan C (Munali &
kronis yang kompleks yang Kusnanto dkk, 2019).
membutuhkan perawatan medis Menurut Media Indonesia Tahun
berkelanjutan dengan strategi 2018 Provinsi DKI Jakarta menjadi salah
pengurangan risiko multi faktor di luar satu wilayah dengan prevalensi diabetes
kontrol glikemik. Pasien yang mendapat tertinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil
pendidikan dan dukungan manajemen riset kesehatan dasar (Riskesdas)
mandiri terus menerus sangat penting 2018 Prevalensi diabetes di Jakarta
untuk mencegah komplikasi akut dan meningkat dari 2,5% menjadi 3,4% dari
mengurangi risiko komplikasi jangka total 10,5 juta jiwa atau sekitar 250 ribu
panjang (ADA, 2016). Berdasarkan penduduk di DKI menderita
Internasional Diabetes Federation, diabetes. Seiring dengan meningkatnya
ditemukan 207 juta orang penduduk prevalensi diabetes, maka kemungkinan
dunia
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021
Pengetahuan Pasien DM Tipe II…..(Arifin, N,A,W.) 2
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021
Variabel n %
Berdasarkan tabel diatas didapatkan jumlah responden yang melakukan praktik perawatan
Praktik
kaki dengan baik berjumlah 15 orang (50,0%). Yang melakukan praktik kurang 15 orang .
Baik 15 50.0
Kurang 15 50.0
Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan Praktik Perawatan
Jumlah 30 100
Kaki Dalam Mencegah Luka
Tabel 3. Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Perawatan Kaki Dalam Mencegah Luka
Praktik
Pengetahuan Baik Kurang Total p-value
N % N % N %
Baik 8 26.7 2 6.7 10 33.3 0.020
Kurang 7 23.3 13 43.3 20 66.7
Jumlah 15 50 15 50 30 100
ARTIKEL PENELITIAN
Penerapan Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pencernaan
“Gastritis”
Application of Nursing Care with "Gastritis" Digestive System Disorders
Suprapto Suprapto
Prodi DIII Keperawatan Politeknik Sandi Karsa
Artikel info
Artikel history: Abstract
Received; 08 Februari 2020 The purpose of applying nursing care by using a nursing process
Revised; 11 Februari 2020 approach with priority problems meeting the basic needs of pain.
Accepted; 12 Februari 2020 The research method used with the case study approach is designed
descriptively, which in this case study will explain the cases
experienced by patients with gastritis. The results of research from
the results of case studies that people with gastritis will be worse if
he experiences stress. In addition to stress, the entry of air through
the mouth when consuming food can also cause an increasingly
bloated stomach and increased belching frequency. Conclusions
obtained from the main complaints of patients say uluhati like
pricked and felt at mealtime or late eating with the nature of
complaints disappearing arise. The objective data is that the
general condition of the patient is weak, the patient seems to wince
The main nursing diagnoses are pain related to gastric mucosal
irritation, nutritional changes less than the body's needs related to
inadequate intake and the risk of lack of fluid volume associated
with nausea and vomiting. In planning the writer involves the
family in determining the priority of the problem of choosing the
right action in the nursing process of gastritis. Interventions carried
out adjusted to interventions contained in the theory. The
implementation phase is based on a plan that has been prepared by
the author together with the client and family. In evaluating the
nursing process in clients with gastritis always refers to the purpose
of meeting the needs of the client. The results of the evaluation
conducted for three days showed that all problems could be
overcome.
Abstrak.
Tujuan menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan dengan prioritas masalah
pemenuhan kebutuhan dasar nyeri. Metode penelitian yang
digunakan dengan pendekatan studi kasus didesain secara
deskriptif, dimana dalam studi kasus ini akan menjelaskan tentang
kasus yang dialami oleh pasien dengan Gastritis. Hasil penelitian
dari hasil studi kasus bahwa penderita gastritis akan menjadi lebih
buruk jika dirinya mengalami stres. Selain stress, masuknya udara
lewat mulut ketika mengkonsumsi makanan juga bisa
menyebabkan perut semakin kembung dan frekuensi
Suprapto, Application of Nursing Care with "Gastritis" Digestive System Disorders, JIKSH Vol 9 No 1 Juni 2020
25
sendawa
meningkat. Kesimpulan didapatkan keluhan utama pasien
Suprapto, Application of Nursing Care with "Gastritis" Digestive System Disorders, JIKSH Vol 9 No 1 Juni 2020
mengatakan uluhati seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan pada
waktu makan atau terlambat makan dengan sifat keluhan hilang
timbul. Data obyektifnya berupa keadaan umum pasien lemah,
pasien nampak meringis. Diagnosa keperawatan yang utama
ditegakkan adalah nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa
lambung, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat dan resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah. Dalam
perencanaan penulis melibatkan keluarga dalam menentukan
prioritas masalah memilih tindakan yang tepat dalam proses
keperawatan gastritis. Intervensi yang dilaksanakan disesuaikan
dengan intervensi yang terdapat dalam teori. Tahap pelaksanaan
didasarkan pada perencanaan yang telah disusun penulis bersama
klien dan keluarga. Dalam mengevaluasi proses keperawatan pada
klien dengan gastritis selalu mengacu pada tujuan pemenuhan
kebutuhan klien. Hasil evaluasi yang dilakukan selama tiga hari
menunjukkan semua masalah dapat teratasi
Keywords: Coresponden author:
Gastritis; Email: atoenurse@gmail.com
Pencernaan
; Nyeri;
artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi CC BY -4.0
Pendahuluan
Kesehatan merupakan keadaan normal dan sejahtera anggota tubuh sosial dan jiwa pada
seseorang untuk dapat melakukan aktifitas tanpa gangguan yang berarti dimana ada
kesinambungan antara kesehatan fisik, mental dan social seseorang termasuk dalam melakukan
interaksi dengan lingkungan. Masalah keperawatan merupakan masalah yang sangat kompleks
yang saling berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat tidak hanya dilihat dari segi
kesehatannya sendiri tapi harus dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap kesehatan.,
Sehat adalah keadaan sejahtera dari tubuh (jasmani), jiwa (rohani), dan social yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis(Depkes, 1992).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara keteraturan makan dengan
kejadian gastritis dengan P value=0,092 (> 0, 05) sedangkan untuk variabel kebiasaan makan dan
jenis makanan yang dimakan dengan kejadian gastritis didapatkan hasil P value=0,000 (< 0,05) di
AKPER Manggala Husada Jakarta tahun 2013. Perlu adanya kesadaran dari mahasiswa untuk
menjaga pola makan yang sehat dan teratur supaya masalah kejadian penyakit gastristis tidak
menjadi lebih parah(Hartati & Cahyaningsih, 2016). Menurut (Suratun, 2010) dalam buku Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal tahun 2010 hal 62 menjelaskan pada
klien yang mengalami mual di anjurkan untuk bedrest. Sependapat dengan Nuari Afrian (2015)
dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal tahun 2015 hal
142 mengatakan penderita gastritis yang mengalami gejala mual di anjurkan untuk
mempertahankan tirah baring atau beristirahat untuk mencegah terjadinya muntah.(Hartati &
Cahyaningsih, 2016)
Dalam melakukan implementasi keperawatan berdasarkan dengan rencana tindakan keperawatan,
Evaluasi keperawatan menunjukkan bahwa tidak semua masalah dapat teratasi mengingat kondisi
pasien.Diharapkan kepada untuk perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif kepada pasien dengan gangguan Trauma Capitis Ringan,Melatih berfikir kritis dalam
melakukan asuhan keperawatan, khusunya pada pasien gawatdarurat dengan Trauma Capitis
Ringan,Untuk Rumah Sakit Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, perlu ditunjang
fasilitas diruangan yang memadai dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya pada
ruang gawatdarurat.Untuk Institusi Pendidikan,Untuk sumber informasi bagi rekan – rekan
mahasiswa dalam meningkat pengetahuan tentang asuhan keperawatan pasien.Untuk pasien,
Sebagai bahan acuan bagi pasien mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang cara
mengontrol Nyeri, ansiestas dan resiko infeksi akibat Trauma Capitis Ringan (Suprapto, 2017)
Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam masyarakat. Kurang tahunya cara
penangan yang tepat merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam sering menyebutnya dengan
penyakit maag. Masyarakat sering menganggap remeh penyakit gastritis, padahal jika inflamasi
semakin besar dan parah maka lapisan mukosa akan tampak sembab, merah dan mudah berdara.
Diagnosa yang muncul pada gastritis yaitu gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan
peradangan pada Epigastrium; gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari pemenuhan tubuh
berhubugan dengan nafsu makan menurun, mual dan muntah; resiko tinggi kurang volume cairan
berhubungan dengan out put yang berlebihan; kurang pengetahuan tentang penyakitnya
berhubungan dengan ketidaktahuan dan kurang informasi. Proses asuhan keperawatan dilakukan
pada pasien dengan gejala gastritis yang sedang menjalani perawatan di bangsa Melati RSUD
Sragen. Masalah yang paling menonjol dari asuhan keperawatan gastritis yaitu nyeri karena
adanya peradangan pada epigastrium. Prioritas pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
gastritis yaitu perawat harus mengakali nyeri, dan meminimalis terjadinya faktor-faktor yang
memperparah penyakit yaitu dengan membatasi makanan yang menimbulkan ketidak nyamanan
(Ekowati, 2008)
Metode
Metode penelitian yang digunakan studi kasus didesain secara deskriptif, dimana dalam studi
kasus ini akan menjelaskan tentang kasus yang dialami oleh pasien dengan Gastritis. Fokus pada
masalah nyeri; merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa. Instrument studi kasus yang digunakan dalam studi kasus telah diujii
validitas dan reliabilitasnya. Dalam melakukan pengumpulan data, studi kasus harus cermat,
intensif dan komprehensif sehingga didapatkan data yang akurat.
Prosedur pengumpulan data dan istrumen pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus,
diuraikan pada bagian ini. Penyusunan bagian awal instrument dituliskan karakteristik responden:
umur, pekerjaan, social ekonomi, jenis kelamin, dll. Jenis instrument yang sering digunakan pada
ilmu keperawatan diklasifikasikan menjadi 5 bagian; biofisiologis(pengukuran yang berorientasi
pada dimensi fisiologis manusia, baik invino maupun invitro, observasi (terstruktur dan tidak
teratur). Penyajian data disesuaikan dengan desain studi kasus deskriptif yang dipilih. Untuk studi
kasus, data disajikan secara tekstular/narasi dan dapat disertai dengan cuplikan ungkapan verbal
dari subyek penilitian yang merupakan data pendukungnya (Suprapto, 2018)
Daftar Rujukan
Astuti, A. (2010). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Keluarga Tn. H Khususnya Tn. H Dengan
Gangguan Pencernaan: Gastritis Di Wilayah Puskesmas Grogol I.
Depkes, R. (1992). Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Ekowati, P. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Gastritis Di Bangsal Melati Rsud
Sragen.
Fadli, F., Resky, R., & Sastria, A. (2019). Pengaruh Terapi Dzikir terhadap Intensitas Nyeri pada
Pasien Gastritis. Jurnal Kesehatan, 10(2), 169–174.
Hartati, S., & Cahyaningsih, E. (2016). Hubungan Perilaku Makan dengan Kejadian Gastritis pada
Mahasiswa Akper Manggala Husada Jakarta Tahun 2013. Jurnal Keperawatan, 6(1).
Sari, A. D. (n.d.). Evaluasi Proses Keperawatan Pada Pasien Gastritis. 2018.
https://osf.io/preprints/inarxiv/wnzdy/download
Siswandana, D. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Bp. D Dengan Gastritis Erosif Di Rst Dr.
Soedjono Magelang Jawa Tengah.
Suprapto. (2017). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (2nd ed.). LP2M Akper Sandi Karsa.
https://isbn.perpusnas.go.id/Account/SearchBuku?searchCat=ISBN&searchTxt=978-602-
50820-2-3
Suprapto, S. (2017). Studi Kasus pada Klien Nn. N dengan Trauma Capitis Ringan Dirawat Unit
Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
5(1), 25–29.
Suratun, L. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta:
Trans Info Media.
Taamu, H. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Gastritis
Di Puskesmas Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi.
Wulansari, P., & Apriyani, H. (2017). Diagnosis keperawatan pada pasien dengan gangguan
pencernaan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 12(1), 40–45.
25
ABSTRAK
Latar belakang: Perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya diberbagai situasi dan kondisi
yang meliputi tindakan penyelamatan pasien secara profesional khususnya pada pasien gawat darurat sistem
kardiovaskuler. Instalasi gawat darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah
sakit memegang peranan penting dalam penyelamatan pasien. Pengetahuan perawat harus selalu
ditingkatkan untuk memenuhi pelayanan prima dalam penanganan kasus gawat darurat sistem
kardiovaskuler. Tujuan : penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan perawat dalam penangan
pasien gawat darurat sistem kardiovaskuler di instalasi gawat darurat rumah sakit umum daerah jayapura.
Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan total
sampling berjumlah 34 responden, instrumen dalam penelitian ini mengunakan kuesioner berjumlah 25
pernyataan. Hasil penelitian menujukkan bahwa pengetahuan perawat di instalasi gawat darurat rumah
sakit umum daerah jayapura memiliki pengetahuan dengan kategori baik sebanyak 25 responden (73,5%)
dan kategori cukup sebanyak 9 responden (26,5%). Kesimpulan: Penelitian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan perawat dalam penanganan pasien gawat darurat sistem
kardiovaskuler tergolong baik.
ABSTRACT
Background: Nurses in the emergency room are required to always carry out their roles in various
situations and conditions including the professional rescue of patients, especially in patients with
emergency cardiovascular system. Emergency department as the main gate for handling emergency cases
in hospitals plays an important role in saving patients. Nurse knowledge must always be improved to meet
excellent service in handling cardiovascular emergency cases. Objective: this study was to determine the
knowledge of nurses in the handling of cardiovascular emergency department patients in the emergency
department of the general hospital in jayapura. This research method is descriptive research. The
sampling technique used a total sampling of 34 respondents, the instrument in this study used a
questionnaire of 25 statements. The results showed that the knowledge of nurses in the emergency
department of the general hospital in the area of jayapura had knowledge in the good category of 25
respondents (73.5%) and a sufficient category of 9 respondents (26.5%). Conclusion: The study can be
concluded that the level of knowledge of nurses in handling emergency cardiovascular system patients is
quite good.
napas tidak dilakukan (head, tilt chin lift, jaw trust) 1. Karakteristik Responden
serta kolaborasi pemberian obat terkadang Tabel 1. Umur
terlambat.
No Umur Frekuensi Presentasi
Berdasarkan latar belakang diatas, maka (tahun) (f) (%)
peneliti akan meneliti tentang “Bagaimana 1 17-25 4 11,8%
Pengetahuan Perawat dalam Penanganan Pasien 2 26-35 14 41,2%
Gawat Darurat Sistem Kardiovaskuler di Instalasi 3 36-45 14 41,2%
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah 4 46-55 2 5,8%
Total 34 100%
Jayapura.”
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan dari 34
Metodologi responden dalam penelitian ini ditemukan yang
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif terbanyak responden dengan umur di antra 26-35
yaitu untuk mengambarkan pengetahuan perawat tahun dan 36-45 tahun masing-masing sebanyak 14
dalam penangan pasien gawat darurat sistem responden (41,2%).
kardiovaskuler di IGD RSUD Jayapura. Lokasi
penelitian dilakukan di ruang instalasi gawat Tabel 2. Jenis Kelamin
darurat rumah sakit umum daerah Jayapura dan No Jenis Frekuensi Presentasi
waktu penelitiannya dilaksanakan pada Maret- Juni Kelamin (f) (%)
2019. Variabel penelitian yang digunakan yaitu 1 Laki-laki 26 76,5%
variabel tunggal yaitu pengetahuan perawat dalam 2 Perempuan 8 23,5
penanganan pasien gawat darurat sistem Total 34 100%
kardiovaskuler di IGD RSUD Jayapura. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan dari 34
Populasi seluruh perawat PNS dan kontrak responden dalam penelitian ini ditemukan yang
sebanyak 34 orang yang melakukan penanganan terbanyak responden dengan jenis kelami laki-laki
pasien gawat darurat sistem kardiovaskuler di IGD ada sebanyak 26 responden (76,5%)
RSUD Jayapura. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah total sampling. Sampel yang di Tabel 3. Pendidikan
teliti berjumlah 34 orang di ruang IGD RSUD No Pendidikan Frekuensi Presentasi
(f) (%)
Jayapura. Instrumen dalam penelitian
1 SPK 1 2,9%
menggunakan kuesioner. Analisa data dilakukan 2 D3 21 61,8%
dengan mengumpul data yang ada kemudian 3 Keperawatan 12 35,3%
ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel SI Ners
distribusi frekuensi. Total 34 100%
Tabel 5. Pelatihan yang diikuti suatu hal, sehingga orang tersebut lebih termotivasi
No Pelatihan yang di Frekuensi Presentasi untuk mendapatkan informasi serta mengakses
ikuti (f) (%)
berbagai sumber informasi yang ada.
1 Belum Pelatihan 1 2,9%
2 Mengikuti satu 23 67,7% Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
pelatihan penelitian yang dilakukan oleh Joice Mermy di
3 Mengikuti dua 5 14,7% IGD BLU RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pelatihan dengan jumlah responden 31 dimana di dapatkan
4 Mengikuti tiga 2 5,9% hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat
pelatihan pengetahuan baik berjumlah 9 responden (29.0%)
5 Mengikuti empat 1 2,9%
dan pengetahuan cukup berjumlah 19 responden
pelatihan
6 Mengikuti lima 2 5,9% (61,3%). (Joice Mermy Laoh, 2014. Karya tulis
pelatihan Ilmiah: Gambaran Pengetahuan Perawat Pelaksana
Total 34 100% dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Ruang
IGDM BLU RSUP. Prof.Dr. R.D. Kandou
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan dari 34 Manado).
responden dalam penelitian ini ditemukan yang Penelitian ini menggambarkan bahwa tingkat
terbanyak responden yang mengikuti satu pengetahuan yang dimiliki responden adalah baik.
pelatihan ada sebanyak 23 responden (67,7%). Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan baik yang
2. Variabel yang Diteliti dimiliki responden dapat dikarenakan oleh masa
Tabel 6. Pengetahuan kerja, karena jumlah responden dengan masa kerja
No Pengetahuan Frekuensi (f) Presentasi (%) > 11 tahun sebanyak 15 responden (44,1%)
1 Baik 25 73,5% sedangkan masa kerja 6-10 tahun sebanyak 8
2 Cukup 9 26,5% responden (23,5%) dan masa kerja 1-5 tahun
3 Kurang 0 0%
sebanyak 11 responden (32,4%). Peneliti juga
Total 34 100%
berasumsi bahwa pengetahuan baik yang dimiliki
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan dari 34
responden dalam penelitian ini yang ditemukan responden dapat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan di mana pendidikan SI Ners berjumlah
terbanyak responden dengan pengetahuan dalam
kategori baik ada sebanyak 25 responden (73,5%). 12 responden (35,3%), dan juga banyaknya pasien
yang masuk ke IGD sedangkan jumlah perawat tak
sebanding dengan perawat yang ada serta fasilitas
Pembahasan
yang tidak memadai dimana banyaknya pasien
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di
yang memerlukan fasilitas kesehatan seperti
IGD RSUD Jayapura menggambarkan karakteristik
monitor EKG, papan resusitasi dan sebagainya
dari 34 responden berdasarkan umur frekuensi
tetapi dipakai untuk pasien lainnya.
terbanyak 26-35 tahun dan 36-45 tahun dengan
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan
jumlah masing-masing 14 responden (41,2%).
atau kognitif merupakan domain yang sangat
Jenis kelamin responden dengan frekuensi
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
terbanyak laki-laki dengan jumlah 26 responden
karena dari pengalaman dan penelitian ternyata
(76,5%). Pendidikan responden dengan frekuensi
sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan
terbanyak D3 dengan jumlah 21 responden
akan lebih langggeng dari pada yang tidak didasari
(61,8%). Masa kerja responden dengan frekuensi
oleh pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari
terbanyak > 11 tahun dengan jumlah 15 responden
pengalaman, pendidikan, masa kerja dan pelatihan
(44,15). Pelatihan yang diikuti responden dengan
yang diikuti, lingkungan, media masa daan lain
frekuensi terbanyak adalah mengikuti satu
sebangainya.
pelatihan dengan jumlah 23 responden (67,7%).
Pengetahuan perawat dalam penanganan
Bila ditinjau dari pengetahuan responden
pasien gawat darurat sistem kardiovaskuler
dalam penanganan pasien gawat darurat sistem
sangatlah penting untuk dikuasai karena tidak
kardiovaskuler dalam kategori baik sebanyak 25
mungkin seseorang dapat memberikan tindakan
responden (73,5%) dan kategori cukup sebanyak 9
yang cepat tepat dan akurat kalu tidak menguasai
responden (26,5%). Menurut Notoatmodjo (2010)
ilmuny. Keterlambatan dalam semenit saja sangat
pengetahuan lebih tergantung pada paparan
mampengaruhi prognosi seseorang karena
informasi yang didapatkan seseorang mengenai
kegagalan sistem otak dan jantung selama 4-6menit
29
dapat menyebabkan kematian biologi sementara Asmadi. (2017). Dalam Konsep Dasar
kematian klinis dapat terjadi setelahnya, Rankin A., Keperawatan. Sinar Bahari: Jakarta
et aal. (2013). Bobak, K. Jensen. (2009). Perawatan Gawat
Menurut asumsi penelitian bawah Darurat. Jakarta. EGC
pengetahuan perawat yang bekerja di instalasi Bornout. (2011). Studi Pada Perawat Unit
gawat darurat rumah sakit umum daerah jayapura Perawatan Intensif. Juernal Phronesis. Vol.
lebih banyak memiliki pengetahuan baik 7 No. 2. Jakarta
dikarenakan rata-rata responden memiliki masa Dharma S. (2010). Sistematika Interprestasi
kerja lebih dari 11 tahun sebanyak 15 responden Elektro Kardiogram. Jakarta. EGC
dan rata-rata pendidikan respondennya D3 Darurat. http:// digilib. unimus. ac. id. Diakses
Keperawatan sebanyak 21 dan SI keperawatan 12 pada Kamis tanggal 20 April 2018
responden serta dilihat dari faktor usia para Dewi P. (2016). Pengantar Riset Keperawatan.
responden memiliki umur 26-34 tahun dan 36-45 Jogjakarta. Pustaka Baru Press
tahun merupakan masa dewasa awal dan dewasa Depkes RI. (2009). Kategori Umur. Dalam
akhir di mana masa ini merumakan masa terjadinya http://kategori-umur-menurut-Depkes. html.
kematangan kognitif seseorang sehingga hal ini Diakses pada tanggal 04 desember 2018.
dapat ikutt serta dalam peningkatan seseorang. Faridah VN. Hubungan Pengetahuan Perawat dan
Peran Perawat Sebagai Pelaksanan dalam
Kesimpulan Penanganan Pasien Gawat Darurat dengan
Berdasarkan hasil penelitian menggenai Gangguan Sistem Kardiovaskuler Vol. 2,
Pengetahuan perawat dalam penanganan pasien No. IV, Desember 2013 (diunduh Februari
gawat darurat sistem kardiovaskuler di IGD RSUD 2018)
Jayapura dapat disimpulkan bahwa bahwa dari 34 Ferbiani D. (2018). Konsep Dasar Keperawatan.
responden diperoleh frekuensi umur terbanyak Healthy.
dalam penelitian ini adalah 26-35 tahun dan 36-45 Hasyim, M. Joe P. et aal. (2014). buku Pedoman
tahun masing-masing berjumlah 14 responden Keperawatan. Yogyakart: Indo Prima
(41,2%), responden terbanyak dalam penelitian ini Ideputri. M. E, dkk, 2011. Buku Ajar Metodologi
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 26 responden Penelitian Kesehatan. Jogjakarta. Nuha
(76,5%), dari 34 responden dalam penelitin ini Medika.
menunjukkan tingkat pendidikan D3 terbanyak Iskandar Muhamad. (2013). Keperawatan
berjumlah 21 responden (61,8%) dan responden Profesional Hak cipta, Jakarta: In Media
dalam penelitian ini terbanyak memiliki masa kerja Indenesia Heart Association. (2016). Education for
lebih dari 11 tahun berjumlah 15 responden Pantient: Henti Jantung di akses tanggal 10
(44,1%) serta responden dalam penelitian ini yang Maret 2018.
menggikuti pelatihan paling banyak mengikuti satu International Council of Nurse, dalam Konsep
pelatihan berjumlah 23 responden (67,7%). Dasar Keperawatan, 2017. EGC. Jakarta
Pada penelitian ini ditemukan tingkat Jakarta Medikal Service 119 Training Division.
pengetahuan responden kategori baik sebanyak 25 (2013). Yayasan Ambulans Gawat Darurat
responden (73,5%) dan kategori pengetahuan 118 Edisi VI. PT Ambulans Satu Satu
cukup sebanyak 9 responden (26,5%). Dari hasil Delapan.
penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat John A. 2010, Perawatan Gawat Darurat
dalam penanganan pasien gawat darurat sistem (Emergency Care). EGC Kamus
kardioavaskuler di IGD RSUD Jayapura sebagian Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2016). diunduh
besar memiliki pengetahuan baik. Hasil ini dilihat April 2019
dari temuan yang didapatkan saat membagikan Krisanty P, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan
kuesioner dan dari jawaban kuesioner yang Gawat Darurat. Jakarta Trans Info Media
dibagikan pada responden. Jakarta.
Majid A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Daftar Pustaka dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Anonim. (2010). Konsep tentang Citra Yogyakarta. Pustaka Baru Press
Keperawatan dalam Memberi Pelayanan
Kesehatan, Nusa aulia: Bandung
30
Muttaqin A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Saryono. (2014) Metodologi Penelitian. Bandung:
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler CN Sagung Seto
dan hematologi. Salemba Medika. Sugiayono. (2012). Konsep Dasar Keperawatan.
Muhammad N & Khalid, 2013. Buku Panduan PT. Presentasi Pustaka Karya
Basic Trauma Cardiac lLife Wawan, A & Dewi , M. (2011). Teori dan
Support BTCL. Brigade siaga Becana. Makassar Pengukuran Pengetahuan Sikap dan
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Riset Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha
Kesehatan. Rineke Cipta: Jakarta Medika.
Nursalam. (2001). dalam Konsep Dasar Wellem S, dkk. (2017). Faktor- faktor yang
Keperawatan, 2017. Salemba Medika berhubungan dengan Pengetahuan Perawat
Nur A. (2016). Peran Perawat dalam Identifikasi dalam Menghadapi Cardiac arrest. E-
Dini dan Penatalaksanaan Acute Coronary journal Keperawatan (e-Kp) Vol 5 Nomor
Syndrom 1 Februari 2017
Rab A. (2011). Penanganan Gawat Darurat. Sinar WHF. (2016). Word Heart Federation Februari
Bahari: Jakarta 2016. Diakses tanggal 1 April 2018.
Riset Kesehatan Dasar Keperawatan (2013).
Diakses tanggal 2 April 2018
MONITORING NILAI KRITIS TEKANAN SISTOLIK DAN DIASTOLIK
PADA ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
DILAKUKAN HEMODIALISIS JENIS ARTERIOVENA SHUNT CIMINO
DAN AKSES FEMORAL CEPHALICA
Martono
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan
77
78 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 6, No 1,Mei 2016, hlm 01-117
usia ≥51 sebesar 59% dan usia termuda 29 tahun dan tertua 77 tahun, yang didominasi
jenis kelamin laki-laki.57% Pasien yang dilakukan hemodialisis baik AV Shunt
maupun akses Dialisis Cephalica Femoral sebagian besar tidak ada perubahan dalam
tekanan sistolik dan diastolik atau menetap.
sebelum, saat proses dan sesudah akhir pasien Gagal Ginjal Kronik yang
dilakukan dialisis. dilakukan dialisis terpasang akses
Berdasarkan hasil survey yang vaskuler arteriovena shunt cimino dan
dilakukan terhadap 30 pasien yang akses femoral cephalica yang dirawat di
dilakukan dialisis dari 15 orang yang unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum dr.
menggunakan akses cimino 7 orang Moewardi Surakarta yang berjumlah 44
mengalami kenaikan tekanan darah, 3 sampel dengan teknik pengambilan
orang tidak ada perubahan tekanan darah, sampel menggunakan purposive sampling.
5 orang mengalami penurunan tekanan Uji statistik yang digunakan dalam
darah. Untuk 12 orang yang dilakukan penelitian ini adalah uji diskriptif dengan
hemodialisis menggunakan akses femoral tingkat signifikansi yang dipahami 95 %.
4 orang mengalami kenaikan tekanan
darah, 2 orang tetap, an 6 orang HASIL PENELITIAN
mengalami penurunan. Sedangkan 3 orang Sebaran Umur Responden
yang yang dilakukan hemodialisis akses Dari 44 sampel yang dilakukan
menggunakan double lumen semuanya haemodialisa dapat dijelaskan bahwa
mengalami penurunan tekanan darah. sebagian besar mempunyai umur ≥51
Selain itu, dengan adanya keterbatasan tahun sebesar 26 orang (59%), umur 41
tenaga kesehatan di Ruang haemodialisa sampai 50 tahun sebesar 9 orang (20.5%),
Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta 31 sampai 40 tahun sebesar 8 orang
pengukuran tekanan darah hanya (18.2%) dan yang berumur ≤ 30 tahun
dilakukan pada awal sebelum dialisis saja, sebanyak 1 orang (2.3%). Sebaran umur
dan pada akhir dialisis beberapa pasien dijelaskan pada gambar 1.
tidak diukur kembali tekanan darahnya,
sehingga tidak diketahui apakah ada
kenaikan/ penurunan tekanan darah.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan
kajian yang lebih mendalam tentang
deteksi dini nilai kritis tekanan sistolik
dan diastolik pada asuhan keperawatan 26
gagal ginjal kronik yang dilakukan
dialisis. 8 9
1
METODE PENELITIAN ≤ 3031-4041-50≥ 51
tahuntahuntahuntahun
Penelitian ini dilakukan dengan Gambar 1.
rancangan explanatory research dengan Sebaran Umur Responden
pendekatan cross sectional. Disain ini
dilakukan untuk menjelaskan gambaran
tindakan dialisis yang dilakukan Sebaran Jenis Kelamin Responden
pemasangan arteriovena shunt cimino dan Dari 44 sampel yang dilakukan
akses femoral cephalica terhadap haemodialisa dapat dijelaskan bahwa
perubahan nilai kritis tekanan sistolik dan sebagian besar jenis kelamin laki-laki
diastolik pada asuhan keperawatan gagal sebesar 25 orang (57%), dan perempuan
ginjal kronik yang dilakukan dialisis. sebesar 19 orang (43%). Sebaran jenis
Populasi penelitian ini adalah semua kelamin dijelaskan pada gambar 2.
80 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 6, No 1,Mei 2016, hlm 01-117
Akses
Femoral Cephalica; 22; 50% AV Shunt;
22; 50%
perempuan;
19; 43% laki-laki;
25; 57%
Gambar 4.
Sebaran Jenis Haemodialisa
Sebaran klasifikasi tekanan sistolik dan
diastolik yang dilakukan dialisis
Gambar 2.
Sebaran Jenis Kelamin Dari 44 sampel yang dibagi menjadi
22 kelompok sampel yang dilakukan
dialisis AV Shunt dijelaskan bahwa
Sebaran Tingkat Pendidikan Responden sebaran tekanan sistolik sebelum
Dari 44 sampel yang dilakukan dilakukan dialisis sebagian besar dengan
haemodialisa dapat dijelaskan bahwa kategori hipertensi parah dan hipertensi
sebagian besar tingkat pendidikan SD stadium II masing-masing sebanyak 7
sebesar 19 orang (43.2%), SMA sebesar orang (31.8%), kategori pra hipertensi
15 orang (34.1%), SMP sebesar 7 orang sebanyak 5 orang (22.8%), hipertensi
(15.9%) dan peguruan tinggi sebesar 3 stadium I sebanyak 2 orang (9.1%), dan
orang (6.8%). Sebaran pendidikan normal sebanyak 1 orang (4.5%). Lebih
dijelaskan pada gambar 3. lanjut dijelaskan bahwa klasifikasi
tekanan diastolik pra dialisis sebagian
besar dikategorikan hipertensi stadium II
sebanyak 12 orang (54.5%), normal
sebanyak 5 orang (22.7%), pra hipertensi
sebanyak 4 orang (18.2%), danrendah 1
19 orang (4.6%). Sedangkan tekanan sistolik
15 setelah dilakukan dialisis sebagian besar
normal sebanyak 5 orang (22.7%), pra
7
3 hipertensi, hipertensi parah , hipertensi
stadium I, dan II masing-masing sebesar
SekolahSekolah Sekolah
DasarMenengah Pertama Menengah Atas
Perguruan
Tinggi 4 orang (18.2%). Tekanan diastolik
setelah dilakukan dialisis sebagian besar
Gambar 3. normal dan pra hipertensi masing-masing
Sebaran Tingkat Pendidikan sebesar 6 orang (27.3%), hipertensi
stadim II sebanyak 5 orang (22.7%),
Sebaran Jenis Haemodialisa hipertensi stadium I dan rendah sebesar 2
Dari 44 sampel yang dilakukan orang (9.1%), dan 1 orang (4.5%)
haemodialisa dapat dijelaskan bahwa mengalami hipertensi parah. Sebaran
sebaran jenis haemodialisa AV Shunt klasifikasi tekanan sistolik dan diastolik
maupun akses Femoral Cephalica pra dan post dialisis AV Shunt dijelaskan
masing-masing sebesar 22 orang (50%). pada gambar 5. Sedangkan 22 kelompok
Martono, Monitoring Nilai Kritis Tekanan Sistolik 81
Jenis Kelamin
PEMBAHASAN Sebaran karakteristik jenis kelamin
Umur pada penelitian ini sebagian besar laki-laki
Sebaran umur pada penelitian ini sebesar 57%, dan perempuan sebesar
diperoleh usia termuda 29 tahun dan tertua 43%. Karakteristik ini hampir sama
77 tahun. Rentang usia terbanyak dengan data dari IRR, (2011) yang
didapatkan pada usia ≥51 tahun yaitu malaporkan bahwa di Indonesia, dari 6951
sebesar 59%. Hal tersebut sesuai dengan pasien yang dilakukan hemodialisis
karakteristik pada pasien dengan penyakit sebagian besar laki-laki sebesar 4180
gagal ginjal yang dilakukan haemodialisis orang laki-laki dan sisanya 2771 orang
di Indonesia, sebagaimana yang telah perempuan. Hal ini juga didukung
dilaporkan Indonesia Renal Registry penelitian sebelumnya yang dilakukan
(IRR) tahun 2011 yaitu sebanyak 89% Ferry, Cerelia, Eko, (2016) yang
berumur 35-70 tahun dengan kelompok menjelaskan bahwa dari 71 pasien yang
umur terbanyak 45-54 tahun yaitu 27%. dilakukan haemodialisis sebagian besar
Hal yang sama juga disampaikan oleh didominasi pasien laki-laki sebesar 61%
Hanie, Fadli, dan Rudy, (2014) yang dan sisanya 39% pasien perempuan. Dari
menjelaskan bahwa pasien yang dilakukan perbandingan diatas dapat disimpulkan
hemodialisis umur penderita berkisar 22- bahwa laki-laki lebih banyak dilakukan
75 tahun dengan rata-rata 52,39 ±10,39 hemodialisis dibandingkan perempuan.
tahun dan terbanyak umur 50-59 tahun
yaitu sebesar 50,86%. Hal ini serupa dari Perubahan tekanan sistole dan diastole
penelitian sebelumnya yang dilakukan yang dilakukan hemodialisis
Ferry, Parlindungan, Ginova, Hamzah, Tekanan sistolik dan diastolik pada
(2014) yang menjelaskan bahwa subyek pasien yang dilakukan haemodialisis AV
yang dilakukan hemodialisis sebagian Shunt sebagian besar kategori menetap
besar dengan rerata usia 54.8 tahun. dan menurun masing- masing sebesar 8
orang (36.4%). Sedangkan pasien yang
Martono, Monitoring Nilai Kritis Tekanan Sistolik 83