Anda di halaman 1dari 60

KUMPULAN JURNAL KASUS KEPERAWATAN KRITIS

Disusun oleh Kelompok II


Nama Anggota:
 Agung Satrio (18220002)
 Reka Dellis Alfiyanti (18220011)

Dosen pembimbing :

Alkhusari,S. Kep, Ners, M.Kes, M.Kep

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER BANGSA

UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG

FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN

PRODI S-1 KEPERAWATAN

TAHUN 2021
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 1-12

TATALAKSANA STROKE ISKEMIK AKUT DENGAN TROMBOLISIS


INTRAVENA: SUATU SERIAL KASUS
Tangkudung G1, Muliawan E2, Pertiwi JM, Dompas A4

sinapsunsrat@gmail.com
1
Staf, Divisi Neurologi Intervensi, Departemen Neurologi, Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado,
Indonesia
2,4
Residen, Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Rumah Sakit Prof.
Dr. R. D. Kandou,Manado, Indonesia
3
Staf, Divisi Neurovaskular, Departemen Neurologi, Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado,
Indonesia

ABSTRAK
Manajemen stroke iskemik akut berupa pemberian rtPA intravena (IV) telah menunjukkan manfaat secara
klinis dan mengubah paradigma penanganan pasien stroke yang akan mengurangi angka kematian dan
kecacatan. Kasus pertama, pria 55 tahun dengan stroke iskemik akut dilakukan trombolisis IV 4 jam 30
menit dari onset gejala stroke akut, terdapat perbaikan klinis skor NIHSS 11 menjadi 7 dalam waktu 37
menit. Kasus kedua, wanita 56 tahun dengan stroke iskemik akut dilakukan trombolisis IV 3 jam 20 menit
dari onset gejala stroke akut, terdapat perbaikan klinis skor NIHSS 8 menjadi 2 dalam waktu 55 menit.
Keluaran kedua pasien berbeda karena berbagai faktor yang berperan. Terapi trombolisis IV dengan rtPA
masih merupakan satu-satunya modalitas terapi trombolisis pada stroke iskemik akut <4,5 jam setelah
onset gejala yang disetujui di Indonesia. Namun karena batasan waktu pemberian, kultur sosial, geografis,
keraguan dokter unit gawat darurat dan berbagai faktor lainnya menyebabkan hanya sedikit pasien stroke
iskemik akut yang diterapi dengan rtPA. Berbagai faktor dapat mempengaruhi keluaran pasien yang
menjalani trombolisis IV salah satunya yang dapat diintervensi ialah kecepatan waktu pemberian dan
suhu tubuh. Optimalisasi penanganan stroke di unit gawat darurat akan berpengaruh pada keluaran pasien
dan dengan menghindari komplikasi yang memperburuk keluaran seperti infeksi oportunistik di rumah
sakit.

Kata Kunci: Stroke iskemik akut, terapi, trombolisis intravena.

PENDAHULUAN Pada waktu menit hingga beberapa


Stroke akut, baik iskemik maupun jam awal setelah onset disfungsi neurologis
perdarahan merupakan kegawatdaruratan pada pasien stroke merupakan satu-satunya
medis. identifikasi yang cepat dan waktu kesempatan dalam mencegah
penanganan yang tepat dari pasien dengan kematian atau kecacatan permanen. Target
stroke akut pada pusat kesehatan akan penanganan beberapa jam pertama setelah
meningkatkankan potensi pasien stroke onset stroke akut adalah untuk mencegah
akut dalam mendapat terapi yang sesuai. infark atau mengurangi kerusakan otak
Dalam menentukan kasus stroke akut permanen. Sistem yang memastikan
merupakan kasus iskemik atau pendarahan penanganan cepat dan tepat pada pasien
perlu dilakukan sesegera mungkin setelah stroke diperlukan untuk mengoptimalkan
kedatangan pasien ruang gawat darurat penanganan stroke akut.1,3
untuk menentukan penanganan medis yang Kebanyakan dari stroke terjadi
1
sesuai. akibat gumpalan darah yang menyumbat
arteri pensuplai otak. Atas dasar pemikiran
1
ini pemberian agen penghancur gumpalan dan tidak banyak bergerak. Keluhan baru
darah (trombolitik) yang dapat mengurangi pertama kali dialami pasien. Riwayat
kerusakan dari iskemi dengan penyakit dahulu disangkal. Pasien perokok
mengembalikan aliran darah normal. Angka dan peminum alkohol.
perbaikan klinis yang tinggi didapatkan saat Pemeriksaan fisik tekanan darah
aliran darah dikembalikan segera setelah 240/110mmHg, GCS 15, paresis nervus VII
terjadinya penyumbatan. Agen yang paling dan XII UMN kiri, status motorik kekuatan
banyak digunakan, dan telah disetujui otot anggota gerak kiri 1/5, nilai NIHSS
penggunaannya ialah rekombinan tPA (National Institutes of Health Stroke Scale)
3,4
(rtPA). 11.
Pemeriksaan CT scan kepala aksial
KASUS I tanpa kontras hasil tidak terdapat lesi
Pria 55 tahun dengan berat badan 80 Kg, hiperdens maupun hipodens dengan kesan
cekat tangan kanan MRS dengan keluhan gambaran CT scan otak normal dengan
kelemahan anggota gerak kiri mendadak Aspects Score sebesar 8-9 [Gambar 1].
yang menetap terjadi 2 jam 45 menit Rontgent toraks AP hasil kardiomegali
SMRS, pasien berbicara tidak jelas namun dengan hipertrofi pada ventrikel kiri
masih dapat dimengerti, wajah kiri miring jantung.

Gambar 1. Gambar CT scan kepala aksial tanpa kontras didapatkan kesan gambaran CT scan otak
normal dengan Aspects Score sebesar 8-9.

Pada laboratorium dan EKG dalam batas trombolisis rtPA IV dengan total dosis
normal. Pasien didiagnosis stroke iskemik 76,5mg (0,9mg/KgBB), komunikasi
akut onset 2 jam 55 menit dengan hipertensi informasi dan edukasi mengenai rencana,
emergensi. Penatalaksanaan dengan risiko, maupun alternatif terapi, meminta
manajemen hipertensi emergensi dan
persetujuan pasien, omeprazole 40mg IV/12
jam, pemantauan ketat tanda-tanda vital, lewat masa akut paska trombolisis IV,
GCS, pupil, dan NIHSS setiap 15 menit. pasien rawat jalan.
Pada awal prosedur trombolisis
tekanan darah 180/90mmHg dengan KASUS II
nikardipin, NIHSS 11. Pada prosedur Wanita 56 tahun dengan berat badan 55 Kg,
trombolisis menit ke-31 tekanan darah cekat tangan kanan MRS dengan keluhan
160/90 mmHg dengan nikardipin, NIHSS 7. kelemahan anggota gerak kiri mendadak
Pada prosedur trombolisis menit ke-60 yang menetap 1 jam SMRS, pasien
tekanan darah 150/90mmHg dengan mengeluhkan nyeri kepala tertekan di
nikardipin, NIHSS 7. seluruh kepala, sensasi rasa pada tubuh kiri
Perawatan hari ke-3 keluhan berkurang, wajah kiri miring dan tidak
kelemahan anggota gerak kiri, batuk, dan banyak bergerak. Pasien pernah mengalami
demam, tekanan darah 160/100mmHg, kelemahan anggota gerak kiri yang kembali
0
suhu 38,8 C, rhonki kedua lapang paru, sempurna sebanyak 4 kali (usia 37 tahun).
NIHSS 7. Diagnosis kerja CVD stroke Riwayat hipertensi tidak terkontrol.
iskemik hari ketiga paska trombolisis IV, Pada pemeriksaan tekanan darah
hipertensi grade 2, suspek pneumonia. 210/110mmHg, GCS 15, paresis nervus VII
Perawatan hari ke-5 keluhan UMN kiri, status motorik kekuatan otot
kelemahan anggota gerak kiri, batuk anggota gerak kiri 3/5, hipestesi sinistra,
berkurang, NIHSS 9. Diagnosis kerja CVD status otonom normal, NIHSS 8.
stroke iskemik hari kelima paska Pemeriksaan CT scan kepala aksial
trombolisis IV, suspek pneumonia. tanpa kontras hasil tidak terdapat lesi
Pemeriksaan Trans Cranial Doppler (TCD) hiperdens maupun hipodens dengan kesan
pada perawatan hari ke-8 didapatkan aliran gambaran CT scan otak normal dengan
darah normal. Aspects Score sebesar 9 [Gambar 2].
Perawatan hari ke-11 keluhan Pemeriksaan Rontgent toraks anterior
kelemahan anggota gerak kiri, NIHSS 9, posterior didapatkan hasil yang normal.
modified Rankin Scale 3 dan indeks Berthel Pemeriksaan laboratorium dan EKG pasien
30. Diagnosis kerja CVD stroke iskemik dalam batas normal.
Gambar 2. Gambar CT scan kepala aksial tanpa kontras didapatkan kesan gambaran CT scan otak
normal dengan Aspects Score sebesar 8.

Pasien didiagnosis stroke iskemik akut


Pasien dilakukan TCD pada
onset 2 jam 30 menit dengan hipertensi
perawatan hari ke-4 didapatkan jendela
emergensi.
temporal sulit dinilai. Perawatan hari ke-8
Penatalaksanaan dengan manajemen
keluhan tidak ada, tekanan darah
hipertensi emergensi dan trombolisis rtPA
140/90mmHg, NIHSS 2, modified Rankin
IV dengan total dosis 49,5mg
scale 0, dan indeks Berthel 100. Diagnosis
(0,9mg/KgBB), komunikasi informasi dan
kerja CVD stroke iskemik lewat masa akut
edukasi mengenai rencana, risiko, maupun
post trombolisis IV, hipertensi grade 1,
alternatif terapi, meminta persetujuan
pasien rawat jalan.
pasien, pemantauan ketat tanda-tanda vital,
GCS, pupil, dan NIHSS setiap 15 menit.
DISKUSI
Pada awal prosedur trombolisis
Stroke masih menjadi penyebab utama
tekanan darah 162/90mmHg dengan
kecacatan pada pasien dewasa dan
nikardipin, NIHSS 8. Pada prosedur
penyebab ketiga terbanyak kematian,
trombolisis menit ke-5 tekanan darah
dengan ±750.000 kasus baru terjadi setiap
160/90mmHg dengan nikardipin, NIHSS 7.
tahunnya. Pada Seluruh kasus stroke >80%
Pada prosedur trombolisis menit ke-10
merupakan stroke iskemik, dengan angka
tekanan darah 148/78mmHg dengan
kematian berkisar 8-12% dalam 30 hari
nikardipin, NIHSS 5. Pada prosedur
setelah onset. Manajemen stroke iskemik
trombolisis menit ke-45 tekanan darah
akut ialah rekanalisasi pembuluh darah
166/84mmHg dengan nikardipin, NIHSS 3.
untuk perbaikan perfusi aliran darah otak.
Pada prosedur trombolisis menit ke-55
Studi dari The National Institute of
tekanan darah 162/86mmHg dengan
Neurogical Disease and Stroke (NINDS)
nikardipin, NIHSS 2.
untuk pemberian rtPA IV pada pasien
stroke iskemik akut telah menunjukkan penyakit diabetes yang memiliki kadar gula
manfaat secara klinis dan mengubah darah <50mg/dL atau >400mg/dL. Pasien
paradigma penanganan pasien stroke. usia >80 tahun juga perlu menjadi
Walaupun terdapat banyak perdebatan perhatian, walaupun beberapa studi
mengenai penggunaan rtPA IV pada stroke observasi telah menunjukkan bahwa
iskemik dalam waktu 4,5 jam setelah onset pemberian terapi juga aman dan efektif
stroke, banyak data yang menunjukkan pada pasien usia tua.3
pemberian rtPA IV meningkatkan keluaran Indonesia sendiri terdapat ceklis
pada pasien dengan stroke iskemik akut kriteria trombolisis yang dibuat oleh
secara signifikan dimana mengurangi angka Departemen Neurologi Fakultas
kematian dan kecacatan. Walau Kedokteran Universitas Indonesia Rumah
penggunaan trombolisis terbatas pada risiko Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto
terjadinya pendarahan otak, setelah lebih Mangunkusumo berupa kriteria inklusi:
dari 20 tahun setelah trombolisis IV pada umur >18 tahun, diagnosis klinis stroke
stroke iskemik telah disetujui oleh Food iskemik dengan defisit neurologis, onset <6
and Drugs Administration (FDA), hanya jam, pada CT-scan otak tidak ada
kurang dari 5% pasien dengan stroke perdarahan atau lesi non-stroke. Kriteria
iskemik akut yang mendapatkan terapi ini eksklusi: tidak terdapat riwayat perdarahan
karena sempitnya waktu penanganan yang intrakranial, riwayat diagnosis malformasi
diperbolehkan.1-5 arteri vena atau aneurisma, riwayat bedah
Trombolisis secara umum saraf, cedera kepala berat, riwayat stroke
dikontraindikasikan pada pasien dengan berat dalam 3 bulan terakhir, riwayat
stroke berat (NIHSS >25) dan mengalami perdarahan saluran cerna atau saluran
perubahan awal iskemia yang ekstensif kemih dalam 21 hari terakhir, riwayat
sehingga memiliki risiko pendarahan otak operasi besar atau trauma berat, arterial
sekunder. Trombolisis tidak puncture atau pungsi lumbal dalam 14 hari
direkomendasikan pada pasien dengan terakhir, gejala perdarahan subaraknoid,
tekanan darah tidak terkontrol (tekanan pada pemeriksaan fisik secara klinis
darah >185/110mmHg dengan berbagai mengalami perbaikan singkat atau gejala
3
terapi). minor (NIHSS <5), tekanan darah sistolik
Pedoman di AS merekomendasikan >185mmHg; atau diastolik >110mmHg,
trombolisis IV menggunakan rtPA dalam 3 peradarahan akut atau trauma akut, kejang
jam setelah onset kejadian. Selain saat onset, koma atau penurunan kesadaran
pendarahan otak, batasan lain dari berat, pada pemeriksaan laboratorium
trombolisis ialah pasien stroke dengan pasien dengan riwayat minum obat
antikoagulan memiliki INR >1,5, Pasien abnormalitas, namun terkadang terdapat
mendapatkan heparin atau Novel tanda awal berupa: Hiperdensitas arteri
Anticoagulan (NOAC) yang memiliki serebral media, yang terlihat sebagai suatu
peningkatan APTT, trombosit <100.000/uL, trombus atau bekuan darah pada bagian
gula darah sewaktu <50mg/dL atau arteri serebri media. Hilangnya batas daerah
>400mg/dL. Pada ceklis ini trombolisis substansia alba dan grisea pada daerah pita
dapat dilakukan jika seluruh kriteria inklusi kortikal di batas lateral insula atau nukleus
positif dan seluruh kriteria inklusi negatif.6 lentiformis dan hilangnya sulkus dari
CT-scan otak dapat membedakan korteks serebri akibat edema sitotoksik.
kedua tipe stroke yang berbeda dengan Gambaran titik pada sulkus silvii, yang
cepat yang membuat terapi spesifik seperti menunjukkan sumbatan pada daerah distal
trombolisis dapat dilakukan. Pencitraan ini arteri serebri media, memiliki spesifikasi
dapat menunjukkan pendarahan otak, sebesar 38 - 46%. Skor Alberta Stroke
identifikasi tanda-tanda awal kerusakan Program Early CT Stroke (ASPECTS)
jaringan akibat proses iskemia, dan dapat digunakan dalam mengidentifikasi pasien
menentukan pemilihan pasien untuk yang kemungkinan tidak akan mengalami
penanganan yang lebih spesifik seperti perbaikan sempurna walaupun dengan
trombolisis. Pencitraan ini juga penting terapi trombolisis. Namun, skor ini tidak
dalam evaluasi pasien dengan stroke dari belum dievaluasi penggunaannya pada
waktu ke waktu.1,7 praktek klinis dan memiliki keterbatasan
Kegagalan mengidentifikasi dengan dalam mengevaluasi area iskemik pada
cepat pasien stroke saat kedatangan di distribusi arteri serebri media.1,7
instalasi gawat darurat dapat menghabiskan Terapi trombolisis intravena
waktu yang masih direkomendasikan pada dengan rtPA hingga saat ini masih menjadi
pemberian trombolisis IV. CT-scan otak satu-satunya terapi farmakologis yang
tanpa kontras harus sudah dapat dilakukan disetujui FDA di AS dalam penanganan
dalam 25 menit setelah kedatangan pasien stroke iskemik akut. Berbagai agen dan
dan harus sudah dibaca dalam 45 menit strategi lainnya juga telah dikembangkan,
setelah kedatangan pasien. CT-scan otak termasuk diantaranya terapi trombolisis
tanpa kontras dapat mengidentifikasi intraarteri (IA) dan trombektomi mekanik
kebanyakan kasus pendarahan otak, dan (MT). Penggunaannya masih terbatas pada
dapat membedakan penyebab non-vaskular pusat stroke tertentu saja dan amat
atau gejala yang menyerupai stroke. CT- bergantung pada tersedianya teknologi
scan otak pada stroke iskemik akut pencitraan yang sesuai dan ketersediaan
mungkin tidak akan menunjukkan suatu tenaga medis intervensi. Hingga saat ini,
terdapat berbagai agen trombolisis baru pasien yang mengalami trombolisis
yang sedang diteliti penggunaannya, intravena dibandingkan pada pasien plasebo
termasuk agen trombosis lainnya yang lebih yaitu sebesar 0,6% (p<0,001).1,3,8
selektif. Penggunaan berbagai kombinasi Penelitian The Alteplase
terapi antara trombolisis IV, IA, dan MT Thrombolysis for Acute Non-Intervensional
saat ini telah diaplikasikan dengan Therapy in Ischemic Stroke (ATLANTIS)
keunggulan, keterbatasan, dan indikasinya pada tahun 1999. Menemukan tidak
masing-masing.1,2,3,13 terdapat perbedaan signifikan pada keluaran
Penelitian National Institute of fungsional 90 hari pemantauan antara
Neurological Disorders and Stroke rtPA pasien yang menerima terapi rtPA sebesar
Stroke Study Group (NINDS) pada 0,9mg/KgBB pada 3-5 jam setelah onset
trombosis IV pada tahun 1995 dengan rtPA stroke dan kelompok plasebo dengan risiko
secara acak pada 624 subjek dalam 3 jam peningkatan pendarahan intrakranial pada
setelah onset stroke iskemik akut kelompok rtPA.9
menggunakan rtPA dengan dosis Pada penelitian European Acute
0,9mg/KgBB dibandingkan plasebo. Stroke Studies (ECASS) gagal
Menyimpulkan pasien yang menerima menunjukkan keunggulan pemberian rtPA
trombolisis memiliki kemungkinan saat digunakan dalam 6 jam setelah onset
perbaikan keterbatasan fungsional dengan stroke iskemik akut. Pada ECASS I tahun
kecacatan minimal atau tanpa disabilitas 1995, pasien dengan terapi 1,1mg/KgBB
yang lebih tinggi pada pemantauan 3 bulan dibanding plasebo, pada ECASS II tahun
setelah terapi dengan menggunakan 4 1998 dosis rtPA dibandingkan dengan
kriteria pengukuran (NIHSS, Indeks penelitian NINDS. Pada ECASS III tahun
Barthel, modified Rankin Scale, dan 2008 menilai efikasi dan keamanan
Glasgow Outcome Scale), perbaikan pemberian rtPA pada terapi stroke iskemik
absolut sebesar 12% pada kelompok yang akut dalam waktu 3-4,5 jam setelah onset
menerima trombolisis dibandingkan dengan dosis 0,9mg/KgBB atau placebo
plasebo (peningkatan minimal dari menjukkan lebih banyak pasien dengan
keterbatasan sebesar 50% dengan rtPA terapi rtPA memiliki keluaran yang baik
dibandingkan 38% dengan plasebo) dan pada 90 hari pemantauan (modified Rankin
number to treat (NTT) sebesar 6 pada Scale=0 atau 1; 54% dibandingkan 45,2%;
keluaran normal atau yang mendekati OR 1,34; 95% CI 1,02-1,76; p=0,04).
normal dan nilai 3,1 pada perbaikan secara Analisa keluaran secara umum juga
keseluruhan. Pada penelitian ini komplikasi menunjukkan manfaat terapi ini (OR 1,28;
terjadinya perdarahan sebesar 6,4% pada 95% CI 1,00-1,65; p<0.05). Insiden
Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 1-12

perdarahan intrakranial lebih tinggi pada dan jeda waktu pemberian yang diperluas
kelompok yang mendapatkan terapi rtPA hingga 4,5 jam dari onset gejala stroke akut
(2,4% dibandingkan 0,2%; p=0,008). masih memiliki tingkat keamanan dan
Tingkat kematian sama pada kedua efektifitas yang tinggi. Sebagai gambaran,
kelompok (7,7% dibandingkan 8,4%; untuk setiap 100 pasien dengan stroke
p=0,68).10,11,12 iskemik akut yang ditangani dengan
Terdapat berbagai pedoman yang pemberian trombolisis rtPA IV pada waktu
menawarkan berbagai rekomendasi <3 jam dari onset gejala stroke iskemik
pemberian trombolisis IV, saat ini pedoman akut, 32 pasien akan mendapatkan manfaat
secara internasional dimana pemberian dan 3 pasien mengalami komplikasi. Untuk
rtPA IV direkomendasikan dalam jeda setiap 100 pasien dengan stroke iskemik
waktu <4,5 jam untuk pengobatan stroke akut yang ditangani dengan pemberian
iskemik (0,9mg/KgBB, dosis maksimum trombolisis rtPA IV pada waktu 3-4,5 jam
90mg, 10% dari dosis total diberikan dari onset gejala stroke iskemik akut, 16
sebagai bolus awal, sisa 90% diberikan pasien akan mendapatkan manfaat dan 3
dengan pemberian infus selama 60 menit) pasien akan mengalami komplikasi
dan tekanan darah sebelum dan selama [Gambar 3]. Hubungan keluaran fungsional
pemberian terapi <185/110mmHg.14 dengan waktu pemberian trombolisis
Waktu pemberian merupakan hal ditunjukkan oleh NNT. Jika trombolisis

penting dalam perbaikan klinis yang diberikan dalam waktu <90 menit sejak
diharapkan dari terapi trombolisis IV, pada onset maka NNT adalah sebesar 3,5.

berbagai penelitian besar seperti NINDS Sementara jika diberikan dalam waktu
dan ECASS III menunjukkan waktu antara 90 menit - 3 jam NNT meningkat

pemberian yang direkomendasikan ialah menjadi 7, dan jika diberikan dalam waktu
dalam 3 jam setelah onset gejala stroke akut 4,5 - 6 jam NNT menjadi 14.1,3,6,20

akut di onset 0-3 jam dan 3-4,5 jam.6 9


Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 1-12

Gambar 3. Rasio risiko dan keuntungan dari pemberian plasminogen intravena (rtPA) pada stroke iskemik

akut di onset 0-3 jam dan 3-4,5 jam.6 1


Jurnal Sinaps, Vol. 3, No. 2 (2020), hlm. 1-12

Batasan usia pemberian trombolisis IV lebih tinggi pada hewan percobaan dan
umumnya di usia 80 tahun, namun hanya pada studi klinis. Penurunan suhu pada
sedikit data yang mendukung batasan ini. hewan percobaan terlihat memiliki efek
Berbagai penelitian menunjukkan pasien neuroprotektif. Perburukan klinis dari
berusia lebih tua masih mendapatkan efek iskemi akibat peningkatan suhu tubuh
dan tingkat keamanan yang sama. dihubungkan dengan peningkatan
Trombolisis IV dapat dilakukan pada pasien kebutuhan metabolisme di penumbra,
berusia tua namun dengan risiko kematian meningkatnya permeabilitas sawar otak,
lebih tinggi. Penelitian lainnya akumulasi leukosit intravaskular,
menunjukkan usia sebagai nilai prognosis pembentukan radikal bebas, perubahan
yang memperburuk. Pasien berusia muda awal dari daerah penumbra Iskemik
memiliki prognosa lebih baik setelah menjadi jaringan rusak yang permanen.
3,21,22
trombolisis. Tidak terdapat data yang cukup mengenai
Terdapat bukti yang menunjukkan dampak peningkatan suhu tubuh terhadap
sindrom metabolik dapat mengurangi efek keluaran dari trombolisis dengan
dari trombolisis IV. Perubahan biokimia menggunakan rtPA. Pada penelitian invitro
dan molekuler pada sindrom metabolik menunjukkan peningkatan suhu akan
menunjukkan resistensi terhadap meningkatkan ukuran dari infark, defisit
3
pemecahan bekuan darah. neurologis dan mortalitas pada kasus
Beberapa penelitian menunjukkan emboli arteri serebral media di hewan coba,
bahwa diabetes mengurangi efektifitas dari mengurangi efek dari rtPA yang diberikan
trombolisis dan meningkatkan risiko pada hewan coba. Namun juga terdapat
perdarahan intra serebral dan komplikasi penelitian yang menyatakan bahwa
lainnya. Sebagai contoh, salah satu peningkatan suhu tubuh dapat
penelitian menunjukkan 18% pasien tanpa meningkatkan respon dari trombolisis. Hal
diabetes dan 70% pasien dengan diabetes ini dapat terjadi karena peningkatan reaksi
mengalami keadaan hiperglikemia selama akibat suhu yang berkorelasi dengan
trombolisis IV hal ini merupakan prediktor peningkatan aktivitas enzimatik dari
dari tingkat kematian, pendarahan serebral tromboIisis.26,27,28
dan kecacatan yang berat.25 Pada kasus pertama dan kedua
Peningkatan suhu tubuh merupakan indikasi pemberian trombolisis intravena
suatu faktor prognostik yang buruk pada telah sesuai dengan indikasi dan kriteria
stroke, peningkatan suhu dihubungkan eksklusi maupun inklusi yang ada. Namun
dengan ukuran infark yang lebih besar, terdapat perbedaan klinis keluaran pada
keluaran yang lebih buruk, angka kematian kedua pasien ini yang disebabkan oleh

11
berbagai faktor berbeda pada kedua pasien metabolisme di penumbra, meningkatnya
yang dapat mempengaruhi keberhasilan permeabilitas sawar otak, akumulasi
dari trombolisis intravena diantaranya leukosit intravaskular, pembentukan radikal
waktu pemberian dan suhu tubuh. bebas, perubahan awal dari daerah
Pada kasus pertama pemberian penumbra Iskemik menjadi jaringan rusak
trombolisis dilakukan pada 4 jam 30 menit yang permanen sehingga menyebabkan
dari onset gejala stroke akut, dengan terapi keluaran dari pasien pertama tidak lebih
trombolisis intravena terdapat perbaikan baik dari pasien kedua.
klinis skor NIHSS 11 menjadi 7 dalam
waktu 37 menit. Sedangkan pada kasus KESIMPULAN
kedua pemberian trombolisis dilakukan Terapi dari trombolisis intravena dengan
pada 3 jam 20 menit dari onset gejala stroke rtPA masih merupakan satu-satunya
akut, dengan terapi trombolisis intravena modalitas terapi untuk trombolisis pada
terdapat perbaikan klinis skor NIHSS 8 kasus stroke iskemik akut hingga 4,5 jam
menjadi 2 dalam waktu 55 menit. Waktu setelah onset kejadian yang disetujui
pemberian merupakan hal yang penting penggunaannya oleh FDA di AS dan di
dalam perbaikan klinis yang diharapkan Indonesia. Namun karena batasan waktu
dari terapi trombolisis intravena, hal ini pemberian, kultur sosial, batasan geografis,
sesuai dengan kepustakaan yang keraguan dari dokter unit gawat darurat dan
ditunjukkan oleh NNT. Jika trombolisis berbagai faktor lainnya telah menyebabkan
diberikan dalam waktu <90 menit sejak hanya sedikit saja pasien stroke iskemik
onset maka NNT adalah sebesar 3,5. akut yang diterapi dengan rtPA ini. Hingga
Sementara jika diberikan dalam waktu saat ini berbagai penelitian telah dilakukan
antara 90 menit - 3 jam NNT meningkat dalam melihat dan mengoptimalkan
menjadi 7, dan jika diberikan dalam waktu efektifitas penggunaan rtPA dan
4,5 - 6 jam NNT menjadi 14. Sehingga dari kombinasinya dengan pendekatan yang
kepustakaan yang ada dapat disimpulkan lain.
semakin cepat waktu pemberian akan Berbagai faktor dapat
mendapatkan manfaat lebih besar. mempengaruhi keluaran dari pasien yang
Pasien pertama mengalami menjalani trombolisis intravena salah
komplikasi berupa pneumonia yang satunya yang dapat diintervensi oleh tenaga
mengakibatkan pengingkatan suhu tubuh medis ialah kecepatan waktu pemberian dan
sebagai respon tubuh terhadap suatu suhu tubuh. Optimalisasi dari penanganan
infeksi, peningkatan suhu tubuh ini sendiri stroke di unit gawat darurat akan
menyebabkan peningkatan kebutuhan berpengaruh pada keluaran pasien
begitupula dengan menghindari komplikasi Alteplase Thrombolysis for Acute
yang akan memperburuk keluaran seperti Noninterventional Therapy in Ischemic
Stroke. JAMA. 1999;282(21):2019-26.
infeksi oportunistik di rumah sakit. 10. Hacke W, Kaste M, Fieschi C. The
European Cooperative Acute Stroke
Study (ECASS). Intravenous
DAFTAR PUSTAKA Thrombolysis With Recombinant
1. Remmel KS. Urgent Clinical Tissue Plasminogen Activator for
Assesment of Acute Stroke. In Geyer Acute Hemispheric Stroke. JAMA.
JD, Gomez CR. Stroke: a Practical 1995;274(13):1017-25.
Approach. Lippincott Williams & 11. Hacke W, Kaste M, Fieschi C. Second
Wilkins. 2009:114-204. European-Australasian Acute Stroke
2. Catanese L, Tarsia J, Fisher M. Acute Study Investigators. Randomised
Ischemic Stroke Therapy Overview. Double-blind Placebo-controlled Trial
Circulation. 2017;120(3):541-58. of Thrombolytic Therapy with
3. Hamann GF. Thrombolysis. In Jansen Intravenous Alteplase in Acute
O. Interventional Stroke Therapy. Ischaemic Stroke (ECASS II). Lancet.
Thieme. 2013:52-109. 1998;352(9136):1245-51.
4. Zaheer Z, Robinson T, Mistri AK. 12. Bluhmki E, Chamorro A, Davalos A.
Thrombolysis in Acute Ischaemic Stroke Treatment With Alteplase
Stroke: an Update. TAJ. Given 3.0-4.5 H After Onset of Acute
2011;2(2):119-31. Ischaemic Stroke (ECASS III):
5. Biller J, Ruland S, Schneck Additional Outcomes and Subgroup
MJ. Ischemic Cerebrovascular Analysis of a Randomised Controlled
Disease. In Bradley WG. Neurology in Trial. Lancet. 2009;8(12):1095-102.
Clinical Practice: Principles of 13. Lees KR, Bluhmki E, von Kummer R.
Diagnosis and Management. 7th ed. ECASS, ATLANTIS, NINDS and
Taylor & Francis. 2016:956-60. EPITHET rt-PA Study Group. Time to
6. Kurniawan M. Code Stroke: Panduan Treatment With Intravenous Alteplase
Implementasi Trombolisis Intravena di and Outcome in Stroke: an Updated
Indonesia. In Harris S, Kurniawan M. Pooled Analysis of ECASS,
Code Stroke: Panduan Implementasi ATLANTIS, NINDS, and EPITHET
Terapi Reperfusi Stroke Iskemik di Trials. Lancet. 2010;375(9727):1695-
Indonesia. Departemen Neurologi 703.
Fakultas Kedokteran Universitas 14. Adams HP, del Zoppo G, Alberts MJ.
Indonesia; 2016:64-83. Guidelines for The Early Management
7. Gonzalez RG, Hirsch JA, Koroshetz of Adults With Ischemic Stroke: a
WJ, Lev MH, Schaefer P. Acute Guideline From The American Heart
Ischemic Stroke: Imaging and Association/American Stroke
Intervention. AJNR. 2007;28(8):1622. Association Stroke Council, Clinical
8. National Institute of Neurological Cardiology Council, Cardiovascular
Disorders and Stroke rt-PA Stroke Radiology and Intervention Council,
Study Group. Tissue plasminogen and The Atherosclerosis Peripheral
activator for acute ischemic stroke. Vascular Disease and Quality of Care
NEJM. 1995;333(24):1581-87. Outcome in Research Interdisciplinary
9. Clark WM, Wissman S, Albers GW, Working Group. Circulation.
Jhamandas JH, Madden KP. 2007;115(20):478-534.
Recombinant Tissue-type Plasminogen 15. del Zoppo Gj, Higashida RT, Furlan
Activator (Alteplase) for Ischemic AJ, Pessin MS, Rowley HA, Gent M.
Stroke 3 to 5 Hours After Symptom PROACT: a Phase II Randomized
Onset. The ATLANTIS Study: a Trial of Recombinant Pro-urokinase by
Randomized Controlled Trial. Direct Arterial Delivery in Acute
Middle Cerebral Artery Stroke.
PROACT Investigators. Prolyse in Registry Study and Systematic
Acute Cerebral Thromboembolism. Review. Stroke. 2009;40(6):2104-10.
Stroke. 1998;29(1):4-11. 25. Poppe AY, Majumdar SR, Jeerakathil
16. Furlan A, Higashida R, Wechsler L. T, Ghali W, Buchan AD. Canadian
Intra-arterial Promokinase for Acute Alteplase for Stroke Effectiveness
Ischemic Stroke. The PROACT II Study Investigators. Admission
Study: a Randomized Controlled Trial. Hyperglycemia Predicts a Worse
Prolyse in Acute Cerebral Outcome in Stroke Patients Treated
Thromboembolism. JAMA. With Intravenous Thrombolysis.
1999;282(21):2003-11. Diabetes Care. 2009;32(4):617-22.
17. IMS Study Investigators. Combined 26. Karaszewski B, Thomas RG, Dennis
Intravenous and Intra-arterial MS, Wardlaw JM. Temporal Profile of
Recanalization for Acute Ischemic Body Temperature in Acute Ischemic
Stroke: the Interventional Management Stroke: Relation to Stroke Severity and
of Stroke Study. Stroke. Outcome. BMC neurology.
2004;35(4):904-11. 2012;12(1):123.
18. IMS II Trial Investigators. The 27. Greer DM, Funk SE, Reaven NL,
Interventional Management of Stroke Ouzounelli M, Uman GC. Impact of
(IMS) II Study. Stroke. Fever on Outcome in Patients With
2007;38(7):2127-35. Stroke and Neurologic Injury. Stroke.
19. Spiotta AM, Chaudry MI, Hui FK, 2008;39(11):3029-35.
Turner RD, Kellogg RT. Evolution of 28. Naess H, Idicula T, Lagallo N,
Thrombectomy Approaches and Brogger J, Waje-Andreassen U.
Devices for Acute Stroke: a Technical Inverse Relationship of Baseline Body
Review. JNIS. 2015 Jan 1;7(1):2-7. Temperature and Outcome Between
20. del Zoppo GJ, Saver JL, Jauch EC, Ischemic Stroke Patients Treated and
Adams HP. Expansion of The Time Not Treated With Thrombolysis: The
Window for Treatment of Acute Bergen Stroke Study. ANS.
Ischemic Stroke With Intravenous 2010;122(6):414-7.
Tissue Plasminogen Activator. a
Science Advisory From The American
Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2009;40(8):2945-
8.
21. Toni D, Lorenzano S, Agnelli G.
Intravenous Thrombolysis With rt-PA
in Acute Ischemic Stroke Patients
Aged Older Than 80 Years in Italy.
CED. 2008;25(1-2):129-35.
22. Putaala J, Metso TM, Metso AJ.
Thrombolysis in Young Adults With
Ischemic Stroke. Stroke.
2009;40(6):2085-91.
23. Reeves M, Bhatt A, Jajou P, Brown M,
Lisabeth L. Sex Differences in The
Use of Intravenous rt-PA
Thrombolysis Treatment for Acute
Ischemic Stroke: a Meta-analysis.
Stroke. 2009; 40(5):1743-9.
24. Meseguer E, Mazighi M, Labreuche J.
Outcomes of Intravenous Recombinant
Tissue Plasminogen Activator Therapy
According to Gender: a Clinical
ISSN 2407-7232

JURNAL PENELITIAN
KEPERAWATAN
Volume 5, No. 2, Agustus 2019
Kesehatan dan Persepsi Masyarakat tentang Gangguan Jiwa Nilai Ankle Brachial Index pada Penderita Diabetes Me
Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberculosis: Literature Review

Model Supportif Education Implementasi Diabetes Mellitus di Lansia dengan Diabetes Mellitus

elaksasiProgresifTerhadapTekananDarahpadaLansiadengan Hipertensi

Pendidikan Sexual Pada Remaja Disabilitas Intelektual: A Literature Review

n Kritis Pada Intervensi Sleep Hygiene Care Di Intensive Care Unit

eknik Marmet Sebagai Upaya Menyusui Efektif Pada Postpartum Primipara

api Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Stres Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah

supan Gizi Pada Karyawan

Diterbitkan oleh
STIKES RS. BAPTIS KEDIRI

Jurnal Penelitian Hal Kediri


Vol.5 No.2 2407-7232
Keperawatan 88-187 Agustus 2019
2407-7232

JURNAL PENELITIAN
KEPERAWATAN
Volume 5, No. 2, Agustus 2019
Penanggung Jawab
Aries Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kes

Ketua Penyunting
Srinalesti Mahanani, S.Kep., Ns., M.Kep

Sekretaris
Desi Natalia Trijayanti Idris, S.Kep., Ns., M.Kep

Bedahara
Dewi Ika Sari H.P., SST., M.Kes

Penyunting Ahli:
Dr. Titih Huriah, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kom

Penyunting Pelaksana
Aries Wahyuningsih, S.Kep., Ns., M.Kes
Tri Sulistyarini, A.Per Pen., M.Kes
Dewi Ika Sari H.P., SST., M.Kes
Erlin Kurnia, S.Kep., Ns., M.Kes
Dian Prawesti, S.Kep., Ns., M.Kep
Maria Anita Yusiana, S.Kep., Ns., M.Kes

Sirkulasi
Heru Suwardianto, S.Kep., Ns M.Kep

Diterbitkan Oleh:
STIKES RS. Baptis Kediri
Jl. Mayjend Panjaitan No. 3B Kediri
Email: uuptppmstikesbaptis@gmail.com
Link: http://jurnalbaptis.hezekiahteam.com/jurnal
2407-7232

JURNAL PENELITIAN
KEPERAWATAN
Volume 5, No. 2, Agustus 2019
DAFTAR ISI
Keyakinan Kesehatan dan Persepsi Masyarakat tentang Gangguan Jiwa 88-100
Maria Julieta Esperanca Naibili | Erna Rochmawati

Nilai Ankle Brachial Index pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 101-105
Supriyadi | Novita Dewi | Padri Hamzah | Elsen Wulandari Selwir

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien 106-115
Tuberculosis: Literature Review
Murwanti | Kusbaryanto

Efektifitas Model Supportif Education Implementasi Diabetes Mellitus di Lansia 116-124


dengan Diabetes Mellitus
Nove Lestari

Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia dengan 125-131
Hipertensi
Dhita Kris Prasetyanti

Gambaran Pendidikan Sexual pada Remaja Disabilitas Intelektual: A Literature 132-138


Review
Fathimah Kelrey | Titiek Hidayati

Nyeri Pasien Kritis pada Intervensi Sleep Hygiene Care di Intensive Care 139-145
Unit
Heru Suwardianto | Dyah Ayu Kartika Wulan Sari

Pengaruh Teknik Marmet Sebagai Upaya Menyusui Efektif pada Postpartum 146-151
Primipara
Mas’adah

Strategi Terapi Bermain Mewarnai Gambar Terhadap Stres Hospitalisasi pada 152-160
Anak Usia Prasekolah
Alfeus Hari Wijaya | Kili Astarani | Maria Anita Yusiana

Penilaian Asupan Gizi pada Karyawan 161-169


Sandy Kurniajati
139 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 5. (2) Agustus 2019 ISSN. 2407-7232

NYERI PASIEN KRITIS PADA INTERVENSI SLEEP HYGIENE CARE DI


INTENSIVE CARE UNIT

CRITICAL PATIENT PAIN WITH SLEEP HYGIENE CARE INTERVENTION


IN INTENSIVE CARE UNIT

*Heru Suwardianto, *Dyah Ayu Kartika Wulan Sari


*Dosen Keperawatan Kritis STIKES RS Baptis Kediri
Email: herusuwardianto@gmail.com

ABSTRAK

Pasien Kritis memiliki banyak keluhan saat dirawat di Icu salah satunya adalah
keluhan nyeri. Pasien kritis mengeluh nyeri dan dapat mengganggu segala respon yang
terjadi pada pasien. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Gambaran Nyeri Pasien
Kritis dengan Sleep Hygiene Care di Ruang Perawatan Kritis. Desain penelitian adalah
Deskriptif. Populasi penelitian adalah semua pasien kritis di ICU. Sampel penelitian
adalah sebagian pasien kritis yang mendapatkan sleep hygiene care. Teknik sampling
adalah Purposive sampling. Variabel penelitian adalah gambaran nyeri. Instrumen
penelitian menggunakan kuesioner. Data dikumpulkan dan dianalisis menggunakan
metode distribusi. Hasil penelitian didapatkan pasien grimacing (46,6%), restlessness
(39,4%), Tolerating ventilator or movement /Talking in normal tone/no sound (72,9%),
Relaxed (51,8%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa skala nyeri sebagian besar
responden memiliki mild pain (37,6%). Pasien memiliki gambaran nyeri pada pasien
dengan sleep hygiene care yang menunjukkan bahwa masih banyak pasien merasakan
nyeri dan perlu terus dilakukan pengkajian secara terus menerus.

Kata kunci: Nyeri, Pasien Kritis, Sleep Hygiene.

ABSTRACT

Critical patients have many complaints while being treated at Icu, one of which
is pain. Critical patients complain of pain and can interfere with any response that
occurs in patients. The purpose of this study was to determine the description of Critical
Patient Pain With Sleep Hygiene Care in the critical care room. The research design is
descriptive. The study population was all critical patients in the ICU. The sample of this
research is the most critical patients who get sleep hygiene care. The sampling technique
is purposive sampling. The research variable is a picture of pain. The research
instrument used a questionnaire. Data is collected and analyzed using the distribution
method. The results showed grimacing patients (46.6%), restlessness (39.4%), Tolerating
ventilators or movements / Talking in normal tone / no sound (72.9%), Relaxed (51.8%).
The results showed that the pain scale of the majority of respondents had mild pain
(37.6%). Patients have a picture of pain in patients with sleep hygiene care which shows
that there are still many patients feel pain and need to be continuously assessed.

Keywords: Pain, Critical Patients, Sleep Hygiene.


Hal: 139-145 Nyeri Pasien Kritis pada Intervensi Sleep Hygiene Care di Intensive Care Unit 140

Pendahuluan manajemen yang tepat dari nyeri


tergantung pada pengkajian nyeri
penilaian faktor-faktor terjadinya nyeri
Rasa nyeri pada pasien kritis yang sistematis dan akurat. Nyeri pada
merupakan masalah nyata dan pasien kritis seharusnya dikaji secara
mengganggu pada pasien kritis. Beberapa rutin dan terstruktur, melihat setiap faktor
kondisi pada pasien kritis adalah penyebab terjadinya nyeri salah satunya
penurunan tingkat kesadaran, pergerakan adalah lingkungan ICU, tetapi hal ini
tubuh terbatas, dan tidak bisa seringkali tidak dilakukan. Pasien kritis di
mengungkapkan apa yang dirasakan ICU karena kondisi penyakitnya,
termasuk rasa nyeri yang dialaminya. menyebabkan pasien tidak dapat
Nyeri tersebut disebabkan pengkajian mengungkapkan rasa nyeri secara
nyeri pada pasien kritis dengan penurunan subyektif, oleh sebab itu perawat
kesadaran menjadi tantangan bagi perawat terkadang tidak melihat respon nyeri yang
(Gelinas, 2016). Pasien di unit perawatan diungkapkan pasien karena kondisi
intensif memiliki berbagai pengalaman tersebut.
yang kompleks dan prognosis yang buruk, Hasil data menunjukkan bahwa
dan memiliki masalah dengan rasa nyeri pasien kritis memiliki tingkat kecemasan
dan ketidaknyamanan. Data menunjukkan berat 41,7%, tingkat kecemasan sedang
Insidensi nyeri pada pasien kritis lebih 29,2%, kecemasan ringan 18,8%, dan
besar dari 50 %, pengalaman nyeri tidak ada kecemasan sebesar 10,4%
dirasakan ketika istirahat maupun selama (Iskandar, 2016). VAP (Ventilator
menjalani prosedur klinis yang rutin Associated Pneumonia) merupakan
dilaksanakan (Puntillo, 2014). Penyebab penyakit infeksi nosokomial yang masih
nyeri yang beberapa diidentifikasi menimbulkan kematian sekitar 24-50%
diantaranya traumatik injuri, tindakan dan mencapai 76% jika mengalami
standar prosedur (pengangkatan tube, komplikasi (Heni, 2014). Lebih dari 63 %
mobilisasi dini, suction endotrakeal dan pasien kritis mengeluhkan nyeri dan
tindakan invasif lainnya), penyakit akut, mendapatkan sedasi saat mengeluh nyeri
pembedahan, peralatan invasif (Barr et al., dan gelisah.
2013). Faktor lingkungan juga dapat Peran perawat untuk mendeteksi
mempengaruhi respon nyeri pada pasien dan mengkaji faktor lingkungan dalam hal
apalagi dengan pengkajian nyeri yang ini adalah saat pasien tidur yang sering
tidak tepat dapat menyebabkan tidak disebut dengan sleep hygiene. Pasien
dikenalnya masalah nyeri sehingga nyeri kritis perlu diidentifikasi kondisi saat ini,
tidak tertangani (Suwardianto, 2013). gambaran-gambaran yang terjadi pada
Nyeri pada pasien kritis yang belum pasien kritis saat pasien dirawat di ICU.
mendapatkan asuhan keperawatan secara Peran perawat sangat penting dalam
optimal dapat menimbulkan dampak pengkajian pasien kritis dan ini
terhadap fungsi fisiologis, gangguan merupakan tantangan bagi perawat ICU,
kognitif, mental dan fisik, meningkatkan karena beratnya intensitas nyeri pasien
waktu rawat inap di ICU, meningkatkan sering diremehkan (Evanthia, 2015;
waktu penggunaan ventilator. Pasien kritis Suwardianto, Prasetyo, & Utami, 2018).
dengan nyeri yang tidak tertangani juga Pasien kritis dalam mengungkapkan
bisa menyebabkan peningkatan tekanan respon nyerinya yang tidak dapat
intra kranial (Ayasrah, 2014). Jika kita berkomunikasi secara efektif perlu suatu
tidak mengenali faktor penyebab nyeri teknik yang lain (Hoppkins, RR, L,
pada pasien kritis selanjutnya juga Spuhler, & G.E, 2012). Di area
memiliki konsekuensi menimbukan post keperawatan kritis banyak pasien dengan
traumatic stres disorder (Jackson, sedasi dan intubasi yang tidak mampu
Pandharipande, Girard, Brummed,& berkomunikasi untuk menunjukkan
Thompson, 2014). Peran perawat dalam tingkat rasa nyeri mereka, baik secara
141 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 5. (2) Agustus 2019 ISSN. 2407-7232

lisan atau dengan menunjukkan tingkat selanjutnya sangatlah penting dan


rasa nyeri mereka dengan menggunakan mendukung pemulihan pasien.
alat bantu skala nyeri, hal ini membuat
pengkajian nyeri sulit dilakukan dalam
kelompok pasien ini (Rimawati, Metodologi Penelitian
Suwardianto, & VW, 2018). Hal ini yang
menyebabkan pengkajian nyeri di area
keperawatan kritis merupakan hal yang Desain penelitian ini adalah
sangat kompleks. Perawat dalam deskriptif analitik. Populasi penelitian ini
pengkajian nyeri di area keperawatan adalah semua pasien kritis yang masuk ke
kritis memerlukan pengkajian nyeri yang ICU. Sampel penelitian ini berjumlah 170
komprehensif sebagai evaluasi yang pasien kritis. Variabel independen
objektif melalui pengamatan pada penelitian ini adalah diagnosis, usia, jenis
indikator rasa nyeri. Penggunaan skala kelamin, pendidikan, pekerjaan. Variabel
nyeri berdasarkan indikator perilaku dependen penelitian ini adalah skala nyeri
direkomendasikan untuk pasien yang tidak pasien kritis. Instrumen penelitian
bisa mengkomunikasikan rasa nyerinya, menggunakan kuesioner. Data
dengan mengamati fungsi motorisnya. dikumpulkan, dilakukan tabulasi, dan
Perawat dalam memahami dan pengkodean selanjutnya dilakukan uji
mengidentifikasi pasien kritis untuk statistik menggunakan distribusi
memahami kondisi pasien kritis frekuensi.

Hasil Penelitian

Tabel 1. Karakteristik Pasien Kritis di ICU Rumah Sakit Baptis Kediri pada Bulan Mei –
Juni 2019 (n=170)
Karakteristik Pasien Kritis ∑ %
Diagnosis
CHF 30 17,6
Syok Hipovolemik 3 1,8
IMA 15 8,8
Gagal Napas 47 27,6
Syok Kardiogenik 17 10,0
DCFC 11 6,5
Syok Septik 6 3,5
CKD 14 8,2
Dengue Shock Syndrome 17 10,0
Cedera otak sedang 6 3,5
TB paru 2 1,2
Hiponatremi 1 0,6
HHF 1 0,6
Jenis Kelamin
Laki-laki 84 49,4
Perempuan 86 50,6
Umur
0-5 tahun 12 7,1
6-11 tahun 5 2,9
26-35 tahun 2 1,2
36-45 tahun 17 10,0
46-55 tahun 31 18,2
56-65 tahun 51 30,0
Hal: 139-145 Nyeri Pasien Kritis pada Intervensi Sleep Hygiene Care di Intensive Care Unit 142

Karakteristik Pasien Kritis ∑ %


Pendidikan
Tidak sekolah 18 10,6
SD 33 19,4
SMP 38 22,4
SMA 72 42,4
PT 9 5,3
Pekerjaan
Tidak bekerja 44 25,9
Ibu rumah tangga 53 31,2
Karyawan swasta 29 17,1
Wiraswasta 17 10,0
PNS 11 6,5
Lainnya 16 9,4

Berdasarkan hasil penelitian hampir setengah responden memiliki


didapatkan bahwa hampir setengah umur 56-65 tahun (30%), hampir setengah
responden memiliki diagnosa gagal napas responden memiliki pendidikan SMA
(27,6%), sebagian besar responden (42,4%), hampir setengah responden
berjenis kelamin perempuan (50,6%), merupakan ibu rumah tangga (31,2%).

Tabel 2. Indikator Nyeri pada pasien di ICU Rumah Sakit Baptis Kediri pada Bulan Mei
– Juni 2019 (n=170)
Indikator Nyeri ∑ %
Facial Expression
Relaxed, neutral 21 12,4
Tense 70 41,2
Grimacing 79 46,5
Body movements
Absence of movements or normal position 66 38,8
Protection 37 21,8
Restlessness 67 39,4
Compliance with ventilator or Vocalization
Tolerating ventilator or movement /Talking in normal tone/no sound 124 72,9
Coughing but tolerating /Sighing, moaning 37 21,8
Fighting ventilator/ Crying out, sobbing 9 5,3
Muscle tension
Relaxed 88 51,8
Tense, rigid 64 37,6
Very tense or rigid 18 10,6
Tingkat Nyeri
No pain 88 51,8
Mild pain 64 37,6
Moderate pain 18 10,6
Severe pain 5 5,9

Hasil penelitian didapatkan Compliance with ventilator or


indikator nyeri pada pengkajian Facial Vocalization didapatkan bahwa hampir
Expression didapatkan bahwa sebagian seluruh responden menunjukkan
besar responden menunjukkan grimacing Tolerating ventilator or movement atau
sebesar 79 responden (46,6%), pengkajian Talking in normal tone/no sound sebesar
Body movements didapatkan bahwa 124 responden (72,9%), pengkajian
sebagian besar menunjukkan restlessness Muscle tension didapatkan bahwa
sebesar 67 responden (39,4%), pengkajian sebagian besar responden menunjukkan
143 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 5. (2) Agustus 2019 ISSN. 2407-7232

Relaxed sebesar 88 responden (51,8%). bantu napas (Rimawati et al., 2018;


Hasil penelitian menunjukkan bahwa Suwardianto, 2011). Ventilator mekanik
skala nyeri sebagian besar responden merupakan salah satu penyebab terjadinya
memiliki mild pain sebanyak 64 nyeri, tindakan invasif dan lingkungan
responden (37,6%). yang tidak mendukung.
Sleep hygiene merupakan
modifikasi lingkungan saat pasien tidur
Pembahasan malam. Modifikasi lingkungan berupa
pengaturan suhu, kebisingan dan
pencahayan (Faraklas, 2013; Goddard &
Berdasarkan hasil penelitian Cuthbertson, 2015; Jan et al., 2008).
didapatkan bahwa hampir setengah Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
responden memiliki diagnosa gagal napas data sekunder bahwa mean variabel
(27,6%). Pasien Kritis merupakan pasien dengan nilai yang tidak normal yaitu suhu
dengan kegagalan organ satu atau lebih (38,9o C), tekanan darah (119,64/74,56
organ target (Suwardianto & Selvia, mmHg), Frekuensi nadi (107,58 kali/
2015). Pasien untuk mengungkapkan menit), dan Frekuensi napas (26,34
nyeri pada dasarnya secara subjektif kali/menit). Hal ini menunjukkan bahwa
namun pada pasien gagal napas proses istirahat tidur penting untuk
identifikasi skala nyeri tidak dapat mendukung hemodinamik pasien dan
dilakukan. Hal ini membuat perawat berespon pada penurunan nyeri (Skrobik,
perlu menggunakan metode yang berbeda 2013). Pasien kritis yang dirawat di ICU
pada pasien dengan gagal napas dan perlu terus diidentifikasi kondisi
terpasang ventilator mekanik untuk hemodinamik sehingga mampu
mengetahui tingkatan nyerinya. Pasien menunjukkan kondisi terbaiknya dalam
kritis yang tidak sadar dan atau terpasang proses perbaikan. Perbaikan hemodinamik
ventilator mekanik, untuk pengukuran dapat dilakukan dengan sleep hygiene
nyeri bisa menggunakan CPOT. Pasien dengan meningkatkan respon istirahat
kritis sebagian besar responden berjenis yang optimal. Sleep hygine meningkatkan
kelamin perempuan (50,6%) dan hampir kualitas tidur, memperbaiki regulasi
setengah responden memiliki umur 56-65 keseimbanagan organ, dan
tahun (30%). Hal ini menunjukkan bahwa mengistirahatkan organ.
pasien kritis berada pada usia lansia dan Pasien kritis dapat
pada masa menopause. Kemungkinan hal menginterpretasikan pengalaman nyeri
tersebut dikarenakan beberapa hormon tanpa mengungkapkannya. Pasien kritis
telah berhenti bekerja seperti hormon mengalami rasa nyeri karena lingkungan,
estrogen (Suwardianto, 2016) (Barr et al., tindakan, dan respon dari penyakitnya.
2013). Pasien kritis hampir setengah Nyeri pasien dapat diidentifikasi dengan
responden memiliki pendidikan SMA menggunakan CPOT. Hasil penelitian
(42,4%), hampir setengah responden pada indikator nyeri pada pengkajian
merupakan ibu rumah tangga (31,2%), hal Facial Expression didapatkan bahwa
tersebut menunjukkan bahwa pendidikan sebagian besar responden menunjukkan
dapat menjadi salah satu indikator dalam grimacing (46,6%), pengkajian Body
mempersepsikan nyeri, pengalaman- movements didapatkan bahwa sebagian
pengalaman nyeri pada pasien kritis (Al besar menunjukkan restlessness (39,4%),
Sutari, Abdalrahim, Hamdan-Mansour, & pengkajian Compliance with ventilator or
Ayasrah, 2014; Suwardianto, 2016). Vocalization didapatkan bahwa hampir
Pasien kritis sebagian menggunakan seluruh responden menunjukkan
ventilator mekanik (37,1%). Prognosis Tolerating ventilator or movement
yang buruk dan sesuai dengan diagnosis /Talking in normal tone/no sound
pasien bahwa paling banyak pasien gagal (72,9%), pengkajian Muscle tension
napas sehingga perlu menggunakan alat didapatkan bahwa sebagian besar
Hal: 139-145 Nyeri Pasien Kritis pada Intervensi Sleep Hygiene Care di Intensive Care Unit 144

responden menunjukkan Relaxed (51,8%). Daftar pustaka


Hasil penelitian menunjukkan bahwa
skala nyeri berdasarkan CPOT sebagian
besar responden memiliki mild pain Al Sutari, M. M., Abdalrahim, M. S.,
sebanyak 64 responden (37,6%). Pasien Hamdan-Mansour, A. M., &
kritis dengan nyeri perlu terus Ayasrah, S. M. (2014). Pain
mendapatkan perhatian dari cara among mechanically ventilated
pengukuran, dan asuhan keperawatan patients in critical care units.
yang tepat. Kondisi pasien dapat terus Journal of Research in Medical
berubah untuk mencapai kondisi Sciences : The Official Journal of
optimalnya. Peran perawat dalam Isfahan University of Medical
melakukan asuhan keperawatan perlu Sciences, 19(8), 726–732.
terus didukung dalam mencapai asuhan Retrieved from
keperawatan mengurangi nyeri yang http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc
optimal. /articles/PMC4235092/
Ayasrah, S. M. (2014). Pain Assessment
and Management in Critically ill
Kesimpulan Intubated Patients in Jordan: A
Prospective Study. Int J Health
Sci (Qassim), 8(3), 287–298.
Pasien kritis dengan keluhan nyeri Barr, J., Fraser, G. L., Puntillo, K., Ely, E.
di ICU memiliki Facial Expression W., Devlin, J. W., Kress, J. P., …
didapatkan bahwa sebagian besar Jaeschke, R. (2013). Clinical
responden menunjukkan grimacing practice guidelines for the
(46,6%), pengkajian Body movements management of pain, agitation,
didapatkan bahwa sebagian besar and delirium in adult patients in
menunjukkan restlessness (39,4%), the intensive care unit. Society of
pengkajian Compliance with ventilator or Critical Care Medicine, The
Vocalization didapatkan bahwa hampir American College of Critical
seluruh responden menunjukkan Care Medicine (ACCM), 41(1),
Tolerating ventilator or movement 263–306.
/Talking in normal tone/no sound Evanthia, G. (2015). The Impact of Pain
(72,9%), pengkajian Muscle tension Assessment on Critically Ill
didapatkan bahwa sebagian besar Patients’ Outcomes: A Systematic
responden menunjukkan Relaxed (51,8%). Review. Biomed Res Int, 1(1).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faraklas, I. (2013). Impact of a Nursing-
skala nyeri sebagian besar responden Driven Sleep Hygiene Protocol on
memiliki mild pain (37,6%). Sleep Quality. Journal of Burn
Care & Research, 34(2), 249–
254.
Ucapan terimakasih Gelinas, C. (2016). Pain assessment in the
critically ill adult: Recent
evidence and new trends.
Kami Peneliti berterimakasih Intensive and Critical Care
kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Nursing, 34(1), 1–11.
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Goddard, S. L.,& Cuthbertson, B. H.
(Kemeristek DIKTI) yang telah (2015). Rehabilitation and critical
memberikan hibah kepada kami illness. Anaesthesia and Intensive
pelaksanaan Penelitian Tahun 2019. Kami Care Medicine.
juga berterimakasih kepada responden dan https://doi.org/10.1016/j.mpaic.20
Perawat ICU RS. Baptis Kediri. 15.09.011
Heni. (2014). Lama Hari Rawat Pasien
145 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 5. (2) Agustus 2019 ISSN. 2407-7232

Ventilator Associated Pneumonia Skrobik, Y. (2013). The pain, agitation,


Pada Pasien Dengan Ventilator and delirium practice guidelines
Mekanik Di Icu Rsup Dr Kariadi. for adult critically ill patients: a
Univerisitas Diponegoro, 1(1), 1. post-publication perspective. Ann
Hoppkins, R., RR, M., L, R., Spuhler, V., Intensive Care, 3(9).
& G.E, T. (2012). Physical Suwardianto, H. (2011). Pengaruh terapi
therapy on the wards after early relaksasi nafas dalam (deep
physical activity and mobility in breathing) terhadap perubahan
the intensive care unit. Physical tekanan darah pada penderita
Therapy, 92(12), 1518–1523. hipertensi di puskesmas kota
Iskandar. (2016). Gambaran Tingkat wilayah selatan kota kediri.
Kecemasan Keluarga Pasien Jurnal Kesehatan STIKES RS.
Kritis yang Terpasang Venltilator Baptis Kediri, 4(1).
di Ruang ICU Rumah Sakit Suwardianto, H. (2013). Deep breathing
Umum Daerah (RSUD) Tugurejo relaxation as therapy to decrease
Semarang. blood preassure on hypertension
patients. In Proceedings Faculty
Universitas Deponegoro, 1(1), 1. Of Nursing Of Airlangga The
Jackson, J., Pandharipande, P., Girard, T., Fourd Internasional Nursing
Brummed, N., & Thompson, J. Conference Improving Quality Of
(2014). Depression, post- Nursing Care Though Nursing
traumatic stress disorder, and Research and Innovations, 1(1),
functional disability in survivors 1–12.
of critical illness in the brain-icu Suwardianto, H. (2016). Tardive
study: a longitudinal cohort study. dyskenesia, motor activity,
The Lancet Respiratory Medicine, sedation scale, dan cardiac
2(5), 369–379. workload pasien IPI pada
Jan, J. E., Owens, J. A., Weiss, M. D., pemberian analgesik di instalasi
Johnson, K. P., Wasdell, M. B., perawatan intensif RS. baptis
Freeman, R. D., & Ipsiroglu, O. S. kediri. Keperawatan Kritis,
(2008). Sleep Hygiene for Penelitian Hibah YBI.
Children With Suwardianto, H., Prasetyo, A., & Utami,
Neurodevelopmental Disabilities. R. S. (2018). Effects of Physical-
Pediatrics. Cognitive Therapy (PCT) on
https://doi.org/10.1542/peds.2007 Criticaly ill Patients in Intensive
-3308 Care Uni. Hiroshima Journal of
Puntillo. (2014). Determinants of Medical Sciences, 67(1), 63–69.
procedularal pain intensity in the Suwardianto, H., & Selvia, D. (2015).
intensive care unit. Am J Respir Buku Ajar
Crit Care Med, 189(1), 39–47. Keperawatan
Rimawati, Suwardianto, H., & VW, A. Kegawatdaruratan
(2018). Resilience of Knowledge (Perspektif, Konsep,
and Perception Skills on the First Prinsip,
Aid on Employees. The 2nd Joint dan Penatalaksanaan
International Conferences, 2(2), Kegawatdaruratan). Surabaya:
535. PT. REVKA PETRA MEDIA.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021; 1-
10 P ISSN : 2460-4550 / E ISSN : 2720-958X
DOI : 10.36085/jkmb.v9il.1483

JURNAL ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE II


DENGAN PRAKTIK PERAWATAN KAKI DALAM MENCEGAH LUKA
DI WILAYAH KELURAHAN CENGKARENG BARAT

Nur Afni Wulandari Arifin


Program Profesi Ners, STIKes Kesetiakawanan Sosial
Indonesia Email: ns.afni@yahoo.com

ABSTRAK
Sistem endokrin mengendalikan proses tubuh melalui zat kimia, sebagian besar zat kimia
ini disekresi didalam kelenjar. Kelenjar endokrin terletak di seluruh tubuh dan masing-
masing kelenjar mengandung sekelompok sel khusus yang menyekresi hormon langsung
kedalam aliran darah, di edarkan ke seluruh tubuh. Hormon ini bekerja pada jaringan yang
jauh (disebut jaringan target) melalui sinyal endokrin. Klien diabetes sangat beresiko
terhadap kejadian pencegahan cedera kaki kaki diabetik pada penderita diabetes dengan
perawatan kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan pasien
diabetes mellitus tipe II dengan praktik perawatan kaki sehari-hari dalam mencegah luka.
Banyaknya masalah yang dihadapi klien diabetes khususnya tentang perawatan kaki dapat
dicegah dan diminimalisir jika klien melakukan pengetahuan dan praktik perawatan kaki
yang tepat. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional
dan jumlah sampel 30 orang. Hasil analisis uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan
yang bermakna antara pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe II dengan praktik
perawatan kaki dalam mencegah luka (p = 0,020). Pengetahuan sangat penting dalam
tindakan seseorang melakukan praktik perawatan kaki. Cedera kaki diabetik tidak akan
terjadi jika penderita diabetes memiliki pengetahuan dan ingin menjaga serta ingin
merawat kaki secara teratur. Klien diabetes melitus harus menyadari bahwa aktivitas
perawatan kaki merupakan bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki dan pemeriksaan kaki untuk
meminimalkan atau mencegah timbulnya cedera kaki pada penderita diabetes melitus.
Sehingga kasus luka kaki diabetic dapat di cegah sejak dini.

Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe II, Pengetahuan, Praktik perawatan kaki

ABSTRACT
The endocrine system controls the body's processes through chemicals, most of these
chemicals are secreted in the glands. Endocrine glands are located throughout the body
and each gland contains a special group of cells that secrete hormones directly into the
bloodstream, circulated throughout the body. This hormone acts on distant tissues (called
target tissue) via endocrine signals. Diabetic clients are very at risk for the incidence of
preventing diabetic foot injury in diabetics with foot care. This study aims to determine the
relationship between the knowledge of type II diabetes mellitus patients with daily foot
care practices in preventing wounds. The many problems faced by diabetic clients,
especially regarding foot care, can be prevented and minimized if clients carry out proper
foot care knowledge and practices. This research is a quantitative study with a cross
sectional design and a sample size of 30 people. The results of the Chi Square test analysis
showed that there was a significant relationship between the knowledge of type II
diabetes mellitus patients

Pengetahuan Pasien DM Tipe II…..(Arifin, N,A,W.) 1


Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021

and the practice of foot care in preventing wounds (p = 0.020). Knowledge is very
important in the actions of a person who practices foot care. Diabetic foot injury will not
occur if people with diabetes have extensive knowledge and want to look after and want to
take care of their feet regularly. Clients with diabetes mellitus must be aware that foot
care activities are part of their daily habits. Therefore, it is necessary to develop health
education on foot care and foot examination to minimize or prevent foot injuries in people
with diabetes mellitus. So that cases of diabetic foot injury can be prevented from an early
age.

Keywords: Diabetes Mellitus Type II, Knowledge, Foot care practice

PENDAHULUAN
Sistem endokrin mengendalikan menderita DM. Jumlah tersebut terus
proses tubuh melalui zat kimia, sebagian meningkat pada tahun 2019, didapatkan
besar zat kimia ini disekresi didalam 415 juta orang di dunia yang menderita
kelenjar. Kelenjar endokrin terletak di DM. Hal ini menunjukan bahwa
seluruh tubuh dan masing-masing penderita DM di dunia terus meningkat
kelenjar mengandung sekelompok sel setiap tahun (IDF, 2019). Menurut World
khusus yang menyekresi hormon Health Organization (WHO), saat ini
langsung kedalam aliran darah, di terdapat
edarkan ke seluruh tubuh. Hormon ini 346 juta penderita diabetes mellitus
bekerja pada jaringan yang jauh (disebut dimana 80 persennya di Negara
jaringan target) melalui sinyal endokrin berkembang (Ayu, 2017).
(Rosdhal, Kowalski, 2014). Sel pankreas Menurut Pusat data dan Informasi
menghasilkan sebuah hormon yang Kesehatan 2018 Jumlah penderita DM di
disebut insulin untuk mengatur Indonesia mencapai 8,4 juta pada tahun
metabolisme, tanpa hormon ini glukosa 2000 dan diperkirakan akan meningkat
tidak dapat masuk sel tubuh dan kadar menjadi 21,3 juta pada tahun 2030
glukosa darah meningkat. Penurunan ( Pusdatin, 2018). Pada Tahun 2012 di
jumlah, pengurangan, atau tidak Jawa Timur, penyakit diabetes
efektifnya penggunaan insulin memicu menempati urutan kedua setelah
gangguan diabetes mellitus (Roshdal, hipertensi, dengan jumlah kasus
Kowalski, 2014). mencapai 137.427 pada rumah sakit
Diabetes Melitus adalah penyakit pemerintah tipe B dan C (Munali &
kronis yang kompleks yang Kusnanto dkk, 2019).
membutuhkan perawatan medis Menurut Media Indonesia Tahun
berkelanjutan dengan strategi 2018 Provinsi DKI Jakarta menjadi salah
pengurangan risiko multi faktor di luar satu wilayah dengan prevalensi diabetes
kontrol glikemik. Pasien yang mendapat tertinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil
pendidikan dan dukungan manajemen riset kesehatan dasar (Riskesdas)
mandiri terus menerus sangat penting 2018 Prevalensi diabetes di Jakarta
untuk mencegah komplikasi akut dan meningkat dari 2,5% menjadi 3,4% dari
mengurangi risiko komplikasi jangka total 10,5 juta jiwa atau sekitar 250 ribu
panjang (ADA, 2016). Berdasarkan penduduk di DKI menderita
Internasional Diabetes Federation, diabetes. Seiring dengan meningkatnya
ditemukan 207 juta orang penduduk prevalensi diabetes, maka kemungkinan
dunia
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021
Pengetahuan Pasien DM Tipe II…..(Arifin, N,A,W.) 2
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021

adanya peningkatan terjadinya Salah satu komplikasi umum dari


komplikasi pada penderita diabetes Diabetes adalah masalah kaki diabetes,
mellitus. kaki diabetes yang tidak dirawat dengan
Komplikasi yang sering terjadi baik akan mudah mengalamai luka, dan
pada penderita diabetes adalah luka kaki. cepat berkembang menjadi ulkus gangren
Komplikasi ini dapat menyebabkan bila tidak dirawat dengan benar
kecacatan dan memiliki resiko 15 sampai (Soegondo, 2015). Luka diabetik adalah
40 kali lebih besar terjadi amputasi luka yang terjadi pada pasien dengan
dengan prevalensi sekitar 25% bahkan diabetik yang melibatkan gangguan pada
sampai terjadinya kematian karena ulkus saraf periferal dan autonomik.
diabetikum dengan prevalensi kejadian Penyebabnya adalah karena neuropati
sekitar 16% (Muflihatin, dkk 2016). Kaki (kerusakan saraf) dan periferal vaskular
diabetik (Diabetic Foot) merupakan salah disease (Suriadi, 2004). Data dari Rumah
satu infeksi kronik yang paling ditakuti Luka Indonesia menunjukan bahwa 60%
oleh penderita Diabetes Melitus. Klien penderita mengalami gangguan pada
diabetes sangat beresiko terhadap saraf (neuropati) dan 60% memiliki
kejadian luka kaki (Natovich,dkk 2017 resiko luka pada kaki.
dalam Dian 2018). Lebih dari 150 juta Luka DM juga merupakan
penduduk dunia pada tahun 2016 penyebab amputasi pada kaki dengan
menderita diabetes dan hampir porsentase 40-70% (Rumah Luka
seperempatnya berisiko memiliki ulkus Indonesia, 2013 dalam Maghfuri, 2016).
diabetikum, 25% kasus ulkus diabetikum Diperkirakan bahwa 50-75% dari
berdampak pada amputasi organ. amputasi tersebut sebenarnya dapat
Pada tahun 2016, World Health dicegah, tetapi penatalaksanaan jangka
Organization mencatat angka prevalensi panjang pada pasien Diabetes dan
diabetes di Indonesia adalah 7% dari total pencegahan terhadap komplikasinya
populasi. Prevalensi penderita ulkus kaki masih merupakan suatu tantangan. Hal
diabetik sekitar 15% dengan risiko tersebut memerlukan pendekatan tim
amputasi 30 %, angka mortalitas 32%, multidisiplin yang terkoordinasi, yang
dan di Indonesia ulkus kaki diabetik melibatkan dokter, perawat spesialis
merupakan penyebab paling besar untuk diabetes, siropordis, dan orthotist serta
dilakukan perawatan di rumah sakit pada beberapa kasus memerlukan ahli
sebesar 80% (Gista & Sulistyowati, bedah vaskuler dan ahli bedah ortopedi
2015). Prevalensi terjadinya luka kaki tetapi semua memerlukan kerjasama
diabetes di Indonesia sekitar 13% pasien yang telah mendapatkan informasi
pendertia dirawat di rumah sakit dan 26% (Moya, 2004).
penderita rawat jalan (Amelia, 2018). Perawatan kaki pada pasien
Persentase ulkus diabetikum sebagai diabetes melitus penting dilakukan karena
komplikasi diabetes mellitus pada tahun seseorang dengan diabetes melitus
2011 di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo beresiko untuk masalah kaki dan kuku
Jakarta (RSCM) adalah 8.70%. akibat suplay darah perifer yang kurang
Salah satu tindakan pencegahan baik ke kaki, sensasi proeksi di kaki juga
terjadinya kaki diabetik pada penderita berkurang sehingga trauma pada kaki
diabetes yaitu dengan perawatan kaki.
Pengetahuan Pasien DM Tipe II…..(Arifin, 23
N,A,W.)
sering kali tidak diketahui dan adanya berkomunikasi dengan baik, bersedia
kerusakan kulit maka infeksi akan lebih menjadi responden dan menandatangani
mudah berkembang karena sirkulasi yang Informed Consent.
buruk. Perawatan kaki dan kuku perlu Alat pengumpulan data yang
dilakukan secara rutin untuk mencegah digunakan pada penelitian ini adalah
infeksi, bau kaki, dan cidera jaringan kuesioner. Kuesioner berupa daftar
lunak. Pasien harus patuh dalam pertanyaan yang tersusun dengan baik,
melakukan perawatan kaki untuk ada dalam bentuk isian dan ada dalam
mengurangi resiko terjadinya ulkus pada bentuk check list sehingga responden
kaki (Potter, Perry, 2005). Salah satu tinggal mengisi dan memberi check list
penelitian pada tahun 2012 yang telah pada pilihan jawaban yang sesuai. Data
dilakukan di PKU Muhammadiyah yang dikumpulkan yaitu:
Jogjakarta oleh Arianti yaitu hubungan
antara perawatan kaki dengan resiko 1. Kuesioner Tentang Pengetahuan
ulkus kaki diabetes, hasil yang Kuesioner ini digunakan untuk
didapatkan bahwa perawatan kaki mengukur pengetahuan pasien diabetes
mandiri serta pemilihan dan pemakaian tentang perawatan kaki dalam mencegah
alas kaki yang benar dapat mencegah luka. Kuesioner yang digunakan adalah
resiko terjadinya ulkus (Arianti, 2012). kuesioner yang dibuat oleh Munali
Berdasarkan fakta tersebut, (2019) yang dikembangkan oleh Shiu &
peneliti tertarik untuk melakukan Wong (2011). Jumlah seluruh pertanyaan
penelitian mengenai hubungan terdiri dari 15 item dengan pilihan
pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe jawaban yang paling benar. Setiap
II dengan praktik perawatan kaki dalam jawaban yang benar diberi nilai 1 dan
mencegah luka. jawaban salah diberi nilai 0. Sehingga
skor total 15.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan 2. Kuesioner Perawatan Kaki
penelitian kuantitatif dengan Kuesioner ini digunakan untuk
menggunakan Desain Cross sectional. mengidentifikasi praktik atau tindakan
Dalam penelitian ini Variabel tentang perawatan kaki dan pencegahan
Independennya Pengetahuan Pasien terjadinya luka pada kaki. Instrumen yang
Diabetes Mellitus Tipe II dan Variabel digunakan adalah modifikasi kuesioner
Dependennya Praktik Perawatan Kaki yang berasal dari questions determining
dalam mencegah luka. Populasi dalam the knowledge and practices about foot
penelitian ini adalah adalah para pasien care yang dikembangkan oleh Hasnain
diabetes mellitus tipe 2. Teknik dan Sheikh (2009). Kuesioner ini
pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan modifikasi oleh peneliti pada
menggunakan teknik purposive sampling nomor 8 dan 10 yakni pertanyaan yang
yaitu memilih sesuai dengan kriteria sifatnya positif dimodifikasi menjadi
inklusi, antara lain: Penderita Diabetes pertanyaan negatif. Kuesioner ini
Mellitus Tipe II yang belum mengalami diterjemahkan melalui cara Back
luka, lama menderita DM >5 tahun, dapat Translation. Jumlah pertanyaan terdiri
dari 15 item pertanyaan dengan skor
untuk
setiap pertanyaan yaitu: pertanyaan SD 10 33.3
nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14 SMP 10 33.3
dan 15 SMA 7 23.3
jika jawaban ”Ya” (dilakukan) diberi skor PT 0 0.0
1, jawaban ”Tidak” (tidak dilakukan) Lama menderita DM
skor < 5 tahun 17 56.7
0. Pertanyaan nomor 8 dan 10 jika > 5 tahun 13 43.3
jawaban ”Ya” (dilakukan) skor 0,
jawaban”Tidak” (tidak dilakukan) skor 1. Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan
Sehingga skor total adalah 15, bahwa sebagian besar usia responden adalah
selanjutnya dikategorikan menjadi 2 berusia 46-55 tahun sebanyak 12
kategori yaitu “praktik kurang” jika skor responden (40%). Usia 56-65 tahun
yang benar kurang dari mean 9,58 dan sebanyak 10 responden (33,3%) dan
“praktik baik” jika skor sama dan lebih usia > 65 tahun sebanyak 8 responden
besar dari mean 9,58. (26,7%).
Analisis data dilakukan dengan
membuat tabel dan distribusi frekuensi Hasil Uji Statistik Uji Chi-Square:
masing-masing variable yaitu variable Tingkat Pengetahuan Responden
bebas dan variable terikat. Analisa ini Tabel 2. Gambaran Tingkat Pengetahuan
dilakukan untuk mengetahui tentang Responden tentang Diabetes Mellitus
pengetahuan pasien diabetes mellitus tipe Variabel n %
II (variabel bebas) terhadap praktik Pengetahuan
perawatan kaki dalam mencegah luka Baik 10 33.3
(variabel terikat) yang dilakukan dengan Kurang 20 66.7
uji Uji Chi-Square yang bertujuan untuk Jumlah 30 100
menguji perbedaan presentase antara dua
kelompok sampel dengan tingkat Berdasarkan tabel diatas didapatkan
kepercayaan 95%. Selanjutnya akan jumlah responden yang memiliki
dilanjutkan dengan tabel frekuensi dan pengetahuan baik 10 orang (33,3%) dan
dalam bentuk laporan. responden yang memiliki pengetahuan
kurang 20 orang (66,7%).
HASIL PENELITIAN
Gambaran Praktik perawatan kaki
Karakteristik Responden Responden dalam mencegah luka
Tabel 1. Karakteristik responden Tabel 3. Distribusi responden
Variabel n % berdasarkan Praktik perawatan kaki
Umur dalam mencegah luka.
46 - 55 Tahun 12 40.0
56 - 65 Tahun 10 33.3
>65 Tahun 8 26.7
Jenis Kelamin
Laki – laki 10 33.3
Perempuan 20 66.7
Pendidikan
Tidak Sekolah 3 10.0
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021

Variabel n %
Berdasarkan tabel diatas didapatkan jumlah responden yang melakukan praktik perawatan
Praktik
kaki dengan baik berjumlah 15 orang (50,0%). Yang melakukan praktik kurang 15 orang .
Baik 15 50.0
Kurang 15 50.0
Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Tipe II dengan Praktik Perawatan
Jumlah 30 100
Kaki Dalam Mencegah Luka
Tabel 3. Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Perawatan Kaki Dalam Mencegah Luka
Praktik
Pengetahuan Baik Kurang Total p-value
N % N % N %
Baik 8 26.7 2 6.7 10 33.3 0.020
Kurang 7 23.3 13 43.3 20 66.7
Jumlah 15 50 15 50 30 100

Tabel diatas menggambarkan bahwa


PEMBAHASAN
dari 30 responden yang memiliki
Hasil penelitian menggambarkan
pengetahuan baik yang melakukan
bahwa dari 30 responden yang memiliki
praktik dengan baik sebesar 8 responden
pengetahuan baik yang melakukan
(26,7%)
praktik dengan baik sebesar 8 responden
dengan praktik kurang 2 orang (6,7%).
(26,7%)
Sedangkan responden yang memiliki
dengan praktik kurang 2 orang (6,7%).
pengetahuan kurang yang melakukan
Sedangkan responden yang memiliki
praktik baik 7 orang (23,3%) dengan
pengetahuan kurang yang melakukan
praktik kurang 13 orang (43,3%). Hasil
praktik baik 7 orang (23,3%) dengan
persentase menunjukkan bahwa
praktik kurang 13 orang (43,3%). Hasil
responden yang mempunyai pengetahuan
persentase menunjukkan bahwa antara
baik memiliki praktik perawatan kaki
responden yang mempunyai pengetahuan
lebih baik dibandingkan dengan
baik memiliki praktik perawatan kaki
responden yang mempunyai pengetahuan
lebih baik dibandingkan dengan
kurang.
responden yang mempunyai pengetahuan
Berdasarkan uji statistik Chi-Square
kurang yang tidak melakukan praktik.
Test mendapatkan nilai p value sebesar
Hasil ini sama dengan penelitian menurut
0,020 sehingga nilai p value < 0,05
Dian Hudiyawati, dkk (2018) yang
bahwa ada hubungan yang signifikan.
menyatakan menunjukan terdapat
Sehingga Ha diterima H0 ditolak yang
hubungan yang signifikan antara
berarti ada hubungan tingkat pengetahuan
pengetahuan dengan kepatuhan dalam
pasien diabetes mellitus tipe II dengan
melakukan perawatan kaki pada
praktik perawatan kaki dalam mencegah
penderita Diabetes Melitus Tipe II
luka.
Penderita Diabetes Melitus yang
berpengetahuan baik lebih baik
dalam melakukan

Pengetahuan Pasien DM Tipe II…..(Arifin, 274


N,A,W.)
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021

perawatan kaki di bandingkan dengan adanya intervensi langsung dari tenaga


penderita Diabetes Melitus Tipe II yang kesehatan untuk melakukan manajemen
berpengetahuan kurang. Diabetes Melitus.
Begitu juga penelitian menurut Perawatan kaki seharusnya dilakukan
Srimiyati (2018) menunjukkan bahwa oleh setiap orang, terutama juga harus
pengetahuan baik lebih baik dalam dilakukan oleh penderita diabetes
melakukan praktik perawatan kaki dalam melitus. Hal ini dikarenakan penderita
mencegah luka. Hasil penelitian diabetes sangatlah rentan terkena luka
menunjukkan ada hubungan yang pada kaki, dimana proses penyembuhan
signifikan antara pengetahuan pasien luka tersebut juga membutuhkan waktu
diabetes mellitus tipe II dengan praktik yang lama. Sehingga apabila setiap orang
perawatan kaki dalam mencegah luka. mau untuk melakukan perawatan kaki
Pasien diabetes melitus tipe II yang dengan baik, akan mengurangi resiko
berpengetahuan baik mempunyai peluang terjadinya komplikasi pada kaki. Oleh
lebih baik untuk memiliki praktik karena itu perawatan kaki yang baik
perawatan kaki baik dibandingkan dapat mencegah terjadinya kaki diabetik,
dengan pasien diabetes melitus tipe II karena perawatan kaki merupakan salah
yang berpengetahuan kurang. Seseorang satu faktor penanggulangan cepat untuk
dengan pengetahuan yang baik memiliki mencegah terjadinya masalah pada kaki
perawatan kaki yang baik pula dimana yang dapat menyebabkan ulkus kaki.
kebiasaan terbentuk oleh pengetahuan Tindakan pencegahan kaki diabetik
yang dimiliki terutama kebiasaan baik terdiri dari mencari informasi tentang
tentang cara-cara perawatan kaki. Hasil kaki diabetik, identifikasi faktor resiko,
ini sejalan dengan penelitian menurut manajemen diabetes melitus, perawatan
Ulfah Husnul,dkk (2020) bahwa kaki, edukasi perawatan diabetes melitus,
pengetahuan yang baik mempengaruhi dan penggunaan alas kaki yang
praktik perawatan kaki yang baik. semestinya, serta penanggulangan yang
Penderita Diabetes Melitus yang cepat apabila ada masalah pada kaki
memiliki tingkat pengetahuan perawatan (Suyanto, 2017). Praktik yang lebih baik
kaki baik tetapi tidak patuh dalam dalam melakukan perawatan kaki akan
melakukan perawatan kaki dalam mengurangi risiko terkena kaki diabetik.
penelitian ini dimungkinkan terjadi Karena mencegah terjadinya kaki
karena faktor variabel pengganggu yang diabetik lebih baik daripada proses
tidak di kontrol ataupun sikap acuh dari penyembuhannya. Proses penyembuhan
penderita Diabetes Melitus (Lukitasari, kaki diabetik membutuhkan waktu yang
2013). Hal ini mungkin disebabkan lama. Menurut Srimiyati (2018), jika
karena banyaknya faktor lain yang sudah terjadi kaki diabetik maka akan
mempengaruhi kepatuhan pasien dalam memerlukan waktu yang lama untuk
melakukan manajemen Diabetes Melitus penyembuhan.
selain pengetahuan. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Alfian (2016) faktor
lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan
adalah tingkat keparahan penyakit dan

Pengetahuan Pasien DM Tipe II…..(Arifin, 28


N,A,W.)
KESIMPULAN Ayu Putri. 2019. “Gambaran Perilaku
Tingkat pengetahuan pasien diabetes Perawatan Kaki Pada Pasien
mellitus tipe II memiliki hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RS
dengan pemahaman klien dalam Tingkat III Baladhika Husada
melakukan praktik perawatan kaki guna Jember”. Skripsi. Fakultas Ilmu
mencegah luka terjadinya luka, sehingga Keperawatan Universitas Jember.
direkomendasikan kepada pemberi Damayanti, Santi. 2015. “Diabetes
layanan kesehatan agar melakukan hal- Mellitus & Penatalaksanaan
hal sebagai berikut: Dilaksanakan Keperawatan”. Nuha Medika
program kegiatan pendidikan kesehatan Yogyakarta
(Health Education) yang terencana, Dene Fries. 2019. “Hubungan Kualitas
terorganisir dan berkesinambungan. Tidur Dengan Kadar Gula Darah
Disediakan tempat dan jadwal khusus Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
untuk memberikan kesempatan kepada di RSUD dr. M. Haulussy”. Jurnal
pasien diabetes melitus atau keluarga BIOSAINSTEK Vol 1 No 1, 56-60 :
untuk berkonsultasi mengenai perawatan Ambon
kaki di semua unit pelayanan. Dilakukan Dian Hudiyawati, dkk. 2018.
pemeriksaan kaki melalui visual “Pengetahuan berpengaruh terhadap
inspection setiap kali kunjungan berobat kepatuhan dalam perawatan kaki pada
atau pemeriksaan lengkap setiap tahun. klien diabetes melitus tipe II.
untuk mendeteksi adanya neuropati atau Surakarta : “Jurnal Keperawatan
faktor resiko terjadinya ulkus diabetik. Global, Volume 3, No 2, Desember
2018 hlm 58-131.
DAFTAR PUSTAKA Eka Oktavianita. 2019. Pengertian
American Diabetes Association (ADA). Diabetes 2018.
2018. American Diabetes Association http://eprints.umg.ac.id/3168/3/4.BAB
(ADA) 2018. “Foot Care Standards %20II.pdf
of Medical Care in Diabetes-2018”. Indriyani Astuti, dkk. 2018.
http://care.diabetesjournals.org/conten “DKI Jakarta Wilayah
t/36/Supplement_1/S11.full.pdf+html. Tertinggi Pravelensi Diabetes di
Diakses pada 08 Mei 2020 Indonesia”.
Ardi, M., Damayanti,S & Sudirman https://mediaindonesia.com/read/detai
(2014). “Hubungan Kepatuhan l/203040-dki-jakarta-wilayah-
Perawatan Kaki Dengan Resiko tertinggi-prevalensi-diabetes. Di akses
Ulkus Kaki Diabetes Di Poliklinik 01 Mei 2020
DM RSU Andi Makkasar parepare”. Khairani, dkk. 2019. “Hari Diabetes
Vol.4 No.1. ISSN: 2302-1721 Sedunia 2018”. Jakarta : Pusat Data
American Nursing Assosiation. Tahu, Dan Informasi Kementrian Kesehatan
2015. Republik Indonesia
http://repository.umy.ac.id/bistream/h Lusiana, dkk 2015.
andle/123456789/7818/BAB http://repository.poltekkes-
%20IIIpd f? denpasar.ac.id/1008/4/BAB
sequence=3&isAllowed=y %20III.pd
f. Pengertian Kerangka Konsep
Miftakhul Ulum Mahfud. 2012. Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus
“Hubungan perawatan kaki pasien Tipe II
diabetes melitus tipe 2 dengan Nursalam, 2016. Konsep Pengetahuan.
kejadian ulkus diabetik di RSUD dr. http://eprints.umpo.ac.id/4458/1/BAB
Moewardi”. Naskah Publikasi. %202.pdf
Fakultas Kedokteran Universitas Okatiranti. 2013. “Jurnal
Muhammadiyah Surakarta Ilmu Keperawatan Vol 1 No.1”.
Muhammad Sutejo Ngadiluwih. 2018. Bandung: Pengetahuan pasien diabetes
“Pengaruh perawatan kaki terhadap melitus tipe II tentang perawatan kaki
sensitivitas kaki pada penderita di wilayah kerja puskesmas cikutra baru
diabetes mellitus tipe II”. Skripsi. kecamatan cibeunying kaler Bandung.
Fakultas Ilmu Keperawatan Sekolah Pande Dwipayana.dkk. 2015.
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan “Sop perawatan kaki” diakses
Cendekia Medika Jombang. ada tanggal
Munali, dkk. 2019 “Jurnal 11 Mei 2020 pukul 07.55 wib
Keperawatabn Medikal Bedah dan https://vdocuments.site/sop-
Kritis Vol 8, No. 1”. Surabaya : perawatan-kaki.html.
http://e- journal.unair.ac.id/CMSNJ Perkeni. 2015. “Konsensus Pengelolaan
Munali. 2019. “Pengaruh edukasi dan Pencegahan Diabetes Melitus
kesehatan perawatan kaki terhadap Tipe 2 di Indonesia”. Edisi Revisi.
pengetahuan sikap dan tindakan Jakarta : PB Perkeni
dalam pencegahan ulkus kaki Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
diabetic”. Skripsi. Fakultas Konsensus Pengelolaan dan
Keperawatan Universitas Airlangga Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
Noor Diani, dkk. 2013. “Jurnal di Indonesia. 2015. (Perkumpulan
Keperawatan Indonesia Volume 16 Endokrinologi Indonesia, 2015).
No.2, Juli 2013, hal 120-129 P ISSN Restyana Noor Fatimah. 2015.
1410-4490, eISSN 2354-9203”. “Diabetes Mellitus Tipe II”. J
Depok: pengetahuan klien tentang Majority Volume 4 Nomor 5. Artikel
diabetes melitus tipe 2 berpengaruh Review : Lampung.
terhadap kemampuan klien merawat Ridha Wahyuni, dkk. 2019. “Hubungan
kaki. Pola Makan Terhadap Kadar Gula
Noor Diani. 2013. “Pengetahuan dan Darah Penderita Diabetes Mellitus”.
praktik perawatan kaki pada klien Jurnal Medika Karya Ilmiah
diabetes melitus tipe 2 di Kalimantan Kesehatan. Vol 4 No.2 ISSN 2654-
Selatan”. Tesis. Fakultas Ilmu 945X: Samarinda
Keperawatan Universitas Indonesia Rina. Et. All. 2016. “Jurnal
Nova Nurwinda dkk. 2018. Epidemiologi Kesehatan Kominitas 1
“Indonesian Journal of Nursing (2) 2016, 48- 60”.Padang. Faktor
Research Vol 1 No 2, e-ISSN 2615- Kejadian luka kaki pada penderita dm
6407”. Lampung: Faktor–Faktor yang tipe II.
Mempengaruhi Kemandirian Merawat Setiadi, 2013. Pengolahan data.
http://repository.upi.edu/23621/6/TA_
PER_1307035_Chapter3.pdf
Shara Kurnia dkk. 2013. “Jurnal
Ilmiah Ksehatan 5 (1) 2012”.
Jakarta: faktor
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, Volume 09, Nomor 01, April 2021

risiko kejadian diabetes melitus tipe II


di puskesmas kecamatan Cengkareng
Jakarta Barat
Shinta Arini Ayu. 2015. “Jurnal
Kesehatan Holistik Volume 11 No.2
2017”. Lampung: Hubungan
perawatan kaki dengan kejadian luka
kaki pada penderita diabetes melitus
di rsud dr. H. Abdul Moeloek
Propinsi Lampung
Snyder, R.J., et al., The management of
diabetic foot ulcers through optimal
off-loading building consensus
guidelines and practical
recommendations to improve
outcomes. J Am Podiatr Med Assoc,
2014. 104(6): p. 555–67.
Srimiyati. 2018 “MEDIASAINS. Jurnal
Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol 16 No. 2”.
Sumatra Selatan: pengetahuan
pencegahan kaki diabetik penderita
diabetes melitus berpengaruh terhadap
perawatan kaki
Sugiyono. 2016. “Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”.
Bandung: PT Alfabet.
Sugiyono. 2016.
http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/ri
setmhs/BAB31414172049.pdf .
Ciamis Jawa Barat
Tito Sigilipoe. 2019. “Hari
Diabetes Sedunia
mengangkat tema Diabetes dan
Keluarga”. Jakarta :
https://lokadata.id/artikel/infografik-
hari-diabetes-sedunia-penderita-
meningkat
Ulfa Husnul Fata, dkk. 2020. “Jurnal
Keperawatan Volum 12 No 1”. Blitar:
pengetahuan dan sikap tentang
perawatan kaki diabetes pada
penderita diabetes mellitus.

Pengetahuan Pasien DM Tipe II…..(Arifin, N,A,W.) 2


10
24

Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada


hhttps://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
Vol 9, No, 1, Juni 2020, pp;24-29
p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563
DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.211

ARTIKEL PENELITIAN
Penerapan Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pencernaan
“Gastritis”
Application of Nursing Care with "Gastritis" Digestive System Disorders

Suprapto Suprapto
Prodi DIII Keperawatan Politeknik Sandi Karsa
Artikel info
Artikel history: Abstract
Received; 08 Februari 2020 The purpose of applying nursing care by using a nursing process
Revised; 11 Februari 2020 approach with priority problems meeting the basic needs of pain.
Accepted; 12 Februari 2020 The research method used with the case study approach is designed
descriptively, which in this case study will explain the cases
experienced by patients with gastritis. The results of research from
the results of case studies that people with gastritis will be worse if
he experiences stress. In addition to stress, the entry of air through
the mouth when consuming food can also cause an increasingly
bloated stomach and increased belching frequency. Conclusions
obtained from the main complaints of patients say uluhati like
pricked and felt at mealtime or late eating with the nature of
complaints disappearing arise. The objective data is that the
general condition of the patient is weak, the patient seems to wince
The main nursing diagnoses are pain related to gastric mucosal
irritation, nutritional changes less than the body's needs related to
inadequate intake and the risk of lack of fluid volume associated
with nausea and vomiting. In planning the writer involves the
family in determining the priority of the problem of choosing the
right action in the nursing process of gastritis. Interventions carried
out adjusted to interventions contained in the theory. The
implementation phase is based on a plan that has been prepared by
the author together with the client and family. In evaluating the
nursing process in clients with gastritis always refers to the purpose
of meeting the needs of the client. The results of the evaluation
conducted for three days showed that all problems could be
overcome.
Abstrak.
Tujuan menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan dengan prioritas masalah
pemenuhan kebutuhan dasar nyeri. Metode penelitian yang
digunakan dengan pendekatan studi kasus didesain secara
deskriptif, dimana dalam studi kasus ini akan menjelaskan tentang
kasus yang dialami oleh pasien dengan Gastritis. Hasil penelitian
dari hasil studi kasus bahwa penderita gastritis akan menjadi lebih
buruk jika dirinya mengalami stres. Selain stress, masuknya udara
lewat mulut ketika mengkonsumsi makanan juga bisa
menyebabkan perut semakin kembung dan frekuensi
Suprapto, Application of Nursing Care with "Gastritis" Digestive System Disorders, JIKSH Vol 9 No 1 Juni 2020
25

sendawa
meningkat. Kesimpulan didapatkan keluhan utama pasien

Suprapto, Application of Nursing Care with "Gastritis" Digestive System Disorders, JIKSH Vol 9 No 1 Juni 2020
mengatakan uluhati seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan pada
waktu makan atau terlambat makan dengan sifat keluhan hilang
timbul. Data obyektifnya berupa keadaan umum pasien lemah,
pasien nampak meringis. Diagnosa keperawatan yang utama
ditegakkan adalah nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa
lambung, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat dan resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah. Dalam
perencanaan penulis melibatkan keluarga dalam menentukan
prioritas masalah memilih tindakan yang tepat dalam proses
keperawatan gastritis. Intervensi yang dilaksanakan disesuaikan
dengan intervensi yang terdapat dalam teori. Tahap pelaksanaan
didasarkan pada perencanaan yang telah disusun penulis bersama
klien dan keluarga. Dalam mengevaluasi proses keperawatan pada
klien dengan gastritis selalu mengacu pada tujuan pemenuhan
kebutuhan klien. Hasil evaluasi yang dilakukan selama tiga hari
menunjukkan semua masalah dapat teratasi
Keywords: Coresponden author:
Gastritis; Email: atoenurse@gmail.com
Pencernaan
; Nyeri;
artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi CC BY -4.0
Pendahuluan
Kesehatan merupakan keadaan normal dan sejahtera anggota tubuh sosial dan jiwa pada
seseorang untuk dapat melakukan aktifitas tanpa gangguan yang berarti dimana ada
kesinambungan antara kesehatan fisik, mental dan social seseorang termasuk dalam melakukan
interaksi dengan lingkungan. Masalah keperawatan merupakan masalah yang sangat kompleks
yang saling berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat tidak hanya dilihat dari segi
kesehatannya sendiri tapi harus dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap kesehatan.,
Sehat adalah keadaan sejahtera dari tubuh (jasmani), jiwa (rohani), dan social yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis(Depkes, 1992).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara keteraturan makan dengan
kejadian gastritis dengan P value=0,092 (> 0, 05) sedangkan untuk variabel kebiasaan makan dan
jenis makanan yang dimakan dengan kejadian gastritis didapatkan hasil P value=0,000 (< 0,05) di
AKPER Manggala Husada Jakarta tahun 2013. Perlu adanya kesadaran dari mahasiswa untuk
menjaga pola makan yang sehat dan teratur supaya masalah kejadian penyakit gastristis tidak
menjadi lebih parah(Hartati & Cahyaningsih, 2016). Menurut (Suratun, 2010) dalam buku Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal tahun 2010 hal 62 menjelaskan pada
klien yang mengalami mual di anjurkan untuk bedrest. Sependapat dengan Nuari Afrian (2015)
dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal tahun 2015 hal
142 mengatakan penderita gastritis yang mengalami gejala mual di anjurkan untuk
mempertahankan tirah baring atau beristirahat untuk mencegah terjadinya muntah.(Hartati &
Cahyaningsih, 2016)
Dalam melakukan implementasi keperawatan berdasarkan dengan rencana tindakan keperawatan,
Evaluasi keperawatan menunjukkan bahwa tidak semua masalah dapat teratasi mengingat kondisi
pasien.Diharapkan kepada untuk perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif kepada pasien dengan gangguan Trauma Capitis Ringan,Melatih berfikir kritis dalam
melakukan asuhan keperawatan, khusunya pada pasien gawatdarurat dengan Trauma Capitis
Ringan,Untuk Rumah Sakit Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, perlu ditunjang
fasilitas diruangan yang memadai dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya pada
ruang gawatdarurat.Untuk Institusi Pendidikan,Untuk sumber informasi bagi rekan – rekan
mahasiswa dalam meningkat pengetahuan tentang asuhan keperawatan pasien.Untuk pasien,
Sebagai bahan acuan bagi pasien mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang cara
mengontrol Nyeri, ansiestas dan resiko infeksi akibat Trauma Capitis Ringan (Suprapto, 2017)
Gastritis merupakan penyakit yang sering kita jumpai dalam masyarakat. Kurang tahunya cara
penangan yang tepat merupakan salah satu penyebabnya. Gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan sub mukosa pada lambung. Pada orang awam sering menyebutnya dengan
penyakit maag. Masyarakat sering menganggap remeh penyakit gastritis, padahal jika inflamasi
semakin besar dan parah maka lapisan mukosa akan tampak sembab, merah dan mudah berdara.
Diagnosa yang muncul pada gastritis yaitu gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan
peradangan pada Epigastrium; gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari pemenuhan tubuh
berhubugan dengan nafsu makan menurun, mual dan muntah; resiko tinggi kurang volume cairan
berhubungan dengan out put yang berlebihan; kurang pengetahuan tentang penyakitnya
berhubungan dengan ketidaktahuan dan kurang informasi. Proses asuhan keperawatan dilakukan
pada pasien dengan gejala gastritis yang sedang menjalani perawatan di bangsa Melati RSUD
Sragen. Masalah yang paling menonjol dari asuhan keperawatan gastritis yaitu nyeri karena
adanya peradangan pada epigastrium. Prioritas pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
gastritis yaitu perawat harus mengakali nyeri, dan meminimalis terjadinya faktor-faktor yang
memperparah penyakit yaitu dengan membatasi makanan yang menimbulkan ketidak nyamanan
(Ekowati, 2008)

Metode
Metode penelitian yang digunakan studi kasus didesain secara deskriptif, dimana dalam studi
kasus ini akan menjelaskan tentang kasus yang dialami oleh pasien dengan Gastritis. Fokus pada
masalah nyeri; merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa. Instrument studi kasus yang digunakan dalam studi kasus telah diujii
validitas dan reliabilitasnya. Dalam melakukan pengumpulan data, studi kasus harus cermat,
intensif dan komprehensif sehingga didapatkan data yang akurat.
Prosedur pengumpulan data dan istrumen pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus,
diuraikan pada bagian ini. Penyusunan bagian awal instrument dituliskan karakteristik responden:
umur, pekerjaan, social ekonomi, jenis kelamin, dll. Jenis instrument yang sering digunakan pada
ilmu keperawatan diklasifikasikan menjadi 5 bagian; biofisiologis(pengukuran yang berorientasi
pada dimensi fisiologis manusia, baik invino maupun invitro, observasi (terstruktur dan tidak
teratur). Penyajian data disesuaikan dengan desain studi kasus deskriptif yang dipilih. Untuk studi
kasus, data disajikan secara tekstular/narasi dan dapat disertai dengan cuplikan ungkapan verbal
dari subyek penilitian yang merupakan data pendukungnya (Suprapto, 2018)

Hasil Dan Pembahasan


Menurut data dari ABN Impact 2016 bahwa penyebab timbulnya penyakit gastritis yang dialami
oleh masyarakat Indonesia adalah salah satunya karena mengkonsumsi makanan pedas,
berminyak dan juga konsumsi kopi berlebihan. Sedangkan data yang ditemukan pada kasus
penyebab gastritis adalah pola makan tidak teratur mengkonsusi alcohol dan mengkonsumsi
makan yang tidak sehat, pertambahan usia dan stress. Dari data tersebut penulis dapat
menyimpulkan bahwa penyebab gastritis menurut teori dijelaskan secara detail dan terperinci
sedangkan pada kasus hanya berfokus pada gejala umum.(Siswandana, 2018)
Menurut (Astuti, 2010) gastritis adalah suatu penyakit yaitu inflamasi atau peradangan yang
terjadi pada mukosa lambung yang disebabkan oleh bakteri, kuman penyakit maupun akibat
mengkonsumsi barang yang bersifat iritan lainnya, obat- obatan seperti aspirin dan anti inflamasi
nonsteroid, stress dan akibat zat kimia. Mahasiswa mampu mengetahui penerapan asuhan
keperawatan keluarga, Melaksanakan pengkajian, Merumuskan dan menegakkan diagnose
keperawatan, Menyusun intervensi keperawatan, Melaksanakan tindakan keperawatan,
Melaksanakan evaluasi pada keluarga Tn. H. Kompleksitas penyakit ini dapat ditemukan pada
tahap proses keperawatan sebagai berikut: Pada gastritis yang dialami Tn.H pada keluarga Tn. H,
muncul masalah kesehatan yaitu: 1) Nyeri b/d terputusnya jaringan tulang, dan Resiko perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake kurang, 2) Prioritas diagnosa keperawatan yang
pertama yaitu Nyeri b/d terputusnya jaringan tulang, hal ini dikarenakan scoring atas diagnosa ini
3 1/3, 3) Dalam melaksanakan tugas keperawatan keluarga, Tn. H dan keluarga telah dapat
memenuhi empat tugas yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, keluarga mampu
mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, keluarga mampu merawat
anggota keluarga yang sakit,dan keluarga sudah menggunakan fasilitas/ pelayanan kesehatan di
masyarakat. Hanya saja keluarga belum mampu memodifikasi lingkungan yang sehat karena
keluarga Tn. H terhalang keterbatasan dana.
Dari teori dan kasus penulis menyimpulkan bahwa dimana teori menjelaskan ada empat masalah
keperawatan yang dapat muncul sedangkan pada kasus hanya ditemukan 3 masalah. Pada teori
menjelaskan masala yang dapat muncul yaitu “ketidakseimbangan nutrisi” sedangkan pada kasus
tidak ditemukan data yang dapat menunjang terjadinya ketidakseimbangan nutrisi.
Sesuai dengan hasil penelitian (Wulansari & Apriyani, 2017) menunjukkan bahwa diagnosis
keperawatan aktual yang dialami pasien adalah : Nausea (100% responden), nyeri akut (91,7%
responden), gangguan pola tidur (58,33% responden, dan gangguan menelan (58,33% responden,
dan gangguan mukosa oral (50% responden). Saran bagi pihak RS adalah menjadikan diagnosis
keperawatan temuan sebagai dasar pembuatan standar asuhan keperawatan bagi pasien dengan
keluhan gastrointestinal yang dirawat di RSD HM Ryacudu Kotabumi Lampung Utara. Sedangkan
rekomendasi bagi peneliti selanjutnya adalah melanjutkan penerapan standar asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan pencernaan.
Menurut (Fadli et al., 2019) evaluasi keperawatan antara teori dan kasus mengacu kepada kriteria
tujuan. Evaluasi masala keperawatan dilakukan dengan melihat perkembangan kondisi atau
respon dari pasien dari tanggal 17-25 Januari 2018, dari tiga diagnosa keperawatan yang
ditemukan dalam kasus semuanya dapat teratasi. Sistem pencernaan merupakan suatu saluran
jalan makanan/nutrisi dari jalan masuk atau input sampai dengan keluaran (ekskresi/eliminasi).
Secara anatomis sistem pencernaan atau sering disebut sistem digestivus atau gastrointestinal
terdiri atas berbagai macam organ dari rongga mulut sampai anus. Keluhan pada pasien
gastrointestinal dapat berkaitan dengan gangguan lokal/intralumen saluran cerna misalnya
adanya ulkus duodeni, gastritis dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri pada pasien gastritis. Penelitian tersebut
mengunakan desain quasi experiment dengan pendekatan Pre and Post Test Group design.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2018. Pengumpulan data di
Ruang Bedah Rumah Sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidrap dilaksanakan setiap pagi mulai
tanggal 2 Juni 2018 sampai dengan 25 Agustus 2018 dengan jumlah sampel sebanyak 45
responden. Hasil penelitian ini diperoleh nilai p=0,000 dengan tingkat kemaknaan p<α (0,05)
yang dimana nilai p<α maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi dzikir terhadap
intensitas nyeri pada pasien gastritis di rumah sakit Nene Mallomo Kabupaten Sidrap.
Menurut (Sari, 2018) gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Tetapi factor – factor
lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit
dapat juga menyebabkan gastritis. Evaluasi dalam dunia keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan guna mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Tujuan : penulisan ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana diagnosa gastritis ditegakkan dan
menilai hubungan diagnosa gastritis dengan bentuk diet terhadap pasien dengan gastritis. Metode
: Metode penulisan kajian ini menggunakan metode analisis observasi terhadap materi penugasan.
Hasil : Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa sumber jurnal yang sesuai dengan materi
penugasan di peroleh bahwa Evaluasi kerap sekali tidak dilakukan karena kurang mampunya
peraat dalam lakukan analisis terhadap asuhan keperawatan serta intervensi yang telah dilakukan
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan kontak dengan pasien dan
penulis menggunakan teori SOAP yaitu S (Subjektif) berisi data pasien melalui anamnesis yang
mengungkapkan perasaan langsung, O (Objektif) berisi data yang ditemukan setelah melakukan
tindakan, dapat dilihat secara nyata dan dapat diukur, A (assasment) merupakan kesimpulan
tentang kondisi pasien setelah dilakukan tindakan dan P (Planning) adalah rancana lanjutan
terhadap masalah yang dialami pasien. Pasien mengatakan nyeri pada ulu hati sudah tidak terasa.
Secara objektif ditemukan keadaan umum pasien mulai membaik, pasien nampak tenang sehingga
dapat disimpulkan bahwa masalah utama teratasi dan intervensi dihentikan karena pasien
diperbolehkan pulang (Taamu, 2018)

Simpulan Dan Saran


Hasil pengkajian didapatkan keluhan utama pasien mengatakan uluhati seperti ditusuk-tusuk dan
dirasakan pada waktu makan atau terlambat makan dengan sifat keluhan hilang timbul. Data
obyektifnya berupa keadaan umum pasien lemah, pasien nampak meringis dan TTV (TD : 130/70
mmHg, S 0: 36,7C, P : 24 x/m, N: 84 x/m). Diagnosa keperawatan yang utama ditegakkan adalah
nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual muntah. Dalam perencanaan penulis melibatkan keluarga dalam
menentukan prioritas masalah memilih tindakan yang tepat dalam proses keperawatan gastritis.
Pada tahap ini intervensi yang dilaksanakan disesuaikan dengan intervensi yang terdapat dalam
teori. Tahap pelaksanaan asuhan keperawatan Ny. S didasarkan pada perencanaan yang telah
disusun penulis bersama klien dan keluarga. Dalam mengevaluasi proses keperawatan pada klien
dengan gastritis selalu mengacu pada tujuan pemenuhan kebutuhan klien. Hasil evaluasi yang
dilakukan selama tiga hari menunjukkan semua masalah dapat teratasi.
Kepada masyarakat yang sering mangalami atau mempunyai anggota keluarga yang memiliki
gejala penyakit gastritis atau nyeri lambung agar segera memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan terdekat agar dapat dilakukan penanganan secara dini. Untuk pihak lahan praktek,
supaya membuat model pelayanan keperawatan profesional yang dapat dijadikan model dalam
proses belajar mahasiswa perawat guna menjamin kualitas asuhan yang diberikan pada klien

Daftar Rujukan
Astuti, A. (2010). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Keluarga Tn. H Khususnya Tn. H Dengan
Gangguan Pencernaan: Gastritis Di Wilayah Puskesmas Grogol I.
Depkes, R. (1992). Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Ekowati, P. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Gastritis Di Bangsal Melati Rsud
Sragen.
Fadli, F., Resky, R., & Sastria, A. (2019). Pengaruh Terapi Dzikir terhadap Intensitas Nyeri pada
Pasien Gastritis. Jurnal Kesehatan, 10(2), 169–174.
Hartati, S., & Cahyaningsih, E. (2016). Hubungan Perilaku Makan dengan Kejadian Gastritis pada
Mahasiswa Akper Manggala Husada Jakarta Tahun 2013. Jurnal Keperawatan, 6(1).
Sari, A. D. (n.d.). Evaluasi Proses Keperawatan Pada Pasien Gastritis. 2018.
https://osf.io/preprints/inarxiv/wnzdy/download
Siswandana, D. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Bp. D Dengan Gastritis Erosif Di Rst Dr.
Soedjono Magelang Jawa Tengah.
Suprapto. (2017). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (2nd ed.). LP2M Akper Sandi Karsa.
https://isbn.perpusnas.go.id/Account/SearchBuku?searchCat=ISBN&searchTxt=978-602-
50820-2-3
Suprapto, S. (2017). Studi Kasus pada Klien Nn. N dengan Trauma Capitis Ringan Dirawat Unit
Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
5(1), 25–29.
Suratun, L. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta:
Trans Info Media.
Taamu, H. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Gastritis
Di Puskesmas Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi.
Wulansari, P., & Apriyani, H. (2017). Diagnosis keperawatan pada pasien dengan gangguan
pencernaan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 12(1), 40–45.
25

PENGETAHUAN PERAWAT DALAM PENANGANAN PASIEN


GAWAT DARURAT SISTEM KARDIOVASKULER DI IGD RSUD
JAYAPURA

Marlina Jenusi1, Nurhidayah Amir2, Dewi Suhardi2


1)
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
2)
Prodi Keperawatan STIKES Jayapura
Email: nurhidayah@stikesjypr.ac.id

ABSTRAK

Latar belakang: Perawat di IGD dituntut untuk selalu menjalankan perannya diberbagai situasi dan kondisi
yang meliputi tindakan penyelamatan pasien secara profesional khususnya pada pasien gawat darurat sistem
kardiovaskuler. Instalasi gawat darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah
sakit memegang peranan penting dalam penyelamatan pasien. Pengetahuan perawat harus selalu
ditingkatkan untuk memenuhi pelayanan prima dalam penanganan kasus gawat darurat sistem
kardiovaskuler. Tujuan : penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan perawat dalam penangan
pasien gawat darurat sistem kardiovaskuler di instalasi gawat darurat rumah sakit umum daerah jayapura.
Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Teknik pengambilan sampel menggunakan total
sampling berjumlah 34 responden, instrumen dalam penelitian ini mengunakan kuesioner berjumlah 25
pernyataan. Hasil penelitian menujukkan bahwa pengetahuan perawat di instalasi gawat darurat rumah
sakit umum daerah jayapura memiliki pengetahuan dengan kategori baik sebanyak 25 responden (73,5%)
dan kategori cukup sebanyak 9 responden (26,5%). Kesimpulan: Penelitian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan perawat dalam penanganan pasien gawat darurat sistem
kardiovaskuler tergolong baik.

Kata kunci: Pengetahuan, Penanganan gawat darurat sistem kardiovaskuler

ABSTRACT

Background: Nurses in the emergency room are required to always carry out their roles in various
situations and conditions including the professional rescue of patients, especially in patients with
emergency cardiovascular system. Emergency department as the main gate for handling emergency cases
in hospitals plays an important role in saving patients. Nurse knowledge must always be improved to meet
excellent service in handling cardiovascular emergency cases. Objective: this study was to determine the
knowledge of nurses in the handling of cardiovascular emergency department patients in the emergency
department of the general hospital in jayapura. This research method is descriptive research. The
sampling technique used a total sampling of 34 respondents, the instrument in this study used a
questionnaire of 25 statements. The results showed that the knowledge of nurses in the emergency
department of the general hospital in the area of jayapura had knowledge in the good category of 25
respondents (73.5%) and a sufficient category of 9 respondents (26.5%). Conclusion: The study can be
concluded that the level of knowledge of nurses in handling emergency cardiovascular system patients is
quite good.

Key words: Knowledge, emergency management of the cardiovascular system


26

Pendahuluan meningkat seiring terjadinya peningkatan umur.


Pelayanan rumah sakit pada pasien kritis atau Menurut hasil prevalensi secara keseluruhan
gawat darurat pertama kali adalah di ruang Instalasi Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama
Gawat Darurat. IGD merupakan sebuah unit di dengan angka kejadian 160.812 (0,5%).
mana tempat untuk melayani pasien-pasien yang Berdasarkan pengambilan data survei awal
datang dengan kasus gawat darurat termasuk jumlah pasien penyakit jantung semakin meningkat
kegawat daruratan pada sistem kardiovaskuler yang setiap tahunnya di RSUD Jayapura. Tahun 2016
membutuhkan pertolongan segera. Pasien yang jumlah pasien jantung 69 pasien yang ditangani di
datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan Instalasi Gawat Darurat. Pada tahun 2017 pasien
mengalami perubahan fisiologi yang cepat dapat yang masuk Instalasi Gawat Darurat sebanyak 106
menyebabkan kematian dan kecacatan bila tidak orang terdiri dari Cronic heart failure 55 pasien,
ditangani secara cepat dan darurat (Rab Abdula, STEMI 20 pasien, total AV blok 3 pasien, atrial
2010). fibrilasi rapid 2 pasien, sindrom koroner akut 10
Kegawat daruratan dapat terjadi kapan saja pasien, non STEMI 12 pasien, syok kardiogenik 2
dan umumnya mendadak serta tidak terencana. pasien, acut lung udem 2 pasien dan yang
Gawat adalah kondisi yang mengancam nyawa dan meninggal 17 orang dengan atrial fibrilasi 2 pasien,
darurat adalah perlunya tindakan segera untuk syndrome coroner akut dan STEMI 3 pasien,
menangani ancaman nyawa korban (Jakarta cronik heart failure 4 pasien, unstable angina
Medical Service 119 Training Division, 2013). pectoris 1 pasien, stemi 3 pasien, non STEMI 3
Perawat IGD harus memiliki sertifikat pasien, acut lung udem 1 pasien.
BTCLS (Basic Trauma Cardiac Live Support) atau Pada bulan Januari sampai Maret 2018
PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat) tercatat pasien jantung yang menjalani penanganan
sehingga dengan pengetahuan yang ada membuat di Instalasi Gawat Darurat sebanyak 34 orang
perawat mampu menyikapi kasus di Instalasi terdiri dari non STEMI 6 pasien, stemi 5 orang,
Gawat Darurat (Rankin. et. al, 2013). cronic heart failure 18 pasien, unstable angina
Penyakit kardiovaskuler merupakan suatu pectoris 2 pasien, sindrom koroner akut 3 pasien
penyakit yang bukan hanya diderita oleh dan yang meninggal 7 orang dengan non STEMI
masyarakat kelas atas namun pada saat ini banyak dan sepsis 1 orang, STEMI 2 pasien, cronic heart
diderita oleh masyarakat menengah dan masyarakat failure 2 pasien, hipertensi heart disease 2 pasien.
biasa tidak memandang usia, ras, jenis kelamin dan Jumlah perawat yang ada di instalasi gawat
status sosial, semua terjadi oleh karena pola hidup darurat Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
yang salah. berjumlah 34 orang yang terdiri dari 1 kepala
Penyakit kardiovaskuler merupakan ruangan dan 33 perawat pelaksana, dengan
penyebab kematian utama di dunia. Angka pendidikan terakhir Profesi Ners 12 orang, D3
kematian akibat penyakit kardiovaskuler sebanyak keperawatan 21 orang, SPK1 Orang. Perawat yang
17,3 juta orang tiap tahunnya (World Heart bekerja di IGD belum semuanya mengikuti
Federation, 2016). Benua Asia menduduki tempat pelatihan PPGD, BTCLS dan ACLS. Shift perawat
tertinggi kematian akibat penyakit jantung dengan dibagi dalam 3 shift yaitu dinas pagi, sore dan
jumlah 712.000 jiwa, sedangkan di Filipina malam.
menduduki urutan pertama akibat penyakit jantung Pada saat peneliti melakukan observasi di
dengan jumlah penderita 376.000 jiwa (WHO, RSUD Jayapura didapatkan hasil observasi
2016). menunjukan belum semua perawat melakukan
Angka kejadian henti jantung atau cardiac penanganan pasien gawat darurat sistem
arrest berkisar 10 dari 100.000 orang normal yang kardiovaskuler dengan standar prosedur yang ada,
berusia dibawah 35 tahun dan per tahunnya di mana terkadang pasien sudah berada didalam
mencapai sekitar 300.000-350.000 kejadian ruang IGD lebih dari 8 jam. Pengkajian primer
(Indonesia Heart Association, 2016). dilaksanakan setelah tindakan keperawatan
Di Indonesia penyakit jantung tiap tahun dilakukan dan juga pada saat melakukan tindakan
meningkat menurut hasil riset kesehatan dasar resusitasi jantung paru, kedalaman compressing
(Riskesdas) tahun 2013 menjelaskan bahwa dan posisi perawat yang dilakukan tidak sesuai
prevalensi penyakit kardiovaskuler (Penyakit dengan prosedur yang ada serta tidak
jantung koroner, gagal jantung dan stroke) semakin menggunakan papan resusitasi, pembebasan jalan
27

napas tidak dilakukan (head, tilt chin lift, jaw trust) 1. Karakteristik Responden
serta kolaborasi pemberian obat terkadang Tabel 1. Umur
terlambat.
No Umur Frekuensi Presentasi
Berdasarkan latar belakang diatas, maka (tahun) (f) (%)
peneliti akan meneliti tentang “Bagaimana 1 17-25 4 11,8%
Pengetahuan Perawat dalam Penanganan Pasien 2 26-35 14 41,2%
Gawat Darurat Sistem Kardiovaskuler di Instalasi 3 36-45 14 41,2%
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah 4 46-55 2 5,8%
Total 34 100%
Jayapura.”
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan dari 34
Metodologi responden dalam penelitian ini ditemukan yang
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif terbanyak responden dengan umur di antra 26-35
yaitu untuk mengambarkan pengetahuan perawat tahun dan 36-45 tahun masing-masing sebanyak 14
dalam penangan pasien gawat darurat sistem responden (41,2%).
kardiovaskuler di IGD RSUD Jayapura. Lokasi
penelitian dilakukan di ruang instalasi gawat Tabel 2. Jenis Kelamin
darurat rumah sakit umum daerah Jayapura dan No Jenis Frekuensi Presentasi
waktu penelitiannya dilaksanakan pada Maret- Juni Kelamin (f) (%)
2019. Variabel penelitian yang digunakan yaitu 1 Laki-laki 26 76,5%
variabel tunggal yaitu pengetahuan perawat dalam 2 Perempuan 8 23,5
penanganan pasien gawat darurat sistem Total 34 100%
kardiovaskuler di IGD RSUD Jayapura. Berdasarkan tabel 2 menunjukkan dari 34
Populasi seluruh perawat PNS dan kontrak responden dalam penelitian ini ditemukan yang
sebanyak 34 orang yang melakukan penanganan terbanyak responden dengan jenis kelami laki-laki
pasien gawat darurat sistem kardiovaskuler di IGD ada sebanyak 26 responden (76,5%)
RSUD Jayapura. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah total sampling. Sampel yang di Tabel 3. Pendidikan
teliti berjumlah 34 orang di ruang IGD RSUD No Pendidikan Frekuensi Presentasi
(f) (%)
Jayapura. Instrumen dalam penelitian
1 SPK 1 2,9%
menggunakan kuesioner. Analisa data dilakukan 2 D3 21 61,8%
dengan mengumpul data yang ada kemudian 3 Keperawatan 12 35,3%
ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel SI Ners
distribusi frekuensi. Total 34 100%

Hasil Penelitian Berdasarkan tabel 3 menunjukkan dari 4


responden dalam penelitian ini ditemukan yang
Penelitian ini dilaksanan dengan tujuan untuk
terbanyak responden dengan pendidikan D3 ada
mengetahui gambaran pengetahuan perawat dalam
sebanyak 21 responden (61,8%)
penanganan pasien gawat darurat sistem
kardiovaskuler di IGD RSUD Jayapura. Desain
yang digunakan adalah deskriptif yang Tabel 4. Masa Kerja
dilaksanakan pada Maret-Juni 2019 di IGD RSUD No Masa kerja Frekuensi Presentasi
(tahun) (f) (%)
Jayapura dengan menggunakan total sampling
1 1-5 11 32,4%
yakni sebanyak 34 responden. Data primer dalam 2 6-10 8 23,5%
penelitian ini diperoleh melalui kuesioner yang 3 > 11 15 44,1%
terdiri data demografi meliputi: umur, jenis Total 34 100%
kelamin, pendidikan, masa kerja, pelatihan yang
diikuti. Sedangkan untuk mengetahui pengetahuan Berdasarkan tabel 4 menunjukkan dari 34
responden digunakan 25 item pernyataan, analisa responden dalam penelitian ini ditemukan yang
data dalam penelitian ini menggunakan analisa terbanyak responden dengan masa kerja > 11 tahun
univariat dalam bentuk tabel frekuens. Adapun ada sebanyak 15 responden (44,1%).
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
28

Tabel 5. Pelatihan yang diikuti suatu hal, sehingga orang tersebut lebih termotivasi
No Pelatihan yang di Frekuensi Presentasi untuk mendapatkan informasi serta mengakses
ikuti (f) (%)
berbagai sumber informasi yang ada.
1 Belum Pelatihan 1 2,9%
2 Mengikuti satu 23 67,7% Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
pelatihan penelitian yang dilakukan oleh Joice Mermy di
3 Mengikuti dua 5 14,7% IGD BLU RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pelatihan dengan jumlah responden 31 dimana di dapatkan
4 Mengikuti tiga 2 5,9% hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat
pelatihan pengetahuan baik berjumlah 9 responden (29.0%)
5 Mengikuti empat 1 2,9%
dan pengetahuan cukup berjumlah 19 responden
pelatihan
6 Mengikuti lima 2 5,9% (61,3%). (Joice Mermy Laoh, 2014. Karya tulis
pelatihan Ilmiah: Gambaran Pengetahuan Perawat Pelaksana
Total 34 100% dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat Di Ruang
IGDM BLU RSUP. Prof.Dr. R.D. Kandou
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan dari 34 Manado).
responden dalam penelitian ini ditemukan yang Penelitian ini menggambarkan bahwa tingkat
terbanyak responden yang mengikuti satu pengetahuan yang dimiliki responden adalah baik.
pelatihan ada sebanyak 23 responden (67,7%). Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan baik yang
2. Variabel yang Diteliti dimiliki responden dapat dikarenakan oleh masa
Tabel 6. Pengetahuan kerja, karena jumlah responden dengan masa kerja
No Pengetahuan Frekuensi (f) Presentasi (%) > 11 tahun sebanyak 15 responden (44,1%)
1 Baik 25 73,5% sedangkan masa kerja 6-10 tahun sebanyak 8
2 Cukup 9 26,5% responden (23,5%) dan masa kerja 1-5 tahun
3 Kurang 0 0%
sebanyak 11 responden (32,4%). Peneliti juga
Total 34 100%
berasumsi bahwa pengetahuan baik yang dimiliki
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan dari 34
responden dalam penelitian ini yang ditemukan responden dapat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan di mana pendidikan SI Ners berjumlah
terbanyak responden dengan pengetahuan dalam
kategori baik ada sebanyak 25 responden (73,5%). 12 responden (35,3%), dan juga banyaknya pasien
yang masuk ke IGD sedangkan jumlah perawat tak
sebanding dengan perawat yang ada serta fasilitas
Pembahasan
yang tidak memadai dimana banyaknya pasien
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di
yang memerlukan fasilitas kesehatan seperti
IGD RSUD Jayapura menggambarkan karakteristik
monitor EKG, papan resusitasi dan sebagainya
dari 34 responden berdasarkan umur frekuensi
tetapi dipakai untuk pasien lainnya.
terbanyak 26-35 tahun dan 36-45 tahun dengan
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan
jumlah masing-masing 14 responden (41,2%).
atau kognitif merupakan domain yang sangat
Jenis kelamin responden dengan frekuensi
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
terbanyak laki-laki dengan jumlah 26 responden
karena dari pengalaman dan penelitian ternyata
(76,5%). Pendidikan responden dengan frekuensi
sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan
terbanyak D3 dengan jumlah 21 responden
akan lebih langggeng dari pada yang tidak didasari
(61,8%). Masa kerja responden dengan frekuensi
oleh pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari
terbanyak > 11 tahun dengan jumlah 15 responden
pengalaman, pendidikan, masa kerja dan pelatihan
(44,15). Pelatihan yang diikuti responden dengan
yang diikuti, lingkungan, media masa daan lain
frekuensi terbanyak adalah mengikuti satu
sebangainya.
pelatihan dengan jumlah 23 responden (67,7%).
Pengetahuan perawat dalam penanganan
Bila ditinjau dari pengetahuan responden
pasien gawat darurat sistem kardiovaskuler
dalam penanganan pasien gawat darurat sistem
sangatlah penting untuk dikuasai karena tidak
kardiovaskuler dalam kategori baik sebanyak 25
mungkin seseorang dapat memberikan tindakan
responden (73,5%) dan kategori cukup sebanyak 9
yang cepat tepat dan akurat kalu tidak menguasai
responden (26,5%). Menurut Notoatmodjo (2010)
ilmuny. Keterlambatan dalam semenit saja sangat
pengetahuan lebih tergantung pada paparan
mampengaruhi prognosi seseorang karena
informasi yang didapatkan seseorang mengenai
kegagalan sistem otak dan jantung selama 4-6menit
29

dapat menyebabkan kematian biologi sementara Asmadi. (2017). Dalam Konsep Dasar
kematian klinis dapat terjadi setelahnya, Rankin A., Keperawatan. Sinar Bahari: Jakarta
et aal. (2013). Bobak, K. Jensen. (2009). Perawatan Gawat
Menurut asumsi penelitian bawah Darurat. Jakarta. EGC
pengetahuan perawat yang bekerja di instalasi Bornout. (2011). Studi Pada Perawat Unit
gawat darurat rumah sakit umum daerah jayapura Perawatan Intensif. Juernal Phronesis. Vol.
lebih banyak memiliki pengetahuan baik 7 No. 2. Jakarta
dikarenakan rata-rata responden memiliki masa Dharma S. (2010). Sistematika Interprestasi
kerja lebih dari 11 tahun sebanyak 15 responden Elektro Kardiogram. Jakarta. EGC
dan rata-rata pendidikan respondennya D3 Darurat. http:// digilib. unimus. ac. id. Diakses
Keperawatan sebanyak 21 dan SI keperawatan 12 pada Kamis tanggal 20 April 2018
responden serta dilihat dari faktor usia para Dewi P. (2016). Pengantar Riset Keperawatan.
responden memiliki umur 26-34 tahun dan 36-45 Jogjakarta. Pustaka Baru Press
tahun merupakan masa dewasa awal dan dewasa Depkes RI. (2009). Kategori Umur. Dalam
akhir di mana masa ini merumakan masa terjadinya http://kategori-umur-menurut-Depkes. html.
kematangan kognitif seseorang sehingga hal ini Diakses pada tanggal 04 desember 2018.
dapat ikutt serta dalam peningkatan seseorang. Faridah VN. Hubungan Pengetahuan Perawat dan
Peran Perawat Sebagai Pelaksanan dalam
Kesimpulan Penanganan Pasien Gawat Darurat dengan
Berdasarkan hasil penelitian menggenai Gangguan Sistem Kardiovaskuler Vol. 2,
Pengetahuan perawat dalam penanganan pasien No. IV, Desember 2013 (diunduh Februari
gawat darurat sistem kardiovaskuler di IGD RSUD 2018)
Jayapura dapat disimpulkan bahwa bahwa dari 34 Ferbiani D. (2018). Konsep Dasar Keperawatan.
responden diperoleh frekuensi umur terbanyak Healthy.
dalam penelitian ini adalah 26-35 tahun dan 36-45 Hasyim, M. Joe P. et aal. (2014). buku Pedoman
tahun masing-masing berjumlah 14 responden Keperawatan. Yogyakart: Indo Prima
(41,2%), responden terbanyak dalam penelitian ini Ideputri. M. E, dkk, 2011. Buku Ajar Metodologi
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 26 responden Penelitian Kesehatan. Jogjakarta. Nuha
(76,5%), dari 34 responden dalam penelitin ini Medika.
menunjukkan tingkat pendidikan D3 terbanyak Iskandar Muhamad. (2013). Keperawatan
berjumlah 21 responden (61,8%) dan responden Profesional Hak cipta, Jakarta: In Media
dalam penelitian ini terbanyak memiliki masa kerja Indenesia Heart Association. (2016). Education for
lebih dari 11 tahun berjumlah 15 responden Pantient: Henti Jantung di akses tanggal 10
(44,1%) serta responden dalam penelitian ini yang Maret 2018.
menggikuti pelatihan paling banyak mengikuti satu International Council of Nurse, dalam Konsep
pelatihan berjumlah 23 responden (67,7%). Dasar Keperawatan, 2017. EGC. Jakarta
Pada penelitian ini ditemukan tingkat Jakarta Medikal Service 119 Training Division.
pengetahuan responden kategori baik sebanyak 25 (2013). Yayasan Ambulans Gawat Darurat
responden (73,5%) dan kategori pengetahuan 118 Edisi VI. PT Ambulans Satu Satu
cukup sebanyak 9 responden (26,5%). Dari hasil Delapan.
penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat John A. 2010, Perawatan Gawat Darurat
dalam penanganan pasien gawat darurat sistem (Emergency Care). EGC Kamus
kardioavaskuler di IGD RSUD Jayapura sebagian Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2016). diunduh
besar memiliki pengetahuan baik. Hasil ini dilihat April 2019
dari temuan yang didapatkan saat membagikan Krisanty P, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan
kuesioner dan dari jawaban kuesioner yang Gawat Darurat. Jakarta Trans Info Media
dibagikan pada responden. Jakarta.
Majid A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Daftar Pustaka dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Anonim. (2010). Konsep tentang Citra Yogyakarta. Pustaka Baru Press
Keperawatan dalam Memberi Pelayanan
Kesehatan, Nusa aulia: Bandung
30

Muttaqin A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Saryono. (2014) Metodologi Penelitian. Bandung:
dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler CN Sagung Seto
dan hematologi. Salemba Medika. Sugiayono. (2012). Konsep Dasar Keperawatan.
Muhammad N & Khalid, 2013. Buku Panduan PT. Presentasi Pustaka Karya
Basic Trauma Cardiac lLife Wawan, A & Dewi , M. (2011). Teori dan
Support BTCL. Brigade siaga Becana. Makassar Pengukuran Pengetahuan Sikap dan
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Riset Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha
Kesehatan. Rineke Cipta: Jakarta Medika.
Nursalam. (2001). dalam Konsep Dasar Wellem S, dkk. (2017). Faktor- faktor yang
Keperawatan, 2017. Salemba Medika berhubungan dengan Pengetahuan Perawat
Nur A. (2016). Peran Perawat dalam Identifikasi dalam Menghadapi Cardiac arrest. E-
Dini dan Penatalaksanaan Acute Coronary journal Keperawatan (e-Kp) Vol 5 Nomor
Syndrom 1 Februari 2017
Rab A. (2011). Penanganan Gawat Darurat. Sinar WHF. (2016). Word Heart Federation Februari
Bahari: Jakarta 2016. Diakses tanggal 1 April 2018.
Riset Kesehatan Dasar Keperawatan (2013).
Diakses tanggal 2 April 2018
MONITORING NILAI KRITIS TEKANAN SISTOLIK DAN DIASTOLIK
PADA ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
DILAKUKAN HEMODIALISIS JENIS ARTERIOVENA SHUNT CIMINO
DAN AKSES FEMORAL CEPHALICA

Martono
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan

Abstract: Systolic Pressure, Diastolic, Hemodialysis. Renal function at a more serious


stage of the remnants of the metabolism could not be removed from the body, besides
that however the kidneys can no longer changed K / H for Na that resulted in an
increase in the amount of potassium that machine that later can be triggered the
interruption the heart. Hemodialysis is one of the alternative solutions that can be done
when the kidneys experiencing the inability to mengekresikan debris from the remnants
of the metabolism of the body. This research aims to clarify the picture changes critical
value systolic pressure and diastolic pressure that done arteriovena cimino shunt
type of hemodialysis and femoral access cephalica nursing nursery on chronic renal
failure. This is the explanatory research design research with cross sectional approach.
A sample of this research is to patients with chronic renal failure undergoing
hemodialysis which numbered 44 samples with sampling techniques using purposive
sampling. This research statistics tests using diskriptif test with the level of the
significance of 95 %. The results of the study showed that the patients who performed
hemodialysis aged candidates are age ≥51 about 59 percent and the age of the youngest
29 years and oldest 77 years, which dominated gender male.57 percent patients who do
good hemodialysis AV Shunt or dialysis access Cephalica Femoral most no change in
systolic pressure and diastolic pressure or settled.

Keywords: Systolic Pressure, Diastolic Pressure, Hemodialysis

Abstrak: Tekanan Sistolik, Diastolik, Hemodialisis. Gangguan fungsi ginjal pada


stadium yang lebih berat, sisa-sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan dari dalam
tubuh, selain itu tubulus ginjal tidak dapat lagi menukar K+/ H+ untuk Na+ sehingga
mengakibatkan peningkatan jumlah kalium yang berat yang nantinya dapat memicu
terjadinya henti jantung. Hemodialisis merupakan salah satu solusi alternative yang
dapat dilakukan bila ginjal mengalami ketidakmampuan untuk mengekresikan sampah
dari sisa-sisa metabolisme dari dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
gambaran perubahan nilai kritis tekanan sistolik dan diastolik yang dilakukan
hemodialisis jenis arteriovena shunt cimino dan akses femoral cephalica pada asuhan
keperawatan gagal ginjal kronik. Disain penelitian ini adalah explanatory research
dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada pasien gagal ginjal
kronik yang mengalami hemodialisis yang berjumlah 44 sampel dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Uji statistik penelitian ini
menggunakan uji diskriptif dengan tingkat signifikansi 95 %. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pasien yang dilakukan hemodialisis rentang usia terbanyak adalah

77
78 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 6, No 1,Mei 2016, hlm 01-117

usia ≥51 sebesar 59% dan usia termuda 29 tahun dan tertua 77 tahun, yang didominasi
jenis kelamin laki-laki.57% Pasien yang dilakukan hemodialisis baik AV Shunt
maupun akses Dialisis Cephalica Femoral sebagian besar tidak ada perubahan dalam
tekanan sistolik dan diastolik atau menetap.

Kata Kunci: Tekanan Sistolik, Diastolik, Hemodialisis

PENDAHULUAN satu keuntungan tindakan hemodialisis


Salah satu fungsi Ginjal adalah adalah darah yang mengandung hasil sisa-
menjaga keseimbangan cairan, elektrolit sisa metabolisme dengan konsentrasi yang
dan asam basa dalam tubuh, sehingga bila tinggi di lewatkan pada membran
terjadi gangguan fungsi ginjal akan semipermeabel yang terdapat dalam
menyebabkan gangguan keseimbangan dialiser. Sisa metabolisme tubuh seperti
cairan, elektrolit dan asam basa. ureum dan kreatinin dapat disaring
Gangguan fungsi ginjal pada stadium melalui proses difusi, sehingga terpisah
yang lebih berat, sisa-sisa metabolisme dari darah bersih dan kadar ureum
tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh, kreatinin akan menurun. Keadaan tersebut
selain itu tubulus ginjal tidak dapat lagi juga dapat mengembalikan status fisiologi
menukar K+/ H+ untuk Na+ sehingga fungsi ginjal menjadi lebih baik dengan
mengakibatkan peningkatan jumlah mempertahankan kemampuan fungsi
Kalium yang berat yang nantinya dapat ginjal untuk mengeksresikan sisa produk
memicu terjadinya henti jantung. nitrogen, toksin dan obat-obatan, mampu
Perhimpunan Nefrologi Indonesia/ untuk menangani beban air dan elektrolit
Pernefri, 2015) melaporkan bahwa angka dengan efisien, keseimbangan asam basa,
kejadian pasien yang memiliki diagnose dan mampu memproduksi eritropoetin.
utama kelainan ginjal yang dilakukan Kalau mesin ini terganggu maka tubuh
dialisis pada tahun 2015 sebagian besar akan keracunan dari sampah hasil
adalah Gagal Ginjal Kronik sebesar 89%, metabolisme tubuh, sehingga akan
Gagal Ginjal Akut sebanyak 7%, dan menimbulkan bentuk penyakit akibat
pasien Gagal Ginjal Akut pada Gagal bagian-bagian tubuh terganggu oleh
Ginjal Kronik sebanyak 4 %. Lebih lanjut menumpuknya racun (Syamsir & Broto,
dijelaskan bahwa penyebab kematian dari 2007).
1243 pasien yang dilakukan hemodialisis Monitoring nilai kritis tekanan darah
sebagian besar adalah Kardiovaskuler merupakan indikator paling penting untuk
sebesar 44 %, Serebrovaskuler 8%, tidak mengetahui secara dini tanda-tanda pasien
diketahui penyebabnya sebesar 23%, mengalami syok, hipotensi atau
sepsis sebesar 16%, perdarahan saluran mengalami hipertensi. Setelah dilakukan
pencernaan seesar 3%, dan penyebab lain dialisis biasanya ditemukan penurunan
6%. dan kenaikan yang signifikan dari tekanan
Hemodialisa merupakan salah satu darah pasien, rata-rata sekitar 10-30
solusi alternative yang dapat dilakukan mmHg dari hasil pengukuran sebelum
bila ginjal mengalami ketidakmampuan dilakukan dialisis. Pengukuran tekanan
untuk mengekresikan sampah dari sisa- darah ini biasanya dilakukan pada awal
sisa metabolisme dari dalam tubuh. Salah
Martono, Monitoring Nilai Kritis Tekanan Sistolik 79

sebelum, saat proses dan sesudah akhir pasien Gagal Ginjal Kronik yang
dilakukan dialisis. dilakukan dialisis terpasang akses
Berdasarkan hasil survey yang vaskuler arteriovena shunt cimino dan
dilakukan terhadap 30 pasien yang akses femoral cephalica yang dirawat di
dilakukan dialisis dari 15 orang yang unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum dr.
menggunakan akses cimino 7 orang Moewardi Surakarta yang berjumlah 44
mengalami kenaikan tekanan darah, 3 sampel dengan teknik pengambilan
orang tidak ada perubahan tekanan darah, sampel menggunakan purposive sampling.
5 orang mengalami penurunan tekanan Uji statistik yang digunakan dalam
darah. Untuk 12 orang yang dilakukan penelitian ini adalah uji diskriptif dengan
hemodialisis menggunakan akses femoral tingkat signifikansi yang dipahami 95 %.
4 orang mengalami kenaikan tekanan
darah, 2 orang tetap, an 6 orang HASIL PENELITIAN
mengalami penurunan. Sedangkan 3 orang Sebaran Umur Responden
yang yang dilakukan hemodialisis akses Dari 44 sampel yang dilakukan
menggunakan double lumen semuanya haemodialisa dapat dijelaskan bahwa
mengalami penurunan tekanan darah. sebagian besar mempunyai umur ≥51
Selain itu, dengan adanya keterbatasan tahun sebesar 26 orang (59%), umur 41
tenaga kesehatan di Ruang haemodialisa sampai 50 tahun sebesar 9 orang (20.5%),
Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta 31 sampai 40 tahun sebesar 8 orang
pengukuran tekanan darah hanya (18.2%) dan yang berumur ≤ 30 tahun
dilakukan pada awal sebelum dialisis saja, sebanyak 1 orang (2.3%). Sebaran umur
dan pada akhir dialisis beberapa pasien dijelaskan pada gambar 1.
tidak diukur kembali tekanan darahnya,
sehingga tidak diketahui apakah ada
kenaikan/ penurunan tekanan darah.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan
kajian yang lebih mendalam tentang
deteksi dini nilai kritis tekanan sistolik
dan diastolik pada asuhan keperawatan 26
gagal ginjal kronik yang dilakukan
dialisis. 8 9
1
METODE PENELITIAN ≤ 3031-4041-50≥ 51
tahuntahuntahuntahun
Penelitian ini dilakukan dengan Gambar 1.
rancangan explanatory research dengan Sebaran Umur Responden
pendekatan cross sectional. Disain ini
dilakukan untuk menjelaskan gambaran
tindakan dialisis yang dilakukan Sebaran Jenis Kelamin Responden
pemasangan arteriovena shunt cimino dan Dari 44 sampel yang dilakukan
akses femoral cephalica terhadap haemodialisa dapat dijelaskan bahwa
perubahan nilai kritis tekanan sistolik dan sebagian besar jenis kelamin laki-laki
diastolik pada asuhan keperawatan gagal sebesar 25 orang (57%), dan perempuan
ginjal kronik yang dilakukan dialisis. sebesar 19 orang (43%). Sebaran jenis
Populasi penelitian ini adalah semua kelamin dijelaskan pada gambar 2.
80 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 6, No 1,Mei 2016, hlm 01-117

Akses
Femoral Cephalica; 22; 50% AV Shunt;
22; 50%

perempuan;
19; 43% laki-laki;
25; 57%

Gambar 4.
Sebaran Jenis Haemodialisa
Sebaran klasifikasi tekanan sistolik dan
diastolik yang dilakukan dialisis
Gambar 2.
Sebaran Jenis Kelamin Dari 44 sampel yang dibagi menjadi
22 kelompok sampel yang dilakukan
dialisis AV Shunt dijelaskan bahwa
Sebaran Tingkat Pendidikan Responden sebaran tekanan sistolik sebelum
Dari 44 sampel yang dilakukan dilakukan dialisis sebagian besar dengan
haemodialisa dapat dijelaskan bahwa kategori hipertensi parah dan hipertensi
sebagian besar tingkat pendidikan SD stadium II masing-masing sebanyak 7
sebesar 19 orang (43.2%), SMA sebesar orang (31.8%), kategori pra hipertensi
15 orang (34.1%), SMP sebesar 7 orang sebanyak 5 orang (22.8%), hipertensi
(15.9%) dan peguruan tinggi sebesar 3 stadium I sebanyak 2 orang (9.1%), dan
orang (6.8%). Sebaran pendidikan normal sebanyak 1 orang (4.5%). Lebih
dijelaskan pada gambar 3. lanjut dijelaskan bahwa klasifikasi
tekanan diastolik pra dialisis sebagian
besar dikategorikan hipertensi stadium II
sebanyak 12 orang (54.5%), normal
sebanyak 5 orang (22.7%), pra hipertensi
sebanyak 4 orang (18.2%), danrendah 1
19 orang (4.6%). Sedangkan tekanan sistolik
15 setelah dilakukan dialisis sebagian besar
normal sebanyak 5 orang (22.7%), pra
7
3 hipertensi, hipertensi parah , hipertensi
stadium I, dan II masing-masing sebesar
SekolahSekolah Sekolah
DasarMenengah Pertama Menengah Atas
Perguruan
Tinggi 4 orang (18.2%). Tekanan diastolik
setelah dilakukan dialisis sebagian besar
Gambar 3. normal dan pra hipertensi masing-masing
Sebaran Tingkat Pendidikan sebesar 6 orang (27.3%), hipertensi
stadim II sebanyak 5 orang (22.7%),
Sebaran Jenis Haemodialisa hipertensi stadium I dan rendah sebesar 2
Dari 44 sampel yang dilakukan orang (9.1%), dan 1 orang (4.5%)
haemodialisa dapat dijelaskan bahwa mengalami hipertensi parah. Sebaran
sebaran jenis haemodialisa AV Shunt klasifikasi tekanan sistolik dan diastolik
maupun akses Femoral Cephalica pra dan post dialisis AV Shunt dijelaskan
masing-masing sebesar 22 orang (50%). pada gambar 5. Sedangkan 22 kelompok
Martono, Monitoring Nilai Kritis Tekanan Sistolik 81

sampel yang dilakukan dialisis akses


cephalic femoral dapat dijelaskan bahwa
sebagian besar mengalami hipertensi
parah sebanyak 10 orang (45.5%),
hipertensi stadium II sebanyak 6 orang
(27.3%), hipertensi stadium I sebanyak 4
orang (18.3%), dan pra hipertensi
sebanyak 2 orang (9.1%).
Lebih lanjut dijelaskan tekanan
sistolik setelah dilakukan dialisis cephalic
femoral sebagian besar hipertensi parah
sebesar 7 orang (31.8%), pra hipertensi
sebesar 6 orang (27.3%), normal sebesar Gambar 5. Klasifikasi tekanan sistolik
4 orang (18.2%), hipertensi stadium II dan diastolik Dialisis AV Shunt
sebanyak 3 orang (13.6%), hipertensi
stadium I dan rendah masing-masing
sebesar 1 orang (4.5%). Tekanan
diastolik sebelum dilakukan dialisis akses
cephalic femoral sebagian besar
mengalami pra hipertensi sebesar 7 orang
(31.8%), hipertensi stadium I sebesar 6
orang (27.3%), hipertensi stadium II
sebanyak 4 orang (18.2%), normal
sebanyak 3 orang (13.6%), dan hipertensi
parah sebanyak 2 orang (9.1%). Tekanan
diastolik setelah dilakukan dialisis akses
cephalic femoral sebagian besar Gambar 6. Klasifikasi tekanan sistolik
hipertensi stadium II dan pra hipertensi dan diastolik Dialisis Cephalica
masing-masing sebesar 7 orang (31.8%), Femoral
hipertensi stadium I dan normal masing-
masing sebesar 4 orang (18.2%). Sebaran Tekanan darah pasca Hemodialisis AV
klasifikasi tekanan sistolik dan diastolik Shunt dan Cephalica Femoral
pra dan post dialisis cephalic femoral Perubahan tekanan sistolik dan
dapat dijelaskan pada gambar 6. diastolik pada kelompok sampel
berjumlah 22 orang yang dilakukan
haemodialisis AV Shunt sebagian besar
tekanan sistolik dan diastolik dalam
kategori menetap dan menurun masing-
masing sebesar 8 orang (36.4%), dan
meningkat sebesar 6 orang (27.3%).
Sedangkan 22 orang kelompok sampel
orang yang dilakukan haemodialisis
Dialisis Cephalica Femoral sebagian
besar tekanan sistolik dan diastolik dalam
kategori menetap sebesar 25 orang
82 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 6, No 1,Mei 2016, hlm 01-117

(56.8%), kategori meningkat sebesar 14 Salah satu faktor yang dapat


orang (31.8%), dan kategori menurun mempengaruhi penurunan fungsi ginjal
sebesar 5 orang (11.4%). Sebaran jenis seseorang salah satunya adalah faktor
dialisis dijelaskan pada gambar 7. usia. Semakin bertambahnya umur
seseorang akan mempengaruhi fisiologis
organ ginjal. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Smeltzer & Bare, 2002) yang
menjelaskan bahwa, usia merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi
kesehatan seseorang. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa semakin bertambahnya
usia, maka organ ginjal mengalami
penurunan massa ginjal sebagai akibat
kehilangan beberapa nefron sehingga
terjadi penurunan laju filtrat glomerulus.

Jenis Kelamin
PEMBAHASAN Sebaran karakteristik jenis kelamin
Umur pada penelitian ini sebagian besar laki-laki
Sebaran umur pada penelitian ini sebesar 57%, dan perempuan sebesar
diperoleh usia termuda 29 tahun dan tertua 43%. Karakteristik ini hampir sama
77 tahun. Rentang usia terbanyak dengan data dari IRR, (2011) yang
didapatkan pada usia ≥51 tahun yaitu malaporkan bahwa di Indonesia, dari 6951
sebesar 59%. Hal tersebut sesuai dengan pasien yang dilakukan hemodialisis
karakteristik pada pasien dengan penyakit sebagian besar laki-laki sebesar 4180
gagal ginjal yang dilakukan haemodialisis orang laki-laki dan sisanya 2771 orang
di Indonesia, sebagaimana yang telah perempuan. Hal ini juga didukung
dilaporkan Indonesia Renal Registry penelitian sebelumnya yang dilakukan
(IRR) tahun 2011 yaitu sebanyak 89% Ferry, Cerelia, Eko, (2016) yang
berumur 35-70 tahun dengan kelompok menjelaskan bahwa dari 71 pasien yang
umur terbanyak 45-54 tahun yaitu 27%. dilakukan haemodialisis sebagian besar
Hal yang sama juga disampaikan oleh didominasi pasien laki-laki sebesar 61%
Hanie, Fadli, dan Rudy, (2014) yang dan sisanya 39% pasien perempuan. Dari
menjelaskan bahwa pasien yang dilakukan perbandingan diatas dapat disimpulkan
hemodialisis umur penderita berkisar 22- bahwa laki-laki lebih banyak dilakukan
75 tahun dengan rata-rata 52,39 ±10,39 hemodialisis dibandingkan perempuan.
tahun dan terbanyak umur 50-59 tahun
yaitu sebesar 50,86%. Hal ini serupa dari Perubahan tekanan sistole dan diastole
penelitian sebelumnya yang dilakukan yang dilakukan hemodialisis
Ferry, Parlindungan, Ginova, Hamzah, Tekanan sistolik dan diastolik pada
(2014) yang menjelaskan bahwa subyek pasien yang dilakukan haemodialisis AV
yang dilakukan hemodialisis sebagian Shunt sebagian besar kategori menetap
besar dengan rerata usia 54.8 tahun. dan menurun masing- masing sebesar 8
orang (36.4%). Sedangkan pasien yang
Martono, Monitoring Nilai Kritis Tekanan Sistolik 83

dilakukan haemodialisis jenis akses perubahan tekanan sistolik dan diastolik


Dialisis Cephalica Femoral sebagian pada pasien dengan gagal ginjal
besar dalam kategori menetap sebesar 25 bermacam-macam. Selain itu, diperlukan
orang (56.8%). Dari laporan tersebut penelitian yang lebih komplek tentang
dapat dijelaskan bahwa pasien yang telah faktor-faktor yang mempengaruhi sistolik
dilakukan hemodialisis baik jenis AV dan diastolic pada pasien yang dilakukan
Shunt maupun akses Dialisis Cephalica hemodialisis.
Femoral hampir sama yaitu tidak
mengalami perubahan tekanan sistolik dan DAFTAR RUJUKAN
diastolik. Ali Tayyebi, Samanehshasti, davod
Hal ini sesuai dengan penelitian tadrisi, Behzad Eynollahi, Mahdi
sebelumnya yang dilakukan oleh Tayyebi, Sadeghi Sherme. 2012. Journal.
Samanehshasti, Tadrisi, Eynollahi, Mahdi, The relationship between blood
(2012) yang melaporkan bahwa pasien pressure and dialysis adequacy in
yang telah dilakukan haemodialisis tidak dialysis patients. Iranian Journal of
ada perbedaan yang signifikan antara Critical Care Nursing, Spring
tekanan darah dan indeks kecukupan 2012, Volume 5, Issue 1.
dialysis. Penelitian serupa yang dilakukan Ferry, Cerelia, Eko, 2016. Jurnal
Milad, Hamed, Milad and Masoumeh, Elektronik. Profil pasien penyakit
(2016) yang menjelaskan bahwa tidak ada ginjal kronik yang dirawat di
perbedaan signifikan secara statistik RSUP Prof. Dr. R. D. Jurnal e-
antara nilai tekanan darah dan kualitas Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1,
hidup pada pasien pada hemodialisis. Januari-Juni 2016.
Ferry Tigor P. Purba, Parlindungan
KESIMPULAN DAN SARAN Siregar, Ginova Nainggolan,
Hasil penelitian menunjukkan Hamzah Shatri. 2014. Jurnal. Nilai
bahwa usia pasien yang dilakukan Diagnostik Rerata Tekanan Darah
hemodialisis adalah usia termuda 29 tahun Pre dan Post Hemodialisis pada
dan tertua 77 tahun dan rentang usia Pasien yang Menjalani
terbanyak didapatkan pada usia ≥51 tahun Hemodialisis Kronik. Jurnall
sebesar 59%. Sebesar 57% laki-laki lebih Penyakit Dalam Indonesia Edisi
banyak mengalami gagal ginjal yang Oktober 2014 Vol. 1, No. 2.
dilakukan hemodialisis dibandingkan jenis Hannie Qalbina Syaiful, Fadil Oenzil,
kelamin perempuan sebesar 43%. Pasien Rudy Afriant, 2014. Jurnal.
yang dilakukan hemodialisis baik AV Hubungan Umur dan Lamanya
Shunt maupun akses Dialisis Cephalica Hemodialisis dengan Status Gizi
Femoral sebagian besar tidak ada pada Penderita Penyakit Ginjal
perubahan tekanan sistolik dan diastolik Kronik yang menjalani
atau menetap. Saran yang diberikan pada Hemodialisis di RS. Dr. M. Djamil
hasil penelitian ini adalah sebaiknya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas;
Perawat di Ruang Hemodialisa tetap 3(3). http:// jurnal. fk. unand.ac.id
mewaspadai perubahan tekanan sistolik Ommy Agustriadi, Ketut Suwitra, Gde
dan diastolik pada waktu pasien dilakukan Raka Widiana, Wayan Sudhana,
hemodialisis, karena faktor penyebab Jodi Sidharta Loekman, Yenny
84 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 6, No 1,Mei 2016, hlm 01-117

Kandarini. 2009. Jurnal. Hubungan Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2011.


antara Perubahan Volume darah 4th Report Of Indonesian Renal
Relative dengan Episode Hipotensi Registry. Pernefri [internet]. 2011
Intradialitik Selama Hemodialisis [cited 2017 April 5]. Available
pada Gagal Ginjal Kronik. from: www.pernefri-inasn.org
Jurnal Penyakit Dalam Universitas Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G,
Udayana. Volume 10 Nomor 2 2002, Buku Ajar Keperawatan
Mei 2009. ojs.unud.ac.id/ Medikal Bedah Brunner dan
index.php/jim/article/download/38 Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih
88/2883 bahasa oleh Agung Waluyo (dkk),
Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2015. EGC, Jakarta.
8th Report Of Indonesian Renal Syamsir, A & Broto, H., 2007. Vita
Registry 2015. Pernefri [internet]. Health: Gagal Ginjal. Jakarta:
2015 [cited 2017 April 5]. Gramedia
Available from: www.pernefri-
inasn.org

Anda mungkin juga menyukai