Anda di halaman 1dari 2

Kisah Guru yang Sedih dan Memilukan

25 Agustus 2014   17:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:37 610 0 0

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Ia mendidik murid-muridnya dengan sepenuh hati
segenap jiwa raga, tidak mengharapkan imbalan apapun kecuali gaji bulanan (guru sekolah dan
guru privat). Seorang guru berharap murid-muridnya akan menjadi manusia yang berguna bagi
nusa, bangsa dan agama. Kebahagiaan seorang guru apabila harapannya kepada murid-
muridnya menjadi kenyataan.

Kali ini saya ingin membagi kisah sedih dan pilu seorang guru. Kebetulan kisah ini saya alami
sendiri.

Ya betul, guru tersebut adalah diri saya sendiri, yaitu Pakde Kartono yang diakui sebagai guru
dalam hal menulis di kompasiana oleh beberapa murid (kompasianer), yaitu Mas Wahyu,
Dewi Pagi, Ifani, Hanna Chandra, Polie_tikus, Rauf Nuryama, Anna Risnawati dan Gatot
Swandito.

Berikut adalah beberapa testimoni (kisah sedih dan pilu) sang guru Pakde Kartono kaitannya
dengan murid-muridnya. Cekidot ;

1. Mas Wahyu

Saya sedih dan pilu karena akhirnya mas Wahyu akan menikah juga, dan wanita beruntung
tersebut adalah gadis Kamboja bernama Lin Halimah. Sewaktu membujang, Mas Wahyu sering
curhat ke saya tentang sosok gadis-gadis incarannya, dan saya memberitahu bagaimana
menaklukan gadis-gadis tersebut. Karena beda tipe gadis, beda pula cara menaklukannya.

Terkadang bila mas wahyu tak berani mendekati gadis dimaksud, maka saya yang mewakili
untuk mendekati, dan dalam hitungan hari, gadis incaran mas Wahyu jatuh ke pelukan saya. Loh
koq bukan ke pelukan mas wahyu? LOL.

Setelah menikah pasti mas wahyu akan sibuk dengan istrinya dan akan jarang curhat ke saya
lagi. Ini akan menyedihkan dan memilukan pastinya.

2. Dewi Pagi

Setahun lalu, hampir setiap pagi mba Dewi Pagi mengeluarkan puisi-puisinya yang ciamik. Yang
menghangatkan pagi hari bersama secangkir kopi dan teh. Namun sudah hampir 3 bulan ini,
puisi-puisi mba Dewi Pagi sudah jarang menyapa kita lagi, hanya votenya saja sesekali terlihat
sebagai tanda bahwa ia hadir sebagai silent reader.

Sebagai gurunya dalam menulis, termasuk menulis puisi, terus terang saya merasa sedih dan pilu,
sebab alasan ia tak hadir dan eksis di kompasiana dari bisik-bisik tetangga, karena ia sibuk di
sawah dan ladang, sejak pagi sampai besok paginya lagi, sehingga tak ada waktu membuat puisi
dan mempublishnya di kompasiana.

Pingin saya menawarinya pekerjaan lain, supaya Ia tidak sibuk di sawah dan ladang setiap hari,
tapi apa daya, saya tak dapat melakukan hal tersebut, karena saya sendiri juga sedang sibuk cari
pekerjaan dan belum dapat-dapat sampai sekarang. Wkwkwkk LOL

3. Ifani

Ini murid saya yang paling gak bisa diam kalo liat property yang lokasinya bagus, strategis dan
harganya murah. Prinsip ekonomi sangat diterapkannya dalam mencari properti, ia membeli
dengan harga serendah mungkin, dan menjual dengan harga setinggi mungkin.

Kebetulan saya dan Ifani sama-sama banyak mempunyai property di Bali. Saking banyaknya,
saya sampai pernah mau beli suatu property yang saya pandang bagus, setelah saya panggil anak
buah saya untuk melakukan penawaran, anak buah saya kaget dan berkata "Property itu kan
punya bapak? Koq mau dibeli lagi. Bapak beli property tersebut 15 tahun lalu."

Yang membuat saya sedih dan pilu, karena murid saya Ifani tidak memberitahu saya akan
kedatangan murid saya yang kinyis-kinyis dari Jepang, Weedy Koshino saat liburan kemarin.
Padahal saya udah bayangkan serunya liburan bertiga seperti trio kwek kwek selama di Bali.
Naik banana boat di Tanjung Benoa, berenang di water boom, ataupun berburu patung dan
lukisan di Ubud Bali.

saya sedih dan pilu, kenapa saya gak di ajak jalan-jalan oleh mba Ifani dan mba weedy. Apakah
mereka takut cape nuntun saya yang sudah sepuh ini, kuatir gak kuat naik turun tangga di Ayana
Hotel, tempat di mana Rock Bar berada?

Ya sudah cukup 3 aja kisah sedih dan pilu dari seorang gurunya, kalo lebih dari 3 jadinya
kebanyakan, dan jadi terkesan LEBAY. Wkwkkwkk

Selamat siang Indonesia

Anda mungkin juga menyukai