Anda di halaman 1dari 19

MODUL PERKULIAHAN

Pendidikan
Agama Islam
Bab : 2

Manusia dan KeTuhanan

Fakultas Program Studi Modul Kode MK Disusun Oleh

03
Teknik Mesin Pendidikan Agama 90002 Alimudin,S.Pd.I, M.Si
D2-405-2 Islam

Abstract Kompetensi
Tujuan Hidup Manusia dalam Mahasiswa mampu
Konsep Islam adalah beribadah menjelaskan,memahami dan
kepada Allah SWT dengan cara mengimplementasikan tentang jati
melakukan perbuatan apapun asal diri manusia dan Ketuhanan
yang tidak dilarang agama dan
diniati ibadah sehingga apapun
yang kita kerjakan tidak hanya
bermanfaat untuk kehidupan di
dunia tetapi juga kepentingan di
akhirat. Jadi, tujuan hidup manusia
sudah jelas adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Pengantar
Manusia selalu mencari kebenaran yang hakiki, Ketuhanan bagi manusia adalah
kebenaran yang mutlak, ketuhanan sudah ada pada agama karena agama didasari pada
keyakinan, dalam suatu Agama konsep ketuhanan sangatlah penting untuk memberikan
argumen tentang konsep-konsep ketuhanannya agar dapat memberikan sebuah penjelasan
logis dan meyakinkan para pemeluk agama tentang kebenaran dan keberadaan Tuhan itu
sendiri.

A. MANUSIA
Manusia diciptakan Allah SWT melalui berbagai proses hingga menjadi makhluk yang
paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Manusia menurut pandangan Al-
Quran berasal dari tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab,
Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujizat.
Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat insaniah. Manusia
diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban ilahiah yang mengandung maslahat dalam
kehidupannya. Manusia adalah makhluk pilihan dan dimuliakan oleh Allah SWT dari makhluk-
makhluk yang lainnya. Allah SWT telah menciptakan manusia dengan ahsanu taqwim.
Tujuan Hidup Manusia dalam Konsep Islam adalah beribadah kepada Allah SWT
dengan cara melakukan perbuatan apapun asal yang tidak dilarang agama dan diniati ibadah
sehingga apapun yang kita kerjakan tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan di dunia tetapi
juga kepentingan di akhirat. Jadi, tujuan hidup manusia sudah jelas adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana sering kita ucapkan dalam doa :
"Rabbana aatina fiddun-yaa hasanah wafil akhirati hasanah, waqinaa adzabannar". Untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia telah diuraikan di depan, adalah berusaha untuk menjadi
Ahsani Taqwim dan Khalifah fil Ardhi.
Tuntutan Islam terhadap Manusia Islam dalah agama yang senantiasa mementingkan
& menyerukan terwujudnya keseimbangan lahiriyah dan bathiniah (jasmani dan rohani).
Manusia akan memperoleh kenikmatan yang sempurna dan sesungguhnya jika mampu
memelihara 6 faktor yaitu :
1.Agamanya
2.Dirinya dan keluarganya
3.Akal pikiran atau pandangannya
4.Nasab keturunannya
5.Harta
6.Kehormatannya.
2016 Pendidikan Agama Islam: Modul
2 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
Misi manusia di dalam hidup ini memiliki tiga misi khusus: misi utama misi fungsional misi
operasional

1. Misi Utama.
Tugas utama manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah. Allah telah
menyebutkannya dalam Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 56.
‫ُون‬ َ ‫ت ْال ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬
ِ ‫س إِاَّل لِ َيعْ ُب =د‬ ُ ‫( َو َم==ا َخ َل ْق‬Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah)
Dalam islam, ibadah dibagi menjadi dua macam, yaitu: Ibadah maghdoh Tata cara
pelaksanaan dan hukumnya telah diatur dengan jelas. 2. Ibadah ghoiru maghdoh Tata
cara pelaksanaannya tidak terikat namun tetap sesuai dengan syariat islam dan
diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

2. Misi Fungsional.
Fungsi diciptakannya manusia oleh Allah yang lainnya adalah untuk menggantikan
Allah dalam hal menjaga, memanfaatkan, dan merawat bumi beserta isinya.
Mempunyai misi fungsional sebagai khalifah. Manusia diciptakan di bumi ini selain
untuk beribadah dan menjadi khalifah, manusia juga harus bisa memakmurkan bumi.

3. Misi Operasional Manusia diciptakan di bumi ini—selain untuk beribadah dan sebagai
khalifah, juga harus bisa bermain cantik untuk memakmurkan bumi (Huud: 61). Oleh
karena itu, bumi ini membutuhkan pengelola dari manusia-manusia yang ideal.
Manusia yang memiliki sifat-sifat luhur seperti syukur (Luqman: 31), sabar (Ibrahim:
5), mempunyai belas kasih (at-Taubah: 128), santun (at-Taubah:114), taubat (Huud:
75), jujur (Maryam: 54), dan terpercaya (al-A’raaf: 18)

Kita bisa memetik suatu pelajaran tentang kebutuhan manusia terhadap Tuhan yang
sudah ada pada agama yang didasari pada keyakinan, suka tidak suka, sadar atau tidak
sadar, mau atau tidak mau. Artinya secara alamiah kita membutuhkan Tuhan, sebagaimana
kita membutuhkan oksigen untuk bernafas.

Masyarakat Indonesia terkenal sebagai masyarakat agamis, karena memeluk agama


tertentu dan tidak ada ruang sedikitpun bagi orang ateis. Bisa jadi seseorang beragama
Islam, Nasrani, Budha, Hindu atau Koghuchu Tapi barangkali hanya sedikit orang yang
mengetahui dengan tepat apa itu agama dan mengapa ia beragama. Karenanya tak
mengherankan jika banyak pula orang yang mengaku memeluk suatu agama namun ia tak
tahu bagaimana ia mengamalkan agamnya.

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


3 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
Maka perlu kiranya seseorang memahami mengapa manusia perlu beragama? Dan apa pula
hakikat agama itu? Jawaban kedua pertanyaan ini seharusnya diajukan oleh tiap orang yang
memeluk sebuah agama.

PENGERTIAN AGAMA
Agama atau dalam bahasa arabnya ad-dien adalah : “Keyakinan (keimanan) tentang
suatu dzat ketuhanan (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah”. Ini
adalah definisi secara umum. Karenanya semua keyakinan tentang dzat ketuhanan disebut
agama, walaupun itu murni hasil “kreatifitas” pemikiran manusia.
Kita tahu bahwa sebagian besar penghuni bumi ini memeluk suatu agama. Itu adalah
sebuah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan
“Mengapa manusia beragama?”. Jawabnya adalah karena manusia memang membutuhkan
agama dalam hidupnya.
Meskipun ada beberapa sarjana Barat seperti, Karl Marx, Emil Durkheim, Sigmund
Freud dan beberapa pemikir lain yang menganggap bahwa eksistensi agama ini tidak
diperlukan lagi oleh manusia. Bahkan dengan suara lantang Friedrich Nietczhe menjelang
abad ke 19 mengatakan:” Tuhan telah mati”
Karl Marx mengatakan:” Agama adalah candu masyarakat. Marx tahu bahwa candu
adalah zat yang dapat menimbulkan halusinansi dan membius. Candu tetap berpengaruh
buruk kepada si pemakai walaupun mendatangkan fantasi. Maka, menurut Marx, fungsi yang
dimainkan agama dalam kehidupan masyarakat, sama seperti candu pada diri seseorang.
Dengan agama, penderitaan dan kepedihan yang dialami oleh masyarakat yang terekploitasi,
dapat diringankan melalui fantasi tentang dunia supernatural tempat dimana tidak ada lagi
penderitaan dan penindasan. Lain halnya dengan Sigmund Freud yang merasa bahwa dia
tidak menemukan suatu alasan untuk percaya adanya Tuhan, shingga ia menganggap ritual
keagamaan tidak punya arti dan manfaat apapun dalam kehidupan ini. Ia yakin bahwa ide-ide
agama tidak datang dari Tuhan Yang Esa ataupun Tuhan-tuhan yang lain, sebab tuhan-tuhan
itu memang tidak ada.
Namun demikian, tidak semua pemikir Barat dan para pujangganya memusuhi agama.
Ada di antara mereka yang bijaksana, yang telah bebas dari pengaruh peradaban ateis-
materialistis. Mereka sadar bahwa akidah merupakan hajat mental psikologis. Di antara para
pemikir tersebut adalah James Jeans, yang memulai hidupnya sebagai seorang skeptis yang
tidak mempercayai adanya Tuhan. Setelah mengadakan penyelidikan ilmiah yang mendalam,
akhirnya ia sampai kepada pemahaman bahwa problem-problem ilmiah yang besar tidak
dapat dipecahkan kecuali dengan mengakui adanya Tuhan.

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


4 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
Faktor-Faktor Manusia Memerlukan Agama

Dr. Yusuf Al-Qaradhawy dalam bukunya “Madkhal li-Ma’rifatil Islam”-Pengantar Kajian


Islam- menyebutkan paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan manusia butuh terhadap
agama, lima faktor itu bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.


Betapapun cerdasnya manusia, jika hanya dengan akalnya ia tak akan bisa menjawab
dengan pasti pertanyaan: darimana ia berasal?, kemanakah ia setelah mejalani hidup ini?
dan untuk apa ia hidup?. Banyak filosof dan pemikir yang mencoba mencari jawaban
pertanyaan-pertanyaan ini, namun tak ada jawaban pasti yang dapat mereka berikan.
Karenanya tak mengherankan jika jawaban- jawaban itu berbeda-beda satu dengan yang
lain. Ini terjadi karena jawaban- jawaban yang mereka berikan hanya didasarkan pada
asumsi-asumsi dan prasangka. Jawaban pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas,
hanya bisa didapatkan melalui agama dan itu pun tidak semua agama. Sebab pada
hakikatnya jawaban pasti itu adalah berasal dari Tuhan yang menciptakan manusia dan jagat
raya ini. Dan saat ini hanya Islamlah yang mempunyai sumber autentik firman Tuhan, yaitu
Al-Qur’an. Selain Al-Qur’an semua sudah tercampur dengan perkataan manusia, bahkan ada
yang murni hasil karya manusia namun dianggap firmanTuhan.

2.Kebutuhan fitrah manusia


Bukti yang paling jelas menunjukkan bahwa secara fitrah manusia butuh terhadap
agama adalah kenyataan bahwa semua bangsa mengenal kepercayaan terhadap dzat yang
dianggap agung. Baik itu bangsa yang primitif maupun yang berperadaban, yang di barat
maupun yang di timur, yang kuno maupun yang modern. Sedangkan orang-orang yang
mengaku tidak percaya terhadap Tuhan, itu sebenarnya adalah hanya sebuah pelarian dari
rasa kecewa terhadap agama yang mereka lihat. Padahal yang salah adalah ajaran agama
itu dan sama sekali itu tidak membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
Tentang kebutuhan fitri terhadap agama ini Allah berfirman :
‫ فطرت هللا التى فطر النا س عـليها‬, ‫فأقم وجهك للدين حنيفا‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah ata
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”.(Qs.Ar-Rum:30)

 
3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan rohani

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


5 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
Kehidupan manusia tak selamanya mulus tanpa kerikil dan batu sandungan. Ada saat-
saat gembira, bahagia, damai dan tentram namun juga ada saat dimana ia sedih, gundah,
menderita dan tertimpa musibah. Disaat jiwa sedang dalam kondisi lemah seperti itulah
semakin terasa ia membutuhkan kekuatan yang bisa mengembalikan rasa bahagia, tentram
dan damai yang hilang. Atau paling tidak ia bisa menghadapi semua itu dengan jiwa yang
besar, ketabahan dan kesadaran. Keyakinan dan keimanan terhadap agamalah sumber
kekuatan itu. Sebab hanya agamalah yang mengajarkan tentang kepercayaan terhadap
takdir, tawakkal, kesabaran, pahala dan siksa. Dengan kepercayaan terhadap takdir ia bisa
dengan mudah menerima kenyataan. Dengan tawakkal ia tidak akan terlalu kecewa jika
ternyata jerih payahnya tak sesuai dengan harapan. Dan dengan kepercayaan terhadap
pahala dan siksa ia akan bisa segera bangkit kembali tatkala didzalimi orang lain. Dengan
kepercayaan semacam itulah jiwa akan menjadi sehat dan rohani akan menjadi kuat.
Tentang kaitan antara agama dan kesehatan jiwa ini Dr. Karl Bang memberikan kesaksian:
“Setiap pasien yang berkonsultasi padaku semenjak tiga puluh tahun yang lalu yang berasal
dari seluruh penjuru dunia, ternyata sesungguhnya penyebab sakit mereka adalah kurangnya
keimanan dan goyahnya akidah mereka. Sementara mereka tidak akan mendapatkan
kesembuhan kecuali setelah mereka mengembalikan keimanan mereka”.

4. Kebutuhan masyarakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak.


Hukum dan peraturan jelas tidak bisa menjamin bahwa anggota sebuah masyarakat
akan bisa melaksanakan kebaikan, menunaikan kewajiban dan meninggalkan larangan.
Sebab hukum dan peraturan itu tidak bisa menciptakan motivasi dan menumbuhkan
kedisiplinan. Karena memanipulasi hukum adalah suatu hal yang mungkin terjadi dan
mencurangi peraturan adalah bukan hal sulit untuk dilakukan.
Hukum dan peraturan hanyalah sebuah perwujudan dari pengawasan eksternal, dan itu tidak
cukup sampai disitu. Masyarakat membutuhkan motivasi internal yang kita kenal dengan hati
nurani. Dengan membina hati nurani inilah seorang manusia akan termotivasi untuk
melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan dengan sukarela walaupun tanpa ada
pengawasan dari manusia dan tekanan dari hukum dan peraturan.
Peran pembinaan terhadap hati nurani inilah yang tak dapat dilakukan selain oleh agama.
Apalagi agama juga mengajarkan adanya “pengawasan melekat” oleh Tuhan terhadap
seluruh perbuatan manusia. Motivasi hati nurani dan “pengawasan melekat” seperti inilah
yang bisa menjamin suburnya nilai-nilai kebaikan dan akhlak mulia dalam
masyarakat.Marilah kita simak kata-kata Voltair berikut ini:
“Mengapa kalian meragukan eksistensi Tuhan, padahal kalau bukan karena Tuhan niscaya
istriku telah mengkhianatiku (berbuat serong) dan pembantuku telah mencuri hartaku”.

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


6 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
5. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas dan soliditas.
Agama sesungguhnya memiliki peran yang sangat besar urgensinya dalam
mempererat hubungan antara manusia satu sama lain, dalam status mereka semua sebagai
hamba milik satu Tuhan (Allah) yang talah menciptakan mereka dan dalam status mereka
semua sebagai anak dari satu bapak (Adam) yang telah menurunkan mereka, terlebih lagi
dengan persaudaraan akidah dan ikatan iman yang dibangun oleh agama diantara mereka.
Bahkan ikatan akidah dan keimanan ini mampu melampaui batas-batas bangsa, suku, warna
kulit, jenis kelamin dan melebihi ikatan darah dan kekerabatan. Maka tidak mengherankan
jika kita menemukan mereka mencintai yang lainnya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri, rela mengorbankan nyawa demi saudaranya dan berlinang air mata karena
penderitaan saudaranya di negeri lain meskipun dipisahkan jarak beribu-ribu kilo meter.
Dengan cinta dan pengorbanan semacam itulah sebuah masyarakat menjadi solid dan kokoh
dalam menjalankan agama.
Diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling
sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa
berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain,
manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada
kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi
fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur
seluruh sistem kehidupan di muka bumi. Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa
meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan
sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang
diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Demikian kiranya hajat manusia terhadap agama, sebagai pembawaan nalurinya sebagai
manusia, meskipun karena desakan – desakan sosial bisa jadi naluri ini menjadi
termarjinalkan dari kebutuhan manusia disamping kebutuhan – kebutuhannya yang bersifat
materi.

B. Ketuhanan
Tuhan ialah sesuatu yang dipentingkan oleh manusia sedemikian rupa, sehingga
manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, di
agungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kegembiraan atau rahmatnya dan juga
merupakan sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya bila melanggar perintahnya.
Ibnu Taimayah memberikan definisi Tuhan sebagai sesuatu yang dipuja dengan penuh
kecintaan hati, tunduk kepadanya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertakwa kepada-Nya untuk

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


7 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
keselematan dirinya di dunia dan akherat, dan juga tempat untuk meminta perlindungan
kepada-Nya.

Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha
Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-
Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada
Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang
paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha
Penyayang" (ar-rahim)
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan
yang personal: Menurut al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia.
Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-
Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang di ridhoi-
Nya.”
Menurut para mufasir (ahli agama), melalui hadis al-Qur’an (Al-’Alaq [96]:1-5), Tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal
termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur’an adalah wahyu
Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’an merupakan “penuturan Allah
tentang diri-Nya”
Selain itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri
manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A’raf [7]:172). 

Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)" (Al-A’raf [7]:172).

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


8 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji
keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi.
Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia
memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan
ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8 

Artinya : Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan)
kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan
nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada
Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi
Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah
dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka"
surah Az-Zumar [39]:8.

Artinya :
Dan
apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di
daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang
mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar. (surah Luqman
[31]:32).

Filsafat Tuhan berdasar spekulasi


Spekulasi adalah membuat suatu keputusan dengan pengetahuan dan pengalaman
yang kita miliki dan keyakinan untuk mendapatkan yang diinginkan, dengan pemikiran yang
matang walaupun kadang hasil yang diterima tidak sesuai harapan.
Sebagian ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan
tersebut belum sampai mengubah Al-Qur’an. Pendekatan yang bersifat spekulatif untuk

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


9 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
menjelaskan konsep Tuhan juga bermunculan mulai dari berfikir rasional hingga
agnostisisme (ada teorinya) dan lainnya dan juga ada sebagian yang bertentangan dengan
konsep tauhid sehingga dianggap sesat oleh ulama terutama ulama syariat.
Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

a. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang
bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal
teori Evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama-kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
Evolusionisme adalah sebagai berikut :

1. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitive telah mengakui adanya kekuatan
yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negate. Kekuatan yang ada pada benda
disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), syakti
(India), dan kami dalam bahasa Jepang.
Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera.
Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana itu tidak dapat
diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.

2. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya
peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh
masyarakat primitive, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah
mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa
senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang
apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek
negative dari roh-roh tersebut, manusia harus berusaha memenuhi atau menyediakan
kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha untuk
memenuhi kebutuhan roh.

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


10 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
3. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan kepercayaan animisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyaknya yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih
dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu
sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggungjawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masalah air, ada yang membidangi angina dan lain sebagainya.
Semula antara satu dewa dengan dewa yang lain mempunyai kedudukan yang sama atau
sederajat. Lambat-laun dianggap hanya satu dewa yang mempunyai kelebihan dari dewa
yang lain, meskipun dewa-dewa yang ada di bawahnya tetap mempunyai pengaruh. Pada
agama Hindu misalnya, ada tiga dewa yang dianggap tinggi yaitu : Brahmana, Syiwa, dan
Wisnu. Kepercayaan terhadap tiga dewa senior tersebut dikenal dengan istilah Trimurti (Tiga
sembahan). Di samping trimurti, dikenal pula konsep Tritunggal (trinitas). Pada agam Kristen
yang diartikan Tuhan ialah Allah Bapak, Yesus Kristus, dan Roh Kudus.

4. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh
karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai
kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih
definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan,
namun manusia masih mengakui Tuhan (Allah) dari bangsa lain. Kepercayaan semacam ini
yaitu satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

5. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam
monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional.
Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu : deisme,
panteisme, dan teisme.
a) Deisme yaitu suatu paham yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam berada
di luar alam. Tuhan menciptakan alam dengan sempurna dank arena telah sempurna, maka
alam bergerak menurut hukum alam. Antara alam dengan Tuhan sebagai penciptanya tidak
tidak lagi mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal dengan wahyu tidak lagi diperlukan
manusia. Dengan akal manusia mampu menanggulangi kesulitan hidupnya.
b) Panteisme berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama alam. Di mana
adal alam di situ ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan bagian daripada-Nya.
Tuhan ada di mana-mana, bahkan setiap bagian dari alam adalah Tuhan.
c) Teisme (eklektisme) berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam
berada di luar alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan tidak ada di alam. Namun Tuhan

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


11 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
selalu dekat dengan alam. Tuhan mempunyai peranan terhadap alam sebagai ciptaan-Nya.
Tuhan adalah pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran alam terlepas dari control-Nya. Alam
tidak bergerak menurut hokum alam, tetapi gerak alam diatur oleh Tuhan.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh


Max Muller dan EB. Taylor (1877), kemudian ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang
menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa
orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang
Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada ujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas
terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan
evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat,
mulai menantang Evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah
agama. Meraka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevasi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan
bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam
penyelidikan itu didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif
adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan.
Wilhelm Schmidt dalam mengungkapkan hasil penyelidikannya tidak mendasarkan,
atau terpengaruh oleh fasal-fasal dalam Bible. Ia menulis dari segi Antropologi dan
mendasarkan alasannya pada data yang dikumpulkan oleh berpuluh-puluh peneliti dan
sarjana yang meng-alami hidup bersama-sama dengan masyarakat primitif. Penelitian itu
dilakukan antara lain terhadap suku Negritos dari kepulauan Philipina, pelbagai suku dari
Micronesia dan Polynesia, dan suku Papua dari Irian.
Berdasarkan penelitian terhadap pelbagai masyarakat primitive tersebut, ia
mengambil kesimpulan bahwa kepercayaan tentang Tuhan Yang Maha Agung dan Esa
adalah bentuk tertua, yang ada sebelum kepercayaan lain seperti dinamisme, animisme, dan
politeisme.

b. Pemikiran Umat Islam


Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu
Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara
garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya. Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan
dalam Islam.
Satu hal yang perlu diingat, bahwa masih-masing menggunakan akal pikiran atau
logika dalam mempertahankan pendapat mereka. Hal ini perlu ditekankan, sebab satu hal

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


12 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
pokok yang menyebabkan kemunduran umat Islam ialah kurangnya penggunaan
kemampuan akal pikirannya dalam mengkaji nilai-nilai yang menurut pemikiran manusia atau
nilai yang murni bersumber dari ajaran Islam yakni al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Di antara
aliran pemikiran tentang Tuhan adalah :
1. Aliran Mu’tazilah yang merupakan kum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan
pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam.
Orang Islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara
posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem
teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang
bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun
kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan
dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah,
sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawariji.
2. Qadariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak
atau berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan
hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
3. Berbeda dengan Qadariah, kelompok Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah
berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat.
Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
4. Kelompok yang tidak sependapat dengan Mu’tazilah mendirikan kelompok sendiri, yakni
kelompok Asy’ariyah dan Maturidiniayah yang pendapatnya berada di antara Qadariah
dan Jabariah.
Semua kelompok itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat Islam
periode masa lalu. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini,
tiada lain bagi kita untuk mengadakan koreksi yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnag
Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang
nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos
kerja adalah aliran Mu’tazilah dan Qadariah.

Siapa Tuhan Itu?


Lafal Ilahi yang artinya Tuhan, menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan dan
dipentingkan manusia, misalnya dalam surat Al-Furqon: 43 yang artinya: “Apakah engkau
melihat orang yang menghilangkan keinginan-keinginan pribadinya?”
Menurut Ibnu Miskawaih Tuhan adalah zat yang tidak berijisim, azali, dan pencipta. Tuhan
Esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


13 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
satupun yang setara dengan-Nya, Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung
kepada yang lain sementara yang lain membutuhkan-Nya.
Orang menyediakan hawa nafsunya, yang dipuji dalam hidupnya, berarti telah berbuat syirik
yang sebenarnya menurut Islam hawa nafsu harus tunduk kepada kehendak Allah Swt.
Dalam surah Al-Qoshos: 38, lafal Ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri, yang artinya:
“Dan Fir’aun berkata, wahai para pembesar aku tidak menyangka bahwa kalian mempunyai
Ilah selain diriku”
Bagi manusia, Tuhan itu bisa dalam bentuk konkret maupun abstrak/gaib. Al-Qur’an
menegaskan Ilah bisa dalam bentuk mufrad maupun jama’ (ilah, ilahian, ilahuna). Ilah ialah
sesuatu yang dipentingkan, dipuja, diminintai, diagungkan diharapkan memberikan
kemaslahatan dan termasuk yang ditakuti karena mendatangkan bahaya.
Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan Tuhanmu, Tuhan Yang Maha
Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Ilah yang dituju
ayat di atas adalah Allah Swt, yang menurut Ulama’ Ilmu Kalam Ilah di sini bermakna al-
Ma’bud, artinya satu-satunya yang diibadati/disembah. Sedang Al-Matbu’, yang dicintai, yang
disenangi, diikuti. Inilah yang disebut Tauhid Uluhiyah, bahwa Allah Swt. satu-satunya Tuhan
yang diibadahi, dicintai, disenangi, dan diikuti.
Allah Swt memfirmankan dalam Al-Qur’an surat Thoha : 14, yang artinya: “Sesungguhnya
Aku Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku (Allah), maka beribadahlah hanya kepada-Ku (Allah),
dan dirikanlah sholat untuk mengingatku”.
Kalimat Tauhid keesaan secara konprehensif mempunyai pengertian sebagai
berikut:
La Kholiqo illa Allah: Tiada Pencipta selain Allah
La Roziqo illa Allah: Tiada Pemberi rizqi selain Allah
La Hafidha illa Allah: Tiada Pemelihara selain Allah
La Malika illa Allah: Tiada Penguasa selain Allah
La Waliya illa Allah: Tiada Pemimpin selain Allah
La Hakima illa Allah: Tiada Hakim selain Allah
La Ghoyata illa Allah: Tiada Yang Maha menjadi tujuan selain Allah
La Ma’buda illa Allah: Tiada Yang Maha disembah selain Allah
Lafal Al-ilah pada kalimat tauhid menurut Ibnu Taimiyah memiliki pengertian yang
dipuja dengan cinta sepenuh hati, tunduk kepada-Nya merendahkan diri di hadapan-Nya,
takut dan mengharapkan kepadaNya, berserah hanya kepada-Nya ketika dalam kesulitan
dan kesusahan, meminta perlindungan kepada-Nya, dan menimbulkan ketenangan jiwa
dikala mengingat dan terpaut cinta denganNya. Ini yang disebut Tauhid Rububiyah.
Lawan tauhid adalah syirik, artinya menyekutukan Allah Swt dengan yang lain, mengakui
adanya Tuhan selain Allah, menjadikan tujuan hidupnya selain kepada Allah. Dalam ilmu

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


14 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
tauhid, syirik digunakan dalam arti mempersekutukan Tuhan selain dengan Allah Swt, baik
persekutuan itu mengenai dzatNya, sifatNya atau af’alNya, maupun mengenai ketaatan yang
seharusnya hanya ditujukan kepada-Nya saja.
Syirik merupakan dosa yang paling besar yang tidak dapat diampuni, syirik itu
bertentangan dengan perintah Allah Swt, juga berakibat merusak akal manusia, menurunkan
derajat dan martabat manusia, serta membuatnya tak pantas menempati kedudukan tinggi
yang telah ditentukan Allah Swt. dalam kaitannya dengan masalah ini, Allah Swt berfirman
dalam surah Luqman : 13 yang artinya “Dan (ingatlah ketika Luqman berkata kepada
Anaknya. Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedhaliman yang amat besar”.
Dan didalam ayat lain, Allah Swt menjelaskan bahwa orang yang telah berbuat syirik
kepadaNya, tergolong orang yang telah berbuat dosa besar, sebagaimana firmanNya,
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, bagi siapa berkehendak. Barang siapa
yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar”. (QS. An-Nisa’:
48).

                       Konsep Ketuhanan Menurut Islam

Konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang
dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret).
Eksistensi atau keberadaan Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu kepada manusia,
tetapi yang diperoleh melalui proses pemikiran atau perenungan.
Informasi melalui wahyu tentang keimanan kepada Allah dapat dibawa dalam kutipan di
bawah ini:
a.   Surat Al-Anbiya’ : 25 yang artinya “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum
kamu, melainkan Kami wahyukan kepadaNya, bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Sejak diutusnya Nabi Adam AS sampai Muhammad Saw Rasul terakhir. Ajaran Islam yang
tAllah Swt wahyukan kepada para utusanNya adalah Tauhidullah atau monotheisine murni.
Sedangkan lafadz kalimat tauhid itu adalah laa ilaha illa Allah. Ada perbedaan ajaran tentang
Tuhan yang ada asalnya dari agama wahyu. Hal semacam itu disebabkan manusia
mengubah ajaran tersebut. Dan hal seperti itu termasuk kebohongan yang besar
(dhulmun’adhim).

b.      Surat Al-Maidah : 72 “Dan Al masih berkata; Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu, sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka Allah pasti
mengharamkan baginya surga dan tempatnya adalah neraka”.

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


15 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
c.       Surat Al-Baqarah : 163 “ Dan Tuhamu adalah Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan
kecuali Dia yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”.
Ayat-ayat di atas menegaskan bahwa Allah Swt adalah Tuhan yang mutlak keesaannya.
Lafadz Allah swt adalah isim jamid, personal nama, atau isim a’dham yang tidak dapat
diterjemahkan, digantikan atau disejajarkan dengan yang lain. Seseorang yang telah
mengaku Islam dan telah mengikrarkan kalimat Syahadat Laa ilaha illa Allah (tidak ada
Tuhan selain Allah) berate telah memiliki keyakinan yang benar, yaitu monoteisme
murni/monoteisme mutlak. Sebagai konsekuensianya, ia harus menempatkan Allah Swt
sebagai prioritas utama dalam setiap aktivitas kehidupan.

                      Bukti Adanya Tuhan

a.  Keberadaan Alam semesta, sebagai bukti adanya Tuhan

Ismail Raj’I Al-Faruqi mengatakan prinsip dasar dalam Teologi Islam, yaitu Khalik dan
makhluk. Khalik adalah pencipta, yakni Allah swt, hanya Dialah Tuhan yang kekal, abadi, dan
transeden. Tidak selamanya mutlak Esa dan tidak bersekutu. Sedangkan makhluk adalah
yang diciptakan, berdimensi ruang dan waktu, yaitu dunia, benda, tanaman, hewan, manusia,
jin, malaikat langit dan bumi, surga dan neraka.
Adanya alam semesta organisasinya yang menakjubkan bahwa dirinya ada dan percaya pula
bahwa rahasia-rahasianya yang unik, semuanya memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu
kekuatan yang telah menciptakannya.
Setiap manusia normal akan percaya bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa
alam ini juga ada. Jika kita percaya tentang eksistensinya alam, secara logika kita harus
percaya tentang adanya penciptaan alam semesta. Pernyataan yang mengatakan “Percaya
adanya makhluk, tetapi menolak adanya khalik, adalah suatu pernyataan yang tidak benar”.
Kita belum pernah mengetahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan.
Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada penciptanya, dan pencipta itu tiada lain
adalah Tuhan. Dan Tuhan yang kita yakini sebagai pencipta alam semesta dan seluruh isinya
ini adalah Allah Swt.

b.        Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika

Ada pendapat dikalangan ilmuwan bahwa alam ini azali. Dalam pengertian lain alam
ini mencpitakan dirinya sendiri. Ini jelas tidak mungkin, karena bertentangan dengan hukum
kedua termodinamika. Hukum ini dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


16 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
pembatasan perubahan energi panas yang membuktikan bahwa adanya alam ini mungkin
azali.
Hukum tersebut menerangkan energi panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih
menjadi tidak panas, sedangkan kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak
mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas berubah menjadi panas. Perubahan energi
yang ada dengan energi yang tidak ada.
Dengan bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika terus berlangsung,
serta kehidupan tetap berjalan. Hal ini membuktikan secara pasti bahwa alam bukanlah
bersifat azali. Jika alam ini azali sejak dahulu alam sudah kehilangan energi dan sesuai
hukum tersebut tentu tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini.

c.  Pembuktian adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi

Astronomi menjelaskan bahwa jumlah bintang di langit saperti banyaknya butiran


pasir yang ada di pantai seluruh dunia. Benda ala yang dekat dengan bumi adalah bulan,
yang jaraknya dengan bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi, dan
menyelesaikan setiap edaranya selama 20 hari sekali.
Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari berputar dari
porosnya dengan kecepatan 1000 mil perjam dan menempuh garis edarnya sepanjang
190.000.000 mil setiap setahun sekali. Dan sembilan planet tata surya termasuk bumi, yang
mengelilingi matahari dengan kecepatan yang luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama dengan
planet-planet dan asteroid-asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.00 mil
perjam. Disamping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem
mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar pada
garis edarnya. Galaxy sistem matahari kita, beredar pada sumbunya dan menyelesaikan
edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya.
Logika manusia memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti.
Berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya. Bahkan akan
menyimpulkan, bahwa dibalik semuanya itu pasti ada kekuatan yang maha besar yang
membuat dan mengendalikan semuanya itu, kekuatan maha besar itu adalah Tuhan.

d.      Argumentasi Qur’ani

Allah Swt. berfirman, termaktub dalam surat Al-Fatihah ayat 2 yang terjemahya
“Seluruh puja dan puji hanyalah milik Allah Swt, Rabb alam semesta”.

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


17 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
Lafadz Rabb dalam ayat tersebut, artinya Tuhan yang dimaksud adalah Allah Swt. Allah Swt
sebagai “Rabb” maknanya dijelaskan dalam surat Al-A’la ayat 2-3, yang terjemahannya “Allah
yang menciptakan dan menyempurnakan, yang menentukan ukuran-ukuran ciptaannya dan
memberi petunjuk”. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa Allah Swt yang menciptakan
ciptaannya, yaitu alam semesta, menyempurnakan, menentukan aturan-aturan dan memberi
petunjukterhadap ciptaannya. Jadi, adanya alam semesta dan seisinya tidak terjadi dengan
sendirinya. Akan tetapi, ada yang menciptakan dan mengatur yaitu Allah Swt.
Didalam surat Al-A’raf ayat 54, termaktub yang “Tuhanmu adalah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari”. Lafadz Ayyam adalah jamak dari yaum yang
berarti periode. Jadi, sittati ayyam berarti enam periode dan tentunya membutuhkan proses
waktu yang sangat panjang.
Dalam menciptakan sesuatu memang Allah tinggal berfirman Kun Fayakun yang
artinya jadilah maka jadi. Akan tetapi, dimensi manusia dengan Allah berbeda sampai kepada
manusia membutuhkan waktu enam periode. Hal ini agar manusia dapat meneliti dan
mengkaji dengan metode ilmiahnya sehingga muncul atau lahir berbagai macam ilmu
pengetahuan.

Kesimpulan

Kebutuhan manusia terhadap Tuhan yang sudah ada pada agama yang didasari pada
keyakinan, suka tidak suka, sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau. Artinya secara
alamiah kita membutuhkan Tuhan, sebagaimana kita membutuhkan oksigen untuk bernafas.

Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap
penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Eksistensi atau
keberadaan Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu kepada manusia, tetapi yang
diperoleh melalui proses pemikiran atau perenungan.

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


18 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si
Daftar Pustaka

Azra, A. 2005. Jaringan Ulama:Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII&XVII
Prenada Media. Jakarta
Aqidah Islam, (Bandung: Deponegoro, 2010), h. 39, dan Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah
Wal Jamaah, (Jakarta; Pustaka Tarbiyah Baru, 2008) Cet.8, h. 39

Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung; PT Al-Ma’arif, 2012), cet.ke 20, h.171

Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta; Pustaka Tarbiyyah Baru,
2008),cet.ke8, h.28

Srijanti, Purwanto dan Wahyudi P. 2007. Etika Membangun masyarakat Islam Modern. Graha
Ilmu

2016 Pendidikan Agama Islam: Modul


19 Manusia dan Ketuhanan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Alimudin S,Pd.I, M,Si

Anda mungkin juga menyukai