Anda di halaman 1dari 4

Nama : Erwin Nata Bora

NIM : 181111049
Mata Kuliah : Keperawatan Bencana
Kelas/ Semester : B/ VII

1. Judul Artikel : “Kesiapsiagaan Perawat Gawat Darurat Indonesia untuk Menanggapi


Bencana: Sebuah Survei Deskriptif”

2. Penulis dan Tahun Terbit : Azka Fathiyatir Rizqilla, Jessica Suna (2018)

3. Masalah Penelitian yang Ditemukan (ringkas dengan bahasa sendiri): Masalah


penelitian yang ada yaitu banyak penelitian menunjukkan bahwa perawat gawat
darurat Indonesia memiliki tingkat kesiapsiagaan bencana yang rendah, sampai saat
ini ada beberapa penelitian yang menyelidiki persepsi perawat Indonesia tentang
peran dan persiapan mereka untuk tanggap bencana. Hal ini telah menciptakan
kesenjangan mengenai peran konseptual keperawatan dalam bencana dan
penerapannya di Indonesia, meskipun sejarah panjang bencana yang terjadi di daerah
ini.

4. Tujuan Penelitian: Untuk menilai kesiapsiagaan bencana di kalangan perawat darurat


Indonesia,serta mengkaji faktor-faktor mempengaruhi kesiapsiagaan bencana dalam
kelompok ini.

5. Metode Penelitian (jenis penelitian, populasi, sampel, sampling, lokasi, waktu,


analisis data):
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif, nonintervensi, cross
sectional dengan sampel convenience 120 perawat gawat darurat dari empat rumah
sakit di wilayah Jawa Tengah. Sebelum studi dimulai, persetujuan etik diberikan oleh
Komite Etik Penelitian Manusia QUT nomor 1700000632 dan komite etik dari empat
rumah sakit Indonesia yang berpartisipasi. Penelitian ini dilakukan di empat rumah
sakit di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, antara lain RS Dr. Kariadi, RS dr
Adhyatma, RS dr Tirtonegoro dan RS dr Moewardi. Semua perawat yang saat ini
bekerja di bagian gawat darurat rumah sakit yang berpartisipasi memenuhi syarat
untuk berpartisipasi. Kriteria inklusi untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
termasuk memiliki lisensi keperawatan terdaftar dari Kementerian Kesehatan
Indonesia dan bekerja sebagai anggota staf tetap di bagian gawat darurat salah satu
rumah sakit yang berpartisipasi.
Data dianalisis menggunakan frekuensi, persentase dan ukuran tendensi
sentral. sampel independenT-uji, uji korelasi, uji oneway ANOVA dan analisis regresi
digunakan untuk mengetahui hubungan antara skor DPET:P total dan karakteristik
demografi. Pemodelan linier umum dilakukan untuk menyesuaikan potensi pembaur
dan menilai ketergantungan setiap variabel pada skor DPET:P.
6. Hasil Penelitian (menjawab tujuan):
a. Data demografi
Dari 128 kuesioner yang dibagikan, 120 (93,7%) dikembalikan dan dianalisis.
Mayoritas peserta berusia kurang dari atau sama dengan 30 tahun (41,7%).
Lebih banyak perawat gawat darurat laki-laki (52,5%) terlibat dalam
penelitian ini dari pada perawat darurat wanita (47,5%), dan sebagian besar
peserta sudah menikah (90,8%). Sebagian besar peserta bergelar Diploma
Keperawatan (63,3%). Lebih dari separuh peserta pernah mengalami bencana
(58,3%) dan memiliki pengalaman sebelumnya dengan tanggap bencana
(56,7%). Kelompok terbesar dari tahun pengalaman kerja sebagai perawat
adalah 0-9 tahun (52,5%) dan kelompok terbesar dari tahun bekerja sebagai
perawat darurat adalah kelompok 0-7 tahun (62,5%).

b. Tingkat kesiapsiagaan
Untuk menilai tingkat kesiapsiagaan perawat gawat darurat, mean (SD)
DPET:P dikategorikan menjadi: 1-2,99 sebagai lemah; 3-4,99 sebagai sedang;
dan 5-6 sama kuatnya. Secara keseluruhan, semua aspek yang diselidiki dalam
survey ini menunjukkan bahwa peserta memiliki tingkat kesiapan yang
sedang. Di antara mereka yang ditanya, perawat gawat darurat perlakuan
senjata biologis (rata-rata: 3.52, SD: 1.21). Perawat gawat darurat juga
menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu mengenal logistic organisasi dan
peran lembaga lokal/kabupaten/provinsi/ nasional dalam situasi tanggap
bencana (rata-rata: 3,65, SD: 1,15). Demikian pula, perawat darurat
melaporkan keakraban lemah sampai sedang dengan intervensi psikologis
untuk pasien dengan trauma emosional dan fisik dalam situasi tanggap
bencana (rata-rata: 3,76, SD: 1,12).

c. Pengalaman tanggap bencana sebelumnya


Penelitian ini menemukan bahwa 68 perawat gawat darurat (56,7%) memiliki
pengalaman sebelumnya dalam menanggapi bencana. Sebuah perbedaan yang
signifikan secara statistic ditemukan dalam rata-rata DPET:P pada perawat
darurat dengan pengalaman tanggap bencana dan mereka yang tidak memiliki
pengalaman (p = 0,000, df = 118, t = 5.329). Rata-rata, DPET:P perawat gawat
darurat dengan pengalaman tanggap bencana sebelumnya adalah 12,95 poin
lebih tinggi dari pada mereka yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya
(95% CI = 8,14-17,7).

d. Pendidikan / pelatihan bencana sebelumnya


Dalam studi ini, 76 perawat gawat darurat (63,3%) melaporkan memiliki
pelatihan atau pendidikan sebelumnya terkait dengan manajemen bencana.
Studi kami menemukan perbedaan yang signifikan secara statistic dalam rata-
rata DPET:P perawat darurat dengan pelatihan bencana sebelumnya dan
mereka yang tidak (p = 0,001, df = 68,29, t = 3.481). DPET:P perawat gawat
darurat yang memiliki kelompok pendidikan/ pelatihan kebencanaan
sebelumnya adalah 9,99 poin (95% CI = 4,27-15,73) lebih tinggi dari pada
kelompok yang tidak memiliki pendidikan / pelatihan kebencanaan
sebelumnya.

e. Tahun bekerja sebagai perawat darurat


Rerata (SD) tahun bekerja sebagai perawat gawat darurat adalah 7,17tahun
(5,20). Korelasi yang signifikan secara statistic diidentifikasi antara skor total
DPET:P dan tahun bekerja sebagai perawat darurat (p = 0,001, r = 0,297).

7. Pembahasan (bahas artikel ini dengan minimal 1 artikel penelitian lain):


Kesiapsiagaan perawat sangat diperlukan untuk mengantisipasi kejadian
bencana dalam mengurangi jumlah kematian dan masalah kesehatan. Perawat
merupakan front-line health provider yang paling sering berinteraksi dengan klien,
baik individu, keluarga dan komunitas pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan
atau organisasi relawan saat bencana (Susilawati, 2015). Perawat dianggap sebagai
salah satu profesi kesehatan yang harus memiliki kesiapan dalam menghadapi
bencana (Putra, Wongchan & Khomapak, 2011). Kesiapan perawat dalam bencana
sangat penting untuk mengurangi dampak negatif dalam bidang kesehatan pada
korban bencana (Labrague, et al., 2017).
Indonesia terkenal sebagai negara yang rawan bencana yang mengalami
kerusakan dan kerugian yang sangat besar akibat bencana alam. Antara tahun 1984
dan 2013, Indonesia mengalami 325 bencana alam, menyebabkan 190.794 kematian
dan kerugian sekitar US $26 miliar dalam kerusakan. Selain bencana alam, Indonesia
juga mengalami bencana akibat ulah manusia sebagai dampak dari pertumbuhan
ekonomi yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Kesiapsiagaan bertujuan
untuk terselenggaranya upaya pengurangan risiko bencana dan sistem penanganan
kedaruratan bencana yang efektif (Depkes, 2017). Inisiatif lokal dan internasional
telah disiapkan untuk mempersiapkan perawat dan petugas layanan kesehatan lainnya
untuk merespons bencana secara efektif melalui pelatihan bencana yang luas dan
penyediaan kursus manajemen bencana dengan harapan bahwa perawat harus dapat
memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang memadai untuk masyarakat yang
terkena dampak bencana (Corrigan & Samrasinghe 2012; Ibrahim 2014; Perron et al.
2010; Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2009).
Kurangnya kesiapsiagaan perawat dalam bencana menyebabkan kesulitan dalam
mencegah dan mengurangi resiko bencana (International Council of Nurses, 2019).
Hal ini juga dapat menyebabkan kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik dan
psikologis perawat, kemampuan melakukan pertolongan pertama pada korban
terhambat, dan mengurangi kemampuan perawat bekerja dalam kondisi bencana
(Johal, et al,. 2016). Perawat yang tidak siap memberikan pelayanan saat bencana
akan berdampak pada perawatan dan keselamatan, serta meningkatkan kejadian
trauma dan kematian pada korban (Ibrahim, 2014).
8. Kesimpulan:
Kesiapsiagaan perawat masih berada dalam kategori moderat hal ini dikaitkan
dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang belum maksimal dalam
menghadapi bencana. Adapun instrumen dengan nilai validitas yang tinggi dan dapat
digunnakan untuk mengidentifikasi kesiapsiagaan adalah DPET. Instrumen ini
digunakan untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan perawat pelaksana dalam
menghadapi bencana yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu, kesiapsiagaan , mitigasi,
respon, dan evaluasi dalam manajemen.
Hasil analisis dari beberapa studi ini menunjukan bahwa semakin tua usia,
semakin lama pengalaman kerja, semakin tinggi tingkat pendidikan, pengalaman
menghadapi bencana dan pelatihan, serta pendidikan keperawatan bencana menjadi
faktor yang mendukung kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana. Selain itu
ditemukan juga faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap kesiapsiagaan perawat
yaitu pengaturan diri, area kerja, sarana dan prasarana serta kebijakan pemerintah.
Sehingga dalam mengidentifikasi kesiapsiagaan perawat jugadapat memperhatikan
hal tersebut.

9. Daftar Pustaka:
Fathiyatir Rizqillah Azka, Jessica Suna. 2018. Kesiapsiagaan Perawat Gawat
Darurat Indonesia untuk Menanggapi Bencana: Sebuah Survei Deskriptif.
ELSEVIER

Eka Putri Kirana, dkk. 2021. Faktor-Faktor Yang Mendukung Kesiapsiagaan


Perawat Dalam Menghadapi Bencana: Literature Review. Jurnal Sahabat
Keperawatan

10. Lampiran (Artikel Penelitian lain yang digunakan untuk pembahasan):

Anda mungkin juga menyukai