Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN NUTRISI


THYPOID
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak)

Dosen Pengampu : Irisanna Tambunan, S.Kep., Ners., M.KM

Disusun Oleh :

Adi Satria Pangestu 191FK01001

Suryadi 191FK01128

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas khadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan
Kebutuhan Nutrisi Thypoid untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini untuk kedepannya dapat lebih baik lagi .

Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata Bahasa. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kami berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan manfaat bagi pembaca.

Bandung, 21 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................4
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................5
1.3. Tujuan ............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................6
2.1. Konsep Teori Demam Thypoid .....................................................................6
2.1.1. Definisi ....................................................................................................6
2.1.2. Etiologi ....................................................................................................6
2.1.3. Patofisiologi .............................................................................................7
2.1.4. Pathway ...................................................................................................8
2.1.5. Manifestasi Klinis ....................................................................................8
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 10
2.1.7. Penatalaksanaan ..................................................................................... 11
2.2. Asuhan Keperawatan Dalam Kebutuhan Nutrisi ....................................... 12
2.2.1. Pengkajian Kebutuhan Nutrisi ................................................................ 12
2.2.2. Diagnosa Kebutuhan Nutrisi................................................................... 14
2.2.3. Intervensi Kebutuhan Nutrisi .................................................................. 17
2.2.4. Pelaksanaan Kebutuhan Nutrisi............................................................... 18
2.2.5. Evaluasi Kebutuhan Nutrisi .................................................................... 19
2.3. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Demam Thypoid ............................... 20
2.3.1. Pengkajian ............................................................................................. 20
2.3.2. Diagnosa Demam Thypoid Pada Anak ................................................... 22
2.3.3. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 23
2.3.4. Implementasi Keperawatan ..................................................................... 26
2.3.5. Evaluasi.................................................................................................. 26
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 27
3.1. Kesimpulan.................................................................................................... 27
3.2. Saran ............................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 29

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut pada saluran cerna bagian
bawah (usus halus) dengan gejala demam kurang lebih satu minggu disertai
gangguan saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. penyakit
ini disebabkan oleh Salmonella thypi A, B , dan C. (Reski, 2014).
Demam tifoid atau thypus abdominalis banyak ditemukan dalam
kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun dipedesaan. Penyakit ini
sangat erat hubungannya dengan kualitas yang mendalam dari hygiene pribadi
dan sanitasi lingkugan seperti higieneperorangan, dan hygiene penjamah
makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat
umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung perilaku
sehat. (kemenkes., 2006).
Demam tipoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri
salmonella typhii yang ditularkan melalui makanan yang tercemar oleh tinja
dan urine penderit. (Kemenkes, 2007).
Demam thypoid disebabkan oleh kuman salmonella thypi. Penularan
kemanusia melaluimakan atau minuman yang tercemar dengan feces manusi
yang mengandung bakteri salmonella. Setelah melewati lambung kuman
mencapai usus dan dan invasi ke jaringan limfoid yang merupakan tempat
predileksi untuk berkembang biak. Kuman salmonella thypi menghasilkan
endotoksin yang merupakan kompleks lipoposakarida dan dianggap berperan
penting pada pato genesis dalam thypoid.endotoksin bersifat pirogenik serta
memperbesar reaksi peradangan dimana kuman salmonella. (kemenkes.,
2006).
Penyakit demam tipoid atau thypus abdominalis sangat erat hubungannya
dengan perilaku masyarakat yang kurang bersih baik masyarakat perkotaan
maupun pedesaan dan juga sanitasi msyarakat seperti lingkuan kumuh, sumber
air bersih yang tidak memadai. Penyebab utamanya adalah bakteri salmonella

4
thypi yang masuk melalui mulut dan berkembang biak didalam usus dan masuk
ke pembulu darah. (suryadi., 2010).
Anak menurut bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil antara
hubungan pria dan wanita. Dalam konsideran Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan
karuni Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu
keadaan ketika individu yang tidak puas mengalami atau beresiko mengalami
penuruna beratbadan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat
atau metabolism nutrisi yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolic.
(Carpenito, 2009).
Apa bila kebutuhan nutrisi pasien tidak terpenuhi akan menyebabkan
proses penyembuhan penyakit menjadi lama karena salah satu fungsi nutrisi
adalah membuat tubuh tidak mudah terserang penyakit akibatnya berbagai
macam komplikasi akan muncul.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan bakteri Salmonella
thypi pada usus adalah perdarahan usus, melena, pervorasi usus, peritonitis
sedangkan untuk komplikasi pada organ lain adalah meningitis, kolesistitis,
ensefalopati, bronkopneumoni
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana konsep teori demam thypoid?
1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan dalam kebutuhan nutrisi?
1.2.3. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan demam thypoid?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui konsep teori demam thypoid
1.3.2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dalam kebutuhan nutrisi
1.3.3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan anak dengan demam thypoid

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori Demam Thypoid
2.1.1. Definisi
Thyphoid abdominalis merupakan penyakit endemis di asia. Thypoid
fever (demam tifoid) adalah infeksi sistemik yang disebakan salmonella
enterica, khususnya turunannya yaitu salmonella thypi yang biasanya
menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 1 minggu.
(Suratun, 2010)
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat
akut yang disebabkan salmonella thipi. Penyakit ini ditandai dengan panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur
endothelelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multipaksi
kedalam sel fagosip monocular dari hati, limpa, kelenjar limpa, limfe usus
dan peyer’s patcah dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau
air yang terkontaminasi. (sumarmo, 2002)
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa demam tifoid
adalah penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran pencernaan manusia
terutama usus halus yang disebabkan oleh bakteri salmonella thypi.
2.1.2. Etiologi
Thypus abdominalis disebabkan oleh salmonella thypi (S.thypi),
paratyphi A, parathypi B dan parathypi C. Salmonella thypi merupakan
basil gram negative, berflagel dan tidak berspora, anaerob fakultatif, masuk
dalam keluarga enterobacterisceae, panjang 1-3 um, dan lebar 0.5-0.7um,
berbentuk batang single atau berpasangan. Salmonella hidup dengan baik
pada suhu 37℃ dan dapat hidup pada air steril yang beku dan dingin, air
tanah, air laut, dan sebu selama berminggu-minggu, dapat hidup berbulan-
bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram beku. Parasit ini dapat
dimatikan pada suhu 60℃ selama 15 menit. Hidup subur pada medium yang
mengandung garam empedu. S.thypi memiliki 3 macam antigen yaitu
antigen O (somatic berupa kompleks 8 polisakarida), antigen H (flagel), dan

6
antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibody
terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Salmonella thypi sama dengan salmonella lain adalah bakteri gram
negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak berbentuk spora,
fakultatif anerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligo
sakarida, flagella antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen
(K) yang terdiri dari poli sakarida. Mempunyai makro molekuler
lipoposakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinakan endotoksin. Salmonella thypi juga dapat diperoleh flasmid fator-R
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple.
2.1.3. Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan/minuman yang
tercemar oleh salmonella thypi, sebagian kuman dapat dimusnahkan oeleh
HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas
humoral mukosa usus kurang baik maka basil salmonella akan menembus
sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia dan berkembang biak di
jaringan limfoid dan kelenjar getah bening mesenterika sehingga kelenjar
ini akan mengalami hipertropi. Basil tersebut masuk kedalam aliran darah
melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuleondotelial
tubuh terutama hati, sumsum tulang belakang dan limfa melalui sirkulasi
portal dari usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit
plasma dan sel mononuclear, serta terdapat nekrosis fokal dan pembesaran
limpa (splenomegali). Di organ ini kuman S.thypi berkembang biak dan
masuk sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia kedua disertai tanda
dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi), pendarahan
saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler
dan dapat mengakibatkan komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya. Pada minggu

7
pertama penyakit terjadi hyperplasia (pembesaran sel-sel plak peyeri,
disusul minggu kedua terjadi nekrosis dan dalam minggu ketiga ulserasi
plak peyeri dan selanjutnya dalam minggu keempat penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
2.1.4. Pathway

2.1.5. Manifestasi Klinis


Gejala klinis demam tifoid seringkali tidak khas dan sangat bervariasi
yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam
tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa
panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis
yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain,
ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus
atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan
gambaran klinisnya saja (Sudoyo A.W., 2010).

8
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibanding dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari.
Setelah masa inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Gejala- gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai
dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit yang khas
disertai komplikasi hingga kematian (Sudoyo A.W., 2010).
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul
pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba,
dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septikemia
oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S.typhi. Gejala
menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada penderita
yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan
oleh malaria (Sudoyo A.W., 2010).
Demam tifoid dan malaria dapat timbul secara bersamaan pada satu
penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat
menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S.typhi juga dapat menembus
sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental
kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau
koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Penderita
pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus
(Sudoyo A.W, 2010).
Gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu:
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkatsetiap hari, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam
minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali
pada akhir minggu ketiga.

9
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada
abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).
Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat
terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah (Sudoyo, A. W., 2010)
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi
1) Eritrosit: kemungkinan tendapat anemia terjadi gangguan absorbsi
Fe di usus halus adanya inflamasi, hambatan pembentukan eritrosit
dalam sumsum tulang atau adanya perforasi usus
2) Leucopenia polimorfonuklear (PMN dengan jumlah leukosit antara
3000 - 4000/𝑚𝑚3, dan jarang terjadi kadar < 3000/𝑚𝑚3 .
Leukopenia terjadi sebagai akibat penghancuran lekosit oleh
endtoksin dan hilangnya eosinofil dari darah tepi. Namun dapat
terjadi lekositosis, limfositosis relatif pada hari ke sepuluh demam,
peningkatan laju endap darah
3) Trombositopenia, biasanya terjadi pada minggu pertama (depresi
fungsi sumsum tulang dan limpa).
b. Pemeriksaan urin, didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) dan
lekosit dalam urine.
c. Pemeriksaan tinja, kemungkinan terdapat lendir dan darah karena
terjadi perdarahan usus dan perforasi. Biakan tinja untuk menemukan
salmonella dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin
pada minggu ketiga dan keempat.

10
d. Pemeriksaan pada bakteriologis, diagnosis pasti bila dijumpai kuman
salmonella pada tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e. Pemeriksaan serologis yakni aglutinasi antara antigen dan antibodi test
widal teaksi mulai positif pada. Selain itu tes widal meningkat sampai
ke sepuluh dan titer akan semakin berakhirnya penyakit.
f. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada
kelainan atau komplikasi akibat demam typhoid.
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pendertia tifoid adalah sebagai berikut:
a. Bed rest, untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Minimal 7 hari bebas demam/ ± 14 hari. Mobilisasi bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Tingkatkan personal hygiene,
kebersihan tempat pakaian, dan peralatan oleh pasien. Ubah posisi
minimal tiap 2 jam untuk menurunkan risiko terjadi dekubitus dan
pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan
karena kadang terjadi obstipasi dan retensi urin, isolasi penderita dari
desinfeksi pakaian dan ekskreta pasien.
b. Diet dan terapi penunjang.
Diet makanan harus mengandung cukup cairan dan tinggi protein, serta
rendah serat. Diet bertahap dari mulai bubur saring, bubur kasar hingga
rasi. Diet tinggi serat akan meningkatkan kerja usus sehingga risiko
perforasi usus lebih tinggi.
c. Pemberian antibiotikum, anti radang anti inflamasi, dan anti piretik
1) Pemberian antibiotika
a) Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral selama 10 hari.
b) Kotrimoksazol 6 mg/kgbb/hari, oral. Dibagi dalam 2 dosis
selama 10 hari.
c) Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, IV atau IM, sekali sehari selama
5 hari 14
d) Sefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis selama
10 hari

11
e) Untuk anak usia dini pilihan antibiotika yang utama adalah
kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi
pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan
dipersingkat.
2) Anti radang (antiinflamas).
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari IV, dibagi 3 dosis
hingga kesadaran membaik.
3) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol.
4) Antiemetik untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien.
2.2. Asuhan Keperawatan Dalam Kebutuhan Nutrisi
2.2.1. Pengkajian Kebutuhan Nutrisi
Pengkajian nutrisi merupakan bagian penting dari penilaian kesehatan
lengkap. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi status nutrisi anak-status
keseimbangan antara masukan nutrien pada penggunaan atau kebutuhan
nutrien. Pengkajian nutrisi yang menyeluruh mancakup informasi tentang
masukan diet, pengkajian klinis terhadap status diet, pengkajian klinis
terhadap status nutrisi, dan status biokimia. Pengkajian nutrisi merupakan
langkah awal yang penting dalam asuhan keperawatan dan pelayanan
kesehatan preventif. Pengkajian nutrisi membantu dalam mengidentifikasi
kebiasaaan makan, kesalahpahaman, dan gejala-gejala yang dapat memberi
petunjuk adanya masalah nutrisi. Pada pengkajian nutrisi ada beberapa hal
yang perlu di perhatiakan adalah sebagai berikut
a. Pengukuran berat badan
Pengukuran berat badan dipetakan pada grafik pertumbuhan. Berat
badan normal tetap dalam persentil yang sama dari pengukuran ke
pengukuran selanjutnya. Peningkatan atau penurunan berat badan yang
tiba-tiba harus diperhatikan.
b. Pengukuran tinggi badan
Pengukuran tiinggi badan anak dapat digambarkan pada suatu
kurva/grafik sehingga dapat terlihat pola perkembangannya.

12
c. Riwayat makanan
Meliputi informasi atau keterangan tentang pola makanan, tipe
makanan yang dihindari ataupun diabaikan, makan yang lebih disukai
yang dapat digunakan untuk membantu merencanakan jenis makan
untuk sekarang, dan rencana makanan untuk masa selanjutnya.
d. Kemampuan makan
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam hal kemampuan makan,
antara lain kemampuan mengunyah, menelan, dan makan sendiri tanpa
bantuan orang lain.
e. Pengetahuan tentang nutrisi
Aspek lain yang sangat penting dalam pengkajian nutrisi adalah
penentuan tingkat pengetahuan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
f. Pemeriksaan fisik
Pengkajian fisik atau pemeriksaan fisik adalah proses
berkelanjutan yang dimulai selama wawancara, terutama dengan
menggunakan inspeksi atau observasi. Selama pemeriksaaan yang lebih
formal, alat-alat untuk perkusi, palpasi auskultasi ditambahkan untuk
menempatkan dan menyaring pengkajian sistem tubuh. Pemeriksaan
fisik meliputi:
1) Inspeksi: adalah sederhana, tetapi merupakan tehnik yang
memerlukan keterampilan terlatih. Inspeksi melibatkan
penggunaan penglihatan, pendengaran, dan penghidup dalam
pengkajian yang sistematik pada bayi dan anak.
2) Palpasi: adalah pengkajian yang dilakukan dengan jari dan telapak
tangan untuk menentukan suhu, hidrasi, tekstur, bentuk, gerakanj,
dan area nyeri tekan.
3) Perkusi: adalah pengkajian yang dilakukan dengan ketukan untuk
menghasilkan gelombang bunyi, yang ditandai dengan intensitas,
nada, durasi, dan kualitas.
4) Auskultasi: merupakan proses mendengarkan bunyi tubuh.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunkan stetoskop. Stetoskop
digunakan untuk bunyi dengan nada rendah (sebagai contoh, bunyi

13
kardiovaskular), dan diafragma (bagian datar) untuk bunyi dengan
nada tinggi (sebagai contoh gangguan pada paru-paru dan usus).
Pemeriksaan fisik terhadap aspek-aspek berikut: rambut yang sehat
berciri mengkilat, kuat, tidak kering, dan tidak mengalami kebotakan
bukan karena faktor usia, ; daerah diatas kedua pipih dan bawah kedua
mata tidak berwarna gelap; mata cerah dan tidak ada rasa sakit atau
penonjolan pemebuluh darah; daerah bibir tidak kering, pecah-pecah,
ataupun mengalami pembengkakan; lidah berwarna merah gelap, tidak
berwarna merah terang, dan tidak ada luka pada permukaannya; gusi
tidak bengkak, tidak mudah berdarah, dan gusi yang mengelilingi gigi
harus rapat serta erat tidak tertarik ke bawah sampai di bawah
permukaan gigi; gigi tidak berlubang dan tidak berwarna; kulit tubuh
halus, tidak bersisik, tidak timbul bercak kemerahan, atau tidak terjadi
pendarahan yang berlebihan; kuku jari kuat dan berwarna kemerahan.
g. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin serum, Hb,
glukosa, elektrolit, dan lain-lain.
2.2.2. Diagnosa Kebutuhan Nutrisi
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang
menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi aktual/potensial) dari individu atau kelompok tempat anda secara
legal mengidentifikasi dan anda dapat memberikam intervensi secara pasti
untuk menjaga status kesehatan untuk mengurangi, menyingkirkan, atau
mencegah perubahan.
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan nutrisi,
meliputi:
a. Perubahan nutrsi: kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi:
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan
dimana intakenutrien seseorang kurang untuk mencukupi kebutuhan
metabolisme.

14
Berhubungan dengan:
1) Ketidakmampuan untuk menelan dan mencerna makanan;
2) Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien;
3) Peningkatan kebutuhan tubuh karena faktor biologi (nyeri, infeksi
rongga mulut,kelemahan otot menelan, nyeri mulut karena
patologi), psikologi (kurang tertarikuntuk makan, cepat kenyang
setelah makan, ketidakmampuan mencernamakanan), atau faktor
ekonomi (pendukung kurang makanan);
4) Kurang informasi, misinformasi, miskonsepsi tentang nutrisi;
5) Beberapa kondisi: kanker, trauma termal, sepsis, peningkatan
kebutuhan tubuh.
Ditandai dengan:
1) Kehilangan berat badan dengan intake makanan adekuat;
2) Kehilangan berat badan dengan intake kurang dari yang
dibutuhkan;
3) Catatan: berat badan ≥ 20% di bawah ideal memungkinkan
konsekuensinyaterhadap fungsi tubuh.
b. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh
Definisi:
Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan
dimana intakenutrien seseorang melebihi kebutuhan metabolisme.
Berhubungan dengan:
1) Intake berlebihan berhubungan dengan kebutuhan metabolik yang
menghasilkan peningkatan berat badan;
2) Gaya hidup yang menetap yang menurunkan metabolik;
3) Hipotiroidisme juga menurunkan metabolisme;
4) Intake berlebihan dihubungkan dengan disfungsi pola makan;
5) Pola makan yang mendukung kenaikan berat badan (pasangan
makanan sama, konsentrasi intake makanan di malam hari;
6) Makan di luar (situasi waktu dan sosial), banyak makan karena
distress emosi.

15
Ditandai dengan:
1) Berat badan 10 – 20% lebih dari ideal;
2) Trisep skinfold > 15 mm pada laki-laki, dan 25 mm pada Wanita
c. Perubahan nutrisi: risiko lebih dari kebutuhan tubuh
Definisi:
Perubahan nutrisi: risiko lebih dari kebutuhan tubuh terjadi jika
seseorang berisikomengalami intake nutrien yang melebihi kebutuhan
metabolisme.
Berhubungan dengan:
1) Pengunaan makanan solid sebelum usia 4 – 6 bulan;
2) Penggunaan makanan untuk kenyamanan atau hadiah;
3) Pasangan makanan yang sama;
4) Konsentrasi intake di malam hari;
5) Makan di luar, atau banyak makan.
Ditandai dengan:
1) Obesitas satu atau kedua orang tua;
2) Transisi pertumbuhan bayi dan anak yang cepat;
3) Disfungsi pola makan
d. Kerusakan/gangguan menelan
Definisi:
Kerusakan/gangguan menelan adalah mekanisme fungsi menelan
abnormalberhubungan dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring,
atau esofagus.
Berhubungan dengan:
1) Kerusakan neuromuskular: menurun atau tidak adanya gag refleks,
kekuatan ototmengunyah menurun, kerusakan persepsi, paralisis
fasial;
2) Obstruksi mekanik: edema, trakheostomi tube, tumor;
3) Fatigue;
4) Kurang semangat;
5) Rongga oroparing kemerahan akibat infeksi;
6) Kesadaran berkurang.

16
Ditandai dengan:
1) Sulit menelan (stasis makanan di rongga mulut, batuk, atau
tercekik;
2) Aspirasi.
2.2.3. Intervensi Kebutuhan Nutrisi
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosa keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh
mana anda mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah efektif dan
efisien. Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan
yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, di antaranya
pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan
kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga
kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil
keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat strategi
keperawatan yang aman dalam memilih tujuan, menulis instruksi
keperawatan, dan bekerja sama dengan tingkat kesehatan lain.
Tujuan merupakan hasil yang ingin diicapai untuk mengatasi masalah
diagnosi keperawatan. Tujuan yang ditetapkan merupakan perubahan
perilaku pasien yang diharapkan setelah tindakan keperawatan berhasil
dilakukan.
Kriteria hasil (hasil yang diharapkan) merupakan standar evaluasi yang
merupakan gambaran tentang faktor-faktor yang dapat memberi petunjuk
bahwa tujuan telah tercapai dan digunakan dalam membuat pertimbangan.
Kriteria hasil merupakan batasan karakteristik atau indikator keberhasilan
dari tujuann yang telah ditetapka. Selain itu, kriteria hasil berorientasi pada
masalah dan kemungkinan penyebab dan merujuk pada simtom dan
meliputi empat aspek yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (perubahan
status fungsi), psikomotor (perilaku), dan perubahan fungsi tubuh.

17
Rencana tindakan dilaksanakan setelah menentukan tujuan dan kriteria
hasil dengan menentukan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dalam
mengatasi masalah pasien dan merupakan desain spesifik untuk membantu
pasien dalam mencapai tujuan dan kriteria hasil.
Gangguan kebutuhan nutrisi pada anak yang menderita demam tifoid
ini dapat disebabkan oleh menurunnya nafsu makan akibat adanya perasaan
mual. Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ada beberapa hal yang dilakukan
dalam penentuan perencanaan, tujuan dan kriteria hasil serta rencana
tindakan asuhan keperawatan. Seperti meningkatkan nafsu makan apabila
nutrisi kurang salah satunya dengan mempertahankan kebersihan mulut
(oral hygiene).
2.2.4. Pelaksanaan Kebutuhan Nutrisi
Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan.
Dalam pelaksanaan kebutuhan nutrisi ada beberapa tindakan
keperawatan yang perlu diketahui yaitu pemberian nutrisi melalui oral,
pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung, dan pemberian nutrisi
melalui parenteral.
a. Pemberian nutrisi melalui oral
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara dengan cara
membantu memberikan makan/nutrisi melalui oral (mulut), bertujuan
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan membangkitkan selera makan
pada pasien.

18
b. Pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral atau tidak mampu
menelan dengan cara memberi makan melalui pipa lambung atau pipa
penduga. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan pasien.
c. Pemberian nutrisi melalui parenteral
Merupakan pemberian nutrisi berupa cairan infus yang dimasukkan
ke dalam tubuh melalui darah vena, baik secara sentral (untuk nutrisi
parenteral total) ataupun vena perifer (untuk nutrisi parenteral parsial).
Pemberian nutrisi melalui parenteral dilakukan pada psien yang tidak
bisa makan melalui oral atau pipa nasogastrik dengan tujuan untuk
menunjang nutrisi enteral yang hanya memenuhi sebagian kebutuhan
nutrisi harian.
2.2.5. Evaluasi Kebutuhan Nutrisi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tahap evaluasi merupakan tahap
akhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi perawat
harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respon
terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Tahap evaluasi terdiri atas dua
kegiatan, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah
evaluasi yang dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai
respon pasien, sedangkan Evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan atas
target tujuan yang diharapkan.
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan nutrisi secara umum dapat dinilai
dengan adanya kemampuan dalam:
a. Meningkatkan nafsu makan ditunjukan dengan adanya kemampuan
dalam makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi
kurang dari kebutuhan,

19
b. Terpenuhnya kebutuhan nutrisi ditujukan dengan tidak adanya tanda
kekurangan atau kelebihan berat badan.
c. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditujukan dengan
adanya proses pencernaan makan yang adekuat.
2.3. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Demam Thypoid
2.3.1. Pengkajian
Pengkajian klien dengan typhoid adalah sebagai berikut
a. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama
masa inkubasi).
b. Suhu tubuh
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam.Pada
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
c. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun hanya dalam
kondisi apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau
gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala
lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar.
d. Aktivitas istirahat
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia akibat diare.
Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas terkait efek proses
penyakit.

20
e. Sirkulasi
Respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyer),
kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K) hipotensi,
membrane mukosa kering, turgor kulit menurun, lidah pecah pecah
(akibat kekurangan cairan)
f. Integritas ego
1) Ansietas, ketakutan, emosi, perasaan tidak berdaya/tidak ada
harapan, stress terkait dengan pekerjaan atau biaya pengobatan
yang mahal.
2) Menolak, perhatian menyempit, depresi.
g. Eliminasi
1) Tekstur feses bervariasi mulai dari bentuk padat, lunak atau berair.
Diare berdarah dapat ditemukan, tidak dapat dikontrol atau kram
(tenesmus). Defekasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa
keluar feses.
2) Menurunnya bising usus, bunyi peristaltik kadang tidak terdengar,
oliguria.
h. Makanan/cairan
1) Anoreksia, mual/muntah, penurunan berat badan, intoleransi
terhadap makanan/minuman seperti buah segar/sayur, produk susu
makan dan berlemak
2) Penurunan lemak subkutan/massa otot, kelemahan, tonus otot dan
turgor kulit buruk, membran mukosa pucat dan inflamasi rongga
mulut.
i. Nyeri/kenyamanan
1) Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, nyeri mata, foto-fobia.
2) Nyeri tekan abdomen, distensi abdomen.
j. Keamanan
1) Anemia, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut.
penglihatan kabur, alergi terhadap makanan/produk susu.
2) lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uvetis, konjungtivitis,
iritis.

21
k. Interaksi Sosial
Gangguan hubungan atau peran terkait hospitalisasi,
ketidakmampuan aktif dalam kegiatan sosial.
l. Hygiene
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri.
m. Pemeriksaan fisik
1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering
dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor, sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
n. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
2) Darah untuk kultur dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering
ditemukan dalam urin dan feses
4) Pemeriksaan widal untuk membuat diagnosa, pemeriksaan yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen. Titer yang bernilai
1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif.
2.3.2. Diagnosa Demam Thypoid Pada Anak
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan tidak ade kuat
b. Hipertermi b.d peradangan pada usus halus
c. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
proral yang kurang
d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual,
muntah, anoreksia
(sumber : Aplikasi NANDA NIC-NOC Jilid 2)

22
2.3.3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
(NOC) (NIC)
Ketidak seimbangan nutris Status nutrisi Manajemen nutrisi:
kurang dari kebutuhan Tujuan: 1. Kaji pola makan dan status nutrisi klien 1. Sebagai dasar untuk menentukan intervensi
tubuh berhubungan dengan Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang 2. Berikan makanan lunak selama fase akut 2. Mencegah iritasi usus dan abdomen
intake makanan yang tidak adekuat 3. Berikan makanan porsi kecil tapi sering 3. Mencegah rasangan mual/ muntah.
adekuat karena klien tidak Kriteria hasil: 4. Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang 4. Agar klien kooperatif dalam pemenuhan
nafsu makan 1. Tidak ada mual adekuat nutrisi.
2. Nafsu makan meningkat Bantuan perawatan diri (NIC): 5. meningkatkan nafsu makan.
3. Makanan habis 1 porsi 5. Lakukan perawatan mulut (oral care) 6. Untuk mengontrol mual dan muntah sehingga
4. Berat badan meningkat/normal secara teratur dan sering dapat meningkatkan asupan makanan.
Aktivitas kolaboratif
6. Berikan terapi antimetik sesuai program

Hipertermia berhubungan Tujuan: 1. Monitor suhu tubuh 1. Untuk mengetahui suhu dalam batas normal
dengan peradangan pada Termoregulation 2. Monitor warna kulit 2. untuk mengetahui adanya kekurangan cairan
usus Kriteria hasil : 3. Lakukan kompres air hangat pada 3. Untuk menurunkan panas pasien
lipatan paha dan aksila

23
1. Suhu tubuh dalam rentang 4. Kolaborasi pemberian terapi 4. Untuk menurunkan demam dengan cara
normal menggunakan oabat-obatan farmakologi
2. Nadi dan respirasi dalam rentang
normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing
Kekurangan volume cairan Tujuan: 1. Monitoring status hidrasi (kelembapan 1. Untuk mengetahui status dehidrasi pasien
b.d peningkatan suhu 1. Nutrition status: food and fluid membrane mukosa, nadi adekuat) 2. Untuk mengetahui tindakan selanjutnya
tubuh, intake cairan proral intake 2. Monitoring tanda-tanda vital 3. Untuk mengetahui intake dan output pasien
yang kurang Kriteria hasil: 3. Pertahankan catatan intake dan output 4. Untuk mengganti cairan yang hilang
1. Mempertahankan urine output yang akurat
sesuai susui usia dan berat 4. Kolaborasi pemberian cairan intra vena
badan
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab

24
Ketidak seimbangan nutrisi Tujuan 1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan 1. Nutritional status: food and 2. Tingkatkan intek makanan melalui:
tubuh b.d ketidak fluid intake a) Mengurangi gangguan dari
mampuan mencerna 2. Nutrition status: nutrient intake lingkungan seperti berisik dan lain-
makanan Kriteria Hasil: lain
1. Adanya peningkatan berat b) Jaga kebersihan lingkungan
badan yang sesuai dengan 3. Ukur intake makanan dan timbang berat
tujuan badan
2. Berat badan ideal yang sesuai 4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi
dengan tinggi badan makanan dan minuman yang tinggi
3. Mampu mengidentifikasi protein sesuai kebutuhan
kebutuhan nutrisi 5. Berikan nutrisi enteral, seuai kebutuhan
4. Tidak ada tanda-tanda 6. Berikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai
malnutrisi batas diet yang dianjurkan
5. Tidak terjadi penurunan berat 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
badan yang berarti menentukan jumlah kalori dan nutrisi
8. Berikan informasi tentang kebutuhan gizi

25
2.3.4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang
telah dicatat dan direncanakan dalam rencana keperawatan pasien. Agar
implementasi atau pelaksanaan dapat tepat waktu dan efektif, maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilakukan serta mendokumentasikan
pelaksanaan keperawatan.
2.3.5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah suatu penilaian dengan membandingkan
perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
dibuat. Dalam studi kasus ini akan melakukan evaluasi terhadap data atau
keluhan pasien atau keluarga pasien dengan melakukan observasi sebelum
melakukan tindakan dan setelah melakukan tindakan apakah mengalami
perubahan atau tidak.
Yang perlu diperhtikan atau dievaluasi pada pasien demam thypoid
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi mengacu pada tujuan yang
ingin dicapai yaitu:
a. Adanya peningkatan intake makanan
b. Adanya peningkatan berat badan
sumber: Nursing Outcomes Classification (NOC) Dan Nursimg
Intervention Classification (NIC)

26
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut pada saluran cerna
bagian bawah (usus halus) dengan gejala demam kurang lebih satu minggu
disertai gangguan saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran. penyakit ini disebabkan oleh Salmonella thypi A, B , dan C.
(Reski, 2014).
Demam thypoid disebabkan oleh kuman salmonella thypi. Penularan
kemanusia melaluimakan atau minuman yang tercemar dengan feces
manusi yang mengandung bakteri salmonella. Setelah melewati lambung
kuman mencapai usus dan dan invasi ke jaringan limfoid yang merupakan
tempat predileksi untuk berkembang biak. Kuman salmonella thypi
menghasilkan endotoksin yang merupakan kompleks lipoposakarida dan
dianggap berperan penting pada pato genesis dalam thypoid.endotoksin
bersifat pirogenik serta memperbesar reaksi peradangan dimana kuman
salmonella. (kemenkes., 2006).
Penyakit demam tipoid atau thypus abdominalis sangat erat
hubungannya dengan perilaku masyarakat yang kurang bersih baik
masyarakat perkotaan maupun pedesaan dan juga sanitasi msyarakat
seperti lingkuan kumuh, sumber air bersih yang tidak memadai. Penyebab
utamanya adalah bakteri salmonella thypi yang masuk melalui mulut dan
berkembang biak didalam usus dan masuk ke pembulu darah. (suryadi.,
2010).
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu
keadaan ketika individu yang tidak puas mengalami atau beresiko
mengalami penuruna beratbadan yang berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat atau metabolism nutrisi yang tidak adekuat untuk kebutuhan
metabolic. (Carpenito, 2009).

27
Apa bila kebutuhan nutrisi pasien tidak terpenuhi akan menyebabkan
proses penyembuhan penyakit menjadi lama karena salah satu fungsi
nutrisi adalah membuat tubuh tidak mudah terserang penyakit akibatnya
berbagai macam komplikasi akan muncul.
3.2. Saran
Setelah melakukan penulisan makalah ini, penulis menyarankan
kepada pembaca agar: Calon perawat harus mengetahui konsep dasar
keperawatan anak dan memperhatikan pasien, anak atau keluarga klien
untuk melakukan asuhan keperawatan di dunia kerja maupun didunia
praktek klinik keperawatan dengan baik.

28
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, P., & Taamu, H. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan
Kasus Demam Thypoid Dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Diruang
Mawar Rsud Kota Kendari (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Kendari).

Muh Irfan Saputra, P., & Usman, R. D. (2018). Penerapan Asuhan Keperawatan
Anak Dengan Kasus Demam Tifoid Dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Kendari).

Amin Huda. N, Hardhi Kusuma. 2015. NANDA NIC-NOC Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. Jilid 2. Yogyakarta:
Mediacation

29

Anda mungkin juga menyukai