Disusun Oleh:
Laela Septiani Ningsih (30720015)
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Begitulah nikmatnya islam sehingga segala tingkah laku kita diatur oleh Islam.
Sampai pada ilmu pun Islam mengaturnya, mulai dari kewajiban menuntut ilmu,
mengamalkan ilmu dan ancaman bagi orang yang tidak mengamlakan ilmu. hal
tersebut harus kita pelajari secara mendetail sehingga kita tidak termasuk orang
yang salah dalam memahami ilmu.
Ilmu yang telah kita peroleh membutuhkan lahan agar ilmu tersebut dapat menjadi
penolong bagi kita yaitu dengan cara mengamalkannya, baik dengan
mengajarkannya maupun yang lainnya. Ilmu tersebut berpotensi menjadi
boomerang bagi kita jika kita tidak mengamalkan ilmu tersebut,
“jangan biarkan satu orang pun tersesat karena ilmu yang kita peroleh tidak
diamalkan”. Begitulah pentingnya mengamlakan ilmu sehingga ada pahala yang
menanti kita jika kita mengamlakan ilmu tersebut, namun disana juga telah menanti
kehancuran yang sedang mengendap-mengendap di balik layar untuk
menjerumuskan kita jikalah kita tidak mengamlakan apa yang telah kita pelajari
Indonesia adalah negara hukum yang mewajibkan warga negaranya memilih
satu dari 6 agama resmi di Indonesia. Namun kerukunan antar umat beragama
di Indonesia dinilai masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang
muncul terkait masalah kerukunan beragama pun belum bisa terhapus secara
tuntas. Kasus Poso, Ambon, forum-forum islam dan lainnya menyisakan masalah
ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan
suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat
tentang kerukunan atar umat beragama perlu ditinjau ulang. Dikarenakan
banyaknya ditemukan ketidak adanya kerukunan antar agama, yang
menjadikan adanya saling permusuhan, saling merasa ketidak adilan. Maka
dari itulahpentingnya kerukunan umat beragama, agar semua masyarakat yang
mengalami dan tidak mengalami efek negatif dari ketidak rukunan agama bahwa
kerukunan agama itu sangatlah penting.
Islam agama rahmat bagi seluruh alam. Kata islam berarti damai, selamat,
sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan
kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya
dan seluruh alam pada umumnya. Agama islam adalah agama yang Allah
turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam AS. Agama
itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan
Rasul-rasul berikutnya.
PEMBAHASAN
ضا ٓ ِلين
َّ ب عل ۡي ِه ۡم ول ٱل ُ ص َٰرط ٱلَّذِين أ ۡنعمۡ ت عل ۡي ِه ۡم غ ۡي ِر ۡٱلم ۡغ
ِ ضو ِ
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
“ Dan barang siapa mentaatai Alloh dan Rosul-(Nya), mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh, yaitu nabi-nabi,
para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang yang soleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Alloh,
dan Alloh cukup mengetahui,” (an-Nisa: 89-70)
Adh-Dahhak namenceritakan dari Ibnu Abbas,” jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepadanya karena menaati dan menyembah-Mu, yaitu dari
kalangan para malaikat-Mu, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-
orang soleh.” Hal ini sama dengan firman Robb kita,’
“Dan barangsiapa yang menaati Alloh dan Rosul-(Nya), mereka itu akan
bersama-sam dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat o;eh Alloh.” (an-
Nisa:69).
“ Bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat”, yaitu bukan jalan orang-orang yang dimurkai. Mereka adalah orang-orang
yang rusak kehendaknya; mereka mengetahui kehendaknya, namun berpindah dari
kebenaran tersebut.
Dan, “ bukan ( pula) jalan mereka yang sesat”, yaitu mereka tidak memiliki
pengetahuan dan menggandrungi kesesatan. Mereka tidak mendapat petunjuk ke
arah kebenaran. Hal itu dikuatkan dengan Laa untuk menunjukkan bahwa disana
ada dua jalan yang rusak, yaitu jalan kaum Yahudi dan jalan kaum Nashroni.
Baik Yahudi maupun Nashroni adalah sesat dan dimurkai. Sifat Yahudi paling
spesifik adalah kesesatan, sebagaimana Alloh berfirman ihwal mereka,
“ yaitu orang-orang yang dikutukki dan dimurkai Alloh”, (Al-Maidah: 60)
beliau bersabda, yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya tentang “...bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.’
Beliau bersabda,” kaum Nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu pula
hadits yang diriwayatkan’.
” Beliau bersabda,’ kaum kaum nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu
pula hadits yang diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi
bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata,” saya bertanya
kepada Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Tentang orang-orang yang
dimurkai, beliau bersabda,’ kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang
sesat, beliau bersabda,’ kaum Nashroni.
Surat al-fatihah ayat ke-7 ini memberitahukan kepada kita bahwa ada 3 golongan
yang berbeda nasib:
2. Orang Yahudi, mereka adalah orang yang mempunyai ilmu tetapi tidak
beramal dengannya sehingga mereka berhak mendapat murka Alloh.
3. Orang Nashroni, mereka adalah orang yang tidak mempunyai ilmu tetapi
mereka beramal tanpa ilmu, sehingga mereka diklaim sebagi orang yang sesat
bahkan bias menyesatkan orang lain.
Bertumpu pada hal tersebut maka seyogianya kita sebagai seorang Muslim
untuk mengikuti langkah orang yang telah dianugerahkan nikmat kepada mereka,
karena mereka mempunyai ilmu dan beramal dengan ilmu tersebut. Bukan orang
Yahudi karena mereka punya ilmu tetapi tidak diamalkan. Ungkapan inilah yang
memberitahukan kita akan pentingnya mengamalkan ilmu, agar kita tidak seperti
orang Yahudi yang mendapat murka Alloh.
ِ وما كان ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون ِلين ِف ُروا كآفَّة فل ۡول نفر ِمن ُك ِل فِ ۡرقة ِم ۡن ُه ۡم طآئِفة ِليتفقَّ ُهوا فِي ٱلد
ِين
١٢٢ “ و ِليُنذ ُِروا ق ۡوم ُه ۡم إِذا رجعُ ٓوا إِل ۡي ِه ۡم لعلَّ ُه ۡم ي ۡحذ ُرون
" Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.”
Ayat ini merupakan penjelasan dari Alloh Ta’ala bagi berbagai golongan
penduduk Arab yang hendak berangkat bersama Rasululloh sholallohu ‘alaihi
wasallam ke perang Tabuk. Sesungguhnya , ada segolongan ulama salaf yang
berpendapat bahwa setiap muslim wajib berangkat untuk berperang, apabila
Rasululloh pun berangkat. Oleh karena itu, Alloh Ta’ala berfiraman,” Maka,
pergilah kamu semua dengan ringan maupun berat.” (At-Taubah:41).
Surat at-taubah di atas dinasakh oleh firman Alloh “ tidak sepatutnya bagi
penduduk Madinah dan orang-orang arab Badui yang berdiam di sekitar mereka
tidak turut menyertai Rasululloh.” (at-taubah;120).
Pendapat lain mengatakan: semua golongan dari penduduk Arab yang
muslim wajib berangkat perang. Kemudian, dari sekian golongan itu harus ada yang
menyertai Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam guna memahami agama lewat
wahyu yang diturunkan kepadanya, kemudian mereka dapat memperingatkan
kaumnya apabila mereka telah kembali, yaitu ihwal persoalan musuh. Jadi, dalam
pasukan itu ada dua kelompok: kelompok yang berjihad dan kelompok yang
memperdalam agama melalui Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam.
Sehubungan dengan ayat ini, Al-Aufi meriwayatkan dari dari Ibnu Abbas, dia
berkata: Dari setiap penduduk Arab, ada sekelompok orang yang menemui
Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Mereka menanyakan kepada beliau
berbagai persoalan agama yang mereka kehendaki dan mendalaminya.
Ayat ini menerangkan tentang kewajiban seluruh kaum muslimin arab untuk
mengikuti perang bersama Rasululloh. Kemudia dari sekian golongan itu harus ada
yang berdiam diri untuk menimba ilmu dari Rasullulloh, kemudian
memperingatkan kaumnya perihal musuh. Hal ini dikuatkan oleh hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, bersumber dari Ikrimah, bahwa ketika turun
ayat “illa tanfiru yuadzibkum adzaban alima” (Q.S. at-Taubah:39),” ada beberapa
orang yang jauh dari kota dan tidak ikut perang karena mereka mengajar kaumnya.
Berkatalah kaum munafik ,” celakallah orang-orang di kampong itu karena ada
orang-orang yang meninggalkan diri yang tidak turut berjihad bersama Rasululloh.
Maka, turunlah ayat ini yang membenarkan orang-orang yang meninggalkan diri
untuk memperdalam ilmu dan menyebarkannya pada kaumnya.
Wajhu dilalah dalam ayat ini adalah kalimat (untuk member peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali). Maka jelaslah pentingnya orang yang
menuntut ilmu kemudian mengamlakan ilmunya tersebut dengan cara
mengajarkannya (memberi peringatan) kepada kaumnya. Sehingga ilmu tersebut
bisa berguna bagi dirinya dan orang lain.
ِ Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.”
1. Iman Syarat pertama, yaitu beriman kepada Allah swt. Dan keimanan ini
tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan
keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu. Ilmu yang dimaksud
adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk
mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai
permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu
tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia
butuhkan dalam mu’amalah, dan lain sebagainya.
2. Amal Syarat yang kedua adalah amal. Seorang tidaklah dikatakan menuntut
ilmu kecuali jika dia berniat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu
tersebut. Maksudnya, seseorang dapat mengubah ilmu yang telah dipelajarinya
tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan
amalnya.
الدي ِْن
ِ خيرا يُف َِق ْههُ فِي
ً من ي ُِر ِد هللاُ به
Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan membuat
.dia faqih (paham) tentang ilmu agama
Abdullah bin Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata “Bagaimana jadinya jika para ”
pembaca sangat banyak, tetapi yang memahaminya sedikit?” Jika seorang
mengetahui syariat Alloh, akan tetapi ia tidak mengamalkannya, maka orang
seperti itu bukanlah seorang yang fakih (memahami isi agamanya), sekalipun ia
hafal dan memahami isi kitab fikih paling besar diluar kepala. Ia hanya dinamakan
.seorang qori saja. Orang fakih adalah orang yang mengamalkan ilmunya
Dalam hadits tersebut memberitahukan kepada kita bahwa orang yang Alloh
kehendaki suatu kebaikan maka dia akan difaqihkan dalam agamanya. Wajhu
Berkenaan dengan hal tersebut ada .الدي ِْن
ِ يُف َِق ْههُ فِيdilalah dalam hadits ini adalah
sebuah perkataan dari Ibnu Mas’ud tentang orang faqih. Ia mengatakan bahwa
orang faqih itu adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Dia tidak dikatakan faqih
sebelum ia mengamalkan ilmunya, meskipun dia hafal kitab fiqih yang sangat
banyak. Dari sinilah kejelasan informasi yang disampaikan oleh Ibnu Mas’ud yang
hendak memberitahukan kepada kita tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang
telah kita perolah. Sehingga kita menjadi orang yang dikatakan faqih dalam hadits
tersebut, bukan seorang Qori yang hanya membaca saja tanpa ada amal yang ia
.lakukan dari ilmu tersebut
Tanah akan subur setelah mendapatkan siraman air, begitu pula dengan hati. Hati
.akan menjadi hidup setelah mendapatkan siraman wahyu
Wahyu laksana air hujan, akan tetapi seperti yang diumpamakan oleh Rasululloh
sholallohu ‘alaihi wasallam bahwa lapisan tanah ketika di sirami air hujan terbagi
.kepada tiga macam
3) Ketiga, Lapisan tanah yang kering dan menyerap banyak air tetapi tidak
menumbuhkan apa-apa. Inilah perumpamaan orang yang memahami agama Alloh
Ta’ala sehingga mengerti dan mengajarkannya pada orang lain dan perumpamaan
.orang yang tidak peduli dengan semua itu
Contohnya seperti orang yang meriwayatkan dan menghafal sebuah hadits, namun
tidak memahaminya. Keempat, sebidang tanah yang tidak berguna sama sekali. Air
hujan yang diturunkan tidak berpengaruh baginya sedikitpun. Tidak mampu
menampung air dan tidak pula menumbuhkan rerumputan. Merekalah orang-orang
yang tidak berguna. Mereka tidak memanfaatkan dan tidak menaruh perhatian
.terhadap wahyu alloh Ta’ala tetapi justru mendustakan dan menyepelekannya
.Merekalah seburuk-buruk manusia
Meninggalkan beramal dengan ilmu bisa jadi mubah. Seperti tidak mengikuti
Rasulullah dalam perkara-perkara yang merupakan kebiasaan Rasulullah yang
tidak disunnahkan atau diwajibkan bagi kita untuk menirunya, seperti tatacara
berjalan, warna suara dan semisalnya. Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail
: Bin ‘Iyadh
(ً)ال يزال العالم جاهالً حتى يعمل بعلمه فإذا عمل به صار عالما
Seorang ‘alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan ilmunya, jika ia“
.mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang alim
Ucapan ini mengandung makna yang dalam. Seseorang mempunyai ilmu namun ”
tidak diamalkan maka ia tetap dikatakan jahil (bodoh). Mengapa? Karena tidak ada
yang membedakan antara dirinya dengan orang yang jahil (bodoh) jika dia
memiliki ilmu tapi dia tidak mengamalkan ilmunya. Seseorang yang berlimu tidak
.dikatakan ‘alim / ulama yang tulen kecuali jika ia mengamalkan ilmunya
وعن علمه ماذا عمل فيه: ومنها،ال تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع
Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga“
ia ditanya tentang empat hal -diantaranya-: tentang ilmunya, apa yang telah ia
amalkan darinya.” [Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzy beliau berkata: "hadits
.hasan shahih
Adakalanya seorang hamba memperoleh suatu nilai dan kedudukan yang sangat
.tinggi disisi Robb-Nya karena ilmu yang telah ia amalkan di dalam kehidupannya
Dan adapula seorang hamba yang merugi, tertimbun dalam api penyesalan lantaran
tidak mengamalkan ilmunya
Maka sebagai tholabul ‘ilm, hendaknya kita harus lebih berhati-hati. Jangan sampai
ilmu yang kita dapatkan saat ini kelak akan menjadi sebuah bumerang mengerikan
yang menyeret kita ke dalam api neraka. Na’udzu billahi min dzalik
BAB III
PEMBAHASAN
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidak rukunan, serta kemampuan dan kemauan untuk
hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-
langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta
dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Kerukunan antar umat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika
kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah,
toleransi, dan kerja sama antar umat beragama.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong
dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras,
bangsa, dan agama.
3.2. Kerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika
semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-
masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk
agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar
umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak
peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak
diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang untuk
mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda, sebab hal tersebut
akan merusak nilai agama itu sendiri.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan
toleransi antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya
masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat
beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama
lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan
lainnya tidak saling mengganggu.
1. Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk suatu agama. (QS.Al-
Baqarah : 256).
a. Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat baik, berlaku adil dan tidak
boleh memusuhi penganut agama lain, selama mereka tidak memusuhi, tidak
memerangi dan tidak mengusir orang Islam. (QS. Al - Mutahanah : 8).
d. Barang siapa membunuh orang mu'ahid, orang kafir yang mempunyai perjanjian
perdamaian dengan umat Islam, tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga
itu telah tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun (Hadis Nabi dari
Abdullah bin 'Ash riwayat Bukhari). Kerukunan antar umat beragama sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari- hari. Dengan adanya kerukunan antar umat
beragama kehidupan akan damai dan hidup saling berdampingan. Perlu di ingat satu
hal bahwa kerukunan antar umat beragama bukan berarti kita megikuti agama
mereka bahkan menjalankan ajaran agama mereka. Untuk itulah kerukunan hidup
antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar
umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam
hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolongmenolong,
dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa
Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
2.7. Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di
Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade
terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat
beragama, hingga kini masih sering muncul.
Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk
menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial
termasuk kemiskinan dan kebodohan.
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”
وما كان ۡٱل ُم ۡؤمِ نُون لِينف ُِروا كآفَّة فل ۡول نفر مِ ن ُك ِل ف ِۡرقة ِم ۡن ُه ۡم طآئِفة لِيتفقَّ ُهوا
١٢٢ ِين و ِليُنذ ُِروا ق ۡوم ُه ۡم ِإذا رجعُ ٓوا ِإل ۡي ِه ۡم لعلَّ ُه ۡم ي ۡحذ ُرون
ِ “ فِي ٱلد
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.”
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.”
3. Hukun orang yang tidak mengamalkan ilmu Meninggalkannya memilki
konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang ditinggalkan,
hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah
4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya
menanamkan sejak dini pentingnya kewajiban dan mengamalkan ilmu serta
menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar
sesama sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/pentingnya-mengamalkan-
ilmu.html?m=1
Sumber 2: https://123dok.com/document/yjon8d5z-makalah-kerukunan-antar-umat-
beragama.html
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees,
Cet. 1 hal 55.
Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004, jilid 8. Hal. 536
Al-Utsaimin, Muhammad bin Sholih, Syarah rhiyadhus sholihin, Jakarta: Darus sunah.
Jilid 4 Hal 41
http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/07/13/penjelasan-kitab-3-landasan-
utama-muqoddimah-kewajiban-mengamalkan-ilmu/. Diakses pada tanggal 7 Mei 2014,
pkl 21:43
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees, Cet.
1 hal 55.
[2] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees,
Cet. 1 hal 485.
Daud Ali, Mohammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarata: Rajawalu pers.
Sairin, Weinata. 2002. Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa:
butir-butir pemikiran
https://dakaz.wordpress.com/kerukunan-antar-umat-beragama-menurut-pandangan-
islam/ https://elsietelibertador76.wordpress.com/tag/kerukunan-umat-
beragama/http://koswara .wordpress