Anda di halaman 1dari 26

KEWAJIBAN MENUNTUT DAN MENGAMALKAN

ILMU SERTA KERUKUNAN ANTAR UMAT AGAMA

Dosen Pengampu: Safari Hasan S.IP,M.M.R

Disusun Oleh:
Laela Septiani Ningsih (30720015)

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUTE KESEHATAN BHAKTA WIYATA KEDIRI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat


rahmatNyalah akhirnya makalah ini telah selesai disusun untuk memenuhi
tugas Pendidikan Agama Islam. Makalah ini disusun agar mahasiswa atau para
pembacanya dapat mengerti tentang kewajiban dalam mengamalkan ilmu serta
hidup rukun antar umat beragama, karena di Indonesia terdapat banyak agama yang
berbeda - beda.

Dalam proses pemyusunan makalah ini, saya berupaya mengumpulkan informasi


dari berbagai referensi agar dapat merumuskan pokok-pokok bahasan tentang
kewajiban dalam mengamalkan ilmu serta kerukunan antar hidup beragama.

Semoga makalah ini dapat membantu memperluas wawasan mahasiswa ataupun


para pembacanya tentang kewajiban dalam mengamalkan ilmu serta kerukunan
antar umat beragama. Tentu saja makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu saya selaku penyusun makalah ini mohon maaf atas segala kekurangan
yang ada, saya selalu menanti saran dan kritik dari dosen pembimbing maupun
pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya

Kediri, 18 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 7
2.1 Urgensi Mengamalkan Ilmu .......................................................................... 7
2.2. Hadist Yang Berkaitan Dengan Pentingnya Mengamalkan Ilmu............... 13
2.3. Hukum Mengamalkan Ilmu dan Ancamannya ........................................... 15
2.4. Analisa Umum Mengenai Urgensi Mengamalkan Ilmu ............................. 17
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 18
3.1. Definisi Kerukunan .................................................................................... 18
3.2. Kerukunan antar umat beragama ................................................................ 19
3.3. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama ............................................... 22
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 24
4.1. Kesimpulan ................................................................................................. 24
4.2. Saran ........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam Islam, ilmu memiliki aksiologis yang sangat agung. Karena dengan
ilmu-lah semuanya berawal dalam meniti jalan suci ini. Selain itu, ilmu juga dapat
mengangkat derajat bagi siapa saja yang memilikinya.

Begitulah nikmatnya islam sehingga segala tingkah laku kita diatur oleh Islam.
Sampai pada ilmu pun Islam mengaturnya, mulai dari kewajiban menuntut ilmu,
mengamalkan ilmu dan ancaman bagi orang yang tidak mengamlakan ilmu. hal
tersebut harus kita pelajari secara mendetail sehingga kita tidak termasuk orang
yang salah dalam memahami ilmu.

Ilmu yang telah kita peroleh membutuhkan lahan agar ilmu tersebut dapat menjadi
penolong bagi kita yaitu dengan cara mengamalkannya, baik dengan
mengajarkannya maupun yang lainnya. Ilmu tersebut berpotensi menjadi
boomerang bagi kita jika kita tidak mengamalkan ilmu tersebut,

diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ary bahwa Rasulullah bersabda:

‫“ والقرآن حجة لك أو عليك‬


"Al-Qur’an adalah hujjah untukmu dan juga dapat menghujatmu” [HR. Muslim
3/101, ini adalah bagian dari hadits yang panjang.]

Mungkin kita bisa mengatakan dengan kalimat ini:

“jangan biarkan satu orang pun tersesat karena ilmu yang kita peroleh tidak
diamalkan”. Begitulah pentingnya mengamlakan ilmu sehingga ada pahala yang
menanti kita jika kita mengamlakan ilmu tersebut, namun disana juga telah menanti
kehancuran yang sedang mengendap-mengendap di balik layar untuk
menjerumuskan kita jikalah kita tidak mengamlakan apa yang telah kita pelajari
Indonesia adalah negara hukum yang mewajibkan warga negaranya memilih
satu dari 6 agama resmi di Indonesia. Namun kerukunan antar umat beragama
di Indonesia dinilai masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang
muncul terkait masalah kerukunan beragama pun belum bisa terhapus secara
tuntas. Kasus Poso, Ambon, forum-forum islam dan lainnya menyisakan masalah
ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan
suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat
tentang kerukunan atar umat beragama perlu ditinjau ulang. Dikarenakan
banyaknya ditemukan ketidak adanya kerukunan antar agama, yang
menjadikan adanya saling permusuhan, saling merasa ketidak adilan. Maka
dari itulahpentingnya kerukunan umat beragama, agar semua masyarakat yang
mengalami dan tidak mengalami efek negatif dari ketidak rukunan agama bahwa
kerukunan agama itu sangatlah penting.

Islam agama rahmat bagi seluruh alam. Kata islam berarti damai, selamat,
sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan
kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya
dan seluruh alam pada umumnya. Agama islam adalah agama yang Allah
turunkan sejak manusia pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam AS. Agama
itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi dan
Rasul-rasul berikutnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah urgensi mengamalkan ilmu?
2. Sebutkan ayat-ayat didalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pentingnya
mengamalkan ilmu!
3. Bagaimanakah hukum dan ancaman-ancaman bagi seorang muslim yang
tidak mengamalkan
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui urgensi mengamalkan ilmu
2. Menyebutkan ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan pentingnya
mengamalkan ilmu.
3. Mengetahui hukum-hukum dan ancaman-ancaman bagi seorang muslim yang
tidak mengamalkan ilmunya.
4. mengetahui definisi kerukunan
5. mengetahui definisi kerukunan antar umat beragama
6. mengetahui cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama
7. Mengetahui manfaat dari terciptanya kerukunan antar umat beragama
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Urgensi Mengamalkan Ilmu


Ilmu yang telah kita peroleh membutuhkan lahan agar ilmu tersebut dapat
menjadi penolong bagi kita, yaitu dengan cara mengamalkannya, baik dengan
mengajarkannya maupun yang lainnya. Hal ini merupakan fardhu ‘ain bagi setiap
Muslim. Mengingat adanya ancaman-ancaman di dalam al-Qur’an bagi orang-
orang yang tidak mengamalkan ilmunya padahal ia mengetahui ilmu tersebut.

Ayat-ayat yang menyatakan pentingnya mengamalkan ilmu

Berikut ini adalah diantara ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan tentang


pentingnya mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh:

1. Surat al-fatihah ayat 7

‫ضا ٓ ِلين‬
َّ ‫ب عل ۡي ِه ۡم ول ٱل‬ ُ ‫ص َٰرط ٱلَّذِين أ ۡنعمۡ ت عل ۡي ِه ۡم غ ۡي ِر ۡٱلم ۡغ‬
ِ ‫ضو‬ ِ

“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

” Penggalan “…..jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat


kepada mereka,” menafsirkan “ jalan yang lurus”. Orang-orang yang telah
dianugerahi nikamat oleh Alloh, mereka yang dituturkan dalam surat An-Nisa’,

“ Dan barang siapa mentaatai Alloh dan Rosul-(Nya), mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh, yaitu nabi-nabi,
para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang yang soleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Alloh,
dan Alloh cukup mengetahui,” (an-Nisa: 89-70)
Adh-Dahhak namenceritakan dari Ibnu Abbas,” jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepadanya karena menaati dan menyembah-Mu, yaitu dari
kalangan para malaikat-Mu, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-
orang soleh.” Hal ini sama dengan firman Robb kita,’

“Dan barangsiapa yang menaati Alloh dan Rosul-(Nya), mereka itu akan
bersama-sam dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat o;eh Alloh.” (an-
Nisa:69).

“ Bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat”, yaitu bukan jalan orang-orang yang dimurkai. Mereka adalah orang-orang
yang rusak kehendaknya; mereka mengetahui kehendaknya, namun berpindah dari
kebenaran tersebut.

Dan, “ bukan ( pula) jalan mereka yang sesat”, yaitu mereka tidak memiliki
pengetahuan dan menggandrungi kesesatan. Mereka tidak mendapat petunjuk ke
arah kebenaran. Hal itu dikuatkan dengan Laa untuk menunjukkan bahwa disana
ada dua jalan yang rusak, yaitu jalan kaum Yahudi dan jalan kaum Nashroni.

Sesungguhnya jalan orang-orang yang beriman itu mencakup pengetahuan akan


kebenaran dan pengamalannya, sedangkan kaum Yahudi tidak memiliki amal dan
kaum Nashroni tidak memiliki pengetahuan. Oleh karena itu, kemurkaan bagi kaum
Yahudi dan kesesatan bagi kaum Nashroni, karena orang yang mengetahui, tetapi
tidak beramal, berarti ia berhak mendapatkan kemurkaan, dan ini berbeda dengan
orang-orang yang tidak tahu. Kaum Nashroni menuju kepada suatu perkara, yaitu
mengikuti kebenaran, namun mereka tidak benar dalam melakukannya karena tidak
sesuai dengan ketentuannya sehingga mereka pun sesat.

Baik Yahudi maupun Nashroni adalah sesat dan dimurkai. Sifat Yahudi paling
spesifik adalah kesesatan, sebagaimana Alloh berfirman ihwal mereka,
“ yaitu orang-orang yang dikutukki dan dimurkai Alloh”, (Al-Maidah: 60)

Sifat Nashroni yang sangat spesifik adalah kesesatan, sebagaimana Alloh


berfirman:

“dan janganlah kamu mengikutihawa nafsu orang-orang yang sesat dahulunya


(sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (al-maidah:77)

Hamid bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, ia berkata,

” Saya bertanya kepada Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Tentang “ Bukan


(jalan) mereka yang dimurkai....,

beliau bersabda, yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya tentang “...bukan (pula jalan)
mereka yang sesat.’

Beliau bersabda,” kaum Nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu pula
hadits yang diriwayatkan’.

” Beliau bersabda,’ kaum kaum nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu
pula hadits yang diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi
bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata,” saya bertanya
kepada Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Tentang orang-orang yang
dimurkai, beliau bersabda,’ kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang
sesat, beliau bersabda,’ kaum Nashroni.

Surat al-fatihah ayat ke-7 ini memberitahukan kepada kita bahwa ada 3 golongan
yang berbeda nasib:

1. Orang yang telah dianugerahkan nikmat kepada mereka. Merekalah orang


yang beruntung karena mereka mempunyai ilmu akan kebenaran dan
pengamalannya dari ilmu tersebut.

2. Orang Yahudi, mereka adalah orang yang mempunyai ilmu tetapi tidak
beramal dengannya sehingga mereka berhak mendapat murka Alloh.
3. Orang Nashroni, mereka adalah orang yang tidak mempunyai ilmu tetapi
mereka beramal tanpa ilmu, sehingga mereka diklaim sebagi orang yang sesat
bahkan bias menyesatkan orang lain.

Bertumpu pada hal tersebut maka seyogianya kita sebagai seorang Muslim
untuk mengikuti langkah orang yang telah dianugerahkan nikmat kepada mereka,
karena mereka mempunyai ilmu dan beramal dengan ilmu tersebut. Bukan orang
Yahudi karena mereka punya ilmu tetapi tidak diamalkan. Ungkapan inilah yang
memberitahukan kita akan pentingnya mengamalkan ilmu, agar kita tidak seperti
orang Yahudi yang mendapat murka Alloh.

2. Qur’an Surat At-Taubah ayat 122

ِ ‫وما كان ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُون ِلين ِف ُروا كآفَّة فل ۡول نفر ِمن ُك ِل فِ ۡرقة ِم ۡن ُه ۡم طآئِفة ِليتفقَّ ُهوا فِي ٱلد‬
‫ِين‬
١٢٢ ‫“ و ِليُنذ ُِروا ق ۡوم ُه ۡم إِذا رجعُ ٓوا إِل ۡي ِه ۡم لعلَّ ُه ۡم ي ۡحذ ُرون‬

" Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.”

Ayat ini merupakan penjelasan dari Alloh Ta’ala bagi berbagai golongan
penduduk Arab yang hendak berangkat bersama Rasululloh sholallohu ‘alaihi
wasallam ke perang Tabuk. Sesungguhnya , ada segolongan ulama salaf yang
berpendapat bahwa setiap muslim wajib berangkat untuk berperang, apabila
Rasululloh pun berangkat. Oleh karena itu, Alloh Ta’ala berfiraman,” Maka,
pergilah kamu semua dengan ringan maupun berat.” (At-Taubah:41).

Surat at-taubah di atas dinasakh oleh firman Alloh “ tidak sepatutnya bagi
penduduk Madinah dan orang-orang arab Badui yang berdiam di sekitar mereka
tidak turut menyertai Rasululloh.” (at-taubah;120).
Pendapat lain mengatakan: semua golongan dari penduduk Arab yang
muslim wajib berangkat perang. Kemudian, dari sekian golongan itu harus ada yang
menyertai Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam guna memahami agama lewat
wahyu yang diturunkan kepadanya, kemudian mereka dapat memperingatkan
kaumnya apabila mereka telah kembali, yaitu ihwal persoalan musuh. Jadi, dalam
pasukan itu ada dua kelompok: kelompok yang berjihad dan kelompok yang
memperdalam agama melalui Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam.

Sehubungan dengan ayat ini, Al-Aufi meriwayatkan dari dari Ibnu Abbas, dia
berkata: Dari setiap penduduk Arab, ada sekelompok orang yang menemui
Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Mereka menanyakan kepada beliau
berbagai persoalan agama yang mereka kehendaki dan mendalaminya.

Mereka berkata,” Wahai Rasululloh , apa yang engkau perintahkan kepada


kami yang harus kami lakukan dan bertahukan kepada keluarga kami yang bila
kami kembali?” Ibnu Abbas berkata: maka Nabi, menyuruh mereka menaati
Rasululloh, menyampaikan berita kepada kaumnya ihwal kewajiban mendirikan
sholat dan zakat.

Jika golongan ini telah sampai kepada kaumnya, mereka berkata:

“ Barangsiapa masuk Islam, maka dia termasuk kelompok kami.” Mereka


memberi peringatan sehingga ada seseorang yang berpisah dengan ayah dan ibunya.
Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam memberitahukan kaumnya jika
mereka telah kembali ke kampung halamannya: memperingtkan dengan neraka dan
menggembirakan dengan surga.

Ayat ini menerangkan tentang kewajiban seluruh kaum muslimin arab untuk
mengikuti perang bersama Rasululloh. Kemudia dari sekian golongan itu harus ada
yang berdiam diri untuk menimba ilmu dari Rasullulloh, kemudian
memperingatkan kaumnya perihal musuh. Hal ini dikuatkan oleh hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, bersumber dari Ikrimah, bahwa ketika turun
ayat “illa tanfiru yuadzibkum adzaban alima” (Q.S. at-Taubah:39),” ada beberapa
orang yang jauh dari kota dan tidak ikut perang karena mereka mengajar kaumnya.
Berkatalah kaum munafik ,” celakallah orang-orang di kampong itu karena ada
orang-orang yang meninggalkan diri yang tidak turut berjihad bersama Rasululloh.
Maka, turunlah ayat ini yang membenarkan orang-orang yang meninggalkan diri
untuk memperdalam ilmu dan menyebarkannya pada kaumnya.

Wajhu dilalah dalam ayat ini adalah kalimat (untuk member peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali). Maka jelaslah pentingnya orang yang
menuntut ilmu kemudian mengamlakan ilmunya tersebut dengan cara
mengajarkannya (memberi peringatan) kepada kaumnya. Sehingga ilmu tersebut
bisa berguna bagi dirinya dan orang lain.

3. Al-Qur’an Surat Al-‘Ashr ayat 3

‫ص ۡبر‬ ِ ‫ت وتواص ۡوا بِ ۡٱلح‬


َّ ‫ق وتواص ۡوا بِٱل‬ َّ َٰ ‫إِ َّل ٱلَّذِين ءامنُوا وعمِ لُوا ٱل‬
ِ ‫صل َِٰح‬

ِ Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.”

Ayat ini menyebutkan tentang kriteria orang-orang yang terbebas dari


justifikasi “rugi”. Diantaranya ada dua syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu
oleh seorang hamba yakni sebagai berikut:

1. Iman Syarat pertama, yaitu beriman kepada Allah swt. Dan keimanan ini
tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan
keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu. Ilmu yang dimaksud
adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk
mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai
permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu
tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia
butuhkan dalam mu’amalah, dan lain sebagainya.
2. Amal Syarat yang kedua adalah amal. Seorang tidaklah dikatakan menuntut
ilmu kecuali jika dia berniat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu
tersebut. Maksudnya, seseorang dapat mengubah ilmu yang telah dipelajarinya
tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan
amalnya.

Mengenai ayat ini, Ibnu Katsir mengungkapkan di dalam tafsirnya:

Dengan demikian Alloh memberikan pengecualian dari kerugian itu kepada


orang-orang yang beriman dengan hati mereka, dan mengerjakan amal shaleh
dengan anggota tubuh mereka, mewujudkan semua bentuk ketaatan dan
meninggalkan semua yang diharamkan, dan bersabar atas segala macam cobaan,
takdir, serta gangguan-gangguan yang dilancarkan kepada orang-orang yang
mengamalkan amal ma’ruf dan nahi munkar.

2.2. Hadist Yang Berkaitan Dengan Pentingnya Mengamalkan Ilmu

‫الدي ِْن‬
ِ ‫خيرا يُف َِق ْههُ فِي‬
ً ‫من ي ُِر ِد هللاُ به‬

Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan membuat
.dia faqih (paham) tentang ilmu agama

Abdullah bin Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata “Bagaimana jadinya jika para ”
pembaca sangat banyak, tetapi yang memahaminya sedikit?” Jika seorang
mengetahui syariat Alloh, akan tetapi ia tidak mengamalkannya, maka orang
seperti itu bukanlah seorang yang fakih (memahami isi agamanya), sekalipun ia
hafal dan memahami isi kitab fikih paling besar diluar kepala. Ia hanya dinamakan
.seorang qori saja. Orang fakih adalah orang yang mengamalkan ilmunya

Dalam hadits tersebut memberitahukan kepada kita bahwa orang yang Alloh
kehendaki suatu kebaikan maka dia akan difaqihkan dalam agamanya. Wajhu
Berkenaan dengan hal tersebut ada .‫الدي ِْن‬
ِ ‫ يُف َِق ْههُ فِي‬dilalah dalam hadits ini adalah
sebuah perkataan dari Ibnu Mas’ud tentang orang faqih. Ia mengatakan bahwa
orang faqih itu adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Dia tidak dikatakan faqih
sebelum ia mengamalkan ilmunya, meskipun dia hafal kitab fiqih yang sangat
banyak. Dari sinilah kejelasan informasi yang disampaikan oleh Ibnu Mas’ud yang
hendak memberitahukan kepada kita tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang
telah kita perolah. Sehingga kita menjadi orang yang dikatakan faqih dalam hadits
tersebut, bukan seorang Qori yang hanya membaca saja tanpa ada amal yang ia
.lakukan dari ilmu tersebut

Dari Abu Musa Rodiyallohu ‘anhu ia berkata: Nabi sholallohu ‘alaihi


wasallam bersabda.,” Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa seperti
hujan deras yang diurunkan ke bumi. Di antaranya ada tanah yang bagus (subur)
.yang menyerap air lalu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan banyak rerumputan
Dan sebagian tanah ada yang keras yang mampu menampung air sehingga
,bermanfaat untuk semua orang. Sehingga semua orang bisa meminumnya
menyirami tanaman dan bercocok tanam. Ada pula hujan yang ditumpahkan ke
bagian tanah yang keras dan kering. Tidak menahan air dan tidak juga
menumbuhkan rerumputan. Demikianlah perumpamaan seseorang yang
memahami agama Alloh dan memberikan manfaat kepada dirinya sehingga ia
mengerti dan mengjarkannya. Dan perumpamaan orang yang tidak mendapatkan
.semua itu adalah seseorang yang tidak menerima petunjuk Alloh yang aku bawa
.(muttafaq alaih)

Tanah akan subur setelah mendapatkan siraman air, begitu pula dengan hati. Hati
.akan menjadi hidup setelah mendapatkan siraman wahyu

Wahyu laksana air hujan, akan tetapi seperti yang diumpamakan oleh Rasululloh
sholallohu ‘alaihi wasallam bahwa lapisan tanah ketika di sirami air hujan terbagi
.kepada tiga macam

1) Pertama, Lapisan tanah yang menyerap air hujan sehingga menumbuhkan


.banyak tumbuh-tumbuhan yang sangat bermanfaat bagi manusia
2) Kedua, Lapisan tanah yang keras dan kering yang tidak bisa menumbuhkan
apa-apa. Akan tetapi lapisan tanah ini mampu menampung air sehingga banyak
.orang mengambil air minum darinya sampai puas untuk bercocok tanam

3) Ketiga, Lapisan tanah yang kering dan menyerap banyak air tetapi tidak
menumbuhkan apa-apa. Inilah perumpamaan orang yang memahami agama Alloh
Ta’ala sehingga mengerti dan mengajarkannya pada orang lain dan perumpamaan
.orang yang tidak peduli dengan semua itu

Lapisan pertama dan kedua diumpamakannya dengan orang-orang yang


menerima kebenaran, mereka memahami dan mengajarkannya. Bermanfaat untuk
dirinya dan orang lain. Orang-orang seperti mereka ini terbagi kepada dua
:kelompok

1. Sekelompok orang yang mengerti dan memahami serta mengamalkan al-


quran dan sunnah kemudian mengajarkanya kepada orang lain
2. Sekolompok orang yang hanya mampu menyampaikan saja.

Contohnya seperti orang yang meriwayatkan dan menghafal sebuah hadits, namun
tidak memahaminya. Keempat, sebidang tanah yang tidak berguna sama sekali. Air
hujan yang diturunkan tidak berpengaruh baginya sedikitpun. Tidak mampu
menampung air dan tidak pula menumbuhkan rerumputan. Merekalah orang-orang
yang tidak berguna. Mereka tidak memanfaatkan dan tidak menaruh perhatian
.terhadap wahyu alloh Ta’ala tetapi justru mendustakan dan menyepelekannya
.Merekalah seburuk-buruk manusia

2.3. Hukum Mengamalkan Ilmu dan Ancamannya


Mengamalkan ilmu merupakan suatu kewajiban pokok setiap Muslim. Adapun
meninggalkannya memilki konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari
amalan yang ditinggalkan, hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau
.mubah
Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan kekufuran, seperti
meninggalkan untuk mengamalkan tauhid. Seseorang mengetahui bahwasanya
wajib mentauhidkan Allah dalam ibadah dan tidak boleh berbuat syirik, tetapi dia
meninggalkan tauhid ini dengan melakukan perbuatan syirik, Maka dengan
.demikian dia telah terjatuh dalam kekufuran

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan maksiat, seperti melanggar


salah satu larangan Allah. Seseorang mengetahui bahwasanya khamr itu
diharamkan. Tetapi dia malah meminumnya atau menjualnya. Maka orang ini telah
.jatuh dalam keharaman dan telah berbuat maksiat

Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan perbuatan makruh, seperti


menyelisihi tuntunan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah tatacara
ibadah. Seseorang telah mengetahui bahwasanya Rasulullah melakukan shalat
dengan cara tertentu kemudian dia menyelisihinya, maka dengan penyelisihannya
.itu dia telah jatuh dalam perkara yang makruh

Meninggalkan beramal dengan ilmu bisa jadi mubah. Seperti tidak mengikuti
Rasulullah dalam perkara-perkara yang merupakan kebiasaan Rasulullah yang
tidak disunnahkan atau diwajibkan bagi kita untuk menirunya, seperti tatacara
berjalan, warna suara dan semisalnya. Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail
: Bin ‘Iyadh

(ً‫)ال يزال العالم جاهالً حتى يعمل بعلمه فإذا عمل به صار عالما‬

Seorang ‘alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan ilmunya, jika ia“
.mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang alim

Ucapan ini mengandung makna yang dalam. Seseorang mempunyai ilmu namun ”
tidak diamalkan maka ia tetap dikatakan jahil (bodoh). Mengapa? Karena tidak ada
yang membedakan antara dirinya dengan orang yang jahil (bodoh) jika dia
memiliki ilmu tapi dia tidak mengamalkan ilmunya. Seseorang yang berlimu tidak
.dikatakan ‘alim / ulama yang tulen kecuali jika ia mengamalkan ilmunya
‫ وعن علمه ماذا عمل فيه‬: ‫ومنها‬،‫ال تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع‬

Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga“
ia ditanya tentang empat hal -diantaranya-: tentang ilmunya, apa yang telah ia
amalkan darinya.” [Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzy beliau berkata: "hadits
.hasan shahih

2.4. Analisa Umum Mengenai Urgensi Mengamalkan Ilmu


Setelah kita mengkaji bersama, maka kita dapati betapa urgennya hal ini. Bisa
dikatakan sebagai sebuah determinasi yang menyebabkan manusia mendapat
.kemuliaan yang besar ataukah kehinaan yang sangat rendah

Adakalanya seorang hamba memperoleh suatu nilai dan kedudukan yang sangat
.tinggi disisi Robb-Nya karena ilmu yang telah ia amalkan di dalam kehidupannya
Dan adapula seorang hamba yang merugi, tertimbun dalam api penyesalan lantaran
tidak mengamalkan ilmunya

Maka sebagai tholabul ‘ilm, hendaknya kita harus lebih berhati-hati. Jangan sampai
ilmu yang kita dapatkan saat ini kelak akan menjadi sebuah bumerang mengerikan
yang menyeret kita ke dalam api neraka. Na’udzu billahi min dzalik
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Definisi Kerukunan


Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan
“damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan
“bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran. Bila
pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang
ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.

Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena
sebelumnya ada ketidak rukunan, serta kemampuan dan kemauan untuk
hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram. Langkah-
langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu serta
dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta cinta-kasih.
Kerukunan antar umat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika
kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah,
toleransi, dan kerja sama antar umat beragama.

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan


dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia
memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual.

Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong
dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras,
bangsa, dan agama.
3.2. Kerukunan antar umat beragama
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika
semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-
masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk
agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar
umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak
peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak
diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang untuk
mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda, sebab hal tersebut
akan merusak nilai agama itu sendiri.

Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar


umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama,
mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan
nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu
ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan
hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan
toleransi antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya
masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat
beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama
lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan
lainnya tidak saling mengganggu.

Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas


disebutkan dalam Alqur’an dan Al-hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah
dalam masalah akidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak
dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al Kafirun:
6, yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”.

Beberapa prinsip kerukunan antar umat beragama berdasar Hukum Islam :

1. Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk suatu agama. (QS.Al-
Baqarah : 256).

a. Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat baik, berlaku adil dan tidak
boleh memusuhi penganut agama lain, selama mereka tidak memusuhi, tidak
memerangi dan tidak mengusir orang Islam. (QS. Al - Mutahanah : 8).

b. Setiap pemeluk agama mempunyai kebebasan untuk mengamalkan


syari'at agamanya masing-masing. (QS.Al-Baqarah :139).

c. Islam mengharuskan berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga, tanpa


membedakan agama tetangga tersebut. Sikap menghormati terhadap tetangga
itu dihubungkan dengan iman kepada Allah SWT dan iman kepada hari akhir
(Hadis Nabi riwayat Muttafaq Alaih).

d. Barang siapa membunuh orang mu'ahid, orang kafir yang mempunyai perjanjian
perdamaian dengan umat Islam, tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga
itu telah tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun (Hadis Nabi dari
Abdullah bin 'Ash riwayat Bukhari). Kerukunan antar umat beragama sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari- hari. Dengan adanya kerukunan antar umat
beragama kehidupan akan damai dan hidup saling berdampingan. Perlu di ingat satu
hal bahwa kerukunan antar umat beragama bukan berarti kita megikuti agama
mereka bahkan menjalankan ajaran agama mereka. Untuk itulah kerukunan hidup
antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar
umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam
hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolongmenolong,
dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa
Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
2.7. Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama

Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama salah satunya dengan


dialog antar umat beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang
modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai
kemajemukan masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu
keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat
beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antarumat beragama, misalnya
konflik di Poso antara umat islam dan umat kristen. Agama disini terlihat sebagai
pemicu atau sumber dari konflik tersebut. 1Sangatlah ironis konflik yang terjadi
tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada para
pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga
saling menghormati. Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama
umat beragama

Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat


yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat
maupun pemerintah. Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi
integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama bisa
menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik
dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama
untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat
beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama
terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama
dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.

Indonesia yang multikultural terutama dalam hal agama membuat


Indonesia menjadi sangat rentang terhadap konflik antar umat beragama. Maka
dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama sangatlah penting.

Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar


terjaga sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam
masyarakat khususnya masyarakat Indonesia misalnya dengan cara sebagai
berikut:

1.Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama


lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran
yang positf dan mau menghargai keyakinan orang lain.

2.Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan


tetapi salahkan orangnya, misalnya dalam hal terorisme.

3.Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena


ini bagian dari sikap saling menghormati.

4.Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak


mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan
sebagainya.Diskriminasi adalah tindakan yang memperlakukan satu orang atau satu
kelompok secara kurang adil atau kurang baik daripada orang atau kelompok
yang lain. Diskriminasi dapat bersifat langsung atau tidak langsung dan
didasarkan pada faktor-faktor yang sama seperti premanisme dan pelecehan.

Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat


beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong
menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang
lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan
antar umat beragma bisa terwujud.

3.3. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama


Umat beragama diharapkan menjunjung tinggi kerukunan antar umat
beragama sehingga dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka yang
akan memberikan stabilitas dan kemajuan negara. Dalam pemberian stabilitas
dan kemajuan negara, perlu diadakannya dialog singkat membahas tentang
kerukunan antar umat beragama dan masalah yang dihadapi dengan selalu
berpikir positif dalam setiap penyelesaiannya.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat
beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai
faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa

. "Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka


ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara,"
katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar
NKRI di Jakarta.

Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di
Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade
terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat
beragama, hingga kini masih sering muncul.

Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk
menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial
termasuk kemiskinan dan kebodohan.

Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan


bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi
dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu
maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda
bersama lintas agama," katanya.

Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin


mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa
menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan
benar.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Urgensi mengmalkan ilmu Mengamalkan ilmu merupakan fardhu ‘ain bagi setiap
Muslim. Mengingat adanya ancaman-ancaman di dalam al-Qur’an bagi orang-
orang yang tidak mengamalkan ilmunya padahal ia mengetahui ilmu tersebut.

2. Ayat-Ayat yang Menyatakan Pentingnya Mengamalkan Ilmu

a. Surat Al-Fatihah ayat 7

٧ ‫ضا ٓ ِلين‬ ِ ‫ص َٰرط ٱلَّذِين أ ۡنع ۡمت عل ۡي ِه ۡم غ ۡي ِر ۡٱلم ۡغضُو‬


َّ ‫ب عل ۡي ِه ۡم ول ٱل‬ ِ “

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”

b. Qur’an surat At-Taubah ayat 122

‫وما كان ۡٱل ُم ۡؤمِ نُون لِينف ُِروا كآفَّة فل ۡول نفر مِ ن ُك ِل ف ِۡرقة ِم ۡن ُه ۡم طآئِفة لِيتفقَّ ُهوا‬

١٢٢ ‫ِين و ِليُنذ ُِروا ق ۡوم ُه ۡم ِإذا رجعُ ٓوا ِإل ۡي ِه ۡم لعلَّ ُه ۡم ي ۡحذ ُرون‬
ِ ‫“ فِي ٱلد‬

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.”

c. Al-Qur’an surat Al-‘Ashr ayat 3

٣ ‫ص ۡب ِر‬ ِ ‫ت وتواص ۡوا بِ ۡٱلح‬


َّ ‫ق وتواص ۡوا بِٱل‬ َّ َٰ ‫إِ َّل ٱلَّذِين ءامنُوا وعمِ لُوا ٱل‬
ِ ‫صل َِٰح‬

“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.”
3. Hukun orang yang tidak mengamalkan ilmu Meninggalkannya memilki
konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang ditinggalkan,
hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah

B. Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya


kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong
menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu
bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan
kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup
antar umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama
yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama.
Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar
umat beragama antara lain:

a. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama


lain.
b. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi
salahkan orangnya.
c. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain
yang sedang beribadah.
d. Hindari diskriminasi terhadap agama lain.

4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya
menanamkan sejak dini pentingnya kewajiban dan mengamalkan ilmu serta
menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar
sesama sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber : https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/pentingnya-mengamalkan-
ilmu.html?m=1

Sumber 2: https://123dok.com/document/yjon8d5z-makalah-kerukunan-antar-umat-
beragama.html

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees,
Cet. 1 hal 55.

Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004, jilid 8. Hal. 536

Al-Utsaimin, Muhammad bin Sholih, Syarah rhiyadhus sholihin, Jakarta: Darus sunah.
Jilid 4 Hal 41

http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/07/13/penjelasan-kitab-3-landasan-
utama-muqoddimah-kewajiban-mengamalkan-ilmu/. Diakses pada tanggal 7 Mei 2014,
pkl 21:43

Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees, Cet.
1 hal 55.

[2] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees,
Cet. 1 hal 485.

Wahyuddin.dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta;


PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Daud Ali, Mohammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarata: Rajawalu pers.

Sairin, Weinata. 2002. Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa:
butir-butir pemikiran

https://dakaz.wordpress.com/kerukunan-antar-umat-beragama-menurut-pandangan-
islam/ https://elsietelibertador76.wordpress.com/tag/kerukunan-umat-
beragama/http://koswara .wordpress

Anda mungkin juga menyukai