Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOPNIA

Definisi

Osteopenia adalah penurunan kepadatan tulang secara tidak normal. Akibatnya, kekuatan
tulang ikut menurun dan risiko patah tulang menjadi lebih besar. Kondisi ini bisa disebut sebagai
peralihan tulang yang sehat menuju osteoporosis.

Osteopenia adalah tahapan sebelum memasuki osteoporosis, yakni pengeroposan tulang.


Dengan kata lain, osteopenia juga adalah kondisi yang menandakan rendahnya massa tulang. Itu
artinya, tulang seseorang tidak lagi sekuat seharusnya sehingga cenderung mudah patah.. Orang
yang memiliki kondisi ini memiliki tingkat kepadatan tulang sedikit lebih rendah dari batas
normal, tapi belum dianggap sebagai osteoporosis.

Meski begitu, seseorang dengan gangguan muskuloskeletal ini tidak selalu menyebabkan
osteoporosis. Ini bergantung dengan faktor risiko lain yang dimiliki orang tersebut. Di samping
itu, orang dengan osteopenia bisa mengambil langkah-langkah pencegahan osteoporosis.

Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
sekeletal sistemik dengan karakteristik masa masa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang (Lukman, ningsih 2013: 141).
Etiologi

Osteoporosis dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor menurut (Asikin;dkk 2012: 103). Ada 3
faktor utama yang mempengaruhi osteoporosis yaitu :

a. Defesiensi kalsium yaitu dapat disebabkan oleh :

1) Asupan kalsium dalam makanan yang tidak adekuat sehinga mudah mempercepat
penurunan masa tulang.

2) Tidak adekuatnya asupan vitamin D.

3) Pengunaan obat tertentu, misalnya pengunaan kortikoteroid dalam jangka panjang

b. Kurangnya latihan teratur yaitu mobilitas dapat menyebabkan proses penurunannya massa
tulang. Sedangkan olahraga yang teratur dapat mencegah penurunan masa tulang. Tekanan
mekanisme pada latihan akan membuat otot berkonstrasi yang dapat merangsang formasi tulang.
c. Perbedaan jenis kelamin yaitu kekuatan tulang dipengaruhi oleh horman reproduksi. Pada
perempuan postmenopause, hormon reproduksi dan timbunan kalsium tulang menurun.hormon
reproduksi yang dimaksud yaitu estrogen. Hal ini menyebabkan resorpsi tulang yang berlebihan
tanpa disertai pembentukan tulang yang cukup. Oleh karena itu, perempuan lebih cepat
mengalami osteoporosis dibandingkan dengan laki-laki. Selain tiga hal tesebut, gangguan pada
kelenjar endokrin; kurangnya terkena sinar matahari: banyak mengonsumsi alkohol, nikotin atau
kafein.

Gejala-gejala osteoporosis menurut (umi 2017: 120);

a. Kekuatan otot tulang melemah. Klien merasa kekuatan melemah sehingga tak mampu
mengankat beban atau naik tangga.

b. Penurunan tinggi badan. Pengukuran tinggi badan menunjukkan penurunan dibandingkan


beberapa tahun sebelumnya, misalnya tubuh memendek 3cm selama tiga tahun. Hal ini munkin
disebabkan adanya frraktur pada vertebra.
c. Bungkuk. Osteoporosis menimbulkan fraktur kompresi atau terjadinya kolaps. Kondisi ini
menyebabkan tulang menjadi bungkuk.

d. Tulang rapuh. Kondisi tulang yang semakin rapuh walaupun belum pernah mengalami post
traumatic(patah atau retak).

e. Patah tulang. Kasus umum penyebab osteoporosis yang sering kali tidak menyadari adalah
ketika pasien pernah mengalami patah tulang.

f. Dowager’ hump. Kondisi ketika tulang belakang menjadi condong ke arah depan dan
memunculkan punuk diatas punggung.

g. Stress fratures. Kondisi tress facture umumnya jarang disadari penderita.

h. Nyeri pungggung. Rasa nyeri pada bagian punggung juga mungkin menjadi gejala
osteoporosis, terutama jika nyeri muncul akibat fraktur vertebra.

. Manifestasi klinis

Kepadatan tulang berkurang secara berlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis),
sehinga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa penderita. Jika
kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka
akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk (Lukman, ningsih 2013: 144).

Klasifikasi
a)    Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain, yang dibedakan
atas :
1)      Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang terutama di bagian
trabekula.
2)      Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan massa tulang daerah korteks.
3)      Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan penyebab tak diketahui.
b)   Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada atau diakibatkan oleh penyakit lain, antara lain
hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, artritis rematoid, dan lain-lain
Pathway

   Patofisiologi
Genetic, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan aktivitas
mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan massa tulang mulai terjadi setelah tercapainya
puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak mengalami perubahan
hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopause dan
pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama
tahun-tahun pascamenopause. (Rosyidi, 2013 : 93)
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodeling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi
selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily allowance)
meningkat pada usia 11-24 tahun (adolesen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada
perempuan pasca menopause 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan
mengonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas, karena penyerapan kalsium kurang efisien
dan cepat diekskresikan melalui ginjal. (Rosyidi, 2013 : 93)
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat
menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindrom Cushing,
hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang. Obat-obatan seperti
isoniazid, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung aluminium, furosemide, antikonvulsan,
kortikosteroid, dan suplemen tiroid memengaruhi penggunaan tubuh dan metabolism kalsium.
(Rosyidi, 2013 : 93)
Imobilitas juga memengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips,
paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya
sehingga terjadi osteoporosis. (Rosyidi, 2013 : 93)

Penatalaksanaan dan pencegahan Menurut (Asikin;dkk 2012: 109) :

a. Penatalaksanaa farmakologi. Prinsip pengobatan pada osteoporosis yaitu:

1) Meningkatkan pembentukkan tulang. Obat-obatan yang dapat meningkatkan pembentuka


tulang, misalnya bifosfonat

2) Menghambat resorpsi tulang. Obat-obatan yang dapat menghambat resorpsi tulang yaitu
estrogen, kalsitonim, difosfat, dan modulator Reseptor selektif. Seluruh pengobatan iniharus
ditambah dengan konsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup.
b. Pencegahan

Terapi pencegahan osteoporosis dapat dilakukan sedini mungkin yaitu sejak masa kanak-kanak.
Pencegahan osteoporosis pada usia muda mempunyai tujuan mencapai masa tulang dewasa
(proses konsolidasi yang) yang optimal. Sejumlah pencegahan yang dapat dilakukan di
antaranya:

1) Mengonsumsi kalsium dan vitamin D yang cukup

2) Latihan/olah raga secara teratur setiap hari

3) Mengonsumsi protein hewani

4) Menghindari perilaku yang meningkatkan risiko osteoporosis, misalnya merokok, alkohol,


dan kafein .

Pemeriksaan penunjang Menurut (Asikin;dkk 2012: 107)

yaitu, sejumlah pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada osteoporosis yaitu pemeriksaan
sinar X, CT scan densitas tulang, rontgen, pemeriksaan laboratorium, dan penilaian masa tulang

Anda mungkin juga menyukai