Anda di halaman 1dari 32

“Meningkatkan Kemampuan Berbahasa melalui Media

Bergambar pada Anak Usia 5-6 Tahun di PAUD Shibyan

Daarul Qur’an”

DYAH MARDHATILLAH

836234377

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PG – PAUD

UNIVERSITAS TERBUKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak Usia Dini merupakan masa keemasan (the golden years) yaitu masa

dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka

pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan

perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya

kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan

oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk

mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama

dan moral.

Dari aspek perkembangan pada anak usia dini, aspek bahasa merupakan salah

satu aspek perkembangan yang sangat penting untuk dikembangkan, karena

bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia. Bahasa

merupakan sarana penting dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi,

dengan bahasa manusia dapat mengeluarkan ide-ide dan pendapatnya sehingga

terjalin komunikasi dengan manusia lain. Perkembangan pemakaian bahasa pada

anak dipengaruhi oleh meningkatnya usia anak. Semakin anak bertambah umur,

maka akan semakin banyak kosa kata yang dikuasai dan semakin jelas palafalan

atau pengucapan katanya.


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun

2009, menyebutkan bahwa standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia 5-

6 tahun pada aspek bahasa salah satunya adalah berkomunikasi secara lisan,

memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan

membaca,menulis dan berhitung. Namun, berdasarkan pengamatan peneliti,

peserta didik di kelas TK B pada umumnya belum memiliki kemampuan bahasa

yang baik. Hal ini terlihat ketika peneliti melakukan kegiatan bercakap-cakap

dengan anak didik, namun hasilnya masih kurang begitu optimal. Masih banyak

peserta didik yang kurang memahami pernyataan apa yang disampaikan oleh

peneliti, peserta didik masih malu untuk melakukan tanya jawab dengan peneliti.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berkeinginan melakukan perbaikan

melalui penelitian tindakan kelas tentang masalah kemampuan bahasa anak dalam

proses pembelajaran, dengan judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Bahasa

melalui media bergambar pada Anak Usia 5-6 Tahun di PAUD Shibyan Daarul

Qur’an.”

B. Fokus Masalah

Peneliti memfokuskan penelitian pada masalah kemampuan bahasa anak

dengan upaya “Meningkatkan Kemampuan Bahasa melalui media bergambar pada

Anak Usia 5-6 Tahun di PAUD Shibyan Daarul Qur’an.”


C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah :

1. Apakah media bergambar dapat meningkatkan kemampuan bahasa pada anak

usia 5-6 tahun di PAUD Shibyan Daarul Qur’an?

2. Bagaimana upaya pendidik dalam meningkatkan kemampuan bahasa melalui

media bergambar pada anak usia 5-6 tahun di PAUD Shibyan Daarul Qur’an?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan media

bergambar dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak usia 5 – 6 tahun di

PAUD Shibyan Daarul Qur’an

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi sekolah

Manfaat penelitian bagi sekolah adalah sebagai upaya untuk meningkatkan

mutu pendidikan dengan penggunan metode dan media yang tepat dan optimal.

2. Manfaar bagi guru

Manfaat penelitian bagi guru adalah menambah pengetahuan serta

mengembangkan kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran

yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga tercipta pembelajaran dengan

hasil yang baik.

3. Manfaat bagi siswa

Manfaat penelitian bagi siswa adalah dapat meningkatkan kemampuan

bahasa dengan media yang menyenangkan


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian Bahasa

Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang

lain. Dalam pengertian ini, terungkap semua cara untuk berkomunikasi,

dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau

simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan

menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.

(Yusuf, 2007: 118)

Menurut Suntrock (2007:353), Bahasa merupakan suatu bentuk

komunikasi lisan, tertulis, atau isyarat yang berdasarkan pada suatu sistem

atau simbol-simbol. Bahasa terdiri dari kata-kata yang digunakan oleh

masyarakat beserta aturan-aturan untuk menyusun berbagai variasi dan

mengkombinasikannnya.

Bromley (dalam Dhieni, 2009: 1.11) mendefinisikan bahasa sebagai

simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang

terdiri dari simbol-simbol visual maupun verbal. Simbol-simbol visual

tersebut dapat dilihat, ditulis, dan dibaca, sedangkan simbol-simbol verbal

dapat diucapkan dan didengar. Anak dapat memanipulasi simbol-simbol

tersebut dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan berpikirnya.


Montessori (dalam Suyadi, 2010:97) ketika anak belajar bahasa

melalui interaksi dengan orang dewasa, anak-anak tidak hanya mempelajari

redaksi kata dan kalimat, melainkan juga struktur kata dan kalimat itu

sendiri.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

bahasa anak usia dini sangat penting bagi kehidupan karena bahasa

merupakan alat untuk berkomunikasi.

1) Tahap Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa anak ditempuh melalui cara yang sistematis dan

berkembang bersama-sama dengan pertambahan usianya. Menurut

Lenneberg (dalam Purwo1997), perkembangan bahasa anak seiring dengan

perkembangan biologisnya. Hal inilah yang digunakan sebagai dasar

mengapa anak pada umur tertentu sudah dapat berbicara, sedangkan anak

pada umur tertentu pula belum dapat berbicara. Akan tetapi, dalam

perkembangannya, pada umumnya anak memiliki komponen pemerolehan

bahasa yang hampir sarna, baik perkembangan fonologinya, sintaksisnya,

semantiknya, maupun pragmatiknya. Hal ini tentunya dilihat dari segi

perkembangan bahasa anak yang normal. Kesemua komponen tersebut

dapat dilihat dari gejala dan tingkah laku anak, seperti diuraikan Levin

dalam bukunya yang berjudul Psikologi Anak (Jalongo,1992:13). Menurul

Levin, pada masa perkembangan sistem bunyi (fonologis), anak memiliki

keutuhan dalam bersuara; pada masa perkembangan sintaksisnya (sistem


gramatikal) anak telah mampu memproduksi suara; pada masa

perkembangan sistim maknanya (semantik) anak telah memiliki keutuhan

dalam memberikan makna dan pada masa perkembangan sistem sosial

bahasanya (pragmalik) anak telah mampu menerapkan ucapan dalam

kehidupan social secara utuh. Dworetzsky (1990) menyatakan bahwa

dalam kehidupan manusia mengalami perkembangan bahasa melalui dua

tahapan, yakni (i) pralinguistik dan (ii) linguistik.

- Perkembangan Bahasa di Masa Kanak-Kanak Awal

Anak berusia di bawah tiga tahun memperlihatkan perkembangan yang

agak cepat dari yang awalnya hanya mampu menghasilkan ungkapan dua

kata, menjadi mampu menggabungkan tiga, empat, dan lima kata. Antara

usia 2 hingga 3 tahun, mereka mulai berkembang dari yang semula hanya

mampu mengucapkan kalimat sederhana yang terdiri dari proposisi

tunggal, menjadi mampu mengucapkan kalimat-kalimat kompleks.

Memahami Fonologi dan Morfologi. Selama masa prasekolah, kebanyakan

anak-anak secara bertahap menjadi lebih sensitif terhadap bunyi dari kata-

kata yang diucapkan dan menjadi semakin mampu menghasilkan semua

bunyi dari bahasa mereka. Ketika anak berusia 3 tahun, mereka dapat

mengucapkan semua bunyi vocal dan sebagian besar konsonan (Menn &

Stoel-Gammon, 2009). Ketika pemahaman anak-anak sudah melampaui


ungkapan yang terdiri dari dua kata, mereka mendemonstrasikan

pengetahuan mengenai morfologi

Anak-anak mulai menggunakan bentuk kata plural maupun kata

kepunyaan untuk benda. Perubahan dalam Sintaks dan Semantik. Anak-

anak prasekolah juga mempelajari dan menerapkan aturan-aturan sintaksis

(Lieven, 2008; Tager - Flushberg & Zukowski, 2009). Mereka

memperlihatkan kemajuan dalam menguasai aturan-aturan kompleks yang

berkaitan dengan cara mengurutkan kata-kata. Masa kanak-kanak awal

juga ditandai oleh adanya pemahaman menguasai semantik. Perkembangan

pembendaharaan kata terjadi secara dramatis (Pan & Uccelli, 2009).

Beberapa ahli menyimpulkan bahwa antara usia 18 bulan hingga 6 tahun,

anak-anak kecil belajar mengenai sebuah kata baru setiap jam (kecuali

ketika tidur) (Gelman & Kalish, 2006). Ketika mereka memasuki kelas satu

sekolah dasar, diperkirakan anak-anak sudah mengenal 14.000 kata (Clark,

1993). Kemanjuan dalam Pragmatik, di dalam perkembangan bahasa anak-

anak kecil juga terjadi perubahan pragmatik (Bryant, 2009). Dibandingkan

anak usia 2 tahun, seorang anak berusia 6 tahun memiliki kemampuan

bercakap-cakap yang jauh lebih baik. Anak-anak kecil mulai terlibat dalam

pembicaraan yang diperluas (Akhtar & Herold, 2008, hal.581). Sebagai

contoh, mereka mulai belajar secara kultural peran tertentu suatu

percakapan dan kesopanan serta menjadi sensitif terhadap kebutuhan


mengadaptasi pembiacaraannya dalam berbagai situasi. Keterampilan

linguistik anak-anak yang semakin baik dan meningkatnya kemampuan

mengambil perspektif orang lain. Seiring dengan bertambahnya usia, anak-

anak menjadi lebih mampu membicarakan hal-hal yang tidak terlihat

dihadapannya (misalnya rumah nenek) dan yang bukan terjadi sekarang

(misalnya apa yang terjadi kemarin atau apa yang akan terjadi besok).

Ketika berusia 4 hingga 5 tahun, anak-anak belajar mengubah gaya bicara

mereka agar sesuai dengan situasinya. Sebagai contoh, anak usia 4 tahun

bahkan berbicara dengan gaya berbeda kepada anak usia 2 tahun

dibandingkan dengan teman sebayanya; mereka akan menggunakan

kalimat-kalimat yang lebih pendek. Demikian pula, anak-anak itu akan

menggunakan gaya yang berbeda terhadap orang dewasa, yaitu dengan

kalimat yang lebih sopan dan formal (Shatz & Gelman, 1973).

Suatu studi terbaru mengungkap bahwa anak-anak yang ibunya

berpendidikan lebih memiliki tingkat literasi yang tinggi daripada anak-

anak yang ibunya kurang berpendidikan (Korat, 2009). Penelitian terbaru

lainnya menemukan bahwa pengalaman literasi (misalnya, seberapa sering

seorang anak dibacakan cerita), kualitas keterlibatan ibu kepada anaknya

(misalnya, usaha-usaha kognitif menstimulasi anak) serta penyediaan

materi pembelajaran (misalnya, materi pembelajaranyang sesuai dengan

usia anak) merupakan pengalaman literasi di rumah yang penting di

keluarga berpenghasilan rendah yang terkait secara positif dengan


perkembangan bahasa anak-anak (Rodriguez dkk, 2009). Tiga studi

longitudinal berikut mengindikasikan pentingnya keterampilan berbahasa

dan kesiapan memasuki sekolah bagi anak-anak:

a. Kesadaran fonologis, nama huruf dan pengetahuan mengenai bunyi,

serta kecepatan memberi nama pada anak usia taman kanak-kanak

berkaitan dengan keberhasilan membaca di tingkat pertama dan kedua

(Schattcscheneider & lain-lain, 2004).

b. Lingkungan rumah di masa kanak-kanak awal mempengaruhi

keterampilan berbahasa, sehingga dapat memprediksi kesiapan anak-

anak dalam memasuki sekolah (Forget-Dobois, dkk 2009)

c. Jumlah huruf yang diketahui oleh anak-anak di masa taman kanak-

kanak sangat berkolerasi (0,52) dengan prestasi membaca di sekolah

menengah atas (Stevenson & Newman, 1986).

2. Media Bergambar

1) Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin “Medium” yang berarti tengah,

perantara, dan pengantar. Dalam bahasa Arab, media diartikan sebagai

perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan.

Menurut Djamarah (1995:136), media merupakan alat bantu apa saja yang

dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai suatu tujuan

pembelajaran. Menurut Purnama dan Eldarni (2001), media merupakan

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan suatu informasi sehingga


dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat anak sehingga

terjadi proses belajar.

Menurut Gagne dan Briggs, media adalah alat yang secara fisik

berguna untuk menyampaikan materi yang berupa buku, kaset, tape

recorder, video recorder, video kamera, film, foto, slide, televisi, grafik dan

juga komputer.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa media adalah

alat untuk menyampaikan informasi kepada penerima dan segala sesuatu

yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim pesan ke

penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian

agar terjadi komunikasi yang efektif dan efesien.

2) Pengertian Media Gambar

Peningkatan kemampuan berbahasa anak dapat dilakukan dengan media

gambar baik dengan media gambar buatan guru yang dibuat menarik dan

kreatif. Media gambar adalah media yang merupakan reproduksi bentuk

asli dalam dimensi yang berupa foto atau lukisan. Sedangkan dalam

poerwadamita “ gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan,

dan sebagainya) yang dibuat dengan cat, tinta, coret, potret, dan sebagainya

dalam lukisan

Media gambar merupakan peniruan dari benda-benda dan pamandangan

dalam hal bentuk rupa serta ukurannya relatif terhadap lingkungan.

Diantara media pembelajaran, media gambar adalah media yang paling


umum dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar, apalagi

jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik,

sudah tentu akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran. Alat peraga dapat memberi gagasan dan dorangan kepada

guru dalam mengajar. Sehingga tidak tergantung pada gambar dalam buku

teks, tetapi dapat lebih kreatif dalam mengembangkan alat peraga agar para

murid menjadi senang belajar.

Media gambar termasuk media visual sebagaimana halnya media yang

lain media berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber kepenerima

pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indra penglihatan. Pesan yang

akan disampaikan dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi siswa.

Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses

penyampaian pesan dapat berhasil efesien. Selain fungsi umum tersebut

secara khusus gambar pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian

ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat

dilupakan atau diabaikan bila tidak digambarkan. Selain sederhana dan

mudah pembuatannya, media gambar termasuk media yang relatif murah

bila ditinjau dari segi biayanya.

3) Fungsi Media Gambar

Pemanfaatan media pembelajaran ada dalam komponen metode

mengajar sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi

guru-siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Oleh sebab


itu, fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai alat bantu

mengajar yang dipergunankan guru secara garis besar fungsi utama

penggunaan media gambar adalah:

a. Fungsi edukatif; artinya memdidik dan memberikan pengaruh positif

pada pendidikan.

b. Fungsi sosial; artinya memberikan informasi yang auntetik dan

pengalaman berbagai bidang kehidupan dan memberikan konsep yang

sama kepada setiap orang.

c. Fungsi ekonomis; artinya memberikan produksi melalui pembinaan

prestasi kerja secara maksimal.

d. Fungsi politis; berpengaruh pada politik pembangunan.

e. Fungsi seni budaya dan telekomunikasi; yang mendorong dan

menimbulkan ciptaan baru, termasuk pola usaha pencapaian teknologi

yang modern.

Fungsi-fungsi tersebut diatas terkesan masih bersifat konseptual. Fungsi

yang dijalankan oleh media pengajaran adalah sebagai berikut:

a. Mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik, misalnya kaset

video rekaman kehidupan diluar sagat diperlukan oleh anak yang

tinggal di daerah pegunungan.

b. Mengatasi batas ruang dan kelas, misalnya gambar tokoh pahlawan

yang dipasang diruang kelas.

c. Mengatasi keterbatasan kemampuan indera.


d. Mengatasi peristiwa alam, misalnya rekaman peristiwa letusan gunung

berapi untuk menerangkan gejala alam.

e. Menyederhanakan kompleksitas materi

f. Memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan

masyarakat atau alam sekitar.

3. Meningkatkan Kemampuan Bahasa melalui Media Bergambar

Ada beberapa alasan dipilihnya gambar sebagai media yang efektif dan

efesien dalam pengajaran, khususnya pengajaran untuk meningkatkan

bahasa pada anak usia dini adalah

1. Gambar bersifat kongkrit menggambarkan yang diajarkan.

2. Gambar mengatasi ruang dan waktu untuk mempercepat penangkapan

peserta didik terhadap gambar yang di tunjukkan.

3. Gambar mengatasi verbalisme sehingga panca indra dapat lebih jelas

mengamatinya.

4. Gambar dapat dijelaskan untuk menjelaskan suatu pengertian, karena

langsung melihat obyeknya.

5. Gambar-gambar mudah dipilih dan disajikan karna tidak memerlukan

peralatan yang rumit.

6. Gambar mudah digunakan, baik untuk perorangan maupun kelompok.

Berdasarkan pada pendapat di atas maka dapat dipahami bahwa media

gambar sesungguhnya dapat bermanfaat dalam mengembangkan

kemampuan bahasa anak usia dini karena dengan memperhatikan gambar


yang dimuat imajinasi anak langsung tertuju pada obyek gambar dan hal ini

lebih mudah untuk mengingatnya.

4. Penelitian Relevan

Penelitian Relevan yang dilakukan adalah “Meningkatkan Berbahasa

Anak melalui Permainan Gambar dalam Bak Pasir”. Penelitian ini dilakukan

dalam 2 siklus dengan 3 kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 komponen,

mulai dari perencanaan (membuat rencana kegiatan harian (RKH),

menyiapkan media pembelajaran dan menyiapkan format instrument

penelitian), pelaksanaan (mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan

penutup), pengamatan (mengamati aktifitas anak selama proses pembelajaran

berlangsung, selama pembelajaran berlangsung setiap aktifitas anak yang

tertera pada format observasi dicatat), dan refleksi (menganalisa tindakan

yang dilakukan, mengulang dan menjelaskan tujuan-tujuan yang belum

dicapai). Teknik pengumpulan data merupakan prosedur bagaimana cara

mendapatkan dan mengumpulkan data yang diinginkan melalui observasi,

wawancara dan dokumentasi. Siklus I pada umumnya terlihat rendah. Setelah

dilakukan perbaikan dengan menambah media,siklus II mengalami

peningkatan sampai mencapai KKM. Disimpulkan permainan gambar dalam

bak pasirdapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak.

5. Pendidikan Anak Usia Dini


Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah salah satu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

B. Model Tindakan

1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

a. Arikunto, dkk (2006)

Menurut Arikunto, dkk, penelitian tindakan kelas merupakan suatu

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang

sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama

b. Kemmis dan Taggart (Padmono, 2010)

Menurut Kemmis dan Taggart, penelitian tindakan kelas adalah suatu

penelitian refleksif diri kolektif yang dilakukan oleh peserta-

pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan

keadilan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka, serta

pemahaman mereka terhadap praktik-praktek itu dan terhadap situasi

tempat dilakukan praktik-praktek tersebut.

c. Aqib (2011)
Menurut Aqib, penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang

dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan

tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa

meningkat.

2. Model Tindakan

a. Model Kurt Lewin

Kurt Lewin menyatakan bahwa PTK terdiri atas beberapa siklus,

setiap siklus terdiri atas empat langkah, yaitu: (1) perencanaan,

(2) aksi atau tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Keempat

langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Berdasarkan langkah-langkah PTK seperti yang digambarkan di atas,

selanjutnya dapat digambarkan lagi menjadi beberapa siklus, yang

akhirnya menjadi kumpulan dari beberapa siklus.


b. Model Kemmis dan Mc Taggart

Model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart

adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin.

Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat

komponen, keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan,

(2) aksi/tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Sesudah suatu siklus

selesai diimplementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi,

kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan

dalam bentuk siklus tersendiri. Menurut Kemmis dan Mc Taggart

(dalam Rafi′uddin, 1996) penelitian tindakan dapat dipandang sebagai

suatu siklus spiral dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan

tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi yang selanjutnya

mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya.

c. Model John Elliot

Model PTK dari John Elliot ini lebih rinci jika dibandingkan

dengan model Kurt Lewin dan model Kemmis-Mc Taggart. Dikatakan

demikian, karena di dalam setiap siklus terdiri dari beberapa aksi, yaitu

antara tiga sampai lima aksi (tindakan). Sementara itu, setiap tindakan

kemungkinan terdiri dari beberapa langkah yang terealisasi dalam

bentuk kegiatan belajar-mengajar. PTK model Elliot dapat

digambarkan sebagai berikut:


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan

media bergambar dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak usia 5 – 6

tahun di PAUD Shibyan Daarul Qur’an.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di PAUD Shibyan Daarul Qur’an, Tebet,

Jakarta Selatan.

2. Waktu Penelitian

Rencana penelitian akan dilakukan pada bulan November 2020

dengan melakukan dua siklus. Siklus pertama dilakukan dalam 2

pertemuan pada tanggal 19 dan 20 November 2020, siklus kedua pada

tanggal 25 dan 26 November 2020. Dengan melakukan tahap-tahap

mulai dari perencanaan, pengamatan serta refleksi

Tabel Jadwal Penelitian


No Rancangan Kegiatan Bulan November
4 5 19 20 25 26
1 Persiapan
Menyusun RPPH
Menyiapkan alat dan
bahan
Menyiapkan
Instrumen penelitian
2 Pelaksanaan Siklus I
Menyiapkan kelas
Perencanaan
Pelaksanaan
Observasi
Refleksi
3 Pelaksanaan Siklus
II
Menyiapkan kelas
Perencanaan
Pelaksanaan
Observasi
Refleksi

3. Subjek Penelitian

Rencana penelitian ini akan dilakukan di kelas TK B1 dengan jumlah

siswa 11 orang. 6 laki-laki dan 5 perempuan.

C. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif

sejalan dengan pendapat Atar Semi (1990: 23) yang mengatakan bahwa

“Penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-

angka, tetapi mengutamakan hubungan antar konsep yang sedang dikaji

secara empiris”.
D. Rencana Tindakan

1. Menyusun Rancangan Perencanaan Tindakan (Planning)

Dalam tahap ini, peneliti membuat instrument pelaksanaan

pembelajaran Kelompok B-1 di PAUD Shibyan Daarul Qur’an,

adapun instrument itu terdiri dari Silabus dan penilaian yang mengacu

pada standar kompetensi dasar, menyusun RPPM, menyusun RPPH,

menyiapkan lembar penilaian dan lembar observasi. Pada tahap ini,

peneliti berkolaborasi dengan pengamat.

2. Pelaksanaan atau Tindakan (Action)

Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang

merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu terdiri

dari tiga kegiatan :

a. Kegiatan Pembuka (30 Menit)

Peneliti membuka pembelajaran dengan memberi salam,

berdoa, dan bernyanyi. Kemudian guru mengabsen siswa di kelas.

Pada kegiatan ini, peneliti menggunakan media bergambar yang

belum pernah dilakukan sebelumnya. Sebelum pembelajaran

dimulai, peneliti melakukan kegiatan apersepsi untuk

membangkitkan semangat dan ingatan anak melalui pertanyaan

yang berkaitan dengan tema yang akan dibahas. Setelah anak

menjawab pertanyaan tersebut, peneliti melakukan motivasi dan


menjelaskan tujuan pembelajaran serta indikator yang akan

dicapai.

b. Kegiatan Inti (60 Menit)

Hal yang akan dilakukan pada kegiatan ini adalah peneliti

menjelaskan secara singkat tema pembelajaran dengan bercerita,

kemudian peneliti menunjukkan media gambar yang berkaitan

dengan tema kepada anak, kemudian, anak memperhatikan dan

menyimak gambar gambar yang diperlihatkan oleh peneliti.

Setelah itu, peneliti menunjuk anak satu per satu untuk

menceritakan kembali gambar yang telah dilihat dengan

menggunakan bahasa anak itu sendiri.

c. Kegiatan Penutup (30 Menit)

Peneliti dan anak mengulangi pembelajaran tema pada hari itu

untuk menguatkan pemahaman anak terhadap pembelajaran yang

telah disampaikan.

3. Pengamatan atau Observasi

Tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat

atau observer.

a. Peneliti dan pengamat melakukan pengamatan terhadap aktivitas

anak yang meliputi perhatian anak pembelajaran yang disampaikan

guru.
b. Pengamat melakukan pengamatan kepada peneliti, mengenai

keterampilan mengelola kelas, mengajukan pertanyaan ke anak,

melakukan penguatan terhadap anak, kemampuan menjelaskan,

serta cara membuka dan menutup kelas. Selain melakukan

observasi, peneliti juga melakukan evaluasi hasil belajar anak

pemberian tes atau tugas.

4. Refleksi

Tahap terakhir adalah kegiatan refleksi. Refleksi dapat dilakukan

melalui kegiatan menganalisis, membuat kesimpulan dan rencana

tindak lanjut. Kegiatan ini merupakan refleksi kelemahan dan

kekurangan yang dihadapi anak dan guru, alat dan media, metode, atau

strategi yang digunakan. Pada tahap ini, peneliti dan pengamat

melakukan diskusi mengenai hasil observasi anak serta merefleksi

kemampuan guru dalam mengelola kelas selama pembelajaran

berlangsung sebagai dasar untuk memasuki siklus selanjutnya. Jika

pada pembelajaran ini kemampuan anak belum mencapai batas

ketuntasan minimal (KKM), maka peneliti melakukan tindak lanjut ke

siklus selanjutnya.

E. Desain dan Prosedur Penelitian

1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan mengacu pada bentuk desain

bercorak Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research), sehingga

model penelitian yang digunakan adalah model daur (siklus) yang

mencakup empat komponen, yaitu: rencana (planning), observasi

(observation), tindakan (action) dan refleksi (reflection). Rancangan

penelitian seperti tergambar dari bagan berikut ini.

Bagan 1 Riscct Aksi Model Kemmis dan Taggart


(Wiriaatmaja, 2003: 19)

2. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Tiap

siklus meliputi 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan

dan refleksi. Dari tiap siklus ini diamati kualitas proses pembelajaran
yang terdiri dari aktifitas siswa dan guru, serta hasil belajar siswa yang

diukur dari hasil observasi dan test.

F. Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan adalah keberhasilan yang akan dicapai oleh anak

dengan kriteria yang sudah ditentukan. Simbol penilaian yang digunakan

adalah sebagai berikut :

= Belum Berkembang

= Mulai Berkembang

= Berkembang Harapan

= Berkembang Sangat Baik

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual adalah unsur penelitian yang menjelaskan

tentang karakteristik sesuatu masalah yang hendak diteliti.

Berdasarkan paparan di atas, dapat ditemukan definisi konseptual dari

masing – masing variabel, yaitu :

a. Kemampuan bahasa anak usia dini sangat penting bagi kehidupan

karena bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi

b. Media gambar
Media gambar adalah media yang merupakan reproduksi bentuk

asli dalam dimensi yang berupa foto atau lukisan

2. Definisi Operasional

Agar konsep data diteliti secara empiris, maka konsep tersebut

harus dioperasionalisasikan dengan cara mengubahnya menjadi

variabel atau sesuatu yang mempunyai nilai. Penjelasan dari definisi

operasional dari variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:

a. Bromley (dalam Dhieni, 2009: 1.11) mendefinisikan bahasa

sebagai simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide

maupun informasi yang terdiri dari simbol-simbol visual maupun

verbal. Simbol-simbol visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dan

dibaca, sedangkan simbol-simbol verbal dapat diucapkan dan

didengar. Anak dapat memanipulasi simbol-simbol tersebut

dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuan berpikirnya

b. Media gambar (variabel terikat) merupakan media visual

sebagaimana halnya media yang lain media berfungsi untuk

menyalurkan pesan dari sumber kepenerima pesan. Saluran yang

dipakai menyangkut indra penglihatan. Pesan yang akan

disampaikan dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi siswa

3. Kisi – Kisi Instrumen


Tabel

Variabel Aspek Indikator Jumlah Butir


Bahasa Mengungkapkan Menceritakan 2
bahasa secara kembali
verbal dan non tentang apa
verbal yang dilihatnya
Memahami Melakukan 2
kemampuan sesuai dengan
membaca dan perintah
menyimak
Kelancaran Tidak terbata- 2
bata saat
berbicara

4. Jenis – jenis Instrumen

a. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan lembar yang berisi gambaran

tentang aktivitas kegiatan belajar mengajar di kelas, baik aktivitas

siswa maupun aktivitas keterlaksanaan pembelajaran. Fokus dalam

penelitian ini yaitu penelitian mengenai keaktifan belajar dan

peningkatan hasil belajar dalam pelaksanaan pembelajaran yang

menggunakan media gambar yang digunakan oleh guru.

b. Tes

Selain lembar observasi, metode pengumpulan data ini

menggunakan tes untuk mengukur hasil belajar anak pada saat

kegiatan berlangsung. Tes yang digunakan dalam penelitian ini


adalah tes lisan. Peneliti memberikan pertannyaan sederhana

kepada anak sehingga peneliti dapat mengetahui kemampuan anak.

5. Validasi Instumen

Trianggulasi ialah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pemeriksaan sebagai pembanding data itu (Moleong, 2006: 151).

Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi sebagai sarana

memvalidkan data. Trianggulasi meliputi trianggulasi sumber dan

trianggulasi metode. Trianggulasi sumber yakni usaha untuk

mengumpulkan berbagai sumber yang dijadikan sarana pendukung

penelitian. Sumber yang dibutuhkan di sini guru mata pelajaran dan

siswa. Trianggulasi metode, yaitu mengumpulkan data sejenis dengan

pengumpulan data yang berbeda. Trianggulasi metode dilakukan

menggunakan observasi dan tes. Trianggulasi dengan menggunakan

metode diperoleh dari guru, siswa, dan pengamatan guru.

H. Keabsahan Data

1. Telaah model Tindakan


Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain

digunakan untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian

kualitatif yang mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai

unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan kualitatif

(moleong, 2007:320).
Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian

yang dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus

untuk menguji data yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam

penelitian kualitatif meliputi uji credibility, transferbility,

dependability dan confirmability (sugiyono,2007:270).

Agar data dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan

sebagai penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data, adapun

uji keabsahan data yang dapat dilaksanakan.

a. Transferbility (keteralihan)

Merupakan keabsahan hasil penelitian terhadap kelompok yang

diteliti. Tekhnik pemeriksaan keabsahan data penelitian dilakukan

dengan mengoreksi deskripsi data secara detail dan mengembangkan

secara detail data setiap konteks yang diteliti

b. Dependability (kebergantungan)

Berkenan dengan keseimbangan data penelitian tekhnik

pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan metode yang

overlaving yang sama artinya data dilakukan dengan proses triangulasi

dan mengadakan jejak audit.

c. Confirmability (kepastian)
Berkenan dengan kenetralan dan objektivitas data penelitian yang

dikumpulkan. Tekhnik keabsahaan data dilakukan dengan triangulasi

dan membuat refleksi, setelah melaksanakan tindakan penelitian dan

teman sejawat (kolaborator) merefleksi pemberian tindakan yang telah

dilakukan dan memeriksa peningkatan kemampuan anak mengenal

huruf melalui metode permainan kartu huruf bergambar berdasarkan

lembar observasi dan hasil kegiatan anak.

Sugiyono (2007: 337) mengemukan bahwa aktivitas dalam

analisis data yaitu data reduction, data display dan data conclusion

drawing/verification. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh

Hanifah (2014: 75) proses analisis data dalam penelitian ini dimulai

dengan menelaah dan mempelajari seluruh data yang terkumpul dari

berbagai sumber. Kemudia data tersebut dirangkum menjadi intisari

yang terjaga kebenarannya.

Tahap sebelum pengumpulan data ditujukan pada tahap antipasi.

Selanjutnya analisis data selama proses pengumpulan data ditujukan

dengan tiga tahap yaitu : reduksi data, display data (penyajian data),

verifikasi atau penarikan kesimpulan

a. Reduksi Data

Tahap reduksi data adalah tahap analisi data yang memilah dan

memilah data yang diperoleh. Data yang telah diperoleh kemudian


dipilih untuk difokuskan pada data yang berhubungan dengan fokus

tujuan penelitian.

b. Penyajian Data

Tahap penyajian data merupakan tahap analisis yang setelah data

difokuskan maka data tersebut disajikan dalam berbagai bentuk dan

format penyajian data, seperti berbentuk tabel, diagram ataupun

berbentuk uraian deskripsi. Data disajikan harus dalam bentuk yang

mudah dipahami oleh pembaca yang membacanya dan mengkaji

hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

c. Verifikasi/Penarikan Kesimpulan

Tahap penarikan kesimpulan merupakan pemaparan dalam bentuk

penjelasan singkat dan jelas dari hasil penyajian data yang sudah

dipaparkan. Anlisis data sangat berguna bagi kelangsungan rencana

tindakan selanjutnya. Dalam melakukan analisis data diperlukan

kemampuan menyusun dan mengkatagorikan data berdasarkan jenis

supaya mudah untuk menganalisis. Kemampuan membaca dan

menginterprestasikan data juga sangat diperlukan untuk mengubah

beragam jenis data dari berbagai instrumen menjadi sebuah

kesimpulan.
Analisis data dilakukan pada data kualitatif dan kuantitatif.

Analisis data kuantitatif dilakukan pada sumber data yang diperoleh

dari pengumpulan data berupa hasil observasi kinerja guru, aktivitas

dan hasil belajar peserta didik. Analisis dilakukan secara kuantitatif

karena diperlukan pengolahan data yang berupa angket presentase.

Analisis data kualitatif dilakukan pada sumber data yang didapat

melalui catatan data dari hasil observasi dengan mengkajikan data

dengan cara memilah kata demi kata untuk mencapai kesimpulan.

Anda mungkin juga menyukai