Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

“ KOMPOSISI DARAH”

ACARA 5

TEKANAN OSMOTIK PADA ERITROSIT


Disusun untuk memenuhi mata kuliah praktikum Fisiologi Hewan yang diampu
oleh ibu Mirtaati Na’ima M.Pd

KELOMPOK 2:
Nama /NIM : Sekar Rana Afifah/ 1908086019
Intan Aprilia Pratiwi/1908086020
Ati Auliyaur Rahma/ 1908086029
Kelas/Kloter : PB4A/ 2
Dosen Pengampu : Mirtaati Na’ima M.Pd

LABORATORIUM BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2020
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

ACARA 5
TEKANAN OSMOTIK ERITROSIT
Semarang, 30 March 2021
A. TUJUAN

1. Mengetahui pengaruh larutan isotonis terhadap eritrosit

2. Mengetahui pengaruh larutan hipertonis terhadap eritrosit

3. Mengetahui pengaruh larutan hipotonis terhadap eritrosit

B. DASAR TEORI

Osmosis merupakan proses perpindahan zat yang memiliki konsentrasi rendah


menuju zat (hipotonis) menuju zat yang memiliki konsentrasi tinggi (hipertonis) dengan
melalui membran semi permeable, sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi yang
seimbang (isotonis) (Endang & Kistinnan, 2009). Zat-zat yang melewati membran melalui
transport aktif maupun pasif. Osmosis merupakan transport pasif, sehingga terjadi secara
spontan dan tidak memerlukan energi. Sedangkan transport aktif dapat terjadi dengan
menggunakan energi dari sel (Wiley, 1992)

Salah satu komponen darah utama selain leukosit, trombosit, dan plasma adalah
eritosit (Oliveira & Saldanha, 2009). Sel darah ini diproduksi karena adanya proses
hematopoiesis dalalm sumsum tulang. Eritrosit memiliki bentuk prematur yang dikenal
dengan Retikulosit, Retikulosit akan mengalami maturasi dan membentuk sel darah merah
yang memiliki diskus bikonkaf saat usia sel memasuki hari ke-120 (Yahya, 2015).

Membran plasma pada eritrosit memiliki sifat yang permeable terhadap molekul air
(H2O). Hal ini akan menyebabkan adanya transport (Mc cabe & Smith et al, 1976). Sel darah
yang masuk ke dalam larutan hipertonis akan mengalami krenasi/pengerutan karena air
yang masuk kedalam sel lebih banyak daripada air yang keluar. Demikian sebaliknya, jika
eritrosit ada pada lingkungan yang hipotonis, maka osmosis akan maka air dari luar akan
masuk kedalam sel dan menjadikan sel mengembang. Apabila membran plasma tidak dapat
menahan tekanan tinggi dari masuknya air tersebut maka akan terjadi critical volume,
sehingga sel pecah dan hemoglobin akan dilepaskan (Paleari & Mosca, 2008).

Eritrosit mamalia tidak memiliki inti, hal ini menjadikan mamalia berbeda dengan
ungas, ikan, reptilia, dan amphibi yang memiliki inti. Eritrosit memiliki fungsi utama untuk
mengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru menuju ke jaringan
(Guyton & Hall, 2008). Eritrosit berbentuk seperti piringan yang memiliki cekung di bagian
tengahnya. Bentuk unik ini berperan dalam efesiensi dalam melakukan fugsinya untuk
mengangkut oksigen dalam darah. Bentuk bikonkaf memiliki luas permukaan yang besar
sehingga oksigen yang diangkut juga akan besar. Tipisnya sel memungkinkan oksigen
untuk cepat berdifusi antara bagian dalam dan luar sel (Sherwood, 2011).

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

a) Blood lancet
b) Kapas/tisu
c) Plat tetes
d) Pipet tetes
e) Tusuk gigi
f) Gelas objek
g) Gelas penutup
h) Mikroskop

2. Bahan

a) Alcohol 70 %
b) Anti koagulan
c) Larutan Na Cl dengan berbagai konsentrasi (0%, 0,9%, 1%, 3%)
D. CARA KERJA

1. Disiapkan Plat tetes yang diberi anti koagulan pada salah satu sumurannya.
2. Disiapkan probandus yang akan diambil darahnya. Lalu dipijit-pijit jari tangan kiri.
Tusuk ujung jari menggunakan blood lancet. Darah ditampung pada sumuran plat
tetes yang sudah diberi anti koagulan. Aduk menggunakan tusuk gigi.
3. Diteteskan darah di atas gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup, dan
diamati di bawah mikroskop. Ambil gambarnya.
4. Diteteskan larutan garam 0% melalui tepi gelas penutup. Diambil video pada
proses ini. Diamati perubahan yang terjadi. Dan dicatat waktu yang diperlukan dari
penetesan larutan garam hingga terjadi perubahan.
5. diulangi langkah 3 dan 4 menggunakan larutan garam 0,9%, 1%, dan 3%.
E. HASIL PENGAMATAN

NO PENGAMATAN GAMBAR HASIL PENGAMATAN

1 Isotonik

2 Hypertonik

3 Hypotonik
F. PEMBAHASAN
Adanya pertimbangan bahwa kepekatan cairan di luar sel akan berpengaruh
terhadap peristiwa hemolisis atau krenasi, maka dapat dikatakan bahwa kecepatan
hemolysis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh kepekatan cairan di luar sel eritrosit.
Semakin encer cairan di luar sel maka semakin cepat sel tersebut mengalami hemolysis,
dan semakin pekat cairan di luar sel maka semakin cepat pula terjadinya krenasi. Dengan
kata lain kecepatan hemolisis dan kecepatan krenasi dipengaruhi oleh adanya peristiwa
osmosis. (Watson, 2002)

Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana sel
tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini dapat
dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit.
Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan hemolisis dan krenasi pada tabel 1 diketahui
bahwa ada kelompok yang menunjukkan kecepatan hemolisis eritrosit pada NaCl 0,5%
lebih lambat daripada NaCl 0,7%. Seharusnya semakin encer cairan di luar sel seharusnya
semakin cepat sel mengalami hemolisis. Sedangkan pada larutan NaCl semakin pekat
larutannya yaitu 0,9% dan 3% maka potensi kecepatan eritrosit seharusnya semakin tinggi.
(Watson, 2002)

Bila sel dimasukkan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel membengkak
atau mengkerut disebut larutan isotonis, oleh karena tidak terjadi perubahan osmosis,
yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Larutan NaCl 0,9% atau
dextrose 5% merupakan contoh larutan isotonis. Larutan isotonis mempunyai arti klinik
yang penting karena dapat diinfuskan kedalam darah tanpa menimbulkan gangguan
keseimbangan osmosis antara cairan ekstrasel dan intrasel (Siregar, 1995).

Cairan yang memiliki kekentalan atau konsentarasi sama dengan cairan dalam sel
disebut isotonis, lebih tinggi daripada dalam sel disebut hipertonis, dan lebih rendah
daripada sel disebut hiipotonis. Cairan hipertonis akan menarik air secara osmosis dari
sitoplasma eritrosit ke luar sehingga eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran
selnya tampak berkerut-kerut atau yang disebut krenasi atau plasmolisis. Sebaliknya,
cairan hipotonis akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga
eritrosit akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pecah (hemolisis) (Djukri dan
Heru, 2015)

Krenasi merupakan proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis
dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang
menyebabkan adanya pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang
atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana sel
tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini dapat
dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit
(Watson, 2002).

Dapat dikatakan isotonis karena Jika larutan di dalam sel plasma darah, maka cairan
bersifat isotonic terhadap plasma darah. Hal ini menyebabkan net aliran keluar masuk sel
sama dengan nol. Akibatnya, sel darah merah tidak menggembung atau mengerut.

larutan yang konsentrasinya sama dengan larutan di dalam sel disebut larutan
isotonis. Jika larutan yang terdapat di luar sel, konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah
daripada di dalam sel dikatakan sebagai larutan hipotonik. Apakah yang terjadi jika sel
tumbuhan atau hewan, misalnya sel darah merah ditempatkan dalam suatu tabung yang
berisi larutan dengan sifat larutan yang berbeda-beda? Pada larutan isotonis, sel tumbuhan
dan sel darah merah akan tetap normal bentuknya. Pada larutan hipotonik, sel tumbuhan
akan mengembang dari ukuran normalnya dan mengalami peningkatan tekanan turgor
sehingga sel menjadi keras. Berbeda dengan sel tumbuhan, jika sel hewan/sel darah merah
dimasukkan dalam larutan hipotonik, sel darah merah akan mengembang dan kemudian
pecah /lisis, hal irri karena sei hewan tidak memiliki dinding sel. Pada larutan hipertonis,
sel tumbuhan akan kehilangan tekanan turgor dan mengalami plasmolisis (lepasnya
membran sel dari dinding sel), sedangkan sel hew'an/sel darah merah dalam larutan
hipertonik menyebabkan sel hewan/sel darah merah mengalami krenasi sehingga sel
menjadi keriput karena kehilangan air. Lebih lanjut, darah ayam begitu dicampur dengan
larutan garam dan di tunggu 15 menit supaya akan terlihat hasilnya. Dilihat sel darah
sebelum dicampur dengan larutan NaCl.
Menurut Lakitan (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan osmotik larutan
adalah:

a. Konsentrasi: peningkatan konsentrasi larutan mengakibatkan terjadinya


peningkatan tekanan osmosis.

b. Ionisasi molekul terlarut: tekanan osmosis.

c. Hidrasi molekul terlarut: air yang berikatan dengan molekul terlarut disebut
hidrasi air. Hidrasi air dapat meningkatkan tekanan osmosis.

d. Temperatur: tekanan osmosis meningkat seiring denganpeningkatan temperatur.


Mekanisme mengembang dan mengkerut sel saat sel dalam larutan diakibatkan karena
aliran air keluar dari vakuola tengah.

Vakuola tengah akan mengkerut dan protoplasma serta dinding sel yang menempel
juga akan keluar bersama vakuola itu, jika penurunannya terlalu besar maka protoplasma
akan terlepas dari dinding sel waktu mengkerut itulah protoplasma akan mengalami
serangkaian bentuk tidak beraturan, akhirnya berbentuk membulat yang dianggap
terpengaruh oleh gaya permukaan. Jika telah terlepas dari pengaruh tegangan, dinding sel
tidak lagi mengkerut bersama protoplasma sebab dinding sel lebih kaku sifatnya. Ruang
yang terbentuk antara dinding sel dan protoplasma yang mengkerut akan terisi oleh
larutan yang masuk dengan lebar melalui dinding yang permeabel. Potensial osmotik
mempunyai pengertian yaitu zat cair dalam vakuola dan bagian-bagian sel lainnya yang
mengandung zat-zat terlarut di dalamnya, artinya zat cair tersebut adalah suatu larutan
dan potensial airnya (seandainya dikeluarkan dari sel adalah potensial larutan atau
potensial osmotik yang nilainya lebih rendah daripada potensial air murni.sedangkan
potensial tekanan yaitu keadaan dinding sel yang cukup mengandung air memberikan
tekanan pada isi sel yang arahnya ke luar sel. Akibatnya di dalam sel timbul tekanan
hidrostatik yang arahnya ke luar sel. Tekanan hidrostatik yang arahya keluar sel disebut
turgor. Sementara plasmolisis yaitu peristiwa keluarnya isi sel ke lingkungan akibat
meningkatnya konsentrasi zat terlarut di lingkungan. Semakin besar konsentrasi larutan
maka akan semakin banyak sel yang mengalami plasmolisis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan osmosis anatara lain konsentrasi, ionisasi molekul, hidrasi, dan
temperatur.
H. KESIMPULAN
Dari laporan praktikum yang telah dibuat kita dapat menarik kesimpulan ialah;
Osmosis merupakan proses perpindahan zat yang memiliki konsentrasi rendah
menuju zat (hipotonis) menuju zat yang memiliki konsentrasi tinggi (hipertonis)
dengan melalui membran semi permeable, sehingga didapatkan larutan dengan
konsentrasi yang seimbang (isotonis)
sel darah merah dimasukkan dalam larutan hipotonik, sel darah merah akan
mengembang dan kemudian pecah /lisis, hal irri karena sei hewan tidak memiliki
dinding sel. Pada larutan hipertonis, sel tumbuhan akan kehilangan tekanan turgor
dan mengalami plasmolisis (lepasnya membran sel dari dinding sel), sedangkan sel
hew'an/sel darah merah dalam larutan hipertonik menyebabkan sel hewan/sel
darah merah mengalami krenasi sehingga sel menjadi keriput karena kehilangan air
H. DAFTAR PUSTAKA

Djukri dan Heru N. 2015. Petunjuk Praktikum Biologi Lanjut. Yogyakarta: PPs UNY.

Endang, Sri., Lestari., dan Kistinnan., Idun. (2009). Biologi Makhluk Hidup dan
Lingkungannya SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.

Guyton A.C and Hall J.E. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi ke9.Diterjemahkan
oleh Irawati Setiawan. EGC. Jakarta.

Mc Cabe, W.L. and Smith, J.C. 1976, ”Unit Operation of Chemical Engineering”, 3rd
ed., Mc Graw Hill, Kogakusha , Ltd.

Oliveira, Sofia de, saldanha, Carlota. An Overvise about Erytrocyte Membrane 2009
Clinical Hematology and Microcirculation (2010) 63 – 74

Paleari, Renata, Mosca, Andrea. 2008.Controversies on the Osmotic Fragility Test.


MilanUniversity of Milano.

Sherwood, L. 2011. Human Physilogy: From Cells to Systems, 6th Ed, diterjemahkan
oleh dr. Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Siregar. 1995. Neuro Fisiologi edisi kelima. Fakultas Kedokteran. Universitas


Hasanuddin. Makassar.

Watson.R. 2002. Anatomi Dan Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal 303

Wiley, J. & Sons. Ltd. (1992). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Yahya. (2015). Perbedaan Tingkat Laju Osmosis Antara Umbi Solonum Tuberosum Dan
Doucus Carota. Jurnal Biology Education, 4(1): 196-206.

Anda mungkin juga menyukai