Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“ PELAYANAN GAWAT DARURAT”

OLEH:

KELOMPOK II

ANGELICHA
MASDIANA
SUSMITA
ALDI SUPIANDI
ARDIANSYAH

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS ST.FATIMAH MAMUJU

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena hanya dengan izin, rahmat dan
kuasa-Nyalah saya masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul ‘Pelayanan Gawat Darurat”
Pada kesempatan ini tak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak terutama kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Keterampilan Dasar
Kebidanan II yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah
ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita khususnya
mengenai peran dan organisasi bidan di Indonesia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari apa yang
diharapkan. Untuk itu, kami berharapa dan kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
ini di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang.......................................................................................

1.2 Rumusan masalah...................................................................................

1.3 Tujuan...............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep triase........................................................................................

2.2. Konsep ABCD dan BHB..........................................................................

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan....................................................................................................

3.2 Saran..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa siapa saja. Orang
lain, teman dekat, keluarga ataupun kita sendiri dapat menjadi korbannya. Kejadian gawat darurat biasanya
berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi
ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus dipikirkan satu
bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju sarana
kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup
penderita pada akhir
bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.

.
1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu gawat darurat

2. Apa itu konsep trease?

3. Apa itu konsep ABCD dan BHD?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan tentang gawat darurat

2. Menjelaskan tentang konsep trease

3. Menjelaskan tentang konsep ABCD dan BHD

4
2.1 PELAYANAN GAWAT DARURAT

1. Pengertian

• Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU No. 44 tahun 2009 tentang RS)
• Kondisi gawat darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang secara tiba-tiba dalam keadaan
gawat atau akan menjadi gawat dan terancam anggota badannya dan jiwanya (akan menjadi cacat
atau mati) bila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera
• pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang
dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya
/life saving (Azrul, 1997).
• Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera,  yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan  dokter dari
berbagai spesialisasi bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter (wikipedia indonesia).
• Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah Instalasi pelayanan rumah sakit yang memberikan
pelayanan pertama selama 24 jam pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara
terpadu dengan melibatkan multidisiplin ilmu
• Triase adalah memilah tingkat kegawatan pasien untuk menentukan prioritas
penanganan lebih lanjut
• Response Time adalah kecepatan penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang sampai
dilakukan penanganan.

5
2.TUJUAN

Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk memberikan pertolongan pertama

bagi pasien yang datang dan menghindari berbagai resiko, seperti: kematian, menanggulangi korban
kecelakaan, atau bencana lainnya yang langsung membutuhkan tindakan.

Beberapa tujuan lain dari pelayanan gawat darurat adalah :

• Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat

• Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien

• Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana yang terjadi dalam maupun
diluar rumah sakit

• Suatu layanan UGD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada

masyarakat dengan problem medis akut

3.KEGIATAN PELAYANAN UNIT GAWAT DARURAT

Menurut Flynn (1962) dalam Azrul (1997) kegiatan UGD secara umum dapat dibedakan sebagai berikut
a.Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat.

Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas seing disalah gunakan.
Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan penderita
(live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan
pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat jalan (ambulatory care)

b.Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan

pelayanan rawat inap intensif.

Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan pelayanan

penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya

pelayanan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan merujuk kasus- kasus
gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap intensif.
2.2 PENGERTIAN TRIAGE
A.pengertian

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling
efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganan

korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit


dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada.
Triage  adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat
ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage,

perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan

memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.

B. TUJUAN TRIAGE

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa. Tujuan kedua
adalah untuk memprioritaskan pasien menurut ke akutannya, untuk menetapkan tingkat atau derajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan. Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu:
C. FUNGSI TRIAGE

1. Menilai tanda-tanda dan kondisi vital dari korban.

2. Menetukan kebutuhan media

3. Menilai kemungkinan keselamatan terhadap korban

. 4. Menentukan prioritas penanganan korban.

5. Memberikan pasien label warna sesuai dengan skala prioritas.

D. PRINSIP DAN TIPE TRIAGE

Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Perawat
triase menggunakan ABCD keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna
kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam,
deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di
ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk

pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin
memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima
pengobatan pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan
pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak
sumber daya medis. (Bagus, 2007).
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas adalah
penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada
tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien
1. Prinsip Dalam Pelaksanaan Triase :

a) Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu

Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam


kehidupan atau injury adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
b) Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat

ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.

c) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian

Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.

d) Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi

Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang pasien
dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi
terapeutik, prosedur diagnostik dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu
pengobatan.

e) Tercapainya kepuasan pasien

1. Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil secara
serempak dengan pasien
2. Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan
keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
3. Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau temannya.

2.Tipe Triage Di Rumah Sakit

a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage

b.Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah

c.Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya

d.Tidak ada dokumentasi

e.Tidak menggunakan protocol


E. KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS

Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan utama,
riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil
pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun 1999,
penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada
factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat sistem pelayanan
kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung
berulang atau meningkat keparahannya.
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul.Beberapa hal yang mendasari
klasifikasi pasien dalam sistem triage adalah kondisi klien yang meliputi :
a. Gawat,  adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat DArurat,  adalah suatu keadaan yang tidak mengancam
nyawa tapi memerlukan

penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan


c. Gawat darur at,  adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
( Airway  / jalan nafas,  Breathing  / pernafasan, Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong
segera maka dapat meninggal / cacat (Wijaya, 2010)

Prioritas 1 atau Emergensi

• Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera

• Pasien dibawa ke ruang resusitasi

• Waktu tunggu 0 (Nol)


Prioritas 2 atau Urgent
• Pasien dengan penyakit yang akut

• Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki

• Waktu tunggu 30 menit

• Area Critical care

Prioritas 3 atau Non Urgent

• Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal

• Luka lama

• Kondisi yang timbul sudah lama

• Area ambulatory / ruang P3

Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian

• Tidak ada respon pada segala rangsang

• Tidak ada respirasi spontan

• Tidak ada bukti aktivitas jantung

• Hilangnya respon pupil terhadap cahaya


2. Sistem Triage

Non Disaster  : Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap individu

pasien

Disaster: Untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk  pasien dalam

jumlah banyak

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan kebutuhan
untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :

1. Nyeri hebat

2. Perdarahan aktif

3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi

6. Dispnea saat istirahat 7.


Diaforesis yang ekstrem 8.
Sianosis

7.Tanda vital di luar batas normal

Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian,
misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke
ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari
5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage
bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya

bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan
darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap

pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,

pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu.Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan
dan lokasi pasien di area pengobatan.Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang
awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak
mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis. (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif bahwa ia mengalami
gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu.
Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari
Alur dalam proses triase.
1. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.

2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di
luar ruang triase (di depan gedung IGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode warna:
a. Segera- Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.

b. Tunda- Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada ancaman
jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas
dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas

c. Minimal  (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : Laserasi minor, memar dan lecet, luka
bakar superfisial.
d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski
mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh,
kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning,
hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang
tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut
dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan
kategori triase merah selesai ditangani.

F. DOKUMENTASI TRIAGE
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam

persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam

peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan

penting.

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang harus
dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu
informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan
serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi
keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis
pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar
profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk
dipertanggungjawabkan.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan
yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan ketrampilan dalam
menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga keperawatan
agar mampu membuat dokumentasi keperawatan secara baik dan

benar.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional

berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD.


perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar
perawatan yang mengancam keselamatan pasien. (Anonimous,2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :

1. Waktu dan datangnya alat transportasi


2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma,
perawatan minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostic
seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah Arteri (ENA,
2005).

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta


dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana
perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh
perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan,
serta pada saat terjadi perubahan status pasien atau informasi klinis yang
dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk “landasan”perawatan
yang mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.

Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan


mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan
standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara kontinu perawatan
pasien.
berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan
pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap
intervensi pengobatan dan perkembangannya.Standar Joint Commision (1996)
menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat,
mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi
pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat

Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai

berikut

:S : data subjektif

O : data objektif

A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa

keperawatan

P : rencana keperawatan

I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic

E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien

terhadap pengobatan dan perawatan yang diberikan


Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi, dokumentasi mencakup hal -
hal sebagai berikut:

a. Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim

b. Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di fasilitas

pengirim

c. Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan

d. Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh pada kondisi

Pasien

2.3 BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

A.Pengertian Bantuan Hidup Dasar

➢ Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk mempertahankan
kondisi jiwa seseorang pada saat mengalamai kegawatdaruratan. (siti rohmah.2012)

➢ Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami
keadaan yang mengancam nyawa(rido.2008)

➢ Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam
nyawa.(Deden Eka PB at 1:10:00).
Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana

pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk
mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa.

1. .Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.

2. .Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban


3. .Menyelematkan nyawa korban.

4. .Mencegah cacat.

5. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.

B.Penyebab BHB 1.

Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban/pasien.

Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat
terjadi pada keadaan:

• Tenggelam

• Stroke

• Obstruksi jalan napas

• Epiglotitis

• Overdosis obat-obatan
apabila pasien tidak memberikan respon, pastikan apakah pasien bernafas dengan sempurna. Untuk menilai
pernafasan, pasien harus pada posisi terlentang dengan jalan nafas terbuka.

• Posisi pasien

Posisi pasien terbaik untuk dinilai pernafasan dan diberi bantuan resusitasi adalah

pasien posisi terlentang pada dasar yang keras dan datar. Apabila pada saat ditemukan

pasien pada posisi telungkup, maka harus ditelentangkan secara simultan antara kepala, bahu
dan dada tanpa memutar badan (teknik roll-on)

• Posisi penolong

Posisi penolong disamping pasien, posisi siap untuk melakukan pemberian nafas

buatan dan kompresi dada.

• buka jalan nafas

Pada pasien yang tidak sadar, maka tonus otot-otot rahang lemah sehingga lidah dan epiglotis dapat
menyumbat farings atau jalan nafas atas.
Penolong dapat membuka jalan nafas dengan cara angkat kepala, angkat dagu (head thilt chin
lift Manuever), cara lain untuk membuka jalan nafas adalah dorong rahang
bawah (jaw thrust Manuever). Cara ini hanya boleh dilakukan oleh penolong seorang

petugas kesehatan dan korban ada riwayat trauma kepala atau leher.

Dengan cepat bersihkan muntahan atau benda asing yang nampak ada dalam mulut.

head thilt chin lift Manuever

Posisikan telapak tangan pada dahi smabil mendorong dahi kebelakang, pada waktu yang
bersamaan, ujung jari tangan yang lain mengangkat dagu. Ibu jari dan telunjuk harus bebas agar
dapat digunakan menutup hidung jika perlu memberikan nafas

buatan.

• jaw thrust Manuever

Posisikan setiap tangan pada sisi kanan dan kiri kepala pasien, dengan siku bersandar

pada permukaan tempat pasien terlentang dan pegang sudut rahang bawah dan angkat dengan kedua
tangan akan mendorong rahang bawah depan.

a.BREATHING (Bantuan

napas) Terdiri dari 2 tahap :

1.Memastikan korban/pasien tidak bernapas.

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnva dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas
mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
2.Memberikan bantuan napas.
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut
ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan
hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan
adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000  – 1000

dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut
penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat

mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari

dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada

kebanyakkan orang dewasa adalah 700  – 1000 ml

(10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

1. Mulut kehidug

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan,
misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya

jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.


2.Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan
pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakan diatas dan melingkupi mulut serta
hidung pasien. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan sehingga muntahan dan warna bibir
pasien dapat terlihat.

caranya :

- letakkan pasien pada posisi terlentang

- letakkan sungkup pada muka pasien dan dipegang dengan kedua ibu jari

- lakukan head thilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup kemuka pasien agar rapat kemudian tiu
melalui lubang sungkup sampai dada terangkat

- hentikan tiupan dan amati turunnya dada.

b. Bila 1 penolong, dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir sungkup dan

jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah, tangan yang lain memompa kantung nafas sembari melihat
dada terangka.

Henti jantung mengakibatkan tidak adanya tanda-tanda sirkulasi, artinya tidak ada nadi.
Pada praktiknya penilaian tanda ada tidaknya sirkulasi oleh penolong adalah:
1. Setelah memberikan 2 kali nafas ke pasien yang tidak sadar, dan tidak bernafas, lihat
apakah ada tanda-tanda sirkulasi yakni ada nafas, batuk dan gerakan-gerakan tubuh.
2. Bila pasien tidak bernafas, batuk atau melakukan gerakan, lakukan pemeriksaan nadi karotis.
Penilaian ini tidak boleh lebih dari 10 detik.

Catatan : penilaian sirkulasi ini harus dilakukan oleh petugas kesehatan, sedangkan untuk orang
awam terlatih (petugas pemadam kebakaran, satpam dll) tidak dianjurkan, pada kelompok
orang-orang ini bila mendapatkan poin 1 diatas, segera melakukan kompresi dada.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan
tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganan

korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan
mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada.

Triage  adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage,
perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan
intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.

Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk mempertahankan kondisi jiwa
seseorang pada saat mengalamai kegawatdaruratan. (siti rohmah.2012)

3.2 Saran

Kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA

Randy, Candra. 2012. Konsep Triase. Available at

Wijaya, S. 2010.  Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat . Denpasar : PSIK FK Unud

https://rosdianamasrursoh580.wordpress.com/.../makalah-kdpk-bant

Anda mungkin juga menyukai