PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makalah ini berusaha untuk memaparkan pemikiran Fazlur Rahman sebagai
seorang tokoh pemikiran Islam kontemporer. Karena itu, sifat dari tulisan ini bersifat
informatif. Fokus utama dari tulisan ini tentunya hal-hal yang berkaitan dengan tokoh
Fazlur Rahman dan teorinya yakni Double Movement.
Alasan kami ingin memaparkan tokoh cendekiawan muslim ini adalah untuk
menggali informasi sebanyak-banyaknya mulai dari biografi hingga pemikiran serta
metode Double Movement yang dibuatnya. Karena kami mengetahui metode ini
banyak yang sudah memakai ketika hendak menganalisis penafsiran. Namun tak lain
pula ada beberapa tokoh yang menganggap bahwa metode ini juga mempunyai
kekurangan dalam pengaplikasiannya.
Dalam kancah dunia khazanah keilmuan dalam agama Islam, Fazlur Rahman
masuk dalam kategori tokoh cndekiawan muslim yang hiup pada era kontemporer.
Tentunya pembahasan selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini dan akan dibataasi
dengan beberapa rumusan masalah yang akan disebutkan pada poin selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dari Fazlurrahman?
2. Bagaimana latar belakang munculnya pemikiran Fazlurrahman?
3. Bagaimana pokok-pokok pemikiran dan metode penafsiran oleh Fazlurrahman?
4. Bagaimana komentar para ulama dan intelektual dari Fazlurrahman?
5. Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari pemikiran Fazlurrahman?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi dari Fazlurrahman.
2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya pemikiran Fazlurrahman.
3. Untuk mengetahui pokok pemikiran serta metode penafsiran Fazlurrahman
4. Untuk mengetahui komentar para ulama dan intelektual Fazlurrahman.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekuran dari pemikiran Fazlurrahman.1
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
1. Riwayat Hidup
Fazlur Rahman lahir di India Britania, di satu daerah yang kini menjadi bagian dari
Pakistan, pada 21 September 1919 dan meninggal di Chicago, pada 26 Juli 1988. Ketika
wafat, beliau adalah Harold H. Swift Distinguished Service Professor of Islamic Thought
di department of Near Eastern Languages and Civilizations, University of Chicago,
tempatnya bekerja sejak 1969. 1
Pada 1983, Rahman dianugerahi Giorgio Levi Della Vida Medal in Islamic Studies
atas karyanya di bidang agama, filsafat, dan hukum Islam.2
Beberapa pemikir juga muncul dari daerah ini, seperti Syah Waliyullah al-Dahlawi,
Sayyid Ahmad Khan, Amir Alidan M. Iqbal. Karena itu tidak mengherankan bila Rahman
berkembang menjadi seorang pemikir bebas. Meskipun ia dibesarkan di keluarga dengan
1
Fazlur Rahman, Islam: Sejarah Pemikiran dan Peradaban, Penerjemah: M. Irsyad Rafsadie, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2017), cet 1, h.IX
2
Fazlur Rahman, Islam: Sejarah Pemikiran dan Peradaban, Penerjemah: M. Irsyad Rafsadie, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2017), cet 1, h.IX
2
tradisi madzhab Hanafi, sebuah madzhab sunni yang bercorak lebih rasionalis, karena
lebih menggunakan ra’y daripada riwayat (hadits), bila dibandingkan tiga madzhab besar
lainnya, Maliki, Syafi’I dan Hanbali, tetapi sejak berumur belasan tahun, Rahman telah
melepaskan diri dari ikatan-ikatan madzhab-madzhab sunni dan mengembangkan
pemikiran secara beb, Maliki, Syafi’I dan Hanbali, tetapi sejak berumur belasan tahun,
Rahman telah melepaskan diri dari ikatan-ikatan madzhab-madzhab sunni dan
mengembangkan pemikiran secara bebas.3
2. Perjalanan Intelektual
Disamping memperoleh pendidikan secara formal di Madrasah, ia juga
menerima pelajaran agama secara khusus dari ayahnya yang berasal dari Deoband,
sebuah madrasah terkenal di anak benua Indo-Pakistan.4
Pada 1949 beliau memperoleh gelar D.Phil. dari oxford University atas disertasinya
mengenai ahli kedokteran dan filsuf abad ke-11, Ibn Sina atau yang dikenal di Barat
sebagai Avicenna. Beliau memulai karier mengajarnya pada 1950 sebagai dosen studi
Persia dan filsafat Islam di Durham University, Inggris. Tetapi kecuali periode 1961
hingga 1968 masa-masa kesarjanaan beliau yang paling produktif adalah ketika di
Amerika Utara. Pada 1958, beliau diangkat sebagai associate professor pada Institute of
Islamic Studies di McGill University di Montreal, yang dijabatnya selama 3 tahun. Pada
1961, Rahman diminta sebagai professor tamu pada Central Institute of Islamic Research
3
Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontempore Wacana Baru berbagai Metodologi
Tafsir, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002), cet 1, h.44
4
Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontempore Wacana Baru berbagai Metodologi
Tafsir, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002), cet 1, h.44
3
oleh Presiden Pakistan, Ayub Khan. Tahun berkutnya, beliau menjabat direktur pusat
studi tersebut, sambil merangkap Dewan Penasihat Ideologi Islam. 5
4
sistem nilai etika untuk membimbing dan menanamkan dalam diri manusia
agar memiliki tanggung jawab moral dan memiliki kegunaan dalam agama.6
2. Metode penafsiran
Hermeneutika double movement merupakan salah satu terapan teori
hermeneutika dalam penafsiran al- Qur’an yang dirumuskan oleh Fazlur
Rahman. Ia mendasarkan bangunan hermeunetiknya pada konsepsi teoritik
bahwa yang ingin dicari dan di aplikasikan dari al-Qur’an di tengah-tengah
kehidupan manusia adalah bukan dalam kandungan makna literalnya tetapi
lebih pada konsepsi pandangan dunianya (weltanschauung).
Dalam perspektif inilah Rahman secara tegas membedakan antara legal
spesifik al-Qur’an yang memunculkan aturan, norma hukum-hukum akibat
pemaknaan literal al-Qur’an dengan ideal moral yakni ide dasar atau bacic
ideas al-Qur’an yang diturunkan sebagai rahmat bagi alam, yang
mengedepankan nilai-nilai keadilan (adalah), persaudaraan (akhawah), dan
kesetaraan (masawah). Menurut Rahman bahwa memahami kandungan al-
Qur’an haruslah mengedepankan nilai-nilai moralitas atau bervisi etis. Nilai-
nilai moralitas dalam Islam harus berdiri kokoh berdasarkan ideal moral al-
Qur’an diatas . nilai-nilai dimaksud adalah monoteisme dan keadilan.
Kritik Rahman diarahkan kepada para penulis tafsir al-Qur’an.
menurutnya dalam membahas al-Qur’an sebagian besar para penulis muslim
mengambil dan menerangkan ayat demi ayat. Disamping kenyataan bahwa
hamper semua penulisan itu dilakukan untuk membela sudut pandang tertentu,
prosedur penulisan itu sendiri tidak dapat mengemukakan pandangan al-
Qur’an yang kohesif terhadap alam semesta dan kehidupan. Diwaktu-waktu
terakhir ini penulis muslim maupun penulis non muslim telah menciptakan
aransemen-aransemen yang topical terhadap ayat-ayat al-Qur’an. walaupum
dalam berbagai hal, terutama sewaktu Rahman masih hidup tidak ada
manfaatnya bagi orang-orang yang ingin memahami pandangan al-Qur’an
mengenai Tuhan, manusia dan masyarakat oleh karena itu Rahman berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut dengan memperkenalkan tema-tema pokok
dalam al-Qur’an pada karyanya Major Themes of The Qur’an (1980).
Berangkat dari kritik yang ia lontarkan ini kemudian dijawabnya
sendiri dengan menawarkan metode penafsiran al-Qur’an yang bervisi etis,
6
Budi Harianto, dalam jurnal Tawaran Metodologi Fazlur Rahman Dalam Teologi Islam, h 295
5
dengan mengedepankan weltanschauung al-Qur’an. dengan metode ini, ia
sangat berkepentingan untuk membangun kesadaran dunia Islam akan
tanggung jawab sejarahnya dengan fondasi moral yang kokoh berbasis al-
Qur’an sebagai sumber ajaran moral yang paling sempurna harus difahami
secara utuh dan padu. Pemahaman utuh dan padu ini harus dikerjakan melalui
suatu metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara agama dan ilmu.
Menurut Rahman tanpa suatu metode yang akurat dan benar, pemahaman
terhadap al-Qur’an boleh jadi akan menyesatkan, apalagi bila didekati secara
parsial dan atomistic. Pernyataan ini kemudian juga disadari dan disepakati
oleh Nasarudin Umar, seorang yang saat ini sangat berkompeten dibidang
tafsir khususnya yang berspektif gender, menyatakan bahwa
“…ketidakmewadahinya metodologi penafsiran yang digunakan, trend
metode tafsir tahlili atau tajzi’I, ijmali, dan muqaran ternyata dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an cenderung bersifat parsial, atomistic dan
tidak holistic sehingga tidak dapat menangkap weltanschauung al-Qur’an.
Metodologi penafsiran al-Quran yang utuh dan padu, yang dia
tawarkan, dikenal dengan hermeneutika double movement. Sebagaimana telah
disinggung diatas bahwa hermeneutika double movement adalah metode
penafsiran yang memuat didalamnya 2 (dua) gerakan, gerakan pertama
berangkat dari situasi sekarang menuju kesituasi masa al-Qur’an diturunkan
dan gerakan kedua kembali lagi, yakni dari situasi masa al-Qur’an diturunkan
menuju masa kini, yang ini akan mengandaikan progresivitas pewahyuan.
Gerakan pertama dalam proses atau metode penafsiran ini terdiri dari
dua (2) langkah, yaitu:
1. Langkah pertama, yakni tatkala seorang penafsir akan memecahkan
masalah yang muncul dari situasi sekarang, penafsir seharusnya
memahami arti atau makna dari satu ayat dengan mengkaji situasi
atau masalah historis dimana ayat al-Qur’an tersebut merupakan
jawabannya. Tentu saja sebelum mengkaji ayat-ayat spesifik dalam
sinaran situasi-situasi spesifiknya maka suatu kajian mengenai
situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat-
istiadat, lembaga-lembaga bahkan mengenai kehidupan secara
menyeluruh di Arabia dengan tidak mengesampingkan peperangan
Persia-Byzantium harus dilaksanakan
6
2. Mengeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik tersebut dan
menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki
tujuan-tujuan moral sosial umum, yang disaring dari ayat-ayat
spesifik tersebut dalam sinaran latar belakang historis dan rationes
legis yang sering dinyatakan. Dalam proses ini, perhatian harus
diberikan kepada arah ajaran al-Qur;an sebagai suatu keseluruhan
sehingga setiap arti tertentu yang difahami, setiap hukum yang
dinyatakan, dan setiap tujuan yang dirumuskan koheren dengan
yang lainnya. Hal ini karena ajaran al-Qur’an tidak mengundang
kontradiksi, semuanya padu, kiohesif, dan konsisten.
7
politik, dan etika menghadapi perubahan zaman yang cepat? Sementara Islam sendiri
menurut pemahaman Rahman harus diarahkan pada kehidupan nyata dan mempunyai
dampak sosial yang besar. Dalam upaya menjawab pertanyaan itu,8
8
Ahmad Labib Majdi, Metodologi Pembaruan Neomodernisme dan Rekonstruksi Pemikiran Islam Fazlur
Rahman, Nalar: Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019
8
mampu melakukan transformasi diri dengan sikap terbuka untuk belajar dan menggali
kearifan agama dan tradisi lain.
Geofrey Parrinder menyatakan bahwa sikap yang tidak dihargainya Yesus dan
Injil sebagianyya dipengaruhi oleh penafsiran-penafsiran belakangan, sehingga
menimbulkan kontroversi berkepanjangan yang membuat agama kita lebih tampak
sebagai lawan daripada kawan. Sikap-sikap permusuhan dan saling salah paham ini
sudah saatnya ditinggalkan karena kita hidup sebagai tetangga dalam dunia yang satu.
Kalau begitu maka perlu dikembangkan sebuah model penafsiran Qur’n yang mampu
berempati dan memiliki apresiasi terhadap keimanan yang lain. Penafsiran model
iniah yang nampaknya dikehendaki oleh Rahman.
Memang penafsiran Rahman mensyaratkan sikap terbuka, kritis dan empati
terhadap agama lain selain “agama kita”. Dan itulah suatu sikap ilmiah yang perlu
dikembangka terus menerus. Tanpa sikap seperti ini mustahil kita dapat hidup
berdampingan secara damai dengan para pemeluk agama lain. Atau mungki kita
malah menindas para pemeluk agama lain demi dan atas nama “membela agama kita”
Sikap mempertahankan agama dengan cara menindas dan mengorbankan
pemeluk agama lain ini bagaimanapun masih terjadi diberbagai belahan dunia hingga
saat sekarang ini. Kalau demikian pernyataan yang muncul ialah apakah Islam sebuah
agama yang secara kebahasaan berarti perdamaian mengajarkan dan mendukung
penindasan dan kekerasan terhadap agama lain? tentu tidak.
Hanya saja mengikuti penafsiran Rahman yang lebih menekankan esensi dan
substansi ajaran Islam, orangpun mungkin bertanya untuk mendapat jaminan
keselamatan, apakah seorang dari kalangan ahli Kitab cukup masuk Islm secara
substansial saja dan meninggalkan formalitas agama? Kalau masuk Islam itu tidak
perlu formalitas dan hanya cukup yang substnsial saja, bagaimana dengan konsep
dakwah? Apakah kita masih perlu mengajak orang lain untuk memeluk agama kita?
Semua ini akan kembali pada asumsi dasar Rahman memandang Islam dari bentuk
formalnya atau dari sudut esensial-substansial. Tampaknya Rahman cenderung pada
sudut pandang yang terakhir ini sehingga ia sering kali kurang respek terhadap
bentuk-bentuk formal, seperti dalam kasus kiblat.
Kritik kedua yang dapat diajukan adalah apakah jaminan keselamatan bagi
ahli Kitab itu hanya untuk sebagian kecil dari sekte-sekte ahli Kitabyang masih
beregang teguh pada tradisi Ibrahim atau untuk seluruh ahli Kitab. Dalam persoalan
ini , Rahman tidak mengatakanya dengan dengan tegas. Padahal pujian Qur’an hanya
9
tertuju pada sebagian kecil saja. Hal ini dibuktikan dengan beberapa redaksi Quran
yang menggunaka kata min ahli kitab (sebagia dari ahli kitab) dan redaksi-redaksi lain
yang senada. Kalau demikian halnya, maka jaminan kselamatan itu tidak dapat
dipukul rata, selai itu ayat yang mengandung jaminan akan keselamatan ahli Kitab
diletakkan dalam konteks pengecualia dan dengan demikian berarti bahwa yang
mendapatkan keselamatan diantara mereka juga hanya sebagian kecil saja.
Kritik ketiga juga dapat diajukan terhadap pernyataan Rahman, walaupu hanya
secara sepintas, bahwa ahli Kitab tidak hanya terbatas pada kaum Yahudi dan Kristen,
karena menurut Rahman berdasarkan ayat Qur’an, disetiap kaum pasti ada pembawa
berita, mendengar pandangan semacam ini seorang Muslim dapat bertanya apakah
dengan demikian seluruh pemeluk agama selain Islam termasuk dalam kategori ahli
kitab? Dengan kata lain, seluruh agama selai Islam adala termasuk ahli kitab. Kiranya
untuk mendukung klaim ini masih diperlukankajian dan penelitian yang lebih jauh
lagi.9
Kelebihan dari teori double movement yaitu dilihat dari sisi metodologis dan
penekanan objektivitas. Kelebihan sisi metodologis ini membuat produk
pemikirannya bisa diterima dan dipertanggung jawabkan do hadapan ajaran agama
dan ilmu. Pencapaian objektivitas produk penfsiran yang ingin dicapai oleh Rahman
mempunyai nilai positif untuk menghindari otoritarianisme dan kesewenang-
wenangan penafsir dalam menafsirkan. Dari kelebihan ini maka secar teoritis, ide
Rahman ini bisa dijadikan sebagai landasan berkehidupan bagi manusia modern agar
tetap survive di tengah dinamika zaman yang semakin dahsyat tetapi mengedepankan
moralitas Al-Qur’an.
9
Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontempore Wacana Baru berbagai Metodologi
Tafsir, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002), cet 1, h.60
10
Pemikiran Rahman di Indonesia telah masuk pada tubuh pemikiran para pemikir
Indonesia, seperti Nurcholis Madjid, Syafii Maarif, Munawir Syadzali, Bakhtiar
Effendi, dan lain-lain.
2. Kekurangan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
10
Ulya, dalam jurnal Heurmenetika Double Movement Fazlur Rahman: Menuju Penepatan Hukum Bervisi Etis
11
Metodologi yang ditawarkan Fazlur Rahman dalam penafsiran Al-Qur’an secara
sistematis adalah ‘gerakan ganda’ (double movement) yaitu dari masa kekinian ke masa Al-
Qur’an, dengan pendekatan ‘sosio historis’ dan ‘sintetis logis’
Pemikiran Fazlur Rahman ini dalam kajian pemikiran Islam kontemporer memiliki
arti, diantaranya:
12