Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makalah ini berusaha untuk memaparkan pemikiran Fazlur Rahman sebagai
seorang tokoh pemikiran Islam kontemporer. Karena itu, sifat dari tulisan ini bersifat
informatif. Fokus utama dari tulisan ini tentunya hal-hal yang berkaitan dengan tokoh
Fazlur Rahman dan teorinya yakni Double Movement.
Alasan kami ingin memaparkan tokoh cendekiawan muslim ini adalah untuk
menggali informasi sebanyak-banyaknya mulai dari biografi hingga pemikiran serta
metode Double Movement yang dibuatnya. Karena kami mengetahui metode ini
banyak yang sudah memakai ketika hendak menganalisis penafsiran. Namun tak lain
pula ada beberapa tokoh yang menganggap bahwa metode ini juga mempunyai
kekurangan dalam pengaplikasiannya.
Dalam kancah dunia khazanah keilmuan dalam agama Islam, Fazlur Rahman
masuk dalam kategori tokoh cndekiawan muslim yang hiup pada era kontemporer.
Tentunya pembahasan selanjutnya akan dibahas dalam makalah ini dan akan dibataasi
dengan beberapa rumusan masalah yang akan disebutkan pada poin selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dari Fazlurrahman?
2. Bagaimana latar belakang munculnya pemikiran Fazlurrahman?
3. Bagaimana pokok-pokok pemikiran dan metode penafsiran oleh Fazlurrahman?
4. Bagaimana komentar para ulama dan intelektual dari Fazlurrahman?
5. Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari pemikiran Fazlurrahman?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi dari Fazlurrahman.
2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya pemikiran Fazlurrahman.
3. Untuk mengetahui pokok pemikiran serta metode penafsiran Fazlurrahman
4. Untuk mengetahui komentar para ulama dan intelektual Fazlurrahman.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekuran dari pemikiran Fazlurrahman.1

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi
1. Riwayat Hidup

Fazlur Rahman lahir di India Britania, di satu daerah yang kini menjadi bagian dari
Pakistan, pada 21 September 1919 dan meninggal di Chicago, pada 26 Juli 1988. Ketika
wafat, beliau adalah Harold H. Swift Distinguished Service Professor of Islamic Thought
di department of Near Eastern Languages and Civilizations, University of Chicago,
tempatnya bekerja sejak 1969. 1

Pada 1983, Rahman dianugerahi Giorgio Levi Della Vida Medal in Islamic Studies
atas karyanya di bidang agama, filsafat, dan hukum Islam.2

Beberapa pemikir juga muncul dari daerah ini, seperti Syah Waliyullah al-Dahlawi,
Sayyid Ahmad Khan, Amir Alidan M. Iqbal. Karena itu tidak mengherankan bila Rahman
berkembang menjadi seorang pemikir bebas. Meskipun ia dibesarkan di keluarga dengan
1
Fazlur Rahman, Islam: Sejarah Pemikiran dan Peradaban, Penerjemah: M. Irsyad Rafsadie, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2017), cet 1, h.IX
2
Fazlur Rahman, Islam: Sejarah Pemikiran dan Peradaban, Penerjemah: M. Irsyad Rafsadie, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2017), cet 1, h.IX

2
tradisi madzhab Hanafi, sebuah madzhab sunni yang bercorak lebih rasionalis, karena
lebih menggunakan ra’y daripada riwayat (hadits), bila dibandingkan tiga madzhab besar
lainnya, Maliki, Syafi’I dan Hanbali, tetapi sejak berumur belasan tahun, Rahman telah
melepaskan diri dari ikatan-ikatan madzhab-madzhab sunni dan mengembangkan
pemikiran secara beb, Maliki, Syafi’I dan Hanbali, tetapi sejak berumur belasan tahun,
Rahman telah melepaskan diri dari ikatan-ikatan madzhab-madzhab sunni dan
mengembangkan pemikiran secara bebas.3

2. Perjalanan Intelektual
Disamping memperoleh pendidikan secara formal di Madrasah, ia juga
menerima pelajaran agama secara khusus dari ayahnya yang berasal dari Deoband,
sebuah madrasah terkenal di anak benua Indo-Pakistan.4

Setelah mendalami kajian-kajian keislaman tradisonal secara formal maupun informal


di masa mudanya, beliau melanjutkan studi di Universitas Punjab di Lahore hingga
mendapat gelar M.A. Dalam bahasa Arab pada 1942. Selepas lulus, beliau bekerja disana
sebagai peneliti selama 3 tahun. Dan disanalah beliau mulai mengembangkan beberapa
aspek khas dari pemikirannya kemudian. Masa itu adalah masa yang genting dan penuh
guncangan dalam sejarah sub-kontinen India mengingat Liga Muslim India terus
mendesak pemerintah colonial Britania untuk membentuk Negara Muslim terpisah di
India. Pada 1946 setahun sebelum pemisahan dan pembentukan Pakistan Rahman
meninggalkan India Britania untk melanjutkan studinya di Inggris.

Pada 1949 beliau memperoleh gelar D.Phil. dari oxford University atas disertasinya
mengenai ahli kedokteran dan filsuf abad ke-11, Ibn Sina atau yang dikenal di Barat
sebagai Avicenna. Beliau memulai karier mengajarnya pada 1950 sebagai dosen studi
Persia dan filsafat Islam di Durham University, Inggris. Tetapi kecuali periode 1961
hingga 1968 masa-masa kesarjanaan beliau yang paling produktif adalah ketika di
Amerika Utara. Pada 1958, beliau diangkat sebagai associate professor pada Institute of
Islamic Studies di McGill University di Montreal, yang dijabatnya selama 3 tahun. Pada
1961, Rahman diminta sebagai professor tamu pada Central Institute of Islamic Research

3
Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontempore Wacana Baru berbagai Metodologi
Tafsir, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002), cet 1, h.44
4
Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontempore Wacana Baru berbagai Metodologi
Tafsir, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002), cet 1, h.44

3
oleh Presiden Pakistan, Ayub Khan. Tahun berkutnya, beliau menjabat direktur pusat
studi tersebut, sambil merangkap Dewan Penasihat Ideologi Islam. 5

B. Pokok-Pokok Pikiran/Paradigma/metode Penafsiran


1. Pokok-pokok pikiran

Metodologi yang ditawarkan Fazlur Rahman dalam penafsiran Al-Qur’an secara


sistematis adalah ‘gerakan ganda’ (double movement) yaitu dari masa kekinian ke masa
Al-Qur’an, dengan pendekatan ‘sosio historis’ dan ‘sintetis logis’. Pendekatan historis
disertai dengan pendekatan sosiologis, yang khusus memotret kondisi sosial yang terjadi
pada masa Al-Qur’an diturunkan. Gerakan ganda adalah masuk ke akar sejarah untuk
menemukan ideal moral suatu ayat dan membawa ideal moral itu ke dalam konteks
kekinian. Pendekatan ini digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat hukum. Sedangkan
sintetis-logis adalah pendekatan yang membahas suatu tema dengan cara mengevaluasi
ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang dibahas. Pendekatan ini digunakan untuk
menafsirkan ayat-ayat metafisis-teologis. Jelas, disini ditekankan keterpaduan wahyu.
Dengan ijtihadnya tersebut sesungguhnya Fazlur Rahman telah berjasa besar dalam
merumuskan sebuah pemikiran Islam yang sistematis dan komprehensif.

Pemikiran Fazlur Rahman ini dalam kajian pemikiran Islam kontemporer


memiliki arti, diantaranya:

1. Menawarkan metodologi baru dalam pengembangan keilmuan Islam yakni


metode kritis dengan pendekatan dengan pendekatan kritik sejarah pemikiran
dan hermeneutic Al-Qur’an. Dalam hermeneutic Fazlur Rahman memadukan
akar tradisional Islam dengan hermeneutiK Barat modern. Dinamakan
hermeneutik Al-Qur’an karena hermeneutic ini difungsikan sebagai alat untuk
menafsirkan kitab suci Al-Qur’an.
2. Perubahan paradigma dari metafisik-teologis kepada etis-antropologis.
Menegakkan etika sosial dalam Islam modern. Pergeseran paradigma dari
wilayah metafisik-teologis ke wilayah etis-antropologis merupakan
pembaharuan atas tujuan etis dan tujuan yang akan mengangkat harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk luhur.
3. Fazlur Rahman berupaya mereformulasi hakikat teologi Islam yang
memperluas diskursus-diskursurnya yang dapat menumbuhkan moralitas atau
5
Fazlur Rahman, Islam: Sejarah Pemikiran dan Peradaban, Penerjemah: M. Irsyad Rafsadie, (Bandung: Mizan
Pustaka, 2017), cet 1, h.X

4
sistem nilai etika untuk membimbing dan menanamkan dalam diri manusia
agar memiliki tanggung jawab moral dan memiliki kegunaan dalam agama.6
2. Metode penafsiran
Hermeneutika double movement merupakan salah satu terapan teori
hermeneutika dalam penafsiran al- Qur’an yang dirumuskan oleh Fazlur
Rahman. Ia mendasarkan bangunan hermeunetiknya pada konsepsi teoritik
bahwa yang ingin dicari dan di aplikasikan dari al-Qur’an di tengah-tengah
kehidupan manusia adalah bukan dalam kandungan makna literalnya tetapi
lebih pada konsepsi pandangan dunianya (weltanschauung).
Dalam perspektif inilah Rahman secara tegas membedakan antara legal
spesifik al-Qur’an yang memunculkan aturan, norma hukum-hukum akibat
pemaknaan literal al-Qur’an dengan ideal moral yakni ide dasar atau bacic
ideas al-Qur’an yang diturunkan sebagai rahmat bagi alam, yang
mengedepankan nilai-nilai keadilan (adalah), persaudaraan (akhawah), dan
kesetaraan (masawah). Menurut Rahman bahwa memahami kandungan al-
Qur’an haruslah mengedepankan nilai-nilai moralitas atau bervisi etis. Nilai-
nilai moralitas dalam Islam harus berdiri kokoh berdasarkan ideal moral al-
Qur’an diatas . nilai-nilai dimaksud adalah monoteisme dan keadilan.
Kritik Rahman diarahkan kepada para penulis tafsir al-Qur’an.
menurutnya dalam membahas al-Qur’an sebagian besar para penulis muslim
mengambil dan menerangkan ayat demi ayat. Disamping kenyataan bahwa
hamper semua penulisan itu dilakukan untuk membela sudut pandang tertentu,
prosedur penulisan itu sendiri tidak dapat mengemukakan pandangan al-
Qur’an yang kohesif terhadap alam semesta dan kehidupan. Diwaktu-waktu
terakhir ini penulis muslim maupun penulis non muslim telah menciptakan
aransemen-aransemen yang topical terhadap ayat-ayat al-Qur’an. walaupum
dalam berbagai hal, terutama sewaktu Rahman masih hidup tidak ada
manfaatnya bagi orang-orang yang ingin memahami pandangan al-Qur’an
mengenai Tuhan, manusia dan masyarakat oleh karena itu Rahman berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut dengan memperkenalkan tema-tema pokok
dalam al-Qur’an pada karyanya Major Themes of The Qur’an (1980).
Berangkat dari kritik yang ia lontarkan ini kemudian dijawabnya
sendiri dengan menawarkan metode penafsiran al-Qur’an yang bervisi etis,
6
Budi Harianto, dalam jurnal Tawaran Metodologi Fazlur Rahman Dalam Teologi Islam, h 295

5
dengan mengedepankan weltanschauung al-Qur’an. dengan metode ini, ia
sangat berkepentingan untuk membangun kesadaran dunia Islam akan
tanggung jawab sejarahnya dengan fondasi moral yang kokoh berbasis al-
Qur’an sebagai sumber ajaran moral yang paling sempurna harus difahami
secara utuh dan padu. Pemahaman utuh dan padu ini harus dikerjakan melalui
suatu metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara agama dan ilmu.
Menurut Rahman tanpa suatu metode yang akurat dan benar, pemahaman
terhadap al-Qur’an boleh jadi akan menyesatkan, apalagi bila didekati secara
parsial dan atomistic. Pernyataan ini kemudian juga disadari dan disepakati
oleh Nasarudin Umar, seorang yang saat ini sangat berkompeten dibidang
tafsir khususnya yang berspektif gender, menyatakan bahwa
“…ketidakmewadahinya metodologi penafsiran yang digunakan, trend
metode tafsir tahlili atau tajzi’I, ijmali, dan muqaran ternyata dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an cenderung bersifat parsial, atomistic dan
tidak holistic sehingga tidak dapat menangkap weltanschauung al-Qur’an.
Metodologi penafsiran al-Quran yang utuh dan padu, yang dia
tawarkan, dikenal dengan hermeneutika double movement. Sebagaimana telah
disinggung diatas bahwa hermeneutika double movement adalah metode
penafsiran yang memuat didalamnya 2 (dua) gerakan, gerakan pertama
berangkat dari situasi sekarang menuju kesituasi masa al-Qur’an diturunkan
dan gerakan kedua kembali lagi, yakni dari situasi masa al-Qur’an diturunkan
menuju masa kini, yang ini akan mengandaikan progresivitas pewahyuan.
Gerakan pertama dalam proses atau metode penafsiran ini terdiri dari
dua (2) langkah, yaitu:
1. Langkah pertama, yakni tatkala seorang penafsir akan memecahkan
masalah yang muncul dari situasi sekarang, penafsir seharusnya
memahami arti atau makna dari satu ayat dengan mengkaji situasi
atau masalah historis dimana ayat al-Qur’an tersebut merupakan
jawabannya. Tentu saja sebelum mengkaji ayat-ayat spesifik dalam
sinaran situasi-situasi spesifiknya maka suatu kajian mengenai
situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat-
istiadat, lembaga-lembaga bahkan mengenai kehidupan secara
menyeluruh di Arabia dengan tidak mengesampingkan peperangan
Persia-Byzantium harus dilaksanakan

6
2. Mengeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik tersebut dan
menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki
tujuan-tujuan moral sosial umum, yang disaring dari ayat-ayat
spesifik tersebut dalam sinaran latar belakang historis dan rationes
legis yang sering dinyatakan. Dalam proses ini, perhatian harus
diberikan kepada arah ajaran al-Qur;an sebagai suatu keseluruhan
sehingga setiap arti tertentu yang difahami, setiap hukum yang
dinyatakan, dan setiap tujuan yang dirumuskan koheren dengan
yang lainnya. Hal ini karena ajaran al-Qur’an tidak mengundang
kontradiksi, semuanya padu, kiohesif, dan konsisten.

Gerakan kedua, ajaran-ajaran yang bersfat umum dibutuhkan


(embodied) dalam konteks sosio historis yang kongkret pada masa
sekarang. Ini sekali lagi memerlukan kajian yang cermat atas situasi
sekarang. Ini sekali lagi memerlukan kajian yang cermat atas situasi
sekarang dan analisis berbagai unsur-unsur komponennya sehingga
kita bisa menilai situasi sekarang dan mengubah kondisi yang sekarang
sejauh diperlukan dan menentukan prioritas-prioritas baru untuk bisa
mengimplementasikan nilai-nilai al-Qur’an secara baru pula.7

C. Latar Belakang munculnya pemikiran


Rahman Sebagai salah seorang intelektual muslim yang teramat kritis terhadap
tradisi pemikiran Islam dan juga kajian Barat, merumuskan sebuah metodologi
pembaruan yang dikenal dengan double movement (gerakan ganda). Rahman
berpandangan bahwa setiap bidang pemikiran Islam, yakni teologi, filsafat, dan
tasawuf, memiliki historisitas dan relevansinya masing-masing. Dengan menunjukkan
dinamika internal kalangan muslim awal, Rahman berpandangan, suatu tradisi
pemikiran Islam yang terlepas dari akar historis dan relevansinya dengan masyarakat
dianggap sebagai suatu bentuk yang tidak autentik (Madjid, 1993:23-24). Oleh karena
itu, untuk menjawab tantangan perubahan situasi zaman dan kondisi masyarakat,
tradisi pemikiran Islam yang dinamis, sebagaimana pada periode klasik dan
pertengahan, perlu terus dipertahankan dan dikembangkan sedemikian rupa. Atas
dasar fenomena kemunduran Islam yang disertai kemunculan gerakan Islam, muncul
sebuah pertanyaan penting yaitu bagaimana Islam sebagai warisan agama, budaya,
7
Ulya, dalam jurnal Heurmenetika Double Movement Fazlur Rahman: Menuju Penepatan Hukum Bervisi Etis

7
politik, dan etika menghadapi perubahan zaman yang cepat? Sementara Islam sendiri
menurut pemahaman Rahman harus diarahkan pada kehidupan nyata dan mempunyai
dampak sosial yang besar. Dalam upaya menjawab pertanyaan itu,8

D. Komentar para Ulama dan Intelektual terhadap Fazlur Rahman


Penafsiran Rahman terhadap ayat-ayat ahli kitab adalah sebuah penafsiran
inklusif yang mencoba memberikan angina segar terhadap kalangan ahli Kitab karena
selama ini para pakar tafsir dengan berbagai teori dan argument mereka seolah telah
menutup kemungkinan keselamatan bagi ahli kitab. Apalagi Rahman secara tegas
menyatakan bahwa ahli Kitab akan mendapat jaminan keselamatan asal mereka
memenuhi persyaratan terentu, yang juga merupakan persyaratan bagi orang-orang
Islam. Ini artinya Rahman sungguh-sungguh mengapresiasi tradisi dan agama lain
sama seperti ia mengapresiasi agamanya sendiri serta memandang kebenaran agama
pada dtaran relative sehingga dalam setiap agama mengandng kemungkinan adanya
kebenaran.
Kalau Qur’an sendiri menolak klaim eksklusif dari kaum Yahudi dan Kristen,
maka umat Islam juga tidak berhak mengklaim hanya diri merekalah yang akan
mendapatkan keselamatan. Jika umat Islam mengklaim hanya mereka saja yang
berhak mendapat keselamatan, maka tentu tidak ada bedanyan dengan sikap eksklusif
ahli Kitab yang hanya mengakui kebenaran agamanya sendiri dan menolak kebenaran
agama yang dating kemudian, yakni Islam.ini merupakan implikasi dari ayat-ayat
Qur’an yang menganggap agama dn kenabian adalah satu dan bersumber dari yang
tunggal. Oleh karena itu setiap pemeluk harus mengakui setiap agama dan seluruh
Nabi sebagai sumber dari kebenaran Ilahi tanpa membeda-bedakanya, karena seperti
dikatakan Rahman, mengingkari seorang Nabi, apakah itu Musa, Isa atau Muhamad,
berarti mengingkari seluruh kenabian.
Penafsiran semacam ini, terlepas dari banyaknya kalangan yang tidak
menyetujuinya karena berbeda dan bahkan bertentangan dengan penafsiran para pakar
tafsir klasik, mut;ak diperlukan di zaman yang menghendaki para penganut agama
untk tidak hanya melakukan dialog antar agama agar dapat dicapai suatu titik temu
sehinga dpat hidup berdampingan secara damai dengan agama lain, tetapi juga harus

8
Ahmad Labib Majdi, Metodologi Pembaruan Neomodernisme dan Rekonstruksi Pemikiran Islam Fazlur
Rahman, Nalar: Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam Vol. 3, No. 1, Juni 2019

8
mampu melakukan transformasi diri dengan sikap terbuka untuk belajar dan menggali
kearifan agama dan tradisi lain.
Geofrey Parrinder menyatakan bahwa sikap yang tidak dihargainya Yesus dan
Injil sebagianyya dipengaruhi oleh penafsiran-penafsiran belakangan, sehingga
menimbulkan kontroversi berkepanjangan yang membuat agama kita lebih tampak
sebagai lawan daripada kawan. Sikap-sikap permusuhan dan saling salah paham ini
sudah saatnya ditinggalkan karena kita hidup sebagai tetangga dalam dunia yang satu.
Kalau begitu maka perlu dikembangkan sebuah model penafsiran Qur’n yang mampu
berempati dan memiliki apresiasi terhadap keimanan yang lain. Penafsiran model
iniah yang nampaknya dikehendaki oleh Rahman.
Memang penafsiran Rahman mensyaratkan sikap terbuka, kritis dan empati
terhadap agama lain selain “agama kita”. Dan itulah suatu sikap ilmiah yang perlu
dikembangka terus menerus. Tanpa sikap seperti ini mustahil kita dapat hidup
berdampingan secara damai dengan para pemeluk agama lain. Atau mungki kita
malah menindas para pemeluk agama lain demi dan atas nama “membela agama kita”
Sikap mempertahankan agama dengan cara menindas dan mengorbankan
pemeluk agama lain ini bagaimanapun masih terjadi diberbagai belahan dunia hingga
saat sekarang ini. Kalau demikian pernyataan yang muncul ialah apakah Islam sebuah
agama yang secara kebahasaan berarti perdamaian mengajarkan dan mendukung
penindasan dan kekerasan terhadap agama lain? tentu tidak.
Hanya saja mengikuti penafsiran Rahman yang lebih menekankan esensi dan
substansi ajaran Islam, orangpun mungkin bertanya untuk mendapat jaminan
keselamatan, apakah seorang dari kalangan ahli Kitab cukup masuk Islm secara
substansial saja dan meninggalkan formalitas agama? Kalau masuk Islam itu tidak
perlu formalitas dan hanya cukup yang substnsial saja, bagaimana dengan konsep
dakwah? Apakah kita masih perlu mengajak orang lain untuk memeluk agama kita?
Semua ini akan kembali pada asumsi dasar Rahman memandang Islam dari bentuk
formalnya atau dari sudut esensial-substansial. Tampaknya Rahman cenderung pada
sudut pandang yang terakhir ini sehingga ia sering kali kurang respek terhadap
bentuk-bentuk formal, seperti dalam kasus kiblat.
Kritik kedua yang dapat diajukan adalah apakah jaminan keselamatan bagi
ahli Kitab itu hanya untuk sebagian kecil dari sekte-sekte ahli Kitabyang masih
beregang teguh pada tradisi Ibrahim atau untuk seluruh ahli Kitab. Dalam persoalan
ini , Rahman tidak mengatakanya dengan dengan tegas. Padahal pujian Qur’an hanya

9
tertuju pada sebagian kecil saja. Hal ini dibuktikan dengan beberapa redaksi Quran
yang menggunaka kata min ahli kitab (sebagia dari ahli kitab) dan redaksi-redaksi lain
yang senada. Kalau demikian halnya, maka jaminan kselamatan itu tidak dapat
dipukul rata, selai itu ayat yang mengandung jaminan akan keselamatan ahli Kitab
diletakkan dalam konteks pengecualia dan dengan demikian berarti bahwa yang
mendapatkan keselamatan diantara mereka juga hanya sebagian kecil saja.
Kritik ketiga juga dapat diajukan terhadap pernyataan Rahman, walaupu hanya
secara sepintas, bahwa ahli Kitab tidak hanya terbatas pada kaum Yahudi dan Kristen,
karena menurut Rahman berdasarkan ayat Qur’an, disetiap kaum pasti ada pembawa
berita, mendengar pandangan semacam ini seorang Muslim dapat bertanya apakah
dengan demikian seluruh pemeluk agama selain Islam termasuk dalam kategori ahli
kitab? Dengan kata lain, seluruh agama selai Islam adala termasuk ahli kitab. Kiranya
untuk mendukung klaim ini masih diperlukankajian dan penelitian yang lebih jauh
lagi.9

E. Kelebihan dan Kekurangan


1. Kelebihan

Kelebihan dari teori double movement yaitu dilihat dari sisi metodologis dan
penekanan objektivitas. Kelebihan sisi metodologis ini membuat produk
pemikirannya bisa diterima dan dipertanggung jawabkan do hadapan ajaran agama
dan ilmu. Pencapaian objektivitas produk penfsiran yang ingin dicapai oleh Rahman
mempunyai nilai positif untuk menghindari otoritarianisme dan kesewenang-
wenangan penafsir dalam menafsirkan. Dari kelebihan ini maka secar teoritis, ide
Rahman ini bisa dijadikan sebagai landasan berkehidupan bagi manusia modern agar
tetap survive di tengah dinamika zaman yang semakin dahsyat tetapi mengedepankan
moralitas Al-Qur’an.

Keunggulan metode Rahman ini telah menarik perhatian dan mengilhami


pemikiran para pemikir Islam setelahnya, di antaranya adalah Amina Wadud Muhsin
yang dengan terus terang menggunakan metode Rahman ini untuk memecahkan
problem gender dalam Al-Qur’an. Ia menyatakan bahwa “I attempt to use the method
of Quranic interpretation proposed by Fazlur Rahman” (Muhsin,1998: 129).

9
Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi Al-Qur’an Kontempore Wacana Baru berbagai Metodologi
Tafsir, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002), cet 1, h.60

10
Pemikiran Rahman di Indonesia telah masuk pada tubuh pemikiran para pemikir
Indonesia, seperti Nurcholis Madjid, Syafii Maarif, Munawir Syadzali, Bakhtiar
Effendi, dan lain-lain.

2. Kekurangan

Karya Rahman ini juga memiliki kelemahan, di antaranya berangkat dari


keinginan objektivitas yang telah dikedepankan di atas justru Rahman sendiri pada
akhirnya terjebak dalam subjektivitas, yakni tatkala menetapkan muatan ideal moral
Al-Qur’an, Rahman tak pernah menjelaskan dirunut dari mana dan bagaimana
caranya. Lagi pula tatkala dihadapkan dengan konsep dasar hermeneutika, soal
objektivitas penafsiran itu sangat debatable. Beberapa tokoh seperti Schleiermacher
dan Dilthey menyatakan mungkin mencapai objektivitas dengan cara mengetahui
aspek psikologis (Palmer, 1969:88) dan historis pengarangnya, (Sumaryono, 1999:49)
tetapi menurut Gadamer, (Warnke, 1987: 102) Habernas, (Tim Redaksi Driyarkara,
1993/1994: 40) bahwa pencapai objektifitas adalah non sense.10

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

10
Ulya, dalam jurnal Heurmenetika Double Movement Fazlur Rahman: Menuju Penepatan Hukum Bervisi Etis

11
Metodologi yang ditawarkan Fazlur Rahman dalam penafsiran Al-Qur’an secara
sistematis adalah ‘gerakan ganda’ (double movement) yaitu dari masa kekinian ke masa Al-
Qur’an, dengan pendekatan ‘sosio historis’ dan ‘sintetis logis’

Pemikiran Fazlur Rahman ini dalam kajian pemikiran Islam kontemporer memiliki
arti, diantaranya:

1. Menawarkan metodologi baru dalam pengembangan keilmuan Islam yakni


metode kritis dengan pendekatan dengan pendekatan kritik sejarah pemikiran dan
hermeneutic Al-Qur’an
2. Perubahan paradigma dari metafisik-teologis kepada etis-antropologis.
Menegakkan etika sosial dalam Islam modern.
3. Fazlur Rahman berupaya mereformulasi hakikat teologi Islam yang memperluas
diskursus-diskursurnya yang dapat menumbuhkan moralitas atau sistem nilai etika

12

Anda mungkin juga menyukai