Anda di halaman 1dari 103

ERPANGIR KU LAU ETNIK BATAK KARO :

KAJIAN SEMIOTIKA BUDAYA

SKRIPSI

DISUSUN OLEH

NAMA : NOVENDRI DADIK

NIM : 130703009

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Erpangir Ku Lau Etnik Batak Karo : Kajian


Semiotika Budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan-
tahapan upacara adat Erpangir Ku Lau, bentuk, fungsi, dan makna simbol yang
terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau. Teori yang digunakan untuk
menganalisis adalah teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders
Pierce. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif.
Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1) terdapat 3 tahapan
yang dilakukan oleh etnik Karo pada saat melaksanakan upacara adat Erpangir
Ku Lau, adapun tahapan-tahapan itu adalah : penentuan tempat dan tanggal,
persiapan,dan pelaksanaan, (2) terdapat 23 bentuk simbol pada upacara adat
Erpangir Ku Lau, terdiri dari 5 kategori yaitu simbol peralatan atau perlengkapan,
simbol sajian dan makanan, simbol penanda status, simbol waktu, dan simbol
tarian (3) 26 fungsi simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau,
terdiri dari 5 kategori yaitu fungsi simbol ekspresif, fungsi simbol direktif, fungsi
simbol lomisif, fungsi simbol representatif, fungsi simbol deklaratif (4) 26 makna
simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau, terdiri dari 2 kategori
yaitu makna denotasi dan makna konotasi.

Kata Kunci : Erpangir Ku Lau, Simbol Semiotika.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat dan kasih karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Judul skripsi adalah Erpangir Ku Lau Etnik Batak Karo : Kajian

Semiotika Budaya, penulis memilih judul skripsi ini dengan alasan karena

judul tersebut adalah suatu ritual budaya etnik Karo yang unik dan menarik

untuk diteliti. Penulis membuat skripsi ini dengan harapan pembaca dapat

memahami dengan kajian yang akan diselesaikan oleh penulis. Untuk

memudahkan pembaca memahami tentang apa saja yang akan dibahas dalam

skripsi ini dimulai dari :

BAB I merupakan pendahuluan. Pada bab ini, penulis menguraikan

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat

penelitian.

BAB II merupakan tinjuan pustaka, yang mencakup kepustakaan yang

relevan dan teori yang digunakan.

BAB III merupakan metode penelitian, yang terdiri dari : metode

dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitia, metode

pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV merupakan hasil penelitian dan merupakan pembahasan dari

masalah yang ada pada rumusan masalah.

BAB V merupakan kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan

penelitian.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penulis menyadari hasil penelitian ini belum sempurna dan memilki

banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan kerendahan hati penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan hasil

penelitian ini.

Medan, Februari 2020


Penulis,

Novendri Dadik
NIM : 130703009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENARUH

Alu meteruk ukur bujur ras mejuah-juah ibas pemasu-masu Tuhan si

enggo mereken penampat man penurat guna ndungi skripsi enda.

Judul skripsi enda emekap Erpangir Ku Lau etnik Batak Karo : Kajian

Semiotika Budaya, penurat milih judul skripsi e erkiteken judul e merupaken

ritual adat Karo si unik ras jarang i teliti. Mbera arah penulisen skripsi e simbaca

bancingakai alu kajian si enggo ibahan penurat. Guna nukahken pengangkan

kerna skripsi enda i mulai arah :

BAB I emekap pendahuluan, i bas bab enda penurat mbahas latar belakang

masalah, rumusen masalah, tujuan penelitin, ras manfaat penilitin.

BAB II emekap tinjaua pustaka si ncakup kepustakaan si relevan ras teori

si igunaken.

BAB III emekap metode penelitian, si i bagi ibas : metode dasar, lokasi

penelitin, sumber data penelitin, instrumen penelitin, metode pengumpulen data,

ras metode analisis data.

BAB IV emekap hasil penelitin ras pembahasen arah masalah si lit ibas

rumusen masalah.

BAB V emekap kesimpulen ras saran arah pembahasen penelitin.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penurat ngakui mbue dengan kekurangan ras kelemahen si lit ibas skripsi

enda. Alu meteruk ukur penurat ngarapken kritik ras saran guna nempurnaken

hasil penelitian enda.

Medan, Februari 2020


Penurat,

Novendri Dadik
NIM : 130703009

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ktpenruh

alumeterku- Ukru- bujru- rs- mejuah- juah- Ibs-

pemsumsutuhn- siae^gomerekne- penm- pt- mn- penurt-

gunn- du<is- k- rpi- siaen- djudlu- s- k- rpi- siaen-

daemekp- aer- p<ir- kulwuaet- nki- btk- krokjian-

semiaotikbudypenurt- milhi- judlu- s- k- rpi-

siaeare- tekne- judlu- aemerupken- ritual- adt-

krosiUnki- rs- jr^Itelitim- berarh- penulisne-

svkvrpi- aesim- bsbn- si<kaialukjian-

siae^goIbhn- penurt- gunnukh- kne- pe<^ktn- ker- ns-

k- rpi- siaen- dImulIarh- bb- Iaemekp- pne-

dhuluan- Ibs- bb- aen- dpenurt- m- bhs- ltr-

belk^mslh- rumusne- mslh- tujuan- penelitni- rs- mn-

pat- penilitni- bb- IIaemekp- tin- jwnpsu-

tkdin- saku- kepsu- tkan- sirelepn- rs-

teaorisiIgunkne- bb- IIIaemekp- metodepenelitin-

siIbgiIbs- metodedsr- lksipenelitni- sum- bre-

dtpenelitni- In- s- t- rumne- penelitni- metodepe<um-

puln- dtrs- metodeanlissi- dtbb- IIIIaemekp-

hsli- penelitni- rs- pme- bhsne- arh- mslh- silti- Ibs-

rumusne- mslh- bb- IIIIIaemekp- rs- srn- arh- pme-

bhsne- penlitni- penurt- <kuIm- buwede<n- kekur<n-

rs- kelemhne- silti- Ibs- s- k- rpi- siaen-

dalumeterku- Ukru- penurt- <rp- kne- k- ritki- rs-

srn- gunmem- pru- kne- hsli- penelitni- aen- d

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


medn- peb- ruari2020

penurt-

nopne- d- riddki-

nmi- 130703009

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini, dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara, dan Prof. Drs. Mauly Purba, M.A.,Ph.D., Dra. Heristina

Dewi, M.Pd, Prof., Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku wakil dekan I,

II, dan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Sastra Batak

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Flansius Tampubolon, M.hum., selaku Sekretaris Program Studi Sastra

Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Jekmen Sinulingga, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberikan waktu, masukan, arahan, bimbingan serta saran dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Asriaty R.Purba, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis yang selalu memberikan masukan, saran serta bimbingannya kepada

penulis.

6. Alm. Pdt.Eko Suharso dan Frida Maryati Br Hutagalung, Amd.Kep selaku

orang tua yang merawat dan membesarkan penulis dari kecil, yang juga

merupakan motivator dan inspirasi terbesar penulis dalam menyelesaikan

studi, yang semasa hidupnya telah banyak berkorban dalam materi, tenaga,

pikiran dan telah banyak melimpahkan kasih sayang serta doa sehingga

penulis sampai pada penulisan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Fitalisya Sorta Risdianningtyas Silalahi, Dwinanda Kristo Abednego,

Novendra Bambang Triatmo selaku kakak, abang, dan saudara kembar

penulis yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam penulisan

skripsi ini.

8. Mami Risdo Saragih, S.S selaku motivator penulis yang selalu setia dalam

memberikan motivasi, waktu , dukungan dan doa kepada penulis sampai

pada penulisan skripsi ini.

9. Tio Anggreni Lumbanbatu, S.S selaku kekasih tersayang yang selalu

memberikan motivasi, dukungan ,waktu, perhatian dan dorongan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Sesil Laura Frida Sitompul, Darmila Andriani, Rikardo Nadeak selaku

sahabat yang sudah banyak memberi masukan dan saran serta motivasi

kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

11. Girson Tarigan, S.S, Aryanus Gea,S.S, Willy Chandra Pardede, S.S,

Tumbur Haryanto Naibaho, S.S, Subur Naibaho, S.S, dan abang kakak

stambuk 2010, 2011, 2012 yang saya tidak dapat sebut satu persatu selaku

senioran yang sudah penulis anggap sebagai saudara kandung penulis yang

selama ini selalu memberi motivasi dan arahan dalam perkuliahan serta

dalam penulisan skripsi ini.

12. Dewasa Silalahi, Deddy Rovindo Capah, Wendy Suwery Harahap, Teopilus

Purba, Michael T.Saragih, Dodi Sibarani dan teman-teman seperjuangan

Sastra Batak stambuk 2013 yang telah bersama-sama mulai dari semester

awal hingga akhir.

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13. Adik-adik stambuk 2014,2015,2017,2018,2019 yang penulis tidak dapat

sebut namanya satu persatu selaku teman penulis selama perkuliahan dan

memberikan semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah tulus

memberikan doa dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Medan, Februari 2020


Penulis,

Novendri Dadik
NIM : 130703009

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................... ii

KATA PENARUH .......................................................................... iv

Ktpenru .................................................................................. vi

UCAPAN TERIMA KASIH......................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1

1.1.Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah ..................................................................... 5

1.3.Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

1.4.Manfaat Penelitian .................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 7

2.1.Kepustakaan yang Relevan ....................................................... 7

2.1.1.Pengertian Erpangir Ku Lau .................................................. 9

2.1.2.Sistem Kepercayaan Tradisional Karo ................................... 9

2.1.3.Pengertian Semiotika ............................................................. 10

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.Teori yang Digunakan ............................................................... 13

BAB III METODE PENELITIAN .............................................. 18

3.1.Metode Dasar ............................................................................ 18

3.2.Lokasi Penelitian ....................................................................... 19

3.3.Sumber Data Penelitian ............................................................. 19

3.4.Instrumen Penelitian.................................................................. 19

3.5.Metode Pengumpulan Data ....................................................... 20

3.6.Metode Analisis Data ................................................................ 21

BAB IV PEMBAHASAN.............................................................. 23

Pengantar............................................................ ............................. 23

4.1.Tahapan Upacara Adat Erpangir Ku Lau........................... ...... 24

4.1.1.Penentuan Tanggal dan Tempat..................................... ........ 24

4.1.2.Persiapan ................................................................................ 26

4.1.3.Pelaksanaan Upacara Adat Erpangir Ku Lau ........................ 27

4.2.Bentuk Simbol Pada Upacara Adat Erpangir Ku Lau .............. 34

4.2.1.Bentuk Simbol Peralatan atau Perlengkapan ......................... 34

4.2.2.Bentuk Simbol Cibal-Cibalen (Sesajen) dan Makanan ......... 44

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.3.Bentuk Simbol Penanda Status .............................................. 52

4.2.4.Bentuk Simbol Waktu ............................................................ 53

4.2.5.Bentuk Simbol Tarian ............................................................ 55

4.3..Fungsi Simbol Pada Upacara Adat Erpangir Ku Lau ............ 56

4.3.1.Fungsi Simbol Peralatan atau Perlengkapan .......................... 58

4.3.2.Fungsi Simbol Cibal-Cibalen (Sesajen) dan makanan .......... 62

4.3.3.Fungsi Simbol Penanda Status ............................................... 64

4.3.4.Fungsi Simbol Waktu ............................................................. 65

4.3.5.Fungsi Simbol Tarian ............................................................. 65

4.4.Makna Simbol Pada Upacara Adat Erpangir Ku Lau ............... 67

4.4.1.Makna Simbol Peralatan atau Perlengkapan .......................... 68

4.4.2.Makna Simbol Cibal-Cibalen dan makanan .......................... 71

4.4.3.Makna Simbol Penanda Status ............................................... 75

4.4.4.Makna Simbol Waktu ............................................................ 76

4.4.5.Makna Simbol Tarian............................................................. 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ 77

5.1.Kesimpulan ............................................................................... 78

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2.Saran.......................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 80

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Etnik Batak merupakan salah satu dari sekian banyak suku yang ada di

Indonesia, yang memiliki pembagian lima kategori/ subetnis yang terdiri atas:

(1) Etnik Toba; (2) Etnik Karo; (3) Etnik Angkola/ Mandailing; (4) Etnik

Simalungung; (5) Etnik Pakpak yang bermukim di sekitar danau Toba,

Sumatera Utara

Etnik Karo adalah satu dari lima subetnis Batak yang sudah memiliki

upacara adat sendiri sejak dahulu. Daerah persebaran etnik Karo memiliki

letak geografis yang berbeda-beda, Karo Jahe yang terletak di Kabupaten

Langkat dan Karo Deli yang terletak di Kabupaten Karo. Namun, perbedaan

letak geografis tersebut tidak menimbulkan persoalan dalam tata cara

pelaksanaan kebudayaannya, karena pada umumnya kebudayaan itu masih

mempunyai unsur kesamaan yang sangat besar.

Pada etnik Karo memiliki kepercayaan tradisional yang disebut

sebagai pemena. Berbeda dengan agama-agama yang ada sekarang , penganut

pemena masih mempercayai roh-roh para leluhur dan masih melakukan

upacara ritual-ritual yang disebut dengan Erpangir Ku Lau. Biasanya upacara

adat atau ritual adat ini dipimpin atau dibimbing oleh guru/dukun yang

dipercaya memahami tata cara pelaksaan upacara adat atau ritual adat menurut

kepercayaan tradisional etnik Karo

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam etnik Karo ada beberapa upacara adat yang dilakukan dalam

kehidupan masyarakat yang dipimpin atau dibimbing oleh seorang guru/dukun

yang dipercaya memahami tatacara pelaksanaan upacara adat tersebut dan

didasari oleh kepercayaan tradisional etnik Karo dengan maksud dan tujuan

yaitu (1) mengucap terima kasih kepada Tuhan, (2) menghindari malapetaka,

(3) menyembuhkan suatu penyakit dan (4) mencapai maksud tertentu. Salah

satu diantara upacara adat itu adalah membersihkan diri (mandi) atau yang

sering disebut Erpangir Ku Lau. Upacara adat ini adalah salah satu upacara

adat yang masih dilakukan berdasarkan kepercayaan tradisional etnik Karo

(pemena).

Seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini, telah mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang kita alami sekarang ini

sangat berdampak besar terhadap kehidupan etnik Batak. Salah satu dampak

dari perkembangan zaman sekarang ini adalah pada kebudayaan. Kebudayaan

etnik Batak telah banyak tergilas oleh perkembangan zaman sekarang ini. hal

ini ditegaskan Sibarani dalam bukunya Kearifan Lokal : Hakikat, Peran, dan

Metode Penelitian Tradisi Lisan (2014:3) tradisi budaya atau tradisi lisan

selalu mengalami transformasi akibat perkembangan zaman dan akibat

penyesuaiannya dengan konteks zaman. Kehidupan tradisi pada hakikatnya

berada pada proses transformasi itu karena sebuah tradisi tidak akan hidup

kalau tidak mengalami transformasi. Dalam tradisi budaya atau tradisi lisan

yang mengalami transformasi terdapat inovasi akibat persinggungan sebuah

tradisi dengan “modernisasi” atau akibat penyesuaiannnya dengan konteks

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


zaman. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwasanya

kebudayaan suku Batak telah banyak mengalami perubahan, salah satunya

adalah perubahan pada Upacara adat Erpangir KuLau Etnik Karo. Oleh karena

itu penulis sangat prihatin terhadap hal tersebut sehingga sangat baik untuk

diteliti.

Cassirer dalam (Chaer, 2012:39) mengatakan manusia adalah mahluk

bersimbol (Animal Symbolicum), setiap kegiatan yang dilakukan oleh

manusia hampir seluruhnya menggunkan simbol sebagai media pendukung.

Sebagai contoh, ide atau konsep untuk menyatakan kematian seorang

pemerintah negara di Indonesia maka bendera merah putih akan diturunkan

setengan tiang, demikian juga ide atau konsep untuk menyatakan

penghormatan kepada orang yang memiliki derajat yang lebih tinggi dalam

upacara adat Etnik Karo dengan memberikan tikar putih (amak mbentar)

sebagai sebuah simbol penghormatan.

Memberikan makna tertentu pada lembaga, gagasan, atau orang adalah

realitas sosial budaya yang sudah ada dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan

sehari-hari, gejala ini disebut gejala sosial budaya (Hoed, 2011 : 175). Dalam

hal ini makna yang dikonveksikan dengan simbol tertentu banyak juga

didapati dalam upacara adat suku Batak yang memang sebagian besar

acaranya banyak menggunakan simbol dan tanda yang memiliki makna yang

berbeda pada setiap daerah. Untuk memahami simbol ini peneliti ingin

mengkaji salah satu budaya etnik Karo yang memiliki banyak simbol yang

digunakan sebagai media pendukung terjadinya sebuah komunikasi yang

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bersifat simbolis.

Dalam penelitian ini akan dijelaskan tentang bagaimana tahapan –

tahapan dan simbol yang terkandung dalam upacara adat Erpangir Ku

Laupada etnik Karo di Kabupaten Karo. Penelitian terhadap upacara adat

Erpangir Ku Lau pada etnik Karo di Kabupaten Karo sangat minim. Meskipun

selama ini banyak ahli budaya yang meneliti tentang upacar adat Erpangir Ku

Lau di Kabupaten Karo, namun hanya sebatas deskripsi upacara adat Erpangir

Ku Lau tidak mengkaji lambang yang ada pada upacara adat Erpangir Ku

Lautersebut. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan

mengkaji tentang bagaimana tahapan – tahapan dan simbol – simbol yang

adadalam upacara adat Erpangir Ku Lau pada etnik Karo di Kabupaten Karo

yang mencakup tentang bentuk, fungsi, dan makna pada simbol yang terdapat

pada upacara adat tersebut. Penulis akan mengkaji upacara adat Erpangir Ku

Lau pada etnik Karo di Kabupaten Karo ini dari segi semiotika budaya, karena

penulis merasa tertarik untuk mengetahui tentang bagaimana tahapan –

tahapan dalam upacara adat Erpangir Ku Lau dan bagaimana bentuk, fungsi,

dan simbol-simbol yang ada pada upacara adat Erpangir Ku Lau pada etnik

Karo di Kabupaten Karo.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Rumusan Masalah

Subagyo (1991:79) mengatakan bahwa permasalahan yang dijadikan

sasaran untuk pemecahan dalam mencari ada atau tidak adanya suatu

kebenaran dalam kaitannya dengan teori atau pengalaman, dapat dijadikan

sebagai patokan dan sekaligus sebagai ruang lingkup pembahasan dalam

kaitanya dengan pencarian data.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan

masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tahapan pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku Lau pada etnik

Karo di Kabupaten Karo.?

2. Apa saja bentuk simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau

pada etnik Karo.?

3. Apa saja fungsi simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau

pada etnik Karo.?

4. Apa saja makna simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau

pada etnik Karo.?

1.3 Tujuan Penelitian

Pengetahuan yang baik pada kebudayaan daerah akan menunjang

pembinaan sikap serta pengertian yang wajar dan tepat terhadap etnik Karo

sehingga benar-benar bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang

memiliki sikap sosial yang baik pada kehidupan masyarakat.

Penelitian ini merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan data atau

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


fakta serta pelaksanaan konsep untuk mencari dan memperoleh atau

mendapatkan kebenaran yang sanggup mengamati lebih dalam kebenaran

yang sudah ada.

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tahapan-tahapan pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku

Lau.

2. Mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan makna simbol yang terdapat pada

upacara adat Erpangir Ku Lau.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca.

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang dijelaskan di

atas maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan pemahaman kepada etnik Karo pada umumnya juga kepada

pembaca tentang upacara adat Erpangir Ku Lau pada etnik Karo di

Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui simbol-simbol yang terdapat dalam upacara adat

Erpangir Ku Lau.

3. Menjadi arsip di Program Studi Sastra Batak untuk dibaca dan agar dapat

dijadikan sebagai sumber penelitian bagi ilmu lainnya.

4. Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang upacara adat pada

etnik Karo khususnya upacara adat Erpangir Ku Lau.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

relevan dengan judul skripsi ini, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian

ini adalah buku-buku tentang semiotika , salah satunya adalah pendapat

Pierce. Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku lain yang mendukung

dalam penulisan skripsi ini. Adapun buku-buku lain yang digunakan adalah:

1. Hoed (2011) yang berjudul Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, dalam

buku ini dijelaskan tentang pengertian semiotika dan cakupan-cakupan

ilmu semiotika menurut pendapat beberapa ahli/tokoh, salah satunya

Ferdinand De Saussure, Roland Barthes, Julia Kristeva, Jacques Derida,

Charles Sanders Pierce, Marcel Danesi & Paul Perron.

Kontribusi buku tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah membantu

penulis dalam memahami teori semiotika.

2. Zoest (1993) yang berjudul semiotika tentang tanda, cara kerjanya, dan

apa yang kita lakukan dengannya, buku ini menjelaskan pengertian dasar

semiotika dan bidang penerapannya.

Kontribusi buku tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah membantu

penulis memahami pengertian dasar semiotika dan penerapannya.

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Sitepu dkk yang berjudul Pilar Budaya Karo, berisi tentang upacara adat

etnik karo dan sistem kekerabatan etnik karo.

Kontribusi buku tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah membantu

penulis mengetahui dan memahami tentang upacara adat etnik Karo dan

sistem kekerabatan pada etnik Karo

4. Naibaho (2016) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Sulang-Sulang

Pahompu pada Etnik Batak Toba : Kajian Semiotika Sosial, Skripsi ini

membahas tentang bentuk, makna dan fungsi simbol pada upacara adat

tersebut.

Kontribusi hasil penelitian tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah

membantu penulis memahami bagaimana cara dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Tarigan (2012) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Cawir Metua

pada Masyarakat Batak Karo di Kabupaten Langkat. Skripsi ini

membahas tentang banyaknya simbol yang terdapat dalam upacara cawir

metua pada etnik Batak Karo di Kabupaten Langkat.

Kontribusi hasil penelitian tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah

membantu penulis memahami bagaimana cara dalam menyelesaikan

skripsi ini.

6. Sinaga (2016) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Adat Sulang-

Sulang Pahompu Simalungun : Kajian Semiotik. Skripsi ini membahas

makna yang ada pada simbol-simbol dalam upacara adat sulang-sulang

pahompu etnik Simxalungun.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kontribusi hasil penelitian tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah

membantu penulis memahami bagaimana cara dalam menyelesaikan

skripsi ini.

2.1.1 Pengertian Erpangir Ku Lau

Erpangir Ku Lau berasal dari kata pangir yang berarti langir Sitepu

mengatakan dalam bukunya (1996: 166) dalam arti lebih mendalam Erpangir

Ku Lau termasuk kepercayaan menciptakan ketenangan bathin dan harapan

masa depan yang lebih baik. Atau setelah dilakukan Erpangir Ku Lau, ada

perobatan yang dirasakan si pelaku terutama dalam menumbuhkan semangat

kerja. Sehingga secara semiotika Erpangir Ku Laudapat diartikan sebagai

sebuah simbol.

Ada berbagai alasan Erpangir Ku Lau dilakukan. Hal itu erat sekali

hubungannya dengan kepercayaan yang dikaitkan dengan latar belakang

kehidupan si pelaku. Erpangir Ku Lau dilakukan dengan alasan : (1) karena

adanya mimpi buruk, (2) karena penyakit, (3) karena ingin mendapat rezeki,

(4) karena telah mendapat rezeki, (5) membuang kengalen (kesialan), (6)

nempaken jinunjung (penabalan)

2.1.2 Sistem Kepercayaan Tradisional pada Etnik Karo

Etnik Karo memilki kepercayaan tradisional yang disebut sebagai

Pemena. Pemena memiliki makna kepercayaan yang pertama, yang dipegang

dan dipahami oleh etnik Karo. Dalam hal ini pemikiran dan kepercayaan

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


etnik Karo yang belum memeluk agama sering disebut erkiniteken yang

mempercayai adanya Dibata sebagai pencipta segala yang ada di alam raya

dan dunia. Menurut kepercayaan tersebut Dibata yang menguasai segalanya

itu terdiri dari : (1) Dibata Idatas atau Guru Butara Atas yang meguasai

alam raya/langit, (2) Dibata Itengah atau Tuan Paduka Niaji yang menguasai

bumi atau dunia, (3) Dibata Iteruh atau Tuan Banua Koling yang menguasai

dibawah atau di dalam bumi.

2.1.3 Pengertian Semiotika

Secara etimologi semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeon” yang

memilki arti yaitu tanda. Tanda merupakan alat kamunikasi untuk

menginformasikan suatu maksud, arti maupun makna yang terkadang dalam

suatu objek. Jadi dapat disimpulkan bahwa semiotika adalah ilmu yang

mempelajari tentang tanda. Ilmu ini menganggap bahwa kebudayaan adalah

tanda yang memilki arti. Tanda diartikan sebagai sesuatu yang memiliki ciri

khusus yang penting.

Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa, seluruh kebudayaan

sebagai tanda ( Eco dalam sobur, 2001 ).

Menurut Zoest (1990 : 1), semiotika adalah cabang ilmu yang

berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan tanda, seperti tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda.

Saussure ( dalam Berger, 2005: 3) mengatakan bahwa semiologi

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah studi sistematis suatu tanda. Pendapat ini didasarkan pada anggapan

bahwa segala perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau

berfungsi sebagai tanda. Dimana ada tanda disana ada sistem.

Sedangkan Pierce (dalam Zaimar, 2008: 3) penalaran manusia

senantiasa dilakukan melalui tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar

melalui tanda. Dalam pemikirannya, logika sama halnya dengan semiotika dan

dapat diterapkan pada segala macam tanda.

Preminger (dalam Sobur, 2007) menyebutkan bahwa semiotika

merupakan ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena

sosial, masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda. Semiotika itu

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti.

Semiotika sebagai ilmu berfungsi untuk mengungkapkan secara

keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun

nonverbal sebagai pengetahuan praktis, pemahaman terhadap kebenaran

tanda-tanda, khususnya yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berfungsi

untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui efektivitas dan efisiensi

energi yang harus dikeluarkan ( Ratna, 2004:105).

Menurut Pateda ( dalam Sobur, 2001:100-101) semiotika terbagi atas

sembilan jenis, yaitu:

1. Semiotik analitik, yakni semotik yang menganalisis sistem tanda.

2. Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan tanda yang dapat

kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang disaksikan sekarang.

3. Semiotik faunal (zoo semiotic), yakni semiotik yang khusus

memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.

4. Semiotik kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda

yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat.

5. Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi

yang berwujud mitos dam cerita lisan (folklore).

6. Semiotik natural, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda yang

dihasilkan oleh alam.

7. Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda

yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-

rambu lalu lintas.

8. Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang yang

berwujud kata maupun lambang yang berwujud kata dalam satuan yang

disebut kalimat.

9. Semiotik struktural, yakni semiotik khusus menelaah sistem tanda yang

dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

Beberapa pendapat diatas menjelaskan tentang pengertian semiotik,

maka penulis mengambil kesimpulan bahwa semiotika adalah ilmu yang

mempelajari tentang fungsi dan makna yang terkandung didalam tanda-tanda

dimana tanda-tanda tersebut berhubungan dengan kebudayaan, masyarakat

dan kehidupan sehari-hari.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar

untuk menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap,

dengan landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini

akan terjawab.

Secara etimologi, teori berasal dari bahasa Yunani theoriayang berarti

kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang

telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan

dalam penelitian.

Subagyo (1991: 20), mendefenisikan bahwa teori adalah sarana pokok

untuk menyatakan hubungan sistematika dalam gejala sosial maupun nature

yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraks dari pengertian atau hubungan

dari proposisi atau dalil. Ada pendapat lain, FN Kerlinger dalam bukunya

Foundation of Behavioral Research (1993) teori adalah sebuah set konsep

atau contruct yang hubungan satu dengan yang lainnya, suatu set dari

proposisi yang mengandung suatu pandangan sistemanis dari fenomena.

Saussure (1916:2), mengatakan kita dapat menerima suatu ilmu yang

mempelajari tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut

merupakan bagian dari psikologi sosial dan sebagai akibat dari psikologi

umum, yang kemudian kita sebut dengan semiologi. Semiologi mengajarkan

kita suatu tanda terdiri dari apa saja dan kaidah-kaidah apa yang mengaturnya.

Menurut Danesi dan Perron (dalam Hoed 2011:23) penelitian semiotik

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mencakup tiga ranah yang berkaitan dengan apa yang diserap manusia dari

lingkungannya (the world), yakni yang bersangkutan dengan “tubuh”-nya,

“pikiran”-nya, dan “kebudayaan”-nya. Semiontik pada dasarnya menyakut

segi “tubuh” (fisik), setidak-tidaknya pada tahap awal. Kemudian melalui

representasi berkembang kegiatan dalam “pikiran” dan selanjutnya, bila

dilakukan dalam rangka kehidupan sosial, menjadi sesuatu yang hidup dalam

“kebudayaan” sebagai signifying order. Dari sini, kita akan memahami bahwa

hubungan yang erat antara “semionis”, “representasi”, dan “signifying order”,

yakni antara kemampuan sejak lahir manusia untuk memproduksi dan

memahami tanda (semionis), kegiatan dalam kognisi manusia untuk

mengaitkan representamen dengan pengetahuan dan pengalamannya

(representasi), serta sistem tanda yang hidup dan diketahui bersama

kebudayaan masyarakatnya (signifying order).

Ketiga ranah tersebut sejajar dengan teori Pierce tentang proses

representasi dan representamen. Representasi tanda menyangkut hubungan

antara representamen dan objeknya. Dalam teori semiotik Pierce, representasi

tanda tidak sama kadarnya. Pada tahap awal, tanda baru hanya dilihat sifatnya

saja yakni bahwa tanda itu adalah tanda dan disebut “qualisign”. Pandangan

Danesi dan Perron ini bersangkutan dengan “tubuh” atau “semionis dasar”.

Kemudian pada tahap yang lebih lanjut, representasi tanda sudah berlaku

untuk tempat dan waktu tertentu, misalnya, menujunkan sesuatu dengan jari

(disini, disana) yang disebut “sin(gular) sign”. Dalam pandangan Danesi dan

Perron ini sudah berkatan dengan “pikiran” manusia. Akhirnya sejumah tanda

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berfungsi berdasarkan konvensi dalam suatu masyarakat yang disebut dengan

“legisign”. Yang terakhir ini disebut oleh Danesi dan Perron senbagai “the

signifying order”. Proses pemaknaan tanda sudah berlaku secara sosial.

Signifying order adalah sebuah sistem kompleks, terdiri dari berbagai

jenis tanda yang berbeda-beda, yang menyatu lewat cara-cara yang bisa yang

bisa diprediksi ke dalam pola-pola representasi, yang dimanfaatkan oleh

individu atau kelompok untuk membuat pesan atau saling bertukar

pesan.signifying orderadalah sebuah sistem kompleks, terdiri dari berbagai

jenis tanda yang berbeda-beda, yang menyatu lewat cara-cara yang bisa yang

bisa diprediksi ke dalam pola-pola representasi, yang dimanfaatkan oleh

individu atau kelompok untuk membuat pesan atau saling bertukar pesan.

dalam melihat kebudayaan sebagai signifying order,kita dapat membedakan

empat faktor yang berkaitan satu sama lain dan perlu diperhatikan yaitu :

1. Jenis tanda (ikon, indeks, dan lambang);

2. Jenis sistem tanda (bahasa, musik, gerakan tubuh, dan lukisan);

3. Jenis teks (percakapan, grafik, lagu/ lirik, komik, dan lukisan), dan

4. Jenis konteks/situasi yang mempengaruhi makna tanda (psikologis, sosial,

historis, dan kultural).

Pierce ( dalam Hoed, 2011:24) membedakan tanda menjadi tiga yaitu:

1. Ikon (icon), adalah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai

kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah penanda

(denotatum), tetapi dapat dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan

yang secara potensial dimilikinya. Definisi ini mengimplikasikan bahwa

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


segala sesuatu merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan

dapat dikaitkan dengan suatu yang lain. Sehingga dapat dipahami ikon

juga merupakan tanda yang menyerupai objek (benda) yang diwakilinya

atau tanda yang menggunakan kesamaan ciri-ciri yang sama dengan yang

dimaksud.

2. Indeks (index), adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya

tergantung dari adanya sebuah penanda (denotatum). Dengan kata lain

tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu penanda. Tanda ini

memiliki kaitan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya.

3. Simbol/Lambang (symbol), adalah tanda dimana hubungan antara tanda

dengan penanda (denotatum) ditentukan oleh suatu peraturan yang

berlaku umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Tanda bahasa dan

matematika merupakan contoh simbol. Simbol juga dapat

menggambarkan suatu ide abstrak dimana tidak ada kemiripan antara

bentuk tanda dan arti. Kajian ini dilihat berdasarkan penandaan dan

pemaknaan dimana penandaaan (konsep Pierce) dikaji lewat jenis simbol.

Berdasarkan judul skripsi ini, maka teori yang digunakan untuk

mengkaji Erpangir Ku Lau pada etnik Karo adalah teori simbol.

Dengan demikian, dalam konsep Pierce simbol diartikan sebagai tanda

yang mengacu pada objek tertentu diluar tanda itu sendiri. Hubungan antara

simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) yang

sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya

dapat menafsirkan ciri dan hubungan antar simbol dengan objek yang diacu

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan menafsirkan maknanya.

Pierce juga membagi klasifikasi simbol menjadi tiga jenis yaitu:

1. Rhematic symbol atau symbolik rhemeyakni tanda yang dihubungkan

dengan objeknya melalui asosiasi nilai umum. Misalnya, dijalan kita

melihat lampu merah lantas kita katakan berhenti. Mengapa kita katakan

demikian, ini terjadi karena adanya asosiasi dengan benda yang kita lihat.

2. Dicent symbol atau proposition (proposisi) adalah tanda yang langsung

menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau

seseorang mengatakan “Pergi” penafsiran kita langsung berasosiasi pada

otak serta merta kita pergi. Padahal dari ungkapan tersebut yang kita

kenal hanya kata. Kata-kata yang kita gunakan membentuk kalimat,

semuanya adalah proposisi yang mengandung makna yang berasosiasi

dalam otak.

3. Argument yakni tanda yang merupakan kesamaan seseorang terhadap

sesuatu berdasarkan alasan tertentu. (http//googleweblight.2014

klasifikasi symbol blog shop.com)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori semiotika yang

dikemukakan Pierce. Dimana setiap tanda memiliki makna yang bersifat

arbitrer atau mana suka. Dalam konteks di atas, etnik Karo juga memberikan

makna pada setiap simbol yang bersifat arbitrer. Artinya, mereka menetukan

makna dari sebuah simbol sesuai dengan situasi dan apa yang ingin mereka

utarakan yang sesuai dengan adat-istiadatnya. etnik Karo juga

menyesuaikannya dengan bentuk dan kebiasaan mereka sehari-hari.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah tata cara yang harus dilakukan dalam suatu

penelitian. Metode untuk merumuskan ide dan pikiran yang didasarkan pada

pendekatan ilmiah ini berarti bahwa metode penelitian diperlukan dalam

mencapai suatu sasaran penelitian.

Metode penelitian mencakup enam aspek yaitu: metode dasar, lokasi

penelitian, sumber data penelitian, instrument penelitian, metode

pengumpulan data, metode analisis data.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah metode yang digunakan dalam hal proses

pengumpulan data, sampai tahap analisa dengan mengaplikasikan pada pokok

permasalahan untuk mendapatkan suatu hasil yang baik, sesuai dengan apa

yang diharapkan.

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini

adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir,

2005 :54). Dalam skripsi ini penulis menerangkan jenis-jenis simbol dan

makna dari simbol atau tanda yang ada pada upacara adat Erpangir Ku Lau.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi,

Kabupaten Karo. Denganalasan dilokasi tersebut masih dilaksanakan upacara

Erpangir Ku Lau. Di daerah ini juga masih banyak tokoh adat etnik Karo yang

bisa dijadikan sebagai informan sehingga dapat memudahkan penulis dalam

mengumpulkan data penelitian sesuai objek yang akan diteliti.

3.3 Sumber Data Penelitian

Arikunto (2010:265) mengemukakan bahwa sumber data dalam suatu

penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Secara umum sumber

data dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:

1. Person (orang) adalah tempat peneliti bertanya mengenai variabel yang

diteliti.

2. Paper (kertas) adalah berupa dokumen, warkat, keterangan arsip,

pedoman, surat keputusan (SK), dan sebagainya.

3. Place (Tempat) adalah sumber data keadaan ditempat berlangsungnya

suatu kegiatan yang berhubungan dengan penelitian.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Alat perekam (tape recorder) yang digunakan untuk mewawancarai

informan saat pengumpulan data yang sesuai dengan objek penelitian.

2. Kamera yang digunakan untuk mengambil gambar dari objek penelitian

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


apabila saat melakukan penelitian ada pelaksanaan upacara adat tersebut.

3. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang

dianggap penting yang diterima dari informan dan berhubungan dengan

objek penelitian guna menunjang kelengkapan data dalam penyelesaian

skripsi ini.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Subagyo, (1991: 39) mengatakan bahwa secara umum metode

pengumpulan data dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu:

1. Metode wawancara atau metode pengajuan pertanyaan lansung.

2. Metode angket (kuisioner) atau metode pertanyaan secara tidak langsung.

3. Metode observasi atau metode pengamatan.

Maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data

lapangan antara lain:

1. Metode observasi yaitu penulis langsung ke lepangan melakukan

pengamatan lansung terhadap objek penelitian.

2. Metode wawancara digunakan untuk memperoleh gambaran apa makna

yang terkandung pada upacara adat Erpangir Ku Lau. wawancara ini

ditujukan kepada etnik Karo yang berada di Desa Doulu.

3. Metode Kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui buku-buku yang

berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan cara dalam pengolahan data, fakta

atau fenomena yang sifatnya mentah dan belum dianalisis. Data yang telah

terkumpul kemudian dianalisis sehingga menjadi data yang cermat, akurat dan

ilmiah.

Metode analisis data juga merupakan proses pengaturan data,

mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dari suatu uraian dasar.

Pada dasarnya analisis adalah kegiatann untuk memanfaatkan data sehingga

data diperoleh untuk mendapatkan kebenaran yang diperlukan dalam

pengolahan hasil penelitian. Dimana dalam penelitian diperlukan imajinasi

dan kreatifitas sehingga dapat diuji kemampuan peneliti dalam mengkaji

sesuatu.

Dalam penelitian ini data yang telah diperoleh akan diolah dan

dianalisis secara kualitatif. Fokus penelitian ini adalah makna simbolis yang

terkandung dalam upacara adat Erpangir Ku Lau pada etnik Karo. Makna

simbolis dapat diketahui dari orang-orang yang mengetahui seluk beluk

mengenai upacara tersebut. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini

digunakan analisis semiotika.

Adapun langkah-langkah metode analisis data ini adalah sebagai

berikut:

1. Data diklasifikasikan sesuai objek pengkajian.

2. Setelah data diklasifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian

yang ditetapkan yaitu bagaimana tahapan serta bentuk fungsi, danmakna

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


simbol terkandung pada upacara adat Erpangir Ku Lau.

3. Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis

sehingga semua data dapat dipaparkan dengan baik.

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

PEMBAHASAN

Erpangir Ku Lau merupakan salah satu dari berbagai upacara religius yang

sampai sekarang masih dilakukan oleh etnik Karo. Berbeda dengan agama-agama

modern sekarang di mana waktu dan caramya sudah atur dan wajib dilakukan oleh

penganutnya. Erpangir Ku Lau dan upacara religius kepercayaan tradisional etnik

Karo lainnya hanya dilakukan bila diperlukan saja dan dengan alasan-alasan tertentu.

Erpangir Ku Lau juga dilakukan dengan berbagai alasan tertentu menurut latar

belakang atau kejadian yang dialami oleh si pelaku misalnya karena telah mendapat

rezeki, diganggu roh atau mahkluk halus, karna kesialan , sebagai ucapan syukur

kepada dibata, dan berbagai alasan lainnya. Upcara adat Erpangir Ku Lau juga

merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh etnik Karo dalam hal menyucikan diri

atau membersihkan diri. Masyarakat etnik Karo percaya menyucikan diri merupakan

hal yang penting untuk dilakukan sebelum menyampaikan doa atau permohonan

kepada dibata. Dalam konteks upacara adat Erpangir Ku Lau si pelaku adalah orang

atau keluarga etnik Karo yang melakukan atau melaksanakan upacara adat tersebut.

Alasan tersebut sangat berhubungan erat dengan peralatan dan sesajen yang

akan dipakai pada saat melakukan upacara adat tersebut sehingga setiap alasan dan

tujuan dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau akan memakai peralatan dan

sesajen yang berbeda.

Peralatan dan sesajen inilah yang akan menjadi simbol pada upcara adat

Erpangir Ku Lau, etnik Karo juga meberikan fungsi dan makna pada setiap simbol

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang dipakai pada upacara adat tersebut. Oleh karena perbedaan itu maka pada

pembahasan skripsi ini penulis hanya akan membahas atau fokus membahas upacara

adat Erpangir Ku Lau dalam konteks mengucap syukur kepada dibata.

Dalam konteks ini penulis akan membahas (1) tahapan upacara adat Erpangir Ku

Lau, (2) mengidentifikasi bentuk simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir

Ku Lau, (3) mengkaji fungsi simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir ku

Lau, (4) menemukan makna didalam simbol yang terdapat pada upacara adat

Erpangir Ku Lau. Keempat hal tersebut di uraikan sebagai berikut :

4.1 Tahapan upacara adat Erpangir Ku Lau.

Upacara adat Erpangir Ku Lau tidak memiliki tahapan yang spesifik seperti

upacara adat lainnya, namun terlepas dari itu upacara adat Erpangir Ku Lau tetap

memilki tahapan yang di lakukan oleh etnik Karo sampai pada pelaksanaan upacara

adat tersebut. Untuk menjelaskan hal itu penulis membagi tahapan upacara adat

Erpangir Ku Lau menjadi 3 tahapan yaitu :

4.1.1 Penentuan Tanggal dan Tempat.

Sama halnya dengan upacara adat lainnya upacara adat Erpangir Ku Lau tidak

terlepas dari penentuan tanggal, penentuan tanggal itu sendiri disesuaikan dengan

maksud atau alasan si pelaku dalam melakukan upacara adat tersebut dalam hal ini

si pelaku adalah seorang atau sekolompok keluarga yang akan terlibat atau

melakukan upcara adat Erpangir Ku Lau. Tanggal yang tepat untuk melakukan

upacara adat Erpangir Ku Lau biasanya dilihat melalui penaggalan atau kalender

etnik Karo, di mana menurut kepercayaan etnik Karo itu sendiri tanggal 14 hari

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bulan pada kalender etnik Karo atau yang biasa disebut hari belah Purnama raya,

adalah tanggal yang tepat dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau untuk

mengucap syukur kepada Dibata.

Upacara adat Erpangir Ku Lau dilakukan di tempat yang menjadi sumber air atau di

tempat yang terdapat air seperti sungai, danau, sumur dan mata air, penentuan tempat

itu sendiri juga disesuaikan berdasarkan maksud dan alasan si pelaku dalam

melakukan upcara adat tersebut. Erpangir Ku Lau yang dilakukan dengan alasan

membuang kesialan harus dilakukan di tempat air mengalir seperti sungai, pancuran

atau mata air. etnik Karo percaya bahwa air yang mengalir itu akan membawa

kesialan yang menimpa si pelaku, namun Erpangir Ku Lau dengan maksud yang lain

termasuk dengan maksud mengucap syukur kepada Dibata dapat dilakukan di tempat

air yang tidak mengalir seperti danau atau sumur.

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.2 Persiapan.

Pada tahapan ini etnik Karo haruslah melakukan persiapan sebelum melaksanakan

upacara adat Erpangir Ku Lau dengan tujuan kelancaran dan kesuksesan upacara

adat tersebut.

Adapun persiapan yang dilakukan antara lain:

1. Persiapan diri.

Si pelaku harus mempersiapkan diri sebelum melakukan upcara adat Erpangir Ku

Lau dalam hal ini persiapan maksud dan alasan dalam melakukan Erpangir.

2. Mencari guru atau dukun (guru mbelin).

Guru atau dukun berperan penting dalam pelaksanaan upacara adat sebagai

pembimbing atau penuntun pada saat melaksanaan upacara adat religius etnik Karo.

Untuk itu si pelaku harus mencari guru atau dukun yang benar-benar paham dan

mengerti dalam melaksanakan upacara adat tersebut.

3. Mempersiapkan pelaratan yang dibutuhkan.

Untuk melaksanakan upacara adat Erpangir Ku Lau si pelaku harus mempersiapkan

peralatan yang dibutuhkan sebelum atau pada saat melakukan upacara adat Erpangir

Ku Lau.

4. Mempersiapkam makanan dan sesajen (cibal-cibalen).

Sebelum upacara adat Erpangir Ku Lau dilaksanakan si pelaku atau keluarga yang

terlibat dalam upacara adat tersebut harus sudah mempersiapkan makanan dan

sesajen yang akan di makan bersama atau yang akan dijadikan sesajen untuk roh

penunggu yang ada di sekitar tempat upacara adat Erpangir Ku Lau atau yang

disebut dengan tendi pada etnik Karo. Berbeda dengan makanan dalam

mempersiapkan sesajen ini si pelaku tidak boleh sembarangan dalam memilih

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sesajen apa yang akan disiapkan ada ketentuan atau peraturan adat yang harus di

perhatikan. karena pada setiap sesajen yang akan digunakan pada upacara adat

tersebut terdapat makna dan fungsi tersendiri yang dipercaya oleh etnik Karo

menurut kepercayaan mereka. Sesajen dalam bahasa etnik Karo disebut dengan

cibal-cibalen.

4.1.3 Pelaksanaan Upacara Adat Erpangir Ku Lau.

Setelah hari dan tanggal sudah ditentukan dan persiapan sudah dipenuhi maka

upacara adat Erpangir Ku Lau dapat dilaksanakan. pertama-tama si pelaku bersama

dengan guru atau dukun akan datang ke tempat di mana upacara adat Erpangir Ku

Lau akan dilaksanakan dengan membawa segala jenis peralatan, makanan dan cibal-

cibalen yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Pada tahap awal si pelaku akan memberikan amak mbentar yang sudah diikat

bersama kampil yang telah diisi dengan beras kepada guru/dukun yang akan

membimbing si pelaku dalam melaksanakan upacara adat Erpangir Ku Lau. amak

mbentar dan kampil yang sudah diisi dengan beras ini adalah simbol ucapan terima

kasih dan penghormatan dari si pelaku kepada si guru/dukun karena telah berkenan

membimbing si pelaku dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau. setelah

memberikan amak mbentar dan kampil yang sudah diisi dengan beras si pelaku akan

meletakan cibal-cibalen yang akan di berikan kepada tendi yang ada disekita tempat

dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau. Sesajen ini akan dilletakan di pinggir

tempat si pelaku akan melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau adapun sesajen itu

adalah (1) daun sirih 11 lembar dengan kapur dan pinang yang sudah di belah di

letakan diatas daun sirih terebut, (2) 1 sisir galuh emas (pisang emas), (3) rokok, (4)

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


korek, (5) manuk sangkepi, (6) rimo mukur (jeruk purut) semua sesajen itu diletakan

diatas 7 bulung galuh (daun pisang) yang disusun berlapis.

Setelah semua sesajen selesai diletakan maka si pelaku dan keluarga akan

mempersiapkan air yang akan digunakan untuk melakukan upacara adat Erpangi ku

lau .Air yang digunakan adalah air yang sudah dicampur dengan rimo mukur dan

penguras setelah itu si pelaku dan keluarga akan melakukan keramas atau

membersihkan diri dengan air dan dilanjutkan dengan menari mengikuti alunan

gendang yang dimaikan. tarian ini bermaksud untuk mengundang tendi yang ada

disekitar tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau agar datang ke tempat

dilakukannya upacara adat tersebut.

Ada 4 tarian yang akan ditarikan oleh guru dan si pelaku,pada masing-masing tarian

memiliki fungsi yang berbeda yang dipercaya oleh etnik Karo. keempat tarian itu

akan dilakukan secara bergantian sesuai dengan alunan gendang serta arahan dari

guru/dukun yang membimbing pelaksanaan upacara adat tersebut sekaligus menjadi

media agar si pelaku dapat berkomunikasi dengan tendi yang ada disekitar tempat itu

adapun 4 tarian itu adalah :

1. Tari Pengari – ngari.

Tarian ini merupakan sebuah panggilan atau undangan kepada tendi agar mau datang

ke tempat Erpangir Ku Lau dilakukan.

2. Tari Mari-Mari.

Masyrakat etnik Karo percaya bahwa pada saat si pelaku upacara adat Erpangir Ku

Lau melakukan tarian ini maka tendi yang ada disekitar tempat itu akan bersiap-siap

untuk datang ke tempat Erpangir Ku Lau di lakukan.

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Tari Odak-Odak.

Setelah melakukan tari mari-mari si pelaku akan melanjutkan dengan tarian odak-

odak, etnik Karo percaya tarian ini merupakan sebuah simbol pengantar yang akan

mengantar tendi yang ada disekita tempat itu dalam perjalanan meuju lokasi

Erpangir Ku Lau dilakukan.

4. Tari Silenggguri.

Tarian ini adalah simbol penyambutan kepada tendi yang sudah sampai di tempat

dilakukannya Erpangir Ku Lau dengan cara marasuki tubuh guru yang melakukan

tarian tersebut.

Kemudian melalui guru/dukun tersebutlah si pelaku dapat berkomunikasi dengan

tendi untuk meminta kesembuhan, pembersihan diri, berterima kasih, tergantung

maksud dan tujuan si pelaku dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau.

Setelah si pelaku menyampaikan maksud dan tujuannya kepada roh penunggu yang

merasuki tubuh guru/dukun maka setelah itu roh penunggu yang merasuki tubuh

guru/dukun itu akan keluar dan meninggalkan tempat dilakukannya upacara adat

Erpangir Ku Lau. Pada tahap akhir pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku Lau maka

si pelaku akan melepaskan seekor ayam mbentar. Ayam mbentar ini adalah bentuk

ucapan terima kasih atau syukur kepada dibata (tuhan).

Setelah seluruh rangkaian adat selesai maka si pelaku, guru dan seluruh

keluarga yang terlibat akan melakukan makan bersama sebagai penanda bahwa

upacara adat Erpangir Ku Lau telah selesai..

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kategori pembagian simbol dalam upacara

adat Erpangir Ku Lau pada etnik Karo. Diantaranya adalah :

1. Simbol Peralatan atau Perlengkapan.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Piso Tumbuk Lada

- Kampil

- Bulung galuh

- Penguras

- Mangkuk mbentar

- Dagangen

- Amak Mbentar

- Minyak air mata duyung

- Kumenen

- Beras Piher

2. Simbol Cibal-cibalen ( Sesajen ) dan Makanan.

- Cimpa

- Rimo (Jeruk)

- Belo (Sirih)

- Galuh Emas

- Tinaruh Manuk

- Isap (Rokok)

- Manuk sangkepi

- Manuk Mbentar

3. Simbol Penanda status.

- Kalimbubu

- Senina

- Anak Beru

4. Simbol Waktu.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Belah Purnama (14 Hari Bulan)

5. Simbol Tarian.

- Tari Pengari-ngari

- Tari Mari-mari

- Tari Odak-odak

- Tari Silengguri

Minyak Air Mata Duyung


Rimo Mukur
Kampil
Piso Tumbuk Lada
Mangkuk Mbentar
Isap

Galuh Emas

Beras Piher

Belo

Bulung Galuh

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dagangen

Manuk Mbentar

Penguras

Rimo

Kumenen

Amak Mbentar

Manuk Sangkepi

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tinaruh Manuk

Cimpa

4.2 Bentuk Simbol pada Upacara Adat Erpangir Ku Lau.

Setiap simbol yang ada pada upacara adat Erpangir Ku Lau memiliki bentuk yang

berbeda.

Untuk menjelaskan bentuk simbol yang ada pada upcara adat Erpangir Ku Lau

penulis akan menjelaskannya berdasarkan kategori simbol yang sudah dibagi diatas.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2.1 Bentuk Simbol Peralatan atau Perlengkapan.

1. Piso Tumbuk Lada

Dok.foto novendri dadik 2017

Pisau yang digunakan dalam upacara adat Erpangir Ku Lau adalah pisau khusus

yang biasa di sebut piso tumbuk lada oleh etnik Karo. Pisau ini memilki beberapa

motif ukiran pada gagang pisau atau pada pangkal pisau antara lain (1) ukiran pucuk

merbung, (2) ukiran cekili kambing, (3) ukiran pakau-pakau, (4) ukiran pantil

manggis, (5) ukiran desa siwaluh, (6) lukisan tonggal.

Dalam pembuatan Piso tumbuk lada diperlukan berbagai bahan antar lain: besi dari 5

kerajaan, tanduk kerbau atau gading gajah, kayu lemak sawa, kayu petarum, emas

atau perak atau swasa. Pada upacara adat Erpangir Ku Lau simbol pisau tumbuk lada

biasa digunakan untuk memotong ayam yang akan menjadi sesajen dan mengiris

jeruk yang akan dipakai untuk berpangir.

Etnik Karo memiliki cara yang unik dalam menentukan pemilik dari pisau tersebut

yaitu : (1) dengan mengukur panjang pisau mulai dari pangkal besi hingga ke ujung

pisau menggunkan ibu jari, (2) menantikan pentunjuk lewat mimpi dengan

membawa pisau tersebut ketika tidur. Jika mendapat mimpi baik maka pisau tersebut

dapat dikatakan serasi atau cocok. Kedua cara itu juga tidak terlepas dari arahan atau

bimbingan seorang guru/dukun.

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Kampil.

Dok.foto novendri dadik 2017.

Kampil adalah kantung anyaman berwarna putih atau dalam bahasa etnik Karo

disebut dengan mbentar berbentuk segi empat dengan motif gerga Karo, Kampil

pada umumnya di pakai oleh kaum wanita etnik Karo sebagai tempat sirih dan

kelengkapannya seperti kapur sirih, tembakau, gambir dan pinang. Kampil juga

sering dipakai pada upacara – upacara adat etnik Karo salah satunya upacara adat

Erpangir Ku Lau.

Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau kampil juga digunakan sebagai tempat sirih

beserta perlengkapannya. Kampil juga digunakan sebagai tempat untuk meletakan

sesajen yang akan diberikan kepada tendi (roh penunggu) yang ada disekitar tempat

Erpangir Ku Lau dilaksanakan. Nantinya kampil yang sudah di isi dengan belo

(sirih) atau dengan cibal-cibalen akan ditekan di pinggir atau disamping didekat

tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau.

3. Bulung Galuh

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dok.foto novendri dadik 2017

Bulung galuh merupakan bahasa etnik Karo yang berarti daun pisang. Bulung galuh

yang di pakai pada upacara adat Erpangir Ku Lau adalah daun pisang muda yang

masih berwarna hijau lalu dipotong bagian pangkalnya dan diambil ujung nya. Daun

pisang ini akan diletakan disekitar tempat dilakukannya Erpangir Ku Lau. Daun

pisang digunakan sebagai alas untuk meletakan sesajen yang akan diberikan kepada

kepada tendi yang ada disekitar tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau.

Bulung galuh akan diletakan secara berlapis sebanyak 7 lapis nantinya sesajen yang

akan diberikan kepara tendi akan disusun rapi diatas bulung galuh tersebut.

4. Penguras.

Dok.foto novendri dadik 2017

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penguras adalah sebuah ramuan yang terdiri dari beberapa bahan rempah-rempah

yang akan di campurkan menjadi satu dengan air. Rempah-rempah yang digunakan

untuk membuat ramuan penguras ini antara lain: (1) kunyit, 2) ketumbar, (3) lada,

(4) bawang mbentar, (5) garam. Nantinya ramuan penguras ini akan dicampur atau

disatukan dalam satu wadah dengan rimo mungkur yang sudah diiris.

wadah yang dipakai biasanya adalah mangkuk mbentar yang berukuran besar.

Setelah disatukan didalam satu wadah air hasil campuran antara penguras dengan

rimo mungkur akan digunakan sebagai air untuk melakukan upacara adat Erpangir

Ku Lau.

5. Mangkuk Mbentar.

Dok.foto novendri dadik 2017

Mangkuk mbentar pada etnik Karo berarti mangkuk yang berwarna putih. Mangkuk

mbentar yang digunakan adalah mangkuk berbahan keramik yang berwarna putih

polos tanpa ada corak dibagian dalam ataupun luar mangkuk. Pada upacara adat

Erpangir ku Lau mangkuk mbentar digunakan sebagai wadah minyak air mata

duyung yang dipercaya oleh etnik Karo dapat mengundang tendi yang ada disekitar

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tempat dilakukannya Erpangir Ku Lau agar berkenan datang ke tempat tersebut.

mangkuk mbentar juga digunakan sebagai wadah air yang akan digunakan untuk

berkeramas pada upacara adat Erpangir Ku Lau.

6. Dagangen

Dok.foto novendri dadik 2017

Dagangen yang berarti kain putih pada bahasa etnik karo adalah kain yang berwarna

putih polos tanpa corak berbentuk persegi panjang. dagangen ini biasa di pakai pada

upacara religi kepercayaan etnik Karo sebagai alas meletakan cibal-cibalen dan juga

sebagai penutup kepala yang digunakan oleh penganut kepercayaan tradisional etnik

Karo (pemena).

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sama hal dengan penjelasan diatas pada upacara adat Erpangir Ku Lau dagangen

juga digunakan sebagai alas untuk meletakan cibal-cibalen yang akan diberikan

kepada tendi yang ada disekitar tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau.

dagangen akan disusun rapi disekitar tempat dilakukannya upacara adat tersebut.

Dok.foto novendri dadik 2017

Pada upacara adat Erpangir Ku Lau selain digunakan sebagai alas. dagangen) juga

digunakan sebagai penutup kepala oleh etnik Karo yang menganut kepercayaan

tradisional (pemena).

7. Amak Mbentar

Dok.foto novendri dadik 2017

Amak Mbentar adalah tikar berwarna putih dan biasanya terbuat dari anyaman

pandan, amak mbentar memiliki beberapa ukuran tergantung dengan kegunaannya.

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada upcara adat etnik Karo biasanya amak mbentar digunakan sebagai alas duduk

atau sebagai pembuka dimulainya upacara adat.

Pada tahap persiapan untuk melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau amak mbentar

akan diikat bersama dengan kampil yang sudah diisi beras dengan menggunkan

dagangen.

Amak mbentar digunakan sebagai pembuka upacara adat Erpangir Ku Lau dengan

cara memberikan amak mbentar yang sudah diikat bersama dengan kampil kepada

guru/dukun yang membimbing upacara adat Erpangir Ku Lau. Nantinya amak

mbentar inilah yang akan digunakan guru/dukun sebagai alas duduk selama

membimbing upacara adat Erpangir Ku Lau dari awal hingga selesai.

Amak mbentar juga diberikan kepada kalimbubu yang melakukan upacara adat

Erpangir Ku Lau. Sama halnya dengan guru/dukun amak mbentar juga akan

digunakan sebagai alas duduk untuk kalimbubu selama upacara adat Erpangir Ku

Lau dilakukan.

8. Minyak Air Mata Duyung.

Dok.foto novendri dadik 2017

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Minyak air mata duyung merupakan sejenis minyak wangi yang sama seperti minyak

wangi pada umumnya namum memiliki bahan yang berbeda, minyak air mata

duyung biasanya dipakai oleh guru-guru atau dukun pada ritual kepercayaan yang

mereka percaya.

Pada upacara adat Erpangir Ku Lau minyak air mata duyung digunakan sebagai

pengharum atau wewangian. Etnik Karo percaya aroma wangi dari minyak air mata

duyung ini dapat mengundang tendi yang ada disekitar tempat dilaksanakannya

upacara adat Erpangir Ku Lau untuk datang ke tempat upacara adat Erpangi Ku Lau

dilaksanakan. Nantinya minyak air mata duyung ini akan dicipratkan keseluruh

peralatan ataupun sesajen yang akan digunakan dalam pelaksanaan upacara adat

Erpangir Ku Lau. hal bermaksud agar aroma wangi dari minyak air mata duyung ini

melekat pada peralatan ataupun sesajen yang akan dipakai.

9. Kumenen.

Dok.foto novendri dadik 2017

Kumenen adalah getah pohon kemenyan yang diambil dengan cara

menggoreskan batang pohon kemenyan hingga mengeluarkan getah, getah pohon

kemenyan ini akan mengeras dan membentuk kristal, kristal-kristal getah inilah yang

akan di bakar hingga mengeluarkan asap yang memiliki aroma dari getah kemenyan

tersebut.

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kumenen biasanya dipakai pada ritual-ritual kepercayaan. sama halnya dengan

minyak air mata duyung aroma dari asap kumenen juga dipercaya oleh etnik Karo

dapat mengundang tendi yang ada disekitar tempat dilakukannya upacara adat

Erpangir Ku Lau.

Berbeda dengan minyak air mata duyung yang dicipratkan. Kumenen yang sudah

dibakar hingga mengeluarkan asap akan dibawa berkeliling dan didekatkan keseluruh

peralatan atau sesajen yang akan di pakai dalam pelaksanaan upacara adat Erpangir

Ku Lau. Hal bermaksud agar aroma dari asap kumenen dapat melekat keseluruh

peralatan dan sesajen yang akan dipakai dalam pelaksanaan upacara adat Erpangir

Ku Lau.

10. Beras Piher.

Dok.foto novendri dadik 2017

Beras piher sering dipakai dalam berbagai upacara adat etnik Karo salah satunya

upacara adat Erpangir Ku Lau. Beras Piher yang dipakai dalam upacara adat

Erpangi Ku Lau adalah beras dan telur ayam kampung yang diletakan didalam

kampil.

Beras piher akan diberikan kepada guru/dukun yang membimbing upacara adat

Erpangir Ku Lau. Setelah selesai menari beras nantinya akan dihamburkan keatas

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebagai bentuk penyambutan kepada tendi yang telah datang di tempat dilakukannya

upacara adat Erpangir Ku Lau.

4.2.2 Bentuk Simbol Cibal-cibalen dan Makanan.

1. Cimpa.

Dok.foto novendri dadik 2017

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Cimpa adalah makanan khas etnik Karo yang sering digunakan pada upacara adat

etnik Karo, Cimpa terbuat dari ketan dan gula merah ada 7 jenis Cimpa yang di

gunakan pada upacara adat Erpangir Ku Lau antara lain : (1) Cimpa lepat, (2) Cimpa

unung-unung, (3) Cimpa tuang, (4) Cimpa gulamai, (5) Cimpa pustaka, (6) Cimpa

rambai rambai, (7) Cimpa Matah.

Perbedaan dari ketujuh Cimpa tersebut terletak pada proses pembuatan dan

bentuknya. Cimpa-cimpa tersebut digunakan sebagai cibal-cibalen yang nantinya

akan diletakan disekitar tempat dilakukannya Erpangir Ku Lau. Pada akhir

pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku Lau ke tujuh jenis cimpa yang digunakan

sebagai cibal-cibalen akan menjadi santapan yang akan dimakan bersama oleh si

pelaku bersama dengan seluruh peserta upacara adat Erpangir Ku Lau.

2. Rimo.

Dok.foto novendri dadik 2017

Jeruk dalam bahasa bahasa Karo disebut Rimo. Rimo mengambil peran penting pada

upacara adat Erpangir Ku Lau. terdapat 7 jenis rimo yang dipakai atau digunakan

antara lain rimo mungkur, rimo malem, rimo kejaren, rimo bunga, rimo keling, rimo

kelele, rimo gawang.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada upacara adat Erpangir Ku Lau terdapat perbedaan dalam menggunakan rimo.

Enam jenis rimo digunakan sebagai cibal-cibalen yang akan diberikan kepada tendi.

Ke enam rimo akan diletakan bersamaan dengan cibal-cibalen lainnya disekitar

tempat yang menjadi sumber air. Dan yang satu yaitu rimo mungkur merupakan

bahan pokok yang akan dicampurkan dengan air bersama dengan penguras. Nantinya

air dari campuran ini yang akan dipakai si pelaku untuk berkeramas.

Rimo mungkur yang akan digunakan untuk berkeramas akan diukir berbentuk

bintang 7 atau bintang 9 pada bagian atas dan bawah rimo mungkur. Setelah diukir

rimo mungkur akan diiris menjadi potongan kecil dan akan dicampurkan dengan air

bersama dengan penguras

. .
Dok.foto novendri dadik 2017

3. Belo (Sirih).

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dok.foto novendri dadik 2017

Belo adalah daun dari pohon sirih. Belo biasanya dipakai kaum wanita etnik Karo

sebagai bahan untuk dikonsumsi dengan beberapa bahan pelengkap yaitu kapur sirih,

gambir, tembakau, buah pinang. Belo juga sering dipakai pada upcara adat atau ritual

kepercayaan tradisional etnik Karo namun pada umumnya belo dipakai untuk bahan

konsumsi sehari-hari oleh perempuan etnik Karo. etnik Karo percaya dengan

mengkonsumsi sirih dapat memperkuat gigi sekaligus untuk kesehatan.

Upacara adat Erpangir Ku Lau juga menggunakan belo sebagai salah satu cibal-

cibalen yang akan diberikan kepada tendi yang ada disekitar tempat dilakukannya

upacara adat Erpangir Ku Lau. Belo yang digunakan berjumlah ganjil antara 9 atau

11 lembar. Belo diletakan bersama dengan isap dan cibal-cibalen lainnya beserta

dengan perlengkapannya yaitu gambir, tembakau, pinang yang telah dibelah, dan

kapur sirih.

4. Galuh Emas.

Dok.foto novendri dadik 2017

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Galuh Emas pada bahasa etni karo berarti pisang emas. Galuh emas memiliki bentuk

seperti pisang pada umunnya namun memiliki rasa yang lebih manis. etnik Karo

sering menggunakan Galuh emas dalam berbagai upacara atau ritual adat sebagai

cibal-cibalen yang diberikan kepada tendi atau sebagai bahan makanan yang akan di

makan bersama.

Pada upacara adat Erpangir Ku Lau galuh emas juga digunakan sebagai cibal-

cibalen. Galuh emas akan diletakan diatas dagangen bersama dengan cibal-cibalen

lainnya.

5. Tinaruh Manuk (Telur Ayam).

Dok.foto novendri dadik 2017

Tinaruh manuk adalah bahasa etnik Karo yang berarti telut ayam. Telur ayam banyak

digunakan masyarakat pada umunya sebagai bahan makanan atau sebagai media

ritual kepercayaan. Sama dengan masyarakat pada umunya etnik Karo juga demikian

namun yang digunakan oleh etnik Karo bukan telur ayam yang biasa dijumpai

melainkan etnik Karo menggunakan terlur ayam kampung. Bentuk telur ayam

kampung relatif sama dengan telur ayam lainnya namun memiliki ukuran dan warna

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang berbeda. Telur ayam kampung memiliki ukuran yang lebih kecil dan berwarna

mbentar polos.

Telur ayam kampung banyak digunakan dalam berbagai upacara atau ritual adat

etnik Karo dengan fungsi sebagai sesajen. Sama halnya dengan itu pada upacara adat

Erpangir Ku Lau telur ayam kampung juga digunakan oleh etnik karo sebagai

sesajen. Telur ayam kampung juga digunakan sebagai bahan dari beras piher dengan

cara memasukan telur ayam kampung bersama dengan beras kedalam kampil.

6. Isap.

Dok.foto novendri dadik 2017

Pada upacara adat etnik Karo isap digunakan sebagai simbol penghormatan. Dalam

kehidupan etnik Karo isap biasanya dibuat dengan bahan daun nipah kering dan

tembakau namun seiring perkembangan zaman rokok dengan bahan seperti itu sudah

semakin sulit dicari sehingga etnik Karo menggantinya dengan menggunakan rokok-

rokok buatan pabrik yang lebih mudah untuk didapatkan.

Etnik Karo percaya bahwa tendi menyukai isap sehingga isap juga digunakan

sebagai salah satu cibal-cibalen pada upacara adat Erpangir Ku Lau. Isap akan

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diletakan berdampingan dengan belo dan sebagian akan dibakar atau dihidupkan

dengan sebatang kayu kecil yang akan menjepit isap tersebut dan akan ditancapkan

di dekat belo.

7. Manuk sangkepi.

Dok.foto novendri dadik 2017

Manuk sangkepi adalah makanan khas yang sering dipakai di berbagai upacara adat

etnik Karo. Manuk sangkepi adalah ayam kampung yang sudah disembelih dan

dibuang bulunya lalu di potong menjadi 6 bagian adapun bagian-bagiannya adalah

tenten (dada), gurung ras takalna (punggung dan kepala), nahe terus ku paha (kaki

sampai ke paha), kabeng (sayap), ate (hati), dan belalang ras tukana (ampela dan

usus) ke 6 bagian itu lalu di masak dan dihidangkan.

Cara menghidangkan manuk sangkepi berbeda dengan masakan lainnya manuk

sangkepi dihidangkan diatas piring dengan menyusun ulang bagian-bagian ayam

yang sudah dipotong-potong menjadi seperti ayam yang masih hidup.

Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau manuk sangkepi digunakan sebagai cibal-

cibalen dan juga sebagai makanan yang akan dimakan bersama oleh si pelaku dan

guru/dukun pada tahap akhir pelaksaan upacara adat Erpangir Ku Lau. Manuk

sangkepi akan dihidakan bersama dengan cibal-cibalen lainnya , Manuk Sangkepi

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diletakan diatas dagangen yang telah disusun didekat tempat dilakukannya upacara

adat Erpangir Ku Lau.

8. Manuk Mbentar.

Dok.foto novendri dadik 2017

Manuk mbentar merupakan bahasa etnik Karo yang berarti ayam putih. Manuk

mbentar yang digunakan pada upcara adat etnik Karo adalah ayam jantan yang

memiliki bulu berwarna putih disekujur tubuh tanpa ada corak warna lain.

Manuk mbentar juga digunakan sebagai cibal-cibalen pada upacara adat Erpangir

Ku Lau. Berbeda dengan cibal-cibalen lainya yang dihidangkan atau diletakan

didekat tempat dilakukannya upacar adat Erpangir Ku Lau. Manuk mbentar nantinya

akan dilepaskan ketika si pelaku telah selesai menyampaikan maksud dan tujuan

dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau. Etnik Karo percaya dengan melepaskan

manuk mbentar kesialan atau penyakit yang menimpa si pelaku akan ikut bersama

dengan manuk mbentar tersebut. sehingga si pelaku akan terbebas dari kesialan atau

penyakit yang menimpanya.

4.2.3 Bentuk Simbol Penanda Status.

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Kalimbubu.

Kalimbubu adalah pihak keluarga yang memberikan istri dalam konteks ini adalah

marga dari ayah istri atau marga dari ibu pengantin laki-laki. Dalam upacara adat

Erpangir Ku Lau, kalimbubu memiliki peran sebagai pendamping juga sebagai

pemberi nasihat kepada si pelaku dengan harapan agar kehidupan si pelaku akan

lebih baik.

2. Senina.

Senina adalah kelompok keluarga yang diambil berdasarkan tutur marga yang sama

baik keluarga jauh maupun keluarga kandung. Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau

senina mengambil peran sebagai pihak yang menjaga keamanan serta kelancaran

pada saat upacara adat Erpangir Ku Lau dilaksanakan.

3. Anak beru

Anak beru adalah pihak yang mengambil istri dari suatu keluarga atau dalam hal

pernikahan anak beru adalah pihak laki-laki. Dalam kehidupan etnik Karo anak beru

juga disebut sebagai hakim moral. Di mana ketika terjadi perselisihan didalam

keluarga kalimbubu. Maka anak beru yang akan menjadi penengah atau yang akan

mendamaikan perselisihan tersebut.

Peran anak beru dalam pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku Lau adalah sebagai

pihak yang mempersiapkan segala keperluan yang di perlukan untuk melaksanakan

upacara adat Erpangir Ku Lau sehingga upacara adat Erpangir Ku Lau dapat

berjalan dengan lancar.

4.2.4 Bentuk Simbol Waktu.

1. Belah Purnama Raya (14 Hari Bulan).

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tanggal Hari Deskripsi
1 Aditia Upacara adat Erpangir Ku Lau biasanya
2 Suma dilakukan pada hari-hari tertentu yang
3 Nggara disebut dengan hari baik. Hari baik dalam
4 Budaha
melaksanakan Erpangir Ku Lau bisa di liat
5 Beras Pati Pultak
pada kolom disamping di mana hari baik
6 Cukera Enem Berngi
7 Belah Naik untuk melakukan upacara adat Erpangir Ku
8 Aditia Naik Lau adalah (1) hari ke 3 (nggara), (2) hari ke
9 Sumana Siwah 7 (belah naik), (3) hari ke 10 (nggara
10 Nggara Sepuluh sepuluh), (4) hari ke 12 (beras pati tangkep),
11 Budaha Ngadep
(5) hari ke 13 (cukera dudu), (6) hari ke 14
12 Beras Pati Tangkep
(belah purnama raya), (7) hari ke 17
13 Cukera Dudu
14 Belah Purnama Raya (nggara enggo), (8) hari ke 22 ( aditia
15 Tula turun), (9) hari ke 24 (nggara simbelin).
16 Suma Cepik Hari-hari tersebut diatas dipercaya oleh etnik
17 Nggara Enggo Tula Karo sebagai hari yang baik untuk
18 Budaha Gok
melaksanakan upacara adat Erpangir Ku Lau
19 Beras Pati
berdasarkan dengan alasan atau niat sipekalu
20 Cukera Si 20
21 Belah Turun dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku
22 Aditia Turun Lau.
23 Sumana Mate
24 Nggara Simbelin
25 Budaha Medem
26 Beras Pati Medem
27 Cukera Mate
28 Mate Bulan
29 Dalan Bulan
30 Sami Sara

Bedasarkan simbol waktu yang berjumlah 30 pada bagan 1 (satu) diatas maka seluruh adat

etnik Karo ditentukan sesuai dengan hari baik. Menentukan hari baik dalam etnik Karo

disebut niktik wari sitelu puluh. Dalam konteks Erpangir Ku Lau maka penentuan niktik

wari dilaksanakan oleh guru mbelin dengan melihat perkembangan bulan dari hari ke hari.

Pembagian hari (wari) dalam satu bulan (paka) didasarkan pada umur bulan. ada 4 cara yang

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


digunakan dalam melakukan niktik wari yaitu (1) Ngarak Ngarak Bulan, (2) Bulan

Pemakan, (3) Arah Batu Keling, (4) Pucuk Tengiang.

Dalam konteks upacara adat Erpangir Ku Lau dengan alasan mengucap syukur kepada

Dibata. hari ke 14 dalam sistem penanggalan etnik Karo atau yang disebut hari belah

purnama raya adalah hari yang baik untuk melakukan upacara adat tersebut.

4.2.5 Bentuk Simbol Tarian.

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terdapat empat Tarian yang akan digunakan atau dilakukan pada uacara adat

Erpangir Ku Lau yaitu (1) tari pengari-ngari, (2) tari mari-mari, (3) tari odak-odak,

(4) tari silengguri. keempat tarian ini merupakan simbol yang melambangkan

undangan, pengiring juga penyambuatan kepada tendi yang ada disekitar lokasi

upacara adat tersebut agar tendi berkenan untuk datang dan berkmuniakasi kepada si

pelaku. Tidak terdapaat perbedaan pada gerakaan atau bentuk di keempat tarian

tersebut yang menjadi perbedaan pada keempat tarian tersebut adalah cepat

lambatnya gerakan pada saat melakukan tarian tersebut atau yang disebut dengan

tempo.

Gerakan dari keempat tarian ini akan berangsung-angsur menjadi cepat sesauai

dengan urutan tarian dimana Tari pengari-ngari merupakan tarian yang memiliki

tempo paling lambat atau gerakan yang paling lambat dan dilanjukan dengan tari

mari-mari yang memiliki tempo sedikit lebih cepat dari tarian sebelumnya perubahan

tempo ini akan berlangsung sampai pada tahap tarian terakhir yaitu tari silengguri.

Dimana tari silengguri ini merupakan tarian yang terkahir dan merupakan tarian

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang memiliki tempo atau gerakan paling cepat dari tarian-tarian sebelumnya. Pada

saat melakukan tarian inilah tendi akan merasuki tubuh guru/dukun dan akan

melakukan komunikasi dengan si pelaku.

Keempat tarian akan dilakukan oleh guru/dukun dan si pelaku pada saat setelah

melakukan keramas pada upacara adat Erpangir Ku Lau dengan maksud untuk

mengundang tendi agar berkenan datang dan berkomunikasi.

4.3 Fungsi Simbol Pada Upacara Adat Erpangir Ku Lau.

Secara pragmatis fungsi simbol verbal dan non verbal merupakan pemakaian bahasa

dalam konteks dan situasi yang sebenarnya (Leech, 1993: 161). Untuk menganalisis

fungsi simbol yang terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau pada etnik Karo

skripsi ini merujuk pada pendapat Leech (1993: 162) yang menyatakan bahwa

fungsi-fungsi bahasa terdiri atas (1) ekspresif, (2) direktif, (3) komisif, (4)

representatif, (5) deklaratif. Di mana etnik Karo juga memberikan pesan pada setiap

simbol yang dipakai dalam upacara adat berdasarkan fungsi yang diberikan atau yang

dipercaya oleh etnik Karo dalam kehidupannya.

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan kelima konsep diatas maka dilakukan analisis terhadap fungsi simbol

yang terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau. Adapun fungsi simbol yang

terdapat pada upacara adat Erpangir Ku Lau diuraikan sebagai berikut :

No Bentuk Simbol FUNGSI


Eks Dir Kom Repre Dekla
1. piso tumbuk lada 
2. Kampil 
3. bulung galuh 
4. Penguras 
5. mangkuk Mbentar 
6. Dagengen 
7. amak Mbentar 
8. minyak air mata duyung 
9. kumenen 
10.beras piher 
11. cimpa 
12.Rimo 
13.belo 
14.galuh Emas 
15.tinaruh Manuk 
16.Isap 
17.manuk sangkepi 
18.manuk mbentar 
19.Kalimbubu 
20.Senina 
21.anak beru 
22.belah Purnama Raya 
23.tari pengari-ngari 
24.tari mari-mari 
25.tari odak-odak 

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26.tari silengguri 

Berdasarkan pada bagan 2 (dua) diatas maka deskripsi fungsi simbol yang terdapat

pada upacara adat Erpangir Ku Lau diuraikan sebagai berikut :

4.3.1 Fungsi Simbol Peralatan atau Perlengkapan

1. Piso Tumbuk Lada

Dalam kehidupan etnik Karo piso tumbuk lada digunakan sebagai senjata sekaligus

sarana pengobatan. Berbeda dengan senjata lainnya piso tumbuk lada memiliki cara

khusus dalam menentukan pemiliknya sehingga tidak sembarang orang dari etnik

Karo yang dapat memiliki senjata tersebut.

Dalam konteks upacara adat Erpangir Ku Lau piso tumbuk lada merupakan simbol

yang melambangkan penjaga dan pemberi kesembuhan. Bersadarkan fungsi dalam

kehidupan etnik Karo piso tumbuk lada merupakan senjata yang gunakan untuk

menjaga diri dan sebagai media atau sarana yang dipakai oleh etnik Karo dalam

melakukan pengobatan spiritual sehingga piso tumbuk lada dipakai dalam

melaksanakan upacara adat Erpangir Ku Lau.

2. Kampil.

Simbol kampil merupakan simbol yang melambangkan penghormatan. Dalam

konteks upacara adat Erpangir Ku Lau kampil digunakan untuk menghormat tendi

yang datang ke tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau. Maka belo akan

disusun rapi didalam kampil dan diletakan sebagai cibal-cibalen.

3. Bulung Galuh.

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sama halnya dengan kampil simbol bulung galuh juga merupakan simbol yang

melambangkan kan perhormatan sehingga cibal-cibalen yang sudah dipersiapkan

dan akan diberikan kepada tendi yang ada di sekitar tempat dilakukannya upacara

adat Erpangir Ku Lau akan diletakan diatas bulung galuh yang disusun berlapis.

Bulung galuh dianggap bersih oleh etnik Karo sehingga bulung galuh dianggap

cocok untuk dijadikan alas untuk meletakan cibal-cibalen.

4. Penguras.

Simbol Penguras merupakan simbol yang berfungsi untuk melambangkan air suci.

Etnik Karo percaya dengan menggunakan penguras sebagai salah satu bahan yang

digunakan untuk keramas dalam upacara adat Erpangir Ku Lau. Penguras mampu

membersihkan dan menyucikan diri sehingga orang yang melakukan upacara adat

Erpangir Ku Lau dianggap pantas untuk berkomunikasi dengan roh penunggu yang

ada disekitar tempat Erpangir Ku Lau dilakukan

5. Mangkuk Mbentar.

Dalam kehidupan etnik Karo simbol mangkuk mbentar merupakan simbol yang

melambangkan kesucian dan kebersihan sehingga mangkuk mbentar bnyak

digunakan dalan upacara atau ritual adat etnik Karo.

Mangkuk mbentar juga digunakan dalam upacar adat Erpangir Ku Lau sebagai

wadah air yang digunakan untuk keramas. Dimana etnik Karo percaya mangkuk

mbentar adalah alat yang cocok digunakan sebagai wadah air untuk memberisihkan

diri atau menyucikan diri.

6. Dagangen.

Sama halnya dengan simbol mangkuk mbentar. Simbol dagangen juga merupakan

simbol yang melambangkan kesucian. Selain melambangkan kesucian dalam konteks

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


upacara adat Erpangir Ku Lau dagangen juga melambangkan penghormatan. Pada

pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku Lau selain sebagai penutup kepala dagangen

juga digunakan sebagai alas untuk melatakan cibal-cibalen. Hal ini bertujuan untuk

menghormati tendi yang telah datang ke tempat dilakukannya upacara adat Erpangir

Ku Lau.

7. Amak Mbentar.

Simbol amak mbentar berfungsi sebagai simbol yang melambangkan penghormatan

oleh etnik Karo kepada orang yang memiliki derajat status kekerabatan yang lebih

tinggi atau kepada orang yang membantu dan mendampingi dalam pelaksanaan suatu

upacara adat etnik Karo.

Dalam konteks upacara adat Erpangir Ku Lau. amak mbentar merupakan simbol

penghormatan kepada guru/dukun yang akan membimbing berjalan nya upacara adat

Erpangir Ku Lau juga sebagai bentuk penghormatan kepada kalimbubu. Amak

mbentar ini akan diberikan oleh si pelaku kepada guru dan kalimbubu pada tahap

awal pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku Lau.

Pada saat upacara adat Erpangir Ku Lau berjalan amak mbentar inilah yang akan

digunakan guru sebagai tempat duduk oleh guru/dukun dan juga kalimbubu.

8. Minyak air mata duyung.

Minyak air mata duyung merupakan simbol yang gunakan oleh etnik Karo sebagai

isyarat untuk menyampaikan pesan kepada roh para leluhur maupun roh penunggu

suatu tempat atau yang disebut dengan tendi.

Etnik Karo percaya dengan menggunakan minyak air mata duyung sebagai

wewangian atau pengharum pada peralatan yang digunakan dalam upacara Erpangir

Ku Lau maka roh penunggu yang ada disekitar tempat dilakukannya upacara adat

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Erpangir Ku Lau akan berkenan mendengarkan pesan yang akan disampaikan oleh

sipelaku upacar adat Erpangir Ku Lau.

9. Kumenen.

Sama halnya dengan minyak air mata duyung. Kumenen juga merupakan simbol

isyarat untuk menyampaikan pesan. aroma kumenen juga dipercaya oleh etnik Karo

dapat mengundang tendi yang ada disekitar tempat Erpangir Ku Lau dilaksanakan

sehingga tendi tertarik dan berkenan untuk datang mendengarkan pesan yang akan

disampaikan oleh si pelaku.

10. Beras Piher.

Dalam konteks upacara adat Erpangir Ku Lau, beras piher berfungsi sebagai simbol

penyambutan ketika roh penunggu tendi telah datang ke tempat upacara adat

Erpangir Ku Lau dilakukan dan merasuki tubuh guru/dukun. Nantinya beras akan

dihamburkan ke atas oleh guru/dukun sambil melakukan tarian silengguri.

4.3.2 Fungsi Simbol Cibal-Cibalen (Sesajen) dan Makanan.

1. Cimpa.

Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau simbol cimpa berfungsi sebagai simbol yang

melambangkan rasa terima kasih dan ucapan syukur si pelaku kepada dibata karena

terkabulnya doa atau tercapainya suatu tujuan sehingga cimpa dijadikan sesajen yang

pada upacara adat Erpangir Ku Lau.

2. Rimo

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada upacara adat Erpangir Ku Lau simbol rimo merupakan simbol yang

melambangkan penghormatan kepada tendi yang datang ke tempat dilakukannnya

upacara adat Erpangir Ku Lau sehingga rimo dijadikan sebagai salah satu cibal-

cibalen. Namun terdapat perbedaan makna pada rimo mungkur.

rimo mungkur merupakan simbol yang melambangkan kesucian sehingga rimo

mungkur dipakai menjadi salah satu bahan untuk berkeramas dalam upacara adat

Erpangir Ku Lau. Etnik Karo percaya rimo mungkur dipercaya oleh etnik Karo dapat

membersihkan dan menyucikan diri setelah melakukan keramas pada upacara adat

Erpangir Ku Lau sehingga dianggap layak untuk berkomunikasi dengan tendi yang

ada disekitar tempat upacara adat Erpangir Ku Lau dilakukan:

3. Belo.

Simbol belo digunakan sebagai alat atau media yang dipercaya oleh etnik Karo dapat

mengundang tendi yang ada disekitar tepat upacara adat Erpangir Ku Lau untuk

datang dan berkomunikasi dengan si pelaku upacara adat Erpangir Ku Lau dengan

cara merasuki tubuh guru/dukun yang membimbing upacara adat tersebut.

4. Galuh Emas.

Galuh emas merupakan simbol yang melambangkan pengharapan. Dengan

memberikan galuh emas sebagai salah satu cibal-cibalen pada upacara Erpangir Ku

Lau. Etnik Karo berharap dibata akan memberikan kehidupan yang manis seperti

galuh emas tersebut.

5. Tinaruh Manuk.

Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau, tinaruh manuk merupakan simbol yang

melambangkan kehidupan yang baru atau permulaan kehidupan. Etnik Karo percaya

bahwa Erpangir Ku Lau merupakan suatu upaya untuk menyucikan dan

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


membersihkan diri sama halnya seperti tinaruh manuk setelah melakukan upacara

adat Erpangir Ku Lau merupakan kehidupan yang baru atau permulaan kehidupan

dari kehidupan yang sebelumnya.

6. Isap.

Dalam kehidupan etnik Karo isap merupakan simbol yang melambangkan

penghormatan karena dalam kehidupan etnik Karo isap digunakan sebagai alat untuk

membuka pembicaraan.

Isap dalam upacara adat Erpangir Ku Lau juga digunakan sebagai alat untuk

membuka pembicaraan atau alat yang digunakan untuk memulai komunikasi dengan

tendi yang akan merasuki tubuh guru/dukun untuk menyampaikan maksud dan

tujuan si pelaku dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau.

7. Manuk Sangkepi.

Dalam konteks upacara adat Erpangir Ku Lau manuk sangkepi merupakan simbol

yang melambangkan rasa terima kasih dan ucapan syukur kepada dibata karena telah

memberikan kehidupan yang lebih baik kepada sipelaku. Manuk sangkepi juga

merupakan simbol perngharapan tentang keteraturan hidup, seperti ketarutan

potongan daging ayam yang telah disusun secara utuh menyerupai ayam yang masih

hidup.

8. Manuk Mbentar.

Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau manuk mbentar merupakan simbol yang

melambangkan ucapan terima kasih juga ketulusan hati si pelaku dalam melakukan

upacara adat Erpangir Ku Lau. Manuk mbentar akan dilepaskan pada tahap akhir

pelaksanaan upacara adat Erpangir Ku Lau sebagai bentuk rasa terima kasih sipelaku

kepada dibata.

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.3.3 Fungsi Simbol Penanda Status.

1. Kalimbubu.

Dalam kehidupan etnik Karo kalimbubu merupakan simbol yang melambangkan

status kekerabatan yang paling tinggi atau memiliki kedudukan adat yang paling

tinggi.

2. Senina.

Di kehidupan etnik Karo senina adalah simbol yang melambangkan status

kekerabatan antar marga yang sama. Sehingga orang-orang yang memiliki marga

yang sama akan dianggap sebagai keluarga.

3. Anak beru.

Anak beru dalam upacara adat Erpangir Ku Lau berfungsi sebagai yang membantu si

pelaku dalam mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam melaksanakan

upacara adat Erpangir Ku Lau. Selain itu anak beru juga berperan sebagai penengah

ketika ada pemasalahan dalam pelaksaan upacara adat Erpangir Ku Lau.

4.3.4 Fungsi Simbol waktu.

1. Belah Purnama Raya.

Belah Purnama raya adalah simbol yang melambangkan hari baik untuk melakukan

upacara adat Erpangir Ku Lau. Berdasarkan sistem penanggalan yang dipercaya oleh

etnik Karo etnik Karo dan arahan dari guru/dukun hari belah purnama raya adalah

hari yang paling baik atau cocok dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau

dalam konteks mengucap syukur kepada dibata.

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.3.5 Fungsi Simbol Tarian.
1. Tari Pengari-ngari
Tari Pengari-ngari merupakan simbol yang melambangkan sebuah undangan yang

diberikan si pelaku upacara adat Erpangir Ku Lau kepada tendi yang ada disekitar

tempat upacara adat dilakukan. Etnik Karo percaya dengan melakukan tarian ini

maka tendi yang disekitar tempat dilakukannya upacara adat Erpangir ku lau akan

tertarik dan berkenan untuk datang ke tempat dilakukannya upacara adat tersebut.

2. Tari Mari-mari

Tarian ini merupakan simbol pengiring yang lakukan oleh etnik Karo pada saat

melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau. Etnik Karo percaya pada saat melakukan

tarian ini maka tendi yang diundang sedang melakukan persiapan-persiapan untuk

datang ke tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau. Tarian inilah yang

menjadi pengiring tendi dalam melakukan persiapan-persiapan sebelum berangkat ke

tempat dilakukannya upacara adat tersebut.

3. Tari odak-odak.

Sama halnya dengan tari mari-mari, tari odak-odak juga merupakan simbol

pengiring yang dilakukan oleh etnik Karo. yang menjadi perbedaan antara kedua

tarian adalah waktu dimana tarian ini dilakukan. Tari mari-mari dilakukan atau

menjadi pengiring ketika tendi melakukan persiapan sebelum berangkat sedangkan

tari odak-odak dilakukan atau menjadi pengiring pada saat tendi telah berangkat atau

selama dalam perjalanan menuju tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku

Lau.

4. Tari Silengguri.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tari silengguri adalah tarian terakhir yang dilakukan etnik Karo pada upacara adat

Erpangir Ku Lau. Tari silengguri merupakan simbol penyambutan kepada tendi yang

sudah sampai di tempat upacara adat Erpangir Ku Lau. Tendi yang sudah sampai

ditandai dengan merasuki tubuh guru/dukun yang melakukan tarian tersebut. pada

saat tendi merasuki tubuh guru/dukun tendi akan membuat permintaan seperti

meminta cimpa untuk dimakan atau melakukan tarian yang berbeda sesauai dengan

keinginan tendi yang merasuki tubuh guru/dukun tersebut.

4.4 Makna Simbol Pada Upacara Adat Erpangir Ku Lau.

Etnik Karo memberikan makna pada masing-masing simbol yang ada pada upacara

adat Erpangi Ku Lau. Adapun makna yang pada simbol yang ada pada upacara adat

Erpangir Ku Lau adalah sebagai berikut :

No Bentuk Simbol Makna


DN KN
1. piso Tumbuk Lada 
2. kampil 
3. bulung Galuh 
4. penguras 
5. mangkuk Mbentar 
6. dagengen 
7. amak Mbentar 
8. minyak Air Mata Duyung 
9. kumenen 
10. beras Piher 
11. cimpa 
12. rimo 

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13. belo 
14. galuh Emas 
15. tinaruh Manuk 
16. isap 
17. manuk sangkepi 
18. manuk Mbentar 
19. kalimbubu 
20. senina 
21. anak Beru 
22. belah Purnama Raya 
23. tari Pengari-ngari 
24. tari mari-mari 
25. tari odak-odak 
26. tari silengguri 

Berdasarkan pada bagan 3 (tiga) diatas makan deskripsi makna yang terkandung

pada simbol yang ada pada upacara adat Erpangir Ku Lau diuraikan sebagai berikut :

4.4.1 Makna Simbol Peralatan atau Perlengkapan.

1. Piso Tumbuk Lada.

Simbol piso tumbuk lada memiliki makna keberanian, kewibawaan dan kepintaran.

Berdasarkan cara yang digunakan etnik Karo dalam menentukan pemilik dari piso

tumbuk lada etnik Karo menganggap bahwa pemilik dari piso tumbuk lada adalah

orang yang memiliki keberanian serta kewibawaan juga memiliki kepintaran dalah

hal pengobatan dalam konteks pengobatan spiritual.

2. Kampil.

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau Kampil memiliki makna sebagai rasa hormat si

pelaku kepada tendi yang telah datang ke tempat dilakukannya Erpangir Ku Lau.

Etnik Karo menganggap dengan melatakan belo didalam kampil adalah sebuah

bentuk wujud kesopanan dari etnik Karo terhadap tendi yang telah mereka undang.

3. Bulung Galuh.

Sama halnya dengan Kampil dalam upacara adat Erpangir Ku Lau bulung galuh juga

memaknai rasa hormat dan wujud kesopanan si pelaku kepada tendi. Dengan

meletakan sesajen yang telah di persiapkan diatas bulung galuh.

4. Penguras.

Dalam upcara adat Erpangir Ku Lau penguras memilki makna suci sehingga

penguras di pakai menjadi salah satu bahan dalam konteks menyucikan diri.

Penguras juga memiliki makna yang utuh dan saling melengkapi karena terdiri dari

beberapa bahan yang disatukan menjadi satu. sehingga sipelaku dapat menjadi utuh

dan saling melengkapi dalam keluarga pada kehidupannya.

5. Mangkuk Mbentar.

Mangkuk mbentar memiliki makna suci dan bersih. Etnik Karo percaya dengan

memberikan sesautu dengan memakai tempat yang suci dan bersih merupakan suatau

bentuk kesopanan kepada tendi dan juga kepada dibata sehingga dibata lebih

berkenan memberikan berkat kepada mereka.

6. Dagangen.

Dagangen memiliki makna suci sekaligus penghormatan kepada para leluhur.

Dengan memakai kain mbentar sebagai bagian dari pakian dalam melakukan upacara

adat atau ritual kepercayaan etnik Karo percaya bahwa para leluhur akan lebih

menyukai dan berkenan untuk memberi berkat.

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Amak Mbentar .

Dalam kehidupan etnik Karo amak mbentar memiliki makna tersendiri yaitu rasa

hormat kepada orang yang memiliki derajat status kekerabatan yang lebih tinggi.

sehingga amak mbentar dipakai dalam upacara adat Erpangir Ku Lau sebagai wujud

penghormatan kepada kalimbubu dan kepada guru/dukun yang membimbing

pelaksanaan upacara Erpangir Ku Lau.

Selain sebagai pernghormatan kepada kalimbubu dan guru/dukun yang membimbing.

Amak mbentar juga bermakna perharapan bagi si pelaku, agar si pelaku berhati baik

seperti amak mbentar tersebut.

8. Minyak Air Mata Duyung.

Menurut etnik Karo minyak air mata duyung memiliki makna suci dan sakral. Dalam

upacara adat Erpangir Ku Lau minyak air mata duyung dipakai pada peralatan yang

akan digunakan selama upacara adat tersebut berlangsung, etnik Karo percaya

minyak air mata duyung dapat membuat perlatan yang dipakai menjadi suci.

9. Kumenen.

Sama halnya dengan minyak air mata duyung kumenen juga memiliki makna suci

dan sakral. Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau kumenen akan dibakar sehingga

mengeluarkan asap dan aroma sehingga roh-roh tendi berkenan untuk datang ke

tempat dilakukannya upacara adat Erpangir Ku Lau.

10. Beras Piher.

Selain sebagai simbol penyambutan kepada tendi yang telah datang ke upacara adat

Erpangir Ku Lau. Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau beras piher merupakan

simbol yang memilik rmakna pemberi berkat dan kemeriahan. Dengan

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menghamburkan beras piher ke atas ketika tendi merasuki tubuh guru/dukun akan

membuat upacara adat Erpangir Ku Lau menjadi lebih meriah.

Etnik Karo juga percaya beras piher mampu memberikan berkat kepada si pelaku

upacara adat Erpnagir Ku Lau. Dengan cara menaburkan beras piher ke atas kepala

si pelaku.

4.4.2 Makna Simbol Cibal-Cibalen dan Makanan.

1. Cimpa.

Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau, cimpa merupakan simbol yang memiliki

makna pengharapan. Namum pada setiap cimpa yang dipakai memiliki makna

pengharapan yang berbeda. Adapun makna dari cimpa-cimpa tersebut yaitu :

- Cimpa Lepat.

Cimpa lepat memilki makna perharapan agar sipelaku Erpangir Ku Lau mudah dan

lancar dalam mendapatkan rejeki seperti pekerjaan dan usaha.

- Cimpa Rambai-Rambai.

Cimpa rambai-rambai memilki makna pengharapan agar sipelaku Erpangir Ku Lau

cepat mendapatkan rejeki atau berkat.

- Cimpa Pustaka.

Cimpa pustaka memilki makna pengharapan agar sipelaku Erpangir Ku Lau

mendapat kepintaran dalam kehidupannya

- Cimpa Tuang.

Sama halnya dengan Cimpa lepat dan Cimpa rambai-rambai, Cimpa tuang juga

memilki makna pengharapan agar sipelaku Erpangir Ku Lau lancar mendapatkan

rejeki seperti pekerjaan dan usaha.

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Cimpa Unung-Unung.

Cimpa unung-unung memilki makna pengharapan agar sipelaku dapat rendah hari

kepada keluarga dan orang lain.

- Cimpa Gulamai.

Cimpa gulamai sama seperti Cimpa unung-unung,Cimpa gulamai memilki makna

perharapan agar sipelaku rendah hati kepada keluarga dan orang lain dalam

kehidupannya.

- Cimpa Matah.

Cimpa matah memilki makna pengharapan agar sipelaku mendapat rejeki yang

berlimpah didalan kehidupannya.

2. Rimo.

Pada upacara Erpangir Ku Lau, ada tujuh jenis rimo yang dipakai sebagai sesajen

maupun sebagai salah satu bahan untuk berkeramas. Setiap jenis rimo yang dipakai

memiliki makna yang berbeda menurut etnik Karo. Adapun makna dari setiap jenis

rimo tersebut yaitu :

- Rimo Mukur.

Rimo mukur memiliki makna kepemimpinan dan panutan dengan harapan sipelaku

dapat menjadi pemimpin dan panutan bagi keluarga dan orang lain dikehidupannya.

- Rimo Malem.

Rimo malem memiliki makna ketenangan batin dengan harapan sipelaku Erpangir

akan mendapat ketenangan batin setelah melakukan upacar adat Erpangir Ku Lau.

- Rimo Kejaren.

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Rimo kejaren memiliki makna pemberi rejeki dengan harapan sipelaku akan

mendapatkan rejeki.

- Rimo Bunga.

Rimo bunga memiliki makna keberuntungan dengan harapan sipelaku akan

mendapatkan keberuntungan dan tidak akan mendapatkan kesialan lagi setelah

melakukan Erpangir.

- Rimo Keling.

Rimo keling memiliki makna kewibawaan dengan harapan setelah melakukan

Erpangir sipelaku akan mendapatkan kewibawaan.

- Rimo Kelele.

Rimo kelele memiliki makna panjang umur dengan harapan sipelaku akan

mendapatkan umur yang panjang serta kesehatan setelah melukan Erpangir.

- Rimo Gawang.

Rimo gawang memiliki makna penjaga dengan harapan setelah melakukan Erpangir

sipelaku akan dijauhkan dari mara bahaya dan kesialan.

3. Belo.

Pada upacara adat Erpangir Ku Lau, belo merupakan simbol yang memaknai rasa

hormat dari si pelaku kepada tendi karena telah berkenan datang ke tempat si pelaku

melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau. Dengan menyediakan belo sebagai

sesajen merupakan salah satu cara untuk menunjukan wujud pernghormat kepada

tendi.

4. Galuh Emas.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam upacara adat Erpangir Ku Lau, galuh emas memiliki makna agar kehidupan

sipelaku dan keluarga senantiasa dilingkupi oleh segala sesauatu yang bersifat manis,

bahagia dan perasaan yang tenang serta diberikan berkat dan rezeki yang melimpah.

5. Tinaruh Manuk.

Tinaruh manuk merupakan simbol yang memiliki makna suci dan bersih karena etnik

Karo menganggap tinaruh manuk adalah permulaan kehidupan yang masih suci dan

belum memiliki dosa.

6. Isap.

Isap merupakan simbol yang memaknai rasa hormat si pelaku kepada tendi yang

telah datang dan merasuki tubuh guru/dukun. ketika ingin melakukan komikasi atau

menyampaikan pesan dan tujuannya si pelakua akan memberikan isap kepada

guru/dukun yang telah dirasuki.

7. Manuk sangkepi.

Ayam sangkepi adalah simbol yang memiliki makna suka cita dan merupakan wujud

rasa terima kasih etnik Karo kepada dibata atas terkabulnya doa dan permohonan

yang disampaikan oleh etnik Karo.

Ayam sangkepi juga merupakan simbol yang memaknai sebuah perharapan hidup

yang lebih baik bagi yang memakannya.

8. Manuk Mbentar

Manuk mbentar memiliki makna suci dan bersih. Dalam upacara adat Erpangir Ku

Lau manuk mbentar melambangkan rasa syukur dan bentuk wujud terima kasih

kepada dibata. Etnik Karo percaya dengan memberikan atau melepaskan manuk

mbentar maka dibata akan berkenan memberikan berkat yang melimpah kepada si

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelaku dan kesialan yang menimpa sipelaku akan ikut bersama manuk mbentar yang

dilepaskan.

4.4.3 Makna Simbol Penanda Status.

1. Kalimbubu.

Kalimbubu memiliki makna yang paling tinggi atau yang memiliki kedudukan paling

tinggi dalam adat etnik Karo. Kalimbubu juga sering disebut sebagai tuhan yang

tampak atau kelihatan. Karena kalimbubu adalah kedudukan paling tinggi dalam adat

kalimbubu juga sebagai tempat mengadu dan mencari nasihat.

2. Senina.

Senina adalah kelompok yang memiliki marga yang sama .dalam upacara adat

Erpangir Ku Lau senina memiliki makna yaitu pendamping dan pendukung

berjalannya upacara adat Erpangir Ku Lau. Senina juga akan menjadi temat untuk

berdiskusi mengenai kelancaran upacara adat tersebut.

3. Anak beru

Sesuai dengan fungsinya pada kehidupan etnik Karo juga dalam pelaksanaan upacara

adat Erpangir Ku Lau. Anak beru merupakan simbol yang memaknai seorang

penolong. Anak beru adalah orang yang akan menolong si pelaku ketika ada masalah

dalam pelaksanaan atau dalam mempersiapkan segala keperluan upacara adat

Erpangir Ku Lau.

4.4.4 Makna Simbol Waktu.

1. Belah PurnamaRaya.

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Belah Purnama raya adalah simbol waktu yang memaknai hari yang baik atau hari

yang cocok dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau.

Hari belah purnama raya juga disebut sebagai hari pesta raja di mana etnik Karo

percaya hari belah Purnama raya meruapakan hari yang cocok untuk melakukan

upacara adat dalam konteks mengucap syukur.

4.4.5 Makna Simbol Tarian.

1. Tari Pengari-ngari.

Tarian ini memiliki makna penghormatan. Tarian merupakan wujud rasa hormat si

pelaku kepada tendi sehingga untuk mendatangkan tendi ke tempat dilakukannya

upacara adat Erpangir Ku Lau harus melalui sebuah udangan yang di isyaratkan

melalui sebuah tarian yaitu tarian pengari-ngari

2. Tari Mari-mari.

Tari mari-mari juga merupakan sebuah penghormatan kepada tendi yang dilakukan

oleh etnik Karo. untuk menunjukan wujud rasa hormat si pelaku yang telah

mengudang tendi. Maka tari mari-mari dilakukan sebagai pengiring atau tarian yang

menemani tendi dalam melakukan persiapan untuk datanf ke tempat dilakukannya

upacara adat tersebut.

3. Tari Odak-odak.

Sama halnya dengan tari mari-mari, tari odakodak juga merupakan simbol yang

memaknai rasa hormat si pelaku kepada tendi sehingga dilakukan tari odak-odak.

Namun berbeda dengan tari mari-mari yang dilakukan untuk menamani tendi yang

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melakukan persiapan tari odak-odak dilakukan untuk mengiringi atau menemani

tendi dalam perjalanan menuju tempat dilakukannya upacara adat tersebut.

4. Tari Silengguri.

Berbeda dengan ketiga tarian diatas yang sama-sama memiliki makna penghormatan.

Tari silengguri adalah simbol yang memaknai sukacita dan kemeriahan, sukacita

karena tendi yang diundang oleh si pelaku sudah sampai di tempat upacara adat

Erpangir Ku Lau dilakukan dan bersedia berkomunikasi untuk mendengarkan

maksud si pelaku dalam melakukan upacara adat Erpangir Ku Lau.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan.

Upacara adat Erpangir Ku Lau merupakan upacara adat sekaligus ritual kepercayaan

tradisional yang bertujuan untuk ketenangan batin, kesembuhan, meminta rejeki,

terhindar dari mara bahaya atau kesialan serta tujuan-tujuan atau maksud tertentu

dalam melakukan upacara adat tersebut. upacara adat Erpangir Ku Lau juga dapat

dijadikan sebagai cara untuk mengucap syukur kepada Dibata atau tuhan yang

dipercaya pada kepercayaan tradisional etnik Karo.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas ditarik kesimpulan bahwa

tahapan upacara adat Erpangir Ku Lau terbagi atas 3 Tahapan yaitu (1) Penentuan

tanggal dan tempat, (2) persiapan, (3) pelaksanaan. Terdapat 23 bentuk simbol pada

upacara adat Erpangir Ku Lau etnik Karo dibagi menjadi 5 kategori yaitu : (1)

sepuluh bentuk simbol peralatan atau perlengkapan, (2) delapan bentuk simbol cibal-

cibalen dan makanan, (3) tiga bentuk simbol penanda status, (4) satu bentuk simbol

waktu, (5) satu bentuk simbol tarian. Setiap simbol yang ada pada upacara adat

Erpangir Ku Lau telah disepakati oleh etnik Karo dan memiliki fungsi dan makna

pada masing-masing simbol.

Pada upacara adat Erpangir Ku Lau terdapat 26 fungsi simbol yang terdiri dari (1)

tujuh belas fungsi ekspresif, (2) lima fungsi direktif, (3) tidak terdapat fungsi

komosif, (4) dua fungsi representatif, (5) dua fungsi deklaratif. Dan terdapat 26

makna konotasi yang terkandung pada simbol yang ada pada upacara adat Erpangir

Ku Lau.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.2 Saran.

Memperkenalkan tradisi daerah pada generasi muda sangatlah baik untuk

melestarikan tradisi tersebut. Canggihnya teknologi pada masa ini akan berpengaruh

terhadapap kepedulian masyarakat terhadap tradisi ataupun adat yang ada pada

msayarakat. Oleh karena itu, tetaplah laksanakan tradisi ataupun adat itu

sebagaimana mestinya.

Sebagai manusia ciptaan Tuhan yang paling tinggi, sebaiknya kita selalu bersyukur

dengan apa yang telah kita terima dari sang pencipta, supaya rejeki kita selalu

berjalan lancar dan hidup sejahtera.

Simbol yang terdapat dalam setiap upacara adat pada etnik Karo harus selalu dijaga

dan dilestarikan, supaya adat yang diturunkan leluhur kita tidak hilang ditelan oleh

waktu dan perubahan.

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka.

Barthes, Roland. 1998. The Semiotic Challenge. New York : Hill and Wang.

Berger, Asa Artur. 2005. Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontenporer Suatu

Pengantar Semiotika. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Halliday.M.A.K. 1992. Bahasa Konteks dan Teks. Yogyakarta. Universitas Gadjah

Mada.

Hoed, Benny H 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya : Komunitas Banbu.

Depok.

Indonesia, Wikipedia. 2017. Erpangir Ku Lau Medan:

https://id.wikipedia.org/wiki/Erpangir_Ku_Lau.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta : Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press)

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Novrasilofa, S, dkk. 2010. Erpangir Ku Lau Tradisi di Tanah KaroSemarang :

http://eprints.undip.ac.id/19578/1/makalah_Erpangir_ku_lau1_nocsvra.pdf

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Okke K.S, Zaimar. 2008. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta :

Pusat Bahasa

Pierce, Ch.S. 1940. The philosophy of Pierce: Selected Writings. Ed.J.Buchler. New

York : Harcourt.

Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.

Pradopo, Rahmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sibarani, Robert 2014. Kearifan lokal : Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan.

Medan.

Sitepu, Sempa, dkk. 1996. Pilar Budaya Karo. Medan. BALI scan dan percetakan.

Subagyo P. Joko, 1991. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. PT RINEKA

CIPTA, Jakarta.

Sudjiman, Panuti dan Art Van Zoest. 1996. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta :

Gramedia.

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, Analisis Fragming. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Zoest, Aart.1993. Semiotika Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita

Lakukan Dengannya. Jakarta : Yayasan Sumber Agung.

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Istilah

No. Istilah Arti

1. Amak Tikar anyaman berwarna putih

mbentar

2. Anak beru Penanda status pada etnik Karo

3. Ate Hati

4. Belah Hari ke 14 dalam penanggalan etnik

purnama raya Karo/hari pelaksanaan upacara adat

Erpangir Ku Lau.

5. Belalang ras Ampela dan usus

tukana

6. Belo Sirih

7. Beras piher Kantung anyaman berisi beras dan

telur

8. Buluh galuh Daun pisang

9. Cekili Ukiran etnik Karo pada piso tumbuk

kambing lada

10. Cibal-Cibalen Sesajen/saji-sajian

11. Cimpa Makanan khas etnik Karo

Ada 7 jenis cimpa pada upacara adat


Erpangir Ku Lau.
- Cimpa matah
- Cimpa gulamai
- Cimpa rambai-rambai
- Cimpa tuang

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


- Cimpa pustaka
- Cimpa lepat
- Cimpa unung-unung
D

12. Dagangen Kain putih

13. Dekla = Tindak tutur yang mengubah suatu

Deklaratif keadaan

14. Desa siwaluh Ukiran etnik Karo pada piso tumbuk

lada

15. DN = Makna sebenarnya

Denotasi

16. Dibata Tuhan

17. Dir = Direktif Tindak tutur perintah

18. Eks = Tindak tutur yang berasal dari emosi

Ekspresif atau perasaan penuturnya.

19. Erkeniteken Sebutan pada etnik Karo bagi orang

yang belum memeluk agaman

20. Erpangir Ku Upacara adat pada etnik Karo/ objek

Lau penelitian skripsi

21. Galuh emas Pisang emas

22. Gendang Alat musik etnik Karo/ sebutan musik

pada etnik Karo

23. Gerga Ukiran pada etnik Karo

24. Guru mbelin Sebutan dukun pada etnik Karo

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25. Gurung ras Punggung dan kepala

takalna

26. Isap Rokok

27. Kabeng Sayap

28. Kampil Kantung anyaman

29. Kalimbubu Penanda status pada etnik Karo

30. Kengalen Kesialan

31. KN = Makna kiasan

Konotasi

32. Kom = Tindak tutur janji atau perjanjian

Komosif

33. Kualitatif Suatu metode penelitian

34. Kumenen Kemenyan

35. Mangkuk Mangkuk putih

mbentar

36. Manuk Ayam putih

mbentar

37. Manuk Ayam atur/ makanan khas etnik Karo

sangkepi

38. Nahe terus ku Kaki sampai ke paha

paha

39. Nempaken Memanggil roh para leluhur

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


jinujjung

40. Pakau-pakau Ukiran etnik Karo pada piso tumbuk

lada

41. Penguras Ramuan suci etnik Karo

42. Pentil Ukiran etnik Karo pada piso tumbuk

manggis lada

43. Pemena Kepercayaan tradisional etnik Karo

44. Piso tumbuk Senjata pada etnik Karo

lada

45. Pucuk Ukiran etnik Karo pada piso tumbuk

merbung lada

46. Rimo Jeruk .

Ada 7 jenis jeruk pada upacara adat


Erpangir Ku Lau.
- Rimo mukur
- Rimo keling
- Rimo malem
- Rimo kejaren
- Rimo bunga
- Rimo kelele
- Rimo gawang
47. Repre = Tindak tutur yang bertujuan untuk

representatif menyatakan sesuatu

48. Senina Penanda status etnik Karo

49. Seluk Kemasukan roh halus

50. Si pelaku Individu atau keluarga yang

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melakukan upacara adat Erpangir Ku

Lau

51. Tendi Roh penunggu suatu tempat

52. Ten-ten Dada

53. Tinaruh Telur ayam

manuk

54. Tonggal Ukiran etnik Karo pada piso tumbuk

lada

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Biodata Informan

Nama : Demon Tarigan

Pekerjaan : Petani

Usia : 54 Tahun

Pendidikan : SMA

No. Telp :-

Nama : Edy Suranta Sinulingga

Pekerjaan : Petani

Usia : 32 Tahun

Pendidikan : SMA

No.Telp :-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai