Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan................................................................................................................. 13
B. Saran............................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga
dinamai al- habsu (Pasaribu, 1996). Secara etimologis, pengertian rahn adalah tetap
dan lama, sedangkan al- habsu berarti penahanan terhadap suatu barang tersebut
(Syafei, 1987). Sedangkan menurut Sabiq (1987),rahn adalah menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga
orang yang bersangkutan boleh mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan status hukum gadai serta bagaimana ketentuan hukum gadai
syariah?
2. Seperti apa perkembangan pegadaian dan apa tujuan dan manfaat pengadaian?
3. Bagaimana kegiatan usaha dan barang jaminan gadai syariah serta sumber
pendanaan?
4. Bagaimana mekanisme produk gadai syariah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan status hukum gadai
2. Untuk memahami ketentuan hukum gadai syariah dan perkembangannya
3. Untuk mengetahui tujuan, manfaat dan kegiatan usaha pegadaian syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masa pemerintah RI, Dinas gadai pengadaian yang merupakan kelanjutan
dari pemerintah Hindia – Belanda ,status pengadaian diubah menjadi Perusahaan
Negara (PN) pengadaian berdasarkan Undang – Undang No.19 tahun 1960. Peraturan
Pemerintah RI No.178 tahun 1960 tanggal 3 mei 1961 tentang pendirian perusahaan
pengadaian (PN-pengadaian). Kemudian berdasarkan peraturan pemerintah RI No. 7
tahun 1969 tanggal 11 maret 1969 tentang perubahan kedudukan PN pengadaian
menjadi jawatan pengadaiaan jo. Selanjutnya untuk meningkatkan efektifitas dan
produktivitasnya, bentuk perjan pengadaian tersebut kemudian dialihkan menjadi
perusahaan umum berdasarkan peraturan pemerintah No . 10 tahun 1990. Dengan
berubah status dari perjan menjadi perum pengadaian diharapkan akan lebih mampu
mengelola usahanya dengan lebih profesional, busines oriented tanpa eniggalkan ciri
khusus misinya,yaitu penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan
pasar sasaran adalah masyarakat golongan ekonomi lemah dan denga cara mudah,
cepat, aman dan hemat sesuai dengan mutunya menyelesaikan masalah tanpa
masalah. Tugas pokok perum pengadaian adalah menjembatani kebutuhan dana
masyarakat dengan pemberian uang pinjaman berdasarkan hukum gadai. Tugas
tersebut dimaksudkan untuk membantu masyarakat agar tidak terjerat dalam pratik –
pratikk lintah darat .
Pegadaian dikenal mulai dari Eropa, yaitu negara Italia, Inggris, dan Belanda.
Pengenalan di Indonesia pada awal masuknya Kolonial Belanda, yaitu sekitar akhir
abad -XIX, oleh sebuah bank yang bernama Van Leaning. Bank tersebut memberi
jasa pinjaman dana dengan syarat penyerahan barang bergerak, sehingga bank ini
pada hakikatnya telah memberikan jasa pegadaian. Pada awal abad 20-an pemerintah
Hindia-Belanda berusaha mengambil alih usaha pegadaian dan memonopolinya
dengan cara mengeluarkan staatsblad No.131 tahun 1901. Peraturan tersebut diikuti
dengan pendirian rumah gadai resmi milik pemerintah dan statusnya diubah menjadi
Dinas Pegadaian sejak berlakunya staatsblad No.226 tahun 1960.2
Pada saat ini pegadaian syariah sudah terbentuk sebagai sebuah lembaga. Ide
pembentukan pegadaian syariah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakan
keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syariah. Setelah terbentuknya bank,
BMT, BPR dan asuransi syariah maka pegadaian syariah mendapat perhatian oleh
beberapa praktisi dan akedemisi untu dibentuk di bawah suatu lembaga sendiri.
2 Andri Sumitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group 2009. Hal 41
Keberadaan pegadaian suariah atau gadai syariah ataurahn lebih dikenal sebagai
bagian produk yang ditawarkan oleh bank syariah, dimana bank menawarkan kepada
masyarakat bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan.
Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
Menyembunyikan persaksian. dan Barang siapa yang menyembunyikannya,
Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya ; dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu majah dari anas r.a.ia berkata :
“ Nabi saw pernah mengadaikan baju besinya kepada orang yahudi (abu
syahm) dengan tiga pulu sha’ gandum keluarganya (muttafaqud alaih)
Dari hadis diatas dapat dipahami bahwa agama islam tidak membeda-bedakan
antara orang muslim dan non muslim dalam bidang muamalah, maka seoramg
muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non muslim.
Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu
yaitu :
1. Rukun gadai : adanya ijab dan kabul ; adanya pihak yang berakad yaitu pihak
yang mengadaikan (rahn) dan yang menerima gadai (murtahin); adanya jaminan
(marhun) berupa barang atau harta; adanya utang (marhun bih).
2. Sayarat sah gadai ; rahn dan murtahin dengan syarat – syarat : kemanpuan juga
berarti kelayakkan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikkan, setiap orang
yang sah melakukan jual beli sah melakukan gadai. Sighat dengan syarat tidak
boleh terkait dengan masa yang akan datang dan syarat- syarat tertentu.3
1. Murtahin mempunyai hak untuk menahan barang sampai semua utang terlunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahn,
namun dapat dilakukan juga oleh murtahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun yaitu : apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan
rahn untuk segera melunasi utangnya. Apabila rahn tetap tidak melunasi utangnya,
serta hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang.
Menurut fatwa DSN-MUI No,. 26 / DSN-MUI /III / 2002 gadai mas syariah
harus memnuhi ketentuan umum berikut :
Pada dasarnya pengadaian syariah berjalan atas dua akad yaitu akad rahn
dengan ijarah. Akad rahn dimaksud dengan menahan harta milik sipeminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterima, sedangkan ijarah yaitu pemindahan hak milik
guna atas barang dan jasa melalui pembayarn upah sewa tanpa diikuti pemindahan
kepemilian aras barang sendiri.
3 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2008. Hal 22
Mekanisme operasional pengadaian syaeiah melalui akad rahn nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian pengadaian menyimpan dan merawatnya
di tempat yang telah disediakan oleh pengadaian. Akibatnya yang timbul dariproses
penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat
penyimpanan, biaya perawatan dari keseluruhan proses kegiatannya.
1. Akad tidak mengandung syarat fisik/ batil seperti murtahi mensyaratkan barang
jaminan dapat dimanfaat tanpa batas.
2. Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, milik sah dari rahn.
3. Marhun bih ( pinjaman ) merupakan hak wajib dikembalikan kepada murtahin dan
bisa dilunasi dengan barang yang rahn- kan.
4. Rahn dibebani jasa manajemen atas barang berupa : biaya asuransi, biaya
penyimpanan, biaya keamanan, biaya pengelolaan serta administrasi.4
D. MEKANISME PRODUK GADAI SYARIAH
1. Produk gadai
Arrum merupakan singkatan dari ar-rahn untuk usaha mikro kecil yang
merupakan pembiayaan bagi para pengusaha mikro kecil, untuk pengembangan
usaha dengan prinsip syariah. Produk ini memiliki beberapa ke unggulan yaitu:
a. Persyaratan yang mudah, proses yang cepat serta biaya yang kompetitif dan
relatif murah.
4 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2008. Hal 43
b. Jangka waktu pembiayaan yang fleksibel, mulai dari 12 bulan, 18, 24, hingga
36 bulan.
c. Jaminan berupa BPKB kendaraan bermotor sehingga fisik kendaraan tetap
berada di tangan nasabah untuk kbutuhan opersional usaha.
d. Nilai pembiayaan dapat mencapai hingga 70% dari nilai taksiran anggunan.
e. Pelunasan di lakukan secara anggsuran tiap bulan dengan jumlah tetap.
f. Didukung oleh staaf yang berpengalaman serta ramah dan santun dalam
memberikan pelayanan.
3. Produk Gadai Emas Di Bank Syariah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut
pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh
mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu.
a. Produk Gadai
b. Produk Arrum
c. Produk Gadai Emas di Bank Syariah
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA