Anda di halaman 1dari 82

VERUKA VULGARIS VI.

DAFTAR PUSTAKA
Vella
1. Androphy EJ, Kirnbauer R.Human Papiloma Virus Infections. Dalam:
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
I. DEFINISI Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
Veruka vulgaris adalah kelainan kulit berupa hiperplasi epidermis yang Hill;2012.2421-33.
disebabkan oleh virus papiloma humanus (VPH) tipe tertentu. 2. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN,
Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-
II. ETIOPATOGENESIS Blackwell;2010.3329-46.
Virus penyebabnya tergolong dalam virus papiloma (grup papova), virus DNA 3. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. Dalam: Andrews Diseases
dengan karakteristik replikasi terjadi intranuklear. Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.403-
7.
III. KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS :
Sering terjadi pada anak - anak, berupa nodula berwarna abu - abu
kecoklatan dengan permukaaan kasar atau verukosa, bila di gores dapat timbul
autoinokulasi sepanjang goresan (fonemena Koebner)

B. DIAGNOSIS BANDING :
- Moluskum kontagiosum
- Seboroik keratosis
- Kerato akantoma
- Basal sel karsinoma

IV. PENATALAKSANAAN :
1. Bedah skalpel
2. Bedah beku
3. Bedah listrik
4. Bahan kaustik, misalnya asam trikloroasetat
5. Bedah laser(CO2)

V. PROGNOSIS
Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang adekuat.

1
MOLUSKUM KONTAGIOSUM MEDIKA MENTOSA
Vella  TOPIKAL :
- Cantharidin (0,7% atau 0,9%)
- Podofilin (10% - 25% resin, 0,3% atau 0,5% crem)
I. DEFINISI - Krioterapi liquid nitrogen
Moluskum kontagiosum adalah infeksi virus yang sering terjadi pada anak- - Imiquimod 5% cream
anak. - Topikal retinoid, campuran asam salisilat dan asam laktat topikal
- Silver nitrat paste
II. ETIOPATOGENESIS - Trichoroasetat acid 25% - 35%
Moluskum kontagiosum virus adalah penyakit yang disebabkan okeh virus - Cidofovir cream/gel (1%,3 %)
poks. - Kalium hidroksida 10 % 2 kali/hari selama 30 hari atau sampai terjadi
inflamasi dan ulserasi di permukaan papul
III. KRITERIA DIAGNOSIS - Adapalen 1% gel selama 1 bulan
A. KLINIS :
Moluskum kontagiosum terlihat seperti papul - papul, pada permukaannya  SISTEMIK :
terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan moluskum. Masa - Cimetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis dengan dosis
inkubasi berlangsung satu sampai beberapa minggu.Kelainan kulit berupa papul maksimal 800 mg 3x/hari
miliar, kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang  PEMBEDAHAN
kemudian ditengahnya terdapat lekukan (delle). Jika di pijat akan ke luar massa - Kuretase /enukleasi
berwarna putih seperti nasi. Lokasi pada muka, badan dan ektremitas, pada
dewasa lokasi pada daerah pubis dan genetalia eksterna. V. PROGNOSIS
B. DIAGNOSIS BANDING - Dengan menghilangkan semua lesi yang ada, penyakit ini tidak atau jarang
1. Veruka residif.
2. Granoloma piogenikum - Dapat sembuh dengan spontan tetapi dalam waktu beberapa bulan ataupun
3. Melanoma amelanotik tahun.
4. Basal sel karsinoma
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Giemsa
2. Histopatologi 1. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN, Griffiths
C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-
IV. PENATALAKSANAAN : Blackwell;2010.3311-4.
Prinsip dari pengobatan adalah dengan mengeluarkan massa yang mengandung 2. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases.Dalam: Andrews Diseases Of
badan moluskum. The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.394-7.

2
3. Piggott C, Friedlander SF, Tom W.Poxvirus Infections.: Dalam: Goldsmith HERPES ZOSTER
LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks Vella
dermatology in general medicine. Edisi ke-8.New York: McGraw
Hill;2012.2417-20.
I. DEFINISI
Herpes Zoster (HZ) atau shingles, adalah penyakit neurodermal ditandai dengan
nyeri radikuler unilateral serta erupsi vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa
yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.

II. ETIOPATOGENESIS
Herpes zoster terjadi pada penderita yang telah pernah menderita varisela,
karena reaktivasi virus yang laten yang dapat terjadi pada ganglion dorsalis atau
nervus kranialis. Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan
terjadi peradangan ganglion sensoris. Virus menyebar ke sumsum tulang belakang
dan batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit
vesikuler yang khas. Pada daerah dengan lesi varisela terbanyak, diperkirakan
merupakan daerah virus terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah
terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS
1. Stadium prodromal
Dimulai dengan adanya rasa nyeri dan parestesia pada daerah kulit yang
terkena dengan gejala prodromal sistemik (seperti demam, pusing,
malaise) dan gejala prodromal lokal (seperti rasa terbakar, nyeri otot-
tulang, gatal, pegal dan sebagainya).
2. Stadium erupsi
Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2
hari akan timbul kelompok vesikel di atas kulit yang eritematosa
sedangkan kulit di antara kelompok vesikel tetap normal, usia satu pada
satu kelompok adalah sama sedangkan usia lesi dengan kelompok lain
adalah tidak sama.Lokasi sesuai dengan dermatom, unilateral dan
biasanya tidak melewati garis tengah tubuh.

3
3. Stadium krustasi Imunokompromais berat: acyclovir 10 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7-10
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2 hari
minggu.Sering terjadi neuralgia pasca herpetika, terutama pada orang tua Resisten Acyclovir: Foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam sampai membaik
yang dapat berlangsung berbulan-bulan dengan parestesi yang bersifat 5. Terapi untuk neuralgia pasca herpetika
sementara. a. Aspirin: 500 mg sehari 3 kali
b. Anti Depresan Trisiklik misalnya amitriptilin 50-100 mg/hari
B. DIAGNOSIS BANDING Hari 1 : 1 tablet (25 mg)
1. Impetigo bulosa Hari 2 : sehari 3 kali 1 tablet
2. Dermatitis kontak alergika Hari 3 : sehari 3 kali 1 tablet
3. Pemfigus vulgaris c. Carbamazepine : 200 mg sehari 1-2 kali. Khusus untuk trigeminal
4. Dermatitis herpetiformis neuralgia.
5. Bulous pemfigoid
V. PROGNOSIS
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Umumnya baik, pada herpes zozter oftalmikus prognosis tergantung pada
1. Tzanck test : sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel akantolitik. tindakan perawatan secara dini. Imunokompeten dewasa: sembuh dalam 2-3
2. Kultur virus. minggu. Komplikasi neuralgi pasca herpes pada umur <50 tahun. Dewasa
imunokompromais: penyebaran virus ke visceral, dapat fatal.
IV. PENATALAKSANAAN :
MEDIKA MENTOSA VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Analgetika : Metampiron sehari 4 kali 1 tablet
2. Bila ada infeksi sekunder : 1. Schmader KE, OOxman MN, Varricella and Herpes Zoster. Dalam:
Eritromisin 250-500 mg, dikloksasilin 125-250 mg sehari 3 kali Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
3. Topikal Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
Bila basah : kompres larutan garam faali Hill;2012.2383-401.
Bila erosi : salep sodium fusidat 2. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. :Dalam: Andrews
Bila kering : bedak salisil 2%, calamine lotion Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier;
4. Anti virus: harus diberikan dalam waktu 24 jam setelah onset 2011.379-84.
Neonatus: asiklovir 10 mg/kg selama 10 hari 3. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN,
Anak –anak (2-28 tahun): Valacyclovir 20 mg/kg setiap 8 jam selama 5 Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-
hari atau Acyclovir 20 mg/kg tiap 6 jam selama 5 hari Blackwell;2010.3325-6.
Dewasa: Valacyclovir 1 gr per oralsetiap 8 jam selama 7 hari
Imunokompromais: Valacyclovir 1 gr per oral selama 7-10 hari; atau
Acyclovir 800mg per oral 5x/hari atau Famciclovir 500 mg per oral setiap
8 jam selama 7-10 hari.

4
VARISELA pustul, dan krusta. Mula-mula vesikel dikelilingi daerah eritematosa sehingga
Vella terlihat seperti embun di atas daun bunga mawar (tear drops).Cairan vesikel
cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang sehingga menjadi pustul.Lesi
kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan
I. DEFINISI umbilikasi (delle), dan menjadi krusta.
Varisela (chichenpox) adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus
varisela – zoster (VVZ), sering pada anak-anak, mengenai kulit dan mukosa, klinis C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi pada bagian MelakukanTzanck test dengan cara membuat sediaan apus yang diwarnai
sentral tubuh. dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel atau pustul, maka
dapat ditemukan sel datia berinti banyak atau sel-sel epidermalmultinucleated.
II. ETIOPATOGENESIS
virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran IV. DIAGNOSIS BANDING
nafas atas dan orofaring, kemudian memperbanyak diri dan menyebar melalui aliran 1. Eritema multiforme
darah dan jaringan retikulo-endotelial (viremia primer). Pada sebagian besar 2. Impetigo bulosa
individu replikasi virus dapat mengatasi pertahanan tubuh yang belum berkembang 3. Dermatitis herpetiformis
sehingga 2 minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih 4. Skabies
banyak. Hal tersebut menyebabkan demam dan malaise serta menyebarkan virus ke 5. Insect bite
seluruh tubuh, terutama ke kulit dan mukosa. 6. Dermatitis kontak
V. PENATALAKSANAAN
III. KRITERIA DIAGNOSTIK A. NON MEDIKA MENTOSA
A. ANAMNESIS - Istirahat yang cukup
Masa inkubasi berlangsung 10 sampai 23 hari.Pada anak – anakterdapat B. MEDIKA MENTOSA
gejala prodromal yang ringan, terdiri dari malaise, nyeri kepala,sumer, mual TOPIKAL :
dan muntah, sakit tenggorokan, dan batuk ringan yang timbul sebelum erupsi - Untuk yang erosi : salep sodium fusidat, neomisin-basitrasin,
keluar.Pada orang dewasa gejala prodromal lebih berat dan lebih lama.Pada mupirosin.
anamnesis ada kontak dengan penderita varisela atau zoster.Demam biasanya - Bila vesikel belum pecah: bedak mengandung antipruritus (mentol 0,05-
berlangsung selama lesi baru masih timbul.Nyeri kepala, mialgia, dan anoreksia 0,5%), calamine lotion.
sering menyertai demam dan lebih berat pada anak besar dan orang SISTEMIK :
dewasa.Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul 1. Bila ada panas
selama stadium vesikuler. Dewasa : Metampiron 500 mg sehari 3 kali, oral
B. KLINIS Paracetamol 500 mg sehari, oral
Lesi kulit mula-mula timbul di muka dan kulit kepala, kemudian menyebar Anak : Paracetamol :10 mg/kg/dosis sehari 4 kali, oral
secara cepat ke badan, ektremitas, distribusi bersifat sentripetal.Awalnya 2. Bila ada infeksi infeksi dapat diberikan antibiotik oral
berupa makula eritematus yang cepat berkembang menjadi papul, vesikel, Dicloksasilin: 12,5 – 50 mg/kg/hari per oral

5
Eritromisin stearat:250-500mg sehari 4 kali per oral 3. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN,
3. Anti virus : harus diberikan dalam waktu 24 jam setelah onset Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-
Neonatus : asiklovir 10 mg/kg selama 10 hari Blackwell;2010. .3322-3.
Anak –anak (2-28 tahun) : Valacyclovir 20 mg/kg setiap 8 jam selama 5
hari atau Acyclovir 20 mg/kg tiap 6 jam selama 5 hari
Dewasa: Valacyclovir 1 gr per oralsetiap 8 jam selama 7 hari
Imunokompromais: Valacyclovir 1 gr per oral selama 7-10 hari; atau
Acyclovir 800mg per oral 5x/hari atau Famciclovir 500 mg per oral
setiap 8 jam selama 7-10 hari
Imunokompromais berat: acyclovir 10 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7-
10 hari
Resisten Acyclovir: Foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam sampai
membaik

PENCEGAHAN
Pemberian vaksin Varisela Virus Vaccine (Oka strain)

VI. PROGNOSIS
- Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan hygienepasien,
prognosis yang baik dan jaringn parut yang timbul sangat sedikit.
- Anak imunokompoten:swasirna
- Dewasa imunokompeten: dapat terjadi komplikasi
- Pada kehamilan (20 minggu): sindrom varisela kongenital

VII. DAFTAR PUSTAKA


1. Schmader KE, OOxman MN, Varricella and Herpes Zoster. Dalam:
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
York: McGraw Hill;2012. 2383-401.
2. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases.Dalam: Andrews
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder
Elsevier; 2011.376-9.

6
KONDILOMA AKUMINATA C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Vella - Untuk lesi yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan dengan
membubuhkan asam asetat 5% pada lesi lesi selama 3-5 menit. Lesi KA
akan berubah menjadi putih.
I. DEFINISI - Dapat dilakukan pemeriksaan Histopatologi.
Kondiloma akuminta (KA) atau kutil anogenital, kutil genital, kutil kelamin, IV. PENATALAKSANAAN :
terdiri dari papul atau nodul epidermis yang terdapat pada perineum, genitalia, lipat 1. Kemoterapi
paha dan anus. Lesi dapat membentuk massa besar dan eksofitik (cauliflower) A. Tingtura Pedofilin 25%
khususnya pada bagian tubuh yang lembab. Kulit disekitar lesi dioleskan dengan vaselin agar tidak terjadi
iritasi.Setelah 4-6 jam, lesi di cuci. Dapat dilakukan 2 kali seminggu,
II. ETIOPATOGENESIS setiap kali pemberian tidak lebih dari 0,5 cc, sebaiknya tidak dilakukan
Kondiloma akuminta disebabkan infeksi virus papiloma humanus (VPH) yang pada lesi yang luas, terutama yang terdapat pada mukosa. Tidak boleh
biasanya ditularkan melalui hubungan seksual. Sebagian besar KA disebabkan oleh dilakukan pada wanita hamil.
HVP-6 dan HVP-11 and tipe HVP lain. HVP ini dibagi dalam dua kelompok yaitu B. Podofilotoksin 0,5%
resiko rendah yang menimbulkan lesi jinak yaitu padaVHP-6 dan VHP-11, dan Reaksi iritasi lebih jarang dibandingkan tingtura podofilin. Dioleskan 2
kelompok resiko tinggi yang menimbulkan lesi keganasan yaitu pada VHP-16 dan kali sehari selama 3 hari berturut –turut.
VPH -18. C. Asam trikloroasetat 25-50%
Dioleskan seminggu sekali dan harus berhati hati karena dapat
III. KRITERIA DIAGNOSIS menimbulkan ulkus yang dalam.Tidak perlu di cuci.Boleh diberikan pada
A. KLINIS wanita hamil.
Manifestasi infeksi VPH pada kelamin dapat berupa: 2. Tindakan bedah
1. Infeksi klinis A. Bedah scalpel
Kondiloma akuminatum, berbentuk seperti kol yang menonjol. B. Bedah listrik: biasanya efektif tetapi membutuhkan anestesi lokal
2. Papula halus, papul kecil, halus, warna daging atau papul C. Bedah beku : mudah dilakukan dan tidak membutuhkan anestersi lokal.
hiperpigmentasi yang mungkin bergabung membentuk plaque Dengan memakai lidi kapas, nitrogen cair diletakkan pada lesi selama
3. Papul keratotik atau seperti veruka vulgaris. 10-20 detik.
4. Veruka plana pada laki laki berupa papul verrocous, sedangkan di 3. Laser karbondioksida
vagina vulgaris. 4. Interferon
5. Imunoterapi
B. DIAGNOSIS BANDING
1. Veruka vulgaris V. PROGNOSIS
2. Kondilomata latum Baik tetapi sering residif.Faktor predisposisi di cari, misalnya higiene, adanya
3. Karsinoma sel skuamosa fluor albus, atau kelembaban pada pria akibat tidak disirkumsisi.

7
VI. DAFTAR PUSTAKA IMPETIGO DAN EKTIMA
Vella
1. Androphy EJ, Kirnbauer R.Human Papiloma Virus Infections. Dalam:
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw I. DEFINISI
Hill;2012.2421-33. Penyakit infeksi piogenik pada kulit yang disebabkan oleh staphylococcus
2. Holmes KK, Sparling PF, Stamm WWE, PiotP, Wasserheit JN, Corey L. dan/atau streptococcus superfisial pada epidermis (impetigo) dan jika sudah sampai
Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. McGraw-Hil;2008.296-7. ke dermis (ektima).
3. James WL, Berger TG, Elston DM. Viral Diseases. Dalam: Andrews Diseases Ada 2 bentuk :
Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.407- 1. Impetigo non bulosa (Impetigo kontagiosa) disebabkan oleh staphyloccus aureus
11. dan/atau streptococcus pyogenes (streptococcus beta-hemolytic group A).
4. Sterling JC.Virus Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN, 2. Impetigo bulosa disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-
Blackwell;2010. 3329-46. II. ETIOPATOGENESIS
Penyakit ini mengenai kulit pada lapisan superfisial (epidermis). Kuman
penyebab dapat ditemukan dan dibiakkan dari cairan bulanya.Pada impetigo bulosa,
dari cairan bula ditemukan toksin epidermolitik yang dianggap sebagai penyebab
terjadinya bula.Masuknya kuman melalui mikro lesi di kulit dan menular.

III. KRITERIADIAGNOSIS
A. KLINIS :
o Impetigo kontagiosa
1. Sering pada anak anak
2. Tempat predileksi : muka sekitar hidung dan mulut, anggota gerak
(kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan.
3. Kelainan kulit : vesikel/bula berdinding tipis di atas kulit yang eritem
yang cepat pecah, sehingga vesikel/bulanya sendiri jarang sekali
terlihat, yang terlihat adalah khas berupa krusta tebal berwarna kuning
kecoklatan/keemasan/seperti madu. Krusta dilepas tampak erosi di
bawahnya.
4. Tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, mual), kecuali bila
kelainan kulitnya berat.
B. IMPETIGO BULOSA
1. Pada semua umur

8
2. Tempat predileksi: muka dan bagian tubuh lainnya termasuk telapak Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali a.c
tangan dan telapak kaki, mukosa membran dapat terkena Anak-anak : 10-25 mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c
3. Kelainan kulit e. Dicloksasillin
Timbul bula yang bertambah besar, kurang cepat pecah dapat tahan 2-3 Dosis : 125-250 mg/dosis, sehari 3-4 kali a.c
hari. Isi bula mula-mula jernih kemudian keruh, sesudah pecah tampak Anak anak : 5-15mg/kg/dosis. sehari 3-4 kali a.c
krusta kecoklatan yang tepinya meluas dan tengahnya menyembuh, f. Phenoxymethyl penicilline
sehingga tampak gambaran lesi sirsiner. Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali a.c
Anak-anak : 7,5-12,5mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c
C. DIAGNOSIS BANDING :
1. Tinea corporis 2.2 Eritromisin
2. Varisela Dosis : 125-250 mg/kg/dosis, sehari 4 kali p.c
3. Ektima Anak-anak : 12,5-50 mg/kg/dosis, sehari 4 kali
4. Sifilis stadium II
5. Dermatitis V. PROGNOSIS
6. Pemfigus Impetigo akan sembuh dalam beberapa minggu, tetapi jika tidak diobati maka
akan terjadi ektima.
IV. PENATALAKSANAAN:
1. Pengobatan topikal VI. DAFTAR PUSTAKA
- Lesi sedikit dan dini hanya dengan topikal: mupirosin ointment
- Drainage : bula dan pustul dengan di tusuk jarum steril untuk mencegah 1. Craft N. Superficial infections and pyodermas. Dalam: Goldsmith LAKatz SI,
penyebaran lokal Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
- kompres lesi pelan - pelan dan melepas krustanya dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
2. Pengobatan sistemik Hill;2012.2141-2.
2.1 Penisilin 2. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections. Dalam: Andrews
a. Penisilin G prokain injeksi Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier;
Dosis : 0,6 – 1,2 juta IU, im, sehari 1-2 kali 2011.255-9.
Anak anak : 25.000 – 50.000 IU/kg/dosis, sehari 1-2 kali 3. Brown J , Shiriner DL, Janniger CK. Impetigo : an updateInternational
b. Ampicilin Journal of Dermatology;2003:42. 251–255.
Dosis : 250-500mg/dosis sehari 4 kali 4. Hay RJ, Adriaans M.Bacterial Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox
Anak-anak : 7,5-25mg/kg/dosis, sehari 4 kali a.c NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-
c. Amoksisilin Blackwell;2010. 3014-6.
Dosis : 250-500 mg/dosis, sehari 3 kali
Anak anak : 7,5-25mg/kg/dosis sehari 3 kali a.c
d. Cloksasilin

9
FOLIKULITIS/FURUNKEL/KARBUNKEL B. DIAGNOSIS BANDING
Vella 1. Furunkel
- Impetigo
- Herpes simplek
I. DEFINISI - Akne stadium pustule
Furunkel adalah infeksi akut dari satu folikel rambut yang biasanya mengalami - Hidradenitis
nekrosis disebabkan oleh staphylococcus aureus. Karbunkel adalah satu kelompok - Myasis
beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh staphylococcus aureus, yang disertai 2. Karbunkel
oleh keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak di - Antraks
bawah kulit. C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan gram
II. ETIOPATOGENESIS 2. Kultur
Karena adanya mikrolesi baik karena garukan (portal of entry), maka kuman
masuk dalam kulit biasanyaStaphylococcus aureus. IV. PENATALAKSANAAN :
1. Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang tua sebaiknya
III. KRITERIA DIAGNOSIS dirawat inapkan
A. KLINIS : 2. Pengobatan topikal
1. Furunkel - Lesi basah/kotor : dikompres dengan solusio sodium chloride 0,9%
- Mula - mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel - Lesi bersih, salep natrium fusidat atau mupirosin ointment/cream
rambut, kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan 3. Pengobatn sistemik : pemberian antibiotik selama 7-10 hari
menyembuh setelah pus keluar dan meninggalkan sikatrik. Dikloxasilin : 3 x 500 mg selama 5-7 hari atau
- Nyeri terutama pada yang akut, besar, di hidung, lubang telinga luar Amoksisilin clavulanat : 3 x 500 mg atau
- Gejala konstitusioanal yang sedang (panas, malaise ,mual) Azitromisin : 1 x 500 mg/ hari ; dilanjutkan 1 x 250 mh/ hari
- Dapat satu atau banyak dan dapat kambuh kambuh atau
- Tempat predikleksi : muka, leher, pergelangan tangan, jari jari tangan, Clindamisin : 3 x 150 – 300 mg/ hari atau
pantat dan daerah anogenital Eritromisin : 4 x 500mg /hari selama 5-7 hari
2. Karbunkel 4. Pengobatan penyakit dasarnya misalkan diabetes mellitus
- Pada permulaan infeksi terasa sangat nyeri dan tampak benjolan 5. Tindakan : insisi bila telah supurasi
merah, permukaaan halus, bentuk seperti kubah dan lunak
- Ukuran dapat membesar 3-10 cm V. PROGNOSIS
- Supurasi terjadi setelah 5-7 hari dan pus keluar dari banyak lubang Prognosis baik jika diobati dengan antibiotik.
fistel Akan sering terjadi kekambuhan pada orang dengan diabetes mellitus
- Setelah nekrosis tampak nodul yang menggaung atau luka yang dalam
dengan dasar yang purulen

10
VI. DAFTAR PUSTAKA ERISEPELAS
Vella
1. Craft N. Superficial infections and pyodermas. Dalam: Goldsmith LAKatz SI,
Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw I. DEFINISI
Hill;2012.2134-36. Erisepelas adalah infeksi bakteria, akut pada dermis dan jaringan subkutan
2. Hay RJ, Adriaans M.Bacterial Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox bagian atas.disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus group A. Kadang juga
NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey- di sebabkan oleh grup B, C dan G dan beberapa varian dari bakteri, khusus untuk
Blackwell;2010.3021-6. streptococcus group B seringkali mengenai bayi baru lahir.
3. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial Infections. Dalam: Andrews
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; II. ETIOPATOGENESIS
2011.252-3. Erisepelas dapat berawal dari berbagai luka, trauma, luka tertusuk, tinea
interdigitalis, dan trauma lainya seperti gigitan serangga, trauma setelah imunisasi,
dan berbagai kondisi yang memungkinkan kolonisasi kuman.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS :
Biasanya didahului gejala prodromal malaise, bisa disertai reaksi
konstitusional yang hebat berupa panas tinggi, sakit kepala, menggigil, muntah,
nyeri sendi.
Lesi kulit berupa kemerahan atau eritema lokal berbatas jelas dengan tepi
meninggi, teraba panas, terasa nyeri.Diatasnya dapat ada vesikel atau bula yang
mengandung cairanseropurulen.Terdapat leukositosis.Sering terdapat di wajah
dan kaki.

B. DIAGNOSIS BANDING :
1. Dermatitis kontak alergika
2. Selulitis
3. Ektima gangrenosum
4. Insect bite

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis erisepelas dapat ditegakkan secara klinis, dan dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti :

11
1. Pemeriksaan darah lengkap (Leukositosis ≥ 20.000/mm3) 4. Hays RJ, Adriaans M.Bacterial Infections. Dalam: Burns T, Breathnach S,
2. Kultur darah serta spesimen dari cairan vesikula atau erosi atau ulkus Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-
3. Pemeriksaan gram 8.Willey-Blackwell;2010.3017-2.

IV. PENATALAKSANAAN:
1. Sebaiknya tirah baring
2. Bagian tubuh yang terkena diimobilisasi
3. Pemberian antibiotik :
- Oral penisilin selama 10-14 hari atau dapat diberikan benzatin penisilin
2,4 IM. Jika pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin
- Intramuskular prokain
- Amoksisilin
- Vancomisin
4. Pengobatan topikal
- Kompres dengan solusio chloride 0,9%
- Lesi kulit kering diberikan salep natrium fusidat atau mupirosin

V. PROGNOSIS
Prognosisnya baik dengan pemberian terapi yang tepat, tetapi pada pasien
imunokompromais prognosis tergantung dari sistem imun pasien.

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. Lipwoth AD, Saavedra AP, Weinberg AN, Johnson AR. Non-Necrotizing


Infections of the Dermas and Subcutaneous Fat: Cellulitis and Erysipelas.
Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw Hill;2012.2160-77.
2. James WL, Berger TG, Elston DM. Bacterial InfectionsDalam: Andrews
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier;
2011. 260-1.
3. Celestin R, Brown J, Kihiczak, Schwartz RA.Erysipelas: a common
potentiallydangerous infection. Acta Dermatoven APA Vol 16, 2007, No.3.

12
LEPRA Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae di samping itu
Sulamsih Sri Budini sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai
fagositosis. Jadi bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann kuman
dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan
I. DEFINISI terjadi kerusakan saraf yang progresif.
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya III. KRITERIA DIAGNOSIS
dapat menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, A. ANAMNESIS
saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis Anamnesis adanya bercak putih (hipopigmentasi) atau kemerahan yang
kecuali susunan syaraf pusat. mati rasa. Dapat pula berbentuk papul atau nodul, adanya pembesaran saraf tepi
disertai gangguan pada daerah yang dipersarafi, baik sensorik, otonom maupun
II. ETIOPATOGENESIS motorik. Adanya kontak dengan penderita dan riwayat tinggal di daerah
M. Leprae adalah kuman tahan asam, berbentuk batang, biasanya berkelompok endemis.
ataupun tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin B. KLINIS
dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. 1. Kelainan saraf tepi.
M. leprae masuk ke dalam tubuh tersering melalui kulit yang lecet pada bagian Kerusakan saraf tepi meliputi saraf sensorik, motorik dan otonom.
tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae terhadap Sensorik biasanya berupa hipoestesi ataupun anestesi pada lesi kulit yang
kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada terserang. Motorik berupa kelemahan otot biasanya di daerah
suhu yang rendah, waktu regenerasi yang lama serta sifat kuman yang avirulen dan ekstremitas atas, bawah, muka dan otot.
nontoksis. Otonom menyerang persyarafan kelenjar keringat sehingga lesi terserang
M. leprae merupakan parasit obligat intraseluler terutama terdapat pada tampak lebih kering. Gejala lain adalah pembesaran saraf tepi terutama
makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwann di yang dekat dengan permukaan kulit antara lain n. ulnaris, n. aurikularis
jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh maka tubuh akan magnus, n. peroneus komunis, n. tibialias posterior dan beberapa saraf
bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, tepi lain.
histiosit) untuk mengfagositnya. 2. Kelainan kulit dan organ lain.
Pada kusta tipe lepromatosa (LL) terjadi kelumpuhan sistem imunitas seluler Kelainan kulit bisa hipopigmentasi ataupun eritematus dengan
dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman adanya gangguan estesi yang jelas. Bila gejala lanjut timbul gejala-gejala
dapat bermultiplikasi dengan bebas kemudian dapat merusak jaringan. akibat banyaknya kuman yaitu:
Pada kusta tipe tuberkuloid (TT) kemampuan fungsi sistem imunitas seluler  Facies leonine (gejala infiltrasi yang difus di muka)
tinggi sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman. Sayangnya setelah  Penebalan cuping telinga
kuman difagositosis makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak  Madarosis (penipisan alis mata bagian lateral)
bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila  Anestesi simetris pada kedua tangan – kaki (gloves and stocking
infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebihan dan masa epiteloid akan anaestesia).
menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya.

13
C. PEMERIKSAAN FISIK D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kulit  Pemeriksaan bakteriologis
Dicari adanya gangguan sensibilitas terhadap suhu dan raba pada lesi Pemeriksaaan dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Nielsen
yang dicurigai. dengan sediaan diambil dari kedua cuping telinga dan lesi yang ada di
Pemeriksaan sensibilitas suhu dengan cara tes panas dingin. kulit.
Terhadap rasa nyeri digunakan jarum pentul. Cara pengambilan sediaan :
Terhadap rasa raba digunakan kapas. o Bagian yang diambil lebih dulu dilakukan tindakan asepsis.
Gangguan autonomik terhadap kelenjar keringat dilakukan guratan tes ( o Bagian tersebut dijepit di antara jari kedua dengan tangan sehingga
lesi digores dengan tinta) penderita exercise, bila tinta masih jelas maka tampak jaringan kulit menjadi pucat agar kemungkinan perdarahan
tes menunjukkan positif (+) disebut tes Gunawan. sedikit.
o Dengan skalpel steril dibuat sayatan ½ cm panjang sampai mencapai
2. Saraf tepi dermis kemudian skalpel diputar 90 derajat sambil mengerok sisi dan
Dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan saraf tepi yang berjalan di dekat dasar didapat bubur jaringan.
permukaan kulit. o Bahan tersebut dibuat sediaaan apus.Sediaan yang telah dicat dilihat di
Cara pemeriksaan : bawah mikroskop dengan pembesaran 100x kemudian ditentukan
- N. aurikularis magnus bentuk kuman: solid, fragmented, granular, globus, clump.
Kepala menoleh kearah yang berlawanan maka teraba syaraf Kepadatan kuman dinyatakan dalam:
menyilang muskulus sternokleidomastoideus bagian 1/3 atas dan 1. Indeks bakteri : ukuran semi kuantitatif dengan nilai 1+ sampai 6+.
tengah. 2. Indeks morfologi: merupakan persentasi bentuk utuh/solid
- N. ulnaris terhadap seluruh basil tahan asam.
Posisi tangan dalam keadaan pronasi ringan, sendi siku fleksi, jabat
tangan penderita raba epikondilus medialis humerus di belakang dan  Pemeriksaan Serologis
atas pada sulkus ulnaris. Urut ke arah proksimal untuk membedakan o Lepromin test: untuk mengetahui imunitas seluler dan membantu
dengan tendon. menentukan tipe kusta.
- N. peroneus lateralis komunis o MLPA (Mycobacterium Lepra Particle Agglutination ) untuk
Penderita duduk dalam kedaan lutut fleksi 900 raba kapitulum fibulae mengetahui imunitas humoral terhadap antigen yang berasal dari M.
kearah bagian atas dan belakang. leprae.
- N. tibialis posterior o PCR (Polimerase Chain Reaction): sangat sensitif, dapat mendeteksi
Raba maleolus medialis kaki, raba bagian posterior dan urutkan ke 1-10 kuman, sediaan diambil biasanya pada jaringan.
bawah kearah tumit. Pemeriksaan harus dibandigkan kanan dan kiri
dalam hal size (besar), shape (bentuk), texture (seratnya) dan  Pemeriksaan histopatologi
tenderness ( lunaknya). Sebagai pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan menentukan tipe
kusta.

14
E. DIAGNOSIS 1. Pausibasiler
Berdasarkan WHO pada tahun 1997 diagnosis berdasarkan adanya tanda Rifampicin 600 mg/bulan
utama atau cardinal sign berupa: DDS 100 mg/hari
1. Kelainan kulit yang hipopigmentasi atau eritematosa dengan anastesi yang Pengobatan diberikan secara telama 6 bulan dan diselesaikan dalam waktu
jelas. maksimal 9 bulan. Setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release
2. Kelainan saraf tepi berupa penebalan saraf dengan anestesi. From Treatment)
3. Hapusan kulit positif untuk kuman tahan asam. 2. Multibasiler
Diagnosis ditegakkan bila dijumpai satu tanda utama tersebut di atas. Rifampicin 600 mg/bulan
Lampren 300 mg/hari
F. PENENTUAN TIPE Ditambahkan : Lampren 50 mg/hari ; DDS 100 mg/hari
Pembagian tipe kusta menurut Ridley Jopling adalah tipe TT, BT, BB, BL Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis (bulan) dan
dan LL. WHO membagi berdasarkan pengobatan yang diberikan hanya dengan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan. Setelah selesai 12 dosis
tipe Multibasiler (MB) dan Pausibasiler (PB). Tipe TT dan BT termasuk dalam dinyatakan RFT, meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA (+).
tipe Pausibasiler. Tipe BB, BL, LL termasuk Multibasiler.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Perbedaan tipe PB dan MB sesuai tabel berikut.
PEMERIKSAAN TIPE 1. Jopling W.H. Hand Book of Leprosy . 5 th ed New Delhi:CBS. Published &
PB MB Distributor. 2011. p.1-53,92-100.
Lesi Asimetris (jumlah 1-5) Simetris (jumlah >5) 2. Report the International Leprosy Association Technical Forum. 25-28
Batas tegas, kering dan Tidak tegas, halus berkilat February 2002, Paris France.
kasar Anastesi tidak jelas 3. Hasting Robert C. Eds. Leprosy, 2nd ed. Churchill Livingstone, Edinburg,
Anastesi jelas Eritematus 1994.
Hipopigmentasi 4. DepKes RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan XIV,
Penebalan syaraf Terjadi dini dan asimetris Terjadi lanjut dan cenderung 2001.
tepi simetris 5. Bryceson ADM. Pfatzgrost RE. Leprosy. 3thed Longnam: Singapore
BTA Negative Positif Publisher (Dte) Ltd.1990.

IV. KOMPLIKASI
1. Sekunder infeksi
2. Reaksi
3. Kecacatan

V. PENATALAKSANAAN
Diberikan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy).

15
REAKSI LEPRA Terjadi pada 50% tipe LL dan 25% tipe BL. Dapat terjadi sebelum,
Sulamsih Sri Budini selama ataupun setelah pengobatan. Gejala demam terutama pada kulit
berupa Eritema Nodusum Leprosum (ENL) yaitu adanya nodul
kemerahan yang nyeri pada perabaan dapat superfisial ataupun dalam.
I. DEFINISI Pada reaksi tipe 2 berat lesi ENL menjadi vesikuler atau bula dan pecah
Reaksi kusta adalah adanya suatu hipersensitivitas terhadap antigen M.leprae disebut sebagai eritema nekrotikan. Dapat juga menyerang mata
karena adanya ketidakseimbangan imunologis. (iridosiklitis) , testis (orchitis) , ginjal (nefritis), sendi (arthritis),
limfadenitis dan neuritis. Gejala sistemik berupa malaise, panas badan,
II. ETIOPATOGENESIS sakit kepala dan kelemahan otot.
Ada 2 tipe reaksi :
o Reaksi tipe 1 Cara Pemeriksaan dan diagnosis
Disebabkan karena hipersensitivitas tipe IV (Coombs dan Gel). Antigen dari Mencari faktor pencetus berupa penyakit lain yang mungkin timbul
M.leprae bereaksi dengan limfosit T karena adanya perubahan yang cepat bersama. Bila timbul pertama kali harus ditegakkan dulu diagnosis
dari imunitas seluler (CMI, celuller mediated immunity) kustanya.
o Reaksi tipe 2
Terjadi karena kompleks imun (rekasi antigen antibodi yang melibatkan B. DIAGNOSIS BANDING
komplemen). Istilah eritema nodusum leprosum (ENL) digunakan bila Eritema nodosum karena penyakit Rheuma, Tuberculosis, Sarcoidosis.
terdapat adanya lesi kulit berupa nodul-nodul eritematus.
IV. KOMPLIKASI
III. KRITERIA DIAGNOSIS Bila reaksi tidak ditangani dengan baik akan timbul kecacatan terutama yang
A. KLINIS menyerang saraf tepi.
o Reaksi tipe 1
Timbul pada kusta tipe borderline (BT,BB,BL) karena ketidakstabilan V. PENATALAKSANAAN
imunologis. Disebut juga sebagai reaksi upgrading atau reaksi reversal 1. Memperbaiki gizi dan keadaan umum penderita
bila kenaikan CMI yang cepat. Gejala klinis : lesi di kulit makula 2. Mengobati penyakit penyerta
eritematus , menebal, teraba panas dan nyeri tekan. Bila berat dapat 3. Obat MDT harus diteruskan
membengkak sampai pecah. Gejala sistemik jarang dijumpai. Gejala 4. Pemberian obat antireaksi:
saraf biasanya menonjol berupa keradangan saraf yang mendadak pada a. Bila reaksi ringan
satu atau beberapa saraf tepi (yang paling sering n.ulnaris dan n. Berobat rawat jalan, istirahat
medianus) dengan gejala nyeri yang hebat dan atau adanya gangguan Analgetik : aspirin sehari 3-4 kali
fungsi. Bila dianggap perlu diberikan Chloroquin base 150mg sehari 3 kali
b. Bila reaksi berat ( neuritis dan demam tinggi)
o Reaksi tipe 2 Istirahat jika perlu rawat inap.
Immobilisasi lokal

16
Prednison dengan dosis 30-40 mg dan sesudah membaik diturunkan SKROFULODERMA
secara perlahan-lahan. Sulamsih

VI. DAFTAR PUSTAKA


I. DEFINISI
1. Jopling W.H. Hand Book of Leprosy . 5 th ed New Delhi:CBS. Published & Skrofuloderma merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh
Distributor. 2011. p.1-53,92-100. Mycobacterium tuberculosis yang mengenai subkutan dan merupakan perluasan
2. Report the International Leprosy Association Technical Forum. 25-28 langsung dari tuberculosis pada jaringan dibawah kulit yang kemudian membentuk
February 2002, Paris France abses dingin yang makin lama makin membesar dan pecah pada kulit diatasnya.
3. Hasting Robert C. Eds. Leprosy, 2nd ed. Churchill Livingstote, Edinburg,
1994. II. EPIDEMIOLOGI
4. DepKes RI. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan XIV, Skrofuloderma terbanyak mengenai anak-anak dan dewasa muda
2001. terutama pada pria, namun dapat terjadi pada semua umur dan perbedaan
5. Bryceson ADM. Pfatzgrost RE. Leprosy. 3thed Longnam: Singapore banyaknya insidens pada pria dan wanita tidak bermakna.
Publisher (Dte) Ltd.1990. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering terkait dengan
faktor lingkungan dan pekerjaan seperti ahli patologi, ahli bedah, orang-orang yang
melakukan autopsi, peternak, juru masak, anatomis dan pekerja lain yang berkontak
langsung dengan M. tuberculosis seperti petugas laboratorium. Pada negara-negara
yang belum berkembang, daerah dengan sanitasi yang kurang baik dan gizi kurang,
penyakit lebih mudah meluas dan lebih berat.

III. ETIOLOGI
Skrofuloderma disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman
aerob yang patogen pada manusia, berbentuk batang, panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-
1,5/m, tahan asam dan hidup intraseluler fakultatif, tidak bergerak, tidak membentuk
spora dan suhu optimal pertumbuhan pada 370C.

IV. PATOGENESIS
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ
dibawah kulit yang telah diserang penyakit tuberkulosis, tersering berasal dari
kelenjar getah bening juga dapat berasal dari sendi dan tulang sehingga tempat
predileksinya pada tempat-tempat banyak didapati kelenjar getah bening
superfisialis, tersering pada leher, ketiak dan terjarang pada lipat paha. Port
d’entrée skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di ketiak

17
kemungkinan port d’entrée pada apex pleura, bila dilipat paha pada ekstremitas 2) Pemeriksaan Laboratorium
bawah. Penyebaran secara hematogen dapat menyebabkan ketiga tempat predileksi Hasil pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukan hasil yang tidak spesifik
tersebut diserang sekaligus yakni pada leher, ketiak dan lipat paha. dengan hasil hitung darah (blood count) yang normal. Hanya saja pada
sebagian besar penderita TB kutis termasuk skrofuloderma terjadi peningkatan
laju endap darah (LED) sampai mencapai >100 mm/jam.
V. KLINIS
Skrofuloderma diawali terbentuknya limfadenitis tuberkulosis, berupa 3) Pemeriksaan Histopatologi
pembesaran kelenjar getah bening, tanpa tanda-tanda radang akut. Awalnya Pemeriksaan ini diakukan dengan excision biopsy pada limfonodi yang
hanya beberapa kelenjar getah bening yang diserang, lalu semakin banyak mengalami pembesaran. Gambaran yang tampak adalah jaringan granulasi,
dan sebagian berkonfluensi. Selain limfadenitis juga terdapat periadenitis yang yaitu akumulasi histiosit yang menyerupai epitel (epiteloid) dan sel Langerhans,
menyebabkan perlekatan kelenjar getah bening tersebut dengan jaringan sekitar. tampak pula sel-sel mononuklear mengelilinginya. Pada bagian tengahnya dapat
Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut mengalami perlunakan tidak serentak dijumpai nekrosis caseosa. Gambaran ini biasanya tampak pada dermis yang
menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam-macam yaitu didapati kelenjar lebih dalam.
getah bening melunak dan membentuk abses yang akan menembus kulit kemudian
pecah. Abses ini disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun 4) Pemeriksaan Sitologi
nyeri tekan namun dijumpai adanya fluktuasi. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) prosedur pengerjaannya lebih
Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari sederhana dan relatif tidak menimbulkan rasa sakit sehingga FNAC dapat
jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya sehingga membentuk fistel. Muara menggantikan metode excision biopsy yang lebih traumatik dan invasif.
fistel kemudian meluas hingga menjadi ulkus yang mempunyai sifat khas, yakni Gambaran yang tampak adalah lesi granulomatous, terdiri dari sel-sel epiteloid
bentuk memanjang dan tidak teratur, disekitarnya berwarna merah kebiru-biruan dengan atau tanpa nekrosis kaseosa. Sel-sel epiteloid tampak sebagai sel yang
(livid), dinding bergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus seropurulen, jika memanjang atau semilunar dengan inti kromatin halus atau granuler. Dapat pula
mengering menjadi krusta berwarna kuning. Ulkus-ulkus tersebut dapat sembuh dijumpai sel-sel raksasa Langhans bersama sel epiteloid atau yang berdiri sendiri.
spontan membentuk sikatriks yang memanjang dan tidak teratur dan diatasnya
kadang-kadang terdapat jembatan kulit (skin bridge). Basil tahan asam banyak 5) Kultur Jaringan
dijumpai pada lesi/jaringan. Tes tuberkulin biasanya positif. Media yang digunakan adalah Lowenstein-Jensen. Pertumbuhan M. tuberculosis
membutuhkan waktu sekitar 2 sampai 8 minggu karena pertumbuhannya
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG memang lambat pada media laboratoris.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis skrofuloderma adalah : 6) Polymerase Chain Reaction (PCR)
1) Tes Tuberkulin Metode PCR yang dikenal adalah Lymph Node PCR (LN-PCR), dimana
Tes ini bergantung dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap spesimen diambil dari sisa spesimen yang masih ada dalam syringe pada saat
tuberculo protein, yang diperantarai oleh sel limfosit yang tersensitisasi. Jika dilakukan tindakan FNAC atau dari jaringan hasil biopsi kelenjar getah bening
reaksi yang terjadi sangat kuat, mengindikasikan telah terjadi tuberkulosis yang yang kemudian dihomogenisasikan. Keunggulan metode ini adalah sensitivitas
aktif. dan spesivisitasnya tinggi, hasilnya dapat diperoleh dalam waktu relatif singkat

18
yaitu sekitar 8 jam, dapat membedakan mikroorganisme penyebab yaitu - Dosis : 15-25 mg/kg BB
M.tuberculosisdengan mikobakteria lainnya, dan dapat mengetahui adanya - Efek samping : gangguan nervus II.
mutasi gen M. tuberculosis yang dikaitkan dengan resistensi terhadap - Sebaiknya tidak diberikan pada penderita berusia dibawah 13 tahun.
pengobatan.
5) Streptomycin
VII. DIAGNOSIS BANDING - Merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal.
Aktinomikosis sering dijadikan diagnosis banding terhadap skrofuloderma di - Dosis : 25 mg/Kg BB, intramuskular, dikombinasi dengan 2 (dua) obat anti-
leher. Aktinomikosis biasanya menimbulkan deformitas atau benjolan dengan TBlainnya.
beberapa muara fistel produktif. Selain itu skrofuloderma didaerah leher juga - Tidak dapat digunakan dalam jangka panjang oleh karena efek
harus dibedakan dengan Limfadenitis Bakterial Non Tuberkulosis, sampingnyayaitu: gangguan vestibular dan gangguan pendengaran, disfungsi
limfosarkoma dan limfoma maligna. nervus optikus,dermatitis eksfoliatif dan diskrasia darah.

Saat ini telah ditetapkan regimen pengobatan tuberkulosis kutis oleh The
VIII. PENATALAKSANAAN AmericanThoracic Society danCenter for Disease Control and Prevention. Regimen
Prinsip penatalaksanaan skrofuloderma adalah sama seperti pengoobatan TB ini terdiri darifase inisial, fase intensif dan fase lanjutan. Pemberian fase inisial dan
paru yaitu harus secara teratur, menggunakan kombinasi dengan minimal 3 fase intensif bertujuan untuk membunuh dengan cepat populasi mikobakteria yang
(tiga)macam obat anti-TB dan perbaikan keadaan umum. sangat besar, terdiri dari isoniazid, rifampisin, pyrazinamid, dan ethambutol atau
Obat-obat anti-TB antara lain: streptomycin (diberikan setiap hari dalam jangka waktu 8 minggu). Pemberian fase
1) Isoniazid lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa-sisa mikobakteria yang mungkin dorman
- Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosidal. dalam tubuh, dengan obat rifampisin dan isoniazid baik setiap hari, tiga kali
- Dosis : 5- 10 mg/Kg BB/ hari, dosis maksimal 400 mg. seminggu atau dua kali seminggu selama 16 minggu.
- Efek samping: demam, erupsi kulit, neuritis perifer, hepatotoksik dan
komplikasi hematologi (agranulositosis, eosinofilia, anemia dan IX. PROGNOSIS
trombositopenia). Prognosis skrofuloderma secara umum adalah baik. Lesi skrofuloderma dapat
2) Rifampisin sembuh secara spontan, namun memakan waktu yang sangat lama, sebelum lesi
- Dosis: 10 mg/Kg BB, dosis maksimal 600 mg/hari. inflamasi dan ulserasi menjadi jaringan parut.
- Efek samping: ekskresi saliva dan urin akan berwarna jingga
sampaikemerahan, gangguan hepar (hepatotoksik). X. DAFTAR PUSTAKA
3) Pyrazinamid
- Dosis: 20-35 mg/Kg BB, dosis maksimal 2 gram/ hari 1. Aisha Sethi. Tuberculosis and infections with atypical mycobacteria. Dalam:
- Efek samping: gangguan hepar (hepatotoksik) Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
4) Ethambutol Fitzpatricks dermatology in general medicine. 8thed. New York: McGraw
- Merupakan anti-TB yang bersifat bakteriostatik dan paling sering dikombinasi Hill;2012.2225-41.
dengan rifampisin dan isoniazid.

19
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial diseases. Dalam:Andrews INFEKSI JAMUR
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; Sitti Hajar
2011: 322-333.
3. Yates VM. Mycobacterial infection. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N
dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Blackwell Infeksi jamur atau mikosis pada kulit terdiri dari:
publishing, 2010: 31: 14. A. Dermatofitosis
B. Non dermatofitosis
C. Deep mycosis

A. DERMATOFITA
Merupakan penyakit jamur superfisialis yang akut atau kronis yang dapat
mengenai kulit, rambut dan kuku, disebabkan oleh kelompok dermatofita
(Trichophyton sp., Epidermophyton sp.dan Miscrosporum sp.), dengan sumber
penularan hewan (zoophilic), manusia (anthropophilic) dan tanah (geophilic).
Patogenesis terjadi ketika seseorang yang rentan berkontak dengan
tanah,hewanatau manusia terinfeksi, yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan panas,
lembab dan pakaian yang tidak menyerap keringat. Mula-mula terjadi kolonisasi
pada lapisan tanduk kulit kemudian memakan keratin dengan cabangnya hifa
bersepta. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik eksogen yang dengan mudah
menyebar ke epidermis dan merusak keratinosit selama jamur terus berinvasi. Trias
klinis yang klasik berupa peradangan, deskuamasi dan pruritus tetap dihasilkan. Pola
radial pertumbuhan pada stratum korneum menghasilkan tepi melingkar. Semua
spesies dermatofita dapat menghasilkan gambaran ini dan tidak ada bentuk klinis
yang khas untuk satu spesies dermatofita.

Berdasarkan lokasi, dermatofitosis terdiri dari:


1. Tinea Kapitis
Dermatofitosis pada kulit kepala yang ditandai dengan sisik/skuama kemerah-
merahan. Secara klinis tinea kapitis dibagi menjadi 2 bentuk:
a. Non inflamasi
Gray patch ringworm: infeksi dimulai dari papula eritema, melebar membentuk
bercak berskuama yang menjadi pucat, rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat
berbentuk alopesia setempat. Biasa terjadi paada anak-anak.

20
Black dot ringworm: lesi kulit alopesia setempat rambut patah-patah tepat pada 6. Tinea Manus
muara folikel beberapa milimeter hingga yang tertinggal adalah bintik-bintik hitam Infeksi dermatofita pada palmar dan interdigital pada tangan. Lesi berupa
patahan rambut yang penuh spora. hiperkeratosis telapak tangan dan jari-jari biasanya unilateral yang kemudian
b. Inflamasi ditandai lesieritema, folikuler, diskret dengan pengelupasan kulit (skuama) seperti
Kerion: lesi kulit inflamasi hebat menyerupai sarang lebah disertai supurasi. bulan sabit. Terdapat 2 bentuk :
Favosa: lesi kulit berupa pacth eritema dengan skuama yang menyerupai a. Dishidrotik: lesi segmental, atau anular berupa vesikel dengan skuama di tepi
gambaran“honeycombyellow cup” yang disebut skutula (papul kuning/merah pada telapak tangan dan jari, dan tepi lateral tangan.
dikelilingi oleh vesikel yang menyebar membentuk numular). Krusta berkelompok b. Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular atau irregular,
membentuk plak, eksudat, berbau “mousy odor”.Tipe inflamasi pada penyembuhan eritematosa, dengan skuama. Lesi kronis dapat mengenai seluruh telapak tangan
akan meninggalkan parut. dan jari dengan disertai fisura.

2. Tinea Barbae 7. Tinea pedis


Mengenai kulit pada dagu, dengan keluhan gatal dan secara klinis tampak lesi Terutama melibatkan sela jari kaki dan telapak kaki. Bentuk klinis:
berbatas tegas, polisiklik, dengan tepi aktif, eritema, skuama dan kadang dengan a. Infeksi interdigitalis: gatal, eritema, maserasi, skuamasi, dan fisura
papula di tepi, penyembuhan ditengah (central healing). terutama di sela jari kaki IV-V.
b. Hiperkeratotik kronis (moccasin foot): lesi hiperkeratotik, dengan skuama
3. Tinea Fasialis di daerah plantar, tumit dan tepi lateral kaki.
Mengenai kulit wajah, dengan keluhan gatal terutama bila berkeringat dan c. Infeksi subakut/vesikular: tampak vesikel di plantar, dan interdigital pedis.
secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, dengan tepi aktif karena tanda Bisa ditemukan infeksi bakteri sekunder.
radang, eritema, skuama dan kadang dengan papula di tepi, penyembuhan ditengah
(central healing). Pada yang menahun tampak hiperpigmentasi dan skuama. 8. Tinea Unguim
Infeksi dermatofita pada kuku tangan dan kaki. Lesi awal pada kuku berupa
4. Tinea Korporis bercak kecil berbatas tegas, kuning dan keputih-putihan, dapat menyebar ke dasar
Mengenai kulit tidak berambut, dengan keluhan gatal terutama bila berkeringat kuku atau menetap selama beberapa tahun. Pada saat itu lempeng kuku menjadi
dan secara klinis tampak lesi berbatas tegas, polisiklik, dengan tepi aktif karena rapuh, menebal dan bisa retak karena debris subungual yang menumpuk. Warna
tanda radang lebih jelas, polimorfik terdiri atas eritema, skuama dan kadang dengan kuku menjadi coklat kehitaman. Akumulasi keratin dan debris subungual merupakan
papul dan vesikel di tepi, penyembuhan ditengah (central healing). gambaran khas.

5. Tinea kruris Beberapa bentuk klinis :


Infeksi pada sela paha, perineum dan perianal. Gejala paling menonjol adalah a. Onikomikosis subungual proksimal
rasa gatal, lesi awal berupa pacth eritema berbentuk sirsinar dengan tepi berbatas b. Onikomikosis subunguan distal
tegas, skuama bervariasi kadang ditutupi proses peradangan, penyembuhan sentral c. Onikomikosis lateral distal
bisa dijumpai. d. Distrofik totalis

21
DIAGNOSIS BANDING  Salep 2-4 / 3-10. 2x /hari( asidum salisilikum 2-3% + sulfur presipitatum
1. Tinea kapitis: dermatitis seboroik, pedikulosis kapitis, dermatitis kontak 4-10% )
alergika  Mikonasol 2x /hari
2. Tinea barbae:dermatitis seboroika. Pedikulosis barbae, dermatitis kontak  Pengobatan umumnya minimal selama 3 minggu (2 minggu sesudah
alergika KOH negatif /klinis membaik), untuk mencegah kekambuhan pada obat
3. Tinea fasialis:dermatitis numularis, dermatitis atopik, morbus hansen tipe fungistatik
lepromatosa
4. Tinea korporis: Psoriasis, dermatitis seboroika, kandidiasis mukokutan, - Obat oral
pitiriasis rosea, morbus hansen tipe lepromatosa  Indikasi :
5. Tinea manus: dermatitis kontal alergika, dermatitis kontak iritan, psoriasis,  Tinea kapitis, Tinea imbrikata, Tinea unguium dan Tinea barbae
sifilis sekunder, keratoderma palmaris  Tinea korporis / kruris / pedis / manuum yang berat / luas / sering
6. Tinea unguium: onikolisis, kandidiasis unguium, dermatitis kontak alergika kambuh / tidak sembuh dengan obat topikal / mengenai daerah
7. Tinea kruris: eritrasma, dermatitis kontak alergika, kandidiasis mukokutan berambut.
8. Tinea pedis: dermatitis kontal alergika, dermatitis kontak iritan, psoriasis,  Cara
sifilis sekunder, keratoderma plantaris Tergantung obat oral yang dipakai, lokasi dan penyebab
 Lamanya
PEMERIKSAAN PENUNJANG  Obat fungistatik : 2-4 minggu
1. Pemeriksaan dengan sinar UVA (lampu wood)  Obat fungisidal : 1-2 minggu
2. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 10-20 %
3. Pemeriksaan kultur  Obat oral
4. Pemeriksaan histopatologis  Griseofulvin
- Anak : 10-25 mg/kgBB/hari ( microsize )
PENATALAKSANAAN 5,5 mg/kgBB/hari (ultra microsize)
- Obat topikal - Dewasa: 500-1000 mg/hari
 Indikasi: lesi tidak luas pada Tinea korporis, Tinea kruris, Tinea manuum  Ketokonazol
dan Tinea pedis ringan - Anak: 3-6 mg/kgBB/hari
 Obat - Dewasa: 1 tablet (200mg)/hari
 Pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari  Itrakonasol
selama 1-2 minggu - Anak: 3-5 mg/kgBB/hari
 Alternatif: golongan azol, siklopiroksilamin, asam undesilinat, tolnaftat - Dewasa: 2 kapsul/ 100mg/hari
2xue 2-4 minggu  Terbinafin
 Salep Whitfield 2x/hari (=AAV I/Half Strengh Whitfield ointment) - Anak: 3-6 mg/kgBB/hari
AAV I  asidum salisilikum 3% + asidum benzoikum 6%; AAV II  o 10-20kg: 62,5 mg (1/4 tablet)/hari
asidum salisilikum 6% + asidum bensoikum 12% o 20-40kg: 125 mg (1/2 tablet )/hari

22
- Dewasa: 1 tablet (250mg)/hari hingga klinis membaik dan Tangan: 6 minggu, kaki: 12 minggu
laboratorium negatif. - Terapi denyut (pulse treatment)
Pemberian obat dengan dosis tinggi dalam waktu singkat
- Keadaan khusus sehingga menimbulkan efek fungisidal sekunder karena terjadi
 Tinea kapitis fungitoksik. Penderita akan lebih patuh dan tidak sering lupa 
 Obat oral kesembuhan lebih baik dan kekambuhan jarang terjadi.
Griseofulvin ( gold standard ), 6-12 minggu o Itrakonazol 400mg (2x2 kapsul)/hari untuk 1 minggu
- 20 – 25 mg/kgBB/hari (microsize)6-8 minggu o Istirahat 3 minggu/siklus
- 5 mg/kgBB/hari (ultra microsize) o Kuku tangan : 2 siklus
 Ajuvan o Kuku kaki : 3-4 siklus
a. Shampo selenium sulfid 1-1,8%  Bedah kuku
b. Shampo ketokonazol 1-2 % 2-3x/minggu a. Curettage
c. Rambut tidak perlu dipotong/dicukur o SWO
o Subungual debris, mengurangi beban kuku yang harus diobati
 Tinea unguium oral
 Obat topikal o Pencabutan kuku tak dilakukan
 Tinea pedis (mocassinfoot)
a. Indikasi - Itrakonazol 2x100 mg/hari atau terbinafin 1x250 mg/hari selama 4-6
- SWO, dikerok dulu pekan
- DLSO terbatas pd kurang 2/3 bagian distal ( terbaik  1/3 bagian
distal ) dan yg terkena tak lebih dari 3 kuku 2. Non farmakoterapi
- Kombinasi obat oral Edukasi:
- Pencegahan kambuh 1. Menjaga daerah lesi tetap kering.
b. Macam obat topikal 2. Menjaga jangan menggaruk bila timbul rasa gatal karena akan
- Ciclopirox 8% lacquer memperluas lesi.
o 1 x / minggu 6 bulan, atau 3. Menjaga kebersihan kulit.
o Bulan I : 3 x / minggu 4. Menjaga dari keringat, bila berkeringat keringkan dengan handuk.
o Bulan II : 2 x / minggu 5. Menjaga pakaian tidak dalam keadaan lembab.
o Bulan III : 1 x / minggu 6. Menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap
 Obat oral keringat seperti bahan katun.
a. Terbinafin: 1 tablet/hari 7. Membersihkan pakaian dan handuk yang telah digunakan dengan
Tangan: 6-8 minggu, kaki: 12-16 minggu mencucinya.
b. Itrakonazol 8. Memeriksakan dan mengobati anggota keluarga.
- 2 kapsul/hari

23
B. NONDERMATOFITA Obat pilihan : sampo selenium sulfida 1-2% dioleskan diseluruh tubuh
 PITYRIASIS VERSIKOLOR 15-30 menit sebelum mandi sekali/hari atau 2-3 kali minggu. Khusus
I. DEFINISI untuk daerah wajah dan genital digunakan golongan azol topikal.
Infeksi kulit non-dermatofitosis disebabkan Malasezzia furfur Altenatif : Shampo ketokonazole2 %, sampo zinc pyrithione.
(Pitryrosporum orbiculare /ovale) yang ditandai dengan makula  Sistemik :
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan/kronis dapat digunakan
ketokonazol oral 200 mg sehari selama 10 hari.
II. KRITERIA DIAGNOSIS Alternatif: itrakonazol 200-400 mg/hari selama 7 hari dan
Penyakit ditemukan pada semua umur, terutama pada usia 20-40 tahun, flukonazol400 mgsingle dose
lesi terutama pada daerah seboroik, tidak menular, serta ada kecenderungan Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu wood, dan mikologis
genetik. Keluhan subjektif berupaterkadang timbul rasa gatal terutama bila langsung berturut-turut selama seminggu telah negatif.
berkeringat. Pada kasus kronik berulang, terapi pemeliharaan dengan topikal tiap 1-
Pemeriksaan fisik kulit: 2 minggu atau sistemik ketokonazol 2x200 mg/hari sekali sebulan.
Lesi terutama di daerah berkeringat berupa bercak hipopigmentasi, eritema
hingga kecoklatan dengan skuama halus. DAFTAR PUSTAKA

III. DIAGNOSIS BANDING 1. Stefan MS dan Amit Garg. Superficial fungal infection. Dalam: Goldsmith
1. Dermatitis seboroik LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
2. Sifilis sekunder dermatology in general medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.2276-
3. Morbus Hansen 2297.
4. Pityriasis alba 2. Roopal V. Kundu dan Amit Garg.Yeast infection: Candidiasis, Tinea (pityriasis)
5. Hipopigmentasi paska inflamasi versicolor, and Malassezia (pityrosporum) folliculitis. Dalam: Goldsmith LAKatz
SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG dermatology in general medicine. 8thed. New York: McGraw Hill;2012.2298-
- Pemeriksaan dengan lampu wood : terlihat fluoresensi berwarna 2311.
kuning keemasan. 3.James WD, Berger TG, Elston DM. Diseases resulting from fungi and
- Pemeriksaan langsung dengan mikroskop dan larutan KOH 20% yeasts:Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11.
tampak spora berkelompok dan hifa pendek (meetball and spaghetty). Saunder Elsevier; 2011: 287-321.
- Kultur ditemukan koloni jamur 4.Jones JB dan Holden CA. Dermatophytosis. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox
N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Blackwell
V. PENATALAKSANAAN publishing, 2010: 36: 18-50.
 Topikal

24
KANDIDIASIS MUKOKUTAN - Kandidosis Kuku:Tinea unguium, Psoriasis kuku, dermatitis kontak
Sitti Hajar iritan/alergi

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


I. DEFINISI  Pemeriksaan sediaan langsung KOH 20% atau pewarnaan gram:
infeksi kulit non-dermatofitosis disebabkan spesies Candida sp. Bisa pseudohifa, blastospora dan sel ragi
mengenai kulit, mukosa dan kadang-kadang bisa mengenai paru-paru.  Kultur dengan agar sabouraud: koloni ragi tampak dalam waktu 24- 48 jam
dan suhu 37°C.
II. KRITERIA DIAGNOSIS Tidak selalu harus dilakukan kecuali pada kandidiasis kuku.
Kandidiasis kutis:
Ditemukan pada semua umur, mengenai intertriginosa misalnya daerah sela paha, V. PENATALAKSANAAN
ketiak, sela jari dan infra mamae atau sekitar kuku dan juga dapat meluas ke bagian - Kandidiasis kutis
tubuh lainnya. Pada pemeriksaan fisik kulit ditemukan bercak berbatas tegas,  Nistatin dan krim imidazole (mikonazol)
bersisik, basah, dan eritermatosa, dikelilingi oleh lesi satelit berupa vesikel dan  Ketokonazol 1x200mg/hari selama 14 hari
pustul-pustul kecil disekitarnya.  Bedak mikonazol untuk pencegahan
- Kandidiasis oral
Kandidiasis mukosa:  Nistatin 400.000-600.000 unit, 4x/hari selama 14 hari
Merupakan infeksi oportunis, dapat berupa :  Solusio gentian violet 1-2% 2x/hari selama 3 hari
a. Oral thrush: lesi berwarna putih pada mukosa bukal dan lidah  Ketokonazol 200-400 mg/hari selama 2-5 minggu atau flukonazol 150-
b. Stomatitis 200 mg dosis tunggal
c. Angular cheilitis : eritema dan fisura pada sudut mulut. - Kandidiasis kuku
 lihat tinea unguium, namun terbinafin tidak efektif
Kandidiasis kuku: - Kandidiasis mukokutan kronik
Kuku tampak tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang berwarna kecoklatan,  Flukonazol 100-400 mg/hari sampai sembuh
tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan dibawah kuku.  Itrakonazol 200-600 mg/hari sampai sembuh
Dilanjutkan dengan terapi maintenance obat yang sama selama hidup
Kandidosis mukokutan kronis:
Merupakan manifestasi kandidosis kronis rekuren pada pasien dengan VI. DAFTAR PUSTAKA
kelainan/defek kongenital pada sistem imun selular berupa infeksi yang luas, 1. Roopal V. Kundu dan Amit Garg. Yeast infection: Candidiasis, Tinea
eritematosa atau granulomatosa pada membran mukosa, kulit dan kuku. (pityriasis) versicolor, and Malassezia (pityrosporum) folliculitis. Dalam:
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
III. DIAGNOSIS BANDING Fitzpatricks dermatology in general medicine. 8thed. New York: McGraw
- Kandidosis kutis:Eritrasma, Dermatitis intertriginosa, Dermatofitosis Hill;2012.2298-2311.

25
2.James WD, Berger TG, Elston DM. Mycobacterial diseases :Andrews CUTANEOUS LARVA MIGRANS
Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; Nanda Earlia
2011: 322-333.
3. Hay RJ dan Ashbee HR. Candidosis. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N
dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Blackwell I. DEFINISI
publishing, 2010: 36: 56-68. Merupakan erupsi pada kulit berupa kelainan kulit berbentuk peradangan linier
atau berkelok-kelok (serpiginosa) yang disebabkan oleh penetrasi dan migrasi
dari larva cacing tambang melalui epidermis. Infeksi ini biasanya terjadi pada
musim panas. Lesi kulit dapat sembuh sendiri. Sinonim: creeping eruption

II. ETIOPATOGENESIS
Invasi larva cacing tambang masuk ke kulit disertai rasa gatal dan panas,
kemudian timbul papula berbentuk linier atau berkelok-kelok berwarna
kemerahan, polisiklik, serpiginosa dan membentuk terowongan. Tempat
predileksi di tungkai, plantar tangan, anus, bokong, paha dan bagian tubuh
dimana saja yang sering kontak dengan tempat larva cacing tambang.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS
- Pruritus dapat timbul setelah panetrasi cacing pada kulit
- Beberapa hari kemudian timbul vesikel, edema, dan terowongan yang
berkelok-kelok dengan konfigurasi serpiginosa
- Setiap larva memproduksi satu terowongan dan migrasi rata-rata 1-2 cm
setiap hari.
- Lokasi tersering : ekstremitas inferior dan gluteus, dapat juga ditemukan di
tangan, paha dan area perianal.
- Jika tidak diterapi, terowongan semakin berkembang kemudian menghilang
dalam beberapa hari, tetapi dapat timbul kembali dan menetap selama
beberapa minggu-bulan, kemudian dapat hilang secara spontan.

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Skabies
2. Dermatofitosis
3. Strongyloidiasis

26
4. Dermatitis kontak iritan PEDIKULOSIS
Nanda Earlia
IV. PENATALAKSANAAN
MEDIKA MENTOSA
a. Albendazol 400-800 mg/hari (anak : 10-15 mg/kg) I. DEFINISI
b. Tiabendazole 50 mg/kg BB/hari 2 kali sehari selama 2 hari Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh Pediculosis (dari
c. Cryoterapi family Pediculidae) dan yang menyerang manusia adalah Pediculus humanus
d. Kloretil spray sepanjang lesi yang bersifat parasit obligat yang artinya harus menghisap darah manusia untuk
e. Thiabendazol topikal 10-15 % mempertahankan hidup. Pedikulosis juga sangat mudah untuk menular dengan
gejala pruritus yang residif.
V. DAFTAR PUSTAKA Klasifikasi :
1. Suh KN, Keystone JS. Helmintic infection. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, 1. Pedikulosis kapitis
Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks Infestasi yang disebabkan Pediculus humanus var. capitis. yang mengisap darah
dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw dikulit kepala, leher dan tengkuk, kemudian hidup di rambut kepala. Sinonim:
Hill;2012.2544-69. pediculosis capitis, cooties, head lice.
2. Nelsen SA, Warschaw KE. Protozoa and Worm. Dalam:.Bolognia, JL, 2. Pedikulosis korporis
Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors. Dermatology. Edisi ke-3.New York: Infestasi yang disebabkan oleh Pediculus humanus var. humanus yang bersifat
Mosby; 2012. 1406-8. transien pada kulit tubuh (punggung, leher, dan bahu) untuk mengisap darah,
kemudian menetap pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian. Sering terjadi
pada orang yang jarang mandi atau hidup dalam lingkungan yang rapat serta
tidak pernah mengganti bajunya. Sinonim: pediculosis corporis, body lyce,
clothing lice.
3. Pedikulosis pubis
Infestasi yang disebabkan oleh Phthirus pubis. Penyakit yang dapat
digolongkan dalam infeksi menular seksual, menyerang rambut area pubis dan
sekitarnya, juga bagian tubuh lain yang berambut, misalnya jenggot, kumis,
bulu mata, alis mata, aksila, dan tepi batas rambut kepala. Sinonim : Phtirus
pubis, , pubic lice, crab lice.

II. ETIOPATOGENESIS
1. Pedikulosis kapitis
Kutu Pediculus humanus capitismempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki,
berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Betina
mempunyai ukuran yang lebih besar (panjang 1,2-3,2 mm lebar lebih kurang

27
setengah panjangnya) daripada yang jantan (sekaligus jumlahnya lebih Kutu ini berukuran panjang dan lebar yang sama (1-2 mm) pada betina. Pada
sedikit).Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa, dandewasa. Telur jantan ukurannya lebih kecil.Paling sering ditularkan melalui hubungan seksual.
(nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut (makin Kutu pubis memiliki kecenderungan menyerang laki-laki homoseksual. Paling
ke ujung terdapat telur yang lebih panjang). Pada orang yang dadanya berambut sering di daerah rambut pubis. Semua kulit yang mengandung rambut harus
terminal, kutu ini dapat melekat pada rambut tersebut dan dapat ditularkan diperiksa ( jenggot, kumis, dan bulu mata).
melalui kontak langsung.Penyakit ini lebih menyerang anak-anak dan cepat
meluas di lingkungan yang padat seperti asrama dan panti asuhan, ditambah lagi III. KRITERIA DIAGNOSIS
jika kondisi hygiene tidak baik (misalnya jarang membersihkan rambut). Cara A. KLINIS
penularannya melalui perantara, misalnya sisir, kasur, topi, dan bantal. Lebih 1. Pedikulosis kapitis
banyak terjadi di kaum perempuan. Kutu dapat bertahan selama 24 sampai 48 Pada infestasi pertama, membutuhkan waktu 3-6 minggu sebelum
jam. Rasa gatal timbul karena adanya reaksi hipersensitivitas yang diperoleh timbulnya pruritus sebagai respon imunologik terhadap komponen iritan dari
terhadap antigen dari saliva kutu. Kelainan kulit kepala yang timbul disebabkan saliva dan eksreta kutu. Pada infestasi berikutnya pruritus timbul dalam 24-
oleh garukan untuk menghilangkan gatal. Gatal ditimbulkan oleh liur dan 48 jam. Beberapa pejamu dapat asimptomatik atau carier. Ekskoriasi,
eksreta kutu yang dikeluarkan ke kulit kepala sewaktu menghisap darah. eritema, krusta, dan skuama pada kulit kepala dan tengkuk sering ditemukan.
2. Pedikulosis korporis
2. Pedikulosis korporis Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa gatal dan bekas garukan
Pediculus humanus humanus betina mempunyai ukuran panjang 1,2-4,2 mm pada badan (punggung, leher, dan bahu). Klinis berupa pinpoint red macule,
dan lebar kira-kira setengah panjangnya, sedangkan jantan relatif lebih kecil. papula eritematosa, krusta, dan ekskoriasi.
Siklus hidup sama dengan pedikulosis pada kepala.Penyakit ini lebih 3. Pedikulosis pubis
menyerang dewasa terutama pada orang dengan hygiene buruk, misalnya Gejala yang dominan yaitu gatal di daerah pubis dan sekitarnya. Gatal
pengembala karena mereka jarang mandi dan jarang mengganti dan mencuci dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, yang ditemukan bercak-
pakaian, karena itu penyakit ini sering disebut Vagabond. Hal ini disebabkan bercak yang berwarna abu-abu kebiruan yang disebut macula serulae.
kutu tidak melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan Walaupun kutu ini dapat dilihat dengan mata telanjang, kutu ini sulit
pakaian dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah. Penyakit ini dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel
bersifat kosmopolit, lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang rambut.Gejala lainnya adanya black dot, yaitu bercak-bercak hitam yang
memakai baju tebal dan baju jarang dicuci.Keadaan kumuh padat &tidak tampak jelas pada celana dalam berwarna cerah (atau putih) setelah bangun
tersanitasi.Kutu badan sekitar 30% lebih besar daripada kutu kepala, namun tidur. Bercak ini merupakan krusta darah yang disalah artikan sebagai
mempunyai morfologi yang sama. Kutudapat ditemukan pada pakaian yang hematuria.
kontak dengan leher, aksila, dan setinggi pinggang ataupun tempat tidur yang
terkontaminasi. Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
menghilangkan gatal. Gatal ditimbulkan oleh liur dan eksreta kutu yang 1. Pedikulosis kapitis
dikeluarkan ke kulit sewaktu menghisap darah. Paling baik memeriksa rambut di bawah mikroskop, dengan menemukan
kutu dewasa dalam keadaan hidup, nimfa imatur, atau telur berwarna abu-abu
3. Pedikulosis pubis dan mengkilat.

28
2. Pedikulosis korporis V. PENATALAKSANAAN
Mencari telur atau bentuk dewasa. Caranya dengan menemukan kutu atau PRINSIP :
telur pada serat kapas pakaian. 1. Memusnahkan semua kutu
3. Pedikulosis pubis 2. Mencegah resistensi kutu terhadap obat
Paling sering menemukan kutu di daerah pubis. Jikakutu tidak ditemukan, 3. Mengurangi resiko reinfeksi
nits kadang ditemukan di dekat pangkal rambut, alis, bulu mata. 4. Mengatasi infeksi sekunder

C. DIAGNOSIS BANDING Pedikulosis kapitis dan pubis


1. Pedikulosis kapitis a. Permetrin 1 % lotion diaplikasikan pada kulit kepala dan rambut yang
a. Tinea kapitis kering selama 10 menit atau Permetrin 5% krim dioleskan sepanjang
b. Pioderma (impetigo krustosa) malam, kemudian dicuci dengan non-medicated shampoo, boleh diberikan
c. Dermatitis seboroik untuk usia ≥ 2bulan dan wanita hamil kategori B.
b. Pyrethrin sinergized 0,33% dioleskan 10 menit pada rambut yang kering
2. Pedikulosis korporis c. Malathion 0,5-1% dalam bentuk lotion atau gel. Caranya: malam
a. Alergi obat sebelum tidur rambut dicuci dengan sabun kemudian dipakai losio
b. Dermatitis atopik malathion, lalu kepala ditutup dengan kain selama 8-12 jam. Keesokan
c. Dermatitis kontak harinya rambut dicuci lagi dengan sabun lalu disisir dengan sisir bergerigi
d. Viral exanthem halus dan rapat. Pengobatan diulang seminggu sekali bila masih terdapat
e. Skabies kutu. Obat ini paling efektif tetapi sulit didapat. Boleh diberikan untuk usia
f. Penyakit sistemik lainnya (gangguan hepar atau ginjal) ≥ 6 tahun dan wanita hamil kategori B.
g. Neurotic excoriation d. Carbaryl shampoo 0,5%, dioleskan 8-12 jam
e. Lindan shampoo 1%, dioleskan selama 4 menit lalu dicuci
3. Pedikulosis pubis f. Spinosad krim, rinse, dapat dioleskan 10 menit pada rambut yang kering.
a. Dermatitis Seboroika. Boleh digunakan untuk usia 4 tahun dan wanita hamil kategori B.
b. Dermatitis kontak g. Ivermection topikal, dioleskan selama 10 menit ; oral 200 µg/kg ,
c. Piedra diberikan pada hari ke-1,8, dan 15.
d. Dermatomikosis h. Yang mudah didapat di Indonesia adalah krim gama benzene
e. Skabies heksaklorida (gameksan)1%. Cara pemakaian: setelah dioleskan lalu
f. Arthropod bites didiamkan 12 jam, kemudian dicuci dan disisir agar semua kutu dan telur
g. Trichomycosis pubis terlepas. Jika masih ada telur, pengobatan diulang secara berkala.
i. Untuk infeksi sekunder, sebaiknya rambut dicukur dan diobati dengan
IV. KOMPLIKASI antibiotika sistemik dan/atau topikal, lalu disusul dengan obat yang telah
Kadang-kadang pasien dapat mengalami demam, limfadenopati, dan infeksi disebutkan sebelumnya dalam bentuk shampo.
sekunder. j. Higyene merupakan syarat supaya tidak terjadi residif.

29
k. Sebaiknya rambut pubis dicukur dan pakaian dalam direbus dan disetrika SKABIES
untuk membunuh telur dan kutu. Mitra seksual juga harus diperiksa dan Nanda Earlia
jika perlu diobati.
l. Jika ada infeksi sekunder bisa diberikan antibiotik sistemik atau topikal.
I. DEFINISI
Pedikulosis korporis Skabies adalah penyakit kulit yang sangat menular, disebabkan oleh
a. Desinfestasi kasur, dengan lice spray karena kutu dapat meletakkan infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis. Penyakit ini
kutunya pada sela-sela matras. Pakaian sebaiknya dibuang. Pasien harus ditandai dengan keluhan subyektif yang sangat gatal terutama pada malam hari,
diterapi dari kepala hingga kaki dengan insektisida dan ivermectin oral disertai erupsi kulit dengan derajat keparahan yang bervariasi. Onset gejala klinis
seperti pengobatan untuk skabies. terjadi seiring dengan berkembangnya respon imun terhadap keberadaan tungau
b. Jika ada infeksi sekunder bisa diberikan antibiotik sistemik atau topikal. dan produk-produknya pada epidermis.Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis yang khas. Pemeriksaan laboratorium dengan mikroskop
VI. DAFTAR PUSTAKA ditemukan adanya terowongan dan tungau di dalam terowongan tersebut.
1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies,other Mites, and Pediculosis. Dalam:
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, II. ETIOPATOGENESIS
editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New Erupsi skabies disebabkan oleh respon imun terhadap keberadaan Sarcoptes
York: McGraw Hill;2012. 2573-78. scabiei atauproduk-produknya pada kulit.Pada infestasi primer, erupsi kulit
2. Morel SD, Burkhart CN, Burkhart CG. Infestation. Dalam:.Bolognia, JL, biasanya terjadi sekitar 4 minggu setelah infestasi dan diikuti dengan timbulnya
Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors. Dermatology. Edisi ke-3. New York: gejala klinis.Rasa gatal dan inflamasi adalah hasil dari reaksi hipersensitivitas dari
Mosby; 2012. 1426-29. pejamu karena adanya bahan-bahan asing (seperti kutu, telur dan feses) pada
3. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. Infestation and kulit.Garukan yang terjadi akibat rangsangan gatal akan mengurangi jumlah
bites. Dalam: Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA, organisme dan membantu membatasi derajat infestasi.Pada reinfestasi, gejala klinis
editors. Skin disease : diagnosis & treatment. Edisi ke-3. Edinburg: timbul lebih cepat yaitu sekitar 1-4 hari setelah infestasi dengan derajat yang lebih
Elsevier; 2011. 334-38. ringan.Hal ini terjadi oleh karena pada infestasi ulang telah terjadi sensitisasi dalam
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Parasitic infestation, stings, and bites. tubuh pasien terhadap tungau dan produknya yang merupakan antigen dan mendapat
Dalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. respon dari sistem imun tubuh.Tungau betina membuat liang di dalam epidermis
Saunder Elsevier; 2011.414-47. (stratum korneum, yang bersifat lebih longgar dan tipis) dan meletakkan telur dalam
5. Stough D, Shellabarger S, Quiring J, at al. Efficacy and safety of spinosad liang-liang yang ditinggalkannya. Awalnya pejamu tidak menyadari adanya aktivitas
and permethrin cream rinses for pediculosis capitis (head lice). penggalian terowongan dalam epidermis tetapi setelah 4-6 minggu terjadi reaksi
Pediatric.2009;124:389-95. hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang dikeluarkannya, dan
mulainya timbul gatal. Reaksi alergi terhadap tungau dan produknya disebabkan
akibat substansi yang dilepaskan S.scabiei sebagai respon terhadap hubungan antara
tungau, keratinosit, dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi kedalam
kulit. Hasil penelitian terbaru, menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe

30
I dan IV. Pada reaksi tipe I, terjadi akibat pertemuan antigen tungau dengan Bentuk/variasi klinis skabies:
imunoglobulin E pada sel mast, sehingga terjadi peningkatan imunoglobulin-E. a. Skabies pada orang bersih
Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar 10- Bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya sukar ditemukan.
30 hari setelah sensitisasi tungau dan berupa terbentuknya papul dan nodul Terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan S.
inflamasi. Cara penularan skabies melalui kontak langsung (skin to skin), sehingga scabiei dapat hilang dengan mandi teratur.
penyakit ini dapat menyerang seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak b. Skabies inkognito
langsung melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat tidur, juga Pemakaian kortikosteroid topikal atau sistemik dapat memperbaiki
kontak seksual. gejala dan tanda klinis skabies, tetapi infestasi S. scabiei dan
kemungkinan penularannya tetap ada.
III. KRITERIA DIAGNOSIS c. Skabies nodularis
A. ANAMNESIS Lesi berupa nodul berwarna coklat kemerahan dan gatal, terdapat pada
Gatal terutama pada malam hari sehingga dapat mengganggu penderita daerah tertutup terutama genetalia laki-laki, inguinal dan aksila. S.
yang akan dirasakan oleh penderita 4-6 minggu setelah tertular. scabiei jarang ditemukan pada nodul. Nodul timbul akibat reaksi
B. KLINIS hipersensitivitas, lesi ini dapat bertahan beberapa bulan sampai satu
- Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies: terowongan dan lesi tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.
skabies. d. Skabies pada bayi dan anak-anak
- Terowongan : Kesalahan diagnosa sering terjadi karena adanya kurangnya kecurigaan
Patognomonis berupa terowongan dengan dinding tipis, bentuk terhadap penyakit ini dan perubahan eksema sekunder serta karena
berkelok-kelok berwarna putih keabu-abuan 1-10 mm panjangnya, terapi yang tidak sesuai. Skabies pada bayi dan anak-anak gejalanya
disebabkan perpindahan kutu pada stratum korneum, dan ada vesikel gatal, sering erupsi generalisata dengan area yang sering terkena adalah
pada salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang muka, kulit kepala, telapak tangan dan kaki, gambaran yang tersering
menggali terowongan, dan seringkali dikelilingi eritema ringan. adalah papul, vesikopustul dan nodul. Terowongan sukar ditemukan.
Terowongan ditemukan pada: bagian tepi dari jari-jari, telapak tangan, e. Skabies pada usia lanjut
sela-sela jari, bagian volar pergelangan tangan, dan punggung kaki. Pada kelompok ini, diagnosis skabies sering terabaikan karena
Pada bayi, terowongan sering pada telapak tangan, telapak kaki, juga perubahan kulit sangat minimal atau tidak khas. Rasa gatal dapat seperti
bisa ditemukan di badan, kepala, dan leher. Terowongan pada pruritus senilis, xerosis, atau yang disebabkan psikogenik. Reaksi
genetalia pria biasanya ditutupi oleh papula yang meradang, dan inflamasi seperti yang terlihat pada orang muda biasanya tidak ada.
papula tersebut yang ditemukan pada penis dan skrotum adalah Daerah yang terkena biasanya punggung.
patognomonis untuk skabies. f. Skabies krustosa (skabies Norwegia)
- Lesi kulit pada skabies: lesi primer dan sekunder Pertama kali ditemukan di Norwegia pada tahun 1848 pada pasien-pasien
Lesi primer pada skabies merupakan reaksi alergi terhadap tungau, Lepra. Kasus skabies jenis ini jarang ditemukan. Biasanya terjadi pada
berupa erupsi papula yang terdapat disekitar aksila, umbilikus, dan mereka dengan respon imun abnormal atau keadaan imunosupresi, pasien
paha. Lesi sekunder berupa ekskoriasi, krusta dan bila timbul infeksi sering tidak merasakan gatal karena kehilangan kemampuan sensoris yang
sekunder terdapat pustula yang dapat mengaburkan lesi primernya. disebabkan oleh kelainan-kelainan neurologis. Lesi bervariasi mulai dari

31
krusta skuama generalisata atau bentuk dermatitis papular. Predileksi: kanalikuli utuh ditetesi minyak mineral atau KOH10%, lalu
kulit kepala, telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dilakukan kerokan dengan skalpel steril. Bahan pemeriksaan
dapat disertai distrofi kuku. Dapat disertai distrofi kuku dan menjadi diletakkan di gelas objek, ditutup kaca penutup lalu diperiksa
generalisata. Gatal biasanya tidak menonjol tetapi sangat menular karena dibawah mikroskop
jumlah tungau pada kulit sangat banyak (sangat kontagius dan merupakan 2. Mengambil tungau dengan jarum
sumber epidemi) Bila menemukan terowongan, jarum suntik ditusukkan kedalam
g. Skabies pada kulit kepala terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial keujung
Skabies jarang mengenai kulit kepala orang dewasa, tetapi dapat terjadi lainnya kemudian dikeluarkan, bila positif, tungau terlihat pada
bersamaan atau menyerupai dermatitis seboroik. Sering terjadi pada ujung jarum sebagai parasit yag kecil dan transparan.
bayi, anak-anak dan orang tua. 3. Pemeriksaan dengan tinta parker (Burrow ink test)
h. Skabies bulosa Kanalikuli skabies dilapisi tinta cina, biarkan 20-30 menit. Setelah
Vesikel sering terjadi pada anak-anak dan jarang pada dewasa. Skabies tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut
bulosa pada dewasa secara klinis, patologi dan imunopatologi mirip terlihat lebih gelap karena akumulasi tinta didalam terowongan.
dengan pemfigoid bulosa, tetapi lebih banyak ditemukan terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbentuk gambaran kanalikuli yang
Banyak pada pasien lebih dari 65 tahun. Onset penyakit ini beberapa khas berupa garis zigzag.
minggu sampai beberapa bulan. 4. Dermatoskop (Epiluminescence microscopy)
C. DIAGNOSIS BANDING
 Sangat mirip : - Beberapa cara untuk menemukan tungau :
1. Dermatitis atopik 1. Kerokan kulit
2. Dyshidrotic eczema Papul utuh ditetesi minyak mineral atau KOH10%, lalu dilakukan
3. Pioderma kerokan dengan skalpel steril. Bahan pemeriksaan diletakkan di
4. Dermatitis kontak gelas objek, ditutup kaca penutup lalu diperiksa dibawah
5. Insect bite mikroskop.
 Dipertimbangkan : 2. Epidermal shave biopsy
1. Dermatitis herpetiformis Lesi dijepit dengan ibu jari telunjuk kemudian dilakukan irisan
2. Psoriasis superfisial dengan hati-hati agar tidak berdarah. Kerokan
3. Pemfigoid bulosa diletakkan diatas kaca objek, tetesi minyak mineral, periksa
4. Erupsi obat dibawah mikroskop.
5. Pruritus disebabkan kelainan sistemik
6. Delusions of parasitosis E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis cukup ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG klinik, dan pemeriksaan penunjang, dengan menemukan 3 dari 4 kriteria
- Beberapa cara untuk menemukan terowongan (kanalikuli) : sebagai berikut :
1. Kerokan kulit 1. Pruritus nokturna (gatal malam hari, karena aktivitas tungau lebih tinggi

32
pada suhu lembab) harganya.
2. Menyerang sekelompok manusia - Pada beberapa pasien lesi kulitdan gatal akan menetap selama 2-4
3. Predileksi dan morfologi lesi yang khas minggu setelah terapi, disebut dengan post scabietic dermatitis,
4. Identifikasi mikroskopik adanya tungau, telur, fecal pellet (skibala) harus dijelaskan ke pasien bahwa reaksi tersebut bukan karena
kegagalan terapi merupakan respon tubuh terhadap tungau yang
IV. KOMPLIKASI mati dan akan hilang dalam 2 minggu bersamaan dengan
Rasa gatal yang timbul merangsang pasien untuk menggaruk sehingga pengelupasan alamiah epidermis. Kebanyakan pasien akan
dapat terjadi infeksi sekunder pada lesi skabies. Bila infeksi disebabkan oleh S. merasakan gejala pruritus berkurang dalam 3 hari.
pyogenes maka dapat terjadi glomerulonefritis akut, limphadenopathy. Hal lain - Aplikasi kedua dari obat topikal dilakukan pada hari ke 8 dengan
yang mungkin timbul adalah penyakit menjadi kronik oleh karena salah tujuan untuk mengurangi reinfestasi fomit dan memastikan
diagnosis dan salah penanganan. terbunuhnya larva yang dapat bertahan hidup dalam telur.
- Seluruh anggota keluarga harus diterapi secara simultan
V. PENATALAKSANAAN (bersamaan), untuk mencegah reinfestasi dari anggota keluarga
A. PRINSIP yang carier dan asimptomatis.
Kombinasi antara skabisid dengan kontrol fomite - Pasien kontrol kembali 1 minggu kemudian, bila ada lesi baru
B. NON MEDIKA MENTOSA obat topikal bisa digunakan lagi
- Pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara - Ada beberapa macam obat anti skabies, seperti:
teratur setiap hari.Semua pakaian, sprei dan handuk yang telah a. Permetrin 5% krim
digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam air Merupakan sintetis pyrethroid, yang menghambat transpor
panas. sodium pada neuron artropoda, sehingga mengakibatkan
- Anggota keluarga yang berisiko tinggi untuk tertular, terutama bayi paralisis. Efektif untuk semua stadium kutu. Dosis:
dan anak-anak, harus dijaga kebersihannya dan menghindari terjadinya olesmalam hari selama 8 jam, dari leher kebawah, pada hari 1
kontak langsung. dan dapat diulang pada hari ke 8. Ibu hamil kategori B.
- Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah yang berkontak Penggunaan permetrin 5% untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan
dengan penderita harus diperiksa dan bila juga menderita skabies juga anak dibawah 2 tahun, hanya boleh dua kali pemakaian
diobati bersamaan agar tidak terjadi penularan kembali. dengan durasi pemakaian 2 jam.
- b. Lindan (gamma benzena hexachloride = GBHC)
C. MEDIKA MENTOSA Dosis: oles malam hari hari ke-1 dan 8. Efek samping berupa
 TOPIKAL toksisitas pada sistem saraf pusat melalui absorbsi perkutan.
- Pemberian obat pada pasien skabies harus didasarkan pada Kontraindikasi untuk bayi, anak-anak, ibu menyusui, skabies
beberapa syarat-syarat yang harus terpenuhi antara lain efektif krustosa, dan pasien dengan riwayat dermatitis atopik. Tidak
terhadap semua stadium kutu (telur, larva, kutu dewasa), potensi begitu efektif dan sering resisten.
toksisitas obat serta cara penggunaan yang tepat, tidak c. Sulfur presipitatum 5% - 10%
menimbulkan iritasi kulit, tidak berbau, mudah didapat, murah

33
Dosis: oles selama 8 jam pada hari ke- 1,2, dan 3. Aman 4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. Infestation and
untuk bayi dan ibu hamil, harga murah. bites. Dalam: Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA,
d. Krotamiton (crotonyl-N-ethyl-O-toluidine) krim atau lotion editors. Skin disease: diagnosis & treatment. Edisi ke-3.Edinburg:
10% Elsevier; 2011. 334-38.
Tidak efektif, memiliki efek anti pruritus. Dosis: oles selama 5. James WD, Berger TG, Elston DM. Parasitic infestation, stings, and bites.
8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8 Dalam: Andrews Diseases Of The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-
e. Benzil benzoat 25-30% 11. Saunder Elsevier; 2011.414-47.
Dosis : oles selama 24 jam
 SISTEMIK
- Ivermectin
Tahun 1993, ivermektin mulai digunakan dengan dosis untuk
skabies: 1 atau 2 dosis oral 200 µg/kgBB, pada hari 1 dan 8.
Merupakan antiparasit terbaik saat ini. Obat ini bekerja pada
sinap saraf menggunakan glutamat atau γ aminobutiric acid.
Perkembangan blood-brain barierpada anak belum sempurna
maka tidak direkomendasikan pemberian Ivermectin untuk anak-
anak kurang dari 15 kg, maupun untuk wanita hamil, dan
menyusui. Pada skabies krustosa, pemberian Ivermectin dan
skabisid topikal direkomendasikan.
- Antihistamin
- Antibiotik bila ditemukan infeksi sekunder

VI. DAFTAR PUSTAKA


1. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies,other Mites, and Pediculosis. Dalam:
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
York: McGraw Hill;2012.2569-73.
2. Morel SD, Burkhart CN, Burkhart CG. Infestation. Dalam: Bolognia, JL,
Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors. Dermatology. Edisi ke-3. New
York: Mosby; 2012. 1423-26.
3. Burn DA. Disease causes by arthropoda and other noxiuous
animal.Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN, Griffiths C,
editors.Rook’sTextbook of Dermatology.Edisi ke-8.Willey-
Blackwell;2010.37-7.

34
DERMATITIS KONTAK IRITAN semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau
Nanda Earlia mengalami kontak berulang-ulang. Bahan iritan lemah, contohnya sabun, detergen,
surfaktan, pelarut organik, dan minyak. Bahan iritan kuat seperti bahan kimia
kaustik (asam dan basa kuat)
I. DEFINISI Dermatitis kontak iritan dipengaruhi oleh multifaktorial, yaitu :
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah inflamasi pada kulit melalui mekanisme
non-imunologik,disebabkan kulit terpapar bahan iritan eksogen berupa agen (a) Faktor eksogen :
kimiawi, fisik, maupun biologik. 1. Karakteristik bahan kimia: struktur molekul, pH, konsentrasi, dosis,
toksisitas;
II. ETIOPATOGENESIS 2. Karakteristik penetrasi: vehikulum, solubilitas, tipe,dan durasi kontak;
Mekanisme kerusakan kulit pada DKI berkaitan dengan empat faktor : 3. Faktor mekanis: tekanan, gesekan, abrasi
(a) Hilangnya lipid permukaan dan substansi yang mempertahankan kadar air di (b) Faktor endogen :
kulit sehingga memudahkan penetrasi bahan iritan; (b) Kerusakan membran sel 1. Genetik/kerentanan individual;
yang mengaktivasi phospolipase sehingga terbentuklah arachidonat acyd (AA), 2. Jenis kelamin: wanita lebih rentan karena berhubungan dengan pekerjaan;
diacylgliseride (DAG), inositide (IP3), platelet activating factor (PAF), 3. Usia: usia dibawah 8 tahun lebih mudah untuk absorbsi bahan kimia dan
daneicosanoid. arachidonat acyd akan diubah menjadi prostaglandin (PG) dan iritan;
leucotriene (LT), yang berfungsi sebagai chemoatractant yaitu menarik sel neutrofil 4. Ethnik: kulit hitam lebih resisten terhadap iritasi;
dan limfosit, dan mengaktivasi sel mast sehingga terbentuklah antihistamin, LT, PG, 5. Regio anatomi yang terpapar: wajah, leher, skrotum, dan dorsum manus
PAF yang meningkatkan permeabilitas dan pelebaran pembuluh darah sehingga lebih rentan;
terjadi inflamasi; (c) Denaturasi keratin epidermal; dan (d) Efek sitotoksik langsung 6. Penyakit kulit yang ada: misalnya dermatitis atopik.
melalui pelepasan mediator proinflamasi, terutama sitokin dari sel keratinosit.
DKI tidak membutuhkan sensitisasi sebelumnya. Kerusakan pada barier kulit III. KRITERIA DIAGNOSTIK
menyebabkan lepasnya sitokin seperti interleukin (IL)-1α, IL-1β, dan tumor A. ANAMNESIS
necrosis factor α (TNF-α), dan granulocyte-macrophag colony stimulating factor  Riwayat terpapar dengan bahan iritan.
(GM –CSF). TNF-α merupakan sitokin utama pada DKI yang meningkatkan  Bila paparan dihentikan, lesi membaik, bila paparan berulang lesi
ekspresi major histocompatibility complex (MHC) class II dan intracellular bertambah berat.
adhesion molecule1 (ICAM-1) dan mengekspresi human leucocyte antigen DR  Gejala subjektif :
(HLA-DR) pada keratinosit. IL1 dan GM-CSF akan mengaktifasi T helper - Paparan iritan kuat: rasa terbakar, gatal,dan nyeri seperti tersengat
lymphocyte sehingga terbentuknya IL2, dan reseptor bagi IL2 pada permukaan - Paparan iritan lemah: rasa gatal dan nyeri
limfosit T akan menstimulasi proliferasi limfosit T. Hilangnya fungsi dari B. KLINIS
polimorfisme gene filagrin yaitu protein yang berfungsi sebagai barier kulit, juga - Pada iritan kuat akan terjadi dermatitis akut, pada paparan pertama:
berperan pada proses DKI kronis. eritema, edema, batas tegas sesuai bahan penyebab, vesikulasi,
Ada dua jenis bahan iritan penyebab DKI, yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. eksudasi, bula, dan nekrosis jaringan
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir - Pada iritan lemah akan terjadi dermatitis kronis, setelah paparan

35
berulang: bercak eritem, hiperkeratosis, dan fisura. Mekanisme iritasi akibat mikrotrauma atau gesekan berulang,
contoh nipple dermatitis, lesi biasanya kering, dan ditemukan
Bentuk-bentuk klinis DKI : hiperkeratosis
1. Reaksi iritasi (Irritant reaction) 8. DKI traumatika (Traumatic ICD)
Merupakan reaksi yang akut, efloresensi monomorf, berupa Reaksi kulit yang timbul setelah trauma berupa luka bakar ataupun
skuama, makula eritematous, vesikel, atau erosi pada dorsum manus laserasi,menetap sampai 6 bulan atau lebih.
dan jari-jari. Biasanya berhubungan dengan individu yang 9. DKI seperti akne (Acneiform ICD)
pekerjaannya sering terpapar air. Dapat sembuh atau berlanjut menjadi Timbul karena terpapar minyak, tar, logam berat. Lesi berupa
DKI kumulatif. pustul steril.
2. DKI akut (Acute ICD) 10. Asteatotic irritant eczema (Exsiccation eczematid)
Reaksi akut akibat paparan terhadap iritan kuat (asam dan basa Biasanya pada orangtua dicetuskan karena kulit kering, klinis
kuat), menimbulkan sensasi terbakar, gatal, dan menyengat segera berupa ichtyosiform scaling.
setelah terpapar bahan iritan. Efloresensi berupa makula eritematous
dengan batas tegas, edema, vesikulasi/bula, dan nekrosis jaringan pada C. DIAGNOSIS BANDING
kasus yang berat. Contoh: irritant cheilitis, diaper dermatitis.  Sangat mirip :
3. Iritasi akut tipe lambat (Delayed acute irritancy)  Lokalisata
Reaksi akut tanpa gejala inflamasi pada kulit, sampai 8-24 jam 1. Dermatitis atopik
atau lebih setelah paparan.Contoh bahan kimia penyebab adalah 2. Dermatitis asteatotik
akrilat, antralin (dithranol), benzoilperoksida, kalsipotriol, propilen 3. Dermatitis seboroik
glikol, tretinoin, podofilin . 4. Dermatitis stasis
4. DKI kumulatif kronik (Chronic Cummulative ICD) atau  Diseminata
Traumiterative ICD 1. Dermatitis atopik
DKI yang paling sering ditemukan, timbul setelah paparan 2. Dermatitis kontak autosensitisasi
berulang , contohnya: sabun, detergen, surfaktan. Efloresensi berupa 3. Dermatitis asteatotik
patch eritematous lokalisata pada kulit yang kering, kemudian eritema, 4. Dermatofitosis
hiperkeratosis, dan terbentuknya fisura.
5. Iritasi subyektif (Subjective atau simptomatic sensory irritancy)  Dipertimbangkan :
Pasien mengeluh gatal, sensasi seperti geli, menyengat, terbakar,  Lokalisata
yang timbul beberapa menit setelah kontak dengan bahan iritan tanpa 1. Akne disebabkan steroid
adanya lesi kulit. 2. Liken simpleks kronis
6. Iritasi non/suberitematous (Non/suberythematous irritation) 3. Herpes simpleks
Lesi iritasi tidak terlihat, tetapi secara histologik ditemukan 4. Herpes zoster
kelainan. Gejala seperti terbakar, gatal, dan menyengat.  Diseminata
7. Dermatitis karena gesekan berulang (Friction Dermatitis) 1. Dermatitis numularis

36
2. Erupsi obat
3. Psoriasis  Kasus berat (DKI akut) :
4. Parapsoriasis TOPIKAL :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG  Lesi basah (madidans): kompres terbuka (2-3 lapis kain)
Uji tempel (patch test) dengan menggunakan bahan standar atau bahan dengan NaCl 0,9%
yang dicurigai hanya diperlukan bila tidak dapat dibedakan dengan  Lesi kering: kortikosteroid potensi sesuai derajat inflamasi
dermatitis kotak alergi. SISTEMIK
 Kortikosteroid, digunakan dalam waktu singkat
IV. KOMPLIKASI  Antihistamin
Infeksi sekunder  Antibiotika: bila ada superinfeksi bakteri
V. PENATALAKSANAAN VI. DAFTAR PUSTAKA
A. NON MEDIKAMENTOSA 1. Amado antoine, Sood A, Taylor JS. Irritant contact dermatitis.Dalam:
 Identifikasi dan eliminasi serta proteksi bahan iritan tersangka Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K,
 Anjuran penggunaan alat pelidung diri (APD): sarung tangan, krim editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
barier York: McGraw Hill;2012.499-506.
B. MEDIKAMENTOSA 2. Cohen DE, Sauza AD. Irritant contact dermatitis.Dalam:.Bolognia, JL,
 Kasus ringan dan sedang (DKI kronik) : Jorizzo J L, Schaferr Julie V editors. Dermatology. Edisi ke-3. New York:
TOPIKAL : Mosby; 2012. 249-58.
 Kortikosteroid dengan potensi sesuai derajat inflamasi 3. Iris Ale S,Maibach HI. Irritant contact dermatitis versus allergic contact
Kortikosteroid masih kontroversial, tetapi bermanfaat sebagai dermatitis. Dalam: Iris Ale S,Maibach HI, editors. Irritant contact
anti inflamasi. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping dermatitis. Berlin: Springer Verlag; 2006. 11-8.
berupa potensiasi, atrofi kulit, dan erupsi akneiformis. 4. Sterry W, Paus R, Burgdorf. Irritant contact dermatitis. Dalam: Sterry W,
 Emolien (petrolatum based) untuk memperbaiki kulit kering Paus R, Burgdorf, editors. Thieme Clinical Companions Dermatology.
dan likenifikasi. Edisi ke-5. German: George Thieme verlag KG; 2006. 199-200.
 Calcineurin inhibitor (pimekrolimus 0,3%; 1.0% cream): 5. Wilkinson SM, Beck. MH. Contact dermatitis: Irritant. Dalam: Burns T,
Menghambat sekresi IL-2, TNF-α, dan GM-CSF. Mengurangi Breathnach S, Cox NN, Griffiths C, editors.Rook’sTextbook of
sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan Dermatology.Edisi ke-8.Willey-Blackwell;2010.709-32.
serotonin.
SISTEMIK
 Antihistamin
 Antimetabolik : steroid sparing agent (Azatioprin)
 Imunosupresan makrolaktam; siklosporin, takrolimus

37
DERMATITIS KONTAK ALERGIKA lipofilik berikatan denganMHC class I, sedangkan hapten yang hidrofilik misalnya
Nanda Earlia ion nikel lebih mudah berikatan dengan MHC II. Hapten/alergen juga terikat pada
protein kulit misalnya kation nikel yang terdapat pada logam yang akan berikatan
dengan protein kulit membentuk struktur yang lebih stabil (metal-protein chelates).
I. DEFINISI Jadi jenis hapten menentukan macam sel T yang akan diaktifkan (sel TCD4+ atau
Dermatitis kontak alergika (DKA) adalah inflamasi pada kulit melalui sel TCD8+).
mekanisme imunologik,disebabkan kulit terpapar bahan alergen eksogen.
(b) Hapten / alergen mengaktivasi sel penyaji antigen
II. IMUNOPATOGENESIS sel Langerhans setelah berikatan dengan hapten akan menjadi aktif dan migrasi dari
DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai epidermis ke kelenjar limfe melalui pembuluh limfe. Limabelas menit setelah kulit
imunitas seluler (tipe IV- a). Patogenesis DKA diklasifikasikan menjadi 2 bagian, terpapar dengan bahan alergen kontak, SL mengeluarkan IL-1β ( Interleukin-1β),
yaitu fase induksi (fase sensitisasi) dan fase elisitasi (fase efektor). Fase sensitisasi sedangkan IL 1β merangsang keratinosit untuk menghasilkan TNF-α (tumor
dimulai dari waktu pertama kalinya kulit penderita terpapar dengan alergen kontak necrosis factor-α) dan granulocyte-macrophag colony stimulating factor (GM –
sampai waktu penderita tersensitisasi, yaitu siap untuk mewujudkan terjadinya CSF). Ketiga sitokin tersebut berperan dalam proses migrasi SL dari epidermis ke
reaksi DKA. Fase ini memerlukan waktu lebih kurang 10-15 hari, biasanya kelenjar limfe. Dalam waktu 24 jam setelah alergen terpapar pada kulit maka SL
asimptomatik. Fase efektor dimulai dari paparan ulang alergen kontak yang sama akan bermigrasi ke kelenjar limfe. IL-1β dan TNF-α juga menurunkan ekspresi E-
sampai waktu terjadinya manifestasi klinik DKA, dan ini memerlukan 1-2 hari. chaderin, sehingga melepaskan ikatan antara SL dengan jaringan sekitarnya. Enzim
Reaksi inflamasi yang timbul pada DKA dipengaruhi oleh lamanya kulit terpapar metalloproteinase-3(MMP-3) dan MMP-9 merusak makromolekul dermoepidermal
dengan bahan alergen, berbeda dengan DKI, dimana reaksi inflamasi yang timbul dan matriks ekstraseluler sehingga mempermudah SL melewati stratum basalis.
sebanding dengan dosis dan konsentrasi bahan iritan yang terpapar dengan kulit. Ketika SL tiba di dermis, SL akan migrasi kearah pembuluh limfe dengan tuntunan
Mekanisme kerusakan kulit pada DKA terdiri dari enam tahap: SLC (secondary limphoid tissue). Setelah SL aktif, SL akan menurunkan ekspresi
(a) Pengikatan hapten/alergen kontak pada komponen kulit beberapa reseptor kemokin (CCR12,5 dan CCR6), sedangkan CCR4,7 dan CXCR4
Bahan yang terpapar kulit dapat penetrasi melalui stratum korneum bila berat meningkat. CCR7 berperan dalam pematangan SL selama proses migrasi SL ke
molekul bahan tersebut <500 Daltons, dinamakan hapten, yang dapat menjadi kelenjar limfe. Aktivasi dan proliferasi sel T oleh SL membutuhkan stimulasi TCR
alergen kontak bila telah berikatan dengan protein kulit, sehingga berat molekulnya (T cell reseptor) yang dikenal dengan signal 1, juga membutuhkan signal 2 (co-
minimal 5000 Daltons, dinamakan hapten-protein complex. Hapten-protein stimulation) oleh IL1, molekul adhesi yang terdapat dipermukaan SL dan sel T.
complex ditangkap sel penyaji antigen (antigen precenting cells / APC) yaitu sel Setelah sel Tspesifik menjadi aktif, maka sel T menghasilkan beberapa sitokin
Langerhans (SL) dan atau sel dendritik dermal, kemudian diproses dulu di SL dan misanya IL2.
diekspresikan pada permukaan SL sebagai molekul HLA DR. Sel Langerhans sangat
berperan pada patogenesis DKA. Alergen akan dikenalkan oleh SL kepada limfosit. (c) Pengenalan alergen oleh SL kepada limfosit
Setelah alergen penetrasi kekulit, alergen akan berikatan dengan molekul MHC class Sel Langerhans yang sudah matang (IDC/interdigitating cell) mengenalkan alergen
I yang berikatan dengan sel TCD8+ pada kelenjar limfe. Alergen juga dapat ke sel T melalui dendrit-dendritnya sehingga sel Tnaif dalam beberapa hari akan
berikatan dengan MHC class II yang kemudian akan berikatan dengan sel TCD4+. berdiferensiasi menjadi sel T tipe-0, sel tipe-1, dan tipe-3 dengan menghasilkan
MHC class I/II terdapat pada permukaan SL. Di epidermis hapten yang bersifat sitokin yang berbeda. Sel Th1 menghasilkan IFN-γ dan IL-18, sehingga

38
menghambat aktivasi sel T tipe-2. Sel T tipe-1 merupakan sel T efektor yang Pengetahuan terbaru terhadap patogenesis DKA, menyatakan bahwa
berperan pada terjadinya DKA. Sel T tipe-2 menghasilkan IL-4 dan atau IL-10, imunitas alamiah memainkan peranan utama pada proses sensitisasi, sehingga T
yang sering teraktivasi bila mukosa terpapar alergen. Sel T tipe-3 menghasilkan regulatory (Treg) cell dianggap sebagai sel yang mengendalikan reaksi inflamasi
TGF-β (transforming growth factor-β) secara interaktif mengatur aktivasi sel T tipe pada DKA. Kekurangan Treg dapat menyebabkan DKA kronis. Keratinosit juga
lainnya sehingga dapat mengkontrol respon imun. Sel Langerhans akan memainkan peranan penting dalam DKA, dari fase inisiasi saat mereka
mengenalkan alergen yang terdapat pada MHC class I/II kepada sel Tnaif sehingga memproduksi TNFα sampai antigen memodulasi migrasi APC dan T cell trafficking;
sel Tnaif berubah menjadi sel T spesifik, yaitu sel T yang sudah mengenal alergen serta menghasilkan IL-10 dan IL-16 yang merekrut Treg.
kontak tertentu (sensitisized lymphocyte).
III. KRITERIA DIAGNOSTIK
(d) Proliferasi sel T spesifik A. ANAMNESIS
IL-1 yang dihasilkan SL mengaktivasi sel T, sehingga sel T yang aktif akan  Riwayat terpapar dengan bahan alergen
melepaskan growth factormisalnya IL-2 yang bersifat autocrine yaitu mengaktifkan  Bila paparan dihentikan, lesi membaik, bila paparan berulang lesi
reseptor IL-2 sehingga menyebabkan sel T berdiferensiasi menjadi limfoblast. memberat.
 Gejala subjektif berupa rasa gatal
(e) Perkembangan sel T ke pembuluh darah  Riwayat penyakit terdahulu (dermatitis atopik)
Sel T yang aktif melalui pembuluh limfe menuju sirkulasi darah. Pada sel T terdapat  Riwayat pekerjaan penderita juga penting ditanyakan
reseptor beberapa molekul sehingga memungkinkan sel T bermigrasi ke jaringan.
Seandainya kulit tidak kontak dengan bahan alergen yang sama, jumlah sel T B. KLINIS:
spesifik akan menurun dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Keadaan Efloresensi DKA polimorfik, batas tegas, dimanaalergen kuat selalu
inilah yang menyebabkan sel T memiliki nilai ambang yang lebih rendah untuk menyebabkan pembentukan vesikel, sedangkan alergen yang lemah
teraktivasi jika terpapar ulang dengan alergen yang sama, sehingga beberapa sel ditandai dengan adanya papula. Pada fase akut ditandai dengan gejala
radang mudah datang dan terjadilah reaksi radang. pruritus, edema, makula eritematous batas tegas dan vesikel hanya
pada area terpapar (lokalisata). Lesi subakut dapat berupa: eritema,
(f) Fase efektor papula, dan skuama. Bilakontak dengan alergen berulang, maka dapat
Paparan ulang kulit dengan alergen kontak yang sama menandakan dimulainya fase ditemukan gejala dan tanda DKA kronik, berupa plak eritematosa batas
efektor. Proses untuk terjadinya DKA memerlukan waktu 18-48 jam. Terpapar tidak tegas, pada permukaan lesi bisa didapatkan skuama, fissura,
ulang kulit dengan alergen yang sama menginduksi aktivasi dan migrasi SL, likenifikasi; dan lesi dapat meluas melewati area yang terpapar
sedangkan pada endotel terjadi peningkatan molekul adhesi, yang memudahkan (diseminata).
ekstravasasi sel T spesifik. Terikatnya hapten dengan sel T menyebabkan
peningkatan mediator inflamasi sehingga reaksi radang di epidermis meningkat, C. DIAGNOSIS BANDING
ditandai dengan infiltrasi, edema, spongiosis (kemerahan, edema, papul, vesikel, dan  Sangat mirip :
pada palpasi teraba hangat). Akhirnya derajat reaksi radang menurun perlahan,  Lokalisata
walaupun masih didapatkan beberapa sel T spesifik sehingga memudahkan 1. Dermatitis atopik
timbulnya DKA jika kulit terpapar ulang dengan alergen yang sama. 2. Dermatitis asteatotik

39
3. Dermatitis seboroik barier
4. Dermatitis stasis b. MEDIKA MENTOSA
Kasus ringan dan sedang ( DKA sub akut kronik) :
 Diseminata TOPIKAL :
1. Dermatitis atopik  Kortikosteroid potensi sesuai derajat inflamasi. (hidrokortison 2,5%
2. Dermatitis kontak autosensitisasi krim, ointment ; difluokortolon valerat 0,1 % krim ; momethason
3. Dermatitis asteatosis furoat 0,1% krim, ointment ; desoksimethason 0,25%, krim,
4. Dermatofitosis ointment ; klobetasol propionat 0,1% krim, ointment, gel. Perlu
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit,
 Dipertimbangkan : dan erupsi akneiformis.
 Lokalisata  Emolien (petrolatum based) untuk memperbaiki kulit kering dan
1. Akne karena steroid likenifikasi
2. Liken simpleks kronis  Calcineurin inhibitor (pimekrolimus 1.0% ; tacrolimus 0,03%, 1.0%
3. Herpes simpleks cream )
4. Herpes zoster
SISTEMIK:
 Diseminata  Antihistamin :
1. Dermatitis numularis 1. H1 – Generasi 1 :
2. Erupsi obat  Klorfeneramin maleat, Dewasa (D): 4 mg/dosis, 2-3 kali/24
3. Psoriasis jam; Anak (A): 0,09 mg/kg/dosis, 3 kali/24jam
4. Parapsoriasis  Difenhidramin, D. 10-20 mg/dosis i.m 1-2 kali/24 jam; A.
0,5 mg/kg/dosis, 1-2 kali/24 jam
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2. H1 – Generasi 2 :
Uji tempel (patch test) dengan menggunakan bahan standar atau bahan  Loratadin, D. 10 mg/dosis/24 jam ; A. 2-9 tahun5mg/dosis/24
yang dicurigai hanya diperlukan bila tidak dapat dibedakan dengan jam
dermatitis kotak iritan.  Desloratadin, D. 5 mg/dosis/24 jam ; A. 6-12 tahun 2,5
mg/dosis/24 jam
IV. KOMPLIKASI  Cetirizin, D. 10 mg/dosis, 1-2kali/24 jam ; A.2-6 tahun 5
Infeksi sekunder mg/dosis/24 jam
 Levocetirizin, D.5mg/dosis,1-2 kali/24 jam ; A. ≥ 6 tahun 2,5
V. PENATALAKSANAAN mg/dosis/24 jam
a. NON MEDIKA MENTOSA
 Fexofenadin, D.120;180 mg/dosis/24 jam ; A. ≥ 12 tahun 60
 Identifikasi dan eliminasi dan proteksi bahan alergen tersangka mg/dosis/24 jam
 Anjuran penggunaan alat pelidung diri (APD) : sarung tangan, krim

40
 Triamsinolon
3. H2 : D. 4,8,16 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A : 1mg/kgBB/hari
 Cimetidin, D.100 mg/dosis, 3 kali/24 jam atau  Antihistamin
300mg/dosis/24 jam  Antibiotika : bila ada superinfeksi bakteri
 Ranitidin, D. 150mg, 300 mg/dosis, 2kali/24 jam ; A. 5-10
mg/kg/dosis/ 2 kali/24jam VI. DAFTAR PUSTAKA
 Famotidin, D. 20mg,40 mg/dosis/2kali/24 jam ; A. 1-16 tahun 1. Modin RL, Miller LS, Bangert C, Stingl G. Innate and adaptive immunity in skin.
1 mg/kg/2 kali/24 jam Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K,
 Antimetabolik : steroid sparing agent editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York:
 Azatioprin : D. 0,5-2,5-mg/kg/dosis/24 jam ; A. 1-2 McGraw Hill;2012.106-51.
mg/kg/dosis/24 jam 2. Tardan MPC, Zug KA. Allergic contact dermatitis. Dalam: Goldsmith LAKatz
 Imunosupresan makrolaktam ; SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks
 Siklosporin : D. 2,5-5 mg/kg/dosis/24 jam ; A. 5-7 dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill;2012.152-
mg/kg/dosis/24 jam 821.
 Tacrolimus :150-200µg/kg/dosis/24 jam ; A. 200-300 3. Abas AK, Lichtman AH, editors. Hypersensitivity. Dalam: Basic immunology:
µg/kg/dosis/24 jam function and disorders of the immune system. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier
Menghambat fungsi sel T helper dan produksi IL-1, mengurangi ;2011. 291-305.
aktivitas sel T, monosit, makrofag,keratinosit, dan hambat 4. Sterry W, Paus R, Burgdorf. Allergic contact dermatitis. Dalam: Sterry W, Paus
ekspresi ICAM-1. R, Burgdorf, editors. Thieme Clinical Companions Dermatology. German:
George Thieme Verlag KG;2006. 196-99.
Kasus berat (DKA akut) : 5. Pohan SS. Irritant versus Contact Dermatitis : a new immunological. approach.
TOPIKAL : Dalam: Pendidikan kedokteran berkelanjutan “New perspective of dermatitis”,
 Lesi basah (madidans) : kompres terbuka (2-3 lapis kain) dengan Surabaya;2008:35-46.
NaCl 0,9%
 Lesi kering : kortikosteroid potensi sesuai derajat inflamasi
SISTEMIK
 Kortikosteroid, digunakan dalam waktu singkat :
 Prednison
D. 5-10 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A : 1mg/kgBB/hari
 Metilprednisolon
D. 4,8,16 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A : 1mg/kgBB/hari
 Deksametason
D. 0,5- 1 mg/dosis, 2-3 kali/24 jam A : 0,1mg/kgBB/hari

41
DERMATITIS ATOPIK radang pada kulit. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen
Nanda Earlia makanan, autoantigen, ataupun superantigen) terpajan ke kulit individu dengan
kecenderungan atopi, maka antigen ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui
reseptor FceRI, FceRII dan IgE-binding protein), kemudian bekerjasama dengan
I. DEFINISI MHC class II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaif) yang
Dermatitis atopik (DA) adalah inflamasi pada kulit yang menahun, residif, mengakibatkan diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi menjadi sel T ke arah
umumnya muncul pada bayi, kanak-kanak, ataupun dewasa, yang mempunyai Th1 atau Th2. Sel Th1 akan mengeluarkan sitokin IFN-γ, TNF-α, IL-2, yang
riwayat atopi pada dirinya sendiri ataupun pada keluarganya, baik berupa asma, merupakan sel efektor bagi infeksi oleh mikroba intrasel. Sitokin IFN-γ dapat
rhinitis alergika, konjungtivitis, maupun dermatitis atopik, dengan gejala pruritus mengaktivasi CD8+, sel NK (Natural Killer), dan makrofag. Sel Th2
dan distribusi khas. Dapat dikaitkan dengan gangguan pada fungsi barier kulit, memproduksi IL-4, IL-5, dan IL-13, yang merupakan efektor pada infeksi
sensitisasi alergen, dan infeksi kulit yang berulang. nematoda didalam saluran cerna, dan proses alergi; yang dapat meningkatkan
kadar antibodi imunoglibulin E (IgE) dalam serum, serta aktivasi eosinofil dan
II. IMUNOPATOGENESIS sel mast pada kulit. Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel
Paradigma baru tentang DA berdasarkan fakta bahwa kekeringan kulit eosinofil.
merupakan faktor penting, sehingga DA terbagi 3 fase : Fase awal DA berupa Penelitian terakhir menemukan sitokin baru, interleukin 17(IL-17) yang
nonatopic dermatitis terjadi pada bayi yang belum tersensitisasi. Fase kedua true disekresikan oleh sel Thelper yang berbeda dengan Th1 dan Th2, yaitu Th17.
atopic dermatitis (60-80% pasien DA) dimana faktor genetik berpengaruh pada Interleukin (IL) 17 dapat memobilisasi dan mengaktifkan neutrofil.
sensitisasi oleh makanan maupun alergen lingkungan yang diperantarai oleh IgE. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel Th2 namun kemudian sel
Fase ketiga, pengaruh garukan yang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel dan Th1 juga ikut berpartisipasi. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFNγ
jaringankulit sehingga terjadi pelepasan autoantigen yang menginduksi autoantibodi. yang merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak. Lesi kronik
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya dermatitis atopik : berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN γ dan GM-CSF mampu
1. Faktor herediter Genetik menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
Peranan Kromosom 5q31 – 33 sangat penting karena mengandung gen penyandi keratinosit epidermis. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel
Interleukin (IL) : IL3, IL4, IL13 dan granulocyte macrophage colony stimulating netrofil. Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan
factor (GM-CSF) yang diproduksi oleh sel T helper (Th2). perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type
2. Kelainan imunologi hypersensitivity. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNFα dan
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (immediate type hypersensitivity), terdiri dari 2 sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya
fase: (1) Early phase reaction (EPR), terjadi 15-60 menit setelah penderita peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan
terpapar antigen, IgE akan mengadakan cross linking dengan FceRI, dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA.
menyebabkan degranulasi sel mast dan akan keluar histamin dan faktor
kemotaktik lainnya yang menyebabkan rasa gatal dan kemerahan dikulit. (2) Tiga Respon imun sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
sampai empat jam setelah EPR terjadilah late phase reaction (LPR)dimana - Sintesis IgE meningkat.
terjadi ekspresi molekul adhesi pada dinding pembuluh darah yang diikuti - IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
terekrutnya eosinofil, limfosit, monosit, ketempat tersebut sehingga terjadi - Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.

42
- Respon hipersensitivitas lambat terganggu antenatal) dapat menghambat sel TRegulatory (Treg) yang seharusnya
- Eosinofilia pada darah perifer akibat akibat aktivitas Th2 menekan produksi Th1 dan Th2. Mekanisme ini menjelaskan peran
- Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel Th2 meningkat probiotik pada pencegahan dan penurunan derajat keparahan DA.
- Sekresi IFN-α oleh sel Th1 menurun Hubungan antara berkurangnya paparan infeksi dengan peningkatan
- Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat. keparahan dan prevalensi DA disebut hygiene hypothesis (HH), yang dapat
- Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL- dijelaskan melalui konsep Treg dan Th17 pada teori Th1/Th2. Dengan
13 dan PGE2 (prostaglandin E2) ditemukannya Th17 yang memiliki peran yang berlawanan dengan Treg
maka dapat dijelaskan peran Th1, Th2, Th17, dan Treg yang saling
3. Kelainan kulit antagonis dalam mempertahankan keseimbangan, dengan penjelasan
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadi sebagai berikut :
akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss o Sel Th1 menghasilkan IL12 yang menghambat perkembangan Th2
meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum mengikat air) o Sel Th2 menghasilkan IL4 yang menghambat perkembangan Th1
menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi o IFNγ yang berasal dari Th1 menghambat perkembangan Th17
relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini o IL6 yang dihasilkan Th17 menghambat Treg
menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan o Treg menghambat perkembangan Th1 dan sel Th2 melalui kontak
bahan iritan/alergen lain untuk melewati kulit. langsung serta menghambat perkembangan sel Th17 melalui TGFβ
4. Lingkungan sebagai faktor pencetus Staphylococcus aureus yang dapat melepaskan Protein A, alpha toksin, dan
a. Bahan iritan : sabun, detergen, bahan kimia,asap, pakaian kasar yang abrasif, eksotoksin sebagai superantigen yang mempunyai efek sitotoksik terhadap
paparan suhu, astrigen. keratinosit sehingga melepaskan TNF α. Antigen Staphylococcus aureus
b. Bahan alergen : aeroalergen (house dust mite,animal dander, human dander, dapat merangsang pembentukan IgE. Staphylococcus aureusjuga
mold, polen). Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan alergen meningkatkan regulasi Homing cutaneoous lymphocyte factor (CLA)
hirup yang dapat menjadi faktor pencetus DA, dan 95% penderita DA dipermukaan sel Th2 sehingga menarik limfosit lebih banyak.
mempunyai IgE spesifik terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap d. Iklim : Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA,
aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan DA. suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara
c. Mikroba sebagai alergen : tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita DA. Pada penderita DA
- Mekanisme 1 : Sel imunitas alamiah seperti makrofag dan sel dendritik terjadi kelainan instrinsik pada parasimpatik sehingga mengganggu fungsi
mengekspresikan pattern recognition receptors (PRR) yang dapat thermoregulator yang menyebabkan eksaserbasi penyakit. DA biasanya
mengenali mikroorganisme melalui pathogen assaciated moleculer pattern membaik pada musim panas dan memburuk pada musim dingin dan kering.
(PAMP). Aktivasi PRR setelah paparan mikroorganisme menginduksi Aktivitas olahraga dan berkeringat juga menjadi pencetus, tergantung
respon sel Th1, sehingga pada kondisi tidak adanya mikroorganisme keseimbangan antara panas dan hilangnya air melalui kulit.
patogen dapat menyebabkan deviasi respon imun sehingga meningkatkan e. Stress emosi: Hubungan psikis dan penyakit DA dapat timbal balik.
respon sel Th2 terhadap alergen; Penyakit yang kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi.
- Mekanisme 2: Berkurangnya paparan dengan mikroorganisme non patogen Sebaliknya stres akan merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui
pada sel dendritik (karena seringnya menggunakan antibiotika pada periode jalur imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal.

43
f. Hormonal : premenstrual dapat mencetuskan DA, demikian juga dengan dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi
kehamilan, terutama pada trimester 1 dan 2. hiperpigmentasi.Umumnya DA remaja dan dewasa berlangsung lama
kemudian cenderung membaik setelah usia 30 tahun, jarangsampai
III. KRITERIA DIAGNOSTIK usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.
A. ANAMNESIS - Pruritus merupakan gejala subjektif yang paling dominan dan
Berdasarkan kriteria Hanifin Rajka. terutama dirasakan pada malam hari. Histamin yang keluar akibat
B. KLINIS degranulasi sel mast bukanlah satu-satunya penyebab pruritus.
 Fase klinis DA : Disangkakan sel peradangan, ambang rasa gatal yang rendah akibat
DA infantil (2 bulan – 2 tahun), kekeringan kulit, perubahan kelembaban udara, keringat berlebihan,
- DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bahan iritan konsentrasi rendah serta stres juga terkait dengan
bulan kedua. timbulnya pruritus.
- Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema,
papul-vesikel,pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif  Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan
dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, 3 kriteria minor.
pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa KRITERIA MAYOR :
ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita - Pruritus
sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak. - Dermatitis kronis atau residif
DA pada anak (2 – 10 tahun) - Distribusi dan morfologi lesi khas :
- Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri  dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak,
(de novo).  dermatitis di fleksura pada dewasa,
- Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, - Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
kelopak mata dan leher. Lesi berupa papul likenifikasi, sedikit
skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA KRITERIA MINOR :
berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu - Xerosis
pertumbuhan. - Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)
DA pada remaja dan dewasa - Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
- Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping leher, - Hiperlinearity pada telapak tangan (Hiperlinearis palmaris);
dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang khas, sering bertambahnya garis-garis tangan, ternyata terdapat hubungan antara
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi hyperlinearity dengan ichtyosis vulgaris pada penderita DA.
setempat misalnya pada bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting - Pitiriasis alba
susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di - Dermatitis di papila mammae
daerah lipatan, mengalami likenifikasi. - White dermatografism dan delayed blanched response; adanya
- Lesi kering, agak menimbul, papul datar cenderung berkonfluens kelainan respon vaskular pada DA, walaupun tanda ini cukup banyak
menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama. Bisa didapati ekskoriasi dijumpai pada DA, tetapi bukan patognomonis, Tanda ini merupakan

44
respon vaskular terhadap berbagai macam rangsangan terhadap 2. Dermatitis numularis (terutama DA fase anak/dewasa)
sistem vaskular perifer. 3. Dermatitis kontak (alergika/iritan)
- Keilitis 4. Skabies
- Lipatan infra orbital (Dennie Morgan fold); merupakan lipatan linear 5. Psoriasis vulgaris
yang masuk kedalam kelopak mata bawah. Denni Morgan fold 6. Iktiosis vulgaris
patognomonis utuk DA. 7. Dermatofitosis
- Hertoge sign; merupakan penipisan atau kelonggaran alis bagian
lateral, selain terdapat pada dermatitis atopik, juga ditemukan pada  Dipertimbangkan :
pasien hipotiroidisme. Hal ini diduga suatu kelainan otonom atau 1. Dermatitis asteatotik
akibat garukan terus menerus. 2. Liken simpleks kronis
- Konjungtivitis berulang 3. Impetigo
- Keratokonus 4. Drug eruption
- Katarak subkapsular anterior 5. Perioral dermatitis
- Orbita menjadi gelap (orbital darkening): bertambah gelapnya daerah 6. Porfiria
kelopak mata terutama kelopak mata bawah, kadang terlihat sedikit 7. Juvenile palmoplantar dermatosis
edema dan lebih sering usia muda. Terjadi oleh karena gangguan
tidur. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Wajah pucat (facial pallor) dan eritema: terjadi karena peninggian - Uji klinis white dermographysm
tonus dari pembuluh darah perifer; dan terjadinya kemerahan pada - Atopic patch test dan prick test
wajah (facial eritem) apabila kena rangsangan dari luar terutama sinar - Pemeriksaan darah tepi : eosinofilia
matahari - Pemeriksaan level serum IgE
- Gatal bila berkeringat - Tes tempel (patch test) dengan menggunakan bahan standar atau bahan
- Intolerans perifolikular yang dicurigai hanya diperlukan bila tidak dapat dibedakan dengan
- Hipersensitif terhadap makanan (Food intolerance); banyak terjadi dermatitis kotak alergi
pada anak, biasanya telur ayam, susu sapi, kacang-kacangan,
gandum, ikan laut IV. KOMPLIKASI
- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi Infeksi sekunder
- Tes alergi kulit tipe cepat: positif
- Kadar IgE dalam serum meningkat V. PENATALAKSANAAN
- Awitan pada usia dini Prinsip terapi :
- Hindari paparan antigen
C. DIAGNOSIS BANDING - Cegah timbulnya ikatan antigen dengan IgE
 Sangat mirip : - Hambat sekresi mediator radang yang disekresi mastosit dan eosinofil
1. Dermatitis seboroik (terutama DA fase infantil) - Kurangi populasi sel imun yang reaktif

45
- Cegah infeksi berarti mencegah kekambuhan penetrasi glukokortikoid topikal, kompres juga berfungsi sebagai
penghalang yang efektif untuk melakukan garukan.
NON MEDIKAMENTOSA  Kortikosteroid topikal
 Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap - Kortikosteroid potensi lemah-sedang diberi pada bayi, daerah
individu, intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi sedang dapat
karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor pencetus. diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol,
 Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu,
astringen, dikombinasikan dengan pelembab.
pemutih, dll) - Sediaan ointment lebih poten, paling oklusif, paling sedikit mengandung
 Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi. pengawet. Selain itu sangat bagus sebagai penghantar obat dan kurang
 Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat. terjadi penguapan. Ointment harus dihindari pada lesi terbuka , basah,
 Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan dan area lipatan. Sediaan krim lebih disukai pada cuaca panas, ketat dan
DA. lembab karena mudah dioleskan, namun dapat mencetuskan dermatitis
 Melakukan hal-hal yang mengurangi jumlah tungau debu rumah/agen kontak alergika karena mengandung pengawet, sedangkan solusio dapat
infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu, dipakai untuk kulit kepala atau daerah berambut lainnya.
menghindarkan stres emosi. - Frekuensi pengolesan disarankan dua kali sehari, bisa dikurangi
misalnya area fleksural atau ditambah misalnya di tangan.
MEDIKAMENTOSA - Penelitian menunjukkan kortikosteroid aman dan efektif untuk terapi
TOPIKAL : DA pada penggunaan hingga 4 minggu, namun kortikosteroid potensi
 Hidrasi kulit (pelembab) kuat dianjurkan tidak digunakan lebih dari 2 minggu.
- Tujuan : mengatasi xerosis(kulit kering) akibat berkurangnya ceramide  Preparat Tar
dikulit yang menyebabkan hilangnya air melalui lapisan epidermis. Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam
Kekeringan ini menyebabkan mikrofisura serta celah di kulit yang bentuk salap hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent
memungkinkan masuknya patogen, antigen, dan bahan iritan, sehingga 5%, 10% atau crude coal tar 1% - 5%. Digunakan untuk likenifikasi.
menyebabkan timbulnya keinginan penderita untuk menggaruk sehingga  Antihistamin
proses penyakit jadi menetap atau terjadi eksaserbasi penyakit. Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
- Pelembab merupakan standar dalam perawatan kulit penderita DA, guna menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim Doxepin 5% dalam
mengatasi kondisi kulit yang kering juga sebagai steroid sparing dan jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi
pencegahan dan terapi rumatan (maintenance therapy) pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
- Pemakaian pelembab dilakukan beberapa kali sehari, setelah mandi,  Antibiotika topikal
idealnya dalam bentuk ointment seperti petrolatum atau cream, juga Penggunaan antibiotika anti Staphylococcus bermanfaat bagi penderita
hydrophilic ointment. yang terinfeksi atau terdapat kolonisasi S.aureus yang banyak. Dapat diberi
- Pada lesi DA yang berat dan kronis dapat dilakukan kompres (wet sediaan antibiotik berupa mupirosin, ataupun asam dan natrium fusidat.
dressing). Hidrasi dengan berendam atau kompres meningkatkan Pemakaian bergantung pada luasnya lesi dan derajat keparahan infeksi,

46
juga terdapat penelitian yang menunjukkan penggunaan antibiotika topikal yang sebagai tricyclic antidepressant) dan menghambat reseptor
dan kortikosteroid memberi hasil yang memuaskan. histamin H1 dan H2.
 Imunomodulator topikal :  Anti infeksi
Merupakan imunomodulator non steroid sebagai alternatif kortikosteroid Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
topikal, bekerja dengan menghambat calcineurin di kulit sehingga terjadi koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberikan golongan
hambatan aktivitas awal dan proliferasi sel T serta pelepasan berbagai macrolide (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), penisilinase
sitokin dari Th1 dan Th2. Dapat digunakan untuk pemakaian jangka lama resisten penisilin (dikloksasilin, oksasilin, kloksasilin).
pada DA yang sering kambuh, penderita yang tidak dapat menggunakan  Interferon
steroid topikal, atau untuk mengurangi pemakaian steroid topikal. IFN γ bekerja menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan
Keuntungan sediaan ini tidak menimbulkan atropi kulit sehingga berguna di proliferasi sel Th1 sehingga menurunkan jumlah eosinofil total dalam
wajah termasuk kelopak mata, intertriginosa, dan hanya diabsorbsi minimal sirkulasi.
kedalam darah.  Imunosupresan sistemik
A. Takrolimus Siklosporin
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk ointment Imunosupresan poten yang bekerjanya pada sel T dengan menekan
0,03% untuk anak usia 2 – 16 tahun dan konsentrasi 0,1% usia ≥17 tahun. transkripsi sitokin. Obat ini akan berikatan denagn cyclopilin, suatu
Indikasi : DA derajat sedang hingga berat. Pemakaian dua kali sehari. Pada protein intraseluler dan akan menjadi suatu kompleks yang akan
pengobatan jangka panjang, tidak ditemukan efek samping kecuali rasa menghambat calcineurin, suatu molekul yang dibutuhkan untuk
terbakar setempat. inisiasi transkripsi gen sitokin. Dosis anak 5 mg/kg BB/oral/ hari
B. Pimekrolimus diturunkan menjadi 2,5-5 mg/kg/hari atau dewasa 150 mg atau 300
Suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan mg/hari, diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya
makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan :
yang dipakai adalah krim konsentrasi 1%, aman pada anak dan dewasa kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan
dapat dipakai pada DA yang ringan dan sedang, pemakaian 2 kali sehari. hipertensi
SISTEMIK  Anti metabolit :
 Kortikosteroid - Mofetil mikofenolat (DA refrakter), 2gr/hari
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan - Metotreksat (DA rekalsitran) : merupakan antimetabolit dengan
dalam waktu singkat (≤ 3 minggu) dan dosis rendah, bila masih efek inhibisi poten pada sintesa sitokin dan kemotaksis sel,telah
diperlukan disarankan dosis minimal diberikan secara alternate saja. digunakan pada penderita DA denagn kondisi yang parah dan
Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tidak responsif terhadap modalitas terapi lain.
tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen. - Azatioprin (DA berat): bekerja menghambat sintesa DNA dan
 Antihistamin RNA, berguna pada kasus rekalsitran melalui efek imunosupresif
Sedatif (untuk bayi dan anak) atau non sedatif terapi ajuvan, bila dan sitotoksik. Dosis 2,5 mg/kg/hari atau 50 mg dua kali sehari
gatal sangat menggaggu, diberi untuk mengurangi rasa gatal. Pada  Probiotik
kasus sulit dapat diberi doxepin hidrochloride 75 mg/oral/2 x sehari Pemberian probiotik perinatal akan menurunkan resiko DA pada

47
anak di usia 2 tahun pertama. Laporan beberapa penelitian, - Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
menyatakan bahwa lactobacillus tidak hanya menurunkan resiko juga - Awitan (onset) DA pada usia muda.
menurunkan keparahan DA - Anak tunggal.
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
VI. PENCEGAHAN - Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma
o Probiotik bronkial atau hay fever.
Probiotik adalah mikroorganisme , yang memberikan efek
menguntungkan berupa anti alergenik pada epitel saluran cerna bayi, VIII. DAFTAR PUSTAKA
dengan meningkatkan respon imun Th1 terhadap alergen 1. Leung DMY, Eichenfield LF, Boguniewick M. Atopic dermatitis.Dalam:
o Proteksi sawar kulit Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Penambahan moisturizer pada terapi dengana hati inflamasi akan Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw
meningkatkan hasil serta menurunkan kebutuhan akan steroid topikal. Hill;2012.165-82.
Penelitian terbaru, penambahan moisturizer atau lipid stratum korneum 2. Bieber T, Bussmann C. Atopic dermatitis . Dalam: Bolognia, JL, Jorizzo J L,
pada emolien dan emolien dominan ceramid dapat meningkatkan fungsi Schaferr Julie V, editor. Dermatology.Edisi ke-3. New York: Elsevier; 2012.
sawar kulit 203-19.
o Modulasi sistem umun 3. Prakoeswa CR. Does hygiene hypothesis support the immunopathogenesis of
Paparan bahan iritan, toksin mikroba, alergen yang masuk melalui sawar atopic dermatitis?. Dalam: Pendidikan kedokteran berkelanjutan “New
kulit yang terganggu, merupakan mekanisme yang melatarbelakangi perspective of dermatitis”, Surabaya;2008:47-55.
stimulasi dan respon imun dan sel inflamasi. 4. Murphy Kenneth P. Allergy and allergic disease. Dalam: Janeway CA Jr,travers
o Menghindari alergen di lingkungan sekitar P, walport M, editors. Janeway’s Immunobiology. Edisi ke-8. New
o Pemberian air susu ibu (ASI) hingga usia 4 bulan. Sebaiknya ibu tidak York:Garland Science, 2012. 571-606.
konsumsi susu sapi, produk yang mengandung susu(dairy product) dan 5. Bieber T. Mechanism of Disease : Atopic Dermatitis. N Eng J
telur selama 2-3 minggu. Jika tidak ada perbaikan kulit, ibu dapat makan Med.2008;358(14):1483-94.
seperti biasa
o Hindari stress
o Hindari perubahan suhu secara tiba-tiba misalnya dari rumah yang panas
ke udara luar yang dingin
o Obati bila terdapat infeksi

VII. PROGNOSIS
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.

48
DERMATITIS NUMULARIS sekitarnya normal tapi kadang-kadang kering. Penyembuhan ditengah,
Nanda Earlia dapat membentuk konfigurasi anular
5. Lesi kronis : kering, berskuama, dan likenifikasi

I. DEFINISI C. DIAGNOSIS BANDING


Dermatitis numularis (DN) adalah dermatitis yang penyebabnya tidak  Sangat mirip :
diketahui, dengan efloresensi berupa papul dan vesikel, dengan dasar eritematosa, 1. Dermatitis kontak alergika
berbentuk mata uang (coin), berbatas tegas, umumnya mengenai tungkai bawah. 2. Dermatitis stasis
Jumlah lesi dapat satu atau lebih. Biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing), 3. Dermatitis atopik
bisa disertai krusta dan skuama. Puncak awitan usia 55-65 tahun dan 15-25 tahun. 4. Tinea korporis
Sinonim : nummular eczema, discoid eczema, microbial eczema  Dipertimbangkan :
1. Impetigo
II. ETIOPATOGENESIS 2. Psoriasis tipe plak
Penyebab tidak diketahui dengan pasti, beberapa faktor yang berpengaruh, 3. Mycosis fungoides
antara lain 4. Paget’s disease
Infeksi, dermatitis kontak, trauma fisik, atau kimiawi.
Klasifikasi penyakit : D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Dermatitis numularis (berupa plak numular dengan erosi, ekskoriasi, eksudasi, 1. Patch test : untuk kasus rekalsitran kronis
transudasi); 2. IgE serum normal
2. Dermatitis numularis dengan infeksi sekunder (berupa plak numular, skuama, 3. Histo PA : gambaran dermatitis berbeda sesuai stadium (akut, subakut,
likenifikasi, xerosis konik); dan kronis)
3. Dermatitis numularis yang meluas (generalisata)
IV. KOMPLIKASI
III. KRITERIA DIAGNOSTIK Infeksi sekunder
A. ANAMNESIS
1. Gatal, terutama malam hari, berulang V. PENATALAKSANAAN
2. Anamnesis atopik lebih sering mengenai wanita muda dengan lokasi Prinsip : mengurangi pruritus, menekan inflamasi, dan infeksi
DN di dorsum manus dan ekstremitas inferior pada laki-laki NON MEDIKA MENTOSA
B. KLINIS 1. Cegah garukan dan menjaga hidrasi kulit agar tidak kering
1. Lesi berupa plak ukuran numular 2. Konsultasi: bila ada stress konsul ke psikolog atau psikiater
2. Lokasi tersering bagian ekstremitas sisi ekstensor
3. Ada 3 pola : (1) DN pada tangan dan lengan ; (2) DN pada tungkai dan MEDIKA MENTOSA
badan; (3) DN kering TOPIKAL :
4. Lesi akut : lesi berwarna merah gelap, bentuk polimorf. Kulit 1. Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung stadium penyakit

49
2. Calcineurin inhibitor : tacrolimus, pimecrolimus DERMATITIS POPOK (Napkin Eczema)
3. Preparat Tar Nanda Earlia
4. Emolien: untuk xerosis
5. Akut dan eksudatif: kompres larutan NaCl 0,9%
6. Infeksi sekunder oleh bakteri: antibiotik I. DEFINISI
Dermatitis popok (DP) adalah dermatitis di daerah genitokrural sesuai dengan
SISTEMIK : tempat kontak popok (bagian yang cembung). Umumnya pada bayi atau orang
 Antihistamin (bila pruritus hebat) dewasa yang menderita sakit dan menggunakan popok. Sinonim : napkin dermatitis,
 Kortikosteroid jangka pendek: untuk kasus berat dan luas diaper dermatitis.
 Antibiotik yang sesuai bila ada infeksi sekunder
II. ETIOPATOGENESIS
Bila penyakit luas: fototerapi broad/narrowband UVB  Bahan iritan primer : terlalu lama menggunakan popok, sehingga kulit
terlalu lama kontak dengan urin atau feses. Amonia sebagai hasil
VI. DAFTAR PUSTAKA pemecahan urea dari urin oleh Bacillus ammoniagenes merupakan faktor
1. Burgin S. Numular dermatitis, lichen simplex chronicus, and prurigo utama penyebab DP. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa peran dari pH
nodularis. Dalam: Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell (alkaline) dari urin dan fecal bacteria. Enzim yang dihasilkan oleh fecal
DJ, Wolff K, editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke- bacteria (pancreatic protease dan lipase) bersifat iritan. Urea yang
8. New York: McGraw Hill;2012. 182-4. dihasilkan dari fecal bacteria dapat menaikkan pH urin. Hal ini menjawab
2. Reider N, Fritsch PO. Other eczematous eruption. Dalam: Bolognia, JL, pertanyaan mengapa dermatitis popok lebih sering terjadi pada bayi yang
Jorizzo J L, Schaferr Julie V, editors. Dermatology. Edisi ke-3. New York: mendapat susu sapi dibandingkan ASI?; disebabkan oleh susu
Mosby;2012. 219-58. formula(susu sapi) yang merupakan kolonisasi dari sejumlah besar bakteri
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic dermatitis, eczema, and penghasil ureases
noninfectious immunodeficiency disorders. Dalam: Andrews Diseases Of  Penggunaan diaper yang lama, dan keadaan lembab, dapat menyebabkan
The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.62-87. rusaknya lapisan barier kulit
4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. Nummular eczema.  pH alkaline dapat memfasilitasi terjadinya infeksi Candida albicans
Dalam: Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA, editors. Skin  Gesekan antara kulit dengan bahan diaper merupakan faktor fisik yang
disease : diagnosis & treatment. Edisi ke-3.Edinburg: Elsevier; 2011. 56-57. menyebabkan iritasi lebih parah.
 Bahan kimiawi pada diaper dan/atau preparat topikal dan tissue basah bayi
dapat mencetuskan dermatitis kontak

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. ANAMNESA
o Riwayat perjalanan penyakit: kontak lama dengan popok basah
(urin/feses) akibat pemakaian popok yang tidak benar

50
o Tempat predileksi genitokrural sesuai dengan tempat kontak popok atau C : Cleansing dan anti kandida (air biasa, minyak mineral)
di lipatan D : Diapers (ganti sesering mungkin)
E : Edukasi orangtua dan pengasuh
B. KLINIS
Bentuk-bentuk klinis DP : NON MEDIKA MENTOSA
1. Dermatitis popok iritan: makula eritematosa, batas agak tegas (bentuk Edukasi :
mengikuti bentuk popok yang kontak dengan kulit); disertai papul, - Edukasi cara menghindari penyebab dan menjaga higyene
vesikel, erosi, dan ekskoriasi; lokasi lesi pada area diaper (permukaan - Cara menggunakan popok dan mengganti secepatnya bila basah (popok
yang cembung/convex). Bila berat dapat menjadi infiltrat dan ulkus. konvensional)
2. Dermatatis popok kandida: plak eritematosa (merah cerah), lebih - Dianjurkan pakai popok sekali pakai jenis highly absorbent
eksudatif, disertai maserasi, kadang disertai papula, pustula dan
ditemukan lesi satelit; lokasi lesi di lipatan. MEDIKA MENTOSA : menekan inflamasi dan mengatasi infeksi kandida
1. Topikal:
C. DIAGNOSIS BANDING  Inflamasi ringan : cream atau ointment yang bersifat protektif (zinc
1. Psoriasis inversa oxyde, petrolatum, mineral oi, lanolin, vitamin A&D ointment.
2. Kandidiasis intertriginosa  Inflamasi berat : steroid topikal lemah (hidrokortison 1% atau 2,5%
3. Dermatitis seboroik ointment)
4. Akrodermatitis enteropatika  Infeksi bakteri : antibiotik (mupirocinecream)
5. Langerhans Cells Histiocytosis  Bila terinfeksi kandida: antifungal (nistatin, clotrimazole cream).
 Tidak dianjurkan menggunakan antikandida yang dikombinasikan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG dengan steroid untuk mengurangi resiko atropi kulit karena steroid dan
Tidak ada pemeriksaan khusus. Bila diduga terinfeksi jamur kandida: supresi hypotalamic-pituitary axis, karena digunakan pada area lipatan
pemeriksaan KOH/Gram dari kerokan kulit. 2. Sistemik: Pada kasus yang berat , bila ada infeksi bakteri
IV. KOMPLIKASI VI. PROGNOSIS
- Punched out ulcer atau erosi dengan tepi yang meninggi (Jacquet erosive Swasirna (self limited) dalam 3 hari
diaper dermatitis)
- Papulae pseudoverrucous dan nodulae VII. DAFTAR PUSTAKA
- Plaqueviolaceous dan nodul (Granuloma gluteale infantum) 1. Chang MW. Neonatal, pediatric, and adolescent dermatology. Dalam:
Goldsmith LAKatz SI, Gilchrest BA, Palerr AS, Leffell DJ, Wolff K,
V. PENATALAKSANAAN editors. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
Prinsip : York: McGraw Hill;2012.1197-99.
A : Air atau udara (popok dibuka saat tidur) 2. Reider N, Fritsch PO. Cohen DE, Sauza AD. Others exzematous eruption.
B : Barier ointment ( pasta zinc oxyde, dan petrolatum) In: Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V, editors. Dermatology. Edisi

51
ke-3. New York: Mosby; 2012. 219-58 LIKEN SIMPLEK KRONIK
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic dermatitis, eczema, and Fitria
noninfectious immunodeficiency disorders. Dalam: Andrews Diseases Of
The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunder Elsevier; 2011.62-87
4. Weston WL, Morelli JG. Diaper dermatitis. Dalam: Weston WL, Morelli I. DEFINISI
JG, editors. Pediatric dermatology. China: Elsevier; 2013. 81 Liken simplek kronik (LSK) adalah peradangan kulit kronis dengan rasa sangat
gatal ditandai dengan kulit menebal dan garis kulit terlihat lebih jelas dengan bentuk
sirkumkripta. Biasa dijumpai pada usia diatas 30-50 tahun dan sering pada wanita.

II. ETIOPATOGENESIS
Likenifikasi terjadi akibat garukan dan gosokan yang berulang karena adanya
pruritus. Pruritus yang terjadi dapat ditimbulkan oleh pelepasan mediator atau
aktivitas enzim proteolitik akibat penyakit kulit lain seperti dermatitis atopik
maupun penyakit sistemik. Beberapa laporan juga menghubungkan dengan stress
emosional dan riwayat atopik. Faktor lingkungan, seperti panas, keringat dan iritasi
dapat juga menginduksi munculnya gatal.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS
Penderita mengeluh gatal sekali sampai dapat mengganggu tidur dan
biasanya gatal muncul saat tidak beraktivitas.Lesi biasanya tunggal namun
dapat juga lebih dengan daerah predileksi pada tengkuk, leher bagian lateral,
lengan dan tungkai bawah bagian ekstensor, pergelangan kaki, paha medial,
dan genital (vulva, skrotum). Lesi awal berupa papul-papul eritem konfluen
yang selanjutnya karena garukan berulang membentuk plak hiperpigmentasi
disertai likenifikasidan sering terdapat ekskoriasi dengan skuama yang
minimal. Bentuk lesi biasanya bulat, lonjong atau linear sesuai pola garukan.

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis vulgaris tipe plak
2. Dermatitis numularis
3. Dermatitis kontak alergika
4. Liken planus
5. Mikosis fungoides stadium awal

52
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG DERMATITIS SEBOROIK
Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan, diagnosis dapat ditegakkan Fitria
berdasarkan gejala klinis, jika dilakukan pemeriksaan histopatologi dijumpai
hiperkeratosis, hipergranulosis dan hiperplasiaepidermis psoriasiformis. Pada
papila dermis tampak penebalan kolagen dan terdapat infiltrasi limfohistiosit I. DEFINISI
dan eosinofil disekitar pembuluh darah superfisial. Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit kronis dengan predileksi di area
kelenjar seboroik yang aktif (wajah terutama di alis, nasolabial, kepala,
IV. PENATALAKSANAAN retroaurikular, presternal, dan lipatan kulit). Dandruff/pityriasis sika adalah
Pengobatan yang diberikan adalah simtomatik seperti: deskuamasi pada kulit kepala yang merupakan awal dermatitis seboroik.
1. Antipruritus mentol 0,25-0,5% atau bedak salisil 1-2%.
2. Steroid topikal potensi kuat, jika perlu oklusif II. ETIOPATOGENESIS
3. Emolien jika kulit kering Penyebab pasti belum diketahui, dihubungkan dengan Malessezia
4. Injeksi steroid intralesi (triamsinolon asetonid) furfur/Pityrosporum ovale, gangguan imunologi, aktivitas kelenjar sebasea (sekresi
5. Takrolimus topikal (steroid–sparing agent) dan komposisinya), genetik, faktor fisik (suhu dan kelembaban rendah, fototerapi,
6. Antihistamin sedatif (hidroksizin, klorpeniramin) atau antidepresan trisiklik trauma/garukan), obat (seperti: griseofulvin, simetidin, metildopa, psoralen,
(doxepin) malam hari, SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors) pagi chlorpromazin, haloperidol), gangguan neurotransmiter(epilepsi, obat neuroleptik
hari atau pasien OCD (obsessive-compulsive disorder) penyebab Parkinson, depresi dan stres emosional), gangguan nutrisi (defisiensi zinc,
- Edukasi pasien agar tidak terus menggaruk, kuku harus pendek. biotin dan asam lemak bebas).
- Konsultasi psikiater bila diperlukan.
III. KRITERIA DIAGNOSIS
V. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS A. KLINIS
- Gangguan siklus tidur Pada bayi (usia 2 minggu-12 minggu) sering muncul lesi di daerah kepala
(frontal dan parietal) disebut cradle cap dengan krusta tebal pecah-pecah dan
VI. DAFTAR PUSTAKA berminyak serta relatif tidak/kurang gatal. Pada lokasi badan (daerah lipatan
1. Burgin Susan. Lichen simplex. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. dan popok) lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc dengan skuama berminyak. Lesi yang meluas menjadi eritroderma dapat
Graw-Hill, 2012: 4: 184-1877. merupakan bagian dari sindroma Leiner bila disertai demam, anemia, diare dan
2. James WD, Berger TG, dan Elston DM. Pruritus and Neurocutaneous penurunan berat badan.
Dermatoses. Dalam: Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Pada dewasa (pubertas, usia 40 tahun) biasanya gatal pada area seboroik
Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 4: 45-61. terdapat makula atau plak eritem disertai skuama tipis sampai tebal yang
3. Jones JB dan Holden CA. Eczema, Lichenification, Prurigo and kering atau berminyak dan biasanya bersifat kronik residif.
Erythroderma. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Griffiths C.
Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Blackwell publishing, 2010: B. DIAGNOSIS BANDING
17: 41-43. 1. Psoriasis vulgaris

53
2. Kepala: Pityriasis sika (ketombe) Konsultasi:
3. Daerah fleksural: kandidiasis intertrigo 1. Bila ada stres ke ahli psikologi/psikiater.
4. Pada bayi: dermatitis atopik 2. Bila ada kelainan sistemik ke dokter spesialis Anak atau penyakit dalam.
5. Erupsi obat: metil dopa, chlorpromazin, simetidin
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG V. DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus, diagnosis ditegakkan 1. Collins CD dan Hivnor Chad. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Wolff K,
berdasarkan gejala klinis, bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
penunjang untuk diagnosis banding. Pemeriksaan KOH dapat dilakukan untuk Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, 2012:22: 259-266.
menegakkan pityrosporum folliculitis. Gambaran histopatologi dijumpai 2. James WD, Berger TG, dan Elston DM.Seborrheic Dermatitis. Dalam:
parakeratosis fokal dengan beberapa netrofil,dan terdapat akantosis, spongiosis Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11.
(udem interseluler). Saunders Elsevier, 2011: 10: 188-189.
3. Jones JB dan Holden CA. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Burns T,
IV. PENATALAKSANAAN Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology.
Non medikamentosa: Edisi ke-8. Blackwell publishing, 2010: 17: 10-15.
Hindari faktor pencetus dan faktor yang memperberat penyakit serta perbaiki
pola hidup.
Medikamentosa:
Bayi:
- Skuama melekat dan tebal: asam salisilat 3% dalam minyak kelapa/zaitun
atau vehikulum yang larut dalam air, kompres minyak hangat 1x/hari selama
beberapa hari
- Losio atau krim kortikosteroid potensi lemah (hidrokortison 1%)
- Shampo/losio/krim ketoconazole 1%
Dewasa:
1. Kulit kepala: shampo selenium sulfida1-2,5%, ketokonazol 2%, zinc
pyrithione, benzoil peroksida, asam salisilat, tar.
2. Wajah dan badan: hidrokortison 1%, desonide 0,05%, fluosinolon asetonid
krim 0,05%, tacrolimus, mikonazol.

Sistemik:
1. Atihistamin
2. Kortikosteroid sistemik hanya pada kasus yang berat atau eritroderma
0,5mg/kgbb/hari

54
PITYRIASIS ROSEA dan spongiosis ringan.Pada papila dermis terlihat udem dan terdapat infiltrasi
Fitria limfositdan histiosit disekitar pembuluh darah.

I. DEFINISI IV. PENATALAKSANAAN


Pityriasis rosea adalah penyakit erupsi kulit papuloskuamosa akut yang belum a. Edukasi bahwa tentang penyakit dan kesembuhannya
diketahui penyebabnya, dengan lesi yang khas dan dapat sembuh dengan sendirinya b. Terapi hanya bersifat simtomatik yaitu antipruritus topikal seperti bedak
dalam waktu 4-10 minggu. salisil 1-2% atau mentol 0,25-0,5% dan kortikosteroid potensi sedang.
c. Asiklovir 5x800mg selama 1 minggu jika disertai gejala flu dan/atau lesi
II. ETIOPATOGENESIS kulit yang banyak.
Pityriasis rosea biasanya mengenai umur 10-35 tahun, jarang pada bayi ataupun d. Fototerapi UVB efektif tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi paska inflamasi.
orang tua. Penyebabnya dicurigai Human herpes virus (HHV 7) dan HHV 6.
V. DAFTAR PUSTAKA
III. KRITERIA DIAGNOSIS 1. Blauvelt Andrew. Pityriasis Rosea. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI.
A. KLINIS Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc
Gejala konstitusi (malaise dan demam) jarang ditemukan, umumnya disertai Graw-Hill, 2012: 42: 458-463.
gatal ringan. Lesi pertama (herald patch) biasanya terdapat dibadan, soliter, 2. James WD, Berger TG, danElston DM. Pityriasis Rosea. Dalam: Andrews’
bentuk oval dan anular dengan sumbu terpanjang searah pelipatan kulit, Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier,
diameter sekitar 2-4 cm, tepi meninggi dengan skuama halus melekat pada 2011: 11: 204-205.
tepinya/collarette. Lesi-lesi lebih kecil menyusul 4-10 hari kemudian pada 3. Jones JB dan Holden CA. Pityriasis Rosea. Dalam: Burns T, Breathnach S,
badan, paha atas dan lengan atas bagian proksimal.Pada punggung lesi tersusun Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-7.
menyerupai pohon cemara. Blackwell publishing, 2004: 17: 10-15.

B. DIAGNOSIS BANDING
a. Psoriasis gutata
b. Sifilis sekunder
c. Tinea korporis
d. Dermatitis numularis
e. Morbus Hansen

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan, diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala klinis serta lokasi yang khas.Gambaran histopatologi dijumpai
parakeratosis setempat atau difus, tidak terdapat stratum granulosum, akantosis

55
PSORIASIS VULGARIS hiperkeratosis sehingga kuku terangkat dari dasarnya. Kuku tangan lebih sering
Fitria terkena daripada kuku kaki. Mukosa dan sendi-sendi kecil juga dapat terkena.

I. DEFINISI Berdasarkan bentuk lesinya, psoriasis dapat dibagi menjadi:


Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik residif, ditaandai a. Psoriasis vulgaris, bentuk tersering dijumpai dan sering disebut tipe plakat.
dengan adanya plak eritematosa, diatasnya terdapat skuama kasar, transparan, b. Psoriasis gutata, ukuran lesi kurang dari 1 cm, timbul mendadak dan
berlapis-lapis, dan bewarna putih keperakan. diseminata, biasanya muncul setelah terinfeksi terutama oleh Streptococcus
pada saluran nafas atas atau morbili.
II. ETIOPATOGENESIS c. Psoriasis inversa (fleksural), predileksi didaerah fleksor seperti lipat siku,
Penyebabnya masih belum diketahui namun ada 3 faktor yang berperan, yaitu: lipat lutut, infra mammae dan selangkangan.
1. Predisposisi genetik d. Psoriasis arthropatika, lesi psoriasis disertai arthritis kronik pada sendi-
Psoriasis dipengaruhi oleh faktor genetik yang diturunkan secara autosomal sendi kecil dari tangan dan kaki.
dominan dengan incomplete penetrance dan berhubungan dengan Human e. Psoriasis pustulosa, terdapat 2 bentuk yaitu lokalisata
Leucocyte Antigen (HLA)-B13, B17, Bw57, Cw6, B27 dan Cw2. (palmoplantar/Barber) dan generalisata akut (von Zumbusch). Tipe Barber
2. Faktor imunologik bersifat kronik residif, mengenai telapak tangan dan/atau kaki dengan lesi
Defek genetik diekspresikan pada sel limfosit T, sel langherhans dan berupa pustul-pustul kecil steril diatas patch eritematosa dan disertai rasa
keratinosit.Pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat pada psoriasis gatal. Pada von Zumbusch, gejala awal kulit terasa nyeri disertai demam,
yaitu 3-4 hari sedangkan pada kulit normal 27 hari. malaise, nausea dan anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada semakin
3. Faktor pencetus merah dan udem, kulit normal juga menjadi eritematosa kemudian timbul
Stres emosional, trauma, infeksi (terutama Streptococcus beta haemolyticus), banyak pustul miliar pada plak tersebut. Pustul-pustul berkonfluensi
endokrin, metabolik (hipokalsemia dan dialisis), obat (antimalaria, litium, membentuk “lake of pus”.Pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis,
kortikosteroid, agen beta-adrenergic blocking), alkohol dan rokok. kultur pus dari pustul steril. Kelainan ini dapat menjadi eritroderma.
f. Eritroderma psoriatika, dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang
III. KRITERIA DIAGNOSIS terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Lesi khas biasanya
A. KLINIS tidak terlihat lagi karena terdapat eritem dan skuama tebal menyeluruh.
Keluhan dirasakan sedikit gatal dan panas selain keluhan kosmetik.Tempat
predileksi adalah daerah yang mudah terkena trauma seperti siku, lutut, sakrum, B.DIAGNOSIS BANDING
kepala dan genetalia. Lesi biasanya berupa plak eritematosa dengan ukuran 1. Dermatitis seboroik
bervariasi dari gutata, nummular sampai plakat yang tertutup skuama tebal, 2. Tinea korporis
kasar, kering, transparan dan berlapis yang bewarna putih keperakan. Psoriasis 3. Pytiriasis rosea
dapat juga menyerang kuku sehingga terjadi onikolisis dan onikodistrofi, 4. Sifilis stadium II
perubahan warna kuku menjadi keruh, kekuningan dan terdapat 5. Morbus Hansen
cekungan/pitting atau titik-titik punctuate, menebal dan terdapat subungual

56
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2. Fototerapi/fotokemoterapi: pada pasien yang resisten terhadap terapi topikal
Diagnosis ditegakkan secara klinis dan histopatologi. Ada 3 tanda klinis atau psoriasis derajat sedang/berat. Fototerapi dapat menggunakan Narrow
yang dapat dijumpai yaitu Karsvlek phenomena/fenomena bercak lilin (bila Band UVB atau Broad Band UVB. Fotokemoterapi memakai psoralen oral
skuama dikerok akan terlihat warna keruh seperti kerokan lilin), Auspitz sign atau topikal dengan UVA (PUVA).
(jika kerokan diteruskan akan terlihat titik perdarahan), Koebner phenomena 3. Sistemik: diberikan pada psoriasis yang berat seperti psoriasis pustulosa
(pada kulit sehat yang terkena trauma /goresan akan muncul lesi baru). generalisata dengan obat pilihan berupa retinoid (tigason/neotigason),
Gambaran histopatologi dijumpai parakeratosis, penipisan/hilangnya stratum metotreksat, siklosporin; psoriasis yang tidak responsif dengan
granulosum, akantosis dan pemanjangan rete ridges dengan bentuk fototerapi/fotokemoterapi; dan bila ASTO (+) diberi penisilin V oral
psoriasiformis.Pada stratum korneum dapat dijumpai kumpulan kecil dari sel- 4x250mg/hari selama 1 bulan.
sel netrofil yang disebut mikro abses Munro.Pada dermis tampak papila dermis 4. Terapi rotasi: untuk menghindari efek samping obat/tindakan dan untuk
memanjang dan melebar, vasodilatasi di subepidermis, dermis udem disertai mengontrol penyakit tersebut.
infiltrasi sel limfosit dan monosit.Dapat juga dilakukan pemeriksaan ASTO, 5. Psikoterapi: konsultasi dengan psikolog atau psikiater pada pasien dengan
asam urat, faktor rheumatoid, kultur dari usapan tenggorokan untuk infeksi stres psikis.
streptokokus beta hemolitikus grup A dan rontgen tulang sendi. 6. Konsultasi ke bagian Rheumatologi untuk psoriasis arthropati.

IV. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa:
1. Penjelasan penyakit dan perjalanan penyakit yang kronik residif, serta V. DAFTAR PUSTAKA
kemungkinan kuku dan sendi dapat terkena. 1. James WD, Berger TG, Elston DM. Psoriasis. Dalam: Andrews’ Diseases of
2. Jangan menggaruk/trauma untuk mencegah fenomena Koebner. The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 10:
3. Hindari faktor pencetus seperti stres, rokok, alkohol, infeksi, dan obat 190-198.
tertentu. 2. Elder JT dan Gudjonsson JE.Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
4. Pengobatan ditujukan untuk mencegah keparahan dan meningkatkan SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York:
kualitas hidup. Mc Graw-Hill, 2012: 18:197-231..
5. Anjuran berobat teratur dan diperhatikan komplikasi dan perjalanan 3. Griffiths CEM, Camp RDR dan Barker JNWN. Psoriasis. Dalam: Burns T,
penyakitnya yang berat Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology.
Edisi ke-8. Blackwell publishing, 2010: 35: 1-47.
Medikamentosa:
1. Topikal: psoriasis ringan dapat diberikan emolien, salep campuran asidum
salisikum dan tar (LCD 5%), krim/salap antralin 0,2-0,8%, kortikosteroid
poten/super poten atau salep kalsipotriol. Pada psoriasis pustulosa lokalisata
terkadang dapat diatasi dengan kortikosteroid poten. Psoriasis ringan sangat
responsif terhadap kortikosteroid topikal.

57
MILIARIA dapat disertai pustul. Letak retensi keringat lebih dalam sehingga lebih
Fitria banyak papul daripada vesikel, tidak gatal dan tidak ada eritem.
Gambaran histopatologik tampak kelenjar ekrin yang pecah pada dermis
I. DEFINISI bagian atas dengan atau tanpa infiltrasi sel radang.
Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi kelenjar keringat yang ditandai
adanya vesikel milierdengan predileksi pada dahi, leher, badan, tempat B. DIAGNOSIS BANDING
tekanan/gesekan pakaian maupun ekstremitas. 1. Morbili
2. Erupsi obat tipe morbiliformis
II. ETIOPATOGENESIS 3. Folikulitis
Biasa terjadi pada penderita dengan riwayat hiperphidrosis, berada pada 4. Kandidiasis kutis
lingkungan yang panas dan lembab serta pada bayi yang dirawat dalam inkubator. 5. Varisela
Penyebabnya ada sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi
sekunder pada bendungan keringat di epidermis.Kadar garam yang tinggi juga C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
menyebabkan penimbunan cairan diantara sel-sel epidermis sehingga celah sel Diagnosis ditegakkan secara klinis, tidak ada pemeriksaan penunjang
melebar (spongiosis). khusus kecuali untuk menyingkirkan diagnosis banding. Histopatologi
menunjukkan obstruksi kelenjar keringat parakeratotik sesuai dengan
III. KRITERIA DIAGNOSIS masing-masing tipe miliaria.
A. KLINIS
Terdapat 3 bentuk miliaria sehingga diklasifikasikan menjadi: IV. PENATALAKSANAAN
1. Miliaria kristalina 1. Menghindari banyak keringat, panas dan kelembaban berlebihan.
Secara klinis terlihat vesikel 1-2 mm tanpa tanda inflamasi, superfisial 2. Usahakan regulasi suhu yang baik, pilih lingkungan yang sejuk dan sirkulasi
dan sembuh dalam beberapa hari dengan deskuamasi halus.Gambaran udara (ventilasi) cukup.
histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal. 3. Mandi dengan air dingin dan pakai sabun serta gunakan pakaian yang tipis
2. Miliaria rubra dan menyerap keringat, juga menjaga kebersihan kulit.
Gejala klinis lebih berat dari miliaria kristalina dan lebih sering 4. Terapi topikal atau sistemik untuk mengurangi pruritus, menekan inflamasi
dijumpai.Tampak papul eritem atau papulovesikel ekstrafolikular yang serta membuka retensi keringat
sangat gatal dan pedih. Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi 5. Topikal: liquor faberi, bedak kocok mengandung kalamin dapat ditambahkan
pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan antipruritus (mentol 0,25% atau kamfer), lanolin menghilangkan dan
perifer kulit di epidermis. mencegah timbulnya miliaria profunda, serta resorsin 3% dalam alkohol.
3. Miliaria pustulosa 6. Sistemik: antihistamin sedatif (hidroksizin 2x25 mg) atau nonsedatif
Berasal dari miliaria rubra dimana vesikelnya berubah menjadi pustule. (loratadin 1x10 mg) selama 7 hari.
4. Miliaria profunda
Bentuk ini jarang kecuali didaerah tropis, merupakan kelanjutan dari
miliaria rubra, ditandai dengan papul putih, keras, berukuran 1-3 mm,

58
V. DAFTAR PUSTAKA HIDRADENITIS SUPPURATIVA
1. James WD, Berger TG, dan Elston DM. Miliaria. Dalam: Andrews’ Diseases Fitria
of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 3:
19-20. I. DEFINISI
2. Jones JB dan Holden CA. Miliaria. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N dan Hidradenitis suppurativa (HS) adalah penyakit kulit kronik dan rekuren akibat
Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Blackwell infeksi kelenjar apokrin yang biasanya mengenai usia pubertas dan lebih sering pada
publishing, 2004: 45: 15-18. wanita (2-5:1).
3. Fealey RD dan Hebert AA.Disorders of the Eccrine Sweat Glands and
Sweating. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s II. ETIOPATOGENESIS
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, Infeksi HS disebabkan oleh Staphylococcus aureus, biasanya diawali dengan
2012: 84: 946-94. adanya trauma.Selain itu faktor predisposisi HS adalah faktor genetik, penyakit
Crohn perianal, pioderma gangrenosum, sindrom nefrotik, amiloidosis dan
arthropati. Pengaruh hormon androgen, merokok dan obesitas diyakini dapat
memicu terjadinya HS. Mekanisme terjadinya lesi diawali dengan tertutupnya
saluran kelenjar apokrin dan folikel rambut oleh keratin sehingga menyebabkan
dilatasi di daerah tersebut dan bakteri dapat berkembang. Ruptur pada
saluran/kelenjar apokrin menyebabkan inflamasi/infeksi berlangsung lebih lama
sehingga terjadi suppurasi/kerusakan jaringan, ulserasi, fibrosis dan pembentukan
sinus.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS
Penyakit ini dapat disertai gejala konstitusi seperti demam, malese dan nyeri
intermiten. Lesi kulit dapat berupa nodul dengan kelima tanda radang, biasanya
terdapat pada aksila, perineum, inguinal, inframamma, bokong, daerah pubis,
dada, kulit kepala dan retroaurikular.Nodul yang ada dapat melunak menjadi
abses dan memecah membentuk fistel.Pada infeksi yang kronis, abses, fistel
dan sinus dapat terjadi secara multipel.

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Furunkel
2. Karbunkel
3. Limfadenitis
4. Skrofuloderma

59
5. Aktinomikosis AKNE VULGARIS
Fitria
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis HS ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan I. DEFINISI
penunjang seperti pewarnaan gram dan histopatologi dengan gambaran awal Akne vulgaris adalah suatu peradangan kronis pada folikel pilosebasea yang
terdapat oklusi saluran apokrin dan folikel rambut dan dilatasi duktus. Pada biasanya terjadi pada usia remaja (pubertas). Akne ditandai dengan adanya komedo,
stadium lanjut terdapat destruksi kelenjar apokrin/ekrin/pilosebasea, fibrosis papul, pustul, kista pada daerah predileksi seperti wajah, dada, lengan atas, dan
dan hiperplasia pseudoepiteliomatosa pada sinus. punggung atas. Terkadang akne dapat sembuh dengan meninggalkan skar.

IV. PENATALAKSANAAN II. ETIOPATOGENESIS


Terapi HS adalah pemakaian antibiotik sistemik seperti klindamisin 2- Patogenesis akne dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
3x300mg, minosiklin 100mg/hari, dan rifampisin 600mg/hari. Pada wanita dapat 1. Hiperproliferasi epidermal folikuler, yang menyebabkan terbentuknya
diberikan preparat hormonal anti androgen (siproteron asetat 100mg/hari). Injeksi mikrokomedo
glukokortikoid intralesi, pembedahan, dan isotretinoin oral juga dapat diberikan. 2. Hiperplasia kelenjar sebasea, yang mengakibatkan peningkatan produksi sebum
Jika telah terbentuk abses maka harus diinsisi dan bila belum melunak dapat 3. Kolonisasi Propionibacterium acnes di folikel, yang memproduksi lipase
diberikan kompres terbuka. Pada kasus kronik dan residif biasanya dilakukan eksisi sehingga menghidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas
kelenjar apokrin. yang mempunyai efek komedogenik dan proinflamasi.
4. Inflamasi, P. acne juga menghasilkan faktor kemotaktik yang menarik netrofil
V. DAFTAR PUSTAKA yang akan mengeluarkan enzim lisosom sehingga mengakibatkan munculnya
1. James WD, Berger TG, Elston DM. Hidradenitis Suppurativa. Dalam: mediator inflamasi, keratin maupun lipid ke dalam dermis.
Andrews’ Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Faktor-faktor lain yang ikut berperan adalah genetik, hormonal, diet, bahan
Saunders Elsevier, 2011: 13: 239-240. kosmetik yang komedogenik dan obat-obatan seperti kortikosteroid, isoniazid, dan
2.. Zouboulis CC dan Tsatsou F. Hidradenitis Suppurativa. Dalam: Wolff K, fenitoin.
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, 2012: 85: 947-959. III. KRITERIA DIAGNOSIS
3. Hay RJ dan Adriaans BM. Bacterial Infections. Dalam: Burns T, Breathnach A. KLINIS
S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Lesi yang muncul umumnya tidak gatal atau sedikit gatal yang awalnya
Blackwell publishing, 2010: 27: 825-85. berupa komedo tertutup (white comedones) dan komedo terbuka (blackhead
comedones), jika terjadi peradangan maka akan terdapat lesi berupa papul
eritematus, pustul bahkan nodulokistik.
Klasifikasi akne berdasarkan Lehman, 2003:
1. Akne derajat ringan: komedo < 20 atau lesi inflamasi < 15, total lesi < 30
2. Akne derajat sedang: komedo 20-100, pustul 15-20, kista < 5, total lesi 30-
125

60
3. Akne derajat berat: komedo > 100, atau lesi inflamasi > 50, kista > 5, total Kombinasi retinoid, BPO dan antibiotik oral, jika tidak membaik
lesi > 125 disarankan penggunaan isotretinoin oral 0,1-2,0 mg/kg/hari sampai
dengan dosis kumulatif 120-150 mg/kgbb dan harus diawasi ketat. Pada
B. DIAGNOSIS BANDING : wanita dengan akne derajat sedang dan berat dan ada indikasi faktor
1. Rosasea hormonal sebagai penyebab dapat diberikan anti androgen oral.
2. Dermatitis perioral d. Terapi pemeliharaan
3. Folikulitis Terapi yang dapat digunakan adalah retinoid topikal (tretinoin krim
4. Milia 0,025-0,1 %) atau keratolitik dkombinasi dengan BPO.
5. Hiperplasia sebasea e. Tindakan khusus
Ekstraksi komedo, injeksi kortikosteroid intra lesi, peeling kimiawi (GA,
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG TCA), dermabrasi, punch graft, collagen implant dan laser.
Tidak di butuhkan pemeriksaan laboratorium. Dapat dilakukan
ekskohleasi/ekstraksi komedo untuk membuktikan adanya sebum. V. DAFTAR PUSTAKA
I. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutaut DM. Acne vulgaris and acneiform
IV. PENATALAKSANAAN eruption. Dalam: Goldsmith LA, Kats SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel
1. Umum DJ, Wolf K, editor. Fitzpattrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi
- Hindari pemencetan lesi terutama secara non higienis. ke-8New York: McGraw Hill. 2012. 897-917.
- Pilih kosmetik nonkomedogenik 2. Layton AM. Acne vulgaris: Disorders of sebaceous glands. Dalam: Burns T,
- Hindari faktor pencetus dan jaga kebersihan wajah Breathnach S, Cox N dan Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th
ed. Blackwell publishing, 2010: 42: 17-27.
2. Medikamentosa 3. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. Dalam: Andrews’ Diseases of
a. Derajat ringan The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 13:
Topikal retinoid atau agen keratolitik, dapat juga ditambahkan benzoil 228-235.
peroksida (BPO) atau antibiotic topical (gel/solusio klindamisin 1,2% .
atau eritromisin 1%).
b. Derajat sedang
Retinoid topikal dan BPO atau antibiotik topical. Antibiotik oral dapat
diberikan selama 6-8 minggu atau maksimal 12-18 minggu, seperti:
- Tetrasiklin 2 x 500 mg
- Doksisiklin 2 x 50 -100 mg
- Minosiklin 2 x 50 -100 mg
- Klindamisin 2-3 x 150-300 mg
c. Derajat berat

61
URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA Dermographism: timbul akibat tekanan berbentuk linear sesuai dengan
Nanda Earlia bagian tekanan/garukan/goresan. Tes dermografisme positif (digaruk,
digores akan keluar urtika).
 Cepat: simpel dan simptomatik
I. DEFINISI  Lambat
Urtikaria merupakan reaksi vaskular dari kulit, berwarna merah atau keputihan - Urtikaria tekanan tipe lambat (delayed pressure urticaria)
yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan, karena pengeluaran histamin - Angieodema karena getaran (vibratory angioedema): bawaan dan
yang menimbulkan pelebaran pembuluh darah. Angioedema adalah urtika yang didapat
mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat disubmukosa atau  Urtikaria karena perubahan temperatur:
subkutis, juga mengenai salutan cerna dan organ kardiovaskular - Panas (local heat urticaria): urtikaria akibat panas
- Dingin (cold urticaria): urtikaria karena dinginprimer
II. ETIOPATOGENESIS - Sekunder (cryoglobulin, cryofibrinogen)
Klasifikasi urtikaria dan Angioedema:  Urtikaria karena berkeringat atau stress:
- Berdasarkan lamanya serangan dibagi atas 2 jenis :  Urtikaria Kolinergik
1. Urtikaria akut (bila < dari 6 minggu)  akibat kontak (dengan tumbuhan,  Urtikaria Adrenergik
bulu binatang, makanan) ; akibat pencernaan makanan (kacang, kerang,
 Urtikaria dicetuskan exercise
strawberry); akibat pemakaian obat (aspirin, penisilin). - Anafilaksis dicetuskan exercise
2. Urtikaria kronis (bila berlangsung > 6 minggu) - Anafilaksis dicetuskan makanan dan exercise
 Urtikaria solar: timbul setelah terpapar dengan sinar matahari
- Berdasarkan etiopatogenesis :
 Urtikaria aquagenik
 Imunologik :
a. Autoimmune (autoantibodi melawan FcεR1 atau IgE)
b. Urtikaria spontan (ordinary) : sindrome Muckle-Wells
b. Bergantung IgE (alergika) : misalnya karena makanan atau obat
c. Angioedema herediterAutosomal dominan :
c. Kompleks imun (vaskulitis)
 C1 esterase inhibitor tidak ada atau tidak bekerja baik
d. Bergantung pada Kinin dan complement dependent inhibitor deficiency
 Secara mendadak timbul angioedema, yang dapat mengancam jiwa
 Non Imunologik
- Degranulasi sel mast dicetuskan langsung (misalnya : opiat)  Spasme usus sehingga timbul nyeri.
- Stimuli vasoaktif (misalnya : gigitan serangga)
- Aspirin, non steroidal antiinflammatory drugs, dietary pseudoallergen d. Urtikaria pigmentosa penumpukan sel-selmast secara abnormalsehingga
- Angiotensin-converting enzyme inhibitor timbul makula berpigmen multipel membentuk urtikaria

- Berdasarkan klasifikasi klinis : III. KRITERIA DIAGNOSTIK


a. Urtikaria Fisik, terdiri dari : A. ANAMNESIS
Keluhan subjektif : gatal, rasa panas, tersengat, terbakar atau tertusuk
 Urtikaria karena stimuli mekanis:

62
B. KLINIS 5. Bites: papular urticaria
1. Pemeriksaan fisik yang teliti mengenai bentuk urtikarianya, penyakit
umum/sistemik yang menyertai. - Urtikaria kronis
2. Pada umumnya semua berbentuk urtika, yaitu edema setempat meninggi 1. Autoimun
di kulit, berwarna merah / keputihan, besarnya bervariasi 2. Idiopatik
(lentikulersampai plakat). Bila mengenai submukosa, subkutis, dan 3. Urticarial vasculitis
organ lainnya dapat bersamaan dengan angioedema
3. Angioedema (Giant Urticaria, Quinke’s edema) bila urtikaria besar- - Urtikaria Fisik
besar disertai edema pada palpebra, genetalia, bibir. 1. Lesi kurang dari 2 jam :
4. Urtikaria dengan/tanpa Angioedema : bila dengan angioedema dapat a. Cold urticaria
sulit bernafas, juga dengan/tanpa kelainan sistemik. b. Cholinergic urticaria
5. Pada urtikaria fisik dapat berbentuk linier (dermographism) atau bentuk c. Dermographism
yang mengikuti bentuk tekanan d. Local heat urticaria
6. Urtikaria akibat penyinaran: biasanya berbentuk papular urtikaria, terjadi e. Aquagenic urticaria
18-72 jam setelah pajanan 2. Lesi lebih dari 2 jam
7. Urtikaria kolinergik: timbul setelah berkeringat, gatal,ukuran kecil-kecil 3. Delayed pressure urticaria
kemudian meluas dan melebar 4. Vibratory angioedema
8. Dingin (cold urticaria) : timbul beberapa menit sampai beberapa jam 5. Familial cold induced syndrome
setelah terpapar hawa/air dingin. Dapat ringan/setempat, sampai berat
(disertai hipotensi, hilangnya kesadaran dan sesak nafas). D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
9. Gejala sistemik yang menyertai : pusing, sakit kepala, mual dan muntah, o Mencari fokal infeksi dengan :
nyeri perut, diare, sulit bernafas 1. Pemeriksaan laboratorium rutin: darah, urine, feses untuk mencari
infeksi tersembunyi
C. DIAGNOSIS BANDING 2. Konsultasi gigi,THT, IMS
- Urtikaria akut 3. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan alergi lanjutan misalnya IgE,
1. Reaksi karena obat (Drug eruption) jumlah eosinofil, kadar komplemen
o Diperantarai IgE (urtikaria karena obat) o Uji kulit :
o Idiosinkrasi 1. Kecurigaan urtikaria dingin diperiksa dengan ice tube test,
o Imunitas seluler krioglobulin, cold hemolysin
2. Reaksi karena makanan (Food reaction) 2. Kecurigaan urtikaria fisik dilakukan tes dermografisme, tes fisik
a. Diperantarai IgE (exercise)
b. Tidak diperantarai IgE 3. Prick test dilakukan bila tidak ada erupsi kulit dan memeuhi syarat uji
3. Pemberian melalui Intravenous kulit
4. Infeksi: virus (viral exanthem) 4. Dilakukan di tahap lanjut : uji dermographism, uji ice tube,uji serum

63
autolog IV. Adrenalin injeksi subkutis, untuk yang akut, sangat dan luas (Angioedema
o Uji eliminasi makananbila diduga alergi terhadap makanan + sesak, urtikaria seluruh tubuh dan urtikanya tebal) ; D : 0,3-0,5ml/kali,
dapat diulang 15-30 menit kemudian ; A : 0,1 – 0,3ml/kali (BB < 35kg)
V. Tablet Ephedrin
IV. KOMPLIKASI D : 2 x 0,5 tablet minimal selama 3 hari ; A : 0,2- 0,3mg/KgBB/kali 2-3
 Syok anafilaktik kali/hari
 Edema laring Pengganti injeksi adrenalin.

V. PENATALAKSANAAN VI. DAFTAR PUSTAKA


I. Antihistamin H1 1. Kaplan PA.Urticaria dan angioedema. Dalam: Goldsmith LA, Katz IS,
o Dipenhidramin HCl, intramuskular Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
D : 10-20 mg/dosis, 3-4 kali/24 jam; A : 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 General Medicine.Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill Book;2012. 414-30.
jam 2. Grattan CE. Urticaria dan Angioedema. In : Bolognia, JL, Jorizzo J L,
o Klorpheniramin maleat Schaferr Julie V, editors. Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier; 2012.
D : 3-4 mg/dosis, 3 kali/24jam ; A : 0,09 mg/kg/dosis, 3 kali/24jam 291-305.
o Hydroxyzine HCl 3. David M, Brostoff J, Roth DB, Roitt I, editors. Immediate hypersensitivity
D : 25 mg/dosis, 3-4 kali/24jam ; A : 0,5 mg/kg/dosis,3 kali/24jam (type 1) In: Immunologi. 8th ed. Philadelphia: Elsevier;2008.p.423-46.
Terbaik untuk urtikaria kronis, urtikaria dermografik dan urtikaria 4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA, editors. Urticaria. In:
kolinergik. Mempunyai efek anti stress. Dapat kombinasi dengan Skin Disease Diagnosis & treatment. 3rd ed.Edinburg: Elsevier ;2011.p. 86-
antihistamin H1 lainnya. 95.
o Cyproheptadin HCl
D : 4mg/dosis, 3-4 kali/24jam ; Lebih efektif untuk urtikaria dingin
o Loratadin 10 mg/dosis 1 kali/24 jam; Cetirizin 10mg/dosis 2 kali/24
jam
II. Kombinasi antihistamin H1 dan antihistamin H2 (Tablet Cimetidin200-
400mg, 2-4 kali/hari atau 1x800mg waktu tidur malam). Untuk urtikaria
dermographism, urtikaria dingin dan urtikaria kronis
III. Kortikosteroid: Digunakan pada urtikaria yang akut dan berat ;
kontroversial untuk urtikaria kronis; Kombinasi dengan antihistamin,
diberikan selama 2 minggu, biasanya sesudah ini tidak kambuh.
a. Prednison
D : 5-10 mg/dosis, 3 kali/24 jam. A : 1mg/KgBB/hari
b. Deksametason
D : 0,5-1 mg/dosis, 3 kali/24 jam. A : 0,1mg/KgBB/hari

64
ERUPSI OBAT ALERGIK (EOA)
Nanda Earlia Klasifikasi Gell-Coombs, 4 tipe reaksi alergi :
 Reaksi hipersensitivitas tipe I (reaksi hipersensitivitas segera)
I. DEFINISI  Reaksi hipersensitivitas tipe II (reaksi antibodi sitotoksik)
Reaksi obat pada kulit (erupsi obat ) merupakan reaksi pada kulit atau  Reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun)
mukokutan akibat pemberian obat tertentu (biasanya sistemik), dapat berupa reaksi  Reaksi hipersensitivitas tipe Tipe IV (IVa -Th1, IVb-Th2, IVc sitotoksik, dan tipe
terhadap kelebihan dosis, dan manifestasi efek samping yang tidak diperkirakan IVd reaksi sel T yang menginduksi inflamasi neutrofilik
sebelumnya. Obat masuk ke dalam tubuh secara peroral, pervaginam, per rektal
atau parenteral. Yang dimaksud dengan obat adalah zat yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis, pengobatan, dan profilaksis. Termasuk dalam pengertian
obat adalah jamu. Obat topikal juga dapat menyebabkan gejala sistemik akibat
penyerapan obat oleh kulit.
Klasifikasi reaksi simpang obat :
Tipe A: sering (80%), efek farmakologik atau kandungan toksik obat, predictable,
bisa terjadi pada setiap orang; Tipe B: jarang terjadi (10-15%), non predictable,
pada individu yang rentan: - Immune mediated IgE atau sel T, atau immune complex
mediated. – Non immune mediated atau non allergic hypersensitivity reaction; Tipe
D: efek karsinogenik dan teratogenik; Tipe E: efek penghentian obat; Tipe F: gagal
terapi.
Erupsi obat alergik (EOA) merupakan respon abnormal seseorang terhadap
bahan obat (metabolit) melalui reaksi imunologik (hipersensitivitas), terjadi selama
atau setelah pemakaian obat. Reaksi yang paling sering timbul adalah reaksi
hipersensitivitas tipe I dan IV.

II. ETIOPATOGENESIS
Faktor yang mempengaruhi resiko untuk mengalami erupsi obat adalah :
variasi farmakogenik pada enzim yang membantu metabolisme obat, human
leucocyte antigen (HLA); faktor yang didapat: reaktivasi infeksi virus laten, Gambar 2. Subkalasifikasi reaksi hipersensitivitas tipe IV
interaksi obat, perubahan dari metabolisme obat, detoksifikasi obat, pertahanan
antioksidan, dan reaktivitas imun. Hipersensitivitas tipe IV berhubungan dengan fungsi imun diperantarai sel T
 Non-immunologik (dapat diprediksikan /tidak): overdosis ; efek samping ; dengan rekruitmen sel efektor. Reaksi ini diklasifikasikan menjadi IVa, IVb,
perubahan dari mikroflora komensal; idiosinkrasi IVc, dan Ivd. Reaksi-reaksi ini sering terjadi bersamaan. Gambaran klinis
 Immunologik (dapat diprediksikan): rekasi hipersensitivitas, dimana masing- yang timbul berdasarkan fungsi sel T yang dominan dan keterlibatan sel
masing obat dapat menyebabkan reaksi dengan bentuk dan tipe lesi yang berbeda. efektor.

65
 Keluhan sistemik
 Riwayat atopi pada diri dan keluarga, alergi dengan alergen lain, serta
alergi obat sebelumnya.
B. KLINIS
Bentuk klinis :
1. Ringan :
 Exanthematous drug eruption
 Fixed drug eruption (FDE)
 Urticarial eruption
 Eritema multiforme (EM) mayor dan minor)
 Eritema nodosum (EN)
2. Berat :
 Pustular Exanthema Generalisata Akut (PEGA)
 Drug hypersensitivity syndrome (DHS)
 Stevens Johnson Syndrome (SJS)
 Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
C. DIAGNOSIS BANDING
1. Eritroderma  akibat perluasan dermatitis seboroik, psoriasis, atau
keganasan
2. Eritema Nodosum (EN)  eritema nodosum leprosum, demam rheuma,
keganasan
3. Eksantema  rubeola (morbili)
4. FDE  EM
5. PEGA  psoriasis pustulosa
Gambar 1. Hipotesis kerja reaksi obat pada kulit 6. SJS  pemfigus vulgaris
7. TEN  kombustio
III. KRITERIA DIAGNOSTIK
A. ANAMNESIS D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Riwayat menggunakan obat secara sistemik (jumlah, jenis, dosis, cara Dilakukan secara bertahap setelah tidak ada erupsi kulit (minimal 6 minggu
pemberian, lama pemberian, runtutan pemberian obat atau pengaruh setelah lesi kulit hilang), dan memenuhi syarat uji kulit, dilakukan ditahap lanjut
pajanan matahari); atau kontak obat pada kulit yang terbuka (erosi, :
ekskoriasi, ulkus) 1. Uji tempel tertutup
 Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktupemberian obat, 2. Uji tusuk bila uji tempel negatif
apakah timbul segera, beberapa saat atau jam atau hari. 3. Uji provokasi peroral bila uji tusuk negatif

66
 Bila sembuh meninggalkan bekas radang berupa hiperpigmentasi. Kelainan ini
IV. PENATALAKSANAAN bisa juga timbul dibanyak tempat, yang paling sering adalah ekstremitas dan
Prinsip : genetalia. Bisa didapatkan hanya satu lesi
o Hentikan obat
o Atasikeadaan umum ERYTHEMA MULTIFORME
o Berikan obat mengatasi proses alergi yang terjadi  Suatu penyakit akut, diinduksi obat ataupun infeksi. Beberapa kasus
Non medika mentosa merupakan sekunder dari infeksi sebelumnya yaitu virus herpes (HSV I dan
o Penjelasan kondisi pasien, Stop obat pencetus HSV II), yang disebut dengan Herpes Simpleks Associated Erythema
o Bila pasien sembuh, berikan kartu alergi, berisi daftar obat-obat yang diduga multiforme (HAEM) atau Erithema multiforme minor.
menyebabkan alergi  Lesi kutaneus simetris, melibatkan ekstremitas, predileksinya pada tangan
bagian dorsal dan ekstensor berupa makula eritematus dengan batas tegas,
Medika mentosa kemudian lesi meninggi membentuk papul edematus, dalam 24-48 jam
TOPIKAL membentuk cincin eritematus. Terdapat 3 zona lesi target (lesi iris) ; purpura
Sesuai kelainan kulit (prinsip dermatoterapi) sentral, cincin edematus / elevasi yang berwarna pucat, dan makula eritematus
SISTEMIK disebelah luar.
o Perbaiki keadaan umum  Ketika erythema multiforme timbul dengan bula, dan terdapat lesi mukosa (bibir
o Ringan : prednison 30 mg dan genetalia, tanpa kelainan mata) , disebut dengan erythema multiforme
o Berat : prednison 40-60 mg/hari mayor. Sedangka true erythema mutiforme terdiri dari erythema multiforme
minor tanpa mengenai mukosa dan erythema multiforme dengan keterlibatan
EXANTHEMATOUS DRUG ERUPTION (ERUPSI EKSANTEMATOSA) satu mukosa saja
 Bentuk erupsi obat yang paling sering ditemukan, yang mengenai 95% dari  Masih terdapat perbedaan pendapat di beberapa literatur mengenai kesamaan
luas permukaan tubuh. Sinonim : morbiliform drug eruption, makulopapular. proses dari erythema mutiforme dengan steven johnson’s syndrome.
 Erupsi obat klasik, reaksi hipersensitivitas tipe IVb, dan IVc.
 Diinduksi oleh CD54 yang dapat meningkatkan kadar IL5, IL6, dan TNFα STEVENS JOHNSON SYNDROME (SJS) & TOXIC EPIDERMAL
kemudian mengeluarkan IL5 poten dan IL4, terjadi eosinofilia NECROLYSIS (TEN)
 Erupsi dimulai dari trunkal lalu menyebar ke perifer dengan distribusi simetris. I. DEFINISI
Bisa disertai gatal. Erupsi terjadi dalam1 minggu dari pemakaian obat dan Stevens-Johnson Syndrome(SJS) termasuk penyakit kulit dan mukosa yang
dapat timbul 1-2 hari setelah obat pencetus dihentikan. akut danberat, yang diakibatkan oleh reaksi intolerans terhadap obat dan beberapa
infeksi, infeksi virus, dan keganasan, yang mengakibatkan pembentukan sirkulasi
FIXED DRUG ERUPTION kompleks imun, yang melibatkan 10% sampai 30% luas permukaan tubuh. Alan
 Reaksi obat alergik, berulang di tempat yang sama. Reaksi hipersensitivitas tipe Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang
IVd, contoh obat penyebab : laxative, NSAIDs, sulfa, tetrasiklin. menyerupai luka bakar pada kulit, melibatkan lebih dari 30% luas pemukaan tubuh.
 Bercak merah tembaga, berbentuk bulat atau oval, dan kadang-kadang timbul Beberapa literatur ada yang menyebutkan SJS, jika dimulai dengan target lesi
bula dibagian tengah lesi berupa purpura yang atipikal, sedangan TEN bila diawali dengan nyeri pada kulit

67
dan eritema yang segera diikuti oleh pengelupasan kulit (epidermolisis). Toxic Gambar 3. Death receptor dan ligannya
epidermal necrolysis (TEN) adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan Death receptor pada manusia ada enam ,yaitu : Fas, TNF-R1, TRAMP, TRAIL-
segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan. Meskipun begitu, etiologi R1, TRAIL R2, dan DR-6. Protein membran tipe 1 mengandug domain
lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan ekstraseluler yang kaya cistein dan sekuen sitoplasma yang dinamakan death
penyakit ini. Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari domain. Ligan untuk masing-masing reseptor seperti terlihat pada gambar
penyakit bullous drug eruption. diatas; dimana ikatan Fas (CD 95) dengan FasL dan TRAIL R1 (DR4) dengan
Obat-obatan tersering yang menyebabkan SJS dan TEN adalah TRAIL akan menyebabkan aktivitas apoptosis.
trimetropim/sulfametoksazol. Karbamazepin, antikonvulsan, antiinflamsi, dan
allopurinol juga merupakan penyebab tersering18. Patofisiologi terjadinya SJS dan Fas adalah death receptor pada permukaan sel keratinosit normal (lapisan
TEN secara pasti belum diketahui. Beberapa penelitian menyebutkan adanya basal). Reseptor Fas merupakan domain ekstrasel yang kaya cistein. FasL (fas
interaksi antara reseptor Fas dipermukaan keratinosit dengan Fas ligan, selain itu ligand) adalah protein membran pada keratinosit. Ekspresi fas ligan akan meningkat
terdapat keterlibatan perforin dan grazyme yang dihasilkan oleh sel T sitotoksik pada SJS dan TEN. FasL akan berikatan dengan sel lain yang mengekspresikan Fas
yang masuk kedalam sel keratinosit sehingga mencetuskan caspase cascade, dan dan akan menyebabkan apoptosis, berupa kematian sel epidermis dan pemisahan
mencetuskan apoptosis keratinosit. tautan epidermis dan dermis (demo-epidermal junction) sehingga terjadi kematian
sel.
II. ETIOPATOGENESIS :
Penyebabnya banyak tetapi obat merupakan penyebab utama. III. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis SJS dan TEN ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SJS terutama obat yang
diduga sebagai penyebab
2. Tanda atau gejala prodromal, kelainan kulit, kelainan mukosa, serta
konjunctiva mata
3. Eksplorasi adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab SJS

A. KLINIS :
Gejala klinis SJS dan TEN ditandai dengan :
o Sindroma prodromal yang non spesifik dan reaksi konstitusional berupa
meningkatnya suhu tubuh, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada,
mialgia, sehingga penderita berobat. Dalam keadaan ini, sering penderita
mendapat pengobatan antibiotik, dan anti inflamasi, sehingga menyebabkan
kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab.Gejala dan tanda
prodromal lainnya yang dapat berkembang seperti konjungtivitis (32%),
faringitis (25%), dan pruritus (28%) ;
o Gejala kulit tampak berupa makula eritematus yang menyerupai morbilliform

68
rash, timbul pada muka,leher, dagu, tubuh dan ekstremitas. Lesi taget (target o Perbaikan terhadap keseimbangan cairan, elektrolit dan protein (sebaiknya
lesions) atipikal dengan bula dengan Nikolsky sign positif. pertama kali diperiksa BJ Plasma)
o Pada TEN, setelah terjadi demam yang persisten(8-12 hari), terjadi o Hematokrit, blood gases, kesimbangan cairan dan elektrolit selalu dimonitor
pengelupasan epidermis (epidermolisis), dan ; o Pemberian makanan TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
o Kelainan membran mukosa berupa mukosa yang eritematus, sembab dan o Perawatan dan pengobatan kelainan mata
disertai bula yang kemudian akan pecah sehingga timbul erosi yang tertutup
pseudomembrane (necrotic epithelium dan fibrin). Bibir diliputi massive A. TERAPI SUPPORTIF
hemorrhagic crusts. Rehidrasi :
o Kelainan pada genetalia eksterna juga sering didapat berupa bula yang 1. Pasien dengan SJS/TEN seharusnya dirawat di ICU atau unit luka bakar dengn
hemorhagik dan erosi. Komplikasi berupa sepsis, pneumoni, dan gagal penggantian cairan
ginjal.  Rehidrasi cairan sangat penting, karena kehilangan epidermis yang masif
dan menyebabkan dehidrasi.
B. DIAGNOSIS BANDING  Suplementasi nutrisi
1.Generalized bullous fixed drug eruption  Nutrisi yang sangat dibutuhkan, karenakehilangan protein yang masif
2. TEN (toxic epidermal necrolysis) melalui kulit yang hilang, yang merupakan predisposisi komplikasi pada
3. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (4S) paasien dan proses reepitelisasi.
4. Paparan bahan iritan yang poten terhadap kulit  Konsultasi
o Bagian Mata : Tetes mata dapat diberikan untuk mencegah sinekia. Obat
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG tetes mata tidak boleh mengandung sulfonamid karena sering
Pemeriksaan laboratorium hanya bisa membantu dalam menentukan terapi berimplikasi pada TEN.
simptomatik atau suportif. Pemeriksaan radiologi tidak spesifik namun foto o Bagian Penyakit Dalam : bila terdapat gangguan pada pencernaan.
thoraks dapat dilakukan untuk mengetahui adanya inflamasi trakeobronkial  Terapi suportif lainnya
yang menyebabkan pneumonia. o Karena pengelupasan epidermal menyebabkan kehilangan panas yang
besar, temperatur lingkungan dinaikkan menjadi 30-320C
IV. KOMPLIKASI o Mandi dengan antiseptik yang dhangatkan, penutup tubuh yang hangat,
1. Sepsis dan lampu infrared.
2. Pneumoni
3. Gagal ginjal  TOPIKAL :
Perawatan luka :
V. PENATALAKSANAAN o Debridement semua jaringan nekrosis pada epidermis dengan
Prinsip terapi adalah dengan penggantian cairan (koloid), suplementasi menggunakan biologic dressing dengan substitusi bahan kolagen atau
nutrisi, tekhnik yang steril, dan perawatan kulit : xenograft porcine.
o Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi o Adhesive tapes harus dihindari karena kehilangan kulit yang luas dapat
o Mengidentifikasi dan menghentikan pemakaian obat penyebab terjadi pada tempat yangdiaplikasikan.

69
Perawatan mulut dan penggunaan antiseptik juga dibutuhkan o Imunosupresan
Obat ini menghambat faktor-faktor yang berperan dalam reaksi
 SISTEMIK : kompleks imun Obat yang sering digunakan adalah Siklosporin, yang
o Kortikosteroid dapat menghambat produksi antibodi patogen. Dosis dewasa : 2,5-5
o Penggunaan pada kasus SJS/TEN sering digunakan. Tetapi dari mg/kgbb/hari per oral dalam dosis terbagi.
sejumlah penelitian belum menunjukkan keuntungan dan rata-rata o Siklofosfamid, N-asetilsistein, dan antibodi monoklonal secara
morbiditas dan mortalitas masih tinggi. Sehingga pengunaan langsungmenghambat sitokin.
kortikosteroid ini masih kontroversial.Pemberian glukokortikoid
misalnya metil prednisolon 80-120 mg per oral (1,5-2mg/KgBB/hari) VI. PROGNOSIS
atau pemberian deksametason injeksi (0,15 - 0,2mg/KgBB/hari)  Kebanyakan erupsi obat merupakan reaksi ringan, dan reaksi yang
o Pemberian antibiotik untuk infeksi, dengan catatan menghindari mengancam nyawa memilki persentase yang kecil, termasuk angiodem,
pemberian sulfonamide, dan antibiotik yang sering juga sebagai vaskulitis, SJS, TEN dan nekrosis akibat antikoagulan
penyebab SJS misalnya penisilin, cephalosporin. Sebaiknya antibiotik  Diagnosa dan terapi yang baik dapat mencegah dan menurunkan morbiditas
yang diberikan berdasarkan hasil kultur kulit, mukosa dan sputum. dan mortalitas
Dapat dipakai injeksi gentamisin 2-3 x 80mg iv. (1-1,5mg/KgBB/kali).  Jika dibutuhkan penggunaan obat yang menimbulkan reaksi pada penderita,
o Imunoglobulin Intravena (IVIg) monitoring ketat terhadap kemungkinan terjadi erupsi obat yang berat
Penatalaksanaan terkini berdasarkan penelitian (Viard,dkk) yang  Yang harus diingat adalah bahwa banyak obat yang potensial menimbulkan
menduga bahwa kematian sel (apoptosis) terjadi melalui aktivasi reaksi dan banyak reaksi yang potensial mengancam nyawa
reseptor permukaan sel yang mati. Apoptosis keratinosit yang luas  SCORTEN merupakan penilaian terhadap tingkat keparahan sari kelainan
terjadi pada penderita TEN. Ditemukan hubungan antara keratinosit dan pada TEN dan SJS, masing-masing kriteria diberik nilai 1dan maksimal nilai
Fas ligand ditunjukkan dengan protein yang menginduksi apoptosis adalah 7.
dalam serum dan kulit dari pasien TEN yang cukup banyak. Apoptosis
keratinosit dihambat oleh antibodi anti Fas ligand atau antibodi yang o Kriteria penilaian :
terdapat dalam imunoglobulin manusia. Preparat imunoglobulin diduga  Usia diatas 40 tahun
menghambat aktivitas sitokin dengan mengurangi ekspresi dari molekul  Terdapatnya keganasan
adhesi dan/atau meningkatkan aktivitassupresor sel T. Imnoglobulin  Nadi diatas 120 kali per menit
Intravena mencegah apoptosis dari keratinosit yang diperantarai oleh  Kadar glukosa lebih dari 252 252 mEq/L
reseptor sel yang disebut dengan FAS (CD95). Keuntungan dari  Blood urea nitrogen diatas 27 mg/dL
imunoglobulin intravena berdasarkan kemampuan aktivitas antiinflamasi  Bicarbonate kurang dari 20 mEq/L
dan proteksi terhadap kemungkinan infeksi oleh kuman patogen (sepsis  Luas permukaan tubuh yang terkena lebih dari 10%
merupakan salah satu penyebab kematian pada TEN). Dosis dewasa 1
g/kg bb/hari IV selama 3 hari. Dapat mempercepat reepitelisasi dari o SCORTEN mortality rates
kutis dan lesi mukosa, gambaran klinis dan masa perawatan rumah sakit.  Skor 0-1  3.2%
Kontraindikasi riwayat hipersensitivitas dan defisiensi IgA.  Skor 2  12.1%

70
 Skor 3 35.3% MELASMA
 Skor 4 58.3% Fitria
 Skor 5 atau lebih  90%

I. DEFINISI
VII. DAFTAR PUSTAKA Melasma adalah suatu hipermelanosis yang didapat, terutama mengenai daerah
1. Shear NH, Knowles SR. Cutaneous reaction to drug. Dalam: Goldsmith wajah dan leher, sering pada wanita usia produktif, tipe kulit gelap (hispanic dan
LA, Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s asia) dan tinggal didaerah dengan intensitas radiasi UV yang tinggi.
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill
Book CO;2012. 449-50. II.ETIOPATOGENESIS
2. Khan D, Solensky R. Drug Allergy. Allergy clin immunol 2010. 125: S126- Melasma yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh faktor genetik, paparan sinar
S137 matahari, hormonal, kehamilan, kontrasepsi oral, terapi sulih hormon, disfungsi
3. Pichler WJ. In: Basel , Karger, editors. Drug hypersensitivity. 2007. 168- tiroid, tumor ovarium, obat-obatan (fototoksik, antikejang) dankosmetik.
89. Radiasi UV dan estrogen akan merangsang melanosit dan meningkatkan level enzim
4. Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA. Cutaneous drug tirosinase yang berperan dalam melanogenesis sehingga melanin diproduksi secara
reaction.. In: Habif P Thomas, Campbell J L, Dinulos JGH, Zug KA, berlebihan.
editors. Skin disease : diagnosis & treatment. Edisi ke-3.Edinburg:
Elsevier; 2011. 301-8. III. KRITERIA DIAGNOSTIK
5. Perhimpunan dokter spesialis kulit dan kelamin Indonesia (PERDOSKI). A. KLINIS
Panduan pelayanan medis dokter spesialis kulit dan kelamin. Jakarta;2011.  Bercak kecoklatan berupa makula hiperpigmentasi batas tegas tepi
142-3. ireguler distribusi simetris.
6. Allonore LV, Roujeau JC. Epidermal necrolysis. Dalam: Goldsmith LA,  Ada 3 pola utama distribusi lesi, yaitu:
Katz IS, Gilchrest BA, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s 1. Sentrofasial: hipermelanosis meliputi pipi, dahi, bibir atas, hidung dan
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill dagu (63%)
Book CO;2012.439-48. 2. Malar: pipi dan hidung (21%)
7. Frans LE, Prins C. Erythema multiforme, Stevens Johnson syndrome, and 3. Mandibular: ramus mandibula (16%)
toxic epidermsl necrolysis. In:.Bolognia, JL, Jorizzo J L, Schaferr Julie V
editors. Dermatology. Edisi ke-3. New York: Elsevier, 2012:203-19. B. DIAGNOSIS BANDING
1. Hiperpigmentasi paska inflamasi
2. Freckles
3.Lentigo senilis
4. Okronosis eksogen
5.Drug-induced hyperpigmentation

71
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 7. Lainnya: Mesoterapi, skin needling
- Lampu Wood, untuk membedakan tipe melasma: Pengobatan dilakukan secara kombinasi dan simultan.
1. Tipe epidermal : warna coklat bertambah kontras dan jelas disbanding kulit
sekitar (batas tegas) V. DAFTAR PUSTAKA
2. Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah jelas (biru abu-abu), batas 1. James WD, Berger TG, Elston DM. Melasma. Dalam: Andrews’ Diseases of
tidak jelas The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 13:
3. Campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak (batas 847-848.
jelas/tidak jelas)
2. Hilde Lapeere, Barbara Boone, Sofie De Schepper, Evelien Verhaeghe et al.
- Biopsi/Histologi sebenarnya tidak dibutuhkan hanya untuk menyingkirkan
diagnosis banding dengan okronosis eksogen. Hypomelanoses and hypermelanoses. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
IS, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, et al, editors.Fitzpattrick’s
IV. PENATALAKSANAAN Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill. 2012.p
A. Nonmedikamentosa: 804-826.
 Hindari pajananlangsung sinar matahari terutama pukul 09.00-15.00 WIB. 3. Anstey AV. Melasma. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN, Griffiths C,
 Gunakan tabir surya spektrum luas dengan SPF minimal 30 bila berada editors. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Willey-Blackwell;
diluar rumah pukul 07.00-16.00 WIB. 2010. 58:34.
 Hilangkan faktor etiologi atau predisposisi

B. Medikamentosa
1. Topikal
- Hidrokuinon 2-5% (krim, gel, losio)
- Asam retinoat 0,05%-0,1% (krim dan gel)
- Asam azeleat 20% (krim)
- Asam glikolat 8-15% (krim, gel, losio)
- Asam kojik 4%
2. Sistemik
- Asam askorbat
- Glutation
- Pycnogenol
- Proanthocyanidin-rich
3. Bedah kimiawi: Asam glikolat 20-70%, Asam trikloroasetat 10-30%,
Jessner
4. Dermabrasi
5. Kamuflase kosmetik
6. Bedah laser: Nd Yag laser

72
VITILIGO 1. Hipopigmentasi paska inflamasi
Fitria 2. Pityriasis alba
3. Albinisme
4. Pityriasis versicolor
I. DEFINISI 5. Morbus Hansen
Vitiligo adalah kelainan depigmentasi pada kulit dan membran mukosa kronik
progresif akibat destruksi melanosit dengan karakteristik makula depigmentasi C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
berbatas tegas. Faktor predisposisi vitiligo antara lain adalah genetik, trauma fisik - Lampu Wood: putih mutiara/mengkilat
(luka bakar, zat kimia), penyakit internal (diabetes melitus, tiroid) serta penyakit - Histopatologi
autoimun lain dan stres. - Pemeriksaan gula darah puasa dan post prandial, T3, T4 dan TSH sesuai
indikasi
II.ETIOPATOGENESIS
Survei epidemiologi menunjukkan bahwa kasus vitiligo terjadi secara sporadis, IV. PENATALAKSANAAN
walaupun sekitar 15-20% dijumpai pada keluarga (peran genetik). Etiologi vitiligo A. Nonmedikamentosa
masih belum diketahui dengan jelas, namun banyak teori yang diduga berperan yaitu - Hindari stres
autoimun, kelainan neural, autositotoksik dan bahan biokimia. - Gunakan tabir surya
- Hindari trauma
III. KRITERIA DIAGNOSIS
A. KLINIS B. Medikamentosa
- Bercak putih tanpa keluhan gatal ataupun mati rasa - Topikal: kortikosteroid, takrolimus, kalsipotriol
- Makula hipopigmentasi/depigmentasi batas tegas tepi ireguler dengan - Sistemik:
bentuk dan ukuran bervariasi a. Detrovalen oral 10-60mg/hari diminum 2 jam sebelum penyinaran
- Distribusi: selama 6-12 bulan
a. Lokal: b. Antioksidan: metionin sulfoksida eduktase (MSR), katalase,
- Fokal: satu atau beberapa makula/patch superoksida dismutase, dan polipodium leukotomos
- Segmental: distribusi unilateral sesuai dermatom c. Kortikosteroid sistemik
- Mukosa: jarang terkena d. Infliximab
b. Generalisata: e. Imunosupresan sistemik: azatioprin, siklofosfamid
- Akrofasial: bagian distal ekstremitas dan wajah (periorifisial)
- Vulgaris: tersebar di banyak tempat tanpa pola tertentu - Fotokemoterapi:
c. Universal: hampir tidak ada area yang normal(lebih dari 80% luas a. Psoralen dengan Ultraviolet A (PUVA)
permukaan tubuh) b. NBUVB
c. Khellin oral/topikal dengan UVA (KUVA)
B. DIAGNOSIS BANDING d. L-fenilalanin

73
- Laser: excimer, bioskin, helium neon 3. Fuller LC, Higgins EM. Vitiligo. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox NN,
- Bedah: Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8. Willey-
 Minigrafting/punchgraft Blackwell; 2010. 9:6-7.
 Autologous thin thiersch grafting
 Suction Blister Grafts
 Transplantasi kultur melanosit autolog

- Pengobatan sesuai klasifikasinya, yaitu:


 Fokal: kortikosteroid potensi I-III (evaluasi 1 bulan, tidak efektif harus
diganti); delsoralen 0,01% dengan dijemur
 Segmental: transplantasi autolog; PUVA
 Mukosal: transplantasi autolog; PUVA dengan kalsipotriol
 Akrofasial: PUVA atau NBUVB; PUVAdengan kalsipotriol,
kombinasi NBUVB dengan salap kortikosteroid
 Universal: depigmentasi kulit normal (benzoquinon 20%)

- Lama pengobatan NBUVB/PUVA maksimal 3 tahun, namun jika 6 bulan


tidak ada respon pengobatan dihentikan
- Pengobatan depigmentasi dilakukan secara bertahap
- Kriteria penyembuhan:
 Repigmentasi berupa pulau pigmentasi folikular atau pigmentasi
marginal
 Vitiligo universal berupa depigmentasi bertahap

V. DAFTAR PUSTAKA
1. Stanca A. Birlea, Richard A. Spritz, David A. Norris. Vitiligo. Dalam: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz IS, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,, et al, editors.
Fitzpattrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York:
McGraw Hill. 2012. 792-803.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Vitiligo. Dalam: Andrews’ Diseases of
The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Saunders Elsevier, 2011: 13:
854-858.

74
GONORRHEA Infeksi pada mata bayi bisa menimbulkan opthalmia neonatorum, yang
Mimi Maulida dapat menyebabkan perforasi dan scarring pada kornea. Infeksi juga dapat
menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah sehingga terjadi
I. DEFINISI disseminated gonococcal infection (DGI). Kasus ini jarang terjadi dengan 3
Gonorrhea adalah suatu penyakit menular seksual yang bersifat akut, gejala klasik yaitu dermatitis, migratory polyarthritis dan tenosynovitis.
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, termasuk kuman gram negatif berbentuk Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, yaitu adanya coitus suspectus,
biji kopi, terletak intra atau ekstra seluler. fellatio atau cunilingus; gejala klinis, dan pemeriksaan laboratorium.

II. ETIOPATOGENESIS B. DIAGNOSIS BANDING


Gonorrhea menular melalui hubungan seks, jarang oleh karena hygin yang 1. Infeksi traktus urinarius 6. Pelvic Inflammatory Disease
buruk. Selain itu penularan dapat terjadi dari ibu ke anak saat lahir. Kuman ini 2. Chlamydia 7. Endometriosis
paling sering menginvasi sel mukosa saluran urogenital pria dan wanita, dan hanya 3. Trichomoniasis 8. Orchitis
hidup pada sel epitel columnar. Selanjutnya organisme ini akan bereplikasi dan 4. Bacterial Vaginosis 9. Epididymitis
dapat tumbuh dalam lingkungan aerob maupun anaerob yang kemudian 5. Candidiasis vulvovaginalis
merangsang respon inflamasi. Manusia merupakan satu-satunya host N.
gonorrhoeae. Infeksi dapat menyebar luas bila terlambat mendapat antibiotik, C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)
perubahan imunitas host, dan tingginya strain virulensi kuman. 1. Kultur (gold standard)
2. Sediaan langsung
III. KRITERIA DIAGNOSIS Sediaan diwarnai dengan pewarnaan Gram untuk melihat adanya kuman
A. KLINIS diplococcusGram negatif, berbentuk biji kopi yang terletak intra dan
N. gonorrhoeae hanya menginfeksi membrane mukosa yang mempunyai ekstra seluler. Bahan pemeriksaan diambil dari pus di uretra yang keluar
sel epitel kolumnar, yaitu urethra, cervix, rectum, pharynx dan konjuntiva. spontan ataupun melalui pemijatan, sedimen urin, sekret dari masage
Periode inkubasi pada pria sekitar 2-8 hari, dan biasanya menjadi simptomatik prostat (pada pria), muara uretra, muara kelenjar bartolin, servik, rectum
setelah 2 minggu. Manifestasi klinis infeksi gonorrhea pada pria adalah (pada wanita) dan sekret mata.
urethritis, yang ditandai dengan discharge purulen yang keluar dari lubang
penis. Inflamasi di mukosa uretra anterior menyebabkan warna kemerahan dan IV. PENATALAKSANAAN
bengkak pada meatus, sehingga timbul rasa nyeri dan panas pada saat miksi. a. Gonore tanpa komplikasi
Bila seluruh bagian distal penis bengkak di sebut “bull head clap.” Komplikasi 1. Cefixim, 400 mgPO
pada pria adalah epididymitis, orchitis, prostatitis akut dan kronis, seminal 2. Ceftriaxone,125 mg IM
vesikulitis, proctitis, cowperitis dan tysonitis 3. Ciprofloxacin, 500 mg
Gejala yang muncul pada wanita sebagian besar asimptomatik, dan sering 4. Ofloxacin, 400 mg PO
mengenai endocervix, sehingga terjadi cervisitis dengan gejala keputihan yang 5. Levofloxacin, 250 mg PO
encer, gatal pada vagina dan disuria. Komplikasi pada wanita yaitu bartolinitis Bila alergi dengan cephalosporin atau quinolon dapat diberikan
dan pelvic inflammatory disease (PID). spectinomycin 2 gram IM. Bila di duga ada infeksi campuran dengan

75
Chlamydia dapat di tambahkan azithromisin 1 gram, single dose diberikan INFEKSI CHLAMIDIA
secara oral serta doksisiklin 2x100 mg untuk 7 hari. Mimi Maulida

b. Gonore dengan disseminated


1. Ceftriaxone 1 g IV atau IM setiap 24 jam I. DEFINISI
2. Cefotaxim 1 g IV setiap 8 jam Infeksi chlamidia merupakan peradangan pada selaput lendir saluran kencing
3. Ceftizoxime 1 g IV setiap 8 jam yang di sebabkan oleh Chlamydia trachomatis.
4. Spectinomycin 2 g IM setiap 12 jam
Bila klinis membaik dapat diganti dengan terapi oral cefixim 2x400 mg dan II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Cefpodoxime 2x400 mg selama 7 hari. Clamidya trachomatis termasuk kuman Gram-negatif yang bersifat obligat
intraseluler. Kuman akan masuk ke mukosa setelah kontak seksual, dan pada
c. Gonore pada bayi dan anak stadium pertumbuhannya menghancurkan sel mukosa, terjadi peradangan, mukosa
1. Ceftriaxone, 25-50 mg/kg/hari IV atau IM sehari sekali selama 7 hari oedem dan merah sehingga akan dijumpai adanya sel lekosit. Chlamidya
2. Cefotaxime, 25 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam selama 7 hari trachomatis mempunyai 15 serotype, A sampai C bisa menyebabkan conjunctivitis
chronis, D sampai K menyebabkan infeksi pada tractus urogenital dan L1-L3
V. DAFTAR PUSTAKA menyebabkan lymphogranuloma venereum.
1. Hook EW, Handsfield HH. Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New Infeksi pada traktus urogenital paling sering terjadi, dan bisa mengenai pria dan
York Mc Graw Hill, 2008; 627-642. wanita. Koinfeksi bersama penyakit seksual lainnya juga bisa terjadi, terutama
2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. Mc gonorrhea. Penularan terjadi melalui hubungan seks secara oral, anal dan vaginal.
Graw Hill, 2010; 2514-19. Gejala muncul 1-5 minggu setelah paparan.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. GEJALA KLINIS
1. Masa inkubasi 1-5 minggu
2. Discharge mukoid berwarna putih encer
3. Dysuria
4. Polakisuria
5. Gatal
6. Mukosa meatus bisa oedem ataupun normal

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Urethritis GO pada pria dan cervisitis pada wanita
2. Trichomoniasis
3. Bacterial vaginosis

76
4. Candidiasis vulvovaginalis V. DAFTAR PUSTAKA
1. Stamm WE. Sexually Transmitted. 4th ed. New York Mc Graw Hill, 2008;
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM) 575-90
a. Kultur 2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. Mc Graw
b. Pemeriksaan mikroskopis apusan sekret uretra atau cervix Hill, 2010; 2519-21
1. Pewarnaan Gram: tidak dijumpai diplokokus Gram negatif, lekosit >5
pada hapusan sekret uretra dan >30 pada hapusan sekret servix
2. Sediaan basah: tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
c. Metode penentuan antigen
1. Pewarnaan imunofluoresen
2. ELISA
d. Polymerase Chain Reaction
e. Ligase Chain Reaction

IV. PENATALAKSANAAN
A. MEDIKAMENTOSA
1. Azitromisin, 1 g single dose
2. Doksisiklin tablet 2x100 mg 2x sehari selama 7 hari
3. Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari
4. Eritromisin etilsuksinat 4x800 mg selama 7 hari
5. Ofloksasin 2x300 mg selama 7 hari
6. Levofloxacin 1x500 mg selama 7 hari
7. Azitromisin 1 g single dose dan amoxicillin 3x500 mg selama 7 hari
dapat diberikan untuk ibu hamil
8. Eritromisin saja atau eritromisin etilsuksinat 4x50 mg/kg/hari selama 14
hari untuk opthalmia neonatorum

B. EDUKASI
1. Menjelaskan tentang penyakit dan penyebabnya, kemungkinan
komplikasi jangka panjang, cara penularan, pentingnya mematuhi
pengobatan serta penanganan terhadap pasangan seksualnya
2. Penjelasan tentang kemungkinan tertular HIV
3. Anjuran untuk menggunakan kondom bila berhubungan

77
TRICHOMONIASIS 1. PH vagina >4,5
Mimi Maulida 2. Mikroskopis: sediaan basah, tampak trichomonas dengan pergerakan
yang khas dan peningkatan jumlah leukosit
3. Kultur
I. DEFINISI 4. PCR
Trichomoniasis merupakan salah satu infeksi protozoa yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis. Infeksi trichomoniasis lebih sering ditemukan pada wanita, IV. PENATALAKSANAAN
dan pada pria bersifat asimptomatik. A. MEDIKAMENTOSA
1. Metronidazole 2 g PO single dose atau tinidazole 2 g PO single dose
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS 2. Terapi alternatif: Metronidazol 2x500 mg sehari selama 7 hari.
Trichomonas vaginalis dapat menginfeksi mukosa epitel dan menyebabkan B. EDUKASI
mikroulserasi. Masa inkubasi sebelum munculnya gejala 4-28 hari, bisa terjadi Infeksi T. vaginalis bisa menimbulkan komplikasi pada kehamilan, antara
inflamasi pada vagina namun juga bisa asimptomatik. Gejala cenderung muncul lain bayi lahir dengan berat badan rendah dan prematur. Pasangan seksual
selama atau sesudah menstruasi, karena parasit tumbuh dan reproduksi dalam juga harus diobati untuk mencegah kambuhnya infeksi.
suasana asam.
V. DAFTAR PUSTAKA
III. KRITERIA DIAGNOSIS 1. Hobbs MM, Sena AC, Schwebke JR. Sexually Transmitted Diseases. 4th ed.
A. KLINIS New York Mc Graw Hill, 2008; 771-787
Gejala pada wanita keluar discharge berwarna kuning kehijauan yang berbau 2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. Mc Graw
dan berbusa, gatal, bengkak dan merah pada vulva, dispareunia, nyeri di perut Hill, 2010; 2523-24
bagian bawah dan dysuria. Pada laki-laki sering asimptomatik, meskipun bisa
terdapat discharge uretra dan sering buang air kecil. Infeksi pada bayi bisa
menular dari ibunya melalui jalan lahir.
Pemeriksaan fisik tampak adanya “punctata hemoragis” pada dinding vagina
dan cervix, yang di kenal dengan istilah “colpitis macularis” atau “strawberry
cervix”. Ini merupakan tanda spesifik untuk diagnosis trichomoniasis.

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Cervisitis
2. Bakterial vaginosis
3. Infeksi Chlamydia
4. Candidiasis Vulvovaginalis
5. Urethritis GO
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

78
BAKTERIAL VAGINOSIS
Mimi Maulida C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)
1. TestWhiff
2. pH vagina
I. DEFINISI 3. Pemeriksaan sediaan basah terhadap cairan vagina, ditemukan clue cells,
Salah satu penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Gardnerella yang jumlahnya paling sedikit 20% dari jumlah sel epitel vagina
vaginalis 4. Pewarnaan gram
5. Kultur vagina
II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Bakterial vaginosis terjadi karena hilangnya laktobasilus penghasil hydrogen IV. PENATALAKSANAAN
peroksida sebagai flora normal vagina, sehingga menimbulkan pertumbuhan bakteri A. MEDIKAMENTOSA
anaerobik yang berlebihan. Bakterial vaginosis juga disebabkan karena I. TERAPI TOPIKAL
ketidakseimbangan flora normal dalam vagina. Penularan melalui kontak seksual a. Metronidazol gel 0,75%, 5 g, intravagina, satu kali sehari selama 5
belum diketahui dengan jelas. Faktor resiko bisa karena sering berganti pasangan, hari
pemakaian alat kontrasepsi intra uteri, dan douching vagina. b. Clindamisin cream 5%, 5 g, intravagina, satu kali sehari, selama 7
hari
III. KRITERIA DIAGNOSIS II. TERAPI SISTEMIK
A. GEJALA KLINIS a. Metronidazol tablet 2x500 mg selama 7 hari
Tanda-tanda peradangan pada bakterial vaginosis sedikit sekali, sehingga b. Khusus wanita hamil dapat diberikan metronidazol tablet 3x250 mg
tujuh puluh lima persen asimptomatik. Cairan vagina berwarna putih keabu- selama 7 hari atau metronidazol 2g single dose, atau clindamisin
abuan dan berbau amis (fishy odor), rasa gatal dan inflamasi pada vagina jarang tablet 2x300 mg selama 7 hari.
ditemukan. Bakterial vaginosis ditegakkan berdasarkan kriteria Amstel, di mana c. Terapi alternative: Tinidazole 2 g, diminum satu kali sehari selama 3
didapatkan 3 dari 4 kriteria yaitu: hari; Tinidazole 1 g, diminum satu kali sehari selama 5 hari;
1. Cairan vagina putih homogen Clindamisin tablet 2x300 mg selama 7 hari; Clindamisin ovula, 100 g
2. Tes Whiff positif: cairan vagina dicampur dengan potassium hidroksida 10% intravagina, satu kali sehari, selama 3 hari
menimbulkan bau amis
3. pH vagina >4,5 B. EDUKASI
4. Mikroskopis: ditemukan clue cells meningkat ≥20% dari jumlah sel epitel, Edukasi tentang pendidikan seks yang aman serta menjelaskan bahaya
leukosit normal infeksi penyakit menular seksual. Selain itu juga menjelaskan tentang faktor
resiko, sehingga sebaiknya hanya berhubungan dengan pasangannya serta tidak
B. DIAGNOSIS BANDING berhubungan seks pada usia yang sangat muda.
1. Trichomoniasis
2. Candidiasis vulvovaginalis
3. Cervicitis

79
V. DAFTAR PUSTAKA KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS
1. Hillier S, Marrazzo J, Holmes KK. Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. Mimi Maulida
New York Mc Graw Hill, 2008; 737-762.
2. Rosen T. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. Mc
Graw Hill, 2010; 2524-26. I. DEFINISI
Infeksi pada vulva dan vagina yang disebabkan oleh Candida albicans, atau
kadang oleh Candida sp, Torulopsis sp, atau jamur lainnya

II. ETIOPATOGENESIS
Penyebab infeksi paling sering (80-90%) adalah Candida albicans. Faktor
pencetus terjadinya kandidiasis vulvovaginalis adalah penderita diabetes mellitus
(DM), penggunaan kortikosteroid, alat kontrasepsi intra uterine, pemakaian pakaian
yang terlalu ketat, serta pasien imunokompromised. Factor lain yang juga dapat
berpengaruh yaitu pemakaian antibiotic dalam jangka panjang yang dapat
membunuh flora normal vagina (lactobacillus). Lactobacillus dapat menghambat
pertumbuhan candida.

III. KRITERIA DIAGNOSIS


A. KLINIS
1. Gatal pada vulva
2. Vulva lecet, dapat timbul fisura
3. Eritema, edema
4. Duh tubuh vagina, putih seperti susu, dapat bergumpal dan tidak berbau
5. Dapat terjadi dispareunia

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Gonore
2. Infeksi genital non spesifik
3. Trikomoniasis
4. Bakterial vaginosis

80
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM) SYPHILIS
Bahan duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina dilakukan Mimi Maulida
pemeriksaan Gram dan KOH pada sediaan basah, dimana pada kedua
pemeriksaan ditemukan pseudohifa dan blastospora.
I. DEFINISI
IV. PENATALAKSANAAN Penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum (Spirochaeta).
1. MEDIKAMENTOSA Sifilis dapat diklasifikasikan atas sifilis di dapat dan sifilis congenital. Sifilis di
a. Klotrimazol kapsul vagina 500 mg dosis tunggal dapat terdiri atas stadium primer, sekunder dan tersier, priode laten di antara stadium
b. Klotrimazol kapsul vagina 200 mg selama 3 hari sekunder dan tersier.
c. Klotrimazol kapsul vagina 100 mg selama 6 hari
d. Flukonazol kapsul 150 mg per oral dosis tunggal II. ETIOPATOGENESIS
e. Itrakonazol kapsul 2x200 mg peroral selama 1 hari Penyakit ini menular melalui kontak langsung dari lesi yang infeksius.
f. Itrakonazol kapsul 1x200 mg/hari per oral selama 3 hari Spirochaeta masuk melalui mukosa membran yang intak dan kulit yang rusak,
g. Ketokonazole kapsul 2x200 mg/hari per oral selama 7 hari kemudian menghasilkan reaksi inflamasi pada host dan membentuk chancre. Dalam
waktu yang singkat Spirochaetamasuk dalam aliran darah menuju ke setiap organ
2. EDUKASI dalam tubuh
a. Hindari bahan iritan lokal, seperti produk berparfum
b. Hindari pakaian ketat atau bahan sintesis III. KRITERIA DIAGNOSIS
c. Hilangkan factor predisposisi: hormonal, pemakaian kortikosteroid dan A. KLINIS
antibiotik yang terlalu lama, kegemukan, dll. 1. Stadium I: ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih, terdapat indurasi,
tidak nyeri; terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional
V. DAFTAR PUSTAKA 2. Stadium II: terdapat lesi kulit yang polimorfi, tidak gatal dan lesi di
1. Sobel JD. Sexually Transmitted Diseases. 4th ed. New York: Mc Graw Hill, mukosa, di sertai pembesaran kelenjar getah bening generalisata
2008; 823-835 3. Stadium II laten: tidak di dapatkan lesi di genital atau kulit, hanya
2. Garg A, Kundu RV. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. ditemukan tes serologi sifilis (TSS) yang reaktif
Mc Graw Hill, 2010; 2306 4. Stadium III: di dapatkan gumma, yaitu infiltrat sirkumskrip kronis yang
cenderung mengalami perlunakan dan bersifat destruktif. Dapat
mengenai kulit, mukosa dan tulang.

B. DIAGNOSIS BANDING
1. Stadium I : herpes simpleks, ulkus piogenik, scabies, balanitis, LGV,
karsinoma sel
skuamosa, penyakit Bechet, ulkus molle

81
2. Stadium II : erupsi obat alergik, morbili, pityriasis rosea, psoriasis, 4. Tetrasiklin tablet 4x500 mg sehari selama 4 minggu
dermatitis seboroik, kondiloma akuminata, alopesia areata 5. Eritromisin tablet 4x500 mg sehari selama 4 minggu
3. Stadium III : sporotrikosis, actinomikosis, tuberculosis kutis gumosa,
keganasan b. Stadium II
1. Benzatin Penicillin G 2,4 juta unit IM satu minggu sekali selama 3
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG minggu
1. Pemeriksaan Mikroskop Lapangan Gelap (Dark Field) 2. Doksisiklin tablet 2x100 mg selama 4 minggu
Bahan yang digunakan adalah serum yang keluar dari ulkus yang di 3. Tetrasiklin tablet 4x500 mg selama 4 minggu
jepit dengan jari atau pinset. Serum yang keluar di taruh di atas objek
gelas dan tepi sediaan di beri vaselin kemudian periksa dengan
mikroskop lapangan gelap. Positif bila ditemukan T. pallidum yang c. Stadium Laten
berbentuk spiral 1. Benzatin Penicillin G 2,4 juta unit IM satu minggu sekali selama 3
2. Penentuan antibodi dalam serum minggu
Pada waktu terjadi infeksi treponema, baik yang menyebabkan sifilis, 2. Bila alergi terhadap penicillin dapat diberikan:
frambusia atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. - Doksisiklin tab 2x100 mg selama 4 minggu
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi - Tetrasiklin tab 4x500 mg selama 4 minggu
nonspesifik, akan tetapi menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga IgG. - Eritromisin tab 4x500 mg selama 4 minggu
 Stadium I 2. EDUKASI
- Tes serologi sifilis: dapat (+) atau (-) 1. Penanganan terhadap pasangan seksual
- Pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap dan Burry (+) atau (-) 2. Konseling:
 Stadium II : a. Cara pencegahan, penularan serta pengobatan penyakit syphilis
- Pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap dan Burry b. Kemungkinan resiko tertular HIV
(+)atau(-)
- Tes serologi sifilis: RPR (++); VDRL (+); TPHA (+) titer tinggi V. DAFTAR PUSTAKA
 Stadium Laten: 1. Sparling PF, Swartz MN, Musher DM, Healy BP. Sexually Transmitted
- Tes serologis sifilis (+) Diseases. 4th ed. New York Mc Graw Hill, 2008; 661-84
2. Marrouche N, Ghosn SH. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
IV. PENATALAKSANAAN 8th ed. Mc Graw Hill, 2010; 2493-500
1. MEDIKAMENTOSA
a. Stadium I
1. Benzatin Penicillin G 2,4 juta unit IM dosis tunggal
2. Penicillin G Prokain dalam aqua 600.000 U IM sekali sehari selama
10 hari
3. Doksisiklin tablet 2x100 mg sehari selama 4 minggu

82

Anda mungkin juga menyukai