Anda di halaman 1dari 55

KATA PENGANTAR

Yang pertama dan paling utama yaitu rasa syukur tak henti penulis sampaikan atas
rahmat dan ridho dari-Nya sehingga novel sejarah berjudul „BJ Habibie‟ ini dapat
diselesaikan dengan baik guna memenuhi tugas Bahasa Indonesia dari guru kita Ibu
Mardianah, S.Pd. Ucapan terima kasih tak lupa juga kami sampaikan kepada semua pihak
yang telah berperan dalam penerbitan novel ini.

Novel ini berkisah tentang pahit manisnya proses kehidupan oleh Bapak Bachruddin
Jusuf Habibie singga namanya dapat dikenal oleh seluruhrakyat Indonesia . Sosok yang
inspiratif dalam Negara kita tercinta.

Kami sadar bahwa dalam selain dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, novel
sejarah ini juga masih jauh dari kata sempurna. Maka kritik dan saran dari Ibu guru dan
pembaca sangat Kami harapkan untuk bisa menyempurnakan tulisan Kami di masa depan.

Palopo, 9 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

BJ HABIBIE
................................................................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 3
HABIBIE KECIL.................................................................................................................................... 4
HABIBIE MUDA ................................................................................................................................. 11
KISAH ASMARA DENGAN AINUN BESARI ................................................................................. 32
KARIER DI BIDANG INDUSTRI ...................................................................................................... 39
MENGABDI UNTUK INDONESIA ................................................................................................... 43
PROFIL PENULIS ............................................................................................................................... 55

3
HABIBIE KECIL

Parepare, Sulawesi Selatan adalah kota di mana B.J. Habibie kecil dibesarkan. Sebuah
kota tepi pantai sekaligus teluk. Pada masa Hindia Belanda, Parepare merupakan ibukota dari
afdeeling Parepare dengan Assistant Resident sebagai kepala pemerintahannya. Afdeeling ini
terdiri dari lima Onder Afdeel-ing, yaitu Parepare, Pinrang, Barru, Rappang, dan Enrekang.
Masing-masing Onder Afdeeling tersebut dikepalai oleh seorang Controleur.
Ada yang bilang, kota Parepare seperti surga. Di Jompie (Soreang) terdapat
pemandian air panas, di Lauleng terdapat tiga sumber air bersih, dan di Bojo terdapat sungai
kecil. Tak hanya itu saja, pemandian alam laut bisa ditemukan di Lumpue, Labuange, dan
tempat-tempat lain.
Jika diusut asal-usulnya, kota Parepare—sejauh dapat diketahui—memiliki
keterkaitan dengan Kerajaan Suppa. Pada abad XIV, putra Raja Suppa yang memiliki hobi
memancing pergi dari istana kerajaan menuju wilayah selatan. Putra raja tersebut mendirikan
sebuah wilayah di tepi pantai, yang kemudian dikenal dengan nama kerajaan Soreang.
Wilayah tepi pantai itu nampaknya terus berkembang. Pada abad ke XV berdiri lagi sebuah
kerajaan yang bernama Bacukiki.
Munculnya nama Parepare tidak lepas dari kunjungan persahabatan Raja Gowa XI
yang bernama Manrigau Dg. Bonto Karaeng Tonapaalangga (1547-1566). Raja tersebut
berjalan-jalan dari Kerajaan Bacukiki ke Kerajaan Soreang. Dalam perjalanan itu, sang raja
tertarik dengan keindahan alam yang ada di sana. Secara spontan sang raja mengucapkan
“Bajiki Ni Pare”, yang berarti “Baik dibuat pelabuhan Kawasan ini”. Maka, wilayah tepi
pantai itu kemudian disebut Parepare.
Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai Habibie, lahir pada tanggal 25 Juni
1936. Rudy adalah nama panggilan-nya. Proses kelahiran Habibie dilakukan dengan cara
tradisional Bugis, dengan bantuan bidan bernama Indo Melo. B.j. Habibie merupakan anak
keempat dari delapan bersaudara, putra dari Bapak Alwi Abdul Djalil Habibie dan Ibu R.A.
Tuti Marini Puspow-ardojo. Ketujuh saudara Habibie itu antara lain Titi Sri Sulaksmi, Satoto
Muhammad Duhri, Alwini Khalsum, Jusuf Effendy, Sri Rejeki, Sri Rahayu, dan Suyatim

4
Abdurrahman. Sebenarnya masih terdapat satu nama lagi, yaitu Ali Buntarman yang lahir
pada tahun 1945. Tetapi karena sakit, dia meninggal pada tahun 1946.
Darah Bugis Makassar mengalir pada Alwi Abdul Djalil Habibie. Sejauh dapat
diketahui, Ayah Habibie merupakan keturunan dari Lamakasa. “La” bagi orang Bugis
biasanya ditaruh di depan nama seorang anak laki-laki. Terdapat dugaan bahwa Lamakasa
merupakan bagian dari rombongan orang-orang Sulawesi Selatan yang membantu
membebaskan Gorontalo dari gangguan bajak laut.
Daerah Gorontalo sering diganggu bajak laut dari Mangginano atau orang-orang
Mindanau. Bajak laut ini merampok dan membunuh rakyat yang tinggal di pesisir pantai.
Melihat keadaan itu, para kesatria dari Sulawesi Selatan membuat kesepakatan dengan Raja
Gorontalo untuk mengusir para perampok dari pesisir pantai Gorontalo. Akhirnya para
kesatria Sulawesi Selatan berhasil mengusir bajak laut. Atas keberhasilan itu, Raja Gorontalo
mengijinkan mereka tinggal di sekitar pelabuhan Gorontalo.
Lamakasa kemudian menikah dengan perempuan Gorontalo bernama Hawaria.
Mereka dikaruniai lima orang anak, salah anaknya bernama Habibie yang kemudian menikah
dengan Layiyo. Habibie dan Layiyo dikaruniai tujuh orang anak. Satu diantaranya adalah
Abdul Jalil Habibie yang kemudian menikah dengan Hailu Tantu. Abdul Jalil Habibie dan
Hailu Tantu dikaruniai sembilan orang anak yang salah satunya adalah Ayah Habibie.
Keluarga Habibie bukanlah keluarga biasa seperti orang kebanyakan. Abdul Jalil
Habibie (kakek Habibie) adalah seorang Imam, pemangku adat, dan anggota Majelis
Peradilan Agama. Sedangkan Ayah Habibie adalah seorang Landbouw Consulent
Parepare.Tentunya bukan orang sembarangan yang dapat memangku jabatan pemerintahan
pada masa Hindia Belanda.
Alwi Abdul Djalil Habibie lahir di Gorontalo pada tanggal 17 Agustus 1908.
Pendidikannya dimulai di HIS Gorontalo, kemudian dia melanjutkan pendidikan MULO di
Tondano. Selepas dari MULO, Ayah Habibie melanjutkan pendidikan pada Sekolah
Pertanian di Buitenzorg atau sekarang dikenal sebagai Bogor. Karir Alwi Abdul Djalil
Habibie bermula sebagai Adjunct Landbouw Consulent di kota Parepare. Salah satu tugasnya
adalah membimbing dan membina Mantri-Mantri Pertanian untuk melakukan eksperimen,
menciptakan jenis-jenis tanaman.

5
Ayah Habibie memiliki pembawaan tenang dan murah senyum. Tetapi dia juga
seorang pekerja keras. Sebagai pimpinan, Ayah Habibie selalu menekankan kepada
bawahannya agar bekerja secara konsisten dan menguasai bidang yang dikerjakan. Tak hanya
itu, ayah Habibie juga melakukan inovasi. Mantra-mantri pertanian yang berada di bawah
koordinasinya dididik dan dibimbing untuk melakukan eksperimen, menciptakan jenis
tanaman sebagai bibit unggul. Di daerah Barru, ayah Habibie mengintrodusir tanaman
cengkeh. Sedangkan di daerah Oring, ayah Habibie menginstruksikan penanaman Palawija,
khususnya kacang tanah.
Sekalipun Ayah Habibie seorang pegawai Pemerintah Hindia Belanda, tetapi dia juga
turut membantu para pejuang kemerdekaan RI. Secara sembunyi-sembunyi, Ayah Habibie
memberikan sumbangan berupa beras kepada pejuang di kota Parepare melalui Andi
Abdullah Bau Massepe. Tentunya, apa yang dilakukan ayah Habibie itu sangat beresiko bagi
nasibnya.
Tetapi Andi Abdullah Bau Massepe justru yang merasa takut jika yang dilakukan
ayah Habibie diketahui oleh Belanda. Oleh karena itu, Andi Abdullah memberikan inisiatif
agar ayah Habibie pindah dari Parepare.
Selain ayahnya yang memiliki kedudukan di Parepare, B.J. Habibie juga memiliki
seorang paman yang menjadi anggota pamongpraja di Gorontalo sebelum PD II. Bahkan
paman Habibie ini menduduki jabatan sebagai marsaoleh (camat) dan kemudian menjadi
jogugu (wakil bupati).
Ayah Habibie meninggal saat Habibie berusia 13 tahun. Beliau meninggal saat
mengerjakan shalat isya‟.Sepeninggal sang ayah, maka Ibunda Habibie lah yang mendidik
dan membesarkan anak-anaknya, termasuk Habibie. Membesarkan anak-anak yang tidak
sedikit tentunya bukan perkara mudah. Dari sini saja bisa dibayangkan betapa hebat Ibunda
Habibie.
Sebagaimana Ayah Habibie, Ibunda Habibie pun bukanlah orang dari keluarga
kebanyakan. Ibunda Habibie bernama R. A. Tuti Marini Puspowardojo Habibie atau Toeti
Saptomarini. Namanya menunjukkan bahwa beliau masih berdarah biru. Buyut Habibie atau
kakek Ibu Tuti Marini Puspowardojo bernama M. Radiman atau R. Ng. Tjitrowardojo.
Tjitrowardojo lahir tanggal 14 Januari 1847 di Purworejo. Dia meraih gelar Diplom Dokter
Djawa pada tanggal 22 Desember 1868. Tepat pada hari ulang tahunnya yang ke 22 tahun,

6
yaitu 14 Januari 1869, Tjitrowardojodiangkat menjadi Terbeschikking Resident Semarang.
Pada tanggal 12 Agustus di tahun yang sama, atau 7 bulan kemudian, Tjitrowardojo diangkat
menjadi Assisten Leerar Sekolah Dokter Djawa di Weltevreden (Gambir, Jakarta).
Tjitrowardojo juga pernah mengajar di STOVIA, bahkan dia termasuk staf pengajar pertama
di STOVIA.
Tjitrowardojo menikah dengan R. Ng. Soeratinah dan R. Ng. Soetinah. Pernikahan
dengan R. Ng. Soeratinah dikaruniai 7 orang anak. Mereka antara lain R. Sastrowardojo, Rr.
Goemoek,R. Koesman, R. Kadis, R. Tjitrosendjojo, R. Radijem, Rr. Soemilah.Rr. Goemoek
atau Sadini merupakan nenek Habibie. Rr. Goemoek menikah dengan R. Poespowardojo,
mereka dikaruniai 7 orang anak, dan salah satunya adalah Ibunda Habibie.Tuti Saptomarini
lahir pada tanggal 23 Maret 1909. Tetapi ada yang menyebutkan bahwa Tuti Saptomarini
lahir pada tanggal 10 November 1911 di Yogyakarta. Ibunda Habibie menempuh pendidikan
sampai bangku HBS.Pada masa itu, menempuh pendidikan sampai bangku HBS merupakan
hal yang luar biasa, apalagi untuk seorang perempuan.
Keluarga Habibie di Parepare merupakan keluarga yang dihormati,. Ayah Habibie
dikagumi oleh masyarakat Parepare, bahkan menjadi idola anak muda di sana. Para tetangga
melihat keluarga Habibie sebagai keluarga yang disiplin dengan background keislaman.
Orang tua Andi Oddang yang melihat anak-anak mereka hanya bermain-main di
pantai untuk menghabiskan waktu, akhirnya menganjurkan agar anak-anak mereka belajar
pada keluargaHabibie. Ini tidak hanya dilakukan oleh keluarga Andi Oddang, tetapi juga
tetangga lainnya.
Anak-anak dari tetangga keluarga Habibie sepulang sekolah biasanya datang ke
rumah keluarga Habibie. Sebagaimana anjuran dari para orang tua mereka, anak-anak itu
menimba ilmu dalam pergaulan dengan keluarga Habibie. Menurut Andi Oddang, mereka
antara lain belajar bahasa Belanda, etiket, dan juga disiplin. Maka, Ibunda Habibie tak hanya
mendidik anak-anaknya, tetapi juga anak-anak dari tetangganya.
Nampaknya terdapat pembagian tugas antara ayah dan ibu Habibie. Ibunda Habibie
sepertinya bertanggung jawab untuk memikirkan pendidikan anak-anaknya. Pun beliau aktif
dalam kegiatan kemasyarakatan. Misalnya, mengarahkan ibu-ibu muda di kota Parepare
dalam pekerjaan sosial.

7
Rudy merupakan panggilan B.J. Habibie. Semasa kecil, Habibie diasuh dan dibimbing
dalam lingkungan dengan suasana keagamaan. Habibie pernah mengungkapkan bahwa
dirinya dididik dan dibesarkan oleh ayahnya sebagai orang Islam. Bahkan sang ayah
mendatangkan orang Arab yang fasih untuk mengajari anak-anaknya membaca Al-
Quran.Ayahnya memang kuat dan taat dalam hal agama. Wajar jika anak-anaknya dididik
dengan berlandaskan agama.
Menurut kakak tertua Habibie, guru mengaji yang mengajar Habibie dan teman-
temannya bernama Hasan Alamudi, tetapi biasa dipanggil Kapitan Arab. Tidak jelas, apakah
Kapitan Arab ini sama dengan guru mengaji yang didatangkan Ayah Habibie seperti yang
diceritakan Habibie di atas. Tetapi menurut kakak tertua Habibie, Kapitan Arab tidak
menuntut bayaran. “Imbalan” yang diberikan berupa jasa seperti mencarikan kayu bakar dan
mengisi tong-tong mandi dan air minum. Kiranya ini menyerupai sistem awal pesantren
dimana para santri tidak dipungut biaya, tetapi membantu sang Kyai, misalnya dengan
berkebun dan lain sebagainya. Dalam hal mengaji, ternyata Habibie kecil cukup gemilang.
Dia berhasil khatam Al-Qur‟an beberapa kali. Sebabnya, selain karena Habibie adalah anak
yang rajin, Habibie juga cepat dalam menghafal bacaan.
Soal bermain, Habibie berbeda dengan anak-anak yang lain. Habibie akan bermain
setelah dia menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tetapi lebih dari itu, Habibie kecil
nampaknya senang belajar. Habibie senang tinggal di rumah, membaca buku ataupun
bermain mecano ketimbang bermain keluar rumah. Hal ini mengakibatkan kakak tertuanya,
Ny. Subono Mantofani, terpaksa harus membujuk Habibie untuk bermain dan bergaul dengan
teman-temannya.
Ada kejadian lucu terkait hal ini. Suatu hari, Ny. Subono Mantofani membujuk
Habibie agar bermain keluar rumah. Habibie menuruti keinginan kakak tertuanya itu. Tetapi
yang terjadi kemudian di luar dugaan, Habibie masuk kembali ke dalam rumah dengan cara
melompati jendela rumahnya. Maka kembalilah dia belajar atau bermain mecano di dalam
rumah.
Menunggang kuda adalah salah satu kegemaran Habibie kecil. Hal ini nampaknya
tidak lepas dari background keluarganya. Kakek Habibie selain memiliki sawah yang banyak
juga memiliki peternakan sapi dan kuda di kampung Batudaa, 11 km dari Gorontalo. Alwi
Abdul Djalil Habibie sering mengendarai kuda pacu milik ayahnya. Bahkan ayah Habibie ini
menjadi joki kuda terkenal di arena pacuan kuda di Gorontalo. Ketika sudah berkeluarga pun
8
ayah Habibie mempunyai beberapa ekor kuda balap. Diantara kuda-kuda itu yang paling
bagus bernama La Bolong yang berarti Si Hitam. Habibie dan La Bolong tak urung berpacu
dalam balapan. Dengan kelincahannya Habibie mampu menjuarai balapan kuda.
Habibie kecil nampaknya adalah seorang good boy. Menurut pengakuannya, dia suka
menyendiri, “Saya orang yang suka menyendiri. Jadi, tidak ambil pusing. Saya tidak merasa
lebih pintar, tapi juga tidak merasa lebih bodoh, tidak pernah merasa iri dan juga tidak pernah
mengganggu. I‟m a sweet boy, not a problem maker child.” Sedangkan menurut Jusuf
Effendy (Fany Habibie) yang dekat dengan Habibie, kakaknya adalah orang yang bijaksana
dan rasional. Maka, ketika suatu kali mereka bersepeda keliling kota dan Habibie akan
diserang oleh anak-anak Indo, Fanny lah yang kemudian turun tangan. Sedang Habibie cukup
menonton saja di pinggir jalan.
Habibie kecil adalah anak yang memiliki prinsip yang kuat. Jika terdapat suatu
masalah terkait dengan dirinya dan adikadiknya, Habibie akan protes jika dirinya disalahkan
sebab dia tidak merasa melakukan kesalahan. Tetapi sebaliknya, jika dia bersalah, maka dia
akan diam ketika dimarahi tanpa melakukan perlawanan. Maka, bagi keluarganya, reaksi
Habibie merupakan suatu tanda apakah dirinya bersalah ataukah tidak.
Menurut Brigjen TNI (Purn.) Andi Oddang, Habibie memiliki perpaduan karakter
kedua orang tuanya. Perpaduan antara kecerdasan dan ketakwaan sang Ayah, juga kecerdasan
dan kharisma sang Ibu. Ayah Habibie adalah orang yang kebapakan, pengayom, dan hangat.
Sedangkan Ibunda Habibie keibuan, disiplin, dan tegas. Kedua orang tua Habibie juga luwes
dalam bergaul.
Terkait dengan masa kecil Habibie, ada sebuah peristiwa unik yang membuatnya
harus dijual secara simbolis. Peristiwa ini terjadi dalam pengungsian keluarganya sebagai
akibat masuknya Jepang ke Parepare. Keluarga Habibie mengungsi ke desa Lanrae‟ yang saat
ini terletak di kecamatan Palanro Kabupaten Barru. Dalam masa pengungsian itu Habibie
menderita sakit yang nampaknya cukup berat. Melalui perantara A. Haruna Daeng Rombo,
seorang mantri pertanian di Barru, Ayah Habibie bertandang ke rumah Raja, yaitu Raja Bau
Djondjo Kalimullah KaraEngta Lembang Parang Arung Barru, putra Raja Gowa, Mahmoed
Karaeng Baroanging. Sang Raja kemudian mengobati Habibie dengan cara memberinya air
yang sebelumnya telah dijampi. Hasilnya, Habibie sembuh!

9
Tetapi perkara itu belumlah selesai. Habibie kemudian dijual, dan Raja membelinya
secara simbolis dengan sebuah keris. Mengapa Habibie harus dijual? Hal ini terkait dengan
kepercayaan orang Bugis. Menurut kepercayaan mereka, apabila seorang anak laki-laki
berwajah mirip dengan sang ayah, maka anak itu akan mendatangkan musibah bagi sang
ayah. Musibah itu misalnya sang ayah atau si anak akan meninggal, kalau tidak, mereka akan
berpisah tempat. Wajah Habibie sangat mirip dengan ayahnya, oleh karena itu—menurut
kepercayaan orang Bugis—Habibie harus dijual secara simbolis, tentunya untuk menghindari
musibah.

10
HABIBIE MUDA

Sepeninggal sang kepala keluarga, maka Ibunda Habibie harus meneruskan hidup dan
mengurus keluarga beserta anak-anaknya. Saat itu Ibunda Habibie sedang mengandung tujuh
bulan. Mereka pindah ke Jawa setelah Ny.Soebono Mantofani melangsungkan pernikahannya
tanggal 8 Januari 1951. Tak pasti mengapa mereka pindah ke Jawa. Tetapi menurut Ny.
Subono Mantofani, beberapa hari sebelum Ayahnya meninggal, ia berpesan kepada Subono
yang saat itu hendak berangkat ke Jawa. “Kalau ada apa-apa, Ibu dan adik-adik dibawa ke
tanah Jawa”, demikian pesan ayah Habibie.
Bandung adalah kota yang dipilih, sebab, menurut sang Ibu, Bandung merupakan kota
yang memiliki sekolah yang bagus saat itu. Kiranya dapat diketahui bahwa salah satu alasan
perpindahan mereka ke Jawa terkait dengan masa depan anak-anak di keluarga itu. Saat ayah
mereka meninggal, ketiga kakak Habibie, yaitu Titi sudah menyelesaikan sekolahnya, Toto
masih belajar di sekolah pelayaran, kemudian Wanny sekolah di HBS. Habibie saat itu duduk
di kelas I HBS, dan ketiga adik Habibie, yaitu Fanny (Junus Effendi Habibie), Sri, dan Yayu
masih duduk di Sekolah Rakyat.
Mereka tidak serentak pindah Bandung. Habibielah yang mendapatkan giliran
pertama, sebabnya Habibie merupakan anak laki-laki tertua di keluarga itu. Perjalanan
Habibie ke Jawa di lakukan dengan menumpang kapal laut KPM. Mulanya Habibie tinggal di
daerah Paseban (Jakarta), tempat familinya.
Tetapi Habibie tak lama tinggal di Jakarta, dia tidak betah. Habibie melanjutkan
sekolahnya di SMP 5 di Bandung Di Bandung, Habibie dititipkan kepada kolega Ayahnya,
yaitu Pak Soejoed, seorang Inspektur Pertanian Jawa Barat. Dari rumah Pak Soejoed, Habibie
kemudian kost di rumah keluarga Samsudin.
Menurut Sudjana Sapi‟ie, yang saat itu duduk di bangku SMA dan sering
berkunjung ke rumah Keluarga Samsudin, Habibie merupakan anak yang suka berbicara,
lincah, dan terkesan cerdas. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun Habibie baru pindah ke
Bandung, tetapi dia dapat menyesuaikan diri, tidak canggung untuk bergaul, pun memiliki
kepercayaan diri. Saat itu Habibie memiliki hobi bermain dengan model-model pesawat.

11
Habibie mungkin cukup menonjol di rumah keluarga Samsudin, tetapi nampaknya
tidak demikian di sekolah (SMP 5). Habibie hanya setahun di sekolah tersebut, karena dia
merupakan siswa pindahan dari Makassar. Menurut Wiratman Wangsadinata, sewaktu di
SMP 5, Habibie masih malu-malu dan juga harus menyesuaikan pergaulan remaja di kota itu.
Habibie tak lama terpisah dari keluarganya. Ibunda Habibie merasa tidak tenang di
Ujung Pandang. Maka, Ibunda Habibie dan keluarganya memutuskan untuk tinggal di
Bandung. Dijuallah rumah dan kendaraan yang mereka miliki di Ujung Pandang. Di Bandung
Ibunda Habibie membeli dua buah rumah dan sebuah mobil. Rumah itu terletak di Jalan
Imam Bonjol. Satu rumah digunakannya untuk tempat tinggal keluarganya, satu yang lain
dimanfaatkan sebagai tempat kost bagi anak laki-laki.
Lulus dari SMP 5 Bandung, Habibie melanjutkan ke SMAK (SekolahMenengah Atas
Kristen yang sebelumnya dikenal dengan nama Lycium. SMAK terletak di daerah Dago,
tepatnya Jalan Dago No. 81 Bandung.Saat itu tahun 1951. Terdapat dua kelas, yaitu 1 A dan 1
B. Habibie duduk di kelas 1 A. Dia cukup terkenal baik di kelasnya maupun di kelas 1 B
sebagai anak yang bertubuh kecil tetapi lincah. Bahkan tersebar semacam “desas-desus”
tentang dirinya yang dulu bersekolah di HBS—saat itu, bersekolah di HBS dianggap sebagai
sesuatu yang “wah”—fasih berbahasa Belanda, pandai berenang, pandai bernyanyi, dan
pandai bersepatu roda. Tidak hanya di lingkungan anak-anak kelas 1, Habibie juga terkenal di
antara kakak-kakak kelasnya.
Habibie merupakan murid paling muda. Suaedah Djumiril yang saat itu seangkatan
dengan Habibie terhitung tiga tahun lebih tua daripadanya.Belianya usia Habibie tidak berarti
dia kalah dari teman-temannya yang lain. Menurut Wiratman Wangsadinata yang merupakan
teman sekelas Habibie semasa SMA (dan juga di SMP 5), Habibie cukup menonjol dan
berprestasi, terutama dalam mata pelajaran eksakta. Tetapi dalam mata pelajaran hafalan,
nilai Habibie sedang-sedang saja.
Mata pelajaran eksakta nampaknya memang wilayah “kekuasaan” Habibie. Jika
teman-temannya sibuk membolak-balik buku menjelang ujian, Habibie tenang-tenang saja
seolah tak perlu melihat buku lagi. Namun begitu, Habibie dapat mengerjakan ujian dengan
baik, bahkan mendapatkan nilai sepuluh. Dalam mengerjakan soal-soal, dia tak
membutuhkan waktu yang lama jika dibandingkan dengan teman-temannya. Bahkan untuk
soal-soal yang terbilang sulit. Walau begitu Habibie bukanlah orang yang sombong. Saat

12
ujian, sekalipun dia telah selesai mengerjakan soal, dia tetap duduk di dalam kelas dan
berpura-pura berpikir.
Tetapi ada hal unik tentang Habibie. Tak hanya pandai dan lincah, di antara guru-guru
dia juga dikenal sebagai anak nakal. Suatu kali Habibiemendapatkan lemparan penghapus
papan tulis dari gurunya. Sebabnya mungkin kurang tepat jika dikatakan nakal, lebih pas jika
disebut usil. Hari itu sedang berlangsung pelajaran matematika. Gurunya adalah seorang
perempuan cantik. Dengan berbisik Habibie mengucapkan “Juffrouw, wat bent U zo mooi”,
“Ibu, alangkah cantiknya dikau”. Maka lemparan penghapus pun tak terhentikan dari sang
guru, sekalipun tidak mengenai Habibie.
Keisengan Habibie tak hanya itu. Hampir setiap hari dia membawa lelucon baru ke
sekolah. Tidak main-main, leluconnya berbau porno. Parahnya, lelucon itu diceritakan saat
pelajaran sedang berlangsung! Dengan berbisik, Habibie menceritakan leluconnya kepada
teman-teman yang duduk di dekat bangkunya. Terkadang mereka tak mampu menahan tawa
yang menjadikan sang guru marah. Tetapi mereka kompak untuk tak bercerita tentang apa
yang terjadi di antara mereka.
Habibie juga menjadi sasaran keusilan teman-temannya, khususnya kelas B yang
merupakan saingan dari kelas Habibie. Sebagai ketua kelas A, Habibie terkadang harus
mengambil peralatan pelajaran di kelas lain seperti ke kelas B. Bagi murid kelas B, Habibie
adalah anak yang menyenangkan untuk diganggu. Suatu kali, ketua kelas B yang duduk di
meja dekat pintu menjulurkan kakinya saat Habibie masuk. Tetapi Habibie pura-pura tak
acuh. Nampaknya Habibie bukan anak yang akan membiarkan dirinya diganggu begitu saja.
Saat dia akan keluar dari kelas B, dia membalikkan badannya ke arah ketua kelas B. Dia
kemudian membentak ketua kelas B dengan mengatakan “Pas op, jij”, (“Awas yah, nanti!”)
sambil jarinya menunjuk disertai matanya berapi-api.
Habibie juga cukup gaul semasa sekolah. Salah satu hobinya adalah menyanyi.
Bersama dengan Wiratman Wangsadinata,mereka selalu update lagu terbaru kala itu. Kalau
tidak menyiulkannya, mereka menyanyikannya di sekolah. Tapi tak hanya berhenti pada
siulan atau sekedar menyanyikan di kelas, merekajuga menyanyi di pesta-pesta kenaikan
kelas. Dengan berduet, mereka menyanyikan lagu-lagu populer di pesta-pesta itu. Menurut
kakak kelasnya, Mohamad Sahari Besari, Habibie memiliki suara agak berat, dalam, dan
merdu. Dengan pembawaan yang bebas, Habibie menyanyi dengan diselingi lambaian dan
tepuk tangan. Maka Habibie tak hanya menjadi bintang kelas, tetapi juga bintang pesta.
13
Selain pandai, lincah, dan “gaul”, Habibie juga ramah. Pun dia seolah memiliki
“kharismanya” sendiri. Temannya menggambarkan Habibie sebagai anak yang penuh
kegembiraan dan sering berkelakar. Bagi mereka, kemunculan Habibie mendatangkan
kegembiraan tersendiri. Tak hanya dengan teman-temannya, Habibie nampaknya memiliki
kedekatan tersendiri dengan tukang kebun di sekolahnya.
Kepintaran Habibie tak membuatnya masuk ke dalam “cangkangnya”, Habibie selalu
memiliki waktu bagi orang lain, baik itu untuk bercengkerama, bernyanyi, bermain,
berenang, dialog, organisasi, maupun rekreasi. Habibie cukup baik dalam semua hal itu,
sampai-sampai temannya mengatakan bahwa mungkin hanya tulisan tangannya saja yang
kurang baik.
Lulus dari SMAK di Bandung pada tahun 1954, Habibie melanjutkan studi ke
Fakultas Teknik UI tepatnya pada Departemen Elektro, yang kemudian menjadi ITB. Sebagai
mahasiswa baru, Habibie langsung menjadi pusat perhatian. Muasalnya adalah pada acara
plonco, atau sekarang biasa disebut OSPEK.
Habibie masuk ke dalam Regu II (regu perploncoan). Nama plonconya adalah
“Bangsat”. Masa perploncoan itu berlangsung selama dua minggu. Habibie menyenangkan
dan lincah, para senior memfavoritkannya.Bagi para senior di kampus itu, Habibie
merupakan mahasiswa baru yang lucu, dan bersikap provokatif. Hal ini menjadikannya
sebagai pusat perhatian sekaligus sasaran perploncoan. Hebatnya, Habibie menjalani itu
semua dengan humor.
Yang tak terlupakan bagi para senior itu pada saat perploncoan adalah saat sesi bal-
costumee. Habibie muncul dengan menggunakan kostum ballerina berwarna pink dengan
sepatu ballerina. Menurut kakak tingkatnya, dengan kostum itu Habibie tetap cekatan dan
lincah, juga besar mulut. Nampak bahwa Habibie menikmati semua itu. Dan bahwa hidupnya
terasa sangat menyenangkan.
Studi Habibie di ITB tidaklah lama. Namun begitu, Habibie telah menunjukkan
kualitasnya. Habibie telah lulus ujian P-I (Propaduese- 1) atau setara Sarjana Muda- 1 pada
semester pertamanya. Sekalipun Habibie tidak sampai satu tahun kuliahdi ITB, tetapi di mata
teman-teman kuliah dan kakak tingkatnya, Habibie merupakan mahasiswa yang pintar,
energik, penuh dengan ide fantasi, berdaya ingat luar biasa, pun idealis dengan pandangan
jauh ke depan bagi pembangunan bangsa. Tak hanya itu, Habibie juga dipandang sebagai

14
orang yang simpatik dan perhatian kepada teman. Maka, seperti pada masa SMA, saat kuliah
di ITB, Habibie juga sangat populer, baik di antara teman-teman maupun para kakak
tingkatnya.
Tahun 1955 Habibie melanjutkan studinya di Jerman. Bermula pada bulan Oktober
1954, ketika Habibie tak sengaja bertemu dengan teman SMA sekaligus teman kuliahnya
K.L. Laheru di kawasan Kebayoran Baru Jakarta. Saat itu K.L. Laheru ternyata tengah
mempersiapkan syarat untuk melanjutkan studi ke Jerman. Mereka pun berbincang.
Mendengar penjelasan temannya yang akan studi ke Jerman itu, mata Habibie kemudian
berapi-api dan mengatakan: “Ik ga met jou mee” (Saya ikut dengan kamu).
Tetapi Habibie belum beruntung, sebab penjaringan dan pendaftaran untuk sekolah di
Jerman telah lewat. K.L. Laheru menjelaskan bahwa Habibie harus menunggu sampai tahun
berikutnya untuk mendaftar. Mengetahui kenyataan itu, Habibie tak patah semangat. Dia pun
berucap pada temannya itu: “Kau tunggu di sana, saya menyusul”.
Bagi Habibie, kala itu tak ada banyangan untuk belajar ke luar negeri. Tetapi
nampaknya dorongan yang besar dari keluarga merupakan salah satu sebab opsi itu ada. Saat
ayahnya meninggal, Ibunda Habibie berjanji bahwa cita-cita suaminya terkait pendidikan
anak-anaknya akan dia lanjutkan. Habibie adalah anak laki-laki pertama di keluarga itu,
tentunya harapan keluarga—I bunya—terhadap Habibie cukup besar. Suatu malam sang ibu
mengajak Habibie berbincang. Sang Ibu mengatakan bahwa dirinya telah mendapatkan
beasiswa ke luar negeri untuk Habibie. Bahkan Ijin dari P dan K juga sudah dikantongi.
Ibunda Habibie sangat mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya. Memang
Habibie adalah anak laki-laki paling besar di keluarga itu. Tetapi pilihan sang Ibu terkait
pendidikannya juga tak lepas dari karakter Habibie itu sendiri. Ibu Habibie melihat anaknya
itu lebih serius dalam belajar. Bahkan sekalipun berada di balik pintu, Habibie dapat dengan
asyik membaca buku. Maka, untuk memuluskan jalan anaknya melanjutkan sekolah ke luar
negeri, Ibunda Habibie tak segan mengeluarkan semua tabungan yang dimilikinya. Perhiasan
pun dijual.
Habibie bukan orang yang gampang menyerah. Sekalipun saat itu tak bisa turut K.L.
Laheru ke luar negeri, dia tak patah semangat. Berbekal informasi dan saran yang diberikan
K.L. Laheru, Habibie berangkat ke Jakarta mendatangi petugas yang berwenang dalam hal
tersebut. Di sana Habibie diberi pertanyaan terkait jurusan yang ingin dia ambil. Jurusan

15
fisika adalah pilihan Habibie. Tetapi karena jurusan itu tidak ada, Habibie memilih jurusan
Ilmu Aeronautika yang menurut petugas di sana jurusan tersebut banyak menggunakan ilmu
fisika. Beberapa minggu kemudian, Habibie mendapat panggilan untuk keperluan
melengkapi dokumen maupun paspor dari kantor imigrasi.
Pilihan Habibie atas jurusan Ilmu Aeronautika nampaknya bukan asal-asalan dan tak
sekedar karena banyaknya ilmu fisika yang digunakan dalam disiplin itu. Habibie sendiri
terpengaruh oleh pesawat terbang pemburu yang masyhur saat Perang Dunia II, yaitu
Me.109. Selain itu, Habibie pernah membaca tentang Prof. Willy Messerschmitt, seorang
pionir dalam dunia penerbangan. TH Aachen, tempat di mana Habibie nantinya melanjutkan
studi merupakan tempat di mana Prof. Willy Messerschmitt belajar dan bekerja. Pun
menjelang keberangkatannya ke Jerman, Habibie bertemu Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan saat itu, yaitu Prof. Mr. Mohammad Yamin. Beliau menganjurkan agar Habibie
mempelajari pesawat, dan teman lainnya mempelajari perkapalan.
Pada akhirnya Habibie benar-benar berangkat ke Jerman. Nampaknya sebelum ke
Jerman, Habibie singgah ke Belanda terlebih dahulu. Ir. Juwono yang saat itu kuliah di Delft
Jurusan Vliegtuigbouwkunde (Aeronautika) mengungkapkan bahwa pada tahun 1955 dirinya
bertemu dengan Habibie di rumah keluarga Mr. Koesnoen di Heerengracht, Amsterdam.
Menurut pengakuannya, Habibie saat itu merupakan pendatang baru yang nampak
“ingusan”.
Mei 1955 Habibie sampai di Jerman. Pada awal kedatangannya, Habibie mendatangi
K.L. Laheru di Aachen, Jerman, memberi kejutan kepadanya seraya berkata: “Hier ben ik, ha
ha”(Ini saya datang menyusul, ha... ha... ha...). Pernyataan yang menekankan bahwa Habibie
memegang kata-katanya.
Tentu banyak hal yang harus dipelajari Habibie sebelum memulai kuliahnya.
Pertama-tama dia mempelajari seluk beluk serta sistem sekolah Technische Hochschule
Aachen. Tetapi Habibie baru memulai kuliahnya pada bulan September 1955. Waktu antara
sebelum memasuki semester pertamanya di teknik penerbangan Aachen, dilewati dengan
kerja praktik di Klocner Humboldt Deutz, di kota Koln. Di sana Habibie tinggal
dengantemannya, Budi.
Dari semua mahasiswa Indonesia yang melanjutkan pendidikan di Aachen, hampir
semuanya mendapatkan beasiswa atau ikatan dinas penuh. Tetapi tidak demikian dengan

16
Habibie. Dia mendapatkan kiriman dari orang tua untuk hidupnya di sana. Ketika mahasiswa
yang lain paspornya merupakan paspor dinasRI, maka paspor Habibie adalah paspor swasta.
Kenyataan tersebut menjadikan Habibie harus bekerja lebih keras dan kuliah dengan baik,
dan tentunya cepat lulus.
Habibie tak melulu bekerja. Kegiatan lain yang dia lakukan misalnya mengunjungi
Doddy Tisnaamidjaja, gurunya semasa di SMAK. Doddy Tisnaamidjaja kuliah di Universitas
Bonn, Jerman Barat. Habibie dating bersama dengan Budi. Saat itu musim panas tahun 1955,
tahun kedatangan Habibie. Pertemuan mereka berlangsung di Laboratorium
Entwicklungsphysiologi yang berada di lingkungan Zoologisches Institut derMathematisch
und Naturwissenschaftlichen Fakultat, Universitas Bonn. Saat itu Doddy Tisnaamidjaja
sedang melakukan eksperimen.
Kedatangan dua orang dari Indonesia itu membuat Doddy Tisnaamidjaja terharu.
Sebab, mereka secara khusus melakukan kunjungan dari kota Koln ke kota Bonn.
Perbincangan pun berlangsung, mulai dari pertukaran informasi, dan saling memberi saran.
Minggu selanjutnya giliran Doddy Tisnaamidjaja yang mengunjungi Habibie dan
Budi di kota Koln. Berbagai hal mereka lakukan bersama. Mulai dari menyantap nasi goreng
dan bistik ayam yang dimasak oleh Habibie, jalan-jalan ke kebun binatang, dan pada malam
harinya mereka melihat keramaian di Tanzbrunnen.
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, Habibie juga harus melakukan berbagai hal
sebelum memulai kuliahnya. Sebab, sampainya dia di Jerman tak berarti bahwa dia serta
merta bisa kuliah. Sebelum masuk semester pertama, Habibie harus melalui berbagai ujian.
Antara lain ujian bahasa Jerman, Ilmu Pasti, Ilmu Alam, Mekanika, dan Bahasa Inggris.
Habibie dapat masuk semester pertamanya apabila lulus ujian-ujian tersebut. Bagi Habibie,
dapat melewati berbagai ujian merupakan sesuatu yang sangat penting. Kelulusan berarti dia
menapaki tahap-tahap yang harus dilewati. Apalagi tanggung jawab terhadap keluarga yang
mengorbankan segalanya bagi pendidikannya di Eropa.
Di Indonesia, sang Ibu berusaha keras demi masa depan anak-anaknya. Sebagaimana
paspor Habibie adalah paspor swasta, maka sang Ibu selain harus membiayai kuliahnya juga
harus mengeluarkan biaya untuk hidup sehari-hari di luar negeri itu. Sang Ibunda kemudian
mendirikan sebuah perusahaan ekspor-impor yang diberi nama Srikandi NV. Dia
menjalankan usaha itu sendiri. Tak jarang dia melakukan perjalanan dengan menyetir sendiri

17
mobilnya dari Bandung ke Yogyakarta atau dari Bandung ke Jakarta. Ibunda Habibie tak
hanya berhenti pada bisnis ekspor-impor itu. Keuntungan yang diperolehnya dari usaha itu
diinvestasikan dengan membeli beberapa rumah di Jalan Imam Bonjol, Bandung.
Habibie memulai kuliahnya di Technische Hochschule Aachen setelah dia selesai
bekerja di Koln. Saat itu Habibie termasuk mahasiswa Indonesia termuda dengan usia 19
tahun.Di kelas, Habibie nampaknya berbeda dari mahasiswa lainnya. Suatu kali, Arief
Marzuki dan Habibie mengikuti kuliah seorang profesor. Sekira tiga puluh menit setelah
kedua mahasiswa ini masuk ke kelas, sang profesor berhenti berbicara. Dia bertanya kepada
para mahasiswa semisal ada yang kurang jelas ataukah ada pertanyaan. Para mahasiswa
hanya saling memandang, bahkan ingin mengusulkan agar semua yang diucapkan sang
profesor diulangi kembali. Habibie kemudian berbicara, tetapi dia tidak mengajukan
pertanyaan, Habibie malah mendebat sang profesor. Maka jadilah dua orang itu terlibat dalam
pembicaraan, sedangkan mahasiswa yang lain hanya mendengarkan. Hal itu berlangsung
sampai waktu kuliah selesai. Para mahasiswa keluar sambil menggerutu.Tetapi Habibie dan
sang profesor tetap meneruskan diskusi di dalam kelas .
Kecerdasan Habibie tak membuatnya hanya memikirkan diri sendiri. Peristiwa
menarik terjadi pada awal tahun 1956. Saat itu, Habibie dan K.L. Laheru menjumpai tiga
orang mahasiswa asal Indonesia keluar dari ruang kuliah. Baik Habibie maupun K.L. Laheru
tak tahu mata kuliah apa yang ditempuh ketiga orang itu. Tetapi kemudian tahulah mereka
bahwa ketiga orang27 itu menempuh ujian fisika, yang merupakan syarat agar nantinya
diizinkan untuk ujian kandidat insinyur.
Baik Habibie maupun K.L. Laheru tak tahu ada ujian seperti itu. Ketiga orang itu
mengetahuinya karena dua diantara mereka tinggal bersama mahasiswa Jerman. Habibie
menyesali ketiga orang Indonesia yang tidak memberitahukan hal itu. Habibie kemudian
mengajak K.L. Laheru untuk mengikuti ujian itu pada kesempatan berikutnya. Tak hanya itu,
Habibie juga berpendapat bahwa dia dan K.L. Laheru harus memberitahukan perihal ujian itu
kepada setiap mahasiswa yang baru datang. Bagi Habibie, memberikan pengetahuan kepada
teman-teman tak akan membuat miskin pengetahuan. Justru dapat mempertinggi daya pikir
dan daya cipta.
Menurut Ir. Soepangkat, dalam hal studi, mahasiswa Indonesia di Aachen terdiri dari
dua kelompok. Pertama adalah mereka yang rajin dalam kuliahnya. Kedua adalah mereka
yang tersendat-sendat. Habibie termasuk kelompok yang pertama. Tetapi dia berusaha
18
menyatukan seluruh potensi agar mahasiswa yang tersendat-sendat dan kurang rajin dalam
belajar, dapat ikut bergabung membuat sinergi. Hal ini membuat mahasiswa-mahasiswa
Indonesia yang ada di Aachen menikmati situasi dan semangat dalam belajar.
Kebersamaan dan tolong menolong tentu sangat penting dalam kehidupan rantau. Apa
yang dilakukan Habibie menunjukkan keduanya. Dia tak segan turun tangan langsung
membantu temannya. Sekira tahun 1956, Sudiarti Soerjosubandoro tiba di Jerman untuk
melanjutkan studi. Saat itu tidak mudah untuk 28 mendapatkan tempat pondokan. Habibie
kemudian membantu Sudiarti Soerjosubandoro mencari pondokan.
Hal lain misalnya tatkala Kumhal Djamil kesulitan dalam membuat skripsi atau
Diplom Arbeit. Dia kemudian mendatangi Habibie. perhitungan pun dilakukan oleh Habibie.
hasilnya diperlihatkan kepadarekannya itu. Melihat apa yang telah dilakukan Habibie,
Kumhal Djamil justru heran. Sebab perhitungan itu mungkin sudah lama tidak digunakan
Habibie, tetapi dia masih mengingatnya.
Habibie cepat sekali dalam menolong orang. Wardiman Djojonegoro yang
sebelumnya kuliah di Belanda disarankannyauntuk pindah kuliah ke Aachen, Jerman. Hal itu
terjadi ketika hubungan antara Indonesia dan Belanda sedang memanas karena masalah Irian
Barat. Mahasiswa Indonesia yang studi di Belanda kebingungan. mereka bermaksud pindah
dari Belanda. Pada masa-masa itu, Habibie dan teman-temannya mengunjungi Belanda.
Bahkan Habibie menawari Wardiman Djojonegoro untuk tinggal sekamar dengannya.
Pernah juga Habibie mendapatkan kesulitan karena membantu temannya. Misalnya ketika dia
menolong temannya agar mendapatkan dispensasi untuk mengikuti ujian. Teman yang
ditolongnya justru tidak hadir sewaktu ujian.
Selain tidak memikirkan diri sendiri. Habibie dapat bergaul dengan siapa saja seperti
halnya sewaktu sekolah di Indonesia.Seperti yang diungkapkan oleh Wardiman Djojonegoro,
Habibie dapat berdialog ataupun mengobrol dengan siapa saja. Bahkan suatu ketika teman-
teman Habibie melihatnya sedang duduk berbincang di atas trotoar dengan penyapu jalan.
Orang itu memang biasa mereka jumpai di daerah kantor pos ketika mereka pulang dari
kuliah.
Studi di negeri orang tentunya menimbulkan semacam kedekatan tersendiri dengan
teman-teman setanah air. Mahasiswa Indonesia di Aachen terkenal sering bergerombol.
Setiap hari mereka bertemu di tempat makan siang universitas yang disebut mensa
19
academica. Di tempat itu, mahasiswa dari Indonesia nampaknya memiliki “wilayah”nya yang
disebut “pojok Indonesia”. Seperti halnya sewaktu masa sekolah di Indonesia, Habibie
mendatangkan keceriaan dan kehangatan di antara teman-temannya. Kekocakan dan
antusiasme Habibie membuat “pojok Indonesia” menjadi ramai penuh tawa. Wajar jika hal
itu membuat temannya menganggap Habibie cocok untuk sebagai mascot. Selain berkumpul
di mensa academica, pada hari Sabtu atau Minggu, mereka sering berkumpul di salah satu
rumah di antara mereka.
Salah satu skill yang terasah dari kehidupan mahasiswa mereka adalah memasak.
Sebagai mahasiswa, mereka sering memasak makanan mereka sendiri. Itu mereka lakukan di
kamar. Demikian halnya dengan Habibie. Menurut Wardiman Djojonegoro, Habibie gemar
memasak rendang, mie kuah, dan ikan tuna.
Tak hanya kuliah, Habibie juga aktif dalam organisasi mahasiswa. Tahun 1956,
Habibie tercatat sebagai sekretaris PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) cabang Aachen. PPI
merupakan organisasi mahasiswa Indonesia di Eropa.Pada waktu itu Habibie dan teman-
teman PPI Aachen ingin memiliki sebuah ruang berkumpul atau klubraum. Sebabnya, para
mahasiswa mengalami gejala rasa kosong, tidak betah di rumah, hal ini dapat mengakibatkan
kurangnya semangat belajar.
Selama ini jika merasa kesepian, mereka pergi ke bar. Demikian halnya dengan
pertemuan, mereka melakukannya di bar. Karena harus memesan minuman, pada akhirnya
menjadi pertemuan minum-minum. Jika memiliki klubraum, mereka tak harus ke bar. Di
klubraum mereka dapat membaca maupun bermain. Bahkan mereka membayangkan
pajangan gambar-gambar dari Indonesia tertempel di dalam klubraum. Dengan begitu
klubraum yang mereka inginkan memiliki suasana “rumah”. Dan memang selama mereka
melakukan studi, mereka tidak memiliki kesempatan untuk pulang. Hal ini tentunya membuat
mereka merindukan rumah.
Tetapi mewujudkan klubraum bukanlah perkara mudah. Sebab, membutuhkan biaya
yang tinggi bagi mereka. Padahal iuran mahasiswa hanya 2 DM (Deutsche Mark) per bulan,
pun banyak anggota yang berhutang. Tetapi pada akhirnya impianmereka untuk memiliki
klubraum dapat terwujud, yaitu dengan menyewa apartemen bersama-sama.
Klubraum pun mulai diperlengkapi. Televisi di taruh di dalamnya. Ada juga piano
yang melahirkan Orkes Keroncong Indonesia dan digawangi para mahasiswa yang ahli

20
perkara musik. Selain itu terdapat ruangan yang di fungsikan sebagai ruang baca. Klubraum
cukup luas, sehingga masih memungkinkan untuk disewakan. Sebuah kamar dan dapur
disewakan kepada seorang anggota yang sekaligus merangkap sebagai juru kunci klubraum.
Kiranya hasil sewa ini dapat menambah kas PPI Aachen.
Keberadaan klubraum, nampaknya membuat keseharian dan aktivitas mereka menjadi
lebih semarak. Mereka tak perlu lagi kesusahan mencari tempat rapat ataupun pertemuan.
Tak hanya itu, perayaan-perayaan dapat diselenggarakan di klubraum. Misalnya perayaan
pernikahan, atau ulang tahun anggota.Terkadang juga diselenggarakan malam gembira di
mana Habibie dan anggota lain dapat menunjukkan kemampuannya dalam menyanyi.
Klubraumjuga difungsikan sebagai tempat untuk menerima tamu, misalnya jika
terdapat pejabat dari Indonesia yang ingin bertemu dengan para mahasiswa. Selain itu,
klubraum juga sebagai tempat untuk membincang tentang pelajaran maupun tentang tanah
air. PPI Aachen merupakan kelompok mahasiswa pertama yang memiliki klubraum.
Pada tahun 1957, Habibie menjabat sebagai ketua PPI cabang Aachen. Tak semuanya
bersepakat dengan terpilihnyaHabibie sebagai ketua, sebab usia Habibie dipandang masih
muda dibandingkan dengan calon yang lain.Tetapi pada akhirnya Habibie duduk sebagai
ketua PPI cabang Aachen.
Sebagai ketua, Habibie tak segan-segan menjemput mahasiswa baru dari Indonesia
yang hendak melanjutkan studi ke TH Aachen. Sekitar tahun 1957, di Indonesia, para dosen,
profesor-profesor Belanda semuanya pulang ke negeri Belanda. Maka para mahasiswa
disibukkan untuk memikirkan nasib studinya. Terdapat 20 orang mahasiswa yang
memutuskan untuk melanjutkan studi ke Jerman. Habibie kala itu menjemput langsung para
mahasiswa yang baru datang ini.
Setelah sebelumnya berhasil mewujudkan adanya klubraum, Habibie juga memiliki
impian lain terkait dengan PPI. Impiannya ini sangat erat dengan pemikirannya soal
pembangunan Tanah Air, yaitu menyelenggarakan Seminar Pembangunan. Saat Kongres PPI
Jerman Barat, Habibie mengungkapkan usulnya tentang penyelenggaraan Seminar
Pembangunan yang melibatkan seluruh mahasiswa Indonesia se-Eropa. Usul Habibie
diterima. Ketua PPI Jerman Barat, Suleman Wiriadidjaja menunjuk Habibie sebagai ketua
persiapan seminar, dan Soepangkat sebagai sekretarisnya.

21
Habibie nampaknya memiliki harapan yang sangat besar pada seminar itu. Dia
mengembangkan ide-idenya dalam panitia persiapan seminar. Dalam pikiran Habibie kala itu,
Seminar Pembangunan merupakan wadah bagi ide-ide pengisi kemerdekaan.
Mahasiswa harus dilatih berpikir tentang pembangunan. Dengan demikian studi yang
dilakukan menjadi berarah tujuan. Seluruh mahasiswa di luar negeri itu yang sekaligus
merupakan kader bangsa, nantinya dapat tetap mengikuti rencana pembangunan pemerintah.
Mereka juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran sekaligus menyiapkan diri
sebagai generasi penerus bangsa. Para mahasiswa ini juga diharapkan dapat menyesuaikan
pendidikannya dengan keahlian yang dibutuhkan negara.
Persiapan bagi seminar ini memakan waktu dua tahun. Seksi-seksi dibentuk di
cabang-cabang PPI, tujuannya untuk mencari dan mempelajari bentuk konsep dan pola
pembangunan sesuai dengan keahlian masing-masing. Pembentukan seksi itu terkait dengan
konsep seminar yang akan diselenggarakan. Seminar yang dibayangkan Habibie bukanlah
sebuah seminar di mana para mahasiswa mendengarkan ceramah tentang pembangunan.
Tetapi seminar di mana mahasiswa dapat mendiskusikan dan menyatukan hasil pemikiran
yang sebelumnya telah dimatangkan di tiap-tiap cabang PPI. Hal ini berarti bahwa sEbelum
seminar diselenggarakan, masing-masing cabang telah melakukan suatu pembahasan terkait
dengan materi-materi yang akan disampaikan.
Demikianlah, sebelum Seminar Pembangunan dilaksanakan, tiap cabang PPI di
Jerman Barat melakukan diskusi bagi materi Seminar Pembangunan. Modalnya adalah
Rencana Pembangunan Lima Tahun. Di PPI cabang Aachen sendiri misalnya terdapat Seksi
Arsitektur, Seksi Perindustrian Kimia, Seksi Pembangkitan Tenaga Listrik, Seksi
Penerbangan, Seksi Perkapalan, dan Seksi Pertambangan.
Panitia seminar tidak meminta bantuan dana dari pemerintah Indonesia, sebab saat itu
di Tanah Air sedang terjadi gejolak Peristiwa PRRI/Permesta. Modal awal yang dimiliki
panitia adalah uang sebanyak 50 DM yang dipinjam dari anggota komite penyelenggara
seminar yang dianggap “paling kaya”. Uang tersebut digunakan untuk membuka konto di
Dresder Bank yang kemudian sebagai modal untuk membeli kertas dan karbon. Modal
lainnya adalah mesin ketik milik Habibie. Selebihnya, panitia itu berbekal semangat yang
berapi-api.

22
Jalan yang ditempuh untuk pendanaan seminar adalah dengan meminta sumbangan.
“Saya bisa melaksanakan seminar ini. Saya akan mengunjungi perusahaan-perusahaan di
Eropa yang berhubungan dagang dengan Indonesia, agar mereka mau menyumbang”,
demikian kata Habibie. Maka jadilah Habibie meminta sumbangan dari pengusaha Indonesia
di Jerman, juga pengusaha Jerman Barat yang memiliki hubungan dagang dengan Indonesia.
upaya ini dilakukan dengan bantuan Mr. Zairi Zain selaku Duta Besar Indonesia di Bonn.
Panitia seminar ini bekerja bahu membahu. Tentu saja tak lupa dengan tugas kuliah
masing-masing. Perkara refreshing jelas harus ditunda.Sekretaris panitia, Ir. Supangkat
bahkan turut bergantian mengetik surat-surat sekalipun jarinya terpotong gergaji ketika
bekerja praktik di pabrik. Rombongan mahasiswa Indonesia pindahan dari Belanda pun
merupakan bantuan berharga bagi kepanitiaan, misalnya sebagai tukang ketik. Habibie
sendiri selain sibuk mengurus kepanitiaan, juga tengah mengerjakan Studien Arbeitten
(tugas-tugas persiapan sarjana), dan sedang mempersiapkan Diplom Prufung (ujian sarjana).
Makan dan tidur pun tak lagi teratur.
Berbagai rapat diselenggarakan. Lebih-lebih ketika semakin mendekati hari H.
Bahkan ada rapat yang diselenggarakan selama dua hari dua malam. Imbas dari berbagai
kesibukan sebagai mahasiswa itu adalah jatuh sakitnya si kreator, Habibie, dua bulan sebelum
pelaksanaan seminar. Habibie meremehkan tanda-tanda sakitnya itu. Sampai suatu ketika,
saat Habibie, K.L. Laheru, dan Wardiman Djojonegoro berkunjung ke salah satu teman
mereka, Herr Thull, Habibie batuk-batuk. Teman-temannya menyarankan Habibie untuk
periksa ke dokter. Dan penyakitnya itu ternyata dianggap gawat oleh dokter. Keesokan
harinya, Habibie harus segera diopname di Rumah Sakit Bad Godesberg.Habibie menderita
penyakit semacam influensa di mana virus masuk ke jantungnya. Duta Besar Mr. Zairin Zain
pun turun tangan dalam penanganan sakit Habibie ini.
Habibie melantik Sjafaril sebagai acting ketua sebelum ke rumah sakit. Namun
begitu, tak berarti Habibie lepas tangan. Dia senantiasa memberikan instruksi-instruksi
kepada para anggota panitia. Pun panitia memberikan laporan kepada Habibie di rumah sakit.
Secara rutin, setiap hari Sabtu dan Minggu teman-temannya mengunjungi Habibie.
Mulanya Seminar Pembangunan akan diselenggarakan di Berlin Barat, tetapi pada
akhirnya diselenggarakan di Hamburg, pada tahun 1959. Lebih dari 100 mahasiswa Indonesia
yang studi di Jerman Barat, Jerman Timur, Cekoslowakia, dan Belanda ikut dalam seminar
ini. Tokoh dari Indonesia maupun Jerman pun turut hadir. Dari Indonesia misalnya Drs. Moh.
23
Hatta dan Duta Besar Mr. Zairin Zain. Hasil pemikiran yang lahir dari seminar itu kemudian
dibukukan. Komite seminar pun menyerahkan surplus uang yang akan dipakai untuk
menyelenggarakan seminar kedua.
Habibie tidak turut dalam seminar itu, sebab dia masih menjalani perawatan di rumah
sakit. Setelah penutupan seminar, para anggota komite menjenguknya. Mereka ingin
menyampaikan kabar gembira, bahwa impiannya seminar pembangunan telah terlaksana.
Tetapi kondisi Habibie nyatanya memilukan hati kawan-kawannya itu. Kaki kanan bagian
bawah Habibie bengkak dan kebiru-biruan. Pun terdapat kemungkinan kaki kanannya harus
diamputasi! Temannya hanya mampu berucap bahwa lebih baik mereka memiliki orang yang
tak berkaki satu tetapi berharga bagi negara, dari pada orang sehat dan lengkap tetapi tak ada
pengabdian.
Kondisi Habibie yang tak juga membaik mengharuskannya untuk pindah rumah sakit.
Dari rumah sakit di kota Bonn, Habibie pindah ke rumah sakit di daerah Jerman Selatan.
Sampai suatu siang datang kabar mengejutkan tentang kondisi Habibie. Bermula dari sebuah
telegram yang dibawa K.L. Laheru ke klubraum dari dokter Rumah Sakit. Telegram
mengabarkan kondisi Habibie yang kritis, dokter meminta teman Habibie untuk datang ke
Rumah Sakit. Maka berangkatlah Kumhal Djamil yang memiliki mobil, Sudiarti
Surjosubandoro, dan K.L. Laheru. Mereka berangkat pukul 16.00, dan sampai di Rumah
Sakit pukul 22.00.
Pada masa krisis itu Habibie merasa bahwa mungkin ini akhir baginya. Dengan
perasaan serupa itu, daya hidup Habibie justru tak padam. Habibie bahkan bersumpah, bahwa
semua yang dilakukan dan didapatkannya ini akan kembali kepada tanah airnya.
Habibie ditempatkan dalam ruangan tersendiri. Teman-teman Habibie mulanya
menemui sang dokter, baru kemudian ke kamar Habibie. Suasana mencekam, tetapi Habibie
menerima kawan-kawannya itu dengan ramah. Keesokan harinya kondisi krisis Habibie
akhirnya berlalu. Dia tetap menunjukkan semangat yang tinggi. Bahkan Habibie meminta
teman-temannya itu untuk segera pulang, sebab di antara mereka ada yang akan mengkuti
ujian keesokan harinya.
Habibie memiliki semangat yang kuat untuk kesembuhannya. Dia mengatakan bahwa
kemauan kerasnya dan juga atas izin Tuhan yang kemudian membuatnya mampu melalui

24
masa krisis. Bahkan dalam kondisi krisis itu Habibie membuat sebuah puisi yang
menunjukkan betapa besar hasratnya untuk berbakti pada bangsa dan negara.

SUMPAHKU!!!

Terlentang !!!

Djatuh ! Perih ! Kesal !

Ibu Pertiwi

Engkau pegangan

Dalam Perdjalanan

Djanji pusaka dan sakti

Tanah tumpah darahku

Makmur dan sutji

..........................................

..........................................

..........................................

Hantjur badan

Tetap berdjalan

Djiwa besar dan sutji

Membawa aku, ... padamu !!!

Dalam sakitnya itu, Habibie juga mencoba untuk mengetahui perihal penyakitnya.
Terbukti dari tumpukan buku ilmu kedokteran yang ada di meja kamarnya di rumah sakit.
Ketika temannya datang menjenguk, Habibie menceritakan analisa tentang penyakitnya
dengan mata berapi-api. Bahkan dia bercerita tentang cara pengobatan dan terapinya sampai

25
mendetail. Kuliah pun tetap menjadi perhatiannya dalam keadaan sakit itu. Kepada teman
yang menjenguk, dia bercerita tentang ujian akhir yang segera akan ditempuhnya.
Kabar bahwa Habibie jatuh sakit di Jerman dan terbaring di kamar isolasi pada
akhirnya sampai juga ke Indonesia. Kabar ini dibawa oleh Ny. Zein Muhammad dan
disampaikan kepada kakak tertua Habibie. Tentunya sang kakak kaget dan bingung,
utamanya tentang bagaimana menyampaikan berita itu kepada sang Ibu agar tidak
menimbulkan goncangan jiwa. Keluarga Habibie kemudian melakukan perundingan yang
hasilnya adalah keberangkatan sang Ibu dan Subono Mantofani ke Jerman.
Kedatangan keluarga ke Jerman tentunya membuat Habibie bahagia. Pertama, dia
dalam keadaan sakit dan hidup jauh dari keluarga, maka kedatangan keluarga kiranya dapat
menjadi penambah semangat tersendiri. Selain itu, selama ini mahasiswa Indonesia yang
melanjutkan studi belum tentu memiliki kesempatan pulang selama masa studinya, apalagi
Habibie yang sudah bertahun-tahun tak kembali ke tanah air, tentunya ini memberikan
kebahagiaan tersendiri.
Setelah seminar pembangunan di Hamburg terlaksana. Menyusul kemudian seminar
pembangunan kedua. Habibie telah sembuh, sehingga dapat turut serta dalam proses dan
pelaksanaannya. Seminar kedua ini merupakan satu rangkaian dengan konferensi PPI.
Bermula ketika PPI se-Eropa mengadakan persiapan penyelenggaraan Konferensi PPI pada
musim panas tahun 1960. Habibie membawa gagasan untuk mengadakan “Seminar
Pembangunan PPI” se-Eropa. Maka diputuskanlah untuk menyelenggarakan “Seminar dan
Konferensi PPI” se-Eropa pada tahun 1961.
Setahun kemudian, yaitu pada musim panas 1961, acara ini terselenggara. Tepatnya di
kota Praha. Peserta datang dari Eropa Barat maupun Eropa Timur. Mereka ditampung dalam
sebuah asrama kampus di salah satu universitas di kota tersebut. Dari segi pemikiran, seminar
ini merupakan kelanjutan dari seminar pembangunan pertama.
Selain menyelenggarakan seminar, PPI Aachen aktif dalam kegiatan kebudayaan.
Mereka menyelenggarakan malam kesenian Indonesia. Muasal diselenggarakan acara serupa
ini adalah keinginan untuk menonjol di negeri orang itu. Secara umum, mahasiswa asing,
apalagi yang berasal dari Timur Tengah dan Asia, kala itu dianggap “enteng” oleh
masyarakat Jerman. Pun jumlah mahasiswa Indonesia terbilang sedikit jika dibanding

26
mahasiswa dari negara lain. Maka muncullah ide untuk menyelenggarakan malam kesenian
Indonesia atau Indonesisches Abend untuk menarik publik Jerman.
Tetapi di antara mahasiswa Indonesia di jerman itu, hanya sedikit yang dapat menari,
bermain musik, dan menyanyi. Maka mahasiswa Indonesia yang berada di negeri Belanda
pun dihubungi untuk turut serta memeriahkan acara. Aachen sendiri memang terletak di
perbatasan Jerman dengan Belanda. Sehingga tidaklah berat untuk melakukan perjalanan
antara kedua kota itu.
Habibie bertindak sebagai MC dalam Indonesisches Abend Acara berlangsung lancar
dan ramai dikunjungi masyarakat Jerman. Berbagai tari dan lagu Indonesia disuguhkan. Salah
satu mahasiswi Indonesia di Belanda menyanyikan lagu keroncong Sepasang Mata Bola.
Selain berbagai suguhan itu, Habibie pun mampu menghangatkan suasana dengan
candaannya dalam mengiringi acara.
Nampaknya tak hanya sekali PPI Aachen menyelenggarakan suatu pertunjukan
kesenian Indonesia. Menurut Ir. Sudiarti Soerjosoebandoro, mereka menyelenggarakan
pertunjukan kesenian ke beberapa kota kecil di Jerman Barat. Dalam suatu kesempatan,
Habibie mengatakan kepada teman-temannya agar jangan kecewa dikarenakan tempat
pementasan yang akan diselenggarakan merupakan kota kecil. Pada kesempatan itu, Habibie
menyanyikan beberapa lagu keroncong. Teman-teman yang lain ada yang menari Tari Piring,
Tari Bali, Tari Bugis, Tari Minahasa.
Para penonton menerima mereka dengan hangat. Tampilanyang disuguhkan membuat
mereka puas dan kagum. Di kota itu, mereka tinggal di rumah penduduk. Bahkan Nyonya
rumah yang menampung Ir. Sudiarti Soebandoro mengungkapkan betapa bahagianya dia
menyaksikan pertunjukan yang menurutnya begitu indah dan tak terlupakan.Malam kesenian
lainnya diselenggarakan di kota Rheinland. Pada kesempatan ini Habibie menunjukkan
kemampuannya dlam menari. Dia menari payung bersama rekannya yang lain. Nampaknya
Habibie tidak menguasai tarian ini. Sebab, temannya harus membisikkan gerakan-gerakan
tarian kepada Habibie.
PPI Aachen terkadang mengundang profesor-profesor Jerman beserta keluarganya
untuk menyaksikan malam Indonesia. mereka juga mengundang mahasiswa-mahasiswa
Jerman. PPI Aachen pun pernah menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit di Auditorium
Gruner Horsaal yaitu sebuah ruang kuliah.

27
Nampaknya pada awal tinggal di Jerman, sekalipun Habibie telah mulai masuk
kuliah, dia tetap bekerja. Menurut Arief Marzuki, pada tahun 1955, dia dan Habibie bekerja
praktik di pabrik mesin Krupp yang terletak di kota Essen sebagai praktikant Arief Marzuki
bertemu Habibie di pabrik itu pada hari pertamanya datang ke pabrik. Habibie mengajaknya
untuk mencari pondokan bersama-sama. Tetapi sampai sore hari mereka tidak menemukan
kamar yang sesuai. Maka mereka memutuskan untuk menginap di Deutsche Jugard
Herberger yang terletak di luar kota. Sayangnya, sampai ke tempat tujuan yang ditemukan
adalah gerbang yang telah tertutup. Padahal sang pengurus Deutsche Jugard Herberger
mengatakan bahwa akan menunggu mereka sampai pukul 21.00. Atas saran pemilik Gastatte
yang tidak jauh dari tempat itu, mereka kemudian meminta bantuan polisi. Tetapi Polisi juga
gagal membangunkan sang pengurus. Pada akhirnya Habibie dan Ir. Arief Marzuki di bawa
ke markas polisi. Mungkin mereka menghabiskan malam di sana.
Suatu kali di pabrik, Arief Marzuki membawa soal-soal fisika untuk dikerjakan.
Habibie menghampiri dan menanyakan apa yang sedang dia lakukan. Habibie kemudian
membantu Arief Marzuki. Semua soal yang dibawa itu dikerjakan Habibie, bahkan sampai
soal yang paling sulit dapat dikerjakannya. Peristiwa itu membuat Arief Marzuki menjadikan
Habibie sebagai tempat bertanya. Arief Marzuki juga menyadari bahwa teman-teman Jerman
mereka pun mengetahui kelebihan Habibie itu. Setiap kali Marzuki bertemu dengan teman-
teman Jerman mereka, Habibie adalah orang yang ditanyakan.
Habibie dengan segudang kegiatannya baik itu kuliah, berorganisasi, maupun bekerja
nyatanya tak membuatnya lupa untuk bersenang-senang. Misalnya ketika dia menjadi
praktikan di pabrik bersama Arief Marzuki. Kebosanan saat bekerja di pabrik membuat
Habibie mengajak Arief Marzuki untuk izin tidak masuk kerja.
Hari itu hari Jum‟at. Habibie dan Arief Marzuki menghilangkan kebosanan dengan
belajar bermain tenis. Setelah melengkapi diri mereka dengan perlengkapan yang diperlukan,
maka mereka menunggu giliran untuk bermain. Saatnya tiba. Mereka memasuki salah satu
lapangan. Mereka dikerumuni penonton, pun pemain lain yang tengah berlatih. Nampaknya
mereka masih amatir. Bola jauh melambung, kadang jauh ke samping, dansering terhenti di
net. Kerumunan penonton sepertinya kecewa. Mereka bubar disertai senyum. Para penonton
itu menduga bahwa kedua pemain ini merupakan jago tenis dari Jepang, seperti yang
diungkapkan Habibie kepada Arief Marzuki beberapa hari kemudian.

28
Olah raga lain yang dilakukan mahasiswa Indonesia di sana misalnya sepak bola.
Mahasiswa Indonesia pernah melakukan pertandingan sepak bola dengan klub mahasiswa
Jerman. Selain berolah raga, mahasiswa Indonesia di Jerman juga mencari hiburan dengan
menonton bioskop bersama-sama. Habibie yang memiliki perawakan kecil dan baby face
selalu mengalami kesulitan untuk masuk bioskop. Penjaga bioskop menganggapnya belum
cukup umur untuk masuk dan menonton. Keadaan itu membuat Habibie kesal dan marah.
Maka jadilah dia sebagai bahan ejekan teman-temannya. Mereka menggoda Habibie untuk
menunggu di luar bioskop saja. Maka, sebagai senjata untuk mengatasi masalah itu, Habibie
mengeluarkan kartu mahasiswa dan menunjukkan bahwa usianya lebih dari 18 tahun. Tentu
saja kartu itu dikeluarkan ketika mereka akan menonton film bagi orang dewasa.
Kegiatan lain yang nampaknya ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa rantau ini
adalah perayaan kemerdekaan Indonesia di kedutaan. Bagi mereka, berkunjung ke kedutaan
Besar Indonesia di kota Bonn laksana pulang ke rumah. Berbagai makanan khas Indonesia
seperti sate, gado-gado disajikan. Pun mereka dapat bertemu dengan rekan mahasiswa
Indonesia lainnya dan juga para petugas kedutaan.
Perihal kuliah, nampaknya bukan masalah yang berarti bagi Habibie, sekalipun
disibukkan oleh berbagai kegiatan. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, ketika
mengurus seminar pembangunan pertama, Habibie masih sempat untuk mengerjakan
persiapan ujiannya. Dan dalam sakitnya dia telah merencanakanujiannya tersebut. Peristiwa
lain misalnya tatkala suatu hari keesokan harinya dia harus mengikuti ujian. Habibie
memiliki dua pilihan. Pertama, meminta surat keterangan dari dokter untuk keperluan ijin
tidak dapat mengikuti ujian. Kedua, dia memaksakan diri ujian dengan resiko kemungkinan
tidak lulus ujian. Habibie mengambil pilihan yang kedua. Dia memaksakan diri untuk tetap
mengikuti ujian. Hasilnya Habibie dapat lulus, bahkan dengan hasil ujian yang baik.
Habibie menjadi sarjana dan mendapatkan gelar Diplom. Ing. pada tahun 1960
dengan nilai rata-rata 9,5. Setelah memperoleh gelar sarjananya, Habibie bekerja di Istitut
fuer Leichtbau TH Aachen sebagai asisten sekaligus mengikuti program doktor. Profesor
yang membimbingnya adalah Prof. Ebner.
Tahun 1962, dia merencanakan untuk melakukan cuti dan kembali ke Indonesia.
Tetapi itu hanya sebentar, karena Habibieberencana segera kembali ke Aachen untuk promosi
gelar Doktor. Cuti yang dilakukan Habibie terkait dengan permintaan ibunya untuk pulang,

29
dan mencari pasangan hidup. Tetapi Habibie juga berniat untuk mengunjungi makam
ayahnya di Ujung pandang.
Untuk biaya pulang ke Indonesia, Habibie mendesain gerbong kereta api yang saat itu
diperlukan Deutsche Bundesbahn. Desain Habibie menang, maka jadilah Habibie pulang
dengan uang hasil desainnya itu. Dia mengambil cuti selama dua bulan. Tetapi terkait dengan
pernikahannya dengan Ainun, maka Habibie memperpanjang cutinya menjadi tiga bulan.
Habibie kembali ke Jerman dengan memboyong istrinya. Mereka menyewa paviliun
tiga kamar di Aachen. Tetapi setelah kehamilan Ainun memasuki usia empat bulan, mereka
memutuskan untuk pindah ke rumah yang lebih besar. Mereka pindah ke sebuah rumah susun
di Oberforstbach di luar Aachen.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sembari mengikutiprogram doktor, Habibie tak
hanya bekerja sebagai asisten di TH Aachen. Dia juga bekerja sebagai ahli konstruksi pada
pabrik kereta api. Di sana Habibie mendesain gerbong-gerbong berkonstruksi ringan. Waktu
sangat diperhitungkan untuk melakoni semua itu. Pagi hari Habibie bekerja di pabrik.
Kemudian ke universitas sampai malam. Habibie pulang ke rumah sekira pukul sepuluh atau
sebelas malam. Di rumah, dia mengerjakan disertasinya.
Pekerjaan sampingan Habibie merupakan sebuah prestasi tersendiri. Metode
konstruksi yang digunakan Habibie untuk mendesain dan merekonstruksi gerbong kereta api
merupakan metode yang belum pernah digunakan sebelumnya. Prototipe gerbong dibuat dan
kemudian diuji dengan tumbukan 200 ton. Hasilnya prototipe tersebut tidak mengalami
kerusakan. Hal ini menunjukkan desain dan perhitungan Habibie benar dan terbukti. Atas
pesanan Bundesbahn dibuatlah gerbong tersebut sebanyak 200 buah.
Program doktor Habibie juga tak bisa dianggap remeh. Disela kerjanya dia meneliti
dan mengevaluasi berbagai hal. Misalnya menghitung kekuatan suatu reaktor nuklir,
merancang dan menghitung suatu kapal selam dengan cara konstruksi yang baru. Pekerjaan
yang terakhir tersebut kemudian diambil alih oleh NATO karena dianggap penting.
Kemampuan yang dimiliki Habibie melahirkan perhatian tersendiri di antara para
pengajarnya. Bahkan para profesormemperebutkannya.Thesis Habibie untuk mendapatkan
gelarDoktor Ingenieurcukup spesial. Sebab tesisnya merupakan perkara yang belum pernah
diselesaikan oleh orang lain. Habibie dalam tesisnya menghitung thermal stresses, tegangan-
teganganyang diakibatkan panas yang timbul karena pemanasan kinetis pada sayap pesawat
30
terbang hypersonic dengan kecepatan Mach B. Habibie meraih gelar Dr. Ing. Pada tahun
1965. Dalam ujiannya, Habibie berhasil lulus dengan predikat Summa Cum Laude. Tak
hanya itu, Habibie merupakan Doktor Ingenieur ke 4 di bidang kekuatan struktur yang
dihasilkan perguruan tinggi di Jerman setelah PD II.

31
KISAH ASMARA DENGAN AINUN BESARI

Hasri Ainun Besari yang kemudian lebih dikenal sebagai Ainun Habibie adalah
perempuan yang dipersunting Habibie. Masa penjajakan mereka lewati sekira dua bulan, dan
kemudian menikah. Tentunya waktu dua bulan sangatlah cepat untuk kemudian memutuskan
menikah. Jadi apakah di antara keduanya tiba-tiba langsung jatuh cinta saat itu? Ataukah
mereka telah saling menyukai sedari lama?
Umur Habibie dan Ainun hanya terpaut satu tahun. Habibie lebih tua dari Ainun.
Demikian halnya dengan sekolah, Habibie satu kelas lebih tinggi dari Ainun. Keduanya
mengetahui satu dengan yang lain ketika duduk di bangku SMP. Tetapi mereka berbeda
sekolah. Habibie di SMP 5 Bandung,sedangkan Ainun di SMP 2 Bandung. Tetapi kedua
sekolah itu bersebelahan. Saat SMP itulah mereka saling “kenal mata”.
Lulus dari SMP 5, Habibie melanjutkan ke SMA Kristen di Jalan Dago.Setahun
kemudian, Ainun melanjutkan di sekolah yang sama. Sewaktu SMA, Ainun terkenal sebagai
siswi yang pandai di kelas, manis, dan rupawan. Dia menarik perhatian banyak siswa pria.
Julukannya adalah “Si Gula Jawa”.
Di SMA itulah mereka mulai saling memperhatikan. Keduanya memiliki kesamaan,
yaitu paling muda dengan tubuh yang paling kecil di kelas. Hal itu menyebabkan para guru
sering menjodoh-jodohkan mereka, “itu lho yang cocok buat kamu.” Mungkin itu salah satu
sebab sehingga Ainun mulaimemperhatikan Habibie. Ainun bahkan mengetahui kalau
Habibie suka bersepatu roda. Dan dia memang memperhatikan Habibie. Tetapi pada masa
itu, Habibie bukanlah satu-satunya yang menarik perhatian Ainun.
Sedangkan Habibie nampaknya menaruh perhatian kepada Ainun. Di kelas Habibie,
Ainun merupakan salah satu topik pembicaraan di antara teman-temannya. Habibie sering
berkomentar “Wah cakep itu anak, Si Item Gula Jawa”.Selain itu, terdapat kejadian menarik
yang menunjukkan adanya perhatian Habibie kepada Ainun. Suatu hari, ketika Ainun sedang
duduk dan berbincang dengan temannya,Habibie menghampiri mereka. “Hei, kenapa sih
kamu kok gendut dan hitam?”, demikian kata-kata Habibie yang ditujukanuntuk
Ainun.Tentunya ini pertanyaan yangmengejutkan, mengingat mereka bukanlah
teman.Ucapan Habibie itu tak pernah dilupakan Ainun.

32
Ainun sendiri memang memiliki kegemaran berolah raga. Sepertisoft ball, volley,dan
berenang. Kiranya itu yang membuat kulitnya menjadi agak hitam. Selain itu, Ainun suka
makan, sehingga badannya berisi.
Hubungan antara Habibie dan Ainun sewaktu SMA memang hanya sebatas itu.
Mereka tidak pernah lebih dekat, apalagi berpacaran. Setelah lulus SMA, Habibie
melanjutkan kuliah, dan kemudian pindah ke Jerman. Tentunya kemungkinan hubungan
mereka berdua menjadi sangat kecil atau bahkan tak ada.
Tetapi, orang bilang kalau jodoh tidak akan kemana. Nampaknya kata-kata itu sesuai
untuk mereka berdua. Setelah Habibie memperoleh gelar sarjananya, dia masih melanjutkan
studi di Jerman. Teman-temannya mulai memikirkan agar dia segera menikah, demikian
halnya dengan Ibu Habibie. Pada tahun 1962 Habibie mengambil cuti untuk pulang ke
Indonesia. Dia ingin untuk mengunjungi makam ayahnya di Ujung Pandang. Nampaknya
tujuan Habibie pulang tidak sekedar itu, tetapi juga terkait masalah pasangan hidup. Pada
suatu kesempatan Habibie mengatakan kepada Achmad Tirtosudiro bahwa ibunya
memanggil pulang karena harus menikah. Keluarga Habibie di Bandung sepertinya juga telah
merencanakan hal itu.
Walau Habibie dan Ainun hanya tahu satu dengan yang lain tetapi tidak saling
mengenal, tetapi ada dugaan bahwa calon pasangan yang dipersiapkan untuk Habibie adalah
Ainun. Kemungkinan Habibie juga mengetahui hal tersebut. Kepada Achmad Tirtosudiro
Habibie menyatakan bahwa dirinya telah mengenal calon istrinya sejak lama, dan saat itu
Ainun telah menjadi dokter. Habibie juga mengungkapkan bahwa calon istrinya cantik, tetapi
Habibie tidak memiliki ongkos untuk pulang.
Jika memang hal tersebut telah direncanakan, nampaknya merupakan inisiatif
keluarga Habibie. Sebab, Ny. M.S. Mohamad Besari, ibu dari Ainun mengungkapkan bahwa
maksud kepulangan Habibie adalah untuk mengunjungi makam ayahnya.Beliau tidak
menyebutkan soal mencari pasangan hidup atau perjodohan dengan Ainun. Sedangkan
Ibunda Habibie pernah menuturkan kepada Ainun tentang Habibie yang telah memperoleh
gelar insinyur, dan keinginannya agar Habibie pulang ke Indonesia sebelum melanjutkan
promosi doktornya. Siapa tahu dalam kepulangannya itu, Habibie akan mendapatkan jodoh,
demikian harapan ibunya.

33
Terikatnya hubungan Habibie dan Ainun, tidak lepas dari keberadaan Fany Habibie
yang merupakan teman Ainun sejak di SMA Kristen. Hubunganpertemanan antara Fany dan
Ainun nampaknya cukup dekat, mereka saling kunjung mengunjungi, sehingga antara
keluarga mereka pun menjadi dekat.
Habibie sampai di Bandung pada hari Rabu pukul 15.00 WIB. Sore harinya, pada
pukul 17.00 WIB, Fany hendak mengunjungi Ibunda Ainun. Saat itu rumah keluarga Ainun
memang dekat dengan rumah keluarga Habibie di Jalan Imam Bonjol, Bandung. Sebelumnya,
keluarga Ainun tinggal di Jalan Ciumbuluit,tetapi mereka telah pindah ke Jalan
Ranggamalela No. 21 Bandung. Habibie terkejut, sebab tidak mengetahui bahwa mereka
pindah rumah. Dia kemudian memutuskan ikut adiknya ke rumah keluarga Ainun.
Sesampainya di rumah keluarga Ainun, Fany segera menuju dapur, untuk menemui
Ibunda Ainun. Sedangkan Habibie menunggu di dalam mobil. Di dalam rumah, Fany asyik
berbincang dengan Ibunda Ainun yang tengah memasak untuk Lebaran esok hari.
Karena Fany tidak kunjung keluar, Habibie memutuskan untuk menyusulnya masuk.
Tetapi yang dia dapati bukanlah adiknya, melainkan Ainun. Pertemuan keduanya terjadi di
ruang makan. “Kok gula Jawa sudah jadi gula pasir”, demikian sapaan Habibie.
Ainunmengungkapkan bahwa saat itu muncul perasaan untuk Habibie. Tetapi dia menduga
bahwa mungkin perasaan itu telah ada dan terpendam sejak dulu.
Habibie akhirnya menemukan Fany di dapur. Dia kemudian berbincan dengan Ibunda
Ainun. Kedua tamu itu kemudian dipersilahkan duduk di ruang makan, bersama dengan
Ayahanda Ainun dan juga Ainun. Pada kesempatan itu Ainun dan Habibie diperkenalkan
secara “resmi”. Karena hari telah malam, Fany dan Habibie pulang. Tetapi Ibunda Ainun
mengundang mereka untuk makan siang pada hari Lebaran esok.
Hanya Habibie yang datang memenuhi undangan makan siang itu. Setelah makan dan
berbincang sebentar, Habibie kemudian pulang. Yang tak terduga, pada sore harinya, Ainun
dan Habibie pergi berdua untuk menonton film.
Ainun saat itu sudah bekerja di Kedokteran Anak FKUI. Keberadaannya di Bandung
yang akhirnya membuatnya bertemu Habibie, adalah karena Ainun sempat jatuh sakit dan
mendapatkan cuti dari tempatnya bekerja.

34
Habibie rupanya bergerak cepat. Mereka bertemu hari Rabu, dan hari Kamis sore
mereka nonton film berdua. Sedang hari Jum‟at, Ainun kembali ke Jakarta, sebab, dia harus
bekerja kembali pada hari Sabtu. Dalam pertemuan yang pendek dan singkat itu, keduanya
kemudian berpacaran. Sebagaimana pengakuan Ainun, di Bandung itu mereka telah
berpacaran. Menghabiskan malam hari berdua, naik becak dengan jok tertutup sekalipun hari
tidak hujan.Menurut Ir. Harsono D. Pusponegoro, setelah jatuh cinta pada Ainun, Habibie
kemudian mengajukan pertanyaan apakah dirinya memiliki kesempatan, sebab jika tidak, Ha-
bibie tak perlu membuang waktu untuk merayu.
Hubungan keduanya berlanjut di Jakarta. Ainun tinggal di Asrama Jalan Kimia
Jakarta, yang terletak di belakang Rumah Sakit Umum Dr. Ciptomangunkusumo. Sedangkan
Habibie tinggal di rumah kakaknya yang terletak di Jalan Mendut, cukup dekat dengan
tempat Ainun. Habibie sering menjemput Ainun pulang dari kerja. Jika tidak, Habibie akan
menunggu Ainun di rumah.
Nampaknya Habibie benar-benar jatuh cinta pada Ainun. Kepada Leila Z.
Rachmantio—teman Habibie di Jerman yang kemudian menyusul Habibie pulang ke
Indonesia—pernyataan yang pertama kali diungkapkan Habibie adalah bahwa dirinya jatuh
cinta. Leila kemudian dikenalkanya dengan Ainun. Demikian halnya tatkala bertemu dengan
Sudjana Sapiie, Habibie sangat antusias, dan pernyataan yang pertama kali diucapkan adalah
bahwa dirinya akan menikah.
Hubungan mereka memang berlanjut ke tahap selanjutnya. Keluarga Habibie datang
sekitar tiga minggu kemudian untuk melamar Ainun. Bulan Mei mereka menikah. Liburan
Habibie yang dua bulan pun kemudian diperpanjang menjadi tiga bulan. Setelah menikah
mereka berbulan madu ke Yogyakarta dan Bali, dilanjutkan dengan ziarah ke makam ayah
Habibie di Ujung Pandang.
Hubungan keduanya sangat mesra, bahkan di depan teman-temannya. Leila Z.
Rachmantio beberapa kali melihat Habibie menggendong Ainun, juga ketika turun dari
dokar.Kebehasilan Habibie meminang Ainun berarti patahnya hati pria-pria yang mengincar
Ainun. Sebab, Ainun memang disukai banyak pria. Dia terkenal sebagai gadis yang cantik,
pandai, apalagi dia berprofesi sebagai dokter. Sewaktu duduk di bangku kuliah Ainun
terkenal sebagai Miss Universitas Indonesia, atau mahasiswa teladan, Ainun juga cantik
danmenarik. Tak heran jika banyak pria yang menyukainya. Pernikahan Habibie dan Ainun
merupakan kabar yang menggegerkan bagi dunia jejaka di Jakarta dan Bandung.
35
Selepas berbulan madu dan berziarah ke Ujung Pandang, maka masa cutiHabibie pun
segera habis. Mendekati hari kembalinya ke Jerman, Habibie mengatakan kepada Ibunda
Ainun bahwa Ainun harus ikut bersamanya ke Jerman. Menyusul keputusan untuk mengikuti
Habibie ke Jerman, Ainun segera mengurus cutinya. Prosedur mulai dari Dekan Fakultas
Kedokteran, Rektor Universitas Indonesia, Menteri Riset Nasional, sampai ke menteri PTIP.
Mereka berangkat ke Jerman dengan berbekal masing-masing satu koper.
Di Jerman, teman-teman Habibie tak sabar bertemu perempuan yang diboyongnya.
Mereka menunggu kedatangan pengantin baru ini di Dusseldorf. Keduanya kemudian tinggal
di Aachen, dengan menyewa sebuah paviliun tiga kamar. Dalam kehidupan sehari-hari,
Ainun dibantu seorang pembersih rumah. Ainun sedari kecil sudah diajari bagaimana
mengurus rumah tangga, jadi, tatkala tidak menggunakan jasa pengurus rumah tangga, dia
tidak merasa berat menjadi seorang istri yang tinggal di negeri orang.
Setelah kehamilan Ainun memasuki usia empat bulan, mereka kemudian memutuskan
untuk pindah rumah. Paviliun yang mereka sewa dirasa terlalu kecil ketika anak mereka lahir
nanti. Mereka pindah ke sebuah rumah susun di luar Aachen, yaitu di Oberforstbach. Di sana,
Ainun mulai merasakan beratnya hidup, sebabnya adalah rasa sepi. Oberforstbach merupakan
sebuah desa dengan transportasi yang jarang. Untuk menuju Aachen, harus menggunakan bus
yang hanya ada pada pagi dan sore hari. Ainun mengungkapkan bahwa tinggal di
Oberforstbach seolah jauh dari segala-galanya, dari keluarga, ataupun teman.
Ainun kesepian, tak ada yang bisa diajaknya berbincang. Hanya Habibie. Tetapi
Habibie pulang larut malam, sebab dia harus bekerja sekaligus menyelesaikan program
doktornya. Penghasilan Habibie pas-pasan, tetapi dia tetap bekerja dengan keras. Setengah
hari dia bekerja sebagai asisten pada Institut
Konstruksi Ringan dari Universitas. Untuk pekerjaan itu, Habibie mendapatkan
setengah gaji seorang Diplom Ingeniur. Mereka juga mendapatkan uang enam ratus DM dari
DAAD, yaitu Dinas Beasiswa Jerman. Habibie juga mencuri-curi waktu untuk bekerja
sebagai ahli konstruksi pada pabrik kereta api, dengan pekerjaan mendesain gerbong-gerbong
berkonstruksi ringan.Waktu menjadi demikian berharga, dan harus diatur dengan ketat. Pagi-
pagi Habibie bekerja di pabrik. Dilanjutkan bekerja di Universitas sampai malam. Habibie
sampai di rumah sekitar pukul 22.00-23.00. tetapi bukan berarti Habibie bisa beristirahat, dia
mengerjakan disertasinya pada malam hari. Masa-masa itu merupakan kala prihatin bagi
keluarga muda itu. Habibie naik bis untuk kemana-mana. Karena kurangnya uang untuk
36
membeli kartu langganan bulanan, tiga kali dalam seminggu Habibie harus berjalan kaki
mengambil jalan pintas sejauh lima belas kilometer. Akibatnya sepatu Habibie berlubang,
yang kemudian ditambal saat menjelang musim dingin. Mereka hidup prihatin dan sederhana.
Pengeluaran meningkat, sebab mereka juga menabung, membayar asuransi kesehatan bagi
wanita hamil yang cukup mahal. Sebagai istri, Ainun melakukan penghematan. Pekerjaan
rumah tangga dilakukannya sendiri. Dia belajar menjahit, memperbaiki pakaian dan barang
yang rusak, membuat pakaian bayi, merajut, dan membuat pakaian untuk menghadapi musim
dingin. Keluarga muda ini kemudian membeli mesin jahit dengan cicilan yang lunas
satusetengah tahun kemudian. Anak pertama mereka lahir pada tanggal 16 Mei 1963 di
Aachen, Jerman, dengan nama Ilham Akbar, yang berarti ilham besar. Nama tersebut sebagai
penanda ketika Habibie memperoleh tema bagi tesis doktornya.
Sekalipun hidup prihatin, Ainun justru “mensyukuri” keadaan itu. Dia mengambil
hikmah. Belajar berdikari, belajar menggunakan waktu dengan baik. Mengatur menu sehat
dan murah. Mengurus anak dan suami. Sebagai istri, dia berusaha membuat suasana rumah
yang nyaman, mengurus permasalahan rumah tangga tanpa mengganggu Habibie. Dia
melakukan semua itu agar Habibie fokus pada pekerjaan dan tugas-tugasnya. Walau begitu,
Habibie juga menyempatkan untuk membantu Ainun, misalnya mencuci piring atau mencuci
popok.
Sekalipun hidup sederhana dan pas-pasan, Ainun tidak memutuskan untuk bekerja.
Ketimbang membayar jasa seorang pengasuh dan menjalani karir sebagai seorang dokter,
Ainun memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, dan membesarkan anaknya sendiri. Ainun
tidak ingin anaknya “kehilangan” orang tua hanya karena masalah materi dan kepuasan
pribadi. Keputusan Ainun itu kiranya adalah sebuah titik atau landasan bagi Ainun untuk
menjalani hidup yang serba sederhana dan pas-pasan.
Kala prihatin itu mereka lalui selama tiga setengah tahun.Pada 1965 Habibie meraih
gelar Dr. Ing. Setelah itu kehidupan mereka mulai membaik. Habibie mendapatkan pekerjaan
di Hamburg. Gaji yang bertambah membuat mereka mampu membeli mesin cuci. Tetapi
karena mereka belum pindah rumah, maka selama tiga bulan Habibie harus pulang pergi
Aachen-Hamburg. Di tengah rutinitas itu Habibie mulai mencari rumah.
Kesibukan Habibie pun meningkat. Ainun pun harus menye-suaikan dengan berbagai
hal, ritme baru, dan sebagai pendamping suami plus profesi suami. Ainun menyadari, bahwa
dirinya sebagai istri harus mengimbangi dan mengikuti (perkembangan) suaminya.
37
Anak kedua mereka, Thareq, lahir di Hamburg. Kebutuhan mereka meningkat, dan
rencana selanjutnya adalah membeli rumah. Keputusan itu disebabkan mereka belum
mengetahui berapa lama lagi mereka harus hidup di rantau. Saat Thareq berusia empat tahun,
Ainun memutuskan untuk bekerja. Hal ini kiranya lumrah bagi seorang Ainun yang
berpendidikan tinggi dan profesional. Penghasilan Ainun bahkan hampir mengimbangi
penghasilan Habibie. Dengan penghasilan keduanya, mereka mampu membeli tanah dan
rumah di Kakerbeck yang jauh dari keriuhan kota.
Ainun hanya bekerja sekira dua tahun. Thareq sakit keras pada usia enam tahun. Hal
itu membuat Ainun memutuskan untuk kembali mengutamakan anak dan keluarganya,
ketimbang kepuasan profesional dan penghasilan yang tinggi.
Sejarah menunjukkan betapa Habibie dan Ainun adalah pasangan yang penuh cinta
kasih. Ainun sendiri menyatakan bahwa hidup dengan Habibie tidaklah mudah. Sebab,
Habibie menuntut banyak, tetapi Habibie juga memberikan segala-galanya. Kiranya Ainun
adalah perempuan yang luar biasa. Bagi Ainun, kala prihatiselama tiga setengah tahun di
Oberforstbach menciptakan kebahagiaan tersendiri. Keluarga kecil mereka menjadi erat dan
saling memahami. Hidup sederhana dan pas-pasan itu menjadi dasar terbentuknya
kebahagiaan hidup mereka. Segala suka dan duka yang dilewati membentuk saling
pengertian, membantu, dan berkorban. Mereka semakin menyatu jiwa dan raga. Juga saling
memiliki masing-masing.

38
KARIER DI BIDANG INDUSTRI

Kemunculan Habibie dalam dunia industri pesawat terbang di Jerman nampaknya


pada momentum yang tepat. Setelah Perang Dunia II, banyak tenaga ahli Jerman yang lari
keluar negeri. Tahun 60-an, industri pesawat terbang Jerman mulai bangkit kembali. Dan
untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli di bidang itu, mereka menarik orang-orang dari
Inggris.Pada masa itulah Habibie terjun dalam dunia industri pesawat terbang di Jerman.
Mulanya Habibie bekerja sebagai Assistant Research Scientist di Technische
Hochshule Aachen setelah memperoleh gelar sarjananya. Sekitar tahun 1965 dia pindah ke
bidang industri, yaitu di Hamburgger Flugzeugbau yangkemudian berganti nama menjadi
Messerschmitt Bolkow Blohm (MMB). Habibie bertanggung jawab sebagai Kepala
Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktur (1965-1969). Setelah itu dia menjabat
sebagai Kepala Divisi Metode dan Teknologi (1969-1973). Karirnya meningkat menjadi
Wakil Presiden sekaligus Direktur Teknologi MMB (1973-1978). Puncaknya dia menjabat
sebagai Penasehat Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MMB (1978).
Pekerjaan Habibie di Hamburgger Flugzeugbau bukanlah pekerjaan mudah. Masa
awal bekerjanya di sana, perusahaan tersebut tengah mengembangkan pesawat terbang F 28.
Habibie mendapat bagian untuk memecahkan masalah tentang kestabilan konstruksi di
bagian bawah sampai bagian ekor pesawat. Permasalahan itu sebenarnya merupakan
permasalahan lama yang dihadapi perusahaan. Selama tiga tahun perusahaan tak kunjung
mendapatkan pemecahannya. Di tangan Habibie, permasalahan itu dapat terpecahkan dalam
waktu 6 bulan.
Setelah pesawat F 28, pasien baru Habibie adalah pesawat HFB 320, sebuah pesawat
terbang eksekutif. Masalah yang harus dipecahkan kali ini adalah pada konstruksi gantungan
mesin di bagian belakang pesawat tersebut. Sekira 7 bulan waktu yang dihabiskan Habibie
untuk memecahkan masalah itu.
Habibie memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan
terkait program-program perusahaan itu. Baik permasalahan yang datang dari bagian
aerodinamik, grup kekuatan rangka, grup desain, grup testing, maupun grup material. Habibie
memiliki kemampuan yang cepat dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Dengan

39
berdiskusi sebentar, membaca beberapa subjek terkait, Habibie kemudian menuliskan solusi-
solusi permasalahan dengan lancar sampai selesai.
Keberhasilan Habibie dalam memecahkan masalah-masalah tersebut tentunya
merupakan sebuah keuntungan bagi perusahaan. Biaya bagi penelitian pastinya tidak sedikit,
maka semakin sedikit waktu yang dipergunakan untuk memecahkan masalah yang ada,
semakin sedikit pula biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Apalagi dalam hal ini
tidak perlu melibatkan banyak peneliti. Oleh perusahaan, Habibie kemudian diperlengkapi
dengan sejumlah asisten. Tak hanya itu, Habibie juga diberikan sebuah pekerjaan baru, yaitu
mendesain pesawat terbang baru.Kiranya ini menunjukkan pengakuan atas kemampuan
Habibie.
”Wilayah baru” yang harus ditangani Habibie ini tentunya jauh lebih berat dari
pekerjaan sebelumnya. Sejarah telah mencatat prestasi-prestasi Habibie dalam ranah ini.
Salah satu pesawat terbang hasil desain Habibie adalah DO-31, pesawat terbang bersayap
pertama di dunia yang mampu tinggal landas dan mendarat dalam posisi tegak. Pesawat ini
dikembangkan oleh HFB dan Dornier, bahkan kemudian dibeli oleh NASA, dan kemudian
disimpan di museum.
Pekerjaan lain dari perusahaan yang diberikan kepada Habibie misalnya
mengintroduksi finite element method untuk menghitung struktur pesawat Airbus yang masih
dalam tahap awal perancangan.Gagasan penggunaan metode ini muncul dari Habibie sendiri.
Untuk keperluan itu, bagian statistik mempelajari teorinya. Tetapi, karena Habibie memiliki
kemampuan tersendiri dalam menerangkan sebuah teori, maka kemudian diputuskan untuk
menyelenggarakan suatu kuliah tentang metode tersebut dengan Habibie sebagai
pembicaraannya. Untuk keperluan itu, Habibie mempersiapkan buku ajarnya.
Mulanya kuliah ini akan diikuti sekira 25 peserta terpilih. Hal ini mengingat ruangan
dan waktu yang ada. Tetapi pada pelaksanaannya jumlah peserta yang mengikuti kuliah ini
melebihi kuota yang direncanakan. Tak hanya dari bagian statistik, bagian lain dari
perusahaan itu pun turut mengikuti kuliah. Akhirnya dicarilah ruangan yang lebih besar untuk
menampung peserta yang ada. Dalam kuliah itu, Habibie mampu menyampaikan materi
dengan jelas dan sederhana.
Habibie tak hanya melulu menerima dan melaksanakan pekerjaan di perusahaan itu.
Habibie cukup aktif. Berdasarkan pengalamannya dalam melakukan penelitian maupun

40
memecahkan masalah, tentunya Habibie juga melihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat
dilakukan untuk pengembangan di bidang itu. Habibie memiliki banyak ide, dan mampu
mentransformasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.Bila muncul ide di kepalanya, maka
segera iamenyampaikan kepada atasannya. Apabila idenya mandeg di atasannya, dia tak
patah semangat. Ide tersebut kemudian disampaikannya kepada atasan yang lebih tinggi
hingga berhasil diterima.
Para kolega Habibie sudah sangat paham dengan hal ini. Bahkan atasannya langsung,
Herr Wegner menyatakan bahwa tak ada gunanya menghentikan Habibie terkait hal tersebut.
Menurutnya, Habibie pasti akan menemukan cara sampai idenya diterima dan kemudian
dijalankan.
Ide yang muncul di kepala Habibie melahirkan kegelisahan pada dirinya. Maka
diteleponlah sang atasan yang berakhir pada pertemuan. Ketika dia kembali ke kantor dengan
bersiul-siul, itu pertanda ide Habibie diterima dan akan dijalankan. Tentunya pada tahap ini
Habibie memang telah dipercaya akan kemampuan yang dimilikinya. Tetapi tak hanya itu,
Habibie juga memilikikegigihan dalam mempertahankan pendapat, misalnya terkait program
penelitian, dalam menjalankan misi khusus, terkait dengan perusahaan, maupun diskusi
tentang hasil penelitian.Tentunya ini merupakan nilai tersendiri yang dimiliki Habibie, di
mana dia mampu menyampaikan dan memperkuat gagasan-gagasannya.
Maka tak heran jika Habibie turun langsung menangani lobi-lobi dengan pihak lain.
Misalnya dengan pemerintah Jerman.Di Jerman, jika pemerintah memiliki permasalahan
seperti barang ataupun teknologi, biasanya melemparkan permasalahan tersebut ke pihak
swasta yang dapat mengerjakannya. Habibie banyak menangani permasalahan serupa itu.
Mewakili perusahaan, biasanya Habibie dapat memenangkan proyek dari pemerintah
Jerman.
Keberhasilan-keberhasilan Habibie dalam dunia industri pesawat terbang
mengantarkannya pada posisi yang lebih tinggi dalam karirnya di bidang industri. Habibie
diangkat menjadi wakil presiden MMB. Bahkan kenaikan pangkatnya melompati beberapa
jenjangkepangkatan.Tetapi tak hanya itu, di dunia pendidikan dan organisasi internasional
Habibie pun mendapatkan pengakuan.
Habibie memang tidak mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Tetapi terdapat hal
yang harus dicatat, yaitu bahwa pada awal tahun 70-an Habibie mendapatkan tawaran untuk

41
menjadi guru besar dan menyandang gelar profesor dari almamaternya.Tetapi Habibie
menolak tawaran tersebut. Sebenarnya tawaran itu tak hanya untuk menjadi Guru Besar,
tetapi juga menjadi kepala Institut Konstruksi Ringan di almamaternya.
Tak hanya satu universitas yang melamar Habibie untuk menjadi Guru Besar.
Technische Universitaet Braunschweig dan Sekolah Tinggi Teknik Angkatan Bersenjata
Jerman di Blankenese juga melamar Habibie untuk menjadi Guru Besar. Tetapi kedua
tawaran tersebut ditolak oleh Habibie.Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan Habibie
diakui, dalam kasus ini adalah di dunia pendidikan di Jerman.
Sekalipun tidak terjun “langsung” dalam dunia pendidikan,bukankah penelitian-
penelitian yang dilakukan Habibie, persoalan-persoalan yang berhasil dipecahkan oleh
Habibie dalam bidang industri pesawat terbang, juga merupakan suatu proses penelitian
tersendiri? Dalam hal ini Habibie adalah juga seorang ilmuwan. Prestasi-prestasi Habibie
dalam industri pesawat terbang tak ayal merupakan sumbangan tersendiri bagi dunia
pendidikan di bidang itu. Berbagai masalah dalam proses pembuatan pesawat terbang yang
berhasil dipecahkan oleh Habibie dapat diartikan sebagai bagian dari perkembangan ilmu
aeronautika. Maka tak heran jika di dunia pendidikan bidang itu, muncul berbagai istilah
yang merujuk pada Habibie seperti teori Habibie, Habibie faktor, maupun metode Habibie.
Beberapa rumusan yang dikerjakan oleh Habibie bahkan dapat ditemui dalam buku pegangan
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam mendesain pesawat terbang standar
NATO, yaitu Advisory Group for Aero Space Research and Development (AGARD).
Rumusan-rumusan tersebut kemudian juga dijadikan sebagai bahan ajar di fakultas teknik.
Habibie juga menjadi anggota berbagai organisasi ilmiah. Antara lain DGLR yaitu
Himpunan Ahli Aeronautic dan Aerospace, anggota AGARD (Advisory Group on
Aeronautic Research and Development) di Jerman. AGARD merupakan kelompok riset di
dalam NATO. Selain itu, Habibie aktif di ICAS (International Conference on Aeronautical
Science) dan ICAF (International Council on Aircraft Fatique).

42
MENGABDI UNTUK INDONESIA

Tentunya Habibie harus senantiasa berpikir dan memutar otaknya. Tidak hanya untuk
pekerjaan di perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya, tetapi juga tentang rekan-
rekannya. Tak kalah penting adalah terkait cita-cita untuk membangun industri di Indonesia,
yang merupakan komitmen mereka. Dalam mewujudkan cita-cita itu, bekerja di Jerman
merupakan tahapan belajar, mencari pengalaman, bekal untuk membangun industri. Sebagai
ujung tombak, tentunya Habibie harus senantiasa memikirkan kelanjutan dari semua itu.
Sekira tahun 1972/1973, Hasnan Habib yang kala itu menjabat sebagai Asisten
Perencanaan Umum di Departemen Hankam mendapatkan tugas untuk mengikuti seminar di
Hamburg, Jerman. Dia telah mendengar tentang Habibie, dan berkeinginan untuk bertemu
dengannya. Pada jamuan makan malam yang diadakan untuk Hasnan Habib dengan
masyarakat Indonesia di
Hamburg, akhirnya kedua orang ini bertemu. Pada kesempatan itu Habibie bertanya
kepada Hasnan Habib tentang waktu yang baik baginya untuk pulang ke Indonesia. Hasnan
Habib memperkirakan bahwa waktu yang baik untuk Habibie pulang adalah sekira tahun
1980 di awal Pelita III. Menurut pertimbangannya, pada Pelita II, masalah industrialisasi
menjadi sorotannya. Tetapi karena Habibie bergerak di bidang aeronatic industries yang
merupakan teknologi tinggi, kiranya memungkinkan untuk dilaksanakan pada Pelita III.
Tetapi kepulangan Habibie ke Indonesia ternyata lebih cepat dari waktu baik yang
diperkirakan oleh Hasnan Habib. Bulan Desember 1973, Ibnu Sutowo menemui Habibie di
Jerman. Saat itu dia menjabat sebagai Presiden Direktur Pertamina. Ibnu Sutowo
mengundang Habibie untuk bertemu di Hotel Hilton. Segera setelah Ibnu Sutowo
mempersilahkan Habibie duduk, dikeluarkannya pernyataan yang membuat Habibie kaget.
“Saudara Rudy, jij moet jij schaamen, als Indonesier!” (Saudara Rudy, Anda harus malu pada
diri sebagai seorang Indonesia), demikian kata Ibnu Sutowo. Serta merta Habibie
kebingungan, “Kenapa Pak? Kenapa Pak? Apa yang telah Saya lakukan?”, demikian jawab
Habibie.
Ibnu Sutowo kemudian memaparkan kepada Habibie tentang keadaan tanah air terkait
dengan pembangunan yang sedang digalakkan, juga tentang rencana yang akan dilakukan,
dan cita-cita Indonesia yang belum tercapai. Terkait dengan posisi Habibie dalam hal itu,

43
Ibnu Sutowo memaparkan tentang ketertinggalan negara Indonesia dalam bidang ilmu dan
teknologi dibandingkan dengan negara lain.
Kedatangan Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui Habibie memang tidak dapat
dilepaskan dari rencana pembangunan Indonesia saat itu. Ibnu Sutowo datang atas perintah
Presiden Soeharto. Ini tidak terkait dengan pembangunan industri pesawat terbang di
Indonesia, tetapi dengan teknologi. Saat itu bidang pertanian merupakan prioritas
pembangunan di Indonesia. Pemerintah sedang berupaya membangun pertanian yang tangguh
untuk mendukung industri yang kuat. Oleh karena itu diperlukan pemilihan teknologi yang
tepat. Maka dalam Pelita II itu diperlukan suatu badan yang bertugas melakukan pengkajian
dan penerapan teknologi. Dalam konteks inilah Ibnu Sutowo ditugaskan untuk memanggil
Habibie.
Hal yang tak kalah penting terkait dengan kedatangan Ibnu Sutowo adalah untuk
mengetahui secara langsung kesediaan Habibie pulang ke Indonesia. Ibnu Sutowo pernah
diberi tahu tentang kesanggupan Habibie untuk turut membangun Indonesia. Tetapi dia
memiliki keraguan terhadap Habibie. Mengingat kedudukan maupun prestasi yang telah
dicapai Habibie di Jerman Barat, kiranya untuk kembali ke Indonesia diperlukan suatu tekad
yang matang, demikian menurut Ibnu Sutowo. Namun, bukankah jalan yang ditempuh
Habibie saat itu juga merupakan bagian dari tahapannya untuk turut membangun bangsa dan
negara? Maka, bukanlah hal yang mengherankan ketika Habibie menyatakan kesediaannya
untuk menyumbangkan tenaganya bagi pembangunan tanah air.
Apakah pertemuan itu merupakan momentum yang tepat bagi kepulangan Habibie?
Yang pasti Habibie sendiri telah menanti-nanti dan mencari waktu yang tepat bagi
kepulangan dirinya. Ibnu Sutowo sebagai utusan Presiden Soeharto untuk menemui Habibie
tentunya merupakan sebuah kesempatan yang besar bagi realisasi Habibie akan cita-citanya
maupun dalam membuka jalan untuk merealisasikan cita-citanya dan rekan-rekan.
Habibie kembali ke Indonesia pada usia 38 tahun setelah dipanggil oleh Presiden
Soeharto. Sebelum kembali ke Indonesia, Habibie mengumpulkan rekan-rekannya untuk
diajak kembali, baik yang bekerja di MMB maupun yang berada di Jerman Habibie memang
diperkenankan kembali ke Indonesia oleh MMB, tetapi dengan syarat dia tetap menjadi
penasehat teknologi di MMB. Menanggapi syarat tersebut, Presiden Soeharto menyetujui
asalkan pengetahuan yang dimiliki Habibie di MMB bisa dimanfaatkan untuk pembangunan

44
di Indonesia.Kepulangan Habibie ke Indonesia tentu saja akan memberatkan MMB. Habibie
bagaimanapun adalah tokoh penting di sana.
28 Januari 1974, Habibie bertemu dengan Presiden Soeharto di Indonesia. Pada saat
itu Habibie masih menjabat di MMB. Pertemuan itu terjadi di ruang kerja Presiden di
Cendana pukul 19.30 WIB. Dalam pertemuan itu Soeharto menyatakan bahwa dirinya telah
menentukan Habibie untuk membantunya mempersiapkan kerangka tinggal landas bangsa
Indonesia. oleh Soeharto, Habibie diperbolehkan berbuat apa saja, bahkan Soeharto akan
selalu berusaha mengamankan kebijakan Habibie sesuai dengan batas kemampuannya. Tetapi
dalam Habibie harus mengutamakan kepentingan rakyat. Soeharto juga menekankan bahwa
tidak boleh terjadi lagi revolusi di Indonesia, sebab rakyat tidak dapat mengatasinya.
Soeharto juga meminta agar Habibie bekerja keras agar nantinya menjadi panutan anak
bangsa sebagai seorang profesional.
Setelah mendengar apa yang disampaikan Soeharto, Habibie mengajukan pertanyaan
mengapa dirinya yang dipilih, sedangkan masih banyak orang yang lebih senior, pintar,
pandai, dan lebih berpengalaman ketimbang dirinya. Soeharto menjawab pertanyaan Habibie
itu dengan cara yang tak terduga. Dia meletakkan setumpuk surat dan dokumen di atas meja
yang berisi informasi tentang Habibie.
Dalam pertemuan antara Presiden Soeharto dan Habibie yang berlangsung selam dua
jam tersebut terlahir beberapa pemikiran. Pertama, gagasan tentang pembentukan industri
pesawat terbang sebagai ujung tombak industri strategis. Kedua, gagasan pembentukan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek). Ketiga, gagasan
tentang Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Maka pertemuan itu melahirkan
jalan bagi terealisasinya cita-cita Habibie dan kawan-kawannya.
Setelah pertemuannya dengan Presiden Soeharto, Habibiekembali ke Jerman dan
memberitahukan kepada Ludwig Bolkow, Direktur Utama MBB bahwa dirinya akan kembali
ke Indonesia. Ludwig Bolkow memahami keinginan Habibie, tetapi dia meminta agar
sebelum dia benar-benar kembali ke Indonesia, dia melakukan kaderisasi terlebih dahulu
guna meneruskan pekerjaan yang nantinya akan ditinggalkan Habibie. Kaderisasi itu harus
segera dilaksanakan, paling tidak memakan waktu dua sampai empat tahun.
Habibie lepas dari MMB dan benar-benar kembali ke Indonesia pada tahun 1978. Dia
memang telah melakukan kaderisasi di MMB sebagaimana yang diminta Ludwig Bolkow.

45
Tetapi ternyata tidak ada orang yang dapat melakukan tugas yang sebelumnya merupakan
tanggung jawab Habibie. Ludwig Bolkow bahkan harus membagi-bagi organisasi yang
sebelumnya dipimpin oleh Habibie menjadi beberapa organisasi.
Di Indonesia, badan bagi pengkajian dan penerapan teknologi belum dapat dibentuk
dengan segera. Sebab, dukungan anggaran bagi pembentukannya belum ada. Namun begitu,
Habibie tetap dipanggil pulang ke Indonesia. Dia diangkat menjadi penasehat teknologi
Presiden Republik Indonesia. selain itu, Habibie juga mendapatkan kepercayaan untuk
memimpin Divisi Advanced Technology dan Aviation (ATTP) Pertamina. Kedua keputusan
tersebut tercantum dalam surat keputusan no. 76/M/1974 tanggal 5 Januari 1974. Walaupun
berada di Pertamina, tetapi Habibie bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Divisi Advanced Technology dan Aviation merupakan jalan terwujudnya dan
disambutnya apa yang dicitakan Habibie dan kawan-kawan. Advanced Technology dan
Aviation adalah embrio dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Divisi ini
lahir terkait perlunya dikembangkan suatu konsep teknologi yang dibutuhkan Indonesia dan
dapat merupakan pengembangan teknologi mutakhir. Tetapi proses untuk itu dilakukan
secara Bertahap. Yaitu dari penggunaan teknologi yang ada untuk memproses nilai tambah,
dan kemudian pengembangan teknologi. Bidikannya bisa bidang apa saja yang mendasarkan
pada ilmu dan teknologi. Industri penerbangan kemudian dipilih, sebab, dalam bidang ini
berbagai ilmu dan teknologi dapat segera diterapkan. Keadaan geografis Indonesia juga
berpengaruh, yaitu perlunya meningkatkan keutuhan politik dan ditumbuhkannya kesatuan
ekonomi, yang memerlukan jenis angkutan yang memenuhi syarat untuk berperan sebagai
wahana teknologi dan industri. Selain itu, pengembangan industri ini nantinya dapat
membuka kemungkinan pengembangan teknologi di sektor lain. Industri penerbangan yang
akan dikembangkan ini awalnya merupakan rencana dari Pertamina dan Departemen
Hankam.
Gerakan segera dilakukan. Bulan September 1974, Divisi Advanced Technology dan
Aviation menandatangani kesepakatan lisensi kerjasama dengan MMB dan CASA (Spanyol)
untuk memproduksi helikopter BO-105 dan NC-212 fixed wing aircraft.
Divisi Advanced Technology dan Aviation kemudian dirubah menjadi Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 1976 melalui Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 25 tanggal 21 Agustus 1978. Sebagai ketua BPPT tentunya wilayah
yang digarap Habibie lebih luas daripada perkara industri pesawat terbang. Tetapi sedari awal
46
kiprahnya di tanah air, Habibie memang tak hanya mempersiapkan industri pesawat Terbang.
Sebagaimana telah diketahui, mulanya Habibie mengabdikan dirinya di Pertamina. Sekalipun
hanya sebentar di sana, tetapi Habibie memiliki peranan dalam memajukan industri
pertambangan dan energi, apalagi Habibie kemudian juga menjadi anggota Badan Koordinasi
Energi Nasional (Baroken) yang turut serta dalam memberikan arah pengembangan energi
nasional.
Habibie memiliki perhatian yang besar terhadap pemanfaatan energi baru dan
terbarukan seperti tenaga surya, angin, ombak, biomas maupun biogas. Tak hanya itu,
Habibie aktif mencari teknologi yang lebih cepat dan murah untuk gratifikasi dan likuifaksi
batubara guna mendapatkan energi yang bersih.Pun Habibie adalah anggota Dewan
Komisaris Pemerintah Pertamina, sehingga turut mengawasi dan menentukan arah
perkembangan Pertamina.
Dalam perjalanannya, Pertamina menghadapi masalah yang juga mempengaruhi
keberadaan Divisi Advanced Technologydan Aviation yang sedang berusaha membentuk
industri pesawat terbang. Tetapi pemerintah menyadari bahwa proyek yang tengah dilakukan
Divisi Advanced Technology dan Aviation merupakan sarana Indonesia untuk take off pada
Pelita VI. Hal itu membuat pemerintah memutuskan melanjutkan pembuatan industri pesawat
terbang dengan segala konsekuensinya.
Pada tahun 1976, tahun berdirinya IPTN, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 12 Tahun 1976 tentang penyertaan Modal Negara RI untuk pendirian
Perusahaan Persero Dalam Bidang Industri Pesawat Terbang. Status persero tentunya akan
lebih membuka kesempatan bagi industri pesawat terbang ini. Selain lebih leluasa, join
venture dengan perusahaan-perusahaan asing juga dapat dilakukan. Mendasarkan pada
kebijakan tersebut, semua aset yang ada dihimpun, antara lain aset-aset Pertamina, Divisi
Advanced Technology dan Aviation yang memang disiapkan untuk membentuk industri
pesawat terbang, dan aset-aset Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR) TNI AU.
Semua modal yang dikumpulkan itu diharapkan mampu mendukung pertumbuhan industri
pesawat terbang dan mampu menjawab segala tantangan.
Pemerintah pastinya sangat serius dengan pembangunan industri ini, sebab tak hanya
banyaknya modal yang diperlukan, tetapi juga kemampuan bagi penyokong industri ini
sangatlah penting. Sehingga keputusan untuk membangun industri serupa ini jelas bukan

47
sesuatu yang main-main. Keseriusan pemerintah terhadap sektor ini kiranya juga merupakan
jalan bagi mimpi Habibie dan rekan-rekannya untuk mengabdi pada negara dalam bidang itu.
Pembangunan industri penerbangan termasuk dalam kategori National Defence
Infrastructure Program. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) adalah salah satu bagian
dari industri ini, yaitu sebagai modal yang digunakan untuk industri penerbangan khusus bagi
Angkatan Perang. Pada perkembangannya kategori ini dinamakan National Defence
Infrastructure yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional. PT. IPTN secara resmi
didirikan pada tanggal 26 April 1976 berdasarkan Akta Notaris No. 15 di Jakarta. Habibie
duduk sebagai Presiden Direktur PT. IPTN. Peresmian PT. IPTN dilakukan oleh Presiden
Republik Indonesia, Soeharto pada bulan Agustus 1976.
Habibie dalam memimpin PT IPTN memiliki strategi-strategi tersendiri. Soal fasilitas
kantor nampaknya bukan prioritas utama. Pada awal berdirinya, PT IPTN belum memiliki
ruang kerja bagi Direktur Utama. Direktur Utama bekerja dalam ruangan yang nampak
seperti bekas gudang. Di ruangan itu, terdapat bercak-bercak bekas tumpahan air accu di
lantai, pun bau asam tercium di sana.
Sedangkan untuk pekerjaan tulis menulis dilakukan di meja makan. Kantor-kantor
pelaksanaan kerja PT IPTN berserakan di penjuru kawasan produksi. PT IPTN baru memiliki
satu gedung pusat setelah memproduksi sekitar 200 pesawat terbang. Kiranya Habibie
melakukan itu untuk memanfaatkan dana yang ada secara efektif dan efisien dengan prioritas-
prioritas. Pada masa awal itu yang menjadi prioritas utama Habibie adalah melakukan
workshop, perkara permesinan, dan peningkatan kualifikasi karyawan.
Hal lain yang menarik tentang Habibie adalah metode yang digunakan dalam alih
teknologi. Metode yang digunakan Habibie tidaklah sama dengan orang kebanyakan.
Biasanya untuk memulai sesuatu, seseorang terlebih dahulu akan mempelajari dasar-
dasarnya, tetapi menurut Habibie kalau mau membuat sesuatu ya dibuat saja. Mendasarkan
pada penelitian-penelitian yang telah ada, dasar-dasar itu nantinya akan diketahui beriringan
dengan proses yang dilakukan.
Dengan metode seperti ini tak mengherankan jika kemudian industri semacam
pesawat terbang akhirnya dipilih untuk dikembangkan. Selain memang pengembangan
bidang itu dirasa dibutuhkan bagi Indonesia, dan dengan mengembangkan teknologi mutakhir
tentunya Indonesia juga dapat mengembangkan industri lainnya. Metode Habibie itu

48
kemudian dikenal sebagai filosofi “Memulai dari Akhir dan Mengakhiri dari Awal”. Filosofi
ini kemudian diterapkan oleh PT. IPTN untuk transfer teknologi maju secara progresif dan
bertahap berdasarkan kebutuhan Indonesia.
Modal besar yang dimiliki Habibie adalah kepintarannya, tetapi tanpa kemauan dan
tekad, tentunya hal itu akan menjadi lain. Pengalaman Habibie dalam dunia industri pesawat
terbang di Jerman juga adalah satu hal yang sangat penting. Yang terakhir ini kiranya
membuat Habibie memahami bagaimana pasar bekerja, pun koneksi-koneksi dalam industri
itu pada akhirnya akan membawa PT IPTN ke dalam kancah industri pesawat terbang
internasional. Apalagi mengingat PT IPTN adalah sebuah industri yang baru lahir kala itu.
Bergabungnya Habibie ke industri pesawat terbang Indonesia tentunya merupakan
sesuatu yang sangat berharga bagi pengembangannya. Harapan pun diletakkan di tangan
Habibie. Tidak hanya karena Habibie seorang, tetapi sebab Habibie juga mampu mengajak
serta rekan-rekannya yang telah memiliki pengalaman berharga di bidang industry. Selain itu,
dukungan penuh pemerintah tentunya merupakan modal yang sangat penting.
Selain teman-temannya yang telah bersamanya bekerja di Jerman, Habibie juga
mengajak teman-teman lain. Misalnya Oetarjo Diran. Sekira tahun 1970, Habibie bertemu
dengan Sudjana Sapi‟ie dan Oetardjo Diran di Gedung Direksi Pertamina. Saat itu Habibie
menjelaskan rencana-rencananya kepada kedua temannya itu. Habibie mengungkapkan
keinginannya agar mereka mau membantu mewujudkan apa yang dipikirkannya itu. Tetapi
karena saat itu upaya yang dilakukan Habibie belum terlihat bentuknya, maka belumlah jelas
penempatan bagi kedua rekannya itu. Pada tahun 1976, Habibie kembali bertemu dengan
Oetarjo Diran. Dalam pertemuan itu, Habibie menanyakan apakah temannya itu bersedia
membantunya mengembangkan industri pesawat terbang, khususnya terkait perencanaan
pembuatan pesawat CN-235. Tawaran itu kemudian diterima oleh Oetardjo Diran.
Sudjana Sapi‟ie pada akhirnya juga turut bergabung memperkuat “barisan Habibie”.
Sekira tahun 1979, Sudjana Sapi‟ie tak lagi menjabat Rektor ITB. Dia kemudian
mendapatkan tawaran dari Yuwono untuk menangani komputer di PT IPTN. Tawaran lainnya
adalah menangani proyek pembangunan laboratorium energi di BPPT. Dia kemudian
bergabung dengan PT IPTN.
Pada masa awal berdirinya PT IPTN, produk yang dibuat adalah Helikopter NBO-105
dengan lisensi dari MMB. Selain itu juga NC212 dengan lisensi dari CASA Spanyol. PT

49
IPTN kemudian juga melakukan joint venture dengan CASA Spanyol untuk membuat
pesawat CN-235. Dalam pembuatan CN-235, Oetardjo Diran mengepalai bagian design
engineering. Ketika Habibie meminta Oetardjo Diran bergabung dalam pembuatan pesawat
ini, Habibie menantangnya untuk membuat pesawat ini dalam waktu 5 tahun. Nyatanya
tantangan tersebut terjawab. Pesawat ini jadi pada tanggal 30 Agustus 1983, dua hari sebelum
tepat memasuki waktu 5 tahun.
Salah satu negara yang membeli pesawat CN-235 dari PT IPTN adalah Korea Selatan.
Sitong Panjaitan merupakan utusan yang ditugasi untuk menjual pesawat ini ke Korea
Selatan. Di Korea Selatan, Sitong bertemu dengan kepala staff di sana yang merupakan
kenalannya. Dari perbincangan mereka diketahui alasan Korea Selatan membeli pesawat
tersebut dari Indonesia. Korea Selatan menggunakan CN-235 sebagai pesawat militer. Terkait
hubungan Korea Selatan dan Korea Utara yang “panas”, jika terjadi serangan dari Korea
Utara, Korea Selatan akan menggunakan pesawat tersebut untuk menerbangkan dan
menerjunkan pasukan ke kantong-kantong Korea Utara untuk merusak sistem telekomunikasi
Korea Utara. Korea Selatan sebelumnya telah membeli CN-235 dari Spanyol, tetapi mereka
mengetahui bahwa pesawat tersebut merupakan pesawat buatan Habibie. Dengan membeli
pesawat tersebut dari Indonesia, Korea Selatan ingin agar Indonesia bangga.
Pesawat CN 235 melalui uji kelelahan skala penuh di Laboratorium Uji Konstruksi
Puspitek. Keberadaan laboratorium ini tak lepas dari kegigihan Habibie. Pandangan Habibie
memang jauh ke depan. Tahun 1976, Puspitek masih dalam tahap perencanaan. Pada fase itu,
Habibie mengemukakan pemikirannya tentang laboratorium yang perlu didirikan di Puspitek
Serpong.
Terkait dengan Laboratorium Uji Konstruksi, saat itu anggota tim mengusulkan dua
perubahan terkait dengan peralatan yang kurang digunakan dan melakukan pentahapan yang
disesuaikan dengan batasan anggaran. Tetapi Habibie berpendapat lain. Baginya, anggaran
didasarkan pada pemikiran jangka panjang terkait kegunaan jangka panjang suatu teknologi.
Pada akhirnya pendapat Habibie tersebut terbukti tepat. Mengingat kegunaannya kemudian.
Tahun 1978, memasuki REPELITA III, Habibie diangkat menjadi Menteri Negara
Riset dan Teknologi, merangkap sebagai ketua BPPT. Tetapi tak hanya itu, Habibie juga
mendapatkan amanah menjadi Ketua Otorita Pengembangan Pulau Batam, Dirut PT PAL,
Dirut PT PINDAD, Ketua Dewan Pembina dan Pengelolaan Industri Strategi dan Industri
Hankam, juga sebagai Ketua Dewan Riset Nasional. Sekalipun Habibie merangkap banyak
50
jabatan dan tangung jawab, tetapi menurut Soeharto, kesemuanya itu saling berhubungan,
yaitu teknologi dan industri. Tujuannya adalah agar pertumbuhan industri-industri yang akan
digabungkan dalam Industri Strategi dapat terjamin keserasiannya sebelum badan pembinaan
dan pengelolaan tingkat pusat terbentuk. Ketika badan ini telah terbentuk, berbagai jabatan
yang dipegang Habibie dapat diserahkan kepada kader-kader yang telah disiapkan.
Habibie berhasil memimpin berbagai instansi itu. Tatkala Hasnan Habib mengunjungi
Indonesia dari Amerika, Habibie membuatkannya rencana untuk meninjau industri-industri
strategis. Habibie nampaknya ingin menunjukkan perkembangan dari industri-industri
tersebut. Selain itu, Hasnan Habib akan mewakili Habibie menghadiri konferensi di Amerika
Serikat, kiranya dengan melihat langsung dapat menambah bekal untuk kembali ke Amerika
Serikat. Hasnan Habib kemudian melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang telah
direncanakan oleh Habibie. Dia mengaku kaget dan tak lagi mengenali Nurtanio maupun PT.
PAL yang dulu ditinggalkannya. Selain fasilitas yang digunakan adalah fasilitas mutakhir,
Hasnan Habib memperkirakan bahwa insinyur-insinyur dan kepala bagian baik di IPTN
maupun PT.
Terkait dengan keberhasilan PT. IPTN yang juga dapat diartikan sebagai pengakuan
atas kualitas PT. IPTN dalam industri pesawat terbang internasional, adalah dibelinya
pesawat CN-235 oleh Federal Express, perusahaan penerbangan angkutan barang terbesar di
Amerika Serikat kala itu. Peristiwa ini terjadi tahun 1981. Habibie bertemu dengan Frederick
Smith, Presiden sekaligus pemilik Federal Express di kota Memphis.
PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio) pada bulan April 1986 berubah nama
menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Perubahan itu berdasarkan
Keputusan Presiden No. 15/1986 dan Rapat Umum Pemegang Saham. Pada masa inilah PT
IPTN membuat rancang bangun pesawat terbang N-250.
Pesawat N-250 adalah salah satu karya yang sangat dibanggakan bangsa Indonesia.
Pengakuan atas karya ini tidak saja dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Terlihat
dari Amerika dan Jerman yang turut bekerja sama dengan PT. IPTN untuk merakitnya dan
kemudian dipasarkan di Amerika dan Eropa. Pembuatan pesawat ini memakan waktu 10
tahun. Sedangkan terbang perdananya merupakan suatu momentum tersendiri bagi bangsa
ini, yaitu pada tanggal 10 Agustus 1995 untuk menandai 50 tahun Indonesia merdeka.

51
Peristiwa itu terjadi di landasan pacu Husein Sastranegara Bandung dengan dihadiri
oleh Presiden Soeharto, Wakil Presiden Try Sutrisno dan rombongan. Uji terbang perdana
pesawat dihadapan kepala negara ini merupakan peristiwa pertama di dunia.
Mengenai uji terbang perdana pesawat Gatotkoco N-250 pada tanggal 10 Agustus
1995, Ginandjar Kartasasmita menafsirkannya dengan apik. Secara fisik, peristiwa tersebut
merupakan keberhasilan yang bersifat teknikal, ketika pesawat berhasil diterbangkan. Tetapi
selain itu, menurut Ginandjar, dalam konteks nasionalisme merupakan bagian dari ekspresi
idealisme. Tidak hanya berhenti pada nilai ekonomis maupun teknis yang dijanjikan, tetapi
juga terkait pembangunan karakter bangsa. Timbulnya kepercayaan masyarakat bahwa
bangsa kita juga dapat menunjukkan eksistensinya dalam dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tak dipungkiri bahwa nama pesawat itu telah terpatri dalam memori kolektif
bangsa ini.
Mengangkasanya N-250 menawarkan harapan bagi terus maju dan berkembangnya
industri pesawat terbang Indonesia. Tapi sejarah telah mencatat bahwa awan gelap telah
mengintai langit Indonesia. Semuanya bermula dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia
pada
tahun 1997. Peristiwa ini memberikan dampak yang sangat besar pada PT IPTN, di sisi lain
juga pada Habibie.
Pada akhir tahun 1997, IMF menuntut pemerintah Indonesia agar tidak membantu
IPTN menyelesaikan pesawat N250. Sedangkan saat itu, N250 tengah melalui proses akhir
uji terbanguntuk mendapatkan sertifikasi layak terbang nasional dan internasional dari FAA
(Federal Aviation Agency, USA) dan dari JAA (Joint Airworthness Agency). Sejak saat itu,
awan gelang menggelayuti industri penerbangan Indonesia.
IPTN memang masih hidup. Saat ini PT IPTN bernama PT Dirgantara Indonesia
(PTDI). Perubahan ini terjadi pada tahun 2000. Peresmiannya dilakukan pada tanggal 24
Agustus 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid.
Habibie mendapatkan amanah untuk menangani PT. PAL. PT. PAL, atau sekarang
bernama PT. PAL Indonesia awalnya adalah sebuah galangan kapal yang dibangun
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1939 yang bernama Marine Establishment. Ketika
Jepang menduduki Hindia Belanda (Indonesia), maka Marine Establishment pun beralih ke
tangan pemerintah pendudukan Jepang dan berganti nama menjadi Kaigun SE 2124. Setelah
52
Indonesia merdeka, galangan kapal ini dinasionalisasi dan kembali mengalami pergantian
nama menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL).
PAL oleh Angkatan Laut Republik Indonesia direhabilitasi secara bertahap yang
kemudian difungsikan untuk memelihara kapal perang Angkatan Laut. Kurang lebih seperti
itu keadaannya sampai akhirnya Habibie terjun menangani PAL.
Jalan baru bagi PAL lahir pada tanggal 15 April tahun 1980. Yaitu dengan dirubahnya
status PAL oleh pemerintah dari Perusahaan Umum menjadi Perseroan berdasarkan akta No.
12 yang dibuat Notaris Hadi Moentoro, SH. Maka PAL kemudian berganti menjadi PT PAL.
Jauh sebelum PAL berubah menjadi PT PAL, yaitu tahun 1974, Habibie menemui
Sudomo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Kopkamtip di Medan Barat 15 Kompleks
Dephankam/Pangap. Saat itu Habibie masih di Divisi Advanced Technology dan Aviation
Pertamina. Tetapi Habibie sedang menjalankan tugas khusus dari Presiden Soeharto untuk
menangani proyeksi
industri strategi nasional, industri yang berkaitan dengan ekonomi maupun pertahanan dan
keamanan nasional. Kunjungan Habibie tersebut terkait Kapal Patroli Angkatan Laut yang
cocok bagi Indonesia. Habibie datang untuk meminta pandangan dari Sudomo yang
merupakan senior di Angkatan Laut.
Dalam pertemuan itu Sudomo menjelaskanentang konsep pertahanan keamanan
nasional dan juga armada yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Sudomo memaparkan
bahwa Angkatan Laut merupakan bagian integral dari Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. Selain memegang konsep Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta, Angkatan Laut
juga menganut konsep strategi preventif (defensif aktif) yang berarti menyerang musuh
sebelum memasuki wilayah NKRI. Terkait dengan hal tersebut, menurut Sudomo diperlukan
dua jenis armada. Pertama adalah Armada Tempur Samudera BTS (Blue Ocean Fleet). Kedua
adalah Armada Gerilya Laut. Untuk Armada Gerilya Laut dibutuhkan Kapal Patroli Cepat
dengan kecepatan 40-50 knots dengan persenjataan missile permukaan ke permukaan untuk
perang yang dirubah persenjataannya dan kemudian dipergunakan untuk patroli bagi
penyelundupan maupun penangkapan ikan ilegal. Armada ini penting untuk memiliki tonase
sebesar 400 ton, sebab lautan Indonesia pada musim tertentu tidak berkawan. Dalam
pertemuan itu Sudomo juga menyampaikan bahwa Angkatan Laut yang kuat adalah yang
mampu membangun kapal perang sendiri sekalipun itu kapal patroli.

53
Habibie kemudian memulai langkahnya dengan memilih PAL untuk dijadikan
galangan kapal modern yang mampu memproduksi baik kapal perang maupun niaga.
Pendidikan merupakan salah satu proses penting bagi upaya pengembangan PAL, apalagi
pekerjaan berat akan dilakukan. Instruktur asing didatangkan, bengkel-bengkel digunakan
sebagai kelas darurat. Jika terdapat kesempatan, Habibie mengunjungi kelas-kelas tersebut
dan memberikan dorongan untuk belajar dengan sungguh-sungguh kepada para trainee.
Pembuatan armada dilakukan, yaitu dengan mendesain proyek Fast Patrol Boat 57
(FPB 57). Disebabkan tidak disediakan anggaran khusus dalam APBN untuk proyek tersebut,
maka prototype FPB 57 memerlukan waktu pembuatan selama 12 tahun.
Pada usia lima tahun PT PAL, yaitu tanggal 15 April 1985, perwujudan dari tahap
pertama transfer teknologi membuahkan karya. Kapal Cepat dengan berat mati 400 ton
ditampilkan pada perayaan ulang tahun PT PAL kelima di tepi Pantai Laut Ujung Surabaya.

54
PROFIL PENULIS

Nama : Amelia Putri Rahayu


Tempat dan Tanggal Lahir : Sidrap, 4 April 2004
Sekolah : SMAN 1 PALOPO
Kelas : XII MIPA 4
Email : ameliaptri224@gmail.com
Riwayat Pendidikan : TK Bhayangkari Palopo
SDN 223 Palopo
SMPN 1 Palopo
SMAN 1 Palopo

Nama : Siti Muthmainnah Nurul Jalil


Tempat dan Tanggal Lahir : Palopo, 6 Februari 2004
Sekolah : SMAN 1 PALOPO
Kelas : XII MIPA 4
Email : sitimuthmainnahnj@gmail.com
Riwayat Pendidikan : TK Paramata Bunda Palopo
SDN 1 Lalebbata
SMP Pesantern Modern Datok
Sulaiman Palopo
SMAN 1 Palopo

Nama : Zyahkila Irsan Sihombing


Tempat dan Tanggal Lahir : Batam, 13 Juli 2003
Sekolah : SMAN 1 PALOPO
Kelas : XII MIPA 4
Email : zyahkilairsan@gmail.com
Riwayat Pendidikan : TK AISYAH III BATAM
SDN 006 BATAM
SMPN 16 BATAM
SMAN 16 BATAM
SMAN 1 PALOPO

55

Anda mungkin juga menyukai