Anda di halaman 1dari 16

ANGGARAN

A. Pengertian Aggaran

Ada beberapa pengertian anggaran yang telah dikemukakan oleh beberapa orang
antara lain:
Menurut Julita (2012), Anggaran adalah rencana tertulis mengenai kegiatan
suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif untuk jangka waktu tertentu dan
umumnya dinyatakan dalam satuan uang, tetapi dapat juga dinyatakan dalam satuan
barang.
Mardiasmo (2009: 61), Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk
mempersiapkan suatu anggaran.
Pengertian anggaran yaitu "Budget” (anggaran) ialah suatu rencana yang disusun
secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan. Yang dinyatakan
dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tentu yang
akan datang.
Menurut Halim dan Kusufi (2012: 48), anggaran adalah dokumen yang berisi
estimasi kerja, baik berupa penerimaan dan pengeluaran yang disajikan dalam
ukuran moneter yang akan dicapai pada periode waktu tertentu dan menyertakan
data masa lalu sebagai bentuk pengendalian dan penilaian kinerja.
Sasongko dan Parulian (2015: 2), berpendapat bahwa “Anggaran adalah
rencana kegiatan yang akan dijalankan oleh manajemen dalam satu periode yang
tertuang secara kuantitatif. Informasi yang dapat diperoleh dari anggaran di
antaranya jumlah produk dan harga jualnya untuk tahun depan”.
Purbadharmaja (2007) mendefinisikan bahwa anggaran merupakan suatu alat
perencanaan mengenai pengeluaran dan pendapatan pada masa yang akan datang
umumnya disusun untuk masa satu tahun. Anggaran juga berfungsi sebagai alat
kontrol atau pengawasan, baik terhadap pendapatan maupun pengeluaran pada masa
yang akan datang.
Menurut Bragg (2014: 1), Anggaran (Budget) adalah dokumen tentang
ramalan hasil dan posisi keuangan perusahaan bisnis tertentu, untuk satu atau
lebih periode. Paling tidak, anggaran berisi estimasi laporan laba rugi yang
menggambarkan hasil keuangan yang diantisipasi. Anggaran yang kompleks juga
berisi estimasi neraca, yang berisi posisi asset, liabilitas, dan ekuitas yang
diantisipasi pada berbagai titik waktu di masa mendatang.
Penyusunan APB merupakan proses penganggaran daerah dimana secara konseptual
terdiri atas formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) dan
perencanaan operasional anggaran (budget operasional planning) (Darise, 2008).

B. Manfaat dan Tujuan Anggaran

Manfaat dan tujuan anggaran menurut Nafarin (2015: 19) yaitu:

a) Semua kegiatan dapat mengarah pada pencapaian tujuan bersama.

b) Dapat digunakan sebagai alat menilai kelebihan dan kekurangan karyawan.


c) Dapat memotivasi karyawan.

d) Menimbulkan tanggung jawab tertentu pada karyawan.

e) Menghindari pemborosan dan pembayaran yang kurang perlu.

f) Sumber daya (seperti tenaga kerja,peralatan,dan dana) dapat dimanfaatkan


seefisien mungkin.
g) Alat pendidikan bagi para manajer.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam tujuan anggaran.

Menurut Nafarin (2015: 19) tujuan anggaran yaitu:

a) Digunakan sebagai landasan yuridis formal yang memilih sumber dan


investasi dana.
b) Mengadakan pembatasan jumlah dana yang dicari dan digunakan.

c) Merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana, sehingga
dapat mempermudah pengawasan.
d) Merasionalkan jumlah dan investasi dana agar dapat mencapai hasil yang
maksimal.
e) Menyempurnakan rencana yang telah disusun agar anggaran menjadi lebih
jelas dan nyata terlihat. Menampung dan menganalisis serta memutuskan setiap
usulan yang berkaitan dengan keuangan.

C. Fungsi Anggaran

Menurut Mardiasmo (2009: 71) dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik

anggaran sektor publik memiliki beberapa fungsi utama, yaitu:

a) Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool)

Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan
dilakukan oleh sektor publik dari belanja perusahaan tersebut.
b) Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool)

Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya


pengeluaran yang terlalu besar atau adanya penggunaan dana yang tidak
semestinya dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan
merupakan prioritas. Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan melalui
empat cara, yaitu:
1) Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan;

2) Menghitung selisih anggaran.

3) Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak


dapat dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varians;
4) Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.
c) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk


menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui
anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah,
sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi.
d) Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (Coordination And
Communication Tool)
Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintah.
Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya
inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Anggaran
harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.
e) Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance MeasurementTool )
Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada
pemberi wewenang, kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian
target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik
dinilai berdasarkan berapa yang berhasil dicapai dikaitkan dengan anggaran
yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk
pengendalian dan penilaian kinerja.
f) Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool )

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya
agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan
tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Agar dapat memenuhi fungsi-fungsi tersebut, seluruh pemimpin dan para
stafnya terutama yang terkait dalam penyusunan anggaran harus memiliki kualifikasi
yang memadai dan memiliki pengetahuan, keterampilan serta pola pikir yang
mendukung penerapan anggaran yang sesuai dengan target kinerja yang ditetapkan.
Hal ini dikarenakan salah satu tujuan penyusunan anggaran adalah untuk
mengkomunikasikan harapan manajemen kepada pihak-pihak terkait sehingga
anggaran dimengerti, didukung dan dilaksanakan. Salah satu langkahnya adalah
negosiasi pihak-pihak yang terkait mengenai angka anggaran.
PENDANAAN
Dalam Ketentuan Umum, dan pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan dijelaskan bahwa dana
pendidikan adalah sumber daya keuangan yang disediakan untuk menyelenggarakan dan
mengelola pendidikan. Sedangkan pendanaan pendidikan adalah penyediaan sumberdaya
keuangan yang diperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Dana
pendidikan yang dimiliki lembaga pendidikan haruslah dapat dikelola sesuai dengan
kebutuhannya. Seringkali dana yang dimiliki lembaga pendidikan terbatas atau kurang,
sehingga lembaga pendidikan harus membuat daftar anggaran pengeluaran sesuai dengan
prioritas kebutuhan lembaga pendidikan. Terkait dengan pendanaan pendidikan paying
hukumnya adalah Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dalam Pasal 46 menyatakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 47
dinyatakan bahwa sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip
keadilan, kecukupan, dan berkelanjutan. Maksud prinsip keadilan di sini adalah sumber
pendanaan ditentukan berdasarkan kemampuan masyarakat daerah yang bersangkutan,
pemerintah daerah, Pemerintah, dan sumber lain biaya penyelenggaraan pendidikan. Begitu
juga prinsip kecukupan adalah bahwa dana penyelenggaraan pendidikan mencukupi untuk
membiayai penyelenggaraan pendidikan yang bermutu sebagaimana ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005). Sedangkan
prinsip keberlanjutan di sini adalah bahwa dana pendidikan dialokasikan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan juga mewajibkan
pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota juga menganggarkan dana pendidikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (lihat UU-SPN Nomor
20/2003).
Pendanaan yang berasal dari pemerintah jika dilihat dari jumlah APBN dan APBD
masing-masing pemerintah daerah tentunya potensi yang sangat besar, perlu dikelola dengan
baik dan professional sehingga memiliki nilai manfaat yang sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional. Menurut Nanang Fattah (2006) dalam Nurteti (2008), pengelolaan dana pendidikan
di lembaga pendidikan mencakup 2 (dua) aspek, yakni: 1) dimensi penerimaan atau sumber
dana; dan 2) dimensi pengeluaran atau alokasi dana. Dimensi penerimaan, antara lain
bersumber dari: penerimaan umum pemerintah, penerimaan khusus pemerintah yang
diperuntukkan bagi pendidikan, iuran sekolah, dan sumbangansumbangan masyarakat,
sedangkan dimensi pengeluaran mencakup pengeluaran modal atau anggaran pembangunan
(capital outlay/ expenditure). Selanjutnya dalam Nurteti (2008), menjelaskan bahwa
keberhasilan pengelolaan atasdanapendidikan ituakanmenimbulkanberbagaimanfaatdi
antaranya: 1) memungkinkan penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara efisien artinya
dengan dana tertentu diperoleh hasil yang maksimal atau dengan dana minimal tercapai
sebuah tujuan tertentu; 2) memungkinkan tercapainya kelangsungan hidup lembaga
pendidikan sebagai salah satu tujuan didirikannya lembaga tersebut (terutama bagi lembaga
pendidikan swasta dan lembaga penyedia jasa kursus); dan 3) dapat mencegah adanya
kekeliruan, kebocoran atau adanya -penyimpangan penggunaan dana dari rencana awal.
PERBELANJAAN
PERBEDAAN BIAYA KULIAH DI PTN DAN PTS
Seperti yang Kamu tahu, PTN dan PTS adalah perguruan tinggi yang berbeda. Tak hanya dari
akreditasinya saja, bahkan dari segi biaya, cara belajar, maupun lingkungan kampusnya pun
juga berbeda. Kali ini kita akan membahas mengenai perbedaan biaya PTN dan PTS yang
ada di Indonesia.

Perbedaan biaya antara PTN dan PTS tentu akan sangat berpengaruh loh kepada mahasiswa
dan mahasiswinya. Perbedaan biaya ini juga akan berpengaruh terhadap pilihan calon
mahasiswa. Banyak dari mereka yang memilih mundur dari suatu Universitas karena
biayanya yang cukup mahal.

Cari Tahu Dulu Biaya Kuliah di PTN dan PTS

Perguruan Tinggi Negeri memang diselenggarakan oleh pemerintah, yang artinya


pembiayaannya dibantu atau diberikan sepenuhnya oleh pemerintah. Tapi, nyatanya tidak
sepenuhnya. Ada yang dibantu dan ada yang tidak. Perbedaan biaya PTN dan PTS tentu
sangat terlihat.

Biaya PTN jauh lebih murah daripada PTS. Loh, kenapa begitu? Ini semua karena PTS
diadakan oleh swasta, yang artinya semua pembiayaannya secara mandiri alias nggak ada
campur tangan dari pemerintah. Lalu darimana sumber pemasukan PTS?

Salah satu sumber utama pemasukan PTS berasal dari biaya yang mahasiswa itu bayarkan.
Meski begitu, masih banyak kok PTS dengan biaya yang cukup terjangkau.

1. Biaya Kuliah di PTN

Perbedaan biaya PTN dan PTS selanjutnya adalah biaya kuliah di PTN kini sudah
menggunakan sistem UKT atau Uang Kuliah Tunggal. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI No 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan
Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada PTN di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan sebagai berikut.

 Biaya Kuliah Tunggal yaitu keseluruhan biaya operasional per mahasiswa tiap
semester
 Biaya Kuliah Tunggal digunakan untuk penetapan biaya yang dibebankan kepada
mahasiswa
 Uang Kuliah Tunggal merupakan sebagian biaya kuliah tunggal setiap mahasiswa
yang ditanggung berdasarkan kemampuan ekonominya
 Uang Kuliah Tunggal ditetapkan dari Biaya Kuliah Tunggal dikurangi biaya yang
ditanggung oleh pemerintah
 Uang Kuliah Tunggal dikelompokkan berdasarkan kelompok ekonomi masyarakat

Itulah peraturan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait biaya kuliah di PTN.
Peraturan di atas berlaku untuk jalur seleksi masuk PTN yang melalui jalur nasional seperti
SNMPTN dan SBMPTN. Untuk jalur mandiri dan lain sebagainya memiliki biaya kuliah
yang diatur sendiri oleh masing-masing PTN.
Alasan banyak calon mahasiswa yang berjuang keras untuk bisa lolos seleksi PTN melalui
jalur nasional. Banyak dari mereka yang tidak pantang menyerah. Tidak lolos SNMPTN,
masih bisa mencoba SBMPTN. Tentu dengan persiapan yang sangat matang.

2. Biaya Kuliah di PTS

Sedangkan biaya kuliah di PTS diatur sendiri oleh pimpinan masing-masing perguruan tinggi.
Berikut beberapa biaya yang harus Kamu bayarkan jika Kamu masuk ke Perguruan Tinggi
Swasta.

 Biaya Pendaftaran
 Biaya Registrasi Ulang
 Biaya SPP per Semester
 Uang Sumbangan Institusi
 Biaya SKS per Mata Kuliah
 Biaya UTS dan UAS
 Biaya Bimbingan Skripsi, Wisuda, dan Ijazah
 Biaya KKN, PKL, PPL, Toefl, KKL, Biaya Praktikum, dan lain sebagainya

Biaya di atas ada yang harus dibayarkan secara langsung dan ada juga yang boleh diangsur.
Ada yang tiap semester dan ada juga yang cuma dibayarkan sekali.

Kesimpulan

Perbedaan biaya PTN dan PTS menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih perguruan
tinggi oleh sebagian orang. Pasalnya, biaya kuliah PTS yang jauh lebih mahal dari PTN
membuat sebagian orang menjadikan PTS sebagai pilihan ke sekian. Padahal banyak PTS
dengan kualitas yang tak kalah dari PTN.
Masalah biaya Kamu bisa mulai mencari tahu tentang beasiswa dari sekarang. Banyak
PTS yang menyediakan beasiswa untuk para calon mahasiswanya. Kamu bisa bergabung di
Universitas123 untuk mendapatkan seputar beasiswa terupdate di dalam dan luar negeri.
SUMBER PENDAPATAN PERGURUAN TINGGI
Pembiayaan Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia

Pembiayaan pendidikan pada intinya adalah kegiatan untuk memperoleh sumber-sumber


biaya pendidikan (pendapatan) dan mengalokasikan pendapatan itu dalam bentuk biaya-biaya
berdasarkan prioritas. Fakry Gaffar dalam Mimbar Pendidikan Nomor 1 Tahun X April 1991
(1991:56-60) mengatakan bahwa pembiayaan pendidikan (educational finance) mencakup
dua aspek. Aspek pertama adalah pemerolehan revenue (sumber biaya pendidikan). Aspek
kedua adalah alokasi atau distribusi yang mengungkap masalah-masalah bagaimana
mengalokasikan dan mendistribusikan biaya yang diperoleh dari berbagai sumber
pembiayaan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan.

a. Sumber-sumber pendapatan PT
Pendapatan dibutuhkan oleh PT untuk melaksanakan misinya yaitu pendidikan,
penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Pendapatan PT adalah income dari sumber
apapun (Bowen, 1981). Di Indonesia pendapatan PT dapat bersumber dari pemerintah
dan juga masyarakat (UU SPN 20/2003 Ps. 46: 1). Menyangkut sumber pendapatan PT,
pasal sebelumnya yaitu pasal 24 ayat 3 menyebutkan bahwa PT dapat memperoleh dana
dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas
publik. Lebih Ianjut PP Nomor 60 tahun 1999, pasal 114 menyebutkan bahwa dana
yang berasal dari masyarakat dapat diperoleh dari 1 ) sumbangan pembinaan
pendidikan (SPP); 2) biaya seleksi ujian masuk perguruan tinggi; 3) hasil kontrak kerja
yang sesuai dengan peran dan fungsi perguruan tinggi; 4) hasil penjualan produk yang
diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan tinggi; 5) sumbangan dan hibah dari
perorangan, lembaga pemerintah, atau lembaga non pemerintah; dan 6) penerimaan dari
masyarakat lainnya. Berdasarkan pada peraturan tersebut, PT memiliki kewenangan
untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatannya dengan cara pengelolaan aset
dan juga kerjasama dengan masyarakat.
b. Alokasi biaya atau pengeluaran PT
Pengeluaran PT adalah semua biaya-biaya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan PT berkaitan dengan misinya. Besarnya pengeluaran PT ini
dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga bersifat elastis. John, Morphet, dan Alexander
(1983:66) mengatakan bahwa jumlah siswa yang dididik, daya beli dolar, pendapatan
negara, kuantitas dan kualitas layanan pendidikan serta tuntutan akan pendidikan
berpengaruh pada besarnya pengeluaran pendidikan.
Adapun berbagai alokasi biaya atau pengeluaran PT menurut Bowen (1980: 131 ) yaitu:
a. Alokasi fungsi yaitu alokasi pengeluaran rutin atau sekarang (current expenditure) untuk
beragam fungsi seperti pengajaran, layanan siswa, dukungan akademik, dan lain-lain;
b. Alokasi penerima yaitu pengeluaran dengan fokus pada berbagai kategori penerima: staf
dan siswa. Alokasi ini merupakan alokasi pengeluaran rutin untuk a) kompensasi (gaji
dan manfaat tambahan) yang dibayarkan kepada staf dengan beragam kategori, b)
pembelian barang dan jasa seperti bensin, alat tulis, buku dan alat-alat kimia dari luar
insitusi, dan c) beasiswa dan fellowship;
c. Alokasi modal yaitu alokasi sumberdaya untuk modal seperti bangunan fisik dan dana
abadi pendidikan (endowment);
Kondisi pembiayaan PT di Indonesia menunjukkan bahwa ketersediaan dana PT belum
memadai untuk membiayai berbagai jenis pengeluaran PT. Salah satu sebabnya adalah
alokasi anggaran pemerintah untuk PT yang masih rendah disebabkan oleh masih rendahnya
anggaran pendidikan yang belum mencapai 20% hingga saat ini sebagaimana diamanatkan
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahkan, seandainya anggaran
pendidikan benar-benar mencapai 20% di tahun 2006, dana dari pemerintah untuk
membiayai PT juga tetap belum memadai. Sofian dalam http://www.bernas.co.id/index.
menjelaskan jika anggaran bisa mencapai angka 20 persen, diprediksikan anggaran
pendidikan tahun 2006 berkisar Rp 120 triliun dari total APBN sebesar Rp 600 triliun.
Pendidikan tinggi mendapat 20 persen dari jumlah tersebut, yakni sekitar Rp 24 triliun. Dana
tersebut tidak cukup untuk membiayai pengeluaran PTN dan PTS yang jumlah
mahasiswanya sekitar 4 juta. Mengacu pada standar nasional, idealnya biaya per mahasiswa
SI per tahun sebesar Rp 18,1 juta. Bila ditotalkan untuk semua mahasiswa menjadi Rp 72
triliun per tahun. Jumlah ini, jika dibandingkan dengan dengan negara tetangga masih kecil
dan jauh tertinggal. Misalnya, Malaysia dan Singapura yang memberikan anggaran untuk
per mahasiswa sebesar Rp 114 juta dan Rp 200 juta.
Kondisi tersebut diperburuk dengan kesenjangan pengalokasian anggaran PT dari
pemerintah yaitu 95% untuk 47 PTN, dan 5% untuk 1.631 PTS. Padahal, dari keseluruhan
jumlah mahasiswa Indonesia yaitu sekitar 2,5 juta orang, hampir 65% berada di PTS-PTS.
Sisanya yaitu sekitar 35% di PTN (www.pikiran rakyat.com/cetak/0804/16/1102.htm).
Sebagaimanajuga dilaporkan oleh Clark, dkk (1998) bahwa di tahun 1995-1996, 67%
pembiayaan pendidikan di PTN mayoritas bersumber dari dana pemerintah. Sedangkan di
PTS, pembiayaan pendidikan yang bersumber dari pemerintah hanya sebesar 2%. Agar lebih
jelas, hasil penelitian tersebut disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Pembiayaan Pendidikan PTN dan PTS di Indonesia Berdasarkan


Sumber- Sumber Perolehan Dana Tahun 1995-1996

PTN PTS
Sumber perolehan dana
Besarnya Besarnya
Pemerintah
- Rutin 611.700
- pembangunan 758.630 59.337
Total 1.397.330 59.337
% 67% 2%
Institusi – Sendiri
- spp 237.369 13.718
- Sumber 461 .000 3.039.000
lain

Total 698.369 3.052.718


% 33% 98%
Total 2.095.699 3112055
% 100% 100%
Sumber: David Clark dkk. (1998:99)

Pengembangan Sumber-sumber Pendapatan PT


Keterbatasan anggaran pemerintah untuk PT menuntut kemampuan PT mengembangkan
sumber-sumber pendapatannya agar PT memiliki dana yang memadai. Ketersediaan dana PT
yang memadai akan memungkinkan PT meningkatkan mutu dan daya tampungnya.
Dampaknya, pemerintah akan mampu mengalokasikan anggaran pendidikan untuk berbagai
program pendidikan lainnya yang membutuhkan prioritas. Selain itu, permasalahan SDM
Indonesia yang masih rendah secara bertahap diharapkan dapat berkurang.
Terdapat berbagai cara untuk mengembangkan sumber-sumber pendapatan. Ihrig dan
Sullivan (1995: 135) menawarkan dua cara yaitu diversifikasi pendapatan atau menggali
kesempatan sumber-sumber pendapatan baru dan mengembangkan sumber-sumber
pendapatan yang telah ada.
a. Menggali kesempatan-kesempatan pendapatan baru. Kesempatan-kesempatan baru yang
dapat digali oleh PT mencakup komponen informasi, pengajaran, alumni, populasi
kampus, tanah dan fasilitas. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan terhadap komponen-
komponen tersebut antara lain:
1) Penjualan informasi meliputi kekayaan intelektual, taman penelitian, dan interpretasi
data untuk bisnis regional.
2) Pengajaran meliputi program pelatihan perusahaan, domestik maupun luar negeri,
pendidikan paruh waktu lanjutan untuk pekerja dewasa, dan program-program
Elderhostel.
3) Pemanfaatan sumberdaya alumni meliputi pendidikan lanjutan untuk alumni, jasa
profesional untuk alumni, dan perumahan masa pensiun.
4) Penyediaan layanan untuk para pekerja, siswa dan pengunjung meliputi penyediaan
hotel dan tempat untuk private businesses.
5) Pemanfaatan tanah/lahan dan fasilitas kampus meliputi penggunaan tanah yang ada
untuk mendatangkan pendapatan secara maksimal, pembelian atau penerimaan
pemberian tanah/lahan yang potensial mendatangkan pendapatan dan inkubator
bisnis.
b. Mengembangkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada.
Selain menggali kesempatan-kesempatan pendapatan baru, PT perlu meninjau kembali
operasioperasi yang menghasilkan pendapatan untuk dikaji apakah masih dapat
dikembangkan atau tidak. Kemungkinan operasi-operasi PT yang menghasilkan dan
dapat dikembangkan antara lain:
1) Agen travel.
2) Layanan bis komunitas kampus.
3) Kontrak swasta yang memberikan jaminan hak istimewa untuk biaya.
4) Peningkatan hasil dari listrik (Generation electricity).
5) Adopsi tekan-teknik layanan kepada pelanggan.
6) Sistem kartu debit.
7) Kartu kesehatan
8) Privatisasi layanan-layanan khusus.
9) Lisensi merek PT pada produk.
10) Pertukaran barang antar lembaga dan perusahaan swasta.
11) Pengelolaan kas.
12) Pendanaan yang disesuaikan dengan program negara untuk pembangunan ekonomi.
13) Pemberian dana yang disesuaikan dengan dana pemberian yang lain.
Ziberman dan Albrecht (1995: 91 ) berpendapat senada bahwa keterbatasan anggaran
pemerintah menuntut PT untuk mampu mengembangkan sumber-sumber pendapatannya.
Untuk itu, programprogram yang dapat dilakukan antara Iain:
a. Kontrak dengan industri yaitu kerja sama untuk penyelenggaraan penelitian terapan dan
pelatihan para pegawai Oleh universitas.
b. Komersialisasi hasil riset yaitu menjual hasil-hasil penelitian atau memberdayakan
secara bersama dengan pihak luar.
c. Sumbangan sukarela yang dapat berupa sumbangan pemikiran dan keahlian, atau
penyediaan beasiswa bagi mahasiswa yang membutuhkan.
d. Penggalian pendapatan dari aset yang dimiliki, misalnya menyewakan tanah,
memberdayakan staf di perusahaan atau lembaga Iain.

Inti pengembangan sumber-sumber pendapatan PT adalah kemampuan melihat peluang atau


kesempatan dan juga potensi atau aset diri untuk memperoleh pendapatan dengan berbasis
pada kemampuan. Oleh karena itu, alternatif-alternatif pengembangan sumber-sumber
pendapatan tersebut mungkin diimplemetasikan dan juga dikembangkan Oleh setiap PT di
Indonesia. Hasil penelitian Clark (1998: 102) menunjukkan bahwa sebagian PTN di
Indonesia telah melakukan beberapa upaya pengembangan sumber-sumber pendapatan,
antara Iain sebagai berikut.
a. SPP khusus, dengan biaya tambahan di luar SPP reguler.
b. Proyek khusus, yang seringkali ditandai dengan hubungan dengan universitas luar negeri
c. Proyek penelitian kontrak, seringkali melalui suatu universitas atau lembaga penelitian.
d. Menjual layanan yang dimiliki anggota staf (dosen).
e. Pengajaran mata-kuliah khusus di luar anggaran pada tingkat diploma dan pascasarjana
Upaya-upaya tersebut dapat terus dikembangkan dengan tetap berpegang pada prinsip
akuntabilitas publik. Dalam hal ini, kemampuan entreprenuership para pemimpin/pengelola
PT sangat menentukan keberhasilannya.
Hal penting dalam upaya pengembangan sumber-sumber pendapatan PT yang harus
diwaspadai adalah karakter PT sebagai institusi pendidikan yang tidak boleh pudar atau
sampai hilang. PT adalah insitusi pendidikan non profit yang mempunyai misi utama
mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini Ziderman dan Albrecht (1995: 103)
mengatakan bahwa diversifikasi pendapatan akan mendorong diversifikasi aktivitas dan
output-output sistem universitas ... dapat menyebabkan perubahan peran universitas yaitu
lebih pada layanan-layanan untuk meningkatkan pendapatan daripada pengajaran. Jika
'universitas' dipertahankan, diversifikasi pendapatan harus dipandang sebagai sumber
pendapatan suplemen dan kegiatan komplemen. Cara memecahkan masalah-masalah
pembiayaan fundamental pada universitas harus ditujukan untuk menyelesaikan masalah-
masalah pembiayaan, bukan merubah karakter institusi.
Pengembangan sumber-sumber pendapatan PT yang tidak semata-mata diarahkan pada
pencarian keuntungan finansial atau materi semata, namun juga pada pengokohan identitas
PT masing-masing, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu contoh adalah
pengembangan pendapatan PT melalui proyek penelitian. Pelaksanaan proyek penelitian PT
hendaknya tidak sekedar pemenuhan kontrak namun juga mengarahkan, mendorong dan
memfasilitasi PT berkembang menjadi research university yang unggul:
menumbuhkembangkan budaya meneliti dan budaya diskusi ilmiah, melahirkan peneliti-
peneliti handal dan profesional, menyediakan fasilitas penelitian yang lengkap dan canggih
baik untuk layanan jasa penelitian maupun akademik/pengembangan ilmu para dosen dan
mahasiswa. Dengan demikian pengembangan sumber-sumber pendapatan PT diharapkan
benar-benar dapat mendukung penyelenggaraan misi PT dengan baik.

E. Otonomi Pengelolaan Pembiayaan PT: Kondisi yang Dibutuhkan


Otonomi pengelolaan pembiayaan berarti kewenangan PT untuk memperoleh
mengembangkan, dan mengalokasikan sumber-sumber pendapatan berdasarkan kebutuhan
PT. Secara riil, otonomi ini telah dimiliki dan dilaksanakan oleh PTS sejak dulu. Subsidi
pemerintah pada PTS yang relatif sedikit telah dengan sendirinya membuat intervensi
pemerintah dalam pengelolaan termasuk pembiayaan PTS rendah. PTS secara mandiri telah
berupaya menggali dan mengembangkan sumber-sumber pendapatannya serta
mengalokasikannya dengan efektif dan efisien.Tldak sekedar itu, transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan juga menjadi perhatian untuk mendapatkan dan mempertahankan
'public trust'.
Kondisi yang sangat berbeda dialami oleh PTN. Intervensi pemerintah terhadap
pengelolaan PTN termasuk aspek pembiayaannya sangat besar. Sebagaimana dilaporkan oleh
Ziderman dan Albrecht (1995) bahwa di negara-negara berkembang, intervensi pemerintah
terhadap penyelenggaraan pendidikan di PT memberikan kesulitan-kesulitan pada universitas
untuk mengembangkan dirinya secara lebih leluasa. Bentuk pembatasan tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Pembatasan finansial yaitu pemerintah memberikan batasan yang sangat ketat pada
perguruan tinggi untuk memobilitasi dana yang berasal dari masyarakat.
b. Pembatasan kebijakan penerimaan mahasiswa yaitu dengan pertimbangan alokasi
dana pemerintah yang akan dikucurkan pada perguruan tinggi, maka enrollment
perguruan tinggi harus dibatasi agar tidak terjadi kondisi rugi.
c. Pembatasan alokasi internal yaitu pemerintah memberikan batasan kepada lembaga
untuk menggunakan sumber daya yang mereka miliki dengan pemberlakukan ijin
pemerintah untuk penggunaan semua sumber daya.
Hal tersebut mengakibatkan PTN kurang berdaya untuk mengembangkan pendapatan
(revenue) dan mengalokasikannya secara efektif dan efisien sesuai dengan kondisi PT. PTN-
PTN terbelenggu ketidakcukupan dana namun terikat pada peraturan penetapan tarif-tarif
yang ditetapkan secara terpusat, yang pada kenyataannya tidak sesuai dengan kondisi di
lapangan. Akibatnya, upaya peningkatan mutu pembelajaran, penelitian, dan peran PT di
masyarakat melalui program PPM belum dapat terselenggara dengan baik. Keterbatasan
dana yang tersedia secara praktis menjadi kendala.
Mencermati pengalaman tersebut, otonomi pengelolaan pembiayaan perlu diberikan
pada PT baik PTN maupun PTS. Otonomi pengelolaan pembiayaan PT akan memberikan
ruang kepada PT untuk mengembangkan dan mengalokasikan berbagai sumber-sumber
biaya sesuai dengan prioritas kebutuhan PT. PT akan terkondisikan menjadi kreatif dalam
mengelola asetnya dan mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk
pembiayaan PT. Hal penting yang harus dipegang dalam implementasi otonomi pengelolaan
pembiayaan PT adalah prinsip efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas yang
berorientasi pada visi dan misi PT.
Terkait dengan hal ini, Ziderman dan Albrecht (1995) mengatakan bahwa otonomi PT
merupakan suatu keharusan agar PT dapat maju dan berkembang. Otonomi yang dimaksud
meliputi keuangan, kepegawaian, dan keilmuan. Lebih lanjut dikatakan bahwa otonomi
merupakan privilege sekaligus tanggung jawab yang diberikan kepada komunitas akademik.
Setiap institusi yang menggunakan dana publik mempunyai kewajiban untuk menjelaskan
bagaimana dana tersebut digunakan. Isu tidak hanya tentang pencegahan korupsi, namun
juga kejelasan tentang tujuan akademik, penelitian, dan lain-lain, dan penghitungan
bagaimana dan dalam kondisi seperti apa biaya-biaya tujuan tersebut telah dipenuhi. Dengan
demikian, otonomi pengelolaan PT termasuk aspek pembiayaan merupakan suatu kondisi
yang dibutuhkan.
SEKTOR PENGGUNAAN ANGGARAN PTN DAN PTS
A. Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi Negeri
Bergesernya sistem pengelolaan keuangan dari tradisional ke sistem pengelolaan
keuangan berbasis kinerja yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Pengeloaan keuangan berbasis kinerja ini terdapat di dalam
pasal 68 dan pasal 69 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, di mana dalam pasal-pasal
tersebut menjelaskan bahwa instansi pemerintah mempunyai tugas pokok dan fungsi
memberi pelayanan kepada masyarakat(seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan
kawasan, dan lisensi). Dengan tugas pokok dan fungsi ini, instansi pemerintah dapat
mengelola keuangan secara fleksibel dengan memprioritaskan produktivitas, efisiensi, dan
efektivitas. Instansi pemerintah yang menjalankan ketentuan undang-undang di atas disebut
Badan Layanan Umum (BLU).
Salah satu instansi pemerintah yang menjadi BLU iini adalah Perguruan Tinggi
Negeri (PTN). Sudah ada beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang sudah bisa
dikatakan mandiri, lambat laun bisa melepaskan ketergantungannya terhadap pemerintah.
Oleh sebab itu, muncul peraturan pemerintah tentang Badan Hukum Milik Negara (BHMN),
Badan Hukum Pendidikan Milik Negara (BHPMN), dan Badan Layanan Umum (BLU).
Aturan ini menjadi langkah awal bagi PTN untuk melakukan perbaikan diri. Dengan aturan
yang baru ini, otomatis pengelolaan keuangan akan memunculkan sistem akuntansi yang
baru. Penerapan sistem baru ini memunculkan berbagai permasalahan, diantaranya :
1. Sulitnya beradaptasi terhadap sistem pengelolaan keuangan BLU, sehingga perlu
ada penyesuaian kembali terhadap sumbar daya yang ada;
2. Sumber daya yang mengelola tidak memenuhi persyaratan untuk menjalankan
sistem yang baru. Perlu banyak melakukan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan lebih
lanjut;
BLU pada dasarnya merupakan suatu alat agar bisa meningkatkan kinerja terhadap
pelayanan publik dengan menerapkan manajemen keuangan yang berbasis pada hasil,
profesionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang dimaksud Badan Layanan
Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas. Pasal 1 butir (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa, Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah
pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktekpraktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari
ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya .
Ini menjadi hal yang sangat menarik, karena dengan penerapan sistem yang seperti
ini, maka intansi pemerintah akan lebih memfokuskan diri pada pelayanan kepada
masyarakat. Awal munculnya Badan Layanan Umum (BLU) ini karena adanya pandangan
bahwa instansi pemerintah, sebagai penyedia layanan masyarakat selama ini tidak diberikan
keleluasaan dalam melakukan pengelolaan keuangan ditambah lagi dengan pelayanan
instansi pemerintah yang masih kurang terhadap masyarakat. Pengelolaan kekayaan negara
melalui badan layanan umum diawali ketika negara Indonesia mengadopsi pemikiran New
Public Management (NPM). Pemikiran ini merupakan wujud dari reformasi keuangan negara
yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003. Reformasi keuangan ini ditandai dengan
dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara yang baru, yaitu UU No. 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No.15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara.
Proses BLU ini dimulai dari seluruh pendapatan yang diterima oleh institusi harus
disetorkan terlebih dahulu ke kas negara sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),
kemudian instansi mengajukan rencana anggaran untuk dapat mencairkan dana tersebut.
Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005
Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, BLU bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang
sehat.
Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus sebagai Badan Layanan Umum menerapkan
sistem pengelolaan keuangan yang lebih fleksibel. Perubahan sistem akuntansi ini mencakup
perubahan dari traditional budgeting menjadi performance based budgeting dan dari cash
basis menjadi accrual basis. Dengan demikian penilaian kinerja terhadap lembaga atau
organisasi tidak hanya berlaku pada lembaga atau organisasi yang berorientasi profit saja,
melainkan juga perlu dilakukan pada lembaga atau organisasi non komersial. Pengukuran
kinerja ini dimaksudkan untuk :
1) Membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk
dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal
ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik
dalam pemberian pelayanan publik.
2) Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3) Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Dengan penerapan pengelolaan keuangan berbasis kinerja ini, maka tri dharma
perguruan tinggi akan memfokuskan diri pada pelayanan kepada masyarakat. Hal ini tidak
menutup kemungkinan bahwa suatu saat nanti, perguruan tinggi akan bisa berdiri sendiri
layaknya sebuah perusahaan yang ujungnya dapat menyejahteraan seluruh civitas academica
yang ada di perguruan tinggi tersebut.
PTN selama ini memperoleh dana dari pemerintah dan masyarakat, oleh sebab itu
perlu adanya perencanaan anggaran yang jelas dan terarah yang disesuaikan dengan tujuan
dari perguruan tinggi tersebut. Jelas dalam artian disini adalah pemanfaatan dana yang
kegiatannya dapat dipertanggungjawabkan serta transparan bagi semua pihak. Tidak ada
kecurigaan salah satu pihak kepada manajemen atas pengelolaan dana tersebut.
Meskipun penyelenggaraan keuangan yang cenderung fleksibel dilakukan oleh
perguruan tinggi, namun itu semua mempunyai batas. Batasannya berupa kegiatan
operasional perguruan tinggi yang tidak boleh keluar dari jalur tri dharma perguruan tinggi.
Sebagai contoh perguruan tinggi negeri dapat mengadakan program Pusat Studi, dan
Pendampingan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PSP-UMKM) dan kegiatan lainnya
untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Hal ini selain berperan sebagai bagian dari Tri
Dharma Perguruan Tinggi (Penelitian dan Pengabdian Masyarakat), hal ini juga merupakan
wujud dari pengembangan ekonomi masyarakat. Sehingga kewenangan perguruan tinggi
negeri dalam pengelolaan kekayaan negara melalui Badan Layanan Umum dianggap mampu
mengembangkan pendidikan dan ekonomi indonesia secara konsekuen sesuai dengan tujuan
nasional yaitu mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Pengelolaan Keuangan Perguruan Tinggi Swasta


Perguruan tinggi swasta biasanya dikelola oleh yayasan. Sejak berlakunya UU No. 16
Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan,
menjadikan eksistensi yayasan di Indonesia sebagai badan hukum semakin kokoh. Undang-
undang menegaskan bahwa yayasan adalah badan hukum yang mempunyai maksud dan
tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Undang-undang tersebut adalah
instrumen hukum bagi masyarakat untuk memahami dengan benar mengenai yayasan,
menjamin kepastian dan ketertiban hukumnya.Berikut adalah pokok-pokok penting UU No.
16 Tahun 2001 jo UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan ditinjau dari aspek keuangan,
yaitu :
1. Yayasan wajib menyusun laporan tahunan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan
setelah berakhirnya tahun buku, yang memuat sekurang-kurangnya laporan keadaan dan
kegiatan serta hasil yang telah dicapai, dan laporan keuangan terdiri dari (Pasal 49 UU No. 21
Tahun 2001):
a. Laporan posisi keuangan;
b. Laporan aktivitas;
c. Laporan arus kas;
d. Catatan atas laporan keuangan.
2. Ikhtisar lapotan tahunan yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor
yayasan.
3. Apabila yayasan memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri atau pihak lain
sebesarRp 500 juta atau lebih, atau kekayaan yayasan diluar wakaf berjumlah Rp 20 miliar
atau lebih, maka:
a. Ikhtisar laporan tahunan wajib diumumkan dalam surat kabar;
b. Laporan keuangan yayasan wajib diaudit oleh Akuntan Publik. Hasil audit
disampaikan kepada Pembina dan Menteri Hukum dan HAM;
c. Bentuk laporan tahunan yayasan disusun sesuai dengan standar akuntansi
keuangan.
Dengan transparansi ini, selayaknya pengurus yayasan melakukan pembenahan dalam
aspek keuangan, diantaranya:
1. Membenahi sistem administrasi keuangan dan sistem akuntansi agar seluruh
transaksi yayasan dapat dipertanggungjawabkan dan laporan keuangan dapat
diterbitkan tepat waktu;
2. Meningkatkan sistem pengendalian intern atas penerimaan dan pengeluaran dana
serta kekayaan yayasan.
Keterbukaan informasi tentang pengelolan dana Perguruan tinggi swasta menjadi
masalah terus berlarut-larut tanpa ada ujung yang jelas. Dilain pihak mahasiswa terus
menerus merong-rong dengan berbagai cara agar tuntutan mereka tentang hal ini bisa
terpenuhi. Persoalan ini hingga tak ada ujung. dapat kita lihat dari beberapa aspek:
a. Keinginan pihak pengelola (PTS) Perguruan Tinggi Swasta yang tidak mau
transparan atau terbuka pada mahasiswa tentang pengelolaan dana kampus.
b. Pola gerakan mahasiswa yang menuntut transparansi pengelolaan dana kampus
masih frontal dan tak ada pendekatan persuasif dan perdekatan-pendekatan regulasi dalam
menuntut transparansi.

Anda mungkin juga menyukai